• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1 Penerapan International Financial Reporting Standards di Bangladesh International Accounting Standard Board (IASB) yang berbasis di London, Inggris, didirikan pada bulan April tahun 2001 sebagai pengganti dari International Accounting Standard Committee (IASC). Dengan demikian IASB bertanggung jawab dalam mengembangkan dan menerapkan IFRS (pengganti IAS) pada negara- negara di seluruh dunia. IFRS sendiri merupakan standar akuntansi berkualitas yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan.

Di Bangladesh sendiri, penerapan IFRS dimulai terlebih dahulu dengan penerapan IAS sejak Agustus 1999. Proses pengadopsian IAS diawali dengan World Bank yang menghibahkan dana sebesar $ 200.000 kepada pemerintah Bangladesh untuk meningkatkan kapasitas ICAB untuk mengadopsi IAS (Mir &

Rahaman, 2005). Institusi yang terlibat dalam pengadopsian IAS antara lain Pemerintah Bangladesh, World Bank, Asian Development Bank (ADB) dan Institute of Chartered Accountants of Bangladesh (ICAB).

Kemudian pada awal tahun 2006, semua perusahaan lokal yang terdaftar diharuskan menggunakan standar akuntansi IFRS (UNCTAD, 2006). Bangladesh mengadopsi seluruh IFRS kecuali nomor 9 dengan tahapan sebagai berikut:

 Tahun 2007 mengadopsi IFRS nomor 2,5,6

 Tahun 2009 mengadopsi IFRS nomor 1

 Tahun 2010 mengadopsi IFRS nomor 3,4,7,8

 Tahun 2013 mengadopsi IFRS nomor 10,11,12,13

Setelah semua standar IAS direvisi dengan IFRS dan disetujui, ICAB memberi nama standar akuntansinya Bangladesh Financial Reporting Standard (BFRS).

Sejak 1 Januari 2013, diwajibkan menggunakan BFRS untuk perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Dhaka Bangladesh.

2.2 Biaya dan Manfaat Pengadopsian IFRS

Biaya dan manfaat dari pengadopsian IFRS dapat bervariasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, dan beberapa mungkin berlaku untuk semua perusahaan di banyak negara (Hannah, 2013). Contohnya, dalam penelitian Taylor (2009) mengemukakan bahwa pengadopsian IFRS menimbulkan biaya yang

(2)

mencakup proses transisi itu sendiri, dikarenakan kurangnya keahlian auditor untuk menganalisis perbedaan antara IFRS dan GAAPs. Sedangkan penelitian De George, Ferguson & Spear et al. (2010) di Australia fokus pada peningkatan biaya audit sebanyak 23% pada tahun pengadopsian IFRS. Kenaikan biaya ini terjadi karena pengauditan laporan keuangan saat transisi dan untuk menyelidiki kesalahan yang dibuat selama implmentasi IFRS. Hal ini konsisten dengan penelitian Hannah (2013), yang menyatakan bahwa penerapan IFRS di Italia membutuhkan biaya audit yang banyak, karena membutuhkan jasa auditor Bigfour untuk membantu pengimplementasiannya. Selain itu, kurangnya pendidikan, pelatihan, dan pengetahuan yang memadai mengenai IFRS juga merupakan tantangan penting dalam pengimplementasian IFRS, sehingga dibutuhkan program pelatihan untuk staf perusahaan (Jermakowicz and Gornik-Tomaszewski, 2006; Taylor, 2009).

Disisi lain pengadopsian IFRS memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan standar akuntansi yang dikenal secara global (Saputra & Hermawan (2012), meningkatkan komparabilitas kinerja keuangan perusahaan di berbagai negara, sehingga dapat meningkatkan efektifitas persaingan untuk dana internasional dan membuat pasar modal internasional lebih efisien (Armstrong, Barth, Jagolinzer & Riedl, 2010; Jenjean & Stolowy, 2008).

Jermakowicz dan Gornik-Tomaszewski (2006) menambahkan bahwa adopsi IFRS memberikan manfaat bagi investor, diantaranya meningkatkan lintas-batas negara, sehingga memberikan kesempatan investasi yang lebih baik. IFRS juga diklaim dapat menghasilkan kualitas pelaporan keuangan yang lebih baik bagi penggunanya (Kim & Shi, 2012), karena IFRS menggunakan fair value based (Krismiaji, Aryani,

& Suhardjianto, 2016) sehingga meningkatkan transparansi laporan keuangan dan biaya modal yang lebih rendah untuk perusahaan (Daske, Hail, Leuz, & Verdi, 2008) dan memiliki dampak positif pada manajemen laba (Hoque, Zijl, Dunstan, &

Karim, 2012). Penelitian O'Connell dan Sullivan (2008) menunjukkan bahwa penerapan IFRS cenderung memberikan dampak positif terhadap laba bersih perusahaan.

2.3 Perbedaan IFRS dan US GAAP

Sebelum menggunakan IAS/IFRS sebagai standar akuntansinya, Bangladesh terlebih dahulu mengadopsi Company Act 1994 untuk menyajikan laporan

(3)

keuangannya (Mir & Rahaman, 2005). Company Act 1994 sendiri merupakan metode akuntansi menganut standar akuntansi US GAAP. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung Bangladesh telah menggunakan US GAAP, karena Bangladesh mengadopsi Companies Act 1994 sebagai pedoman dalam menyusun laporannya.

Perbedaan antara IFRS dan USG AAP yang pertama adalah prinsip yang digunakannya. Ismail, Kamarudin, Zijl & Dunstan (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dengan penerapan IFRS akan meningkatkan transparansi laporan keuangan sehingga dapat meningkatkan value relevance, karena IFRS menganut principle based yang menekankan pada fair value sehingga dapat menggambarkan kondisi saat ini (Cahyonowati & Ratmono, 2012). Disisi lain, US GAAP menganut rule based dan menggunakan historical cost yang hanya mengukur transaksi yang sudah selesai dan tidak dapat mengakui perubahan nilai riil yang terjadi. Sehigga dapat dikatakan jika penilaian yang berdasarkan historical cost telah kehilangan relevansinya dalam mengukur realita ekonomi (Saputra &

Hermawan, 2012).

Selanjutnya konsep rule based yang dianut oleh US GAAP lebih menekankan tehnik secara detail, dalam artian akuntan harus menjalankan semua keputusan dengan patuh sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan (Nunik, 2010).

Dengan adanya aturan dan batasan kuantitatif yang jelas terhadap standar membuat peraturan menjadi lebih konsisten dalam mengatur dengan tepat mengenai apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan (Alexander dan Jermakowicz, 2006).

Untuk principle based hanya mengatur prinsip-prinsip dalam laporan keuangan berdasarkan konsep dasar akuntansi saja, sehingga akuntan dapat menentukan suatu proses akuntansinya sendiri (Nunik, 2010). Berdasarkan hal tersebut, IFRS dianggap lebih fleksibel dalam menghadapi perkembangan zaman (Benneth et al., 2006).

Satu hal menonjol yang membedakan IFRS dan US GAAP adalah IFRS mengakui adanya revaluasi, sedangkan US GAAP tidak. Dengan adanya revaluasi, perusahaan diharuskan melakukan penilain ulang terhadap asset. Sebagai contoh, jika terdapat indikasi penurunan nilai terhadap asset maka perusahaan harus melakukan uji penurunan nilai terhadap asset tetap perusahaan dan dicatat dalam

(4)

laporan laba rugi perusahaan. Namun apabila terjadi kenaikan nilai aset tetap saat revaluasi, maka selisih nilai kenaikannya dicatat sebagai pendapatan komrehensif lainnya. Dengan adanya revaluasi dapat membantu memberikan informasi yang lebih aktual dan relevan tentang jumlah kas yang dapat diterima dari penjualan asset ( Tay, 2009).

2.4 Value Relevance

Value relevance merukapan ukuran yang digunakan investor untuk mengetahui kondisi ekonomi perusahaan yang sesungguhnya dan menjadi pedoman kualitas dalam menggunakan informasi akuntansi sebagai dasar pengambilan keputusan (Kargin, 2013). Sedangkan value relevance sendiri didefinisikan sebagai kemampuan angka-angka dan informasi akuntansi dalam mencerminkan nilai perusahaan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan investor yang tercermin dari perubahan stock price (Francis & Schipper, 1999)

Pengukuran value relevance didasarkan pada price model seperti yang disarankan oleh Ohlson (1995), di mana informasi akuntansi diwakili dengan earnings per share (EPS) dan book value equity per share (BVPS) dengan stock price sebagai berikut:

SPi,t = α + β1EPSi,t-1 + β2BVPSi,t-1 + ε (2.1) SPi,t : Stock price perusahaan i pada periode t

α : Koefisien konstata persamaan regresi β12 : Koefisien regresi setiap variabel EPSi,t-1 : EPS perusahaan i pada periode t-1 BVPSi,t-1 : BVPS perusahaan i pada periode t-1 ε : Error term

Berdasarkan studi yang dilakukan menyatakan bahwa value relevance informasi akuntansi yang tinggi dapat diindikasikan dengan adanya hubungan yang erat antara EPS dan BVPS dengan stock price, dikarenakan kedua informasi akuntansi tersebut menggunakan fair value, sehingga mencerminkan kondisi perusahaan sesungguhnya (Barth, Landsman & Lang, 2008; Paanen & Lin, 2009).

Value relevance menjadikan data akuntansi lebih informatif bagi investor jika

(5)

menunjukkan harga maupun tingkat pengembalian saham yang lebih tinggi (Lang, Raedy, & Wilson, 2006).

2.5 Informasi Akuntansi

Suatu informasi akuntansi dinyatakan mempunyai value relevance jika dapat

mengubah keputusan investor yang tercermin dalam perubahan stock price (Abiodun, 2012). Informasi akuntansi merupakan informasi yang diperoleh melalui kejadian akuntansi yang terjadi dan disajikan pada suatu bentuk laporan keuangan yang terdiri atas neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan modal dan catatan atas laporan keuangan (Wirajunayasa & Putri, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Finger (1994), Ohlson (1995) dan Ahmed and Goodwin (2006) informasi akuntansi yang digunakan untuk mengukur value relevance adalah EPS, BVPS, dan CFO/share.

Earning per share (EPS) adalah laba bersih per lembar saham yang mampu dihasilkan operasi yang dijalankan perusahaan (Kusumo & Subekti, 2012). EPS sendiri dihitung dengan membagi net income yang dikurangi dengan preference

dividends dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar (Negakis, 2013) EPS = Net income - preference dividends

Weightedaverage of common shares outstanding

(2.2)

Dalam perhitungan EPS, net income yang digunakan adalah after tax.

Sedangan ada tidaknya pembagian preference dividends akan dicantumkan dalam laporan keuangan bagian EPS (Negakis, 2013). Weighted average of common shares outstanding merupakan jumlah saham biasa yang beredar pada awal tahun ditambah jumlah saham biasa yang diterbitkan selama tahun tersebut dikalikan dengan faktor pembobotan waktu (Negakis, 2013). Faktor waktu-pembobotan adalah jumlah hari saham spesifik beredar sebagai proporsi dari jumlah hari dalam periode tersebut.

Menurut Garanina dan Kormiltseva (20013) Book Value PerShare (BVPS) merupakan nilai buku ekuitas yang dilaporkan per lembar saham pada akhir tahun.

BVPS diperoleh dengan menghitung total ekuitas dibagi dengan jumlah total saham yang beredar (Beisland & Knivsfla, 2015)

BVPS = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

𝑁𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒𝑠 (2.3)

(6)

Uno, Tawa & Rate(2014) mendefinisikan Operating Cash Flow (OCF) sebagai sejumlah uang kas yang keluar dan yang masuk sebagai akibat dari aktivitas perusahaan dengan kata lain adalah aliran kas yang terdiri dari aliran masuk dalam perusahaan dan aliran kas keluar perusahaan serta berapa saldonya setiap periode.

OCF merupakan indikator yang menentukan apakah kegiatan operasi perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendapatan (Wenas, Manossoh, & Tirayoh, 2017).

Menurut Clacher, Duboisee de Ricquebourg & Hodgson (2013) cash flow from operating per share dapat diukur dengan membandingkan net cash flow from operating activities dengan weighted average of common shares outstanding.

CFO per share = 𝑁𝑒𝑡 𝑐𝑎𝑠ℎ 𝑓𝑙𝑜𝑤 𝑓𝑟𝑜𝑚 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

𝑊𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡𝑒𝑑 𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑜𝑓 𝑐𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒𝑠 𝑜𝑢𝑡𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 (2.4) Net cash flow from operating activities diperoleh dengan mengkalkulasi sejumlah uang kas yang diperoleh dari pelanggan lalu dikurangi dengan uang kas yang dikeluarkan untuk pembayaran kepada supplier, beban perusahaan, beban bunga dan pajak penghasilan (Clacher , Duboisée de Ricquebourg, & Hodgson, 2013) .

2.6 Respon Investor

Ketika informasi akuntansi digunakan investor untuk mengambil keputusan terhadap kinerja perusahaan, dapat dikatakan jika investor merespon dan mempercayai informasi akuntansi tersebut (Murtini & Lusiana, 2016). Dengan adanya respon yang diberikan oleh investor, maka informasi akuntansi tersebut dianggap mempunyai value relevance (Holthausen & Watts, 2001) yang tercermin dalam perubahan stock price (Tsalavoutas, Andre, & Evans, 2012). Stock price merupakan nilai nominal yang tertera pada harga penutupan dari bukti penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan (Pranata & Pujiati, 2015). Stock price dalam penelitian ini berdasarkan peneltian yang dilakukan Cardamone, Carnevale &

Giunta (2012) dengan mengambil harga saham rata-rata selama 10 hari setelah tanggal publikasi laporan keuangan, karena semakin pendek rentang waktunya, makin efektif informasi yang direspon oleh investor, karena dapat membatasi informasi dari pengaruh faktor lain.

(7)

Stock Price =10𝑡=1SP𝑡

10 (2.5) SPt : Stock price 1-10 hari setelah tanggal publikasi 2.7 Leverage

Leverage merupakan rasio perbandingan antara total debt ( jumlah seluruh hutang yang dimiliki oleh perushaan) dengan total aktiva (total asset ) periode satu tahun (Hoque, Zijl, Dunstan, & Karim, 2012) , yang dihitung sebagai berikut,

Leverage = Total assetTotal debt (2.6) Oleh karena itu leverage dapat diartikan sebagai seberapa besar total aktiva perusahaan yang didanai oleh hutang. Semakin tinggi leverage semakin besar juga kewajiban keuangan yang harus dipenuhi oleh perusahaan untuk membayar beban hutang dan bunga. Besarnya leverage suatu perusahaan akan menurunkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen tunai. Sebaliknya, jika leverage suatu perusahaan rendah, maka dividen yang dibagikan perusahaan kepada investor dapat meningkat, sehingga sebagian besar laba digunakan untuk kesejahteraan pemegang saham (Dewi & Suaryana, 2013). Oleh karena itu leverage dalam laporan keuangan juga dapat membantu investor dalam mengambil keputusan terkait penjualan atau pembelian saham perusahaan yang bersangkutan (Novitasari &

Widyawati, 2015)

2.8 Kajian Penelitian Terdahulu

Sudah banyak dilakukan penelitian mengenai dampak pengadopsian IFRS terhadap value relevance yang dilakukan di negara maju, namun masih belum banyak penelitian yang dilakukan di negara berkembang. Hasil penelitian yang ditemukan masih bervariasi.

Karampinis dan Hevas (2009) melakukan penelitian dampak IFRS terhadap value relevance dengan sampel 85 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Athens dari tahun 2003-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengadopsian IFRS secara wajib memberikan dampak yang positif untuk value relevance laba akuntansi dan book value of equity , walaupun hanya pada level laporan keuangan konsolidasi perusahaan saja. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Krismiaji, Aryani & Suhardjianto (2016) mengenai dampak IFRS, tata kelola dewan dan kualitas akuntansi di Indonesia. Berdasarkan hasil peneltian tersebut ditemukan

(8)

bahwa setelah adanya pengadopsian IFRS terdapat peningkatan value relevance kualitas akuntansi. Walaupun adanya peningkatan value relevance kualitas informasi akuntansi seacara positif dipengaruhi oleh tata kelola dewan.

Kadri, Ibrahim & Aziz ( 2009) menunjukkan bahwa pengenalan standar baru IFRS meningkatkan value relevance book value dan laba dalam penelitiannya dengan sampel 59 perusahaan properti (investasi) yang terdaftar di Bursa Efek Malaysia pada tahun 2002-2007. Namun hasil penelitian Klimczak (2011) dan Garanina & Kormiltsev (2014) mengatakan bahwa tidak ditemukan bukti bahwa dengan adanya pengadopsian IFRS secara wajib berdampak pada konten informasi maupun value relevance. Garanina & Kormiltsev (2014) mengatakan hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan antara standar domestik perusahaan dan IFRS.

2.9 Pengembangan Hipotesis

Francis & Schipper (1999) mendefinisikan value relevance sebagai kemampuan informasi akuntansi dalam menggambarkan nilai perusahaan sehingga informasi akuntansi tersebut mempengaruhi keputusan investor yang tercermin dari perubahan stock price. Value relevance merupakan tingkat asosiasi antara informasi akuntansi berupa EPS, BVPS, dan CFO / share dengan stock price, dimana semakin tinggi tingkat asosasinya berarti semakin tinggi value relevance (Barth, Landsman

& Lang, 2001).

Perusahaan yang mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansinya, menekankan fair value dalam menyajikan laporan keuangannya (Madawaki, 2011).

Dengan menggunakan fair value, aset dan kewajiban perusahaan dilaporkan berdasarkan keadaan ekonomi saat ini sehingga laporan keuangan berbasis IFRS menghasilkan informasi akuntansi (EPS, BVPS, CFO/ share dan leverage) yang lebih transparan bagi investor (Penman, 2007; Krismiaji, Aryani & Suhardjianto, 2016). Selain itu, perusahaan yang menerapkan IFRS akan meningkatkan komparabilitas laporan keuangannya, karena menggunakan standar keuangan yang sama dengan perusahaan lain di lintas negara, sehingga memudahkan investor untuk membandingkan kinerja perusahaan dengan perusahaan (Daske et al., 2008).

Dengan demikian, penggunaan IFRS dalam laporan keuangan perusahaan menyebabkan laba yang dihasilkan lebih berkualitas, sehingga dapat meningkatkan

(9)

kepercayaan investor dan mempengaruhi keputusan investor tercermin dalam perubahan stock price, sehingga dapat dikatakan jika informasi akuntansi (EPS, BVPS, CFO/ share, dan leverage) tersebut memiliki value relevance (Paananen and Lin, 2009).

Dengan demikian, informasi akuntansi perusahaan (EPS, BVPS, dan CFO/

share) dan leverage setelah menerapkan IFRS memiliki value relevance yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum menerapkan IFRS. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh (Barth, Landsman & Lang, 2008;

Clarkson, Hanna, Richardson & Thompson, 2011; Devalle, Onali, & Marigini, 2010; Kwon, Na, & Park, 2017) yang mengemukakan bahwa terjadinya peningkatan value relevance informasi akuntansi (EPS, BVPS, dan CFO/ share) dan leverage pasca pengadopsian IFRS, terlihat dengan adanya respon positif dari investor yang tercemin melalui perubahan stock price.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:

H: Pengadopsian IFRS dapat meningkatkan value relevance informasi akuntansi

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Veronika Whardana (2009, p. 3), “display merupakan fasilitas untuk memamerkan sebuah produk atau tampilan yang dipamerkan dalam toko untuk membuat suatu ruangan

Sengketa pajak dapat berupa sengketa pajak formal maupun sengketa pajak material, yang dimaksud dengan sengketa pajak formal yaitu sengketa yang timbul apabila Wajib Pajak

Selain itu, value relevance digunakan untuk mengkaji apakah laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan menghasilkan informasi akuntansi berkualitas tinggi yang

Suatu proyek konstruksi yang berskala besar dituntut adanya manajemen yang baik agar menghasilkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, di mana proyek merupakan suatu

2.6.1 Metode Persentase Penyelesaian (Percentage-of-Completion Method) Berdasarkan sifat usahanya, pengakuan pendapatan pada usaha jasa konstruksi dilakukan

untuk kayu masif dan 16% untuk produk-produk kayu yang dilem; serta batas bawah kadar air setimbang tahunan rerata adalah 6%. b) Nilai tahanan acuan berlaku untuk kondisi

Sejalan dengan itu, maka struktur dari Corporate Governance menjelaskan distribusi hak-hak dan tanggung jawab dari masing - masing pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis, yaitu

Promosi (Promotion) digunakan oleh Hypermarket untuk berkomunikasi dengan konsumen baik tentang barang yang dijual, harga yang diberikan, ataupun penwaran- penawaran yang