• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

Pada Bab 2 ini penulis akan menjelaskan tentang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dan juga hubungan antara variabel tersebut.

Variabel yang digunakan oleh sang penulis ada tiga yaitu, revisit intention, tourist motivation, dan destination image.

2.1 Revisit Intention

2.1.1 Pengertian Revisit Intention

Menurut Ramadlani & Hadiwidjaja (2012), definisi revisit intention adalah niat pengunjung untuk mengunjungi kembali sebuah destinasi yang pernah dikunjungi. Beberapa studi mengatakan bahwa revisit intention berkaitan erat dengan kunjungan sebelumnya (Mazurski, 1989; Court & Lupton, 1997). Menurut (Robertson & Regula, 1994), Konsep dari tourists revisit mengarah ke kemauan untuk merekomendasikan, dalam arti bahwa wisatawan akan bersedia untuk berkunjung kembali ke destinasi tertentu serta merekomendasikan ke teman mereka, karena mereka memiliki pengalaman perjalanan wisata yang memuaskan dan menghasilkan word of mouth marketing dan customer loyalty. Yang dimaksud dengan customer loyalty adalah loyalitas wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah dan merupakan hal yang penting bagi pihak manajemen dari suatu destinasi.

Hal ini disebabkan oleh karena lebih mudah mempertahankan wisatawan yang ada daripada mencari wisatawan yang baru (Chiu, 2016), selain itu juga dapat mengurangi biaya pemasaran untuk menarik minat pengunjung datang.

Engel et al. (1990) mendefinisikan bahwa “a specific type of purchase intentions is repurchase intentions, which reflect wether we anticipate buying the same product or brand again.”

(2)

2.2 Tourist Motivation 2.2.1 Tourist Motivation

Salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk revisit intention adalah tourist motivation. Menurut (Pearce, 1983): “Motivation is concerned with

“energized changes in the behavioral stream which characterizes human action”

yang artinya adalah Motivasi berhubungan dengan perubahan yang ada dalam tingkah laku manusia yang menyebabkan manusia bertindak.

Keputusan seseorang untuk melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh motivasi internal dan kondisi ekternal yang dimiliki orang tersebut. Motivasi internal terkait dengan keinginan dan kemauan rasa ingin tahu dan pengalaman yang muncul dari diri. Sedangkan motivasi eksternal adalah motivasi untuk mendapatkan sebuah imbalan atau respon dari orang lain. Hal tersebut menjadi faktor yang memotivasi seseorang untuk memutuskan melakukan perjalanan wisata. Motivasi merupakan faktor yang mendasari seseorang dalam menentukan sikap dan perbuatan yang akan dilakukannya. Semakin tinggi motivasi seseorang semakin tinggi juga upaya yang dilakukan untuk mencapai apa yang menjadi keinginannya. Oleh karena itu motivasi pada dasarnya merupakan pendorong yang menggerakkan suatu individu dalam bertingkah laku dan berbuat untuk mencapai tujuan tertentu.

Selain itu, menurut Burkart, A.J and S. Medlik, (1981) bahwa keputusan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata di dorong oleh 2 (dua) faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan seseorang untuk memutuskan melakukan perjalanan wisata, faktor ini dapat berupa keinginan untuk melepaskan kejenuhan dari pekerjaan sehari-hari, pengakuan diri untuk menaikan status sosial, melakukan interaksi sosial dengan masyarakat, alam dan budaya, serta sebagai bentuk aktualisasi diri. Sedangkan faktor penarik adalah faktor yang terkait dengan kondisi daya tarik dan fasilitas serta pelayanan di daerah tujuan wisata yang menyebabkan seseorang tertarik untuk mendatangi daerah tujuan wisata tersebut.

(3)

2.2.2 Dimensi Tourist Motivation

Dalam penelitian Pearce (2005) menemukan 69 tourist motivation yang dikategorikan menjadi 14 dimensi seperti sebagai berikut:

Tabel 2.2 Tourist Motivation by Pearce

(4)

(sambungan) Tabel 2.2

(5)

(sambungan) Tabel 2.2

Sumber: Developing the Travel Career Approach to Tourist Motivation (Pearce 2005)

(6)

2.2.3 Travel Career Ladder

Dalam penelitian Pearce (2005) selanjutnya, Pearce membuat teori Travel Career Ladder yang terdiri dari lima dimensi tourist motivation yang serupa dengan teori motivasi Maslow. Teori ini menunjukan bahwa motivasi pengunjung akan berubah terus menerus seiring dengan pengalaman yang didapatkan. Dalam sebuah motivasi perjalanan terdapat sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Ketika wisatawan lebih berpengalaman, mereka semakin mencari kepuasan dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi.

Gambar 2.1 Travel Career Ladder Sumber: Pearce (2005)

Pearce membagi tourist motivation menjadi dua, yaitu internal dan external.

Seiringnya dengan tourist motivation seseorang berubah dari hierarcy terendah hingga teratas, tourist motivation seseorang juga berganti dari internally orientated

(7)

ke externally orientated. Internal tourist motivation adalah motivasi yang muncul dari dalam diri sendiri untuk keinginan diri sendiri. Sedangkan external tourist motivation adalah motivasi untuk mendapatkan sebuah imbalan atau respon dari orang lain. Bedasarkan gambar diatas internal motivation terdiri dari motivasi relaxation dan stimulation. Sedangkan external motivation terdiri dari motivasi relationship, self-esteem and development dan fulfillment.

2.3 Destination Image

2.3.1 Pengertian Destination Image

Menurut Assael (2001) mendefinisikan citra sebagai keseluruhan persepsi dari suatu produk yang dibentuk dari memrosesan informasi dari berbagai sumber, sepanjang waktu. Dalam pariwisata, pembangunan citra daerah tujuan terjadi dari gabungan antara informasi yang didengar dan persepsi daerah tujuan wisata itu sendiri, seperti gambaran alamnya, kesopanan penduduknya, kebudayaan dan lain- lain. Persepsi ini bisa datang dari orang lain atau timbul dari dirinya sendiri.

Laws (1995) menyatakan bahwa citra dapat menyebabkan sesuatu yang membedakan (dalam benak wisatawan) antara satu lokasi dengan lokasi lainnya.

Semua ini disebabkan karena persepsi yang dibandingkan dengan kenyataannya, yang menyebabkan wisatawan memilih atau tidak memilih suatu daerah tujuan wisata. Sedangkan Croy (2004) menyebutkan pentingnya citra bagi sebuah daerah tujuan wisata, yaitu menciptakan harapan, dapat digunakan sebagai strategi pemasaran dan segmentasi pasar, merupakan salah satu bentuk dari konsumsi, mempengaruhi pasar yang prospektif, dan berperan dalam kepuasan dan pemilihan daerah tujuan. Di bagian akhir, ia menuliskan bahwa citra dan kepuasan akan mempengaruhi loyalitas konsumen.

Menurut Echtner dan Ritchie (2003), “destination image is frequently described as simply “impressions of a place” or “perceptions of an area”. Bisa diartikan bahwa destination image secara sederhana adalah sebuah kesan terhadap suatu tempat dan sebuah persepsi suatu area. Sedangkan menurut Beerli & Martin (2004), “The destination image consists of views about natural and cultural resources, general, tourist and leisure infrastructures, atmosphere, social setting and environment, knowledge, relaxation, entertainment, and prestige”. Artinya adalah citra sebuah tujuan wisata terdiri dari sebuah pandangan sumber daya alam

(8)

dan budaya, umum, prasarana wisata dan rekreasi, atmosfer, pengaturan sosial dan lingkungan, pengetahuan, relaksasi, hiburan, dan prestis.

(9)

2.3.2 Dimensi Destination Image

Beerli dan Martin (2004) menyebutkan perlunya mengadakan pemilihan atribut pada suatu destinasi supaya dapat menciptakan citra yang baik. Dalam penelitian mereka tentang destination image, mereka membagi menjadi 9 dimensi

sebagai berikut,

Tabel 2.4 Dimensi Destination Image

Sumber: Beerli dan Martin (2004)

4 5 6

7 8 9

(10)

1. Natural Resources

Merupakan sumber daya alam dan lingkungannya seperti, cuaca, flora dan fauna yang terdapat di suatu destinasi tersebut.

2. General Infrastructure

Merupakan system fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas public lainnya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia

3. Tourist Infrastructure

Merupakan infrastruktur yang sengaja dibangun untuk mendukung keperluan pariwisata seperti hotel, restoran, bar, dan pusat informasi pariwisata

4. Tourist Leisure and Recreastion

Merupakan tempat atau kegiatan yang sengaja dibuat untuk keperluan hiburan seperti theme park, casino, dan mall

5. Culture, History, and Art

Merupakan kebudayaan, sejarah, dan kesenian yang ada di suatu destinasi.

6. Political and Economic Factors

Meruapakan faktor politik dan ekonomi yang terdapat di suatu destinasi yang berupa kestabilan politik dan perkembangan ekonomi serta tingkat keamanan yang ada pada destinasi tersebut.

7. Natural Environment

Merupakan kondisi lingkungan alami yang terdapat di suatu destinasi seperti keindahan pemandangan, kebersihan, keramaian, dan polusi udara 8. Social Environment

Meruapakan kondisi sosial yang terdapat di suatu destinasi seperti

keramahan dari penduduk lokal dan kualitas kehidupan destinasi tersebut.

9. Atmosphere of the Place

Merupakan suasana atmosfir yang dirasakan oleh para wisatawan di destinasi tersebut, seperti atmosfir kemewahan, eksotis, dan atraktif

(11)

2.4 Faktor-faktor Lain

Selain tourist motivation dan destination image ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi wisatawan untuk revisit intention, yaitu ada satisfaction, price, dan loyalty.

Satisfaction merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap wisatawan untuk berkunjung kembali. Menurut Kim, Kim, &

Goh (2011) kepuasan pengunjung adalah suatu perasaan yang timbul sebagai evaluasi terhadap pengalaman pemakaian produk dan jasa. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk atau layanan jasa memberikan dampak kepada perilaku konsumen terhadap produk atau jasa tersebut, apakah konsumen melakukan pembelian ulang atau tidak.

Para peneliti terdahulu juga menemukan bahwa satisfaction dapat berpengaruh terhadap repurchase intention atau revisit intention serta merekomendasikan ke orang lain dikemudian hari. Jika seseorang puas, maka ia akan terus membeli kembali atau berkunjung kembali. Sedangkan jika seseorang tidak puas maka ia akan beralih ke produk dan jasa lainnya (Liao et al, 2016).

Harga adalah salah satu faktor penentu orang untuk revisit intention.

Bedasarkan Philip Kotler (1996) definisi harga adalah sebagai berikut: “Price is the amount of money charged for a product or service.” Broadly, price is the total amount that being exchange by the customer to obtain a benefit of the product or service owning.”. Harga adalah sejumlah uang yang akan dikenakan atas barang atau jasa. Bisa diartikan juga sebagai harga adalah sejumlah nilai yang akan diberikan kepada konsumen atas penggunaan terhadap sebuah produk atau jasa.

Harga dapat mempengaruhi pembelian produk dan jasa kembali. Jika konsumen merasa bahwa harga yang ditawarkan sepadan dengan kualitas akan jasa dan produk tersebut maka hal tersebut dapat menimbulkan revisit intention.

Loyalitas Konsumen dapat menjadi faktor lain yang dapat mempengaruhi orang untuk memiliki revisit intention. Menurut Griffin (2009) Customer Loyalty adalah orang-orang yang melakukan pembelian secara teratur, membeli antar lini produk dan jasa, mereferensikannya kepada orang lain, dan menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing. Loyalitas konsumen dapat berpengaruh terhadap

(12)

perkunjungan kembali ke suatu tempat wisata. Karena jika konsumen loyal maka dia akan membeli produk dan jasa kembali.

Dixon, et al. (2005) mengatakan bahwa, “loyal customers are expected to consistently repurchase in spite of competitive efforts”. Artinya adalah konsumen yang loyal terhadap suatu produk atau jasa maka dia akan melakukan pembelian produk dan jasa tersebut kembali meskipun ada sebuah persaingan.

2.5 Hubungan antara Tourist Motivation dengan Destination Image

Menurut teori Stabler (1998) salah satu faktor pembentukan destination image adalah motivasi. Dalam penelitian yang berjudul Destination image: Origins, Developments, and Implications mengatakan bahwa pada saat seseorang termotivasi untuk melakukan sebuah perjalanan maka orang tersebut akan memikirkan tentang tempat tersebut. Pada saat itulah Destination image terbentuk.

Destination image yang terbentuk dibagi menjadi dua menurut Phelps (1986) yaitu primary image dan secondary image. Primary image adalah pada saat setelah berkunjung dari tempat wisata tersebut atau teringat kembali dari pengalaman sebelumnya, sedangkan secondary image adalah pada saat sebelum dari berkunjung tempat tersebut.

H1: Tourist motivation berpengaruh positif terhadap destination image 2.6 Hubungan antara Tourist Motivation dengan Revisit Intention

Dalam penilitian berjudul Influencing Factors on Creative Tourists' Revisiting Intentions: The Roles of Motivation, Experience and Perceived Value oleh Lan-lan Chang (2013) mengatakan bahwa motivasi dapat mempengaruhi seseorang untuk berkunjung kembali. Karena motivasi adalah yang mendorong seseorang untuk berkunjung kembali.

Setiap kunjungan kembali ke sebuah destinasi wisata akan selalu didasari oleh sebuah alasan atau motif (motive). Alasan-alasan tersebut didasari oleh tourist motivation. Jadi seseorang akan berkunjung kembali bila ada rasa keinginan yang mendorong dari dalam diri sendiri atau destinasi wisata tersebut dapat menarik wisatawan agar mengunjungi tempat tersebut.

H2: Tourist motivation berpengaruh positif terhadap revisit intention

(13)

2.7 Hubungan antara Destination Image dengan Revisit Intention

Dalam ilmu marketing ada variabel yang disebut sebagai brand image.

Brand image adalah, sebuah persepsi umum konsumen terhadap suatu brand atau product (Newman, 1985). Definisi dari Brand image memiliki arti yang serupa jika diterjemahkan terhadap variabel destination image.

Dalam penelitian berjudul The Impact of Brand Image and Brand Awareness on Repurchase Intention oleh Mindo Siboro (2015) mengatakan bahwa brand image yang baik dapat mempengaruhi seseorang untuk revisit intention.

Brand image tersebut adalah sebuah gambaran yang terbentuk dari pembelian transaksi-transaksi sebelumnya. Hal itu dapat memberikan sebuah gambaran atau kesan yang positif sehingga pengunjung merasa bahwa brand tersebut layak untuk dibeli kembali. Sedangkan brand image yang buruk akan membuat orang berkunjung ke brand lain.

Penelitian tersebut juga mengatakan bahwa terdapat faktor lain yang dapat memperkuat seseorang untuk revisit intention yaitu adalah satisfaction. Pengunjung dapat memiliki revisit intention tanpa adanya rasa kepuasan. Tetapi jika pengunjung puas terhadap suatu destination image yang positif maka pengunjung tersebut memiliki revisit intention yang lebih kuat.

H3: Destination Image berpengaruh positif terhadap Revisit Intention

2.8 Kerangka Pemikiran

TOURIST MOTIVATION

DESTINATION IMAGE

REVISIT INTENTION H1

H2 H3

Variabel Control

• Price

• Satisfaction

Referensi

Dokumen terkait

untuk kayu masif dan 16% untuk produk-produk kayu yang dilem; serta batas bawah kadar air setimbang tahunan rerata adalah 6%. b) Nilai tahanan acuan berlaku untuk kondisi

Menurut Veronika Whardana (2009, p. 3), “display merupakan fasilitas untuk memamerkan sebuah produk atau tampilan yang dipamerkan dalam toko untuk membuat suatu ruangan

Sengketa pajak dapat berupa sengketa pajak formal maupun sengketa pajak material, yang dimaksud dengan sengketa pajak formal yaitu sengketa yang timbul apabila Wajib Pajak

Selain itu, value relevance digunakan untuk mengkaji apakah laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan menghasilkan informasi akuntansi berkualitas tinggi yang

Suatu proyek konstruksi yang berskala besar dituntut adanya manajemen yang baik agar menghasilkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, di mana proyek merupakan suatu

2.6.1 Metode Persentase Penyelesaian (Percentage-of-Completion Method) Berdasarkan sifat usahanya, pengakuan pendapatan pada usaha jasa konstruksi dilakukan

Berdasarkan studi yang dilakukan menyatakan bahwa value relevance informasi akuntansi yang tinggi dapat diindikasikan dengan adanya hubungan yang erat antara EPS dan BVPS

Kemampuan saya menyelesaikan tugas yang lebih baik dan lebih cepat dengan menggunakan komputer.. Sangat tidak baik