• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA Pengantar. Tim Peneliti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KATA Pengantar. Tim Peneliti"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA Pengantar

Laporan ini merupakan Laporan Akhir dari pelaksanaan pekerjaan “Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna”. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang/Coremap Fase II) dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya Perairan dan Lingkungan (BPP-PSPL) Universitas Riau.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata bahari, menganalisis peruntukan jenis kegiatan wisata bahari di masing-masing lokasi tersebut (rekreasi pantai, selam dan pancing), dan menganalisis aksesibilitas masing-masing lokasi.

Selanjutnya kami mengucapkan terimakasih kepada Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang/Coremap Fase II) yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk melaksanakan pekerjaan ini. Hal yang sama disampaikan kepada semua pihak yang telah telah banyak memberikan bantuan sehingga tersusunnya laporan ini.

Pekanbaru, Desember 2006

Tim Peneliti

Badan Penelitian dan Pengembangan

Pengelolaan Sumberdaya Perairan dan

Lingkungan (BPP-PSPL) Universitas Riau

(3)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI ii

DAFTAR Isi

Halaman KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii BAB I PENDAHULUAN ... 1-1 1.1. Latar Belakang ... 1-1 1.2. Tujuan ... 1-3 1.3. Luaran ... 1-3 1.4. Manfaat ... 1-3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2-1 2.1. Kepariwisataan ... 2-1 2.2. Ekoturisme ... 2-2 2.3. Wisata Bahari ... 2-3 2.4. Zonasi Kawasan Wisata ... 2-5 2.5. Partisipasi Masyarakat ... 2-6 BAB III METODOLOGI... 3-1 3.1. Ruang Lingkup ... 3-1 3.1.1. Daerah Penelitian ... 3-1 3.1.2. Tahap Kegiatan ... 3-3 3.2. Pengumpulan Data ... 3-4 3.3. Analisa Data ... 3-5 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH ... 4-1 4.1. Administrasi Pemerintahan ... 4-1 4.2. Geografi ... 4-3 4.3. Kondisi Iklim ... 4-4 4.4. Aksessibilitas ... 4-4 4.5. Kependudukan ... 4-5 4.6. Karakteristik Sosial Ekonomi ... 4-13 4.7. Karakteristik Sosial Budaya ... 4-14 BAB V KONDISI EKOLOGI DAN SOSIAL ... 5-1

5.1. Kondisi Terumbu Karang ... 5-1 5.2. Ikan Karang ... 5-3 5.3. Hutan Bakau ... 5-5 5.4. Biota Lainnya ... 5-6 5.5. Kualitas Perairan ... 5-6 5.6. Gelombang dan Arus ... 5-8

(4)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI iii

5.7. Kondisi Pantai ... 5-10 5.8. Aktivitas Masyarakat di Kawasan ... 5-10 5.9. Potensi Konflik ... 5-11 5.10. Persepsi Masyarakat ... 5-11 5.10.1. Kawasan I ... 5-11 5.10.2. Kawasan II ... 5-12

5.10.3. Kawasan III ... 5-12 5.10.4. Kawasan IV ... 5-13

5.11. Tata Ruang ... 5-14 BAB VI PENENTUAN LOKASI WISATA BAHARI ... 6-1 6.1. Kawasan I ... 6-1 6.1.1. Potensi Wisata Bahari ... 6-1 6.1.2. Aksessibilitas ... 6-3 6.1.3. Infrastruktur Penunjang ... 6-3 6.1.4. Waktu Berkunjung ... 6-3 6.1.5. Kondisi Objek Wisata ... 6-3 6.2. Kawasan II ... 6-8 6.2.1. Potensi Wisata Bahari ... 6-8 6.2.2. Aksessibilitas ... 6-8 6.2.3. Infrastruktur Penunjang ... 6-10 6.2.4. Waktu Berkunjung ... 6-10 6.2.5. Kondisi Objek Wisata ... 6-10

6.3. Kawasan III ... 6-17 6.3.1. Potensi Wisata Bahari ... 6-17

6.3.2. Aksessibilitas ... 6-17 6.3.3. Infrastruktur Penunjang ... 6-17 6.3.4. Waktu Berkunjung ... 6-19 6.3.5. Kondisi Objek Wisata ... 6-19 6.4. Kawasan IV ... 6-23 6.4.1. Potensi Wisata Bahari ... 6-23 6.4.2. Aksessibilitas ... 6-23 6.4.3. Infrastruktur Penunjang ... 6-25 6.4.4. Waktu Berkunjung ... 6-25 6.4.5. Kondisi Objek Wisata ... 6-25 BAB VII ARAH KEBIJAKAN ... 7-1 7.1. Kawasan I ... 7-1 7.2. Kawasan II ... 7-2 7.3. Kawasan III ... 7-4 7.4. Kawasan IV ... 7-5 BAB VIII ARAH KEBIJAKAN ... 8-1 DAFTAR PUSTAKA

(5)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI iv

DAFTAR Tabel

Tabel Halaman

3.1. Metoda Pengumpulan Data ... 3-4 3.2. Metoda Analisis Data... 3-5 4.1. Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT

Menurut Kecamatan Tahun 2005 ... 4-1 4.2. Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT

Menurut Kecamatan Bunguran Utara Tahun 2005 ... 4-2 4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT

Menurut Kecamatan Bunguran Barat Tahun 2005 ... 4-2 4.4. Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT

Menurut Kecamatan Bunguran Timur Tahun 2005 ... 4-3 4.5. Ketinggian Kecamatan-kecamatan di Pulau Bunguran dari Permukaan

Laut Tahun 2005 ... 4-3 4.6. Data Iklim Pulau Bunguran Tahun 2005 ... 4-4 4.7. Penduduk Menurut Jenis Kelamin per Kecamatan di Pulau Bunguran

Hingga Tahun 2005 ... 4-5 4.8. Banyaknya Rumah Tangga, Penduduk, dan Rata-Rata Penduduk Per

Rumah Tangga Tahun 2005 ... 4-6 4.9. Banyaknya Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Menurut

Kecamatan Tahun 2005 ... 4-7 4.10. Rumah Tangga dan Penduduk Tetap Menurut Desa/Kelurahan di

Kecamatan Bunguran Barat Tahun 2005 ... 4-8 4.11. Rumah Tangga dan Penduduk Tetap Menurut Desa/Kelurahan di

Kecamatan Bunguran Utara Tahun 2005 ... 4-8 4.12. Rumah Tangga dan Penduduk Tetap Menurut Desa/Kelurahan di

Kecamatan Bunguran Timur Tahun 2005 ... 4-9 4.13. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2005 .. 4-9 4.14. Penduduk Pulau Bunguran Menurut Agama Tahun 2005 ... 4-11 4.15. Banyaknya Tempat Peribadatan Menurut Jenis dan Kecamatan di Pulau

Bunguran Tahun 2005 ... 4-11 4.16. Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Tahun 2005 ... 4-12 4.17. Banyaknya Sekolah di Lingkungan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten

Natuna Menurut Jenis Sekolah dan Kecamatan Tahun 2005 ... 4-12 4.18. Banyaknya Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas

Keliling, dan Balai Pengobatan Tahun 2005 ... 4-13

(6)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI v

5.1. Substrat Lereng Terumbu pada Masing-masing Kawasan ... 5-2 5.2. Kelimpahan dan Keragaman Ikan Karang ... 5-4 5.3. Jenis Ikan Karang Ekonomis ... 5-4 5.4. Kerapatan dan Keragaman Pohon ... 5-5 5.5. Jenis Vegetasi Mangrove ... 5-5 5.6. Hasil Pengukuran dan Analisa Kualitas Perairan ... 5-7 5.7. Tingkat Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Pengembangan

Kawasan Wisata Bahari Kawasan I ... 5-11 5.8. Tingkat Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Pengembangan Wisata

Bahari di Kawasan II ... 5-12 5.9. Tingkat Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Pengembangan Wisata

Bahari di Kawasan III ... 5-13 5.10. Tingkat Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Pengembangan Wisata

Bahari di Kawasan IV ... 5-13

(7)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI vi

DAFTAR Gambar

Gambar Halaman

3.1. Peta Kawasan Studi ... 3-2 5.1. Grafik Trend Kondisi Karang Hidup pada Kawasan I ... 5-3 6.1. Peta Lokasi Wisata Selam (Kawasan I) ... 6-2 6.2. Peta Lokasi Wisata Pantai, Renang dan Pancing (Kawasan II) ... 6-9 6.3. Peta Lokasi Wisata Pantai dan Renang (Kawasan III) ... 6-18 6.4. Peta Lokasi Wisata Selam dan Pancing (Kawasan IV) ... 6-24

(8)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 1-1

Bab

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia dan tidak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km persegi yang tersebar luas dari perairan kawasan Barat Indonesia sampai kawasan Timur Indonesia. Wilayah Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis ekosistem terumbu karang merupakan tempat berbagai organisme yang berasosiasi dengannya untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Disamping itu keberadaan ekosistem terumbu karang dapat melindungi pantai dari gelombang dan abrasi. Sedangkan secara ekonomi, ekosistem terumbu karang yang indah merupakan objek wisata bahari yang menarik serta merupakan daerah “fishing ground” yang potensial terutama bagi nelayan tradisional.

Kabupaten Natuna memiliki kekayaan dan keragaman sumberdaya perikanan dan kelautan, seperti potensi perikanan sebesar 1.197.520 ton (Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Natuna, 2005). Disamping itu hasil interpretasi Citra Landsat TM 7 tahun 2000 diketahui bahwa luas Fringging Reef 82.138 ha, Patch reef 65.380 ha, atol; 2.140 ha dan mangrove 2.127 ha. Sementara itu berdasarkan interpretasi Citra Landsat tahun 2002 (Laporan Potensi Sumberdaya Peisisir dan Pulau-Pulau Kecil) diperoleh luas dan sebaran terumbu karang di Kabupaten Natuna 318.292 km2. Juga

(9)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 1-2

terdapat potensi 272 buah pulau-pulau kecil yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Namun potensi yang sangat besar ini belum mampu memberikan konstribusi berarti bagi masyarakat pesisir khususnya nelayan lokal.

Pulau Bunguran merupakan pulau terbesar yang terdapat di wilayah Kabupaten Natuna, di pulau ini terletak Kota Ranai sebagai ibu kota Kabupaten Natuna. Pulau Bunguran dan pulau-pulau kecil disekelilingnya mempunyai potensi wisata bahari yang menarik seperti pantai pasir, bebatuan cadas yang besar dan bentuknya menarik, perairannya jernih, kondisi terumbu karang yang masih bagus dan jenis-jenis ikan yang cukup banyak dengan bentuk dan warna yang menarik.

Potensi wisata bahari tersebut dapat dijual kepada wisatawan untuk dinikmati keindahannya. Para wisatawan tidak semata-mata disuguhi pertunjukan tari-tarian dan acara kebudayaan penduduk setempat, tetapi keindahan alam yang mempesona mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Hal ini dapat menarik minat mereka untuk tinggal lebih lama dan lebih banyak membelanjakan uangnya. Jika kondisi dapat terwujud, maka kegiatan wisata bahari disuatu suatu lokasi tertentu dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

Semua potensi wisata yang ada tidak akan dapat diakses oleh wisatawan tanpa didukung oleh ketersediaan informasi, sarana dan prasarana pendukung yang memadai. Untuk itu di dalam pengembangan suatu kawasan wisata termasuk wisata bahari, harus direncanakan secara holistik. Memadukan pengembangan semua potensi wisata bahari termasuk infrastrukturnya merupakan konsep yang relevan.

Dalam konsep ini semua potensi wisata termasuk sektor perikanan tidak semata- mata dipandang sebagai sektor produksi, akan tetapi juga merupakan suatu kegiatan yang dapat dijadikan sebagai objek wisata/rekreasi yang dipadukan dengan potensi lain seperti flora, fauna yang ada, keindahan alam dan fenomena alam lainnya.

Untuk mendukung konsep perencanaan tersebut diatas, dibutuhkan data tentang lokasi potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata bahari dan jenis wisata apa yang cocok di masing-masing lokasi tersebut (rekreasi pantai, selam, pancing dan sebagainya). Atas dasar inilah “Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna” urgen untuk dilaksanakan.

(10)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 1-3

1.2. Tujuan

Tujuan dari Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna adalah untuk :

1. Mengidentifikasi lokasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata bahari.

2. Menganalisis peruntukan jenis kegiatan wisata bahari di masing-masing lokasi tersebut (rekreasi pantai, selam dan pancing).

3. Menganalisis aksesibilitas masing-masing lokasi.

1.3. Luaran

Luaran dari Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna adalah:

1. Lokasi potensial untuk kegiatan wisata bahari.

2. Jenis kegiatan wisata bahari di masing-masing lokasi.

3. Akses masing-masing lokasi.

4. Peta masing-masing lokasi.

1.4. Manfaat

Manfaat dari Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna adalah:

1. Tersedianya data dan informasi yang dapat dipergunakan sebagai basis perencanaan pengembangan wisata bahari .

2. Dapat menjadi motivasi bagi dinas terkait untuk mengembangkan wisata bahari di Pulau Bunguran.

3. Tersebarnya informasi tentang potensi wisata bahari yang ada di Pulau Bunguran kepada berbagai pihak.

4. Tersedianya informasi tentang peluang usaha baru yang berkaitan dengan kegiatan wisata bahari.

(11)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 2-1

Bab

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepariwisataan

Belakangan ini kita dihadapkan pada suatu tantangan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, yaitu masalah industri pariwisata yang pertumbuhannya menunjukkan grafik yang selalu meningkat. Dengan adanya kecenderungan yang demikian perlu dipikirkan kebijaksanaan yang perlu diambil, agar industri pariwisata yang selalu dikatakan sebagai katalisator dalam pembangunan, dapat mendukung perekonomian Negara tanpa menimbulkan pengaruh negative. Selain itu dikatakan pula bahwa pariwisata sebagai suatu industri tidak hanya sebagai sumber devisa bagi negara, tetapi juga sebagai faktor yang menentukan lokasi industri dan sangat membantu perkembangan daerah-daerah yang miskin dalam sumber-sumber alam (Oka, 1997).

Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam hal mencari tempat-tempat untuk bersenang-senang, ada kecenderungan pada negara-negara sedang berkembang untuk menjadikan cahaya matahari (sunshine) dan laut (sea or ocean) sebagai daya tarik untuk berkunjung ke daerah tersebut. Dengan cara demikian pembangunan kepariwisataan menjadi suatu yang mudah untuk pembangunan ekonomi, yaitu dengan hanya mengeksploitasi keindahan alam untuk mengatasi kesukaran dalam defisit neraca pembayaran yang dialaminya. Alasan utama pengembangan pariwisata pada suatau daerah tujuan wisata, baik secara lokal, regional atau ruang lingkup nasional pada suatu negara erat kaitannya dengan pembangunan perekonomian daerah atau negara tersebut. Dengan perkataan lain, pengembangan kepariwisataan pada suatu daerah tujuan wisata selalu akan diperhitungkan dengan keuntungan dan manfaat bagi rakyat banyak.

(12)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 2-2

Dikatakan juga bahwa dengan adanya kegiatan kepariwisataan akan timbul hasrat dan keinginan untuk memelihara semua aset wisata. Industri pariwisata dikatakan sebagai industri tanpa cerobong asap yang bebas dari polusi dan pencemaran lainnya, walaupun kegiatan kepariwisataan banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, transportasi dan komunikasi, tetapi tempat-tempat yang menjadi pemusatan wisatawan itu selalu menghendaki suasana nyaman, bersih dan aman dan memiliki linkungan yang terpelihara sehingga tercipta suasana harmonis dan menyenangkan bagi semua pengunjung.

2.2. Ekoturisme

Western (1995) menjelaskan bahwa akar dari ekoturisme terletak pada wisata alam dan wisata ruang terbuka. Masyarakat ekoturisme memberikan suatu defenisi yang sedikit lebih penuh yaitu ekoturisme adalah perjalanan bertanggung jawab kewilayah-wilayah alami, yang melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Selain itu pengertian ekoturisme adalah hal tentang menciptakan dan memuaskan suatu keinginan akan alam, tentang mengeksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan dan tentang mencegah dampak negatif terhadap ekologi, kebudayaan dan keindahan.

Ekoturisme sebagai suatu bagian logis dari pembangunan yang berkelanjutan, memerlukan pendekatan berbagai disiplin, perencanaan yang hati-hati (baik secara fisik maupun pengelolaan) dan pedoman-pedoman serta peraturan tegas yang dapat menjamin pelaksanaan yang berkelanjutan, hanya melalui keterlibatan lintas sektoral ekoturisme akan dapat benar-benar mencapai tujuannya, yaitu pemerintah dan pegusaha swasta, masyarakat lokal dan LSM, semuanya memiliki peranan penting (Lascurain, 1995).

Lindberg dan Huber (1995), mengatakan bahwa ekowisata telah menarik perhatian yang besar karena kemampuanya menghasilkan keuntungan-keuntungan ekonomi baik bagi konservasi maupun terhadap pembangunan daerah pedesaan. Di banyak daerah, ekowisata telah memberikan kontribusi penting dalam kedua bidang tersebut. Meskipun demikian, hal ini juga menunjukan bahwa masih banyak yang harus dilakukan.

(13)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 2-3

Andersen (1995), berpendapat kriteria umum berikut ini sebagai suatu pedoman bagi standar yang lebih rinci dalam hubungannya dengan isu-isu setempat yang spesifik dan ciri-ciri ekologis dari suatu kawasan tertentu, yaitu :

• Letakkan bangunan-bangunan dan struktur-struktur pada tempat yang tidak memerlukan penebangan pohon-pohon penting dan menekan serendah mungkin gangguan terhadap objek-objek alam lainnya.

• Sistem jalan setapak seharusnya memperhatikan pola perjalanan dan habitat hidup liar.

• Garis-garis pantai dan pinggiran laut lainnya seharusnya tidak dibersihkan secara intensif dari vegetasi.

• Persilangan antara jalan setapak dengan sungai-sungai dan aliran air diusahakan seminim mungkin.

• Pelihara daerah bervegetasi di sekitar danau-danau, kolam-kolam, sungai-sungai dengan aliran periodik sebagai jalur penyaringan untuk menekan serendah mungkin aliran permukaan dari sedimen-sedimen dan limbah.

Selain itu Andersen (1995), menyimpulkan bahwa jika lingkungan dapat dipandang sebagai sumber pustaka yang tidak terbatas, maka sarana ekowisata dapat dianggap sebagai suatu tatanan laboratorium yang khas bagi para ekowisatawan untuk memperoleh pengetahuan. Sarana ekowisata yang dirancang dengan benar akan menjadi jendela bagi kesadaran umat manusia dunia.

2.3. Wisata Bahari

Wheat (1994) dalam LIPI COREMAP II (2005) berpendapat bahwa wisata bahari adalah pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. Kegiatan wisata ada yang memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung dan tidak langsung. Jenis-jenis wisata yang secara langsung memanfaatkan wilayah pesisir antara lain: berperahu, berenang, snorkling, menyelam dan pancing. Sedangkan jenis-jenis wisata yang secara tidak langsung memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan antara lain: Kegiatan olahraga pantai dan Piknik menikmati atmosfer laut.

(14)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 2-4

Orientasi pemanfaatan pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan kawasan secara terpadu dalam usaha mengembangkan kawasan wisata. Aspek kultural dan fisik merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan saling mendukung sebagai suatu kawasan wisata bahari. Gunn (1994) dalam LIPI COREMAP II (2005) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan pada empat aspek yaitu: mempertahankan kelestarian lingkungannya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut,.

menjamin kepuasan pengunjung, meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya. Selain keempat aspek di atas, supaya bermakna, setiap kawasan perlu perencanaan secara spasial karena kemampuan daya dukung untuk setiap kawasan berbeda-beda. Secara umum, ragam daya dukung wisata bahari meliputi daya dukung ekologis, fisik, sosial dan rekreasi.

Daya dukung ekologis merupakan tingkat maksimal penggunaan suatu kawasan (Pigram, 1983 dalam Nurisyah et al., 2001 dalam LIPI COREMAP II, 2005).

Daya dukung fisik merupakan kawasan wisata yang menunjukkan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam area tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas. Daya dukung sosial adalah kawasan wisata yang dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana melampauinya akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan. Sedangkan daya dukung reakreasi merupakan konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan kemampuan kawasan.

Dalem (2001) dan LIPI COREMAP II (2005) berpendapat bahwa prasyarat utama agar ekowisata sukses adalah ketepatan dalam menentukan target pasar.

Segmentasi pasar untuk ekowisata teridiri dari:

a. Generasi tua (silent), yaitu wisatawan yang berusia 54-64 tahun. Kelompok wisatawan ini cukup kaya/mampu, biasanya berpendidikan tinggi dan tidak memiliki tanggungan anak, serta dapat bepergian dalam 4 minggu.

(15)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 2-5

b. Generasi eksekutif muda (baby boom), yaitu wisatawan yang merupakan eksekutif muda yang sukses berusia antara 35-54 tahun. Wisatawan kelompok ini suka bepergian bersama keluarga dan anak-anakynya (menghabiskan waktu berkisar 2-3 minggu). Bepergian menurut bagi kelompok ini tujuannya adalah mengurangi stres.

c. Generasi “X”, yaitu wisatawan yang berusia antara 18-29 tahun dan sangat menyenangi kegiatan ekowisata sebagai layaknya backpakers. Biasanya kelompok wisatawan ini adalah mahasiswa yang dapat melakukan kegiatan bepergian selama 3-12 bulan dengan pengeluaran per bulan berkisar antara US$ 300-500 (Sudarto, 1999).

2.4. Zonasi Kawasan Wisata

Secara ideal harus ada kemampuan material dan kemampuan bisnis profesional untuk menyediakan wisata yang berkualitas dengan tipe yang spesifik misalnya wisata laut, penjelajahan sungai, menyelam, lintas alam, atau peternakan dengan suatu izin untuk beroperasi di suatu wilayah tertentu (Wallance, 1995).

Untuk memperbaiki suatu kawasan wisata yang dilindungi dari pengunjung wisata, maka zonasi harus dilakukan, baik untuk melindungi sumber-sumber daya dan untuk memberikan keragaman pengalaman-pengalaman yang tersedia bagi pengunjung. Dengan cara yang sama, pemantauan harus melihat kepada dampak (positif dan negatif), baik terhadap lingkungan biofisik dan terhadap pengalaman pengunjung. (Driver et al., 1987; Graefe et al., 1990; Stankey et al., 1985).

Wallance (1995) mengilustrasikan kemungkinan dan kebutuhan akan zonasi, maka akan nampak suatu spektrum zonasi yang bervariasi secara hipotesis untuk wilayah ekowisata. Spektrum zonasi tersebut antara lain:

o Pedesaan. Pedesaan mungkin mencakup semua wilayah yang bersebelahan dengan taman wisata, dimana taman wisata tersebut bekerja dengan pemilik lahan perorangan untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan wisata.

o Zonasi Intensif/rekreasi. Zonasi ini mungkin mencakup areal-areal rekreasi yang berkembang di taman wisata dekat masyarakat lokal atau lokasi-lokasi yang berkaitan dengan taman wisata tapi berada di dalam komunitas masyarakat.

Zona ini dirancang untuk pengunjung dalam jumlah besar.

(16)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 2-6

o Zona Intensif/alami. Zona ini akan mencakup lokasi-lokasi kunjungan dengan nilai-nilai yang menyolok dalam hal kehidupan liar, ekosistem, atau riwayat kultural dan natural, tetapi dengan kendala sumberdaya yang hanya bertaraf sedang-sedang saja. Zona ini cenderung mengarah pada lokasi-lokasi dengan berbagai jarak dari kota-kota pelabuhan.

o Zona Ekstensif/ natural. Zona ini akan mencakup lokasi-lokasi dengan nilai-nilai yang menonjol dalam hal kehidupan liar, ekosistem, serta nilai sejarah kultural atau natural, dengan kendala sumber daya yang lebih bersifat spesifik terhadap lokasi.

Lokasinya mempunyai jarak yang bervariasi dari kota-kota pelabuhan.

o Semiprimitif. Zona ini mencakup wilayah-wilayah pedalaman atau pantai-pantai yang terpencil, yang biasanya pada pulau-pulau yang lebih besar yang tidak berpenghuni. Zona ini berjarak lebih dari 1 mil dari setiap jalan atau wilayah pantai yang bisa dilalui kendaraan bermotor.

o Asli/ilmiah. Zona ini merupakan pulau-pulau atau bagian-bagian pulau dimana nilai ekosistemnya adalah tertinggi dengan tanpa atau sangat sedikit introduksi- introduksi spesies eksotik. Biasanya zona ini terpencil dan tidak berpenghuni, serta mempunyai kendala sumberdaya lebih spesifik lagi dari lokasi.

2.5. Partisipasi Masyarakat

Brandon (1995), mengemukakan bahwa sepuluh isu spesifikasi yang kritis untuk menumbuhkan partisipasi berdasarkan kemasyarakatan dalam wisata alam, antara lain :

1. Peranan partispasi lokal

2. Pemberian penguasaan sebagai tujuan 3. Partisipasi dalam siklus proyek

4. Penciptaan pemegang saham

5. Pengkaitkan keuntungan dengan pelestarian 6. Penyebaratakan keuntungan

7. Pelibatkan pemimpin masyarakat 8. Punakan agen-agen perubahan 9. Pahami kondisi-kondisi yang spesifik 10. Pengawasan dan penilaian dari kemajuan

(17)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 2-7

Pada tahun-tahun belakangan ini, ada penekanan terhadap perencanaan dan perancangan proyek-proyek ekowisata, bukan hanya sekedar memberikan kegiatan- kegiatan ekowisata berlangsung berdasar pada kekuatan pasar semata seperti yang sebelum terjadi, Ada persetujuan yang luas akan “pentingnya perencanaan yang berhati-hati untuk menghindari sejumlah efek-efek samping yang negatif dari pariwisata” (Lascurain, 1991). Selanjutnya dikemukkan bahwa salah satu alasan bagi banyak proyek ekowisata adalah bahwa ekowisata dapat meningkatkan aksi konservasi dengan menunjukkan pentingnya daerah-daerah alami untuk menghasilkan pemasukan dari wisatawan.

Selanjutnya dijelaskan bahwa ekowisata bukan saja merupakan cabang industri perjalanan paling cepat tumbuh, tetapi juga disambut sebagai suatu pendekatan baru yang potensial untuk melindungi wilayah-wilayah rimba yang labil dan terancam serta menyediakan peluang pengembangan masyarakat bagi penduduk di negara yang berkembang.

Horwich et al., 1995 Ekowisata yang benar harus didasarkan atas sistem pandang yang mencakup didalamnya prinsip kesinambungan dan pengikutsertaan partisipasi masyarakat setempat di dalam areal-areal potensial untuk pengembangan ekowisata. Ekowisata harus dilihat sebagi suatu usaha bersama antara masyarakat setempat dan pengunjung dalam usaha melindungi lahan-lahan (wild lands) dan aset budaya biologi melalui dukungan terhadap pembangunan masyarakat setempat.

Pembangunan masyarakat ini berarti upaya memperkuat kelompok-kelompok masyarakat setempat untuk mengontrol dan mengelola sumber daya yang sangat bernilai dengan cara-cara yang tidak hanya dapat melestarikan sumberdaya akan tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan kelompok tersebut secara sosial, budaya dan ekonomi.

(18)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 3-1

Bab

3

METODOLOGI

3.1. Ruang Lingkup 3.1.1. Daerah Penelitian

Untuk keperluan Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, ditetapkan lokasinya terletak Pulau Bunguran dan pulau-pulau kecil sekitarnya. Secara rinci lokasi penelitian dibagi menjadi 4 kawasan yaitu :

1. Kawasan I (Pulau Bunga, Tg. Buton dan Pulau Panjang) termasuk wilayah Desa Kelarik Utara Kecamatan Bunguran Utara.

2. Kawasan II (Pantai Tanjung, Pulau Senoa dan Sepempang) termasuk wilayah Desa Tanjung dan Sepempang Kecamatan Bunguran Timur

3. Kawasan III (Pantai Cemaga) termasuk Desa Cemaga Kecamatan Bunguran Timur.

4. Kawasan IV (Pulau Dedap, Pulau Kumbik dan Pulau Mawang) termasuk wilayah Desa Sededap, Pulau Tiga dan Sabang Mawang Kecamatan Bunguran Barat/Kecamatan Pulau Tiga. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

(19)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 3-2

Gambar 3.1. Peta Kawasan Studi

(20)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 3-3

3.1.2. Tahap Kegiatan

Dalam pelaksanaan Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna dilakukan pertahapan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan; meliputi penyelesaian administrasi kontrak, rencana kerja, surat- surat keterangan untuk penugasan personil dan sebagainya. Selain itu penyediaan bahan dan peralatan termasuk penyediaan peta dasar dan mobilisasi.

2. Pengumpulan data; data sekunder bersumber dari berbagai hasil penelitian terdahulu yang relevan dan hasil diskusi dengan instansi terkait. Sedangkan data primer diperoleh dari penelitian lapangan. Secara keseluruhan aspek yang akan diteliti adalah :

• Kondisi umum wilayah penelitian : geografis, administratif, topografi, iklim, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, komposisi penduduk menurut umur/kelamin/matapencaharian, perekonomian desa, sosial budaya, sarana dan prsarana (ekonomi/perdagangan, ibadah, kesehatan, pendidikan telekomunikasi, listrik dan air bersih).

• Kondisi Sumberdaya Alam: terumbu karang, ikan, mangrove, biota dan pantai.

• Fisik Kimia air : arus, suhu, pH, D0, salinitas, kecerahan, nitrat, phosfat dan silikat.

• Gelombang dan arus

• Sosial ekonomi dan budaya : Aktivitas masyarakat di kawasan, konflik dan potensi konflik serta persepsi masyarakat terhadap rencana lokasi wisata bahari.

• Aksessibilitas (kondisi jalan, jembatan, jarak, alat dan ketersediaan transportasi serta waktu tempuh).

• Aspek Kebijakan Pemerintah (kebijakan tata ruang dan kepariwisataan)

3. Analisa dan pembahasan, pada tahap ini dilakukan analisis semua data secara holistik sehingga dapat dikeluarkan apa yang menjadi luaran studi ini.

4. Penyusunan draf laporan 5. Workshop

6. Penyusunan Laporan Akhir.

(21)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 3-4

3.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk kebutuhan Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Metoda Pengumpulan Data

No. Aspek Variabel Metoda 1. Kondisi

umum daerah penelitian

Geografis, administratif, topografi, iklim, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, komposisi

penduduk menurut umur/kelamin/matapencaharian,

perekonomian desa, sosial budaya, sarana dan prasarana (ekonomi/perdagangan, ibadah, kesehatan, pendidikan, listrik, air bersih dan telekomunikasi).

Pencatatan data sekunder dan observasi

1. Terumbu karang Pencatatan data sekunder atau pengukuran dengan metoda RRA

2. Ikan (Jumlah dan jenis) Pencatatan data sekunder, Visual sensus dan wawancara

3. Mangrove (Jenis dan kerapatan) Pencatatan data sekunder atau pengukuran dengan metoda transek

2. Kondisi sumberdaya alam

4. Pantai (Luas, bentuk pantai, warna pasir dan jenis batuan)

Observasi dan pengukuran

3. Fisik Kimia air

Arus, Suhu, pH, D0, Salinitas dan Kecerahan

Pencatatan data sekunder dan atau pengukuran insitu dan analisa laboratorium

4. Biologi Hewan-hewan penggangu (misalnya

penyebab gatal) Observasi dan data sekunder

5. Sosial ekonomi dan budaya

Aktifitas pembangunan disekitarnya, akses masyarakat ke kawasan, konflik dan potensi konflik serta persepsi masyarakat terhadap rencana lokasi wisata bahari

Observasi, wawancara terstruktur dan wawancara mendalam

6. Aksessibilitas Kondisi jalan, jembatan, jarak, alat dan ketersediaan transportasi serta waktu tempuh

Observasi dan wawancara

7. Kebijakan

Pemerintah Kebijakan tata ruang dan kepariwisataan Pencatatan data sekunder

(22)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 3-5

3.3. Analisis Data

Data yang dihasilkan dari penelitian ini akan dianalisis dengan cara seperti dijelaskan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Metoda Analisis Data

No. Data Metoda Analisis 1. Kondisi umum daerah penelitian Deskriftif kuantitatif dan kualitatif

2. Kondisi terumbu karang Life form

3. Ikan Deskriftif kuantitatif dan kualitatif 4. Kondisi mangrove Deskriftif kuantitatif dan kualitatif 5. Kondisi Pantai Deskriftif kualitatif

6. Fisika Kimia air Deskriptif dengan membandingkan baku mutu air laut untuk wisata bahari

7. Kondisi sosial ekonomi dan

budaya Deskriftif kuantitatif dan kualitatif 8. Aksessibilitas Deskriptif kualitatif

9. Kebijakan daerah Deskriptif kualitatif

Sedangkan kriteria kesesuaian lokasi untuk jenis kegiatan wisata bahari dipergunakan kriteria :

a. Wisata Selam :

• Keragaman jenis dan bentuk pertumbuhan karang

• Struktur terumbu karang (kedalaman 5 – 20 m)

• Keragaman ikan karang tinggi

• Terdapat jenis biota unik

• Kecerahan tinggi

• Fisik kimia air

• Tidak ada hewan pengganggu b. Wisata Pancing :

• Adanya jenis ikan tertentu yang menjadi daya tarik

• Gelombang dan arus

(23)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 3-6

c. Wisata Pantai :

• Bentuk pantai flet/landai

• Jenis pasir putih

• Gelombang dan arus

• Kualitas air

(24)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-1

Bab

4

KONDISI UMUM WILAYAH

4.1. Administrasi Pemerintahan

Secara admnistratif pemerintahan, Pulau Bungungan terdiri dari tiga kecamatan yang meliputi Kecamatan Bunguran Utara, Kecamatan Bunguran Barat dan Kecamatan Bunguran Timur yang masing-masingnya membawahi 1 kelurahan (kecuali Kecamatan Bunguran Utara yang tidak memiliki kelurahan) dan beberapa desa. Berdasarkan data yang diperoleh, administrasi pemerintahan di Pulau Bunguran dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut.

Tabel 4.1. Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT Menurut Kecamatan Tahun 2005

No. Kecamatan Kelurahan Desa Dusun/

Lingkungan RK/RW RT

1. Bunguran Utara - 3 8 12 32

2. Bunguran Barat 1 8 16/2 38 120 3. Bunguran Timur 1 10 25/2 48 155 Sumber : Kantor Bupati Kabupaten Natuna

Dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya yang terdapat di Pulau Bunguran, maka Kecamatan Bunguran Utara dapat dikatakan memiliki jumlah desa/kelurahan yang lebih sedikit dimana jumlah desa/kelurahan di kecamatan ini hanya mencakup 3 desa saja yaitu Desa Kelarik Barat, Desa Kelarik dan Desa Kelarik Utara. Secara keseluruhan Kecamatan Bunguran Utara hanya memiliki 8 dusun, 12 RW dan 32 RT. Data jumlah desa/kelurahan di Kecamatan Bunguran Utara selanjutnya ditampilkan dalam Tabel 4.2. berikut.

(25)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-2

Tabel 4.2. Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT Menurut Kecamatan Bunguran Utara Tahun 2005

No. Desa/Kelurahan Dusun/ Lingkungan RK/RW RT

1. Kelarik Barat 2 3 6

2. Kelarik 3 4 13

3. Kelarik Utara 3 5 13

Jumlah 8 12 32

Sumber : Kantor Bupati Kabupaten Natuna

Secara administrasi pemerintahan Kecamatan Bunguran Barat tediri dari 1 kelurahan dan 8 desa yang secara keseluruhan memiliki 18 dusun, 38 RK/RW dan 120 RT seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.3. berikut.

Tabel 4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT Menurut Kecamatan Bunguran Barat Tahun 2005

No. Desa/Kelurahan Dusun/ Lingkungan RK/RW RT

1. Sededap 2 2 5

2. Sabang Mawang 3 8 19

3. Pulau Tiga 2 4 10

4. Sedanau Timur 2 4 9

5. Sedanau Baru 1 2 10

6. Batubi Jaya 2 5 19

7. Gunung Putri 2 4 15

8. Sedanau 2 6 25

9. Mekar Jaya 2 3 8

Jumlah 18 38 120

Sumber : Kantor Bupati Kabupaten Natuna

Kecamatan Bunguran Timur merupakan kecamatan yang paling banyak memiliki jumlah desa/kelurahan dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya di Pulau Bunguran. Kecamatan Bunguran Timur secara keseluruhan memiliki 11 desa/kelurahan dengan 27 buah dusun, 48 RK/RW dan 155 RT. Data ini selanjutnya ditampilkan pada Tabel 4.4. berikut.

(26)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-3

Tabel 4.4. Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT Menurut Kecamatan Bunguran Timur Tahun 2005

No. Desa/Kelurahan Dusun/ Lingkungan RK/RW RT

1. Cemaga 3 4 19

2. Sungai Ulu 2 4 16

3. Ranai 2 6 37

4. Harapan Jaya 2 5 13

5. Tapau 2 4 8

6. Air Lengit 2 4 11

7. Ceruk 4 4 11

8. Sepempang 2 3 9

9. Tanjung 3 6 12

10. Kelanga 3 6 12

11. Pengadah 2 2 7

Jumlah 27 48 155

Sumber : Kantor Bupati Kabupaten Natuna

4.2. Geografi

Ketinggian Pulau Bunguran dari permukaan laut cukup bervariasi antar kecamatan, berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pertanahan tahun 2005, ketinggian Pulau Bunguran secara umum berkisar antara 3 – 959 mdpl yang ditampilkan pada Tabel 4.5. berikut ini:

Tabel 4.5. Ketinggian Kecamatan-kecamatan di Pulau Bunguran dari Permukaan Laut Tahun 2005

No. Kecamatan Tinggi (meter)

1. Bunguran Utara 3 – 500

2. Bunguran Barat 3 500

3. Bunguran Timur 3 – 959

Sumber : Kantor Bupati Kabupaten Natuna

Dari Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa ketinggian wilayah dari permukaan laut tertinggi di Pulau Bunguran adalah Kecamatan Bunguran Timur yang memiliki ketinggian hingga 959 mdpl. Relif permukaan tanah (bentuk topografi) cukup bervariasi mulai dari datar, berombak terjal dan curam. Kondisi ini disebabkan oleh adanya satu perbukitan yang melintasi kecamatan ini.

(27)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-4

4.3. Kondisi Iklim

Sebagai bagian dari daerah tropis, Pulau Bunguran memiliki temperatur rata- rata dalam setahun berkisar antara 23oC hingga 31oC sementara curah hujan di Pulau Bunguran cukup tinggi yaitu lebih kurang 137,6 mm pada tahun 2005. Bulan basah adalah bulan yang memiliki curah hujan kumulatif dalam satu bulan lebih dari 200mm dan bulan kering kurang dari 100 mm, maka kondisi curah hujan di Pulau Bunguran tergolong memiliki curah hujan selama 12 bulan. Untuk lebih jelasnya tentang keadaan iklim yang meliputi curah hujan, kelembaban, lama penyinaran dan suhu di lokasi penelitian dapat dilihat dalam Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Data Iklim Pulau Bunguran Tahun 2005

Temperatur Udara (oC)

Tekanan Udara (MBS)

Kelembaban Udara

(oC)

Kecepatan Angin Bulan

Rata-rata

Harian Rata-rata

Harian Rata-rata Harian

Arah Angin

Rata-rata Harian

Penyinaran Matahari

(%)

Curah Hujan (mm)/hari

Januari 26,2 1010,3 81 N 8 48 32,4 / 11 Februari 27,3 1010,2 81 N 8 52 1,0 / 5 Maret 27,5 1010,5 80 NE 8 60 31,3 / 6 April 27,3 1009,0 83 NE 5 79 154,7 / 11 Mei 27,4 1008,6 81 SE 4 75 158,3 / 21 Juni 27,5 1009,1 83 SW 6 68 97,6 / 18 Juli 27,5 1009,4 79 SW 6 68 127,7 / 23 Agustus 27,4 1007,2 77 SW 7 64 123,7 / 18 September 27,1 1006,9 85 SE 8 54 160,6 / 15 November 27,0 1010,2 87 SW 8 56 65,4 / 14 Desember 26,2 1006,5 91 NE 8 36 216,9 / 26

Rerata 26,8 1005,8 90 NE 10 54 436,6 / 25

Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika, Ranai 2005

4.4. Aksessibilitas

Untuk mencapai ibu Kota Kabupaten Natuna (Ranai) terdapat transportasi reguler udara dan laut. Transportasi udara menuju pangkalan udara Ranai dilakukan sebanyak 1 kali PP dalam sehari dengan jadwal penerbangan sebanyak 6 kali dalam seminggu. Ada dua alternative rute penerbangan yaitu Pekanbaru - Batam - Ranai serta rute Pekanbaru - Tanjungpinang - Ranai, masing dengan waktu penerbangan selama 2,5 jam.

(28)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-5

Sementara itu untuk jalur laut dapat menggunakan Kapal PELNI (KM. BUKIT RAYA) sebanyak 2 kali dalam sebulan dengan trayek Jakarta - Tanjung Pinang - Natuna (Jemaja - Siantan - Ranai - Midai - Serasan) Pontianak PP. Perjalanan ini juga bisa dengan menggunakan Kapal Perintis milik Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Alternative lain dapat dengan menggunakan Kapal Ferry sebanyak 4 kali dalam sebulan dengan rute Tanjungpinang - Jemaja - Siantan - Sedanau – Ranai PP atau dengan menggunakan armada pelayaran rakyat (kapal barang) pada waktu tertentu dari Tanjungpinang atau dari Pontianak dan Pemangkat Kalimantan Barat.

4.5. Kependudukan

Di Pulau Bunguran terdapat 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Bunguran Utara, Barat, Timur. Jumlah penduduk di Pulau Bunguran merupakan jumlah penduduk di tiga kecamatan tersebut. Jumlah penduduk di Pulau Bunguran berdasarkan jenis kelamin ditampilkan dalam Tabel 4.7. berikut

Tabel 4.7. Penduduk Menurut Jenis Kelamin per Kecamatan di Pulau Bunguran Hingga Tahun 2005

No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. Bunguran Utara 1.974 1.822 3.796 2. Bunguran Barat 7.724 7.348 15.072 3. Bunguran Timur 12.800 12.091 24.891

Jumlah 22.498 21.261 43.759

Persentase 51,41 48,59 100,00 Sumber : Dinas Pendaftaran Penduduk Kabupaten Natuna

Dari Tabel 4.7. dapat diketahui bahwa di Pulau Bunguran, penduduk yang mendominasi adalah penduduk berkelamin laki-laki dengan jumlah mencapai 22.498 jiwa atau 51,41 % dari total penduduk secara kesluruhan, sedangkan penduduk dengan jenis kelamin perempuan hanya 48,59 % saja. Selanjutnya jika dilihat dari sisi jumlah rumah tangga dan jumlah jiwa per rumah tangga, ditampilkan pada Tabel 4.8 berikut.

(29)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-6

Tabel 4.8. Banyaknya Rumah Tangga, Penduduk, dan Rata-Rata Penduduk Per Rumah Tangga Tahun 2005

No. Kecamatan Banyaknya Rumah

Tangga Penduduk Rata-Rata Penduduk Per Rumah Tangga 1. Bunguran Utara 912 3.796 4,16 2. Bunguran Barat 3.781 15.072 3,99 3. Bunguran Timur 6.770 24.891 3,68

Jumlah 11.463 43.759 11,83

Rerata 4 Sumber : Dinas Pendaftaran Penduduk Kabupaten Natuna

Dari Tabel 4.8. dapat diketahui bahwa secara keseluruhan jumlah penduduk per rumah tangga di Pulau Bunguran secara merata di tiap-tiap kecamatan adalah 4 jiwa. Sebaran penduduk di Pulau Bunguran dapat dikatakan tidak merata. Penduduk pada umumnya terpusat pada satu titik lokasi. Bila dibandingkan antara tiga kecamatan yang ada, maka dapat dilihat bahwa penduduk paling banyak bermukim di Kecamatan Bunguran Timur dengan jumlah penduduk mencapai 24.891 jiwa, sedangkan di Kecamatan Bunguran Utara dengan luas yang tidak begitu jauh berbeda, jumlah penduduk hanya berjumlah 3.796 jiwa saja. Ketidakmerataan penduduk ini disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah jenis mata pencaharian, lokasi mata pencaharian, akses jalan yang sulit dan lain sebagainya.

Jumlah jiwa per kecamatan akan berimplikasi pada kepadatan penduduk per kecamatan, semakin tinggi jumlah penduduk maka akan semakin tinggi kepadatannya. Demikian juga di Pulau Bunguran. Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggi adalah Kecamatan Bunguran Timur yaitu mencapai 4 jiwa per kilometer, diikuti oleh Kecamatan Bunguran Barat dengan jumlah kepadatan sebaganyak 20 jiwa per kilometer, sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Bunguran Utara dimana tingkat kepadatan hanya 9 jiwa per kilometer. Namun, secara keselurahan di Pulau Bunguran, kepadatan hanya berjumlah 23 jiwa per kilometer. Data kepadatan penduduk selanjutnya ditampilkan pada Tabel 4.9. berikut.

(30)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-7

Tabel 4.9. Banyaknya Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Menurut Kecamatan Tahun 2005

No. Kecamatan Luas (Km2) Banyaknya Penduduk

Kepadatan Penduduk (Per Km2) 1. Bunguran Utara 412,13 3.796 9,21 2. Bunguran Barat 719,55 15.072 20,95 3. Bunguran Timur 622,08 24.891 40,01

Jumlah 1.753,76 43.759 70,17

Rerata 23 Sumber : Dinas Pendaftaran Penduduk Kabupaten Natuna

Penduduk di Pulau Bunguran umumnya terdiri penduduk lokal dan penduduk pendatang. Penduduk pendatang dapat digolongkan lagi menjadi dua golongan yaitu penduduk pendatang yang menetap, penduduk pendatang yang untuk sementara waktu menetap, dan penduduk pendatang yang tidak menetap sama sekali.

Penduduk pendatang yang menetap umumnya adalah penduduk pendatang yang memiliki mata pencaharian di Pulau Bunguran dan dengan berbagai asalan memilih untuk menetap, sedangkan penduduk pendatang menetap lainya adalah penduduk pendatang yang mempunyai kegiatan di Pulau Bunguran dan memilih untuk menetap yang selanjutnya berasimilasi dengan penduduk lokal baik melalui pernikahan atau memilih untuk menetap dan berkembang di Pulau Bunguran.

Penduduk yang untuk sementara waktu menetap adalah penduduk yang memiliki berbagai kegiatan di Pulau Bunguran dan dikarenakan beberapa hal memilih untuk sementara waktu menetap di Pulau Bunguran, setelah pekerjaannya selesai dia memutuskan untuk kembali ke daerahnya atau melanjutkan ke daerah lain, sedangkan penduduk yang tidak menetap ádalah penduduk yang bepergian ke Pulau Bunguran dan kemudian akan melanjutkan atau kembali lagi ke daerahnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Natuna Tahun 2005, maka diperoleh data yang ditampilkan pada Tabel 4.10. berikut.

(31)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-8

Tabel 4.10. Rumah Tangga dan Penduduk Tetap Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Bunguran Barat Tahun 2005

Penduduk No. Desa/ Kelurahan Rumah Tangga

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Sededap 173 404 351 755

2. Sabang Mawang 607 1.262 1.061 2.323 3. Pulau Tiga 358 785 731 1.516 4. Sedanau Timur 260 559 504 1.063 5. Sedarat Baru 162 427 450 877 6. Batubi Jaya 351 983 883 1.866 7. Gunung Putri 129 731 717 1.448 8. Sedanau 1.446 2.176 2.218 4.394

9. Mekar Jaya 175 397 433 830

Total 3.781 7.724 7.348 15.072 Sumber : Dinas Pendaftaran Penduduk Kabupaten Natuna

Dari Tabel 4.10. dapat diketahui bahwa di Kecamatan Bunguran Barat, seluruh penduduknya merupakan penduduk yang menetap baik yang berasal dari penduduk lokal maupun penduduk pendatang yang kemudian memutuskan untu menetap di Kecamatan Bunguran Barat.

Hampir sama dengan penduduk di Kecamatan Bunguran Barat, maka penduduk di Kecamatan Bunguran Utara merupakan penduduk menetap. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, data penduduk menetap di Kecamatan Bunguran Utara ditampilkan dalam Tabel 4.11. berikut.

Tabel 4.11. Rumah Tangga dan Penduduk Tetap Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Bunguran Utara Tahun 2005

Penduduk No. Desa/ Kelurahan Rumah Tangga

Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. Kelarik Barat 143 389 413 802

2. Kelarik 436 942 825 1.767

3. Kelarik Utara 333 643 584 1.227

Total 912 1.974 1.822 3.796 Sumber : Dinas Pendaftaran Penduduk Kabupaten Natuna

Demikian juga halnya di Kecamatan Bunguran Timur, penduduk yang ada adalah penduduk yang sepenuhnya tinggal dan menetap di kecamatan ini. berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, data penduduk menetap di Kecamatan Bunguran Utara ditampilkan dalam Tabel 4.12. berikut ini.

(32)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-9

Tabel 4.12. Rumah Tangga dan Penduduk Tetap Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Bunguran Timur Tahun 2005

Penduduk No. Desa/ Kelurahan Rumah Tangga

Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. Cemaga 660 1.186 1.167 2.353 2. Sungai Ulu 494 954 899 1.853 3. Ranai 3.454 6.586 6.273 12.859 4. Harapan Jaya 286 538 486 1.024

5. Tapau 188 408 389 797

6. Air Lengit 206 391 341 732

7. Ceruk 305 573 511 1.084

8. Sepempang 354 632 636 1.268

9. Tanjung 337 670 596 1.266

10. Kelanga 362 650 592 1.242

11. Pengadah 124 212 201 413

Total 6.770 12.800 12.091 24.891 Sumber : Dinas Pendaftaran Penduduk Kabupaten Natuna

Selanjutnya jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Pulau Bunguran dapat dilihat pada Tabel 4.13. berikut ini:

Tabel 4.13. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2005

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

0 – 4 3.995 4.289 8.284

5 – 9 4.162 4.414 8.576

10 – 14 4.319 4.758 9.077

15 – 19 4.977 4.393 9.370

20 – 24 3.803 4.590 8.393

25 – 29 4.554 4.109 8.663

30 – 34 3.584 3.020 6.604

35 – 39 2.958 3.431 6.389

40 – 44 3.691 2.988 6.679

45 – 49 2.280 2.052 4.332

50 – 54 1.869 1.880 3.749

55 – 59 1.400 1.069 2.469

60 - 64 796 1.295 2.091

65 – 69 994 497 1.491

70 – 74 443 342 785

75 + 297 426 723

Total 44.122 43.553 87.675 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna Tahun 2005

(33)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-10

Dari Tabel 4.13. dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Pulau Bunguran merupakan penduduk dalam masa usia produktif (jumlah penduduk yang memiliki umur antara 20 - 54 tahun) dengan jumlah mencapai 44.809 atau mencapai 51,11 % dari dari total jumlah penduduk, diikuti oleh penduduk yang belum produkti dengan jumlah 35.305 jiwa atau 40,27 % dan penduduk yang tidak produktif lagi dengan jumlah hanya 7.559 jiwa atau hanya 8,62 % saja.

Bila kita lihat secara seksama dan dihubungkan dengan potensi wisata bahari yang bisa dikembangkan di Pulau Bunguran dengan ketersediaan tenaga kerja, maka jelas potensi ini dapat di kembangkan, namun demikian, jelas diperlukan dipertimbangkan lagi faktor-faktor selain tenaga kerja. Hal ini perlu dilakukan agar potensi wisata yang nantinya akan dikembangkan tidak berhenti di tengah jalan malainkan terus berlanjut sehingga akan dapat memberikan dapak positif bagi masyarakat dan pemerintah di Pulau Bunguran.

Tatanilai dan norma suatu wilayah dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah keyakinan, tingkat pendidikan, nilai adat-istiadat yang diturunkan oleh leluhur, asimilasi dengan kaum pendatang yang bermukim di suatu daerah dan lain sebagainya, begitu juga halnya di Pulau Bunguran. Pulau Bunguran didiami oleh berbagai jenis etnis dan dari berbagai daerah di Indonesia yang membentuk suatu masyarakat yang majemuk dan terdiri dari berbagai jenis kebudayaan yang melebur menjadi satu. Namun demikian, berdasarkan dari data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, maka etnis melayu sebagai etnis pribumi masih mendominasi pulau ini, sehingga kebudayaan melayu masih menjadi sentral atau pusat budaya tempat kebudayaan lainnya berasimilasi.

Berdasarkan keyakinan yang dianut, maka penduduk di Pulau Bunguran menganut lima keyakinan yang berbeda yaitu Islam, Katolik, Protestan, Buddha dan Hindu dengan jumlah yang berbeda yang ditampilkan dalam Tabel 4.14. berikut

(34)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-11

Tabel 4.14. Penduduk Pulau Bunguran Menurut Agama Tahun 2005

Agama No. Kecamatan

Islam Katolik Kristen

Protestan Hindu Buddha Jumlah 1. Bunguran Utara 1.186 - - - - 1.186 2. Bunguran Barat 13.776 18 200 4 284 14.282 3. Bunguran Timur 23.927 138 344 41 377 24.827 Sumber : Kantor Departemen Agama Kabupaten Natuna

Kualitas hidup beragama yang baik tidak terlepas dari sarana dan prasana peribadatan di Pulau Bunguran yang memadai bagi penyelenggaran peribadatan dari masing-masing agama dengan kondisi yang layak untuk digunakan. Pembangunan sarana dan prasarana peribadatan di tiap kecamatan di Pulau Bunguran pada umumnya berasal dari swadaya masyarakat dari masing-masing pemeluk agama disamping donatur lainnya.

Kehidupan beragama di tiap-tiap kecamatan yang ada selama ini berjalan dengan harmonis, saling menghormati antara satu pemeluk agama dengan agama lainnya sehingga tidak terjadi persinggungan antara umat beragama.

Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Natuna tahun 2005, dalam Tabel 4.15. berikut ini ditampilkan data jumlah dan jenis sarana dan prasarana penunjang kegiatan keagamaan yang terdapat di tiap kecamatan di Pulau Bunguran.

Tabel 4.15. Banyaknya Tempat Peribadatan Menurut Jenis dan Kecamatan di Pulau Bunguran Tahun 2005

Gereja No. Kecamatan Mesjid Musholla/

Langgar Katolik Protestan Vihara Pura 1. Bunguran Utara 9 5 - - - - 2. Bunguran Barat 27 26 1 - 1 - 3. Bunguran Timur 35 47 2 - 1 - Sumber : Kantor Departemen Agama Kabupaten Natuna

Ditinjau dari tingkat pendidikan, maka komposisi penduduk di tiap kecamatan yang ada di Pulau Bunguran terdiri dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga tamatan perguruan tinggi. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ditampilkan pada Tabel 4.16. berikut.

(35)

LAPORAN AKHIR, Kajian Potensi Wisata Bahari di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, BPP-PSPL UNRI 4-12

Tabel 4.16. Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Tahun 2005

Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan Laki-Laki Perempuan Jumlah Tidak / Belum Tamat SD 8.262 8.012 16.274

SD 14.966 14.936 29.902

SMTP (Umum dan Kejuruan) 6.531 5.475 12.006

SMTA (Umum) 3.912 2.967 6.609

Diploma I/II 198 155 353

Akademi / Diploma III 267 99 366 Universitas / Diploma IV 420 409 829

Total 34.556 31.783 66.339 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna Tahun 2005

Dari Tabel 4.16. dapat diketahui bahwa komposisi penduduk di tiap kecamatan yang ada di Pulau bunguran paling banyak adalah penduduk dengan tingkat pendidikan pada tingkat sekolah dasar. Trend yang ada menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin rendah jumlah penduduk yang mencapainya.

Kualitas pendidikan dan kuantitas atau jumlah orang terdidik di suatu kawasan salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan di wilayahnya, namun faktor ini bukanlah faktor dominan yang dari berbagai faktor yang ada. Demikian pula dengan keberadaan pendidikan di taip-tiap kecamatan di Pulau Bunguran. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabuapten Natuna Tahun 2005 diketahui jumlah sarana dan prasarana pendidikan yang ada di tiap kecamatan di Pulau Bunguran ditampilkan dalam Tabel 4.17. berikut ini:

Tabel 4.17. Banyaknya Sekolah di Lingkungan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Natuna Menurut Jenis Sekolah dan Kecamatan Tahun 2005

Jenis Sekolah No. Kecamatan

TK SD SLTP/MTS SMA/MA SMK

1. Bunguran Utara 1 5 1 1 -

2. Bunguran Barat 4 22 6 3 1

3. Bunguran Timur 5 27 7 3 2

Sumber : Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Natuna

Gambar

Gambar 3.1.  Peta Kawasan Studi
Tabel 3.2.  Metoda Analisis Data
Tabel 4.2.   Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT  Menurut Kecamatan Bunguran Utara Tahun 2005
Tabel 4.4.   Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT  Menurut Kecamatan Bunguran Timur Tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut fuqaha dari kalangan mazhab hanafi, zina adalah hubungan seksual yang dilakukan seorang laki-laki secara sadar terhadap perempuan yang disertai nafsu

yang juga terus memotivasi penulis dalam penyelesaian laporan ini.. Kepada semua pihak yang telah banyak memberikan

Setyaningsih, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah menyetujui penyusunan skripsi ini, dan sekaligus sebagai

Preferensi mahasiswa pada koreksi elisitasi berdasarkan pendapat mereka bahwa mereka tahu kalau memiliki kesalahan tetapi dosen memberikan kesempatan untuk memperbaikinya

Peran social support (dukungan sosial) yang berasal dari rekan kerja lebih besar dibandingkan psychological well-being terhadap self-determination guru dalam

Penelitian ini mencoba menelusuri latar belakang Abdullah Saeed dalam melakukan kritik terhadap persoalan ini, bentuk dari kritik yang dilakukan dan implikasi

Secara khusus mengeta- hui tingkat pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai (bahan baku makanan, tem- pat penyimpanan makanan, cara pengolahan makanan, cara pengangkutan,