• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KLINIS PENDAHULUAN EFEKTIVITAS KRIM ANTI-AGING DARI EKSTRAK DAUN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L. Poir) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UJI KLINIS PENDAHULUAN EFEKTIVITAS KRIM ANTI-AGING DARI EKSTRAK DAUN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L. Poir) SKRIPSI"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KLINIS PENDAHULUAN EFEKTIVITAS KRIM ANTI-AGING DARI EKSTRAK DAUN UBI JALAR UNGU

(Ipomoea batatas L. Poir) SKRIPSI

OLEH:

NURUL SHAFIRA NIM 151501068

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

UJI KLINIS PENDAHULUAN EFEKTIVITAS KRIM ANTI-AGING DARI EKSTRAK DAUN UBI JALAR UNGU

(Ipomoea batatas L. Poir)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NURUL SHAFIRA NIM 151501068

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat, karunia, dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Uji Klinis Pendahuluan Evektivitas Krim Anti-Aging dari Ekstrak Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L. Poir)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Drs.

Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan bapak Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA., Sp.KK., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan dan Ibu Dr.

Sumaiyah, S.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orangtua penulis, yaitu Ayahanda Nurmin dan Ibunda Hartati br.

Ginting, keluarga tercinta dan teman-teman seperjuangan atas doa, dukungan,

(5)

semangat, dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, 25 September 2019

Penulis,

Nurul Shafira

NIM 151501068

(6)
(7)

UJI KLINIS PENDAHULUAN EFEKTIVITAS KRIM ANTI-AGING DARI EKSTRAK DAUN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L. Poir)

ABSTRAK

Latar Belakang: Daun ubi jalar ungu mengandung senyawa antosianin. Senyawa antosianin berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas, sehingga berperan untuk mencegah terjadi penuaan dini. Krim merupakan salah satu bentuk sediaan yang digunakan untuk kulit, keuntungan dari sediaan krim ini yaitu memiliki kemampuan penyebaran yang baik pada kulit, memberikan efek dingin, mudah dicuci, serta pelepasan obat yang baik.

Tujuan: Untuk mengetahui secara klinis efektivitas anti-aging dari ekstrak daun ubi jalar ungu dalam sediaan krim.

Metode : Serbuk simplisia daun ubi jalar ungu dikarakterisasi dan diidentifikasi golongan senyawa kimia, lalu diekstraksi dengan pelarut etanol 70% secara maserasi, maserat yang diperoleh diuapkan dengan penangas air hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak etanol daun ubi jalar ungu diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dengan konsentrasi 2%. Evaluasi sediaan meliputi uji pH, tipe emulsi, stabilitas, homogenitas. Selanjutnya dilakukan uji efek anti-aging dengan parameter kelembapan, kehalusan, pori, noda, dan keriput pada kulit wajah.

Hasil : Hasil karakterisasi simplisia daun ubi jalar ungu diperoleh kadar air 7,29%, kadar sari larut air 27,88%, kadar sari larut etanol 9,25%, kadar abu total 5,87%, dan kadar abu tidak larut asam 0,37%. Hasil identifikasi golongan senyawa kimia terhadap simplisia mengandung steroid/triterpenoid, glikosida, flavonoid, tanin dan saponin. Hasil evaluasi sediaan krim stabil dalam penyimpanan 90 hari pada suhu kamar, menunjukkan krim homogen dengan tipe emulsi m/a, pH 6,0-6,8, dan tidak mengiritasi kulit. Hasil efektivitas krim ekstrak daun ubi jalar ungu sebagai anti-aging setelah perawatan 4 minggu dengan konsentrasi 2% dioleskan setiap hari, dapat meningkatkan efek anti-aging yang baik dengan persentasi peningkatan kelembapan 18,06%, kehalusan 27,2%, dan penurunan pori 20,36%, noda 20,30%, keriput 23,95%.

Kesimpulan: Ekstrak daun ubi jalar ungu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dan secara klinis memberikan efek sebagai anti-aging.

Kata kunci: Daun ubi jalar ungu, Krim anti-aging.

(8)

THE CLINICAL TEST INTRODUCTION THE EFFECTIVENESS ANTI-AGING OF CREAM FROM SWEET POTATO LEAF EXTRACT

(Ipomoea batatas L. Poir)

ABSTRACT

Background: Purple sweet potatoes leaves contain anthocyanin compounds.

Anthocyanin compounds function as antioxidants and free radical scavengers, so they play a role in preventing premature aging. Cream is one of the dosage forms used for the skin, the advantage of this cream preparation is that it has a good ability to spread to the skin, provides a cool effect, is easy to wash, and a good drug release.

Objective: To clinically study the anti-aging of purple sweet potato leaf extract in cream preparations.

Method: The simplicia powder of purple sweet potato leaf was characterized and identified to determind chemical compounds, then extracted with 70% ethanol solvent by maceration, the maserate obtained was evaporated with a water bath to obtain a thick extract. The ethanol extract of purple sweet potato leaves is formulated in the form of cream preparations with a concentration of 2%.

Evaluation of preparations includes pH, emulsion type, stability, homogeneity.

The anti-aging effect test is then performed with parameters of moisture, smoothness, pores, blemishes and wrinkles on facial skin.

Results: The results of the characterization of purple sweet potato leaf simplicia obtained water content of 7.29%, water soluble juice content of 27.88%, soluble ethanol extract content of 9.25%, total ash content of 5.87%, and acid insoluble ash content of 0.37%. The results of the identification of chemical compounds against simplicia contain steroids, glycosides, flavonoids, tannins, and saponins.

The evaluation results of the cream preparations were stable in 90 days storage at room temperature, showing a homogeneous cream with emulsion type m / a. pH 6.0 to 6.8, and does not irritate the skin.The results of the effectiveness of purple sweet potato leaf extract as anti-aging after 4 weeks of treatment with a concentration of 2% applied daily, can increase the anti-aging effect with a good percentage increase in moisture 18.06%, fineness 27.2%, pore 20.36%, spot 20.30%, wrinkles 23.95%.

Conclusion:Purple sweet potato leaf extract can be formulated in cream form and clinically provides an anti-aging effect.

Keywords: Anti-aging cream, Purple sweet potato leaves.

(9)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Tumbuhan ubi jalar ungu ... 6

2.1.2 Nama daerah ubi jalar ungu ... 6

2.1.3 Kandungan senyawa dan kegunaan ... 6

2.1.4 Pemerian makroskopis ... 7

2.1.5 Aktivitas antioksidan ubi jalar ungu ... 7

2.2 Ekstraksi ... 7

2.3 Kulit ... 8

2.3.1 Anatomi kulit ... 8

2.3.2 Fungsi kulit ... 10

2.3.3 Jenis kulit ... 10

2.4 Sinar Utraviolet ... 11

2.5 Penuaan Kulit ... ... 12

2.5.1 Teori proses menua ... ... 13

2.5.2 Proses menua pada kulit ... ... 14

2.5.3 Tanda-tanda penuaan kulit ... .. 14

2.6 Peran Antioksidan Sebagai Anti-Aging ... 16

2.7 Uji Klinis ... 17

2.8 Skin Analyzer ... 18

2.8.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Jenis Penelitian ... 19

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.2.1 Alat-alat ... 19

3.2.2 Bahan-bahan ... 19

3.3 Sukarelawan ... 20

3.4 Pengambilan Sampel ... 20

(10)

3.5 Identifikasi Tumbuhan ... 20

3.6 Pengelolahan Tumbuhan ... ... 20

3.7 Pemeriksaan Karakteristik Tumbuhan ... 20

3.7.1 Pemeriksaan makroskopik ... 20

3.7.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 21

3.7.3 Penetapan kadar air ... 21

3.7.4 Penetapan kadar sari larut air ... 22

3.7.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 22

3.7.6 Penetapan kadar abu total ... 22

3.7.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 23

3.8 Uji Skrining Fitokimia ... 23

3.9 Pembuatan Ekstrak Daun Ubi Jalar Ungu ... 25

3.10 Pembuatan sediaan krim ... 26

3.10.1 Formula sediaan krim ... 26

3.10.1.1 Formula standart ... 26

3.10.1.2 Formula modifikasi ... 26

3.10.2 Cara pembuatan dasar krim ... 27

3.10.3 Cara pembuatan krim ekstrak daun ubi jalar ungu 2% ... 27

3.11 Pemeriksaan terhadap sediaan krim ... ... 27

3.11.1 Pemeriksaan homogenitas ... 27

3.11.2 Penentuan tipe emulsi sediaan ... 27

3.11.3 Pengukuran pH sediaan ... 28

3.11.4 Pengamatan stabilitas sediaan ... 28

3.12 Uji Klinis Pendahuluan ... 28

3.12.1 Tempat penelitian ... 28

3.12.2 Waktu penelitian ... 28

3.12.3 Desain penelitian ... 28

3.12.4 Jumlah pasien subjek penelitian ... 29

3.12.5 Sukarelawan ... 29

3.12.6 Kriteria inklusi, eksklusi subyek penelitian ... 29

3.12.7 Pemberian sediaan krim anti-aging ... 29

3.12.8 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 30

3.12.9 Pengujian aktivitas anti-aging ... 30

3.13 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Penelitian ... 31

3.14 Izin Komite Etik ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ... 32

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 32

4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 32

4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 32

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik ... 32

4.3 Hasil Ekstraksi Daun Ubi Jalar Ungu ... 34

4.4 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia ... 34

4.5 Penetapan Konsentrasi Krim 2% ... 35

4.6 Hasil Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim ... 35

4.6.1 Hasil pemeriksaan homogenitas ... 35

4.6.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan ... 36

4.6.3 Hasil pengukuran pH sediaan ... 36

4.6.4 Hasil pengamatan stabilitas sediaan ... 37

(11)

4.7 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 38

4.8 Hasil Pengujian Aktivitas Anti-Aging ... 38

4.8.1 Kelembapan (Moisture) ... 39

4.8.2 Kehalusan (Evennes) ... 41

4.8.3 Pori (Pore) ... 42

4.8.4 Noda (Spot) ... 44

4.8.5 Keriput (Wrinkle) ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 51

(12)

DAFTAR TABEL

2.1 Parameter Hasil Pengukuran Dengan Skin Analyzer ... 18 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Daun Ubi Jalar Ungu ... 33 4.2 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia Simplisia Daun Ubi

Jalar Ungu ... 34 4.3 Hasil Kelarutan Metil Biru Pada Sediaan Krim ... 36 4.4 Hasil Pengukuran Ph Sediaan ... 36 4.5 Hasil Pengamatan Terhadap Kestabilan Sediaan Krim Pada Saat

Sediaan Selesai Dibuat Hingga 90 Hari ... 37 4.6 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 38 4.7 Data Hasil Pengukuran Kelembapan (moisture) pada wajah sukarelawan

setalah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu ... 40 4.8 Data Hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada wajah sukarelawan

setalah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu ... 41 4.9 Data Hasil pengukuran pori (pore) pada wajah sukarelawan

setalah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu ... 43 4.10 Data Hasil pengukuran noda (spot) pada wajah sukarelawan

setalah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu ... 45 4.11 Data Hasil Pengukuran Keriput (wrinkle) pada wajah sukarelawan

setalah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu ... 46

(13)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka Penelitian ... 5 4.1 Grafik hasil pengukuran kelembapan (moisture) pada kulit wajah

sukarelawan selama 4 minggu ... 40 4.2 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit wajah

sukarelawan selama 4 minggu ... 42 4.3 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan

selama 4 minggu ... 43 4.4 Grafik hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan

selama 4 minggu ... 45 4.5 Grafik hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan selama 4 minggu ... 47

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 52

2 Gambar Daun Ubi Jalar Ungu Segar ... 53

3. Gambar Simplisia Daun Ubi Jalar Ungu ... 53

4 Gambar Mikroskopik Simplisia Daun Ubi Jalar Ungu ... 54

5. Bagan Alur Pembuatan Simplisia Daun Ubi Jalar Ungu ... 55

6. Bagan Alur Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu ... 56

7. Bagan Alur Pembuatan Krim Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu ... 57

8. Hasil Uji Tipe Emulsi dan Homogenitas ... 58

9. Hasil Uji Stabilitas ... 59

10. Gambar Alat yang Digunakan ... 60

11. Surat Ethical Clearence ... 61

12. Contoh Surat Persetujuan Menjadi Sukarelawan Penelitian ... 62

13. Hasil Perhitungan Karakterisasi Daun Ubi Jalar Ungu ... 63

14. Gambar Hasil Analisis dengan Skin Analyzer ... 66

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Proses menua merupakan suatu proses fisiologis dan terjadi pada semua organ tubuh manusia, termasuk kulit. Bermacam-macam teori proses menua yang dikemukakan para ahli, salah satunya teori radikal bebas. Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dipercaya sebagai mekanisme proses menua. Bahan yang dapat menetralisir radikal bebas ini disebut antioksidan (Jusuf, 2005).

Di dunia ini banyak terdapat tumbuhan yang bermanfaat sebagai biodiversitas tanaman obat. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity), namun sebagian besar dari tanaman tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai tanaman obat. Seperti tanaman ubi jalar ungu yang merupakan salah satu varian ubi jalar yang umbinya dikenal akan rasanya yang lezat dan warnanya yang mencolok. Ternyata tidak hanya umbinya saja, daun ubi jalar ungu yang biasanya setelah panen dibuang ataupun di gunakan sebagai pakan ternak memiliki manfaat yang tak kalah pentingnya untuk kesehatan, hal itu disebabkan pada daun ubi jalar ungu terkandung banyak vitamin dan juga antioksidan.

Tanaman Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) suku Convolvulaceae merupakan salah satu jenis ubi jalar yang banyak ditemui di Indonesia. Ubi jalar ungu memiliki warna ungu yang cukup pekat pada daging umbinya dan rasanya yang juga lezat sehingga banyak menarik perhatian. Nutrisi yang terkandung di dalam ubi jalar ungu adalah vitamin A, C, serat pangan, zat besi, potasium dan protein (Mais, 2008).

Warna keunguan pada daun ubi jalar disebabkan oleh adanya zat warna

(16)

alami yang disebut antosianin. Antosianin adalah kelompok pigmen yang menyebabkan warna kemerah merahan, letaknya di dalam cairan sel yang bersifat larut dalam air (Nollet, 1996). Senyawa antosianin berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas, sehingga berperan untuk mencegah terjadi penuaan, kanker, dan penyakit degeneratif (Jusuf dkk., 2008).

Antioksidan dipakai untuk mencegah timbulnya penuaan kulit dan terapi aging kulit (Thornfeldt dan Bourne, 2010). Asupan antioksidan didapat secara oral ataupun topikal dengan dioleskan pada kulit (Pinnel, 2003).

Hasil penelitian terdahulu mengatakan bahwa ekstrak etanol daun ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan sebesar 80,43% dibanding dengan vitamin C murni. Nilai IC 50 ekstrak daun ubi jalar ungu adalah 3,68 ppm dan IC 50 vitamin C adalah 2,96 ppm. Telah terbukti bahwa formula krim antioksidan ekstrak daun ubi jalar ungu dengan kandungan antioksidan bermanfaat mencegah terjadinya kerutan dan bermanfaat mencegah terjadinya pigmentasi (Dipahayu, 2014).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada ibu-ibu yang bertempat tinggal di Desa Gajah, Brastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, 8 dari 10 orang mengatakan bahwa daun ubi jalar ungu sering dimanfaatkan sebagai masker wajah dengan cara di haluskan dan di aplikasikan ke wajah yang berguna untuk mengencangkan kulit wajah. Selain itu berdasarkan hasil penelitian sebelumnya melalui uji praklinis terbukti ekstrak etanol daun ubi jalar ungu sebesar 3% dalam basis krim tipe m/a sebagai krim luka bakar terbukti efektif pada mencit dan tidak mengiritasi kulit (Farida et al., 2011).

Berdasarkan uraian diatas setelah dilakukan uji pre klinik maka dilanjutkan ke uji klinik pendahuluan untuk membuktikan secara klinik bahwa krim ekstrak daun ubi jalar ungu bermanfaat sebagai anti aging .

(17)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Bagaimana karakteristik dan golongan senyawa aktif daun ubi jalar ungu?

b. Apakah ekstrak daun ubi jalar ungu dapat diformulasi dalam sediaan krim sebagai anti-aging dan stabil pada penyimpanan?

c. Apakah ekstrak daun ubi jalar ungu dalam sediaan krim memiliki efektivitas anti-aging pada uji klinis pendahuluan?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Karakteristik dan golongan senyawa aktif daun ubi jalar ungu dapat diketahui.

b. Ekstrak daun ubi jalar ungu dapat diformulasi dalam sediaan krim sebagai anti-aging yang stabil pada penyimpanan.

c. Ekstrak daun ubi jalar ungu memiliki efektifitas sebagai anti-aging pada uji klinis pendahuluan.

(18)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui karakteristik simplisia dan golongan senyawa kimia daun ubi jalar ungu.

b. memformulasikan sediaan krim anti-aging menggunakan ekstrak daun ubi jalar ungu sehingga menghasilkan krim yang homogen, dan stabil.

c. untuk mengetahui efektivitas anti-aging dari ekstrak daun ubi jalar ungu.

1.5 Manfaat Percobaan

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah untuk pengembangan obat tradisional khususnya daun ubi jalar ungu sebagai anti-aging dan untuk meningkatkan daya dan hasil guna dari daun ubi jalar ungu.

(19)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian Serbuk

simplisia Daun Ubi Jalar

Ungu

Karakterisasi Simplisia

Krim Ekstrak Daun Ubi Jalar

Ungu

Penentuan Mutu Fisik

Sediaan

- Homogenitas sediaan

- Tipe emulsi sediaan - pH sediaan

- Stabilitas sediaan

Sinar UV Penuaan Kulit

Pada Sukarelawan

Pemulihan Penuaan Kulit

- Kadar air (moisture) - Kehalusan

(evenness) - Besar pori (pore) - Jumlah noda (spot) - Keriput (wrinkle) Ekstrak Etanol

Daun Ubi Jalar Ungu

- Makroskopik - Mikroskopik - Kadar air

- Kadar sari yang larut dalam air - Kadar sari yang larut dalam etanol - Kadar abu total - Kadar abu yang tidak larut dalam asam

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Tumbuhan Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir varietas Antin 3) merupakan salah satu jenis ubi jalar yang banyak ditemui di Indonesia selain berwarna putih, kuning dan merah. Ubi jalar ungu memiliki warna ungu yang cukup pekat pada daging umbinya. Ubi jalar ungu telah dikembangkan di berbagai negara seiring dengan semakin berkembangnya permintaan pasar terhadap makanan sehat. Ubi jalar ungu seperti jenis Yamagawamurasaki dan Ayamurasaki telah dikembangkan di Jepang dan dipergunakan di berbagai produk-produk komersial juga sebagai pewarna alami pangan contohnya pada pengolahan mie, jus, roti, selai dan minuman fermentasi (Truong et al., 2012).

2.1.2 Nama Daerah Ubi Jalar

Nama daerah ubi jalar di Indonesia beranekaragam yaitu Setilo (Lampung), gadong (Aceh), gadong enjolor (Batak), telo (Madura), Kaselo (Bali), hui boiet (Sunda), ketela rambat (Jawa Tengah), katila (Dayak), ketabang (Sumbawa), uwi (Bima), lame jawa (Makasar), patatas (Ambon), ima (ternate) (Depkes RI,1989).

2.1.3 Kandungan Senyawa dan Kegunaan Daun Ubi Jalar Ungu

Daun ubi jalar ungu mengandung saponin, flavonoid, dan umbinya mengandung beberapa senyawa seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, dan vitamin C. Ubi jalar memiliki kegunaan yang cukup banyak antara lain yaitu umbinya dapat digunnakan sebagai bahan makanan dan daun ubi jalar dapat digunakan sebagai pakan ternak. Selain itu,

(21)

daunnya juga dapat digunakan sebagai obat peningkat trombosit, bisul, diabetes (Johnson, 2010).

2.1.4 Pemerian Makroskopis

Daun ubi jalar ungu memiliki bau lemah dan tidak berasa. Secara makroskopik helaian daun rapuh, patah-patah, bewarna hijau hingga hijau kekuningan, hijau tua kecoklatan atau hijau keunguan, permukaan bawah umumnya bewarna lebih pucat. Bentuk bundar telur, panjang helaian 4-14 cm, lebar 4-11 cm, pangkal daun bertekuk, ujung daun runcing, pinggir daun rata atau tegak bertekuk, kadang-kadang menjari, tulang daun menyirip (Depkes RI, 1989).

2.1.5 Aktivitas Antioksidan Ubi Jalar Ungu

Warna ungu dari daun ubi jalar ungu berasal dari pigmen alami yang terkandung di dalamnya. Pigmen hidrofilik antosianin termasuk golongan flavonoid yang menjadi pewarna pada sebagian besar tanaman, yaitu warna biru, ungu dan merah (Kim et al., 2012).

Konsentrasi antosianin inilah yang menyebabkan beberapa jenis ubi ungu mempunyai gradasi warna ungu yang berbeda (Hardoko et al., 2010). Ubi jalar ungu yang berbeda kultivar memiliki kandungan antosianin yang berbeda pula.

Antosianin memberikan efek kesehatan yang sangat baik yaitu sebagai antioksidan dan antikanker karena defisiensi elektron pada struktur kimianya sehingga bersifat reaktif menangkal radikal bebas (Jiao et al., 2012).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang saling bercampur. Pada umumnya zat terlarut yang diekstraksi bersifat tidak larut atau larut sedikit dalam suatu

(22)

pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat ditentukan oleh tekstur kandungan air bahan-bahan yang akan diekstrak dan senyawa-senyawa yang akan di isolasi (Harborne, 1996).

Metode ekstraksi maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukkan pada temperatur ruang (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan perinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontiniu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

2.3 Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme yang terjadi secara biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk yang terjadi secara terus menerus (proses keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat oleh kelenjar keringat dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya paparan sinar ultraviolet oleh matahari, sebagai alat peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi yang disebabkan dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.3.1 Anatomi kulit

Kulit terbagi atas tiga lapisan utama, yaitu: lapisan epidermis, lapisn dermis dan lapisan subkutis (Tranggono dan Latifah, 2007).

(23)

1. Lapisan Epidermis Adalah lapisan pada kulit yang paling luar. Lapisan ini terdiri atas:

a. Lapisan tanduk (stratum corneum)

Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, yaitu jenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia.

b. Lapisan jernih (stratum lucidum)

Berada tepat di bawah stratum corneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih. Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.

c. Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.

d. Lapisan malphigi (stratum spinosum)

Sel berbentuk kubus dan seperti berduri, intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.

e. Lapisan basal (stratum germinativum)

Adalah lapisan terbawah epidermis. Di lapisan ini juga terdapat sel-sel melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin.

2. Dermis

Lapisan dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Dermis adalah lapisan kulit antara epidermis (dengan yang iu membuat para kutis) dan jaringan subkutan, yang terdiri dari jaringan ikat dan bantal tubuh dari stress dan ketegangan.

(24)

3. Subkutis

Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan saluran getah bening.

2.3.2 Fungsi kulit

Kulit memiliki sejumlah fungsi yang sangat penting bagi tubuh. Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan, gangguan panas dan dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman, bakteri dan virus. Kulit juga mampu mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna sisa metabolisme dari dalam tubuh. Sisa metabolisme ini dikeluarkan bersama dengan keringat. Kulit dapat mengatur suhu tubuh.

Ketika suhu udara panas, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak dan memperlebar pembuluh darah sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh dan sebaliknya. Sebagai indra peraba kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis yang memungkinkan otak merasakan sejumlah rasa seperti panas, dingin, sakit dan beragam tekstur (Achroni, 2012).

2.3.3 Jenis kulit

Menurut Wasitaatmadja (1997), ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit terbagi atas tiga bagian:

1. Kulit normal

Merupakan kulit ideal yang sehat, tidak kusam dan mengkilat, segar dan elastis dengan minyak dan kelembaban yang cukup. Kulit normal tergolong langka, bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa kulit normal sebenarnya tidak ada secara teknis. Hal ini dikarenakan kondisi normal bukan istilah medis.

(25)

2. Kulit berminyak

Adalah kulit yang mempunyai kadar minyak dipermukaan kulit yang berlebihan sehingga tampak mengkilap, kotor, kusam, biasanya pori-pori kulit lebar sehingga kesannya kasar dan lengket. Salah satu yang menjadi faktor kulit berminyak yaitu faktor hormon.

3. Kulit kering

Adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang atau sedikit lepas dan retak, kaku, tidak elastis dan terlihat kerutan.

2.4 Sinar Ultraviolet

Sinar Ultraviolet (UV) adalah sinar tidak tampak yang merupakan bagian energi yang berasal dari matahari. Ultraviolet merupakan salah satu jenis radiasi sinar matahari. Panjang gelombang yang dimiliki sinar ultraviolet akan berpengaruh terhadap kerusakan kulit. Semakin panjang gelombang sinar UV, semakin besar dampak kerusakan yang ditimbulkannya pada kulit. Berdasarkan panjang gelombang ada tiga jenis radiasi ultraviolet, yaitu:

a. Sinar UV-A

Sinar UV-A ( λ 320 – 400 nm) adalah sinar yang paling banyak mencapai bumi dengan perbandingan 100 kali UV-B. Segmen sinar ini akan masuk ke dalam dermis sehingga menyebabkan kerusakan jaringan dermis dan terjadinya reaksi fotosensitivitas. Sinar ini meliputi 95% radiasi mencapai permukaan bumi.

UV-A merupakan penyumbang utama kerusakan kulit dan kerutan. UV-A menembus kulit lebih dalam dari UV-B dan bekerja lebis efisien. Radiasi UV-A menembus sampai dermis dan merusak serat serat yang berada didalamnya. Kulit menjadi kehilangan elastisitas dan berkerut. Sinar ini juga dapat menembus kaca (Darmawan, 2013).

(26)

b. Sinar UV-B

Sinar UV-B dengan panjang gelombang 290 - 320 nm merupakan sinar matahari yang terkuat mencapai bumi. Kerusakan kulit yang ditimbulkan berada dibawah epidermis berupa luka bakar, kelainan prakanker dan keganasan lainnya.

Jadi baik sinar UV-A maupun UV-B sama-sama memiliki dampak negatif bagi kulit manusia jika terpapar dalam waktu relatif lama (Bodagenta, 2012). Sinar UV-B tidak dapat menembus kaca (Darmawan, 2013).

c. Sinar UV-C

Memiliki panjang gelombang paling panjang, yaitu sekitar 200 - 290 nm.

Menurut Darmawan (2013), radiasi sinar ini menimbulkan bahaya terbesar dan menyebabkan kerusakan terbanyak. Namun, mayoritas sinar ini terserap di lapisan ozon di atmosfer.

2.5 Penuaan Kulit

Proses menua merupakan proses fisiologis yang akan terjadi pada semua makhluk hidup yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit. Setiap manusia tentu ingin terlihat muda tetapi proses menua secara perlahan-lahan berjalan terus dan kulit merupakan salah satu jaringan tubuh yang secara langsung memperlihatkan terjadinya proses menua. Saat mulai proses terjadinya proses menua pada kulit tidak sama pada setiap orang. Pada orang tertentu proses menua kulit terjadi sesuai dengan usianya sedangkan pada orang lain datangnya lebih cepat, keadaan ini disebut penuaan dini (premature aging). Hal ini menunjukkan bahwa proses menua pada setiap individu berbeda, tergantung dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi dan dapat mempercepat terjadinya proses menua kulit (Jusuf, 2005).

(27)

2.5.1 Teori proses menua

Menurut Jusuf (2005), ada berbagai teori penuaan, antara lain:

1. Teori replikasi DNA Teori ini mengemukakan bahwa terjadinya proses menua disebabkan kematian sel secara perlahan-lahan antara lain akibat pengaruh sinar ultraviolet yang merusak sel DNA sehingga mempengaruhi masa hidup sel.

2. Teori kelainan alat

Proses menua terjadi akibat kerusakan DNA yang menyebabkan terbentuknya molekul-molekul yang tidak sempurna sehingga terjadi kelainan enzim-enzim intra seluler yang mengakibatkan kerusakan atau kematian sel.

3. Teori ikatan silang

Proses menua merupakan akibat dari pembentukan ikatan silang yang progresif dari protein-protein intraseluler dan interseluler serabut kolagen yang menyebabkan kolagen kurang lentur dan tidak tegang.

4. Teori radikal bebas

Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai mekanisme proses menua. Radikal bebas adalah sekelompok elemen dalam tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga tidak stabil dan reaktif. Sebelum memiliki pasangan radikal bebas akan terus-menerus menghantam sel-sel tubuh guna mendapatkan pasangannya termasuk menyerang sel-sel tubuh yang normal. Akibatnya sel-sel akan rusak dan menua dan juga mempercepat timbulnya kanker. Berbagai usaha untuk menanggulangi kulit menua sekarang ini banyak ditujukan pada usaha pengikatan atau pemecahan radikal bebas. Bahan yang dapat menetralisir radikal bebas ini disebut antioksidan.

(28)

5. Teori neuro-endokrin

Proses menjadi tua diatur oleh organ-organ penghasil hormon seperti timus, hipotalamus, hipofisis, tiroid yang secara berkaitan mengatur keseimbangan hormonal dan regenerasi sel-sel tubuh manusia.

2.5.2 Proses menua pada kulit

Menurut Ardhie (2011), proses menua pada kulit dibedakan atas:

1. Proses menua intrinsik yakni proses menua alamiah yang terjadi sejalan dengan waktu. Proses biologic/genetic clock yang berperan dalam menentukan jumlah multiplikasi pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan kemudian mati, diyakini merupakan penyebab penuaan intrinsik.

2. Proses menua ekstrinsik yakni proses menua yang dipengaruhi faktor eksternal yaitu seperti pajanan sinar matahari berlebihan pada siang hari (photoaging), polusi kendaran bermotor, kebiasaan merokok, dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan ekstrinsik, gambaran akan lebih jelas terlihat pada area yang banyak terpajan matahari.

2.5.3 Tanda-tanda penuaan kulit

Tanda-tanda penuaan dini lebih sering terlihat pada kulit, tertama kulit wajah, yaitu berupa:

1. Munculnya bercak hitam (age spot)

Pada umumnya bercak hitam ini muncul pada bagian tubuh yang sering terpapar sinar matahari. Selain menimbulkan bercak-bercak hitam, penuaan dini juga sering menunjukkan kelainan pigmen, terutama di kulit wajah (Bogadenta, 2012). Bintik hitam ini akan terlihat jelas pada mereka yang merupakan orang yang berkulit putih, sedangkan pada orang yang memiliki warna kulit gelap tidak begitu tampak munculnya bercak hitam (Darmawan, 2013).

(29)

2. Tekstur kulit tampak kasar

Kering dan kasar juga merupakan tanda umum yang dialami saat kita mengalami penuaan dini. Ketika kulit terlalu sering terpapar matahari, kolagen dan elastin yang berada dalam lapisan kulit akan rusak (Bogadenta, 2012).

Rusaknya kolagen dan elastin akibat paparan sinar matahari membuat kulit kering dan kasar (Noormindhawati, 2013).

3. Pori-pori kulit tampak membesar

Akibat penumpukan sel kulit mati, pori-pori kulit menjadi membesar (Noormindhawati, 2013). Pembesaran pori-pori juga terkait dengan penuaan dini.

Seiring dengan bertambahnya usia, pori-pori tumbuh lebih besar karena penumpukan sel kulit mati di sekitar pori-pori. Pembesaran pori-pori dapat dikurangi dengan pengelupasan kulit secara teratur. Namun jika sering terkena sinar matahari secara terus-menerus, bisa membuat pori-pori membesar, karena sel-sel kulit mati menumpuk (Bogadenta, 2012).

4. Keriput

Efek lain dari sinar ultraviolet adalah terjadi keriput pada kulit sebelum waktu yang seharusnya dan terlihat lebih tua. Keriput adalah lipatan, garis atau kerutan yang muncul pada kulit. Efek ini tidak bisa langsung terjadi kerutan, tetapi lebih karena terjadi akumulasi sinar ultraviolet dalam jangka lama.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 80% tanda-tanda penuaan kulit pada orang dewasa adalah hasil akumulasi sinar ultraviolet pada saat masa remaja, sebelum manusia berusia 18 tahun. Sinar ultraviolet dalam waktu panjang akan dapat menimbulkan efek kerusakan pada kulit, kulit mulai melorot, merenggang dan kehilangan kemampuannya untuk kembali ke tempatnya setelah perenggangan (Darmawan, 2013).

(30)

5. Tumor kulit

Berbagai tumor kulit jinak dapat terjadi pada kulit menua seperti akrokordon (skin tag), keratosis seboroik, angioma senilis, dan lain-lain. Pada photoaging dapat pula terjadi lesi prakanker kulit dan kelainan tumor ganas kulit seperti basalioma, karsinoma sel skuamosa dan melanoma maligna (Jusuf, 2005).

2.6 Peran Antioksidan Sebagai Anti-Aging

Antioksidan adalah zat yang dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dengan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron dan tidak reaktif lagi. Antioksidan adalah molekul yang mampu menghambat oksidasi dari molekul oksidan. Oksidasi merupakan reaksi kimia yang memindahkan elektron dari satu substansi ke agen oksidan. Sebagai pertahanan terhadap kerusakan oksidatif, maka sel dilengkapi dengan berbagai jenis antioksidan yang akan bekerja melalui beragam mekanisme (Ardhie, 2011).

Stress oksidatif didefenisikan sebagai sebuah ketidakseimbangan antara Reactive Oxygen Species (ROS) dan antioksidan. Pada kulit, kelebihan radikal

bebas diinduksi oleh sinar UV yang mengakibatkan kerusakan makromolekul seluler dan menjadikan membran keratinosit tidak stabil sehingga menyababkan penuaan dini. Tubuh melindungi diri dari fenomena tersebut dengan antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Tumbuhan menghasilkan molekul yang sangat efektif melindungi diri melawan kondisi lingkungan yang tidak baik. Dari banyak studi epidemiologi telah dipublikasikan antioksidan berbasis nutrisi dimana faktor nutrisi yang spesifik meningkatkan kelembaban kulit, elastisitas, produksi sebum dan merangsang sifat fisiologis kulit. Suplemen antioksidan oral mampu bertahan melawan sinar UV yang menginduksi kerusakan kulit (Pouillot et al., 2011).

(31)

Pemikiran saat ini adalah bahwa kombinasi dari antioksidan alami yang berbeda akan menjadi strategi pertahanan yang terbaik terhadap Reactive Oxygen Species (ROS). Pengukuran antioksidan dan pengujian efektifitasnya akan

menyebabkan peningkatan formulasi kosmetik untuk pencegahan penuaan kulit dini. Sehubungan dengan adanya penggunaan topikal dari antioksidan alami maka dapat disimpulkan bahwa stratum korneum adalah target utama dari formulator kosmetik, karena membutuhkan bantuan antioksidan untuk melindungi diri dari kondisi lingkungan yang buruk. Antioksidan alami menetralisir oksidasi dari induksi sinar UV terhadap stratum korneum, memberikan perlindungan dari lingkungan dan dalam produk kosmetik dapat merangsang stratum korneum untuk regenerasi. Oleh karena itu antioksidan alami digunakan secara topikal maupun oral dan harus dikembangkan ke dalam berbagai produk anti-aging. Penggunaan antioksidan alami dalam produk kosmetik memungkinkan menjaga kulit dan menambah antioksidan dengan cara yang sama seperti menjaga tubuh dengan mengkonsumsi buah dan sayuran (Pouillot et al., 2011).

2.7 Uji Klinis

Uji klinis merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan pada manusia. Penelitian memberikan perlakuan atau intervensi pada manusia, kemudian efek perlakuan tersebut diukur dan dianalisis. Uji klinis bervariasi dari uji efektivitas obat sederhana yang hanya melibatkan beberapa puluh pasien dan dapat dilaksanakan satu peneliti hingga uji klinis multisenter yang memiliki organisasi yang rumit, jumlah peserta dan peneliti yang banyak, sistem informasi dan menejemen yang kompleks (Sastroasmoro, 2011).

(32)

2.8 Skin Analyzer

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis

dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit (Aramo, 2012).

2.8.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran kondisi kulit yang dapat dilakukan dengan menggunakan alat skin analyzer, yaitu: Kadar air (moisture) dilakukan dengan alat moisture checker, Kehalusan (evenness), Pori (pore), Noda (spot) , dan juga Keriput (wrinkle). Parameter hasil pengukuran skin analyzer dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 2.1.Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer.

Pengukuran Parameter (%)

kelembaban (Moisture)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-45 46-100

kehalusan (Evenness)

Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pori (Pore)

Kecil Sedang Besar

0-19 20-39 40-100

Noda (Spot)

Sedikit Sedang Banyak

0-19 20-39 40-100

Keriput (Wrinkle)

Tidak berkeriput Berkeriput Keriput parah

0-19 20-52 53-100

Sumber: Aramo (2012) Skin and Hair Diagnostic System

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian ini dilakukan secara ekperimental meliputi pengumpulan sampel, pengolahan sampel, pembuatan ekstrak daun ubi jalar ungu, pembuatan sediaan krim ekstrak daun ubi jalar ungu dengan konsentrasi 2%. Pemeriksaan terhadap sediaan (uji homogenitas, uji pH, penentuan tipe emulsi, uji stabilitas sedian, uji iritasi), pengelompokkan sukarelawan, dan pengujian efek anti-aging secara uji klinis dengan menggunakan alat skin analyzer (Aramo Huvis®).

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: skin analyzer dan moisture checker (Aramo-SG), lumpang porselin, stamfer, cawan porselin, alat-

alat gelas, penangas air, pH meter (Hanna Instrument), neraca analitik (Dickson), dan blender.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi: daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.Poir) yang berusia tiga bulan, air suling, toluen, asam klorida encer, etanol 70%, kloralhidrat, Bahan untuk dasar krim, metilen blue, larutan dapar pH asam (4,01) dan larutan dapar pH netral (7,01).

(34)

3.3 Pengambilan Sampel

Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Bahan tanaman yang digunakan adalah daun ubi jalar ungu yang diambil dari daerah Desa Gajah, Brastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

3.4 Identifikasi tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Medanense Universitas Sumatera Utara.

3.5 Pengelolahan tanaman

Daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) sebanyak 3 kg yang telah dikumpulkan dicuci bersih dengan air mengalir. Daun ini ditiriskan kemudian timbang sebagai berat basah, lalu dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40- 60ºC hingga kering, untuk mengetahui simplisia telah kering (bila diremas akan hancur), kemudian ditimbang sebagai berat kering, disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat, terlindung dari panas dan sinar matahari.

3.7 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.

3.7.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) dengan mengamati morfologi luar simplisia.

(35)

3.7.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun ubi jalar ungu. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek (objek gelas) yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah mikroskop.

3.7.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode destilasi (Azoetropi) yang meliputi penjenuhan toluen dan penetapan kadar air simplisia (WHO,1992).

a. Penjenuhan toluen

Toluen sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Labu berisi toluen tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluene mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik.

Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).

(36)

3.7.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrate pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap.

Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.7.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Serbuk simplisia sebanyak 5 g dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Lalu disaring, dan uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, spanaskan sisa pada suhu 105o hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etaanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.7.6 Penetapan kadar abu total

Lebih kurang 2-3 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam krus platina atau krus silika yang telah dipijarkan dan ditara,lalu diratakan. Pijarkan perlahan- lahan hingga arang habis, didinginkan, dan ditimbang. Jika dengan cra ini arang tidak dapan dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, lalu ditimbang. hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI,1995).

(37)

3.7.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, lalu pijarkan hingga bobot tetap dan timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI,1995).

3.8 Uji Skrining Fitokimia

Skrining Fitokimia dari serbuk simplisia, eksrak etanol, n-heksana dan etilasetat meliputi pemeriksaan golongan senyawa alkaloida, flavonoida, saponin, tanin, glikosida, dan steroida/triterpenoda.

3.8.1 Pemeriksaan saponin

Masukkan 0,5 g serbuk yang diperiksa ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panas, lalu didinginkan dan kemudian diocok kuat-kuat selama 10 detik.

Jika terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (Depkes RI, 1995).

3.8.2 Pemeriksaan alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan sebagai berikut : a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih dan kuning.

(38)

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dreagendorff, akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Serbuk mengandung alkaloida jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan pada 2 golongan larutan percobaan yang digunakan (Depkes RI., 1995).

3.8.3 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia dengan 30 mL campuran etanol 95%

dengan air suling (7:3) dan 10 mL asam sulfat 2 N, lalu direfluks selama 1 jam, kemudian didinginkan dan disaring. Pada 20 mL filtrate ditambaahkan 25 mL air suling dan 25 mL timbale (II) asetat 0.4 M, lalu dikocok dan didiamkan 5 menit, kemudian disaring. Filtrat disari dengan 20 mL campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari diuapkan dengan temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarukan dalam 2 mL methanol.

Larutan sisa dipakai untuk percobaan berikut:

a. Larutan sisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 mL air dan 5 tetes pereaksi molish, kemudian ditambahkan hati-hati 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung sehingga terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan yang menunjukkan adanya glikosida.

b. Larutan percobaan diuapkan diatas penangas air, kemudian dilarutkan sisa dalam 5 mL asam asetat anhidrat, lalu ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna biru atau hijau menunjukkan adanya glikosida (Depkes RI., 1986).

(39)

3.8.4 Pemeriksaan steroid/ triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam.

Kemudian disaring. Lalu diuapkan filtrat dalam cawan penguap, dan pada sisanya ditambahkan 1 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-burchard). Apabila terbentuk warna ungu-merah menunjukkan adanya triterpenoid atau biru-hijau menunjukkan adanya steroid (Harborne, 1987).

3.8.5 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan beberapa tetes HCL pekat lalu ditambahkan sedikit serbuk Mg. Reaksi positif jika terjadi perubahan warna kuning (Harborne, 1987).

3.8.6 Pemeriksaan tanin

Sampel dididihkan dengan 20 ml air lalu disaring. Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1% dan terbentuknya warna coklat kehijauan atau biru kehitaman menunjukkan adanya tanin (Harborne, 1987).

3.9 Pembuatan Ekstrak Daun Ubi Jalar Ungu dengan Cara Maserasi

Serbuk simplisia 300 g ditimbang lalu dimasukkan kedalam wadah tertutup, Tambahkan etanol 70% sebanyak 3 liter lalu aduk-aduk selama 6 jam pertama. Diamkan selama 18 jam sambil sesekali diaduk. Saring dengan menggunakan kapas dan kertas saring, tampung filtrat (maserat I), ulangi proses ekstraksi pada ampas dengan menggunakan etanol 70% sebanyak 1,5 liter dengan cara yang sama, hingga diperoleh maserat II. Gabung kedua maserat lalu panaskan dengan penangas air (water bath) pada temperatur 900C sambil diaduk-aduk sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh dimasukkan kedalam pot plastik ( Kemenkes RI, 2013).

(40)

3.10 Pembuatan Sediaan Krim 3.10.1 Formula sediaan krim 3.10.1.1 Formula standard

. Sediaan krim dibuat berdasarkan formula standart handcream (Young, 1972), yaitu:

R/ Asam stearat 12 Setil alcohol 0,5

Sorbitol 5

Propilen glikol 3 Trietanol amin 1

Gliserin 1-5 tetes

Nipagin 1 sendok spatula

Parfum 1-3 tetes

Aquades ad 100 3.10.1.2 Formula modifikasi

Formulasi krim dimodifikasi dengan mengeluarkan bahan sorbitol dan parfum dari formula. Formulasi dasar krim yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:

R/ Asam stearat 12 Setil alcohol 0,5 Propilen glikol 3 Trietanol amin 1

Gliserin 1-5 tetes

Nipagin 0,2

Aquades ad 100

(41)

2.10.2 Cara pembuatan dasar krim

Cara pembuatan: ditimbang semua bahan yang diperlukan. Bahan yang terdapat dalam formula dipisahkan menjadi 2 kelompok, yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak yaitu asam stearat dan setil alkohol dilebur di atas penangas air dengan suhu 70 - 75°C, sedangkan fase air yaitu trietanolamin (TEA), propilen glikol, gliserin, dan nipagin, dilarutkan dalam air suling panas. Kemudian fase minyak dipindahkan ke dalam lumpang panas. Fase air ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase minyak dengan pengadukan yang konstan sampai diperoleh massa krim.

3.10.3 Cara pembuatan krim ekstrak daun ubi jalar ungu 2%

Ditimbang ekstrak daun ubi jalar ungu sebanyak 2 g, gerus hingga merata kemudian dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit sampai 100 g sambil digerus hingga homogen.

3.11 Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap sediaan krim meliputi pemeriksaan homogenitas, penentuan tipe emulsi sediaan, pengukuran pH sediaan serta pengamatan terhadap stabilitas sediaan.

3.11.1 Pemeriksaan homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar.

3.11.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan cara penambahan larutan metilen biru. Warna biru pada emulsi tipe air/minyak, karena metilen biru larut dalam air.

(42)

3.11.3 Pengkuran pH sediaan

Penentuan pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Caranya : alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan lartan dapar standar (PH 7,01) dan larutan dapar pH asam (4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air, dan dikeringkan dengan tissu. Elektroda dicelupkan dalam larutan tesebut. Biarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan.

Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing sediaan pada saat sediaan selesai dibuat dan penyimpanan selama 4 minggu.

3.11.4 Pengamatan stabilitas sediaan

Masing-masing formula krim dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan pada suhu kamar dan diukur paramer kestabilan seperti bau, warna, dan pecahnya emulsi selama penyimpanan 12 minggu dengan interval pengamatan pada saat sediaan selesai dibuat, penyimpanan 7, 14, 21, 28, dan 90 hari.

3.12 Uji Klinis Pendahuluan 3.12.1 Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.12.2 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan bulan Mei 2019 – Juni 2019 3.12.3 Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan uji klinik pendahuluan tanpa pembanding (uncotrolled trial) dengan desain open label untuk melihat efek farmakologi pada sejumlah subyek penelitian dengan pengamatan intensif.

(43)

3.12.4 Jumlah pasien subyek penelitian

Menurut Setiawati, (2007), uji klinis fase II awal untuk pertama kalinya obat diberikan pada pasien dalam jumlah kecil untuk melihat efek terapi tanpa menggunakan pembanding dan tidak tersamar. Untuk uji klinis pendahuluan antiaging dibutuhkan 15 orang sukarelawan.

3.12.5 Sukarelawan

Pemilihan relawan sebanyak 15 orang untuk di uji klinis dan dilakukan di Fakultas Farmasi USU. Mahasiswi berusia sekitar 20-30 tahun yang telah terlebih dahulu di uji kulitnya, tidak memiliki riwayat alergi pada kulit dan telah dikondisikan tidak menggunakan krim lain selama 4 minggu untuk terapi anti aging. Relawan bersedia mengikuti penelitian sampai selesai dan bersedia dilakukan uji iritasi dan uji efektivitas sediaan krim sebagai anti aging selama penelitian berlangsung. Adapun parameter pengujiannya adalah kadar air (moisture), kehalusan (evennes), besar pori (pore), banyak noda (spot), keriput (wrinkle).

3.12.6 Kriteria inklusi, eksklusi subyek penelitian Kriteria inklusi penelitian ini adalah :

a. pasien perempuan b. umur 20 - 30 tahun

c. memiliki kulit wajah yang kering dan berkerut karena sering terpapar sinar matahari.

d. tidak memakai krim lainnya

e. bersedia ikut dalam penelitian, mengikuti prosedur penelitian dan menanda tangani informed consent.

(44)

Kriteria ekslusi penelitian ini adalah a. wanita hamil, menyusui b. memiliki kulit sensitif

c.. tidak teratur memakai krim antiaging dari ekstrak daun ubi jalar ungu d. tidak mengikuti kontrol selama penelitian, meninggal, pindah alamat, mengundurkan diri.

3.12.7 Pemberian sediaan krim anti-aging

Setiap pasien diberikan krim antiaging yang akan digunakan selama 30 hari secara teratur pada pagi dan malam hari.

3.12.8 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Percobaan ini dilakukan pada 15 orang sukarelawan untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat dapat menyebabkan kemerahan, gatal, dan pengkasaran kulit. Caranya: krim anti-aging dioleskan pada bagian lengan bawah, kemudian biarkan 24 jam dan lihat perubahan yang terjadi berupa kemerahan, gatal, dan pengkasaran kulit.

3.12.9 Pengujian aktivitas anti aging

Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi awal kulit wajah yang akan di uji sesuai petunjuk pada alat dengan parameter uji, meliputi kadar air (moisture), kehalusan (evennes), pori (pore), dan keriput (wrinkle) dengan menggunakan alat skin analyzer dan moisture checker.

Pemakaian krim dilakukan dengan mengoleskan krim ke kulit wajah secara merata. Krim digunakan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan malam hari setiap hari selama 4 minggu. Perubahan kondisi kulit diukur setiap minggu selama 4 minggu dengan menggunakan skin analyzer.

(45)

3.13 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Penelitian (Informed Consent) Sebelum penelitian dimulai seluruh pasien harus mengisi dan menandata- ngani informed consent. Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien untuk turut serta dalam penelitian setelah pasien menerima informasi lengkap dan memahami tindakan tersebut. Tujuan diberikan informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan.

3.14 Ijin Komite Etik (Ethical clearence)

Untuk melengkapi kelayakan pada penelitian uji klinis ini, diperlukan adanya ijin komite etik untuk memberikan jaminan bahwa subyek penelitian diperlakukan dengan etis dan hak-haknya terpenuhi sebagai pasien. Bila izin komite etik telah diberikan, maka akan dikeluarkan surat persetujuan etik yang disebut ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Ethical clearance adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh komite

etik penelitian untuk riset yang melibatkan makhluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan) yang menyatakan bahwa suatu proposal riset secara layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu (Astuti dan Nurochmad, 2010).

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi tanaman yang dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA), Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa sampel termasuk spesies Ipomoea batatas L. Poir, suku Convolvulaceae.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia 4.2.1 Hasil Pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan organoleptis serbuk simplisia yaitu berwarna hijau kecoklatan atau hijau gelap, berbau lemah dan tidak berasa.

4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopis

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun ubi jalar ungu menunjukkan adanya fragmen stomata tipe parasitik, hablur kalsium oksalat berbentuk roset, rambut penutup dan fragmen pembuluh kayu.

4.2.3 Hasil pemeriksaan standarisasi simplisia

Hasil pemeriksaan meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam pada serbuk simplisia daun ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 4.1.

(47)

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan standarisasi simplisia daun ubi jalar ungu

No Parameter Simplisia (%)

Syarat MMI (%)

1 Kadar air 7,29% < 10

2 Kadar sari yang larut dalam air 27,88% > 27 3 Kadar sari yang larut dalam etanol 9,25% > 9

4 Kadar abu total 5,87% < 9,5

5 Kadar abu yang tidak larut asam 0,37% < 2

Hasil standarisasi simplisia memenuhi persyaratan pada Materia Medika Indonesia Jilid V (1989) yaitu diperoleh kadar air 7,29%, kadar sari larut air 27,88%, kadar sari larut etanol 9,25%, kadar abu total 5,87%, dan kadar abu tidak larut asam 0,37%.

Penetapan kadar air bertujuan untuk memberi batasan minimum atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan karena kadar air yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan jamur dan reaksi enzimatis (Depkes RI., 2000). Hasil penetapan kadar air ini berkaitan dengan penyimpanan simplisia dalam jangka panjang, kadar air yang memenuhi syarat yang telah ditentukan akan dapat disimpan lebih lama dan terhindar dari pertumbuhan jamur (Depkes RI., 2000).

Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air (polar). Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air seperti glikosida, karbohidrat dan protein. Penetapan kadar sari larut etanol untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam etanol, baik polar maupun non polar.

Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, steroid/triterpenoid dan dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak dan saponin

(48)

(Depkes RI., 1985). Pada penelitian ini didapat kandungan sari larut etanol lebih tinggi dari pada kadar sari larut air.

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal (abu fisiologis) yang berasal dari jaringan itu sendiri yang berasal dari sampel (Depkes RI., 2000).

4.3 Hasil Ekstraksi Daun Ubi Jalar Ungu

Hasil simplisia dari 3 kg daun ubi jalar ungu segar yaitu 730 g (rendemen 24,3%). Hasil ekstraksi dari 500 g simplisia daun ubi jalar ungu dengan menggunakan pelarut etanol 70%, kemudian dipekatkan sampai diperoleh ekstrak kental sebanyak 58,80g (rendemen 11,76%).

4.4 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia

Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia terhadap simplisia daun ubi jalar ungu menunjukkan bahwa daun ubi jalar ungu mengandung golongan senyawa kimia yang terlihat pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Hasil uji skrining fitokimia simplisia daun ubi jalar ungu.

No Pemeriksaan Simplisia

1 2 3 4 5 6

Steroid/Triterpenoid Alkaloid Glikosida Flavonoid

Tanin Saponin

+ - + + + + Keterangan : + = mengandung golongan senyawa

- = tidak mengandung golongan senyawa

Hasil pemeriksaan golongan senyawa diatas menunjukkan bahwa simplisia daun ubi jalar ungu mengandung senyawa steroid/triterpenoid, glikosida, flavonoid, tanin, dan saponin.

(49)

Hasil Pemeriksan steriod/triterpenoid pada simplisia daun ubi jalar ungu adalah positif steroid dengan penambahan pereaksi Liebermann-Burchard memberikan warna hijau. Pemeriksaan alkaloid terhadap simplisia daun ubi jalar ungu menunjukkan hasil yang negatif, dengan penambahan pereaksi Mayer, pereaksi Dragendortff dan dengan pereaksi Bouchardat tidak ada memeberikan endapan. Pemeriksaan senyawa tanin adalah positif pada simplisia daun ubi jalar ungu dengan penambahan FeCl3 yaitu memberikan endapan berwarna hijau.

Pemeriksaan saponin pada simplisia daun ubi jalar ungu terbentuk busa setinggi 1,5 cm dan tidak hilang setalah penambahan HCl 2N. Menurut Harbone (1987), pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi atau memekatkan ekstrak merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin.

4.5 Penetapan Konsentrasi Krim 2%

Hasil orientasi yang telah dilakukan dari beberapa konsentrasi krim anti- aging daun ubi jalar ungu yaitu 1%, 2%, dan 4%, seluruhnya memberikan hasil

yang baik, namun berdasarkan pertimbangan efisiensi maka dipilihlah konsentrasi 2%.

4.6 Hasil Pemeriksaan Terhadap Mutu Sediaan Krim 4.6.1 Hasil pemeriksaan homogenitas

Hasil pengamatan homogenitas dari semua sediaan krim ekstrak etanol daun ubi jalar ungu dan blanko dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 55.

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui bahan-bahan sediaaan krim apakah dapat terdistribusi secara merata. Berdasarkan hasil pengamatan homogenitas krim ekstrak etanol daun ubi jalar ungu menunjukkan bahwa sediaan krim yang di buat tidak terdapat butiran kasar pada gelas objek,

Referensi

Dokumen terkait

Eines der ersten Dokumente, das in der EU entstanden ist und den Lehrern eine gute Ausbildung ermöglicht ist das Dokument Common European Principles for Teacher Competences

Teknik pengambilan gambar yang dilakukan dengan ketinggian kamera sejajar dengan dasar atau atas kedudukan objek atau dengan ketinggian yang lebih rendah dari dasar kedudukan

Pada Gambar 1 dan 2, terlihat bahwa (1) Data uji harus mencakup seluruh kondisi yang diinginkan oleh auditor, baik data yang sah maupun data yang tidak sah ( error );

Dengan koefisien determinasinya adalah 59,1% hal ini menjelaskan bahwa Peranan Audit Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Komputer adalah sebesar 59,1% dan sisanya, yaitu 100%

Puji syukur dipersembahkan kepada Allas SWT, atas rahmat, berkah, inayah dan hidayah yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tugas Akhir yang berjudul

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ialah analisis chi square untuk mengetahui adanya perbedaan preferensi konsumen terhadap buah jeruk lokal dan jeruk

Perumahan merupakan satu komponen penting dalam pembangunan ekonomi di mana ia telah menjadi dasar kerajaan untuk menyediakan rumah bagi setiap rakyat. Rancangan Malaysia

Faktor kegagalan penjualan unit kedai dipasaran dipengaruhi oleh faktor makro seperti ekonomi, demografi dan politik serta fakrot mikro seperti lokasi,