(DI MTS MIFTAH ASSA’ADAH)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan IPS (S.Pd)
Oleh :
Suhartika Gustia Diningsih 1111015000092
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN (UNIVERSITAS ISLAM NEGERI) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2016
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi nikmat begitupun rahmat dalam penulisan penelitian ini sehingga penullis dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai tugas akhir masa kuliah tingkat strata satu di perguruan tinggi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW beserta seluruh keluarga,sahabat,dan juga seluruh para tabiin yang meneruskan dakwahnya hingga akhir zaman.
Laporan hasil penelitian (Skripsi) ini dengan judul Pola Interaksi Anak Dengan Tipe Kepribadan Sanguinis (Ceria) Dengan Kawan Sepermainan (Peer Group) Pada Usia Remaja Awal (12-15 Tahun) Di MTs Miftah Assa’adah yang penulis buat sebagai kewajiban dalam rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana strata satu (S.Pd) pada jurusan pendidikan ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Penelitian ini di dedikasikan untuk pengembangan kepribadian anak Indonesia untuk lebih berkembang dan lebih percaya diri yang mendorong potensi besar dalam diri seorang remaja pada usia remaja awal. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat selama penyusunan penelitian ini dengan proses yang panjang berbagai bantuan moral dan kelancaran dalam setiap prosesnya
1. Bapak Prof. Ahmad Thib Raya, M.A selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Bapak Drs. Iwan Purwanto, M.Si selaku ketua jurusan yang juga memikirkan secara moral dan terus mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
3. Bapak Drs. H. Syaripulloh, M.Si yang juga membimbing dengan begitu sabarnya dengan berbagai kekurangan penulis dan waktu yang begitu panjang.
4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang ilmunya telah menjadi tangga-tangga kesuksesan yang penulis mulai implementasikan dari penelitian ini.
5. Selanjutnya penulis layak mengucapkan terima kasih kepada Perpustakaan Utama (PU) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulllah Jakarta, yang telah membantu kepustakaan selama masa perkuliahan terutama pada masa penyelesaian tugas akhir perkuliahan ini.
ii
6. Manusia pertama yang paling besar perannya dalam segala perjuangan penelitian ini adalah orang tua tercinta. Ibu dan Bapak adalah sosok yang harapnya paling sabar dan memotivasi tiada henti untuk melalui setiap tantangan yang ada dalam penyusunan tugas akhir ini.
7. Bapak Taufik Hidayat, S.Pd.I selaku kepala sekolah MTs Miftah Assa’adah yang telah bekerjasama mengizinkan penulis untuk menggunakan siswa MTs Miftah Assadah sebagai sampel penelitian penulis
8. Ibu Wilis Triani, S.Pd selaku guru bidang studi IPS di MTs Miftah Assa’adah yang juga bekerja sama untuk penelitian ini yang telah membantu pengumpulan dalam penelaahan karakter siswa yang menjadi sampel penelitian.
9. Bapak Tubagus Wahyudi dan Kahfi BBC Motivator School yang ilmunya juga banyak dipakai dalam penelitian ini sebagai landasan teori serta sebagai teori bantuan dalam melancarkan penelitian ini
10. Seluruh sahabat yang berada sebagai civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah juga KAHFI Motivator School yang suka duka dan segala tindakannya adalah sebab dan motivasi besar dalam pengerjaan penelitian skripsi ini sampai dengan selesai.
11. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sampaikan semua tanpa mengurangi rasa ta’dzim dan terimakasih penulis kepada semua pihak yang telibat. Semoga Allah limpahkan kebaikan yang berlipat ganda dalam kehidupan.
Dengan rasa syukur yang tak tehingga kepada Allah SWT penulis berharap kepada yang maha esa agar seluruh upaya dan hasil yang penulis upayakan dapat bermanfaat bagi umat dan keindahan ilmu bagi siapapun yang mendapatkannya.
Amin
Jakarta, Juli 2016
Penulis
iii PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
ABSTRAK viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 5
C. Pembatasan Masalah 6
D. Perumusan Masalah 6
E. Tujuan Penelitian 7
F. Kegunaan Penelitian 7
BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis 9
1. Teori Interaksi 9
2. Teori Kepribadian 15
3. Teori Psikologi Perkembangan 18
4. Teori Remaja 20
5. Teori Teman Sepermainan (Peer Group) 21
6. Teori Komunnikasi 24
B. Hasil Penelitian yang Relevan 25
C. Kerangka Konseptual 28
iv
D. Teknik Pengumpulan Data 31
E. Teknik Analisis Data 32
F. Instrumen Penelitian 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Lokasi Penelitian 36
B. Gambaran Responden 37
C. Presentasi Data 41
1. Uji Kualifikasi Penelitian 41
2. Hasil Penelitian 43
D. Analisa Data 80
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan 83
B. Implikasi Penelitian 84
C. Penutup dan Saran 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Wawancara 34
Tabel 3.5 Form Pengamatan Lapangan 31
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 36 Tabel 4.2 Distribusi Responden Tahap Satu Berdasarkan Usia 37 Tabel 4.3 Distribusi Responden Tahap Dua Berdasarkan Usia 37 Tabel 4.4 Distribusi Objek Penelitian Final Berdasarkan Usia 38 Tabel 4.5 Distribusi Responden Tahap Satu Berdasarkan Kelas 38 Tabel 4.6 Distribusi Responden tahap Dua Berdasarkan Kelas 38 Tabel 4.7 Distribusi Objek Penelitian Final Berdasarkan Kelas 39
Tabel 4.8 Grafik Jumlah Siswa Madrasah 39
Tabel 4.9 Jumlah Tenaga Pendidik dan kependidikan 40
Tabel 4.10 Daftar Objek Final Penelitian 44
vi
Gambar 2 Ciri-ciri Kepribadian Menurut Florence Litauer 14
Gambar 3 Kerangka Berfikir 27
Gambar 4 Teknik Analisis Data 31
Gambar 5 Pola Interaksi Yang Ditemukan 78
vii
Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian Sekolah 96
viii
Masalah yang diangkat pada penelitan ini, usia remaja, terutama pada fase awal kisaran 12 – 15 tahun adalah usia seseorang mulai semakin mengeksplorasi dirinya untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya untuk membentuk identitas diri, namun tidak semua anak usia remaja sudah menemukan pola berinteraksi yang tepat untuk mengeksplorasi pergaulannya. Oleh karena itu dalam penelitian yang penulis pilih ini adalah sebagai bentuk penelitian qulitatif ini untuk mengetahui pola interaksi hingga secara spesifik dalam kehidupan anak berkepribadian sanguinis untuk bersosialisasi dengan lancar dan mengaktualisasikan dirinya dengan baik. Ditujukan penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan anak-anak remaja Indonesia dalam membentuk kepibadian yang unggul, optimis dan bahagia.
Penelitian ini dilakukan pada anak usia rentang 12-15 tahun dari beberapa kelompok bermain di sekolah madrasah tsanawiyah Miftah Assa’adah di kecamatan Pondok Jagung, Bintaro, Tangerang Selatan. Penelitian ini secara metode menggunakan kualitatif yang di tunjang dengan observasi dan wawancara hingga analisis hasil. Dan pada metode ini diperkuat dengan penghitungan mengabsahkan sampel dari populasi yang diambil yang dikategorikan sebagai berkepibadian sanguinis bedasarkan poin-poin yang terdapat pada teori sumber klasifikasi kepribadian menurut Floence Litauer.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 30 objek penelitian yang telah di tes dan terkualifikasi sebagai remaja pada usia 12-15 tahun dengan kepribadian sanguinis dari 127 objek populasi yang disaring bahwa seorang sanguinis memadu padankan antara interaksi dengan komunikasi bunyi dalam menyampaikan melalui bahasa dan bicara dengan kawan sepermainannya dan juga semakin mengupayakan untuk berinteraksi dengan komunikasi sunyi melalui seluruh gestur dan raut wajah yang ia tampakkan juga dengan penampilan yang ia kenakan. Objek penelitian pada analisis ini didapatkan bahwa 68% hidup dalam interaksi mengutamakan pada komunikasi bunyi melalui bahasa,kata dan berbicara dan 32% mengutamakan komunikasi sunyi yang ia tampakan pada gestur,mimik dan penampilan yang ia tunjukan kepada kawan disekitarnya untuk menjadi sosok yang menarik.
Kata Kunci : Pola Interaksi, Tipe Kepribadian Sanguinis, Kawan Sepermainan dan Anak Usia Remaja Awal
viii School)”.
The problem raised in this research is that adolescence, especially for early stage of 12-15 years old, is the range of ages of someone to start more exploring him/herself to communicate with surrounding environment in order to create his/her self-identity. Therefore, in this qualitative research, in order to find out the patterns of interaction, until specified into the life of children with sanguine personality type in having smooth socialization and good self-actualization. This research is expected to bring benefit for the development of Indonesian teenagers in shaping superior, optimistic, and happy personality.
This research was conducted to children aged 12-15 years old from several play groups in Miftah Assa’adah Madrasah Tsanawiyah (Islamic Junior High School) in Pondok Jagung Sub-District, Bintaro, South Tangerang.
Methodologically, it is a qualitative research, supported by observation and interviews and results analysis. This method was reinforced by using sampling calculation that was taken from population to those were categorized as having sanguine personality based on the points on the theory of personality classification by Floence Litatuers Litauer.
The results showed that 30 of 127 research objects who have been tested and qualified as 12-15 years old teenagers with sanguine personality match the interaction with sound communication in delivering the interaction through language and speaking to their peer group and also keep trying to interact through silent communication using all gestures and facial expressions they have as well as the appearances they wear. The analysis showed that 68% of research objects prioritized their interactions through sound communication using language, words, and speaking and 32% prioritized silent communication showed through their gestures, facial expressions and appearance showed to their peer group to be interesting figures.
Keywords: Patterns of Interaction, Sanguine Personality Type, Peer Group, and Adolescence
1
A. Latar Belakang Masalah
Interaksi menjadi kebutuhan pokok manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan orang lain disekitarnya, namun karena interaksi dianggap hal yang sudah dilakukan secara stadar bawah sadar jadi kebanyakan manusia kurang memperhatikan bagaimana ia dapat berinteraksi dengan efektif sesuai dengan lingkungannya.pada penelitian ini peneliti mencari sebuah temuan mengenai pola interaksi yang dilakukan oleh manusia pada usia remaja dengan kawan sebayanya. Karena interaksi pada usia remaja penilit menghipotesa dapat sangat mempengaruhi pembentukan pribadinya dengan lingkugan sekitarnya dan mempengaruhi prestasi akademik maupun sosial untuk keberlangsungan hidupnya.
Pada peristiwa sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia tentu tidak pernah terlepas dari kejadian interaksi, hal tersebut dapat terjadi baik secara sosial maupun pribadi antara individu. Bahkan hakikatnya manusia telah Allah SWT bekali dengan kemampuan interaksi sedari manusia dalam rahim ibundanya hingga ia meninggal dan tak lagi melakukan komunikasi dengan sesama makhluk hidup. Begitu juga interaksi banyak jenisnya, ada yang sifatnya secara simbolik, langsung dengan suara, gestur, dan lewat tulisan.
Dalam perspektif ilmu sosiologi interaksi ditejermahkan sebagai hubungan timbal balik yang terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok1. Tak berjauhan dengan ilmu sosilogi, ilmu psikologi sebagai cerminan mikro sosiologi memiliki pengertian mengenai interaksi yang dipaparkan dalam kamus lengkap psikologi
Interaction (interaksi); 1. satu relasi antar dua sistem yang terjadi sedemikian rupa sehingga kejadian yang berlangsung pada suatu sistem
1 Yusron Rozak, Sosiologi Sebuah Pengantar ( Jakarta : Laboratorium Sosiologi Agama,2008), h. 57.
akan mempengaruhi kejadian yang terjadi pada sistem lainnya. 2. Suatu pertalian sosial antar individu dengan sedemikian rupa sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu sama lainnya2. Interaksi menjadi bagian hidup manusia dalam mencapai setiap langkah historis hidupnya. Interaksi tersebut juga terjadi di berbagai tingkatan usia dan di berbagai manusia dengan karakter kepribadian atau personaliti yang berbeda-beda. Dalam masing-masing tingkatan umur, tipe kepribadian sangat mempengaruhi berjalannya interaksi kepada sesamanya dalam banyak aspek kehidupan sehingga sangat mempengaruhi pencapaian prestasi, dan sosialisasi dalam kehidupannya. Selain secara pandangan baku dan umum secara sosiologi interaksi juga dapat diartikan yaitu adanya hubungan dua orang atau lebih yang perilaku atau tindakannya direspon oleh orang lain3. Interaksi tersebut sebetulnya terjadi pada setiap makhluk hidup yang berada di dunia. Apakah itu yang terlihat interaksi yang terjadi pada hewan dengan sesamanya, apakah pada tumbuhan dengan seluruh elemen alam yang saling mendukung pertumbuhannya, terutama antar sesama manusia.
Interaksi yang terjadi pada manusia pada umumya yang kita ketahui adalah dengan cara berbicara, tapi lebih dalam selain itu interaksi juga memiliki berbagai macam cara dan polanya. Interaksi antar sesama manusia dapat dilakukan dengan cara diantaranya secara verbal atau bahasa, ekspresi atau mimik wajah dan gerak tubuh4. Selain itu juga mengenal di zaman sekarang ini interaksi yang lebih cenderung menggunakan media yang menuliskan kata-kata tanpa harus seseorang berkata-kata melalui lisan maupun ekspresi wajah yang telah digantikan emoticon yang berada pada media sosial.
Setelah kita telah membahas mengenai bakunya pengertian interaksi tentu kita juga memahami bahwa interaksi terjadi pada seluruh makhluk hidup terutama manusia, dengan suku dan ras apa saja dan juga di seluruh
2 James P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi. (Jakarta : Rajawali Press 2004),h. 254
3 M Amin Nurdin dan Ahmad Abrori. Mengerti Sosiologi.Pengantar Memahami Konsep- konsep Sosiologi. (Jakarta : UIN Jakarta Press.2006), h. 52
4 M Amin Nurdin dan Ahmad Abrori. Mengerti Sosiologi.Pengantar Memahami Konsep- konsep Sosiologi . h. 56
tingkatan usia. Interaksi anak bayi yang baru lahir tentu saja berbeda dengan anak dengan usia perkembangan berkisar lima tahun yang mulai mempelajari banyak hal. Berbeda lagi interaksi yang dilakukan orang tua berbeda dengan pola dan cara interaksi anak yang masih berusia muda dan yang dipercaya memiliki semangat tingginya.
Usia pada tingkat remaja awal mejadi daya tarik untuk diteliti oleh peniliti.
Adapun usia tersebut dirumuskan dalam lingkup 12–15 tahun sebagai periode remaja awal. Dalam usia tersebut adalah masa anak mulai menjajaki masa remaja dengan karakter yang banyak dikenalkan dengan pemikiran sistematis untuk memikirkan pengetahuan di sekitarnya, masa keceriaan di antara sesama kawan seusianya untuk lebih banyak mengenal dunia luar sebagai anak mandiri dari arahan orang tua, dan untuk mulai merangkai prestasi dengan berbagai keahlian diminatinya. Berbagai historis kehidupan remaja tersebut kemudian bermetamorfosa menjadi kawan sepermainan yang terkait erat dengan anak tersebut, dengan begitu maka hipotesa sementara untuk mencapai hal-hal yang selayaknya menarik bagi usia tahap remaja awal, anak tersebut harus memiliki kecakapan dalam berinteraksi dengan teman sepermainannya. Meski dalam usia 12-15 tahun manusia belum memiliki personaliti (kepribadian) secara tetap dan konstan yang menjadi jati dirinya, namun perjalanan pergantian personaliti pada masing-masing tingkatan usia menjadi aspek penting yang akan menentukan perjalanan hidupnya dimasa tersebut.
Personality (kepribadian) dalam kamus psikologi menurut (G. Allport) disebutkan adalah sebuah organisasi dinamis di dalam individu terdiri dari sistem-sistem psikofisik yang menetukan menetukan tingkah laku dan pikirannya secara karakteristik. Dan menurut (R.B Cattel) adalah
“segala sesuatu yang memungkinkan satu pengalaman dari apa yang dilakukan seseorang dalam satu situasi tertentu.5
5 M Amin Nurdin dan Ahmad Abrori. Mengerti Sosiologi.Pengantar Memahami Konsep- konsep Sosiolog, h. 362
Tipe kepribadian terbagi lagi menjadi 4 bagian menurut Florence Littauer, dan pada penelitian skripsi ini diambil personaliti dominan pada sampel adalah anak yang berkepribadian sanguinis, meskipun setiap orang pasti memiliki seluruh aspek kepribadian tersebut.
Sanguinis, koleris, melankolis dan plegmatis adalah kepribadian yang diklasifikasikan berdasarkan keseharian seseorang dari cara bersikap cara berfikir dan bertindak yang dicetuskan teori oleh Florence Litauer. Pada dasarnya setiap manusia memilki keempat-empatnya dari personaliti yang ada ini, tetapi setiap manusia pasti memiliki kecenderungan pada satu atau dua personaliti yang tampak dalam kehidupan manusia selama berinteraksi dengan manusia lainnya. Begitu juga kepribadian ini mempengaruhi pola pikir seseorang dalam merasa dan memikirkan hingga yang berujung pada pengambilan keputusan pada seseorang6.
Kepribadian sanguinis adalah kepribadian hidup dengan memandang sisi keindahan dari setiap aspek dalam hidupnya, bersenang-senang dengan pengalamannya, dan khas dengan emosionalnnya baik dari gestur maupun dari komunikasi verbal. Personaliti ini khas dalam karisma alaminya karena supel dan mudah bergaul dengan perantara tipe komunikasi yang baik. Jika melihat sanak keluarga atau kawan yang sangat ceria dalam kehidupannya, menyukai warna-warna yang cerah, lebih cenderung memulai pembicaraan dengan nada ramah dan suka sekali untuk bertemu dengan banyak orang
6 Florence Littauer. Personality Plus,h. 140
SANGUINIS KOLERIS
MELANKOLIS PLEGMATIS
Gambar 1
Empat Kepribadian Menurut Florence
maka bisa jadi orang yang tersebut adalah orang dengan kepribadian cenderung pada sanguinis.
Anak usia remaja awal yang telah dipaparkan sebelumnya cenderung lebih banyak memiliki kepribadian yang ceria dan senang bergaul terlepas dari masalah-masalah yang dilewatinya. Pada usia remaja tersebut dengan kepribadiannya yang sanguinis pasti ia cenderung ingin banyak bertemu dengan orang dan memiliki kelompok atau kawan sebaya untuk bermain dan berinteraksi pada usia tersebut. Teman sebaya atau kelompok teman sepermainan adalah anak-anak atau remaja memiliki usia yang sama atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama7. Remaja memang usia memiliki tingkat kebutuhan untuk disukai dan berinteraksi banyak dengan kawan sebayanya, maka tak heran jika pada usia remaja memiliki keinginan dan pergerakan yang tinggi untuk berinteraksi dengan banyak orang dan memiliki banyak kawan sepermainan. Karena teman dan lingkungan permainan dianggap lebih berpengaruh dari pada induksi dari orang tua.
Maka dengan pemaparan di atas dari beberapa aspek yang peneliti asumsikan menarik untuk diteliti dan diketahui seberapa besar dampaknya dan bagaimana pola komunikasi anak dengan karkater yang telah ditentukan yaitu sanguinis pada variabel usia remaja awal 12-15 tahun diambil judul pada penelitian untuk akhir masa studi strata satu ini ialah berupa penelitian deskriptif mengenai Pola interaksi anak dengan kepribadian sanguinis dengan kawan sepermainannya. Penelitian ini akan dilaksanakan secara random sampling sesuai dengan tingkat perekonomian yang ditentukan berbeda-beda.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas maka masalah yang terindetifikasi dalam topik penelitian ini adalah;
a. Anak pada usia 12-15 tahun cenderung mengalami fase pergerseran kepribadian yang mempengaruhi interaksi dan sosialisasinya
7 John W Santrock. REMAJA. (Jakarta : 2007.Penerbit Erlangga), h.55
b. Anak dengan personaliti sanguinis yang notabene bersifat supel dan pandai berkomunikasi
c. Pola efektifitas komunikasi yang efektif dengan teman sepermainan dan lingkungan
d. Pengaruh anak berpersonaliti sanguinis pada masa eksplor remaja awal tersebut terhadap interaksinya dengan kawan sepermainannya
C. Pembatasan Masalah
Dari masalah yang diuraikan di atas,dibatasi ruang lingkup masalah, agar pemecahannya terfokus jelas. Masalah yang akan diteliti adalah dengan pendekatan analisis dekriptif dari data yang ada mengenai kecerdasan anak dengan (karakter sementara) personaliti sanguinis terhadap interaksi dengan kawan sepermainan (peer group) pada masa remaja awal (12-15 tahun). Maka batasan variabel yang akan dijadikan sampel penelitian ini dengan memenuhi syarat:
a. Anak usia 12-15 tahun b. Berkepribadian sanguinis
c. Interaksi yang terjadi bersama kawan sepermainannya
Penelitian ini dilakukan di Mts.Miftah Assa’adah Jl.Taman Makam Bahagia ABRI Gg.Pendidikan I Desa Perigi Lama Kecamatan Pondok Aren Kabupaten Tangerang Selatan.
D. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah pola interaksi anak usia 12-15 tahun dengan personaliti sanguinis secara baik dan efektif dengan kawan sebaya?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pola interaksi anak usia 12-15 tahun dengan personaliti sanguinis secara baik dan efektif dengan kawan sebaya.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis
a. Bagi Anak pada Masa Rermaja Awal (12-15 tahun)
Penelitian ini selanjutnya apabila dikategorikan memiliki efektifitas yang tinggi, maka akan diadakan sebuah treatment dan terapi lanjutan agar lebih aktif dalam kehidupannya pada masa remaja awal. Hal tersebut menurut asumsi peneliti dengan hipotesa yang ada sementara agar anak pada usia 12-15 tahun memiliki pengalaman interaksi dan kawan yang banyak sehingga dapat dicapailah sosialisasi secara sempurna sebagai jembatan untuk mendapatkan pengalaman yang banyak di masa remaja yang kemudian dapat menjadi bekal dan pengalaman ilmu bagi mereka. Proyek ini direncanakan oleh peneliti akan bekerjasama dengan lembaga sekolah motivator Kahfi Motivator School untuk mentraining dan memberikan motivasi dan semangat keceriaan dalam masa remajanya untuk mencapai interaksi sosial yang sempurna.
b. Bagi Orang tua & Guru
Dalam treatment membentuk personaliti anak memiliki karakter yang ceria peneliti tak dapat hanya berperan sendiri tanpa dukungan dan kerjasama dari sosok yang berpengaruh dari kehidupan anak tersebut. Faktor terbesar keceriaan sebetulnya ada pada dukungan lingkungan keluarga dan sekolah yang kondusif dan asuhan orangtua dan guru yang terbuka dan bersifat bahagia. Maka hasil penelitian ini juga dapat menjadi acuan dan pertimbangan bagi orang tua dan guru mendidik anak pada masa remaja awal untuk dapat ceria agar anak
tersebut dapat bergaul dan banyak diterima secara interaksi dengan teman sepermainannya dengan menggali lebih dalam lagi kemampuan anak untuk lebih memiliki rasa percaya diri.
2. Manfaat Teoritis
Diharapkan kedepannya penelitian ini dapat dijadikan hasanah keilmuan bagi dunia sosiologi, psikologi dan dunia keilmuan lainnya.
Maka dengan beberapa kegunaan penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat bagi banyak khalayak umum sebagai pertimbangan riset dan acuan teori untuk mencapai kepribadian anak pada usia remaja awal khususnya anak Indonesia dan dunia dapat mencapai kebahagiaan, pengalaman yang banyak, serta tercapainya interaksi sosial yang sempurna pada masa remajanya sebagai ilmu baginya di masa depan.
9 A. Deskripsi Teoritis
1. Teori Interaksi
Pengertian interaksi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam melakukan aksi, hubungan serta mempengaruhi. Jadi interaksi merupakan suatu hubungan sosial yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk saling mempengaruhi. Gillin mengatakan bahwa interaksi merupakan suatu hubungan yang bersifat dinamis dalam bersosialisasi atara invidu dengan individu lainnya, individu dengan kelompoknya atau kelompok lain, serta kelompok yang satu dengan kelompok lainnya1.
Jika kita pernah merasakan bahwa manusia tak dapat hidup sendiri, begitulah asumsi yang kemudian teruji oleh para ilmuan dan pengamat ilmu hubungan manusia dijadikan sebuah teori bahwa sesungguhnya manusia adalah sebagai makhluk yang saling membutuhkan sesamanya.
Secara hakikat manusia adalah makhluk biopsikososial dan dalam kebutuhan fitrah manusia sebagai makhluk sosial tersebutlah yang memerlukan sebuah interaksi untuk mencapai keinginannya dengan menggunakan keberadaan manusia di sekitarnya. Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu2.
Sebelum kita meningkat ke pembahasan yang lebih mendalam dan spesifik lagi mengenai interaksi sosial pada manusia baiknya kita
1 Soerjono Soekanto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta : Kencana Press.2010) h.24
2Yusron Razak. Sosiologi Sebuah Pengantar. (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama.2008), h.57
bandingkan terlebih dahulu beberapa pendapat para ahli mengenai paradigmanya pada interaksi sosial.
a. Young menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kontak timbal balik antar dua orang atau lebih
b. Bonner menyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih sehingga kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lainnya dan sebaliknya
c. Behavioristik Psychology (psikologi tingkah laku) menafsirkan bahwa interaksi sosial berisikan saling perangsangan dan pereaksian antara kedua belah pihak individu3.
Jadi interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial. Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels dalam hasil pemikirannya mengatakan bahwa kehidupan sehari-hari sebenarnya didasarkan kepada pola-pola sosial tertentu. Namun karena manusia cenderung membuat remeh begitu sjaa tingkat kejadian kehidupan yang ada di kehidupannya maka yang terjadi jarang sekali manusia yang memperhatikan pola-pola tersebut sehinggga terlihat tidak nampaklah pada pola tersebut. Maka menurut kedua peneliti ini menyebutkan bahwa pola-pola sosial hanya akan terlihat jelas apabila kita mencermati dan menerapkannya dalam konsep-konsep sosiologi untuk memahaminya4.
a. Ciri-ciri interaksi sosial
1) Interasi sosial baru bisa berlangsung apabila dilakukan minimal dua orang atau lebih
2) Adanya interaksi dari pihak lain atas komunikasi dan kontak sosial.
3 Yusron Razak. Sosiologi Sebuah Pengantar,h. 87
4 Karp dan Yoels. Sosiologi and Everyday Life. H. 7
3) Adanya hubungan timbal balik yang saling memengaruhi antara satu dan lainnya.
4) Interaksi cenderung bersifat positif, dinamis dan berkesinambungan.
5) Interaksi cenderung menghasilkan penyesuaian diri bagi subjek- subjek yang menjalin interaksi
6) Berpedoman pada norma-norma dan kaidah sebagai acuan interaksi5.
b. Jenis-jenis interaksi sosial
Jika digolongkan dari beberapa pengertian di atas maka terdapat tiga jenis interaksi sosial, yaitu:
1) Interaksi antara individu dengan individu. Pada saat dua individu bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi. Walaupun kedua individu itu meskipun belum terjadi komunikasi secara verbal yang jelas, namun sebenarnya interaksi sosial telah terjadi apabila masing-masing pihak sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam diri masing-masing.
2) Interaksi antar kelompok dengan kelompok. Interaksi ini menjadi sebuah interaksi yang menjadi kesatuan bukan keterkaitan masing- masing individu semata. Contohnya interaksi yang terjadi antar suku di Indonesia yang kemudian saling berkaitan dalam melaksanakan kebudayaan dan upacara adat.
3) Interaksi individu kepada kelompok. Interaksi ini menonjolkan adanya kelebihan dari peran individu tersebut kepada sekelompok yang ditujunya baik kelompok tersebut adalah yang menjadikan individu tersebut sebagai bagian di dalamnya maupun sebagai pihak dari luar berdasarkan kepentingannya.6
Maka dari penelaahan jenis interaksi sosial tersebut dari pengertian-pertian yang telah didapatkan, menurut peneliti bentuk ke
5 Karp dan Yoels. Sosiologi and Everyday Life, h. 59
6 Karp dan Yoels. Sosiologi and Everyday Life, h. 59
tiga tersebutlah yang sangat koheren dengan objek dan konsep penelitian pada skripsi ini. Peneliti akan mencari lebih dalam mengenai kecerdasan komunikasi anak dengan personaliti sanguinis terhadap interaksi dengan kawan sepermainan (peer group) pada masa remaja awal (12-15 tahun). Jadi bentuk interaksi yang cenderung akan diteliti lebih dalam oleh peneliti pada projek penelitian ini adalah dengan jenis interaksi sosial individu terhadap kelompok.
c. Bentuk-bentuk interaksi sosial
Secara kasat mata dan dalam singkat melihat seseorang dapat saja menilai interaksi dengan betuk seperti apa yang sedang orang lain lakukan dengan sesamanya, apakah interaksi yang bersifat positif atau interaksi yang menimbulkan konflik. Berikut ini yang dijelaskan Soerjono Soekanto mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial asosiatif dan disasosiatif :
1. Asosiatif
Interaksi yang bersifat asosiatif ini adalah sebuah interaksi dengan proses yang positif, dengan norma dan aturan yang berlaku untuk mencapai tujuan yang positif. Di antaranya terbagi menjadi tiga jenis yaitu a) kerjasama, b) akomodasi, c) asimilasi
2. Disasosiatif
Bertolak belakang dengan proses dan tujuan asosiatif yang menuju hal yang positif, sedang disasosiatif ini bertabrakan dengan norma aturan bahkan hukum hingga dapat menyebabkan sebuah konflik. Bentuk interaksi disasosiatif inipun terbagi menjadi tiga yaitu a) persaingan, b) kontravensi dan c) konflik.
Maka bentuk yang peneliti telaah dalam proyek penelitian ini adalah dengan bentuk asosiatif yang bersifat cenderung pada kerjasama dan asimilasi. Namun tidak dipungkiri juga jika sewaktu-waktu pada kenyataan dilapangan objek penelitian
tersebut melakukan di antaranya interaksi yang bersifat disasosiatif untuk mencapai interaksi sosialnya yang menurutnya efektif.7
Secara teoritis dan definisi klasik kita memang akan mendapatkan bahwa pengertian-pengertian dan unsur di atas adalah yang akan ditemukan dalam teksbook dan teori-teori dari Yunani kuno. Tetapi jika melihat kenyataan interaksi seperti sekarang ini dapat sangat dicanggihkan dengan komunikatif dan teknologi yang ada. dahulunya manusia yang berinteraksi memang bertemu dan bertatapmuka secara langsung sehingga ada timbal balik diantara keduanya itulah yang dinamakan interaksi pada masa dahulu. Tetapi pada zaman saat ini manusia dapat berinteraksi secara sharing satu arah maupun dua arah dengan berbagai fasilitas chating di era 2000-an saat ini seperti dengan media sosial dan email. Maka jika tetap pada pemahaman di antara keduanya hal tersebut masihlah disebut sebagai interaksi.8 Tentu interaksi selanjutnya akan terus berkembang seiring teknologi dan perkembangan zaman yang semakin canggih nantinya.
Interaksi juga tidak hanya sekedar pembicaraan yang nyata berupa bahasa verbal yang diungkapkan maupun disampaikan melalui lisan, terlepas dari itu interaksi juga berupa bahasa bisu atau simbol yang diungkapkan melalui gestur, gaya, simbol bentuk dan peran sosial yang terjadi. Pada hal ini teori interaksionisme simbolik diungkapkan oleh George H Mead. Menurut George Herbert Mead mengungkapkan dalam teori hasil pikirnya bahwa interaksi seorang manusia yang hidup dalam kehidupannya tidak hanya sekedar diungkapkan melalui kata-kata yang disampaikan tetapi juga terdapat interaksi bisu yang tetap saja sebetulnya menyampaikan siapa dan bagaimana subjek interaksi tersebut. Elemen yang ada dalam interaksionisme simbolik yang disebutkan oleh George H Mead yaitu Mind, Self and Society.
7 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar.(Jakarta: PT Radja Grafindo Persada. 2002) , h.13
8 M Amin Nurdin dan Ahmad Abrori. Mengerti Sosiologi, Pengantar memahami konsep- konsep Sosiologi, h. 52
a. Mind (akal budi)
Lebih dalam dari sekedar bahasa yang diungkapkan, sebetulnya seseorang dalam gerak-gerik dan seluruh tindakannya adalah cerminan dari budi yang ia miliki berdasarkan hasil pemikiran akalnya sendiri.
Gestur juga sering kali menampakan bahwa akal budi seseorang.
b. Self (cerminan diri)
Setiap penampilan yang dikenakannya, warna pakaian, jenis baju hingga pemilihan keputusan hidup akan menjadi cermin pribadi seseorang yang dapat kita baca secara tersirat. Maka cermin diri dari hal yang terbesar hingga aksesoris yang dikenakan seseorang adalah sebuah cerminan diri baginya, dan berikut tersebut adalah bentuk nyata dari interaksionisme simbolik.
c. Society (masyarakat)
Manusia sudah terpola oleh alam semesta adalah makhluk yang memerlukan makhluk lainnya untuk berinteraksi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk hal tersebut perlu adanya keterlibatan seseorang dimasyarakat untuk memberikan sebuah arti bahwa siapa dirinya sebagai anggota masyarakat. Jadi pada keseluruhan dari pemaparan mengenai interaksi sosial dan berikut seluruh perangkat kehidupannya interaksi secara global menjadi beberapa pola.
Pola yang pertama adalah pemeran utama sebagai subjek utama dan hanya menyenangi interaksi satu arah. Pada pola satu arah ini telah dikemukakan dalam teori sosialisasi George Herbert Mead sebagai subjek
“I” atau Saya.9 Namun subjek I ini juga masuk ke pola interaksi yang kedua yaitu pola interaksi yang di lihat sebagai subjek tetapi memiliki interaksi dua arah. Menerima dari pihak-pihak tertentu yang dianggap dipercaya pola interaksi ini ditemukan gejalanya pada manusia dengan kepribadian sanguinis dengan percampuran tegas atau koleris. Pola interaksi yang ketiga yaitu interaksi terbuka dan interaktif ke berbagai
9 McIntyre Lisa J.The Practical Skeptic. Core Concept in Sosiology. (New York : Mc.Graw-Hill) Hlm 154
pihak. Pada pola interaksi ini biasanya memiliki kecenderungan perpaduan antara kepribadian sanguinis besertaan dengan melankolis ataupun plegmatis. Terbuka dan komunikatif yang bahkan pada pola interaksi dengan tipe yang ketiga ini lebih menyukai tipe subjek yang menjadikannya sebagai We atau Kita. Pada pola interaksi ini biasanya subjek memang terlihat sangat menarik dan memiliki pengaruh yang besar kepada siapapun, akan tetapi dirinya sangat menghindari sikap ke-Aku-an dan menjauhi dirinya sebagai subjek tunggal yang diagungkan. 10
2. Teori Kepribadian
Kepribadian adalah cerminan sikap diri manusia yang ditampakan ataupun tidak untuk berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya. Dalam berkehidupan dengan manusia, bahkan kita sendiri adalah memang nyatanya seorang manusia, bertahun-tahun kita telah hidup bersama manusia dan berinteraksi baik secara intensif maupun sekadar kenal saja.
Maka seharusnya memperhatikan bagaimana sebetulnya penggolongan tipe atau karakter manusia yang kita hadapi sehari-hari. Tipologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Typos yang berarti tipe atau jenis-jenis yang kemudian menjadi karakter objek tersebut yang dimaksud adalah manusia, dan Logos yaitu berarti ilmu. Berarti memang betul adalah keilmuan yang termasuk kedalam membahas mengenai tipe-tipe dan kali ini adalah manusia. Tipe manusia bahkan sekalipun dapat dilihat dari banyak aspek.
Tubagus Wahyudi menyatakan bahwa manusia secara tipologi dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu karakter berpikir dengan tipe OKA (otak kanan) dan dengan tipe OKI(otak kiri), sensori atau indra, dan personaliti atau yang lebih kita kenal dengan kepribadian11.
Kepribadian adalah perilaku-perilaku yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari manusia yang kemudian menjadi kebiasaan, karakter hingga membentuk secara tak langsung sebuah kepribadiannya. Kepribadian atau
10 Bernard Raho. Teori Sosiologi Modern. (Jakarta : Prestasi Pustaka.2008), h. 98-99
11 Tubagus Wahyudi.Modul Perkulaiahan BBC Motivator School. Psiko Fundamental.(
Jakarta : KAHFI PRESS.2015) h.10
Gambar 1
Empat Kepribadian Menurut Florence
Personality dalam kamus psikologi dinyatakan sebagai (kepribadian); 1.
(G.Allport) adalah organisasi dinamis di dalam individu terdiri dari sistem- sistem psikofisik yang menentukan tingkah laku dan pikirannya secara karakteristik12.
Salah satu tipe manusia yang digolongkan dalam tipologi manusia pada kepribadian adalah sanguinis. Sanguinis adalah kepribadian yang cenderung pada keceriaan dan kegembiraan dengan sifat lain diantaranya hangat, bersahabat, antusias, ramah dan banyak bicara. Berikut ini adalah rangkaian syair yang digambarkan oleh Florence Litauer mengenai kepribadian sanguinis.
Pertolongan Kegembiraan di masa sulit.
Sentuhan kepolosan di bidang yang kasar.
Kata yang bijak ketika kita terhimpit beban.
Pertolongan humor ketika hati kita berat.
Cahaya harapan untuk meniup habis awan hitam.
Antusiasme dan energi untuk memulai lagi.
12 James P Chaplin dalam Kartini Kartono. Kamus Lengkap Psikologi. (Jakarta PT Raja Grafindo Persada. 2004), h. 362
Kreatifitas dan pesona untuk mewarnai hari yang sendu.
Kesederhanaan anak-anak dalam situasi yang rumit.13
Seorang sanguinis adalah kepribadian yang cenderung mengutamakan sebuah keindahan dalam setiap aspek kehidupan. Ia tak akan melewatkan hidupnya tanpa sedikitpun komunikasi yang menyatakan hidup ini indah, baik itu komunikasi verbal maupun non verbal. Sanguinis dikenal dengan Sang Populer dalam 4 personaliti lainnya. Ia mendapatkan kepopulerannya tersebut jelas tak pernah lepas dari kegiatan interaksi setiap hari, jam, bahkan setiap menitnya. Komunikasi dan interaksi sudah menjadi kesukaan yang melekat pada seorang dengan personaliti sanguinis.
Kepribadian sanguinis ini memiliki ciri-ciri yang sangat jelas untuk dapat diidentifikasi yaitu di antaranya :
a. Kepribadian yang menarik dan dibuat menarik b. Suka berbicara dan berinteraksi
c. Menghidupkan suasana perkumpulan d. Rasa humor yang kuat
e. Emosional dan demonstratif f. Antusias dan ekspresif g. Periang dan semangat h. Penuh rasa ingin tahu
i. Penguasa panggung atau jiwa populer j. Berhati tulus
k. Mudah berteman l. Tampak menyenangkan m. Cepat meminta maaf ;dan
n. Mencegah suasana menjadi membosankan14
Berikut di atas adalah hanya beberapa ciri-ciri yang dapat mengindentifikasi bahwa orang tersebut adalah berkepribadian sanguinis yang berkaitan dengan interaksi dengan kawan di sekitarnya, bahkan lebih
13 Florence Litauer dalam Anton Adiwiyoto. Personality Plus. (Jakarta: Binarupa, 1996),h.28
14 Florence Litauer dalam Anton Adiwiyoto. Personality Plus , h. 22-23
dekatnya dengan sekelompok kawan sepermainannya. Secara ilmiah dikatakan bahwa konsep struktur kepribadian merujuk kepada aspek kepada aspek tetap dari kepribadian.15 Hal tersebut adalah dari perilaku kehidupan sehari hari dan unsur jiwa dan keinginan yang terdapat dan menjadi unsur yang melekat pada kepribadiannya. Pada hakikatnya secara teori personaliti yang ditelaah kembali oleh Florence Litauer dalam personaliti yaitu ada 4 kepribadian dengan skema sebagai berikut.
Dan menurut pehaman dan asumsi telaah ilmiah peneliti maka teori yang hampir sangat mendekati keefektifan dalam interaksi sosial dimasyarakat kecil sepermainannya atau dalam istilah sosiologi dikenal dengan Peer Group maka personaliti Sanguinislah yang peneliti pilih untuk ditelaah mengenai kesinambungan, koherensi, penyebab dan cara yang mendukung bagi interaksi sosialnya.
3. Teori Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan adalah sub keilmuan psikologi yang membahas setiap langkah dan perkembangan yang terjadi pada aspek psikologi secara usia.16 Konstruksi anak tentang realitas (intepretasinya tentang lingkungan) tergantung pada tingkat perkembangan kognitifnya. Dengan demikian perkembangan kognitif anak ditentukan oleh bagaimana anak menanggapi kejadian-kejadian yang ada dalam lingkungannya dan apa efek dari kejadian-kejadian tersebut terhadap perkembangan anak tersebut. Anak yang usianya berbeda akan membuat kesalahan berbeda pula dalam menjawab tes intelegensi, selanjutnya Piaget menyimpulkan bahwa intelegensi itu suatu atribut yang multidimensional. Intelegensi menurut pandangan Piaget :
15 Lawrence Pervin. Dalam AK Anwar.Psikologi Kepribadian. (Jakarta : Prenada Media Group 2012) ,h. 8
16 Penney Upton dalam Noermalasari Fajar. Psikologi Perkembangan. (Jakarta :PT Gelora Aksara Pratama 2012), h. 3
1. Intelegensi adalah suatu fungsi kehidupan yang mendasar yang membantu organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2. Satu-satunya tujuan aktivitas intelektual adalah untuk mencapai keseimbangan
3. Lingkungan itu adalah suatu tempat yang menarik dan penuh dengan berbagai rangsangan baru yang tidak segera dapat dipahami anak yang aktif dan penuh rasa ingin tahu.
4. Intelegensi adalah suatu atribut yang sangat majemuk, yang terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan yaitu isi intelegensi, struktrur kognitif dan fungsi intelektual.17
Jean Piaget juga menyebutkan dalam teori perkembangan tahap- tahap psikologi yang dilewati oleh seorang manusia pada pola pemikirannya terdiri dari empat metode18, yaitu :
1. Periode sensori motor (+ sejak lahir hingga usia 2 tahun)
Progres yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
2. Periode praoperasional (+ usia 2 tahun hingga 7 tahun)
Perkembangan terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata- kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme dan intuitif.
3. Periode operasional konkret (+ usia 7 tahun hingga 11 tahun) Berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit.
17 Penney Upton. Psikologi Perkambangan, h.25
18 Penney Upton. Psikologi Perkembangan,h. 57
4. Periode operasional formal (+ usia 11 tahun hingga 15 tahun) Keterampilan sikap yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terakhir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.
Maka secara sistematis penelitian ini meneliti pada objek anak dengan perkembangan psikologis tahap operasional formal. Yang notabene sudah dapat berfikir abstrak, logis dan konsep dengan pengalaman-pengalaman konkrit.
4. Teori Remaja
Remaja adalah masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Remaja juga berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik19.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Kata remaja diambil dan diserap dari bahasa inggris latin teenager, remaja artinya yakni manusia berusia belasan tahun.
Hal senada diungkapkan oleh Santrock bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial- emosional. Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan. 20
19John W Santrock. REMAJA. Ed11. (Jakarta : Penerbit Erlangga 2007) h.5
20 John W Santrock. REMAJA, h.6
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh kawan sebayanya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan sangat senang apabila diterima dan sebaliknya akan sangat merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi banyak remaja pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting dibandingkan dengan pencapaian hasil belajarnya.21
Sekali terbangun suatu hubungan akrab, dibandingkan dengan hubungan biasa akan mengakibatkan dua individu atau lebih menghabiskan banyak waktu yang lebih bervariasi menjadi self-disclosing, saling memberikan dukungan emosional dan membedakan antara sahabat dan teman lainnya. Teman biasa adalah seseorang yang menyenangkan untuk bersama, sementara sahabat dihargai karena ia murah hati, sensitif, dan jujur. Seseorang yang dapat diajak bersantai dan menjadi diri kita sendiri.22
Maka anak pada usia 12-15 tahun ini yang dijadikan sebagai objek penelitian yang sedang melewati masa yang riskan dan masa pertimbangan untuk diteliti dengan kecerdasannya untuk dapat diterima dengan interaksi sosial yang efektif.
5. Teman Sepermainan (Peer Group)
Lydon, Jamieson & Holmes mengatakan bahwa dimulai masa anak- anak, sebagian besar dari kita membangun pertemanan dengan teman- teman sebaya yang memiliki minat yang sama. Hubungan awal ini cenderung terdiri dari rasa saling suka yang didasarkan pada aspek positif23. Proses pertemanan tersebut sudah mulai dibentuk sejak anak tersebut masih dalam masa umur 5-12 tahun atau masa anak-anak sebelum beranjak remaja, untuk perlahan mengenali mana yang ia inginkan untuk mejadi kelompok yang dijadikan sebagai bagian dari hidupnya. Namun
21 John W Santrock. REMAJA. h. 55
22 Baron, A. Robert.Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Sepuluh,h. 9
23 Robert Barron & Donn Byrne. Psikologi Sosial. (Jakarta : Penerbit Erlangga 2005) h.9
masuk ke usia 12 tahun umumnya seorang anak sudah mulai dapat berfikir secara analitis untuk kesenangannya, dan masa itulah ia mulai menjajaki masa remaja awalnya. Masuknya masa remaja dalam suatu tahapan kehidupan manusia memberi sebuah kesempatan lebih untuk sosialisasi, namun juga menciptakan sebuah masa hidup yang bergejolak, yaitu bercampurnya antara norma-norma kebebasan masa dewasa dan subordinasi masa anak-anak.24
Kuatnya pengaruh teman sebaya tidak terlepas dari adanya ikatan yang terjalin kuat dalam kelompok teman sebayanya tersebut (peer group), sedemikian kuatnya sehingga mengarah ke fanatisme. Sehingga tiap-tiap anggota kelompok menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan yang terkait dan saling mendukung. Di mana kelompok teman sebaya (peer group) merupakan kelompok yang terdiri dari teman seusianya dan mereka dapat mengasosiasikan dirinya.
Dan juga menurut Santrock , pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Bahkan remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota. Untuk mereka, yang tidak kohesi atau mengikuti aturan kelompoknya akan dikucilkan dan berarti stres, frustasi, dan kesedihan.
Menurut Sunarto, Peer group merupakan teman bermain yang terdiri atas kerabat maupun tetangga dan teman sekolah dimana seorang anak mulai belajar nilai-nilai keadilan. Sedangkan menurut Riyanti, Peer group adalah salah satu ciri yang dibentuk dalam perilaku social dimana perilaku kelompok tersebut akan mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu- individu yang menjadi anggotanya sehingga individu tersebut akan membentuk pola perilaku dan nilai-nilai yang baru yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang dipelajari di rumah25.
24 Yusron Razak. Sosiologi Sebuah Pengantar. h 51
25 Slamet. Dinamika Kelompok. (Jakarta: Bumi Aksara 2008), h. 13
Adapun ciri-ciri daripada peer group adalah sebagai berikut26:
1. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Peer group terbentuk secara spontan. Di antara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu di antara anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin. Di mana semua anggota beranggapan bahwa dia memang pantas dijadikan sebagai pemimpin, biasanya anak yang disegani dalam kelompok itu.
Semua anggota merasa sama kedudukan dan fungsinya.
2. Bersifat sementara. karena tidak ada struktur organisasi yang jelas, maka kelompok ini kemungkinan tidak bisa bertahan lama, lebih- lebih jika yang menjadi keinginan masing-masing anggota kelompok tidak tercapai, atau karena keadaan yang memisahkan mereka seperti pada teman sebaya di sekolah. Yang terpenting dalam peer group adalah mutu hubungan yang bersifat sementara.
3. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas.
Misalnya teman sebaya di sekolah, mereka pada umumnya terdiri dari individu yang berbeda-beda lingkungannya, di mana mempunyai aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan yang berbeda- beda pula. Lalu mereka memasukkannya dalam peer group, sehingga mereka saling belajar secara tidak langsung tentang kebiasan-kebiasaan itu dan dipilih yang sesuai dengan kelompok kemudian dijadikan kebiasaan-kebiasaan kelompok.
4. Anggotanya adalah individu yang sebaya. Contoh konkritnya pada anak-anak usia SMP atau SMA, di mana mereka mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama.27
Dalam sumber lain dikatakan kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama.28 Memang yang cenderung kita lihat adalah usia yang berkawan akrab dan kemudian menggerombol menjadi kawan sepermainan adalah pada tingkatan
27Slamet. Dinamika Kelompok h.14
28 John W santrock. REMAJA. h. 55
dan usia yang sama, kenapa hal itu bisa terjadi karena di dalamnya ada kesamaan yang secara tidak sengaja menimbulkan ketertarikan untuk saling dekat itulah usia yang sama.
6. Teori Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi baik hal tersebut adalah pesan, ide, gagasan dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dapat dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, maka apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu, cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal sebetulnya komunikasi ini hanya sebagai alat dan perantara untuk mencapaikan seseorang mendapatkan sebuah interaksi sosial dengan sesamanya atau orang yang ditujunya.
Tidak sekadar komunikasi verbal yang dapat dilakukan oleh manusia untuk menunjukan siapa dirinya dan menjalani aktifitas kehidupannya.29 Namun memang tak dapat dipungkiri jika kita berpandangan ilmiah kesudut interaksi sosial yang notabene adalah untuk banyak orang, kita juga melibatkan komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.
Hakikatnya komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yg dimaksud dapat dipahami. Jika anda berbicara sedangkan kawan bicara tidak mengerti, atau sebaliknya, maka komunikasi belum terjadi.30
Selain pengertian dan kegunaan secara singkat sebuah komunikasi dalam interaksi sosial, pada dasarnya fungsi komunikasi diantaranya
a. Sebagai informasi. Komunikasi membantu proses penyampaian informasi yang diperlukan individu dan atau kelompok untuk
29 Anthony Giddens etc. Essentials of Sociologi. (United States : Mc Graw Hill 2005) , h.87
30 Richard West & Lynn H Turner dalam Maria Natalia Damayanti. Pengantar Teori Komunikasi.Analisis dan Aplikasi. (Jakarta: Penerbit Salemba 2010),h.13
mengambil keputusan dengan meneruskan data dan menilai pilihan- pilihan alternatif
b. Sebagai kendali. Komunikasi bertindak untuk mengendalikan perilaku anggota dalam beberapa cara, setiap organisasi mempunyai wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh karyawan.
c. Sebagai motivasi. Komunikasi membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan para karyawan apa yang harus dilakukan bagaimana mereka bekerja baik dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja jika itu di bawah standar
d. Pengungkap emosional. Bagi sebagian komunitas, mereka memerlukan interaksi social, komunikasi yang terjadi di dalam komunitas itu merupakan cara anggota untuk menunjukkan kekecewaan dan rasa puas. Oleh karena itu, komunikasi menyiarkan ungkapan emosional dari perasaan dan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Adapun hasil penelitian yang relevan yang peneliti cari dalam studi literatur sebagai literatur dan pertimbangan penelitian ini di antaranya : 1. Jurnal Mardavia , Sasanti yuniar, dan Nanik tahun 2009 “Peran kegiatan
bermain musik berkelompok terhadap peningkatan interaksi sosial pada anak autistik”. Jurnal tersebut adalah hasil dari penelitian oleh Mardavia Prasetia Edy, Sasanti Yuniar dan Nanik yang meneliti perilaku tingkat psikologi anak autis dengan memperlakukan anak autis tersebut secara normal untuk membentuk pola pikirnya dan selayaknya anak normal yang bermain musik dengan sesama kawannya untuk melihat perubahan tingkat interaksi pada anak autis tersebut seperti perilaku tegur sapa, bersalaman, bekerjasama, berkolaborasi dan memecahkan masalah31. Pada jurnal ini peneliti mengambil pola pengambilan interaksi pada manusia yang
31 Mardavia P, Sasanti Yuniar, dan Nanik. Peran kegiatan bermain musik berkelompok terhadap peningkatan interaksi sosial pada anak autistik. Jurnal Psikologi. Vol.2, Bandung, Universitas Padjajaran, 2009 Gambaran Umum
digunakan oleh jurnalis. Treatmen yang diberikan memang berbeda antara objek penelitiannya dengan peneliti, tetapi tahap proses interaksi primer dan sekunder yang dilakukan cenderung sama.
2. Skripsi Ria Kurniawati tahun 2013 UIN Jakarta mengenai “Hubungan interaksi sosial anatar siswa dengan hasil belajar IPS, sebuah penelitian yang dilakukan di SMP 2 Mei Ciputat”. Pada skripsi ini adalah penelitian hubungan keterkaitan yang diteliti mengenai interaksi sosial siswa terhadap kawannya dengan hasil belajar IPS siswa tersebut32. Penelaahan pada penelitian ini dapat diambil langkah-langkah dan cara observasi yang dilakukan oleh peneliti.
3. Skripsi Gina Marlianita tahun 2006 mahasiswa psikologi UIN Jakarta dengan judul “Kemampuan interaksi sosial dan kecerdasan emosi anak Homeschooling”. Interaksi sosial sering kali didapatkan pada anak yang banyak bermain dan bersosialisasi dengan kawan-kawan di sekitarnya baik yang seusia maupun di atas dan di bawah usianya, dan bagi anak pada tahap perkembangan cenderung lebih mudah mendapatkan teman adalah di sekolah. Namun, bagaimana dengan anak yang bersekolah dengan cara Homescholing baik dengan alasan tuntutan pekerjaan maupun alasan yang lainnya yang membuatnya memutuskan atau diputuskan oleh keluarganya untuk Homeschooling. Hanya ada interaksi antara guru dan siswa. Pada penelitian ini Marlianita meneliti kemampuan interaksi dan tingkat kecerdasan emosional anak yang sekolah dengan cara Homeschooling33.
4. Skripsi Jajang sujaman tahun 2012 Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta mengenai ”Pola interaksi sosial anggota lembaga dakwah Indonesia di luar kelompoknya”. Sebuah kajian deskriptif mengenai cara
32 Kurniawati Ria.Hubungan Interaksi Sosial antarsiswa dengan Hasil Belajar IPS (di SMP Dua Mei). Skripsi PIPS UIN Jakarta. 2013
33 Marlianita Gina. Kemampuan Interaksi Sosial dan Kecerdasan Emosi Anak Homeschooling. Skripsi Psikologi UIN Jakarta.2006
dan gaya interaksi anggota sebuah lembaga yang menaungi dakwah Indonesia.34 Pada skripsi ini dijelaskan bagaimana seseorang dapat berinteraksi bahkan dengan orang yang diluar dari kelompoknya.
Penjelasan pada skripsi ini membantu peneliti menambahkan sudut pandang perbandingan bagaimana seseorang berinteraksi dengan seseorang yang sama berada di kelompoknya, dengan orang yang berada diluar kelompoknya. Hal tersebut menjelaskan secara objektif bahwa objek penelitian tersebut berinteraksi dengan pola yang sama baik dengan kawan sepermainannya maupun orang lain diluar kelompoknya.
34 Jajang sujaman. Pola interaksi sosial anggota lembaga dakwah terhadap kelompok lainnya. Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta 2012.
7. Kerangka Konseptual
“Pola Interaksi Anak Dengan Kepribadian Sanguinis Pada Usia 12-15 Dengan Kawan Sepermainannya”
Kerangka fikir dari temuan penelitian yang akan di proses pada penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk kerangka atau model struktural sebagai berikut:
Gambar 3 Kerangka Konseptual
Anak dengan Tipe Kepribadian Sanguinis Usia 12-15 tahun (Remaja Awal)
CARA DAN GAYA INTERAKSI YANG DITEMUKAN 1. ...
2. ...
3. ...
dst
POLA INTERAKSI POLA INTERAKSI ... ...
29
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Mts.Miftah Assa’adah Jl.Taman Makam Bahagia ABRI Gg.Pendidikan I Desa Perigi Lama Kecamatan Pondok Aren Kabupaten Tangerang Selatan. Adapun waktu yang akan digunakan oleh peneliti selama 10 bulan. Untuk memperoleh data atau observasi di lapangan selama 7 bulan pada Juni 2015 – Desember 2015, dan penyusunan laporan akan dilaksanakan selama 3 bulan pada Januari hingga Maret 2016.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deksriptif. Deskriptif adalah sudut pandang yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Pendekatan deskriptif dilakukan terhadap variable mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable yang lain1. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Pada penelitian ini kualitatif menghasilkan data deskriptif sehingga merupakan rinci dari suatu fenomena yang diteliti.
Namun karena penelitian ini berkitan erat dengan dunia psikologi, maka mau tidak mau masih berkaitan erat sedikitnya dengan sebuah penghitungan yang nyata yang akan ditemukan peneliti pada alat ukur untuk menentukan objek yang diteliti sesuai dengan kriteria personaliti dengan angket ukur personaliti yang mengacu pada buku sumber personaliti.Penelitian ini bersifat menelaah, observasi dan mendeskripsikan gejala yang terjadi sebetulnya di lapangan, dari hipotesa penemuan peneliti. Dan apabila ditemukan hal penemuan baru di penelitian maka hal tersebut juga masuk dalam penelitian.
1 Dr Sugiyono , Metode Penelitian, h.6
Maka dalam penelitian ini akan digunakan Field Research yang menggunakan:
1. Penghitungan data kuantitatif pada pengukuran keabsahan penentuan objek penelitiannya secara random terpilih
2. Observasi dan penelaahan data akan menggunakan metode kualitatif yang deskriptif yang menyatakan dari keadaan asli di lapangan dan mencari pola dari variabel yang ditentukan.
3. Wawancara objek penelitan final yang telah ditetapkan sebagai anak dengan tipe kepribadian sanguinis, untuk menguatkan data observasi 4. Refleksi hasil dari pengolahan data dari metode kualitatif observasi
dan wawancara, serta dengan mensinkronkan dengan teori yang ada 5. Jika memungkinkan akan terjadi temuan baru yang berbeda dari
variabel pola interaksi yang dapat digunakan penelaahan keilmuan selanjutnya.
C. Populasi dan Sampel
Adapun sampel yang akan diambil sebagai objek penelitian adalah 30 orang dari populasi sebanyak 127 orang. Populasi juga terdiri dari beberapa tingkatan umur yang telah ditentukan dan diberikan keterang dari berbagai tingkatan ekonomi yang beragam. Cara peneliti menentukan sampel yaitu dengan angket penilaian pribadi dan kawannya mengenai kepribadiannya berkepribadian sanguinis. Yang terkualifikasi sebagai objek penelitian berkpribadian sanguinis yaitu dengan nilai standar tertentu yang diisi pada masing-masing angketnya.
Jadi pada dasarnya manusia dengan karakter atau kepribadian sanguinis juga dapat dibedakan menjadi tiga sesuai dengan kombinasi dengan kepribadian lain, maka seluruh kepribadian tersebut apabila sudah memenuhi karakter sanguinis yang cukup dua dominan maka objek tersebut dinyatakan sah untuk diteliti.