• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN I KAWASAN METROPOLITAN: KONSEP DAN DEFINISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAGIAN I KAWASAN METROPOLITAN: KONSEP DAN DEFINISI"

Copied!
355
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN I

KAWASAN METROPOLITAN:

KONSEP DAN DEFINISI

(2)
(3)

1

Pendahuluan

PERTUMBUHAN PENDUDUK

Suatu laporan dari The Comparative Urban Studies Project di Woldrow Wilson pada tahun 2006 menuliskan bahwa telah terjadi pertambahan penduduk perkotaan di dunia dengan sangat berarti, pada tahun 2000, 41 persen dari penduduk dunia tinggal di perkotaan, pada tahun 2005, 50 persen penduduk dunia tinggal di perkotaan. Sementara itu laporan dari United Nations dan World Bank juga menunjukkan perkembangan yang relatif tinggi untuk penduduk di negara berkembang, dikatakan dalam laporan tersebut bahwa pada tahun 2050, lebih dari 85 persen penduduk di dunia akan hidup di negara berkembang dan 80 persen dari penduduk di negara berkembang tersebut akan hidup di perkotaan.

United Nations memperkirakan bahwa jumlah penduduk perkotaan di Afrika, Asia dan Amerika Latin akan naik dua kali lipat dalam 30 tahun mendatang (sejak tahun 2003), naik dari 1,9 miliar di tahun 2000 menjadi 3,9 miliar di tahun 2030. Hampir semua negara di dunia mengalami proses urbanisasi yang sangat cepat seperti terlihat pada GAMBAR 1 - 1. Meskipun demikian, statistik yang berhasil dikumpulkan menunjukkan bahwa negara-negara di Asia mempunyai angka kenaikan absolut yang paling tinggi dalam beberapa tahun ke depan.

Proses urbanisasi di dunia tersebut akan terus berlanjut dan di beberapa kota urbanisasi ini juga tercermin pada perubahan luas kawasan perkotaannya. Keadaan tersebut menyebabkan ukuran kota menjadi hal yang perlu mendapat perhatian. Berapa besar ukuran geografis suatu kota? Ukuran besar kota ini menjadi perhatian karena pada daerah-daerah administratif yang bersebelahan dan telah berciri kota akan membentuk konurbasi1 dan menjadi suatu “kota” yang sangat besar. Fenomena ini di beberapa literatur sering disebut sebagai Metropolitan, Extended Metropolitan ataupun Megalopolis (Mc Gee, dan Robison 1995, Jones, 2002; Montgomery, dkk, 2003,

1

(4)

Doxiadis, 1969). Adanya istilah-istilah ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakter di antara kota-kota di dunia jika dilihat dari ukurannya2.

GAMBAR 1 - 1 Perkiraan dan Proyeksi Penduduk di Perkotaan dan Perdesaan di Dunia Tahun 1950 – 2030

Sumber: United Nations 2002

GAMBAR 1 - 2 Perkiraan dan Proyeksi Persentasi Penduduk Perkotaan per Kawasan Tahun 1950-2030

Sumber: UNCHS 2001

2

Secara lebih mendalam definisi metropolitan ini akan dibahas di Bab 2. Dalam buku ini, kecuali jika dijelaskan lain, istilah kota besar dan metropolitan akan digunakan bersama-sama.

Tolona

0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 W o rl d A fr ic a A s ia E u ro p e L a tin A m e ri c a N o rt h e rn A m e ri c a O c e a n ia Kawasan P e n d u d u k k o ta ( x 0 0 0 ) 2000 2015 2030 0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 4,000,000 4,500,000 5,000,000 1950 1960 1970 1980 1990 2000 2010 2020 2030 Year T o ta l P o p u la ti o n ( th o u s a n d s ) urban rural

Source: World Urbanization Prospects 2001 Kota Desa Tahun J u m la h P e n d u d u k ( ri b u a n )

(5)

Pendahuluan 5

Salah satu contoh dari penggabungan kawasan kota-kota menjadi suatu kawasan perkotaan yang besar adalah Kota Meksiko. Meksiko mendefinisikan Kota Meksiko dalam Distrik Federal dengan mengikutsertakan daerah adminsitratif di sebelah kota intinya hingga penduduk perkotaannya yang dihitung dalam Larger Meksiko City Metropolitan Area mencapai 17,9 juta jiwa (Montgomery dkk, 2003). Beberapa kota lain di dunia juga menunjukkan fenomena yang sama, yaitu kota besar biasanya terjadi karena bersatunya beberapa daerah administratif yang telah menjadi kota karena pertambahan penduduk dan pertambahan fasilitas perkotaannya.

Sebagai gambaran bahwa kota bisa menjadi sangat besar karena bersatunya beberapa daerah adminsitratif yang berdekatan menjadi kawasan perkotaan yang besar, dapat ditunjukkan melalui perbandingan beberapa kota di Asia (lihat TABEL 1 - 1).

TABEL 1 - 1 Perbandingan dari Dua Perkiraan Jumlah Penduduk dan Pertumbuhannya di Empat Extended Metropolitan Regions (EMRs) di Asia

Bangkok Jakarta Manila Taipei

1980 1990 1980 1990 1980 1990 1980 1990 Jumlah Penduduk Aglomerasi perkotaan 4.723 5.901 5.985 7.650 5.955 7.968 2.217 2.711 Kota inti 4.697 5.876 6.481 8.223 5.926 7.948 2.268 2.761 Kawasan dalam 1.947 2.706 5.413 7.676 2.820 4.107 3.070 4.035 Kawasan luar 2.513 3.061 t.d t.d 2.932 3.908 709 7.533 Seluruh kawasan EMR 9.157 11.643 11.894 15.899 11.678 15.963 6.047 7.533 Rata-rata pertumbuhan 1980-1990 Aglomerasi perkotaan 2,22 2,45 2,91 2,01 Kota inti 2,33 2,38 2,93 1,96 Kawasan dalam 3,29 3,49 3.,75 2,73 Kawasan luar 2,40 t.d 2,87 0,65 Seluruh EMR 2,40 2,90 3,12 2,22 Sumber: Montgomery, dkk. (2003)

Catatan: Data untuk aglomerasi dari UN 2001; data lain dari Jones 2002.

TABEL 1 - 1 menunjukkan bahwa kota-kota menjadi semakin besar dengan mengikutsertakan kawasan di sekelilingnya. Secara geografis ukuran kota-kota ini sangat beragam, yang jika dilihat dari jumlah penduduk saja tidak bisa segera diketahui besaran kota secara geografis. Mega urban dapat saja membentang dari 100 km persegi hingga 200 km persegi hingga 200 – 10.000 km persegi atau lebih(Hamer 1994, seperti ditulis dalam Rosan dkk., 2005). Untuk Jakarta Extended Metropolitan Region, pada tahun

(6)

2000 jumlah penduduknya telah mencapai 21,95 juta jiwa dengan kepadatan 3.432 jiwa per km persegi3, yang berarti luas kawasan kotanya mencapai sekitar 6.396 km persegi.

TABEL 1 - 2 Jumlah dan rata-rata pertumbuhan penduduk di beberapa kota di dunia

Jumlah Penduduk (ribuan) Tingkat Pertumbuhan Pengelompokan Kota

dan Desa 1975 1995 2015 1975-1995 1995-2015 Negara Berkembang

Beijing, Cina 8545 11299 15572 1,4 1,6 Bombay, India 6856 15138 26218 4,0 2,8 Buenos Aires, Argentina 9144 11802 13856 1,3 0,8

Kairo, Mesir 6079 9690 14418 2,4 2,0 Kalkuta, India 7888 11923 17305 2,1 1,9 Delhi, India 4426 9948 16860 4,1 2,7 Daka, Bangladesh 1925 8545 19486 7,7 4,2 Hangzhou, Cina 1097 4207 11407 7,0 5,1 Hyderabad, India 2086 5477 10489 4,9 3,3 Istambul, Turki 3601 7911 12328 4,0 2,2 Jakarta, Indonesia 4814 8621 13923 3,0 2,4 Karaci, Pakistan 3983 9733 19377 4,6 3,5 Lagos, Nigeria 3300 10287 24640 5,8 4,5 Lahore, Pakistan 2399 5012 10047 3,8 3,5 Metro Manila, Filipina 5000 9286 14657 3,1 2,3 Meksiko, Meksiko 11236 16562 19180 2,0 0,7 Rio de Janeiro, Brazil 7854 10181 11860 1,3 0,8 Sao Paulo, Brazil 10047 16533 20320 2,5 1,0 Seoul, Republik Korea 6808 11609 12980 2,7 0,6 Shanghai, Cina 11443 13584 17969 0,9 1,4

Teheran, Iran 4274 6836 10309 2,4 2,1

Tianjin, Cina 6160 9415 13530 2,1 1,8

Negara Maju

Los Angeles, Amerika 8926 12410 14217 1,7 0,7 New York, Amerika 15880 16332 17602 0,1 0,4 Osaka, Jepang 9844 10609 10609 0,4 0,0 Tokyo, Jepang 19771 26959 28887 1,6 0,3 Sumber: United Nation 1998 dalam Rosan dkk., 2005

Kawasan perkotaan yang melewati batas administratif menunjukkan bahwa dalam pengelolaan kawasan tersebut diperlukan kerjasama yang baik antara daerah-daerah administratif pembentuk kawasan perkotaan. Beberapa kota besar di dunia mempunyai

3

(7)

Pendahuluan 7

kerjasama antar daerah yang diwujudkan dalam kelembagaan formal yang mempunyai wewenang tertentu di dalam pengelolaan dan perencanaan fasilitas pelayanan perkotaan. Dalam laporan yang sama (Rosan dkk., 2005) disebutkan bahwa United Nations pada tahun 1998 memperkirakan pertumbuhan kota-kota di Asia dan Afrika akan mengalami pertumbuhan yang hampir sama. India menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat demikian juga Pakistan dan Bangladesh. Hangzhou di Cina mengalami rata-rata pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, disusul oleh Daka di Bangladesh. Menarik untuk dicermati bahwa kota di atas 10 juta jiwa terus berkembang dan sebagian berada di Asia dan Afrika yang termasuk dalam negara-negara sedang berkembang dan masih mengalami kesulitan di dalam melakukan pelayanan perkotaan (lihat TABEL 1 - 2).

PERSOALAN-PERSOALAN YANG DIHADAPI KOTA-KOTA BESAR (METROPOLITAN) Perkembangan jumlah penduduk yang besar tentu harus menjadi perhatian, karena tidak semua kota mampu memberikan pelayanan yang mencukupi, apalagi jika pertambahan penduduk yang besar tersebut juga disertai dengan pertambahan luas kota yang harus dilayani. Pelayanan yang rendah ini terutama dialami oleh kota-kota di negara berkembang. Dalam suatu laporan (Rosan dkk., 2005) dikatakan bahwa sekitar 30 persen penduduk perkotaan di negara berkembang tidak mempunyai akses pada air bersih, dan 50 persen tidak mempunyai sistem sanitasi yang baik, yang terlihat pada permukiman dalam bentuk slum dan squatter4.

Banyaknya slum dan squatter juga menjadi persoalan yang harus dihadapi oleh kota-kota besar tersebut. Laporan dari UN Habitat (2003) menunjukkan bahwa 64 persen lingkungan slum akan berada di negara-negara Asia, dengan keadaan yang sangat buruk. Di Indonesia, kawasan kumuh ini juga menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu, yang paling mencolok adalah perubahan kawasan kumuh ini jika dilihat dari kepemilikan tanahnya yang tidak jelas5. Sementara itu di kota-kota besar tersebut juga terjadi kesenjangan yang besar antara yang kaya dan miskin yang juga tergambarkan dalam segregasi ruang perumahannya. Terdapat pengelompokan dalam enclave-enclave perumahan bagi masyarakat kaya di samping slum yang dihuni oleh kaum miskin perkotaan. Keadaan tersebut menurut beberapa pendapat menjadi salah satu penyebab konflik di perkotaan (Winarso, 2005).

Kota-kota besar tersebut menghadapi pula persoalan ekonomi, terutama dalam menyediakan lapangan pekerjaan formal bagi masyarakatnya. Walaupun demikian penelitian di beberapa kota di dunia menunjukkan bahwa ekonomi perkotaan memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Di Meksiko misalnya, lima kota besarnya menyumbang 53 persen dari pertambahan nilai (value added) pada aktivitas industri, komersial dan jasa-jasa; kelima kota tersebut sebenarnya

4

Slum diartikan sebagai permukiman yang kumuh; tidak mempunyai akses yang baik pada air bersih dan sanitasi, padat dan tidak teratur, walaupun sebagian besar penduduknya mampu menunjukkan legalitas kepemilikan lahan dan rumahnya. Squatter mengacu pada ilegalitas kepemilikan lahannya, di negara berkembang, squatter identik dengan slum dalam arti kekumuhannya, sementara di negara maju squatter tidak mesti merupakan pemukiman kumuh.

5

(8)

hanya ditempati oleh 28 persen penduduk Meksiko (Montgomery et all, 2003). Di Indonesia sumbangan ekonomi perkotaan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional juga cukup besar; 30 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional disumbang oleh hanya 14 kota besar6. Sementara itu sektor informalnya7 sulit untuk diketahui, walaupun dipercaya sangat besar dan seperti di beberapa negara berkembang, merupakan “katup penyelamat” bagi ekonomi nasionalnya, perannya terhadap ekonomi nasional sering tidak terbaca dengan baik. Montgomery, dkk. (2003) mengutip Arnaud (1998) misalnya, menunjukkan bahwa 70 persen dari pekerjaan yang ada pada kota-kota di Afrika Barat adalah pekerjaan di sektor informal.

Selain itu, metropolitan juga menghadapi masalah lingkungan hidup. Kualitas lingkungan menurun tajam dapat terlihat dari besarnya tingkat polusi di kota-kota tersebut akibat kemacetan lalu lintas dan sistem transportasi umum yang tidak baik. Penurunan kualitas lingkungan juga terlihat dari penyediaan infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi (lihat TABEL 1 - 3). Sementara itu ketersediaan ruang terbuka untuk ruang terbuka hijau maupun ruang untuk aktivitas sosial juga menurun tajam. Di beberapa kota bahkan sudah mencapai kurang dari sepuluh persen luas kotanya. Ruang hijau yang diperlukan untuk membersihkan udara sangat terbatas menyebabkan polusi udara tidak dapat cepat dibersihkan kembali.

TABEL 1 - 3 Proporsi penduduk perkotaan yang mempunyai akses ke air bersih dan sanitasi Data statistik dari UNDP Human

Development Report 1996

Data statistik dari World Bank World Development Indicators 2000 Negara persen penduduk kota yang mempunyai akses ke air bersih persen penduduk kota yang mempuyai sanitasi persen penduduk kota yang mempunyai akses ke air bersih persen penduduk kota yang mempuyai sanitasi Bangladesh 99 75 47 77 Burkina Faso Td 42 Td 8 Ethiopia 91 97 90 Td Gana 70 53 70 53 India 85 0 85 46 Indonesia 79 73 78 73 Jamaika Td 100 92 89 Nigeria 63 40 63 61 Pakistan 96 62 77 53 Filipina 93 79 91 88 Sudan 84 79 66 79 Tanzania 67 74 65 97 Uganda 47 94 47 75 Zimbabwe 99 9 99 99

Td = tidak ada data Sumber:UNCHS, 2001

6

Lihat pembahasan ekonomi perkotaan di Bab 5

7

Definisi mengenai sektor informal ini masih selalu menjadi perdebatan, apalagi saat ini sektor informal di negara berkembang sebenarnya mampu memberikan pendapatan yang sangat tinggi bagi pelakunya.

(9)

Pendahuluan 9

Persoalan lingkungan juga terjadi pada kota-kota besar yang terus membangun jalan dan bangunan beton sehingga resapan air menjadi sangat berkurang. Ditambah dengan kedekatan terhadap kawasan penyangga lingkungan di sekitar kota inti yang juga tidak terawat, menyebabkan air hujan yang turun tidak bisa terserap dengan cepat dan dapat mengakibatkan terjadinya banjir tahunan yang menyengsarakan masyarakat.

PERSOALAN DI INDONESIA Persoalan sektoral

Persoalan-persoalan metropolitan sebagaimana tersebut di atas juga terjadi di beberapa kota metropolitan di Indonesia. Terdapat pertambahan penduduk yang cepat, bahkan pada tahun 2025 diperkirakan bahwa 80 persen dari total penduduk di Pulau Jawa akan tinggal pada kawasan perkotaan8. Pertanyaannya adalah “apakah kota-kota akan mampu memberikan pelayanan yang layak bagi penduduknya?” Urbanisasi tidak selalu berarti negatif (Talen 2005)9 karena jika dilihat dari sisi ekonomi, kota-kota selalu memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan ekonomi negara. Akan tetapi, kenyataan dalam penyediaan pelayanan yang memadai bagi penduduk perkotaan yang besar adalah persoalan yang berat, walaupun secara statistik tetap terlihat bahwa proporsi penduduk kota mendapatkan pelayanan lebih besar daripada penduduk perdesaan. Persoalan-persoalan sektoral lain seperti kemacetan lalu lintas dan kurangnya fasilitas angkutan publik merupakan keadaan yang sering dihadapi oleh kota-kota besar.

Infrastruktur dasar seperti air bersih, sistem sanitasi dan telekomunikasi menjadi persoalan sektoral lain yang dihadapi oleh kota-kota di Indonesia. Pertambahan penduduk yang besar tanpa pertambahan dana investasi pada infrastruktur bagaikan “pasak lebih besar dari tiang” yang berarti dalam beberapa tahun ke depan, jika tidak ada perbaikan investasi, yang terjadi adalah kekacauan. Dalam hal investasi ini, Indonesia termasuk negara yang tertinggal. Indonesia hanya memberikan investasi sebesar 4 persen dari PDB untuk infrastruktur yang sangat tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain.10

Persoalan yang sama dihadapi perkotaan di Indonesia dalam sektor perumahan, transportasi, penyediaan ruang terbuka hijau (RTH), dan persampahan. RTH di sebagian besar kota-kota di Indonesia, sangat tidak memadai baik kuantitas (besarannya) maupun kualitas, dalam arti fungsi RTH sebagai pembentuk iklim mikro perkotaan tidak dapat tercapai11. Persampahan dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi permasalahan besar bagi beberapa kota di Indonesia. Jakarta mengalami masalah dengan pembuangan akhir di Bantar Gebang; Bandung mengalami persoalan pembuangan sampah yang sangat rumit pada tahun 2006, sehingga mengubah julukan Bandung menjadi “Bandung kota sampah”.

8

Lihat pembahasan mengenai kependudukan di Bab 5

9

Lihat juga pembahasan di Bab 5

10

Lihat pembahasan mengenai infrastruktur dasar di Bab 6

11

(10)

Persoalan Tata Ruang

Persoalan sektoral di atas, juga tercermin pada tata ruang kawasan perkotaannya karena tata ruang adalah wujud struktural dari aktivitas yang terjadi. Walaupun terlihat ada pusat-pusat dan sub pusat-sub pusat aktivitas dalam tata ruang kawasan perkotaan, tetapi struktur yang terjadi tidak tertata dengan baik yang mencerminkan terjadinya ketidakseimbangan pelayanan fasilitas perkotaan. Dengan kata lain, terjadi kerancuan di dalam sistem pelayanannya. RTH tidak mampu membentuk iklim mikro yang baik karena luasan dan lokasinya yang tidak tertata dan tidak tepat. Kemacetan lalu lintas menunjukkan bahwa terjadi ketidakcocokan antara lokasi tempat tinggal dengan tempat kerja atau tempat fasilitas lain.

Penataan ruang yang baik diperlukan untuk dapat menjadikan pelayanan perkotaan yang dapat dinikmati oleh warga kota sehingga ketidakcocokan antara tempat tinggal dan fasilitas pelayanan perkotaan dapat dikurangi hingga sekecil mungkin. Jika fasilitas pelayanan perkotaan ada dalam ”jangkauan” yang baik, masyarakat tidak harus mencarinya di tempat lain.

MAKSUD PENULISAN BUKU

Uraian di atas menunjukkan bahwa metropolitan di dunia, terutama di negara berkembang, tidak hanya menghadapi persoalan-persoalan, tetapi juga mempunyai potensi. Pemahaman mengenai persoalan-persoalan yang dihadapi dan potensi yang dipunyai kawasan metropolitan sebagai suatu sistem kota besar di Indonesia masih dirasakan kurang memadai, terutama bagi penyelenggara pemerintahan. Padahal kawasan metropolitan dapat mempunyai arti yang sangat penting dalam pengembangan wilayah dan perekonomian nasional karena sumbangan pada pertumbuhan ekonomi yang besar.

Persoalan-persoalan metropolitan tercermin dalam struktur dan pola keruangannya. Jika ditata dan dikelola dengan baik, kawasan metropolitan dapat berfungsi lebih baik lagi sebagai pusat pertumbuhan wilayah yang luas karena skala kegiatan ekonomi yang berkembang di dalamnya. Sebaliknya, pengelolaan kawasan metropolitan secara tidak tepat malahan dapat menyebabkan ketidakefisienan dan menimbulkan berbagai persoalan, baik persoalan teknis maupun persoalan sosial ekonomi. Kawasan perkotaan metropolitan dituntut untuk mampu berfungsi secara efektif sebagai pusat pertumbuhan wilayah yang efisien sehingga dapat menunjang upaya percepatan pembangunan nasional. Ketidakefisienan dalam pengelolaan kawasan perkotaan dikhawatirkan dapat berdampak pada penurunan kinerja pembangunan dalam skala yang lebih luas, bahkan nasional.

Agar pengelola kawasan perkotaan metropolitan dapat lebih memahami persoalan kawasan metropolitan secara lebih mendalam, diperlukan suatu bacaan yang dapat dijadikan acuan bagi para pemangku kepentingan dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan dan pengelolaan kawasan perkotaan metropolitan. Terkait dengan hal tersebut, pada Tahun Anggaran 2006 Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, membentuk tim untuk menyiapkan buku yang dapat digunakan sebagai source book oleh para pemangku kepentingan dalam meningkatkan pemahaman mengenai persoalan metropolitan.

(11)

Pendahuluan 11

METODA DAN PENDEKATAN

Yang menjadi perhatian utama dalam buku ini adalah peningkatan pemahaman mengenai persoalan metropolitan terutama dalam hal:

• Definisi dan pengertian metropolitan

• Dinamika pertumbuhan penduduk dan perkembangan sosial ekonomi perkotaan • Penyediaan infrastruktur dasar dan lingkungan hidup metropolitan

• Hukum dan kelembagaan metropolitan • Penataan ruang kawasan metropolitan

Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, dibentuk tim yang mempelajari literatur mengenai metropolitan di dunia dan di Indonesia yang didapatkan dari penelitian melalui internet maupun pada data-data sekunder hasil studi dari berbagai institusi. Meminta beberapa pakar, pemerhati metropolitan dari kalangan akademisi maupun praktisi untuk mendiskusikan dan menuliskan hasil pengamatan mereka pada sektor tertentu di dalam penataan ruang kawasan metropolitan. Hasil dari studi dan pengamatan pakar didiskusikan dalam seminar dan kemudian ditulis ulang dan disusun sesuai dengan tujuan penulisan buku ini.

SISTEMATIKA BUKU

Buku ini terdiri dari tiga bagian besar: bagian pertama bertajuk Kawasan Metropolitan: Konsep dan Pengertian; bagian kedua bertajuk Metropolitan di Indonesia, dan bagian ketiga bertajuk Penataan Ruang Kawasan Metropolitan.

Bagian pertama dimaksudkan sebagai penyatu pandangan mengenai definisi metropolitan, yang dipakai dalam diskusi dan analisis dalam bagian pertama dan kedua buku. Pada bagian tiga, definisi baru mengenai kawasan metropolitan untuk Indonesia dirumuskan berdasarkan diskusi-diskusi pada bagian sebelumnya. Bagian pertama ini terdiri dari dua bab; Bab 1 menguraikan isi buku secara keseluruhan serta memberikan konteks analisis metropolitan; Bab 2 menguraikan konsep dan definisi metropolitan serta memberikan gambaran mengenai metropolitan di dunia, struktur tata ruang dan persoalan yang dihadapi metropolitan di dunia tersebut.

Bagian kedua, dengan mengacu pada pengertian metropolitan yang telah dijelaskan di bagian pertama, menguraikan persoalan dan tantangan serta kemungkinan kebijakan sektoral untuk menjawab persoalan-persoalan tertentu pada metropolitan di Indonesia. Bagian kedua ini terdiri dari empat bab. Dimulai dengan Bab 3 yang menggambarkan, berdasarkan data-data sekunder, mengenai sejarah pembentukan, perkembangan, dan persoalan yang dihadapi metropolitan di Indonesia. Selanjutnya pada Bab 4, secara umum membahas mengenai persoalan kependudukan, sosial ekonomi, infrastruktur dan hukum serta kelembagaan yang dihadapi oleh metropolitan di Indonesia. Tiga bab berikutnya; Bab 5, 6 dan 7, membahas secara lebih mendalam persoalan kependudukan dan sosial ekonomi, infrastruktur, dan lingkungan serta hukum dan kelembagaan.

(12)

Bagian ketiga dimaksudkan sebagai penutup yang menunjukkan usulan dan pandangan mengenai bagaimana sebaiknya penataan kawasan metropolitan dilaksanakan. Bagian ini terdiri dari 2 bab, yaitu Bab 8 menguraikan arahan kebijakan penataan ruang metropolitan dan Bab 9 yang berisi catatan penutup.

(13)
(14)

Konsep dan Struktur Metropolitan

DEFINISI DAN STRUKTUR METROPOLITAN

Kota atau kawasan metropolitan merupakan perwujudan perkembangan yang alamiah dari suatu permukiman perkotaan yang berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut menyebabkan jumlah penduduk dan luas wilayah yang sangat besar, dengan karakteristik dan persoalan yang spesifik. Oleh karenanya, suatu kota atau kawasan metropolitan memerlukan pengelolaan tersendiri dalam hal pemecahan persoalan yang dihadapi, penyediaan prasarana dan layanan perkotaan, serta pengelolaan pembangunannya. Istilah metropolitan pertama kali digunakan secara resmi berkenaan dengan skala dan pola pertumbuhan kota yang sangat cepat di Amerika. Perubahan fundamental dalam cara hidup Amerika ini dikenali pada awal abad ke-20 ketika Biro Sensus [Amerika] pada tahun 1910 secara resmi memperkenalkan istilah Metropolitan Districts ke dalam sistem klasifikasi wilayahnya (Goheen, dalam Bourne, ed. 1971).

Metropolitan selalu menghadapi persoalan-persoalan bukan saja karena besarnya jumlah penduduk, tetapi juga karena karakternya yang berbeda dengan kota bukan metropolitan. Persoalan-persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan dan pembangunan kota atau kawasan metropolitan di negara maju pun sudah cukup kompleks, apalagi di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Secara umum orang mengartikan metropolitan sebagai suatu kota besar yang berhubungan dengan kehidupan modern, kehidupan kota -bukan pertanian- yang kompleks. Pengertian seperti ini memang tidak salah namun agak sulit dipakai jika suatu kebijakan teknis akan diimplementasikan pada kota metropolitan. Pertanyaaan yang muncul biasanya adalah apa ketentuan pembentukan kota atau kawasan metropolitan? Berapa besar penduduknya? Bagaimana karakternya? Bagaimana pengukurannya? Bagaimana kelembagaan pengelolaannya?

Mendefinisikan kawasan metropolitan bukan merupakan tugas yang mudah. Metropolitan tidak bisa dengan mudah didefinisikan hanya berdasarkan jumlah penduduk saja, karena ada kota yang mempunyai penduduk lebih kecil tetapi mempunyai luas wilayah yang besar; ada kota dengan penduduk lebih besar mempunyai

(15)

Metropolitan di Indonesia 14

luas kota yang lebih kecil, dan ada pula kota-kota dengan penduduk lebih kecil tetapi mempunyai sifat kekotaan yang mencolok.

Dalam kerangka seperti itu, bagian ini akan membahas definisi metropolitan yaitu dengan: pertama, membahas sejarah penggunaan kata dan terbentuknya metropolitan; kedua, membahas ciri-ciri metropolitan; ketiga, menjelaskan struktur metropolitan; dan di akhir merumuskan definisi metropolitan.

Sejarah Penggunaan Istilah dan Terbentuknya Metropolis

Kata metropolitan atau metropolis (metropolitan sebagai kata sifat, metropolis sebagai kata benda) telah banyak digunakan untuk menunjukkan berbagai realita perkotaan yang berbeda-beda. Apakah sebetulnya yang dimaksud dengan metropolitan atau metropolis ini? Apabila dikaji dari sudut pandang historis dan leksikal (etimology), istilah metropolis berasal dari bahasa Yunani Kuno, yakni berasal dari kata meter yang berarti ibu dan kata polis yang berarti kota (Wackermann, 2000). Pada masa itu, secara harafiah, metropolis dapat diartikan sebagai “kota ibu” yang memiliki kota-kota satelit sebagai anak, namun dapat juga berarti pusat dari sebuah kota, sebuah kota-negara (city-state), atau sebuah propinsi di kawasan Mediterania, sehingga dapat dikatakan juga bahwa pada masa itu istilah “metropolis” memiliki konotasi yang berkaitan dengan fatherland. Hingga saat ini konotasi tersebut masih digunakan, istilah Metropolitan France misalnya mengacu pada bagian dari Republik Perancis yang berada di Eropa, yakni daratan Perancis dan Korsika sebagai mother country, di samping wilayah-wilayah di luar itu sebagai bekas koloni yang bergabung dalam Republik Perancis. Istilah metropolitan juga dikatakan sebagai berasal dari kata “metro” yang mengambil kata dari sistem “perkereta-apian ringan” (light train system) di wilayah perkotaan. Kebutuhan sistem transportasi perkotaan tersebut adalah akibat dari pertumbuhan kota yang sudah mempunyai sistem “commuter” penduduk perkotaan, misal dari kota-kota “dormitory” ke kota induknya. “The metropolitan area is created by combining those counties which are integrated in terms of commuting with the central city and the county in which it lies.” (Bourne, 1971, hal. 15)

Istilah metropolis juga digunakan untuk: … “to denote the central city in a metropolitan area” (Bergel, 1955, hal. 121-131). Secara statistik, Bourne (1971, Internal Structure of The City, hal. 50) mengindikasikan dalam suatu definisi bagi istilah metropolitan yang dikategorikan dalam dua pertimbangan utama:

“First, a city or cities of specified population to constitute the central city and to define the county in which it is located as the central county; and second, economic and social relationships with contiguous counties which are metropolitan in character, so that the periphery of the specific metropolitan area may be determined”

Setelah Perang Dunia Kedua, istilah metropolis seringkali digunakan sebagai kata yang sinonim dengan istilah “ibu kota”. Baru pada akhir tahun 1970 an istilah ini menjadi objek pendekatan keilmuan untuk mengkaji ledakan pertumbuhan perkotaan, perluasan kawasan perkotaan, dan migrasi perkotaan. Secara cepat istilah ini kemudian berkembang menjadi istilah yang berkaitan dengan kajian penemuan kembali dan rehabilitasi dari pusat kota dan aglomerasi perkotaan modern (Wackermann, 2000).

(16)

Sejak awal 1980 an penggunaan pendekatan keilmuan dalam mempelajari fenomena metropolitan menjadi semakin berkembang. Tetapi para ilmuwan dan organisasi-organisasi perencanaan lebih banyak memperhatikan perkembangan kawasan-kawasan metropolitan daripada menyusun definisi yang tepat bagi fenomena ini. Wackermann (2000) mengutip Michela Paal menyebutkan bahwa kurangnya bahan akan definisi metropolitan ini nampak dari penjelasan akan arti kata tersebut di Kamus dan Ensiklopedia Webster, yang hingga tahun 2003 tidak membahas arti dari kata metropolis di luar konteks sebagai ibu kota sebuah negara atau pusat utama dari aktivitas penting di suatu wilayah. Di tahun 1989, Gottmann mendefinisikan modern metropolis sebagai the largest and most complex artifact that humankind has ever produced. Beberapa tahun setelah itu, di tahun 1991, Jean Bastie dan Bernard Dezert menyusun definisi dari metropolis modern yang didasarkan dari fungsi sebuah kota, yakni bahwa definisi sebuah metropolis:

- Tidak selalu ditentukan oleh ukuran demografik, dapat saja ukurannya ditentukan oleh faktor yang lebih penting dari ukuran kuantitatif populasinya

- Dicirikan oleh sistem infrastruktur komunikasi dan transportasi yang melayani pergerakan commuting, aliran informasi, dan pengambilan keputusan.

- Sebagai pusat aktivitas keuangan di tingkat atas.

- Sebagai pusat berkumpulnya perusahaan-perusahaan internasional. - Sebagai pusat kekuatan politik dan administrasi dari sebuah negara.

- Sebagai tempat pengembangan atau penggunaan teknologi tinggi dan telekomunikasi canggih.

- Sebagai tempat penting aktivitas-aktivitas budaya dan ilmiah. - Sebagai tempat tujuan wisata internasional.

- Sebagai pusat fungsional tenaga kerja dan perumahan.

Seorang pakar perkotaan, Angotti (1993) berpendapat bahwa sebuah metropolis bukan saja sebuah kota yang sangat besar, tetapi juga sebuah bentuk baru dari masyarakat, lebih besar, lebih kompleks dan memiliki peran kekuasaan yang lebih sentral, baik dari sisi ekonomi, politik, maupun budaya. Kota-kota industri abad 19 lebih tepat disebut sebagai pendahulu dari kota-kota metropolis yang menjadi karakteristik dari kota-kota abad 20. Sebuah metropolis adalah ekspresi urban di dunia yang saling terkait pada banyak fungsi sosial budaya dan ekonomi transnasional dan internasional. Menurut Angotti metropolis menawarkan pertumbuhan dan akumulasi dari potensi-potensi yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah.

Namun Angotti juga berpendapat bahwa sebuah kota yang berpenduduk lebih dari satu juta dapat dikategorikan sebagai kota metropolitan. Ukuran demografik ini didukung oleh Meijer (1993) yang berpendapat bahwa sebuah metropolis dicirikan oleh besaran penduduknya, yang juga mencirikan pusat-pusat di Eropa. Blumenfeld (1971) menjelaskan metropolis sebagai sebuah pusat permukiman dengan penduduk paling sedikit 500.000 jiwa, namun dia menganjurkan ukuran minimum satu juta jiwa bagi kota-kota di Amerika Utara. Ekistic (Doxiadis 1968) mengartikan metropolis sebagai

(17)

Metropolitan di Indonesia 16

suatu permukiman besar yang terdiri dari satu atau lebih pusat yang berpenduduk 50.000 atau lebih dan mempunyai karakter kota yang lebih besar daripada karakter perdesaan, dengan kepadatan secara bruto sebesar 66 jiwa per ha. Sementara itu Blumenfeld (1971) juga mendeskripsikan metropolis sebagai permukiman dengan penduduk paling tidak 50.000 jiwa, namun menurutnya, satu juta adalah kriteria yang cocok untuk ukuran metropolis di Amerika Utara1. Angotti (1993) mengikuti Goodman (1960) yang mengatakan bahwa kota metropolis itu berpenduduk satu juta atau lebih.

Selain menggambarkan kondisi banyak fungsi sosial ekonomi dan ukuran penduduk dari sebuah kota, istilah metropolis menurut Kamus Geografi dari Baud (1995) dapat ditinjau dari ukuran hirarki, yang mempertimbangkan sebuah metropolis sebagai pusat fungsional. Fungsi-fungsi dari kekuatan yang inheren dalam metropolislah yang kemudian menjadi dasar dari perilaku pertumbuhan kota. Di sini kekuatan finansial dan pertimbangan geopolitiklah yang memainkan peran utama dari sebuah kawasan metropolitan. Dengan demikian, istilah metropolis tidak lagi hanya dipertimbangkan sebagai sebuah ibu kota. Sebuah kota besar atau yang sangat besar pun harus dipertimbangkan sebagai sebuah kota metropolitan. Luasan kota metropolitan pun bervariasi, bergantung pada wilayah (Wackermann, 2000). Di Eropa, misalnya, luasan sebuah metropolis adalah antara 25.000 hingga 50.000 km persegi, sementara di Amerika Serikat hingga 200.000 km persegi.

Antara kota-kota metropolitan tersebut juga dapat dibedakan antara kota metropolitan internasional, nasional, serta regional. Menurut Wackermann (2000), kota metropolitan internasional adalah kota yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

- Memiliki populasi yang secara kualitatif aktivitasnya berada di tingkat internasional dan berada di jaringan perdagangan raksasa.

- Memiliki pelayanan tingkat internasional di bidang teknologi, konsultansi dan riset. - Memiliki infrastruktur untuk penyelenggaraan aktivitas internasional seperti:

kongres, festival, dll.

- Memiliki komunitas tenaga kerja asing yang merepresentasikan perusahaan dan institusi multinasional yang jumlahnya cukup untuk mempengaruhi kehidupan lokal. - Memiliki citra internasional terutama dalam bidang pariwisata dan budaya.

Dalam hal ini, hampir seluruh kota metropolitan nasional juga memiliki kriteria seperti di atas. Di negara-negara berkembang, kota-kota metropolitan secara umum adalah kota-kota yang sangat besar dari segi demografik hingga mencapai jutaan jiwa. Kota-kota tersebut tidak selalu memiliki profil sebagai kota-kota yang benar-benar metropolitan, namun sebagian besar dari kota-kota tersebut telah mulai masuk dalam proses internasionalisasi dan globalisasi. Di Amerika Serikat, yang termasuk dalam kota metropolitan internasional dan nasional ini adalah New York, Chicago, San Francisco, dan Los Angeles.

1

Penduduk kota-kota di Eropa biasanya sangat rendah jika dibanding dengan kota-kota di Asia, terutama India dan Indonesia. Penduduk sebesar 100.000 jiwa sudah dianggap besar di Eropa, termasuk kecil di Indonesia.

(18)

Adapun yang disebut sebagai kota metropolitan regional adalah kota-kota yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

- kota yang mempunyai peran besar dalam perekonomian negara. - ibu kota regional.

- pusat pertumbuhan wilayah dan tempat berpusatnya sebagian besar pelayanan perkotaan.

- menjadi gerbang wilayah untuk berhubungan dengan wilayah lain di tingkat nasional dan internasional

Di Amerika Serikat, kota-kota metropolitan yang berfungsi sebagai kota metropolitan regional antara lain adalah Boston, Philadelphia, Atlanta, Houston, Dallas, Minneapolis dan Phoenix.

Definisi Umum Metropolitan

Berdasarkan uraian di atas dan praktek dalam pengelolaan perkotaan, metropolitan didefinisikan sebagai suatu pusat permukiman yang besar yang terdiri dari satu kota besar dan beberapa kawasan yang berada di sekitarnya dengan satu atau lebih kota besar melayani sebagai titik hubung (hub) dengan kota-kota sekitarnya tersebut. Suatu kawasan metropolitan merupakan aglomerasi dari beberapa kawasan permukiman, tidak harus kawasan permukiman yang bersifat kota, namun secara keseluruhan membentuk suatu satu kesatuan dalam aktivitas bersifat kota dan bermuara pada pusat (kota besar yang merupakan inti) yang dapat dilihat dari aliran tenaga kerja dan aktivitas komersial. Menurut Goheen (dalam Bourne, ed. 1971), Kota/Distrik Metropolitan adalah kawasan perkotaan dengan karakteristik penduduk yang menonjol dibandingkan dengan penduduk perdesaan di sekitarnya. Istilah ini digunakan untuk memberikan gambaran yang lebih tepat mengenai besaran dan konsentrasi penduduk dalam wilayah yang luas, yang selanjutnya dapat menunjukkan besaran pusat-pusat permukiman yang utama di satu negara. Secara umum, kawasan metropolitan dapat didefinisikan sebagai ‘satu kawasan dengan konsentrasi penduduk yang besar, dengan kesatuan ekonomi dan sosial yang terpadu dan mencirikan aktivitas kota’

Struktur metropolitan

Suatu metropolitan bisa saja mempunyai satu pusat (monocentric), atau lebih dari satu pusat (polycentric). Pada suatu metropolitan yang polycentric, pusat metropolitan tidak harus secara fisik tersambung dalam bentuk kawasan terbangun (built-up area),- berbeda dengan pengertian conurbation,- kota-kota yang menjadi pusat metropolitan polycentric terhubung secara ekonomi dan fisik, dan secara keseluruhan menjadi kawasan perkotaan yang besar. Contoh dari bentuk polycentric ini misalnya adalah Tokyo-Kawasaki-Yokohama (the Keihin area), atau Osaka-Kobe dan Kyoto sebagai Kehanshin Zone. Jika metropolitan-metropolitan sangat berdekatan, mereka bisa membentuk suatu Megalopolis.

Untuk operasionalisasi kebijakan, definisi umum seperti di atas memang sulit untuk dijadikan pegangan. Dapat juga metropolitan dikenali dari berbagai ciri-ciri yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan suatu kawasan disebut sebagai

(19)

Metropolitan di Indonesia 18

metropolitan atau bukan. Pertanyaan ini muncul karena di Indonesia saat ini Departemen Pekerjaan Umum mendefinisikan metropolitan lebih pada jumlah penduduknya saja. Sehingga ada beberapa kota yang sudah memiliki ciri metropolitan belum dikatakan sebagai metropolitan.

Ciri Metropolitan

Beberapa ciri metropolitan dapat dilihat dari kependudukan dan aspek lain sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

Kependudukan

Jumlah penduduk merupakan salah satu karaktersistik suatu metropolis yang ditentukan untuk kepentingan penghitungan statistik, mengumpulkan, mentabulasikan dan mempublikasikan data-data statistik. Untuk kepentingan ini misalnya SMSA (Standard Metropolitan Statistical Areas) di Amerika mendefiniskan Metropolitan sebagai:

“ a large population nucleus, together with adjacent communities having a high degree of social and economic integration with that core. Metropolitan areas comprise one or more entire counties”(U.S. Census Bureau 2006).

MSA (Metropolitan Statistical Areas) mempunyai paling tidak satu kawasan kota (urbanised) dengan penduduk 50.000 jiwa atau lebih ditambah kawasan di sekitarnya yang mempunyai keterkaitan besar secara sosial dan ekonomi yang diukur dari banyaknya penglaju. Definisi Metropolitan District berdasarkan jumlah penduduk yang diperkenalkan Biro Sensus Amerika sejak tahun 1910 ini, mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1920 definisi metropolitan didasarkan pada jumlah penduduk perkotaan di atas 200.000 penduduk. Ketentuan jumlah ini mengalami perubahan dalam penerapannya pada tahun 1920, 1930, dan 1940. Pada tahun 1940, ketentuan Metropolitan Distrik tersebut dapat diterapkan pada semua kota dengan jumlah penduduk kota di atas 50.000, ditambah wilayah di sekitarnya yang mempunyai kepadatan penduduk di atas 150 jiwa/mil persegi. Pada tahun 1950, Standard Metropolitan Area (SMA) dirumuskan agar berbagai variasi data statistik dapat disajikan dalam basis yang seragam. Kota-kota di sekitarnya yang dimasukkan dalam wilayah metropolitan harus mempunyai integrasi sosial dan ekonomi dengan kota utama.

Pada tahun 1990 dan 2000 SMA (1950) dan SMSA (1970 dan 1980) berubah lagi menjadi MA (Metropolitan Areas), dengan konsep yang tetap sama. Metropolitan Area dibagi menjadi:

a. Free-standing Metropolitan Statistical Areas (MSAs), adalah Metropolitan Area yang berdiri sendiri dikelilingi oleh permukiman yang bukan metropolitan

b. Primary Metropolitan Statistical Areas (PMSAs), seperti MSAs tetapi dekat dan secara ekonomi/sosial berkaitan dengan PMSA yang lain dan membentuk "CMSAs" - Consolidated Metropolitan Statistical Areas.

c. Jika beberapa permukiman menjadi satu dan besar diidentifikasikan sebagai Consolidated Metropolitan Statistical Area (CMSA), jumlah penduduknya adalah satu juta jiwa atau lebih.

(20)

Ciri lain

Jumlah penduduk memang bukan satu-satunya karakteristik yang signifikan dari metropolitan yang membedakan permukiman lain dengan metropolitan. Kriteria lain yang penting adalah aktivitas sosial ekonomi yang menunjukkan adanya spesialisasi fungsi. Biasanya merupakan industri-industri dan jasa. Metropolitan merupakan pusat aktivitas jasa yang kemudian tercermin dalam pembagian fungsi keruangannya secara nyata. Integrasi antar kawasan permukiman dan tempat kerja adalah persoalan nyata di metropolitan saat ini dan merupakan karakter khas metropolitan. Angotti (1993) menyatakan bahwa proses spesialisasi di metropolitan terjadi karena selalu berkembangnya teknologi produksi dan distribusi dan komunikasi.

Karakter lain dari suatu metropolitan adalah kemudahan mobilitas yang menurut Angotti (1993) terlihat dalam 3 bentuk mobilitas:

1. Mobilitas Pekerjaan (Employment Mobility) 2. Mobilitas Perumahan (Residential Mobility) 3. Mobilitas Perjalanan (Trip Mobility)

Mobilitas pekerjaan dicirikan dari mudahnya orang berpindah tempat kerja tanpa harus berpindah tempat tinggal karena lebih banyak jenis dan variasi pekerjaan tersedia di kota metropolitan. Mobilitas pekerjaan ini berkaitan dengan tersedianya modal dan mobilitas modal yang besar. Mobilitas tempat tinggal biasanya mengikuti perubahan tempat kerja. Perpindahan tempat tinggal ini tidak selalu karena keinginan sendiri, berhubungan dengan pindahnya tempat kerja, tetapi sering kali juga terjadi karena dipindahkan (digusur) secara paksa maupun tidak. Tidak dipaksa terjadi karena perubahan harga lahan yang disebabkan oleh dinamika pembangunan real estate. Mobilitas perjalanan lebih mudah dilakukan di metropolitan daripada di permukiman lain karena ketersediaan sarana transportasi yang lebih baik (Penglaju Jakarta-Tangerang misalnya). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa metropolitan dicirikan dengan adanya mobilitas dari modal dan tenaga kerja yang sangat tinggi.

Guna lahan tidak menjadi definisi metropolitan, sehingga guna lahan di kawasan metropolitan tidak harus semuanya non-pertanian, walaupun demikian, tentu kawasan pertanian di metropolitan, kalau ada dengan luas yang tidak besar, sesuai dengan definisi tenaga kerja seperti di atas. Meskipun demikian ada beberapa kota metropolitan besar di dunia yang memasukkan hutan kota sebagai bagian dari metropolitan, misalnya London dengan Hamstead Heath, Tokyo, New York dengan Central park dsb. Lingkungan metropolitan berbeda dengan bukan metropolitan karena aktivitas bersifat kota lebih besar dan lebih banyak man made structure daripada natural structure. Lingkungan lebih menjadi persoalan di kota besar, seperti ketersediaan air bersih, polusi udara, pengelolaan sampah dan sebagainya.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pendefinisan metropolitan akan sangat tergantung dari untuk apa pendefinisan itu dibuat:

a. Alternatif jumlah penduduk:

(21)

Metropolitan di Indonesia 20

- Dua kota atau lebih yang menerus dan terintegrasi secara sosial dan ekonomi, dengan jumlah penduduk kota induk di atas 50.000 jiwa, dan kota terkecil di atas 15.000 jiwa

- Satu kota dengan jumlah penduduk 200.000-300.000 jiwa (Yeates and Garner 1980)

- Satu kota dengan jumlah penduduk di atas 1.000.000 jiwa (NUDS 1985) Untuk kondisi di Indonesia, mungkin ketentuan jumlah penduduk yang dikemukakan dalam NUDS ditambah permukiman di sekitarnya yang terkait secara fisik, sosial dan ekonomi layak dipertimbangkan.

b. Minimum 75 persen dari tenaga di kawasan bekerja dalam bidang non-pertanian c. 50 persen atau lebih dari penduduknya berada dalam satu kesatuan wilayah yang

menerus dengan kepadatan di atas 150 jiwa/mil persegi.

d. Minimum 15 persen tenaga kerja dalam wilayah metropolitan bekerja di kota induk METROPOLITAN DI DUNIA

Sejarah Metropolitan di Negara Maju

Metropolitan di dunia terbentuk karena adanya aglomerasi ekonomi yang menyebabkan dominasi ekonomi kota terhadap daerah pinggirannya. Ditemukannya mesin uap yang memicu revolusi industri menyebabkan kota seperti London menjadi tempat berkembangnya industri dan urbanisasi dari desa ke kota meningkat sangat tajam, antara tahun 1821 sampai 1851 atau hanya dalam 30 tahun penduduk London meningkat 4 juta jiwa (Rydin 1993). Angka tersebut sangat tinggi dalam konteks Eropa pada saat itu. Pertumbuhan tersebut sering juga dilihat sebagai “penjajahan” kota terhadap daerah pinggirannya atau bahkan terhadap kawasan perdesaan. Kota menyerap semuanya dan sering juga dilihat sebagai pusat berkembangnya penyakit dan perbuatan-perbuatan asusila (Angotti 1993). Keadaan itu memicu timbulnya aliran anti-urban. London, Machester, New York, Chicago dianggap sebagai tempat yang menyebabkan kemaksiatan yang dipicu oleh perkembangan industri dan modal.

Kota besar adalah sumber dari polusi udara karena kendaraan bermotor dan industri, sumber dari segala penyakit karena keadaan perumahan yang kumuh dan berdesak-desakan terutama perumahan bagi masyarakat pekerja yang miskin. Sumber dari penyakit sosial karena adanya kemiskinan dan perbedaan kaya dan miskin yang sangat terlihat. Keadaan ini memicu pemikiran mengenai Doomsday theory of metropolis yang pada dasarnya beragumen bahwa jika tidak dibatasi perkembangannya, kota metropolitan ini akan menghancurkan umat manusia. Metropolitan bisa menjadi “black hole” yang menyerap semua energi disekelilingnya masuk ke dalam kota. Namun demikian pengalaman di dunia menunjukkan bahwa negara-negara maju yang mampu mengatur dan mengelola metropolitannya mendapat manfaat dari keberadaan kota-kota besar. Kata kuncinya adalah pada kemampuan pengelolaan kota metropolitan tersebut.

Karakter metropolitan tidak sama di dunia, ini terutama terjadi karena sejarah yang berbeda serta perkembangan ekonomi yang berbeda juga. Angotti (1993) membedakan metropolis di dunia menjadi tiga jenis, yaitu Metropolitan di Amerika (US Metropolis);

(22)

Metropolitan yang tidak mandiri (Dependent Metropolis); dan Metropolitan di Uni Soviet (Soviet Metropolis)

Pembagian ini lebih dipengaruhi oleh pendekatan ekonomi politik. Metropolitan di Amerika (dan juga Eropa) adalah cerminan dari ekonomi kapitalis, sedang Metropolitan di bekas Uni Soviet adalah gambaran dari ekonomi sosialis, sementara itu Dependent Metropolis adalah gambaran dari ekonomi campuran (mixed economy). Angotti membagi metropolitan ini di tahun 1993 sebelum perubahan mendasar yang terjadi di Uni Soviet, namun demikian secara umum ciri-ciri ini masih bisa terlihat sampai saat ini, walaupun ada transformasi di beberapa metropolitan pada jenis-jenis yang disebutkan.

Metropolitan di Amerika mencerminkan inequality dan mobility; Dependent Metropolis menunjukkan adanya development dan inequality, sementara itu metropolitan di Uni Soviet menunjukkan integrasi sosial dan struktur politik yang lebih terbatas dan mobilitas sosial rendah. Metropolitan di Amerika menunjukkan segregasi sosial dan keruangan yang tinggi, terlihat fragmentasi dalam kelompok etnis dan kelompok politik. Dicirikan oleh adanya Central Business District (CBD) yang sangat kuat menarik tenaga kerja. Sementara itu, walaupun di Eropa dan Jepang juga kapitalis, dominasi CBD-nya berbeda dengan di Amerika. Metropolis di Eropa dan Jepang lebih terintegrasi, lebih kompak, dan tidak menunjukkan terjadinya sprawl seperti di Amerika. Metropolitan di Eropa mempunyai pusat-pusat yang telah tumbuh lama dan telah mempunyai sejarah yang panjang. Sementara Dependent Metropolis merupakan perkembangan terakhir yang lebih disebabkan karena pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang besar akibat dari push factor. Metropolitan seperti ini terdapat di negara-negara Afrika, Amerika Latin dan Asia, yang bergantung pada sistem kapitalis.

Metropolitan di negara-negara maju merupakan akibat dari revolusi industri di abad 19. Walau demikian, beberapa di antara kota-kota tersebut seperti London dan Paris telah tumbuh jauh sebelum masa revolusi industri. Di akhir abad 17, London telah memiliki 670.000 penduduk dan Paris memiliki 500.000 penduduk. London di masa itu telah berfungsi sebagai pusat politik atau kekuasaan dari kerajaan Inggris, dan sekaligus sebagai pusat perdagangan internasional. Sebelum tumbuhnya industri-industri besar, London bahkan telah memiliki penduduk dengan jumlah lebih dari satu juta jiwa dan telah berfungsi sebagai pusat keuangan penting di dunia yang dimulai dengan didirikannya Bursa London di tahun 1773 (George 1952).

Sementara itu, pertumbuhan Paris lebih disebabkan oleh fungsinya sebagai ibu kota Perancis. Peran Paris sebagai pusat politik Perancis telah dimulai sejak abad 10, bahkan pemindahan Ibu kota Perancis ke Versailles di tahun 1681 hingga 1789, dan 1871 hingga 1879, tidak melemahkan daya tarik Paris sebagai pusat kekuasaan. Paris menjadi tempat berkumpulnya para bangsawan, pedagang, dan artis akibat sentralisasi monarki yang kemudian setelah masa revolusi dilanjutkan oleh sentralisasi kaum republikan (Guglielmo 1996). Akan tetapi, Paris bukanlah sebuah kota pelabuhan laut. Kekuatan perusahaan-perusahaan kolonial Perancis pun tingkatnya masih berada dibawah kekuatan perusahaan-perusahaan kolonial Inggris pada masa itu. Selain itu, Perancis terimbas revolusi industri setengah abad lebih lambat daripada Inggris. Oleh karena itu, penduduk Paris hingga awal abad 19 hanyalah sedikit lebih besar dari separuh penduduk London. Penduduk Paris baru mencapai satu juta jiwa pada tahun 1835.

Adapun di Amerika Serikat, New York hanyalah sebuah tempat berpenduduk sekitar 35.000 jiwa di awal abad 19 (Guglielmo 1996). Tahap pertumbuhan yang pesat dari New

(23)

Metropolitan di Indonesia 22

York pertama dimulai terkait erat dengan pembukaan Kanal Erie. Namun penduduknya belumlah mencapai satu juta jiwa sampai dengan tahun 1860, ketika pembangunan industri mulai pesat. Hal yang sama juga terjadi dengan Chicago, yang pada tahun 1875 telah menjadi pusat penjualan produk-produk pertanian namun hingga tahun tersebut jumlah penduduknya belum mencapai setengah juta jiwa.

Pola pertumbuhan yang sama, namun lebih lambat, juga terjadi pada kasus Moskow dan St. Petersburg di Rusia. Ketika St. Petersburg menjadi ibu kota Rusia selama abad 18 dan 19, Moskow tetaplah memiliki fungsi sebagai pusat perekonomian nasional. Namun jika jumlah penduduk St. Petersburg telah mencapai 500.000 jiwa di tahun 1860, Moskow belum mencapai sejumlah itu di tahun yang sama. Pertumbuhan Moskow baru meningkat sejak ditetapkannya sebagai ibu kota Uni Soviet di tahun 1918. Selain itu, pertumbuhan industri di Soviet tidaklah pesat hingga tahun 1925. Baru di awal abad 20 lah jumlah penduduk Moskow dan St. Petersburg mencapai lebih dari 1 juta jiwa.

Dari berbagai kota metropolitan di negara-negara maju, kasus yang agak berbeda adalah Tokyo. Sebagai ibu kota dari ke-shogunan Tokugawa sejak abad 16 hingga abad 18, Tokyo yang pada masa itu bernama Edo, tumbuh melampaui Kyoto, ibu kota resmi kekaisaran. Jumlah penduduk Tokyo telah melampaui satu juta jiwa di akhir abad 18. Namun seiring dengan berkurangnya pengaruh kekuasaan ke-shogunan Tokugawa, terjadi penurunan jumlah penduduk Tokyo di awal paruh abad 19 menjadi sekitar 600.000 jiwa (Pons 1988). Sejak restorasi Meiji, ketika Jepang membuka diri terhadap negara-negara barat, dan Tokyo secara resmi menjadi ibu kota negara, pertumbuhan penduduk Tokyo kembali meningkat sehingga di tahun 1900 penduduknya telah mencapai 1,4 juta jiwa.

Di Amerika Latin, kota-kota metropolitan modern umumnya tumbuh sebagai akibat kolonisasi Spanyol maupun Portugis, yakni akibat perdagangan kolonial, terutama pada bagian yang menghadap Samudera Atlantik tempat pendatang-pendatang awal dari Eropa, dan juga tanah yang subur bagi pertanian yang pada masa itu menarik para pendatang tersebut. Sebaliknya di bagian pegunungan serta bagian yang menghadap Pasifik, pertumbuhan kota-kotanya lebih lambat. Kasus yang agak berbeda dalam hal ini adalah Kota Meksiko, yang sejak 1325 telah menjadi ibu kota Kerajaan Aztek Meksiko-Tenochtitlan. Dalam perkembangannya sebagai ibu kota Meksiko, kekuatan politiklah yang menyebabkan kota tersebut tumbuh dengan pesat. Sementara itu, Sao Paulo di Brazil memiliki sejarah pertumbuhan yang berbeda dari Meksiko. Berawal dari lokasi sekolah sekte Jesuit yang berada di persimpangan jalur menuju kawasan pedalaman, Sao Paulo kemudian berkembang pesat akibat perdagangan kopi.

Di Asia sendiri perkembangan kota-kota metropolitan awalnya tak lepas dari pengaruh perdagangan kolonial. Manila, misalnya, baru mulai berkembang sejak kolonisasi Spanyol tahun 1565. Demikian pula dengan Jakarta yang dahulu bernama Batavia, juga Mumbai dan Kalkuta. Aktivitas perdagangan di Mumbai berkembang pesat sehingga penduduk kota tersebut yang di tahun 1814 berjumlah 170.000 jiwa menjadi 566.000 di tahun 1845, dan 817.000 jiwa di tahun 1864. Sejarah yang agak berbeda mungkin ditemukan di Bangkok, yang telah merupakan ibu kota kerajaan sebelum orang-orang Eropa datang. Demikian juga Seoul yang telah menjadi ibu kota kekaisaran Dinasti Li sejak abad 14, jauh sebelum pendudukan Jepang di tahun 1910.

Salah satu fenomena pertumbuhan metropolitan yang menarik adalah pertumbuhan Shenzhen di Cina. Shenzen di awal tahun 1980 an hanyalah sebuah kota kecil nelayan

(24)

dengan penduduk 70.000 jiwa. Semuanya berubah ketika Shenzhen terpilih sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (Special Economic Zone) yang pertama di China. Lokasinya yang strategis, yakni berseberangan dengan Hongkong membuat kawasan tersebut banyak menarik investasi dari Hongkong. Hanya dalam kurun waktu seperempat abad, Shenzhen berubah menjadi metropolitan berpenduduk 7 juta jiwa dengan kekuatan ekonomi nomor empat di Cina. Fenomena unik ini mungkin hanya dapat didekati oleh Chicago yang membutuhkan waktu 50 tahun untuk menjadi kota berpenduduk jutaan.

Kawasan metropolitan terdapat di hampir semua negara di dunia, khususnya pada kota yang terus tumbuh dan berkembang. Sebagai perbandingan di bawah ini dijelaskan beberapa karakter metropolitan di dunia dilihat dari struktur, jumlah penduduk, kelembagaan dan persoalan-persoalan yang dihadapi. Metropolitan yang dibahas adalah Greater Tokyo Area, New York Metropolitan Area, dan Metropolitan London untuk metropolitan di negara maju; Mumbai, Kairo, dan Bangkok untuk metropolitan di negara berkembang; serta Moskow dan Shanghai untuk metropolitan di bekas negara sosialis.

Metropolitan di Negara Maju Greater Tokyo Area2

GAMBAR 2 - 1 Foto Udara The Greater Tokyo Sumber: diambil dari www.earthobservatory.nasa.gov

2

Tulisan ini mengambil dari banyak sumber di internet, antara lain dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Transportation_in_Greater_Tokyo

http://www.stat.go.jp/English/data/handbook/c02cont.htm http://www.unu.edu/unupress/unupbooks/uu11ee/uu11ee0g.htm

(25)

Metropolitan di Indonesia 24

Penduduk

Kawasan metropolitan Tokyo merupakan kawasan metropolitan terbesar di dunia, dengan jumlah populasi sebesar 35.327.000 jiwa pada tahun 2005 (hasil estimasi) dengan luas wilayah 13.500 km persegi (lihat GAMBAR 2 - 1). Akan tetapi merupakan wilayah terbesar kedua dalam hal jumlah kawasan terbangun atau kawasan perkotaan yaitu seluas 7000 km persegi. Pada tahun 2000, populasi tertinggi terdapat di Tokyo, yaitu 12,06 juta penduduk (lihat GAMBAR 2 - 2).

GAMBAR 2 - 2 Kepadatan Penduduk Menurut Prefektur (2000) Sumber: www.stat.go.jp Per km persegi Kurang dari 200 200 - 299 300 - 499 500 - 999

(26)

TABEL 2 - 1 Jumlah Penduduk Prefektur Tahun 2000 Perfektur Jumlah Populasi (1000) Kepadatan (per km2) Jepang 126.926 340 Tokyo-to 12.064 5.517 Osaka-fu 8.805 4.652 Kanagawa-ken 8.490 3.515 Aichi-ken 7.043 1.366 Saitama-ken 6.983 1.827 Chiba-ken 5.926 1.149 Hokkaido 5.683 73 Hyogo-ken 5.551 661 Fukuoka-ken 5.016 1.009 Shizuoka-ken 3.767 484 Sumber: diambil dari www.stat.go.jp

TABEL 2 - 2 Jumlah Penduduk Kota Besar Tahun 1995 dan 2000 Jumlah Populasi (1000) Kota 1995 2000 Tokyo 7.968 8.135 Yokohama-shi 3.307 3.427 Osaka-shi 2.602 2.599 Nagoya-shi 2.152 2.172 Sapporo-shi 1.757 1.822 Kobe-shi 1.424 1.493 Kyoto-shi 1.464 1.468 Fukuoka-shi 1.285 1.341 Kawasaki-shi 1.203 1.250 Hiroshima-shi 1.109 1.126 Kitakyushu-shi 1.020 1.011 Sendai-shi 971 1.008 Chiba-shi 857 887

Sumber: diambil dari www.stat.go.jp

TABEL 2 - 3 Jumlah Penduduk Tiga Metropolitan Utama Tahun 1980, 1990, 1995, dan 2000 (Ribu Jiwa)

Wilayah 1980 1990 1995 2000

Jepang 117.060 123.611 125.570 126.926

Kawasan Metropolitan Tokyo 26.343 29.200 29.872 30.724 Kawasan Metropolitan Osaka 15.422 16.210 16.349 16.567 Kawasan Metropolitan Nagoya 7.828 8.432 8.657 8.852

Jumlah 49.593 53.842 54.878 56.143

persen terhadap Total jumlah penduduk

42.4 43.6 43.7 44.2

(27)

Metropolitan di Indonesia 26

Sejak tahun 1980, 42,4 persen penduduk Tokyo telah terkonsentrasi pada tiga kawasan metropolitan dengan radius 50 km. Pada tahun 2000 meningkat menjadi 44,2 persen dari seluruh populasi terkonsentrasi pada ketiga wilayah metropolitan ini, dan konsentrasi terbesar berada di Kawasan Metropolitan Tokyo (lihat TABEL 2 - 3).

Struktur ruang

Kawasan Metropolitan Tokyo terletak di barat daya Teluk Tokyo, mempunyai struktur yang terdiri dari pusat dan sub pusat yang mencakup Kota Metropolitan Tokyo, wilayah Chiba, Kanagawa, Ibaraki, dan Saitama. Kota Tokyo, yang merupakan gabungan dari The Eastern Portion, terdiri dari 23 distrik khusus dengan pemerintahan sendiri dan beberapa kota sub-urban (The Western Portion) yang berada di dalam wilayah metropolitan. Struktur dari Kawasan Metropolitan Tokyo sering digambarkan sebagai gambar berikut (lihat GAMBAR 2 - 3) yang menunjukkan adanya pusat dan sub-pusat. Kawasan Metropolitan Tokyo ini terdiri dari beberapa daerah administratif yang berdiri sendiri.

GAMBAR 2 - 3 Kawasan Metropolitan Tokyo Sumber: www.unu.edu

Pusat Metropolitan Pusat Bisnis

(28)

GAMBAR 2 - 4 Foto Udara Kawasan Metropolitan Tokyo Sumber: Google Earth 2006

Struktur ruang Metropolitan Tokyo dibentuk oleh sistem jaringan transportasi yang mencakup jalan raya dan rel kereta; pelabuhan udara internasional, domestik, dan tujuan umum; bis; dan kapal komersial. Transportasi umum di Tokyo mencakup jaringan kereta yang bersih dan efisien, serta fasilitas bawah tanah berupa monorail, bis, taksi (seperti pada GAMBAR 2 - 5)

GAMBAR 2 - 5 Rencana Jaringan Jalan di Kawasan Metropolitan Tokyo Sumber: www.unu.edu

(29)

Metropolitan di Indonesia 28

Pemerintahan

Kawasan metropolitan Tokyo dikelola oleh The Tokyo Metropolitan Government (TMG) dengan kewajibannya tidak hanya melaksanakan pelayanan publik pada skala regional (prefektur), tetapi juga mengambil alih sebagian kewenangan yang pada daerah lain di Jepang dilaksanakan oleh pemerintah kota. Diantaranya pengelolaan sumber daya air dan pengelolaan pajak. Pengambilalihan kewenangan ini dilakukan untuk menjaga kohesivitas Tokyo sebagai sebuah kota metropolitan. TMG dipimpin oleh gubernur dan terdapat beberapa departemen dan biro.

Persoalan

Permasalahan yang dihadapi oleh Metropolitan Tokyo antara lain adalah polusi udara, seperti photochemical smog pada tahun 1960 an dan 1970 an. Walaupun persoalan tersebut telah dicoba diatasi dengan peraturan yang ketat dan proses desulfurasi di setiap pabrik, polusi udara masih ditimbulkan dari kendaraan bermotor. Sampah juga merupakan persoalan yang dihadapi oleh Metropolitan Tokyo, bukan karena teknologinya, tetapi lebih pada proses di setiap lokasi geografis. Produksi sampah dilaporkan mencapai 1,1 - 1,3 kg sampah per hari. Sampah yang dihasilkan oleh Kota Tokyo, dua pertiganya mengalami proses pembakaran, dan satu pertiganya di buang ke landfill pada teluk. Transportasi, terutama adalah kepadatan lalu lintas yang sangat tinggi disebabkan karena jumlah penglaju yang tinggi dan sempitnya jaringan jalan. Penglaju melakukan perjalanan setiap hari ke konsentrasi pusat aktivitas kerja yang lebih banyak berada di pusat-pusat kota, sedangkan permukimannya tersebar ke banyak wilayah.

Persoalan lain yang cukup besar adalah perumahan, terutama karena mahalnya lahan di kota perumahan dengan rancangan yang sangat kecil dan mahal, serta lokasi yang terlalu jauh (www.unu.edu.com). Tabel di bawah ini memberikan gambaran mengenai kepemilikan perumahan di Tokyo:

TABEL 2 - 4 Rumah Milik dan Rumah Sewa di Tokyo 1990 Tokyo No. ('000) Persen Jepang (persen) Hak milik 1,762 44 63 Sewa 2,238 56 37

Perumahan oleh pemerintah (Publik) 393 10 8

Perumahan oleh swasta 1,612 40 24

Perumahan perusahaan (Company housing) 233 6 5

Total 4,000 100 100

(30)

Greater London3 Penduduk

London mempunyai penduduk 7.400.600 juta di area seluas 1580 km persegi dengan kepadatan 4.725 jiwa/km persegi di tahun 2006 (lihat GAMBAR 2 - 6). Jumlah penduduk dari Greater London terus meningkat dari tahun 1801 sebesar 1,1 juta menjadi 8,6 juta pada tahun 1939, tetapi mengalami penurunan pada tahun 1980 menjadi 6,8 juta.

GAMBAR 2 - 6 Peta Satelit Greater London Sumber: Google Earth 2006

Struktur Ruang

Greater London dibagi menjadi dua wilayah yaitu Inner London dan Outer London. Akan tetapi untuk perencanaan strategis, London dibagi menjadi 5 sub-wilayah. Greater London dibagi menjadi 32 distrik yang dipimpin oleh pemerintah lokalnya masing-masing, seperti yang ada pada GAMBAR 2 - 7.

3

Tulisan ini mengambil dari banyak sumber di internet, antara lain dari:

www.demographia.com --- Wendell Cox Consultancy; http://en.wikipedia.org/wiki/Greater_London; http://www.thamesweb.com/topic.php?topic_name=Waste; http://www.tfl.gov.uk/tfl/low-emission-zone/faq.asp ; http://www.alg.gov.uk/doc.asp?doc=17220&cat=1027

(31)

Metropolitan di Indonesia 30

1. City of London 2. City of Westminster 3. Kensington and Chelsea 4. Hammersmith and Fulham 5. Wandsworth 6. Lambeth 7. Southwark 8. Tower Hamlets 9. Hackney 10. Islington 11. Camden 12. Brent 13. Ealing 14. Hounslow 15. Richmond 16. Kingston 17. Merton 18. Sutton 19. Croydon 20. Bromley 21. Lewisham 22. Greenwich 23. Bexley 24. Havering

25. Barking and Dagenham 26. Redbridge 27. Newham 28. Waltham Forest 29. Haringey 30. Enfield 31. Barnet 32. Harrow 33. Hillingdon GAMBAR 2 - 7 Pembagian Distrik dalam Greater London Sumber: http:// www.wikipedia.org

Pemerintahan

Greater London bukanlah suatu kota yang memiliki status administratif tersendiri. Greater London secara formal dibentuk melalui London Government Act pada tahun 1963. Pada dasarnya Greater London memiliki dua pemerintah lokal, yaitu Greater London Council yang bekerja sama dengan London City Council, serta 32 pemerintah di setiap distrik yang ada di dalamnya. Selain itu juga terdapat Greater London Authority yang mengkoordinasikan kota-kota di London dan memperhatikan pergerakan bisnis di dalam kota (lihat GAMBAR 2 - 8).

(32)

GAMBAR 2 - 8 Gedung Kantor The Greater London Authority

Persoalan

Greater London menghadapi beberapa masalah yang besar dalam hal polusi udara dan persampahan. Tingkat polusi di London dapat tergambarkan pada tabel berikut:

TABEL 2 - 5 Tingkat Polusi di Greater London Tahun Urban (jumlah hari) Rural (jumlah hari)

1993 59 33 1994 47 44 1995 50 44 1996 48 41 1997 40 42 1998 24 29 1999 33 48 2000 21 27 2001 25 34 2002 20 30 2003 50 63

Sumber: Defra News Release 14 Jan 2004

Kualitas udara yang paling buruk di Eropa adalah London, dan telah menyebabkan kematian bayi secara dini serta gangguan pernapasan. Untuk mengatasi persoalan polusi ini, pemerintah London menerapkan peraturan untuk zona rendah emisi, yang mencakup seluruh wilayah Greater London, untuk mengurangi emisi yang dihasilkan di wilayah tersebut (Edie News Summaries, 2004). Permasalahan lainnya adalah sampah; sampah rumah tangga yang dihasilkan di Metropolitan London dapat mencapai 600.000 ton per tahunnya, sebagian sampah dibuang dengan sistem landfill yang saat ini dilaksanakan di Rainham. Pemerintah memperkirakan kapasitas pembuangan sampah untuk Greater

(33)

Metropolitan di Indonesia 32

London saat ini (2006) hanya akan mencukupi untuk lima tahun kedepan. Oleh karena itu dilakukan kebijakan untuk mengurangi sampah pada tempat penghasil, dan saat ini pemerintah juga sedang mengadakan proyek dalam hal pengurangan sampah

New York Metropolitan Area

GAMBAR 2 - 9 Foto Udara New York Metropolitan Area Sumber: diambil dari Google Earth

Penduduk

Metropolitan New York terdiri dari New York, Newark Jersey City, Yonkers, Paterson dan Bridgeport berpenduduk 21,858,830 jiwa (2004) di atas kawasan seluas 30.671 Km persegi, dan mempunyai kepadatan penduduk 715/km persegi. Dengan demikian, New York merupakan kota yang terpadat penduduknya di Amerika Serikat (lihat GAMBAR 2 - 10).

Struktur Ruang

Struktur kawasan metropolitan di Metropolitan New York tidak beraturan (sprawl). Kawasan ini terdiri dari tujuh counties di New York City and Long Island, tiga belas counties di utara New Jersey, enam counties sebelah utara dari Kota New York di New York State, tiga counties di sebelah barat daya Connecticut, dan satu county di sebelah timur laut Pennsylvania. Metropolitan New York mencakup kota terbesar di Amerika Serikat (New York), lima kota terbesar di New Jersey (Newark, Jersey City, Paterson, Elizabeth and Trenton) dan kota terbesar di Connecticut (Bridgeport). Luas keseluruhan dari kawasan metropolitan ini adalah 30,671 km persegi.

(34)

GAMBAR 2 - 10 Jumlah Penduduk Metropolitan di Amerika Serikat

Sumber: diambil dari:http://en.wikipedia.org/wiki/ New_York_metropolitan_area

GAMBAR 2 - 11 Pembagian Wilayah New York Metropolitan Area

Kota-kota utama.

Lebih biru berarti lebih padat. Daerah lainnya dalam Kawasan Metropolitan Ju m la h P en d u d u k (J u ta )

(35)

Metropolitan di Indonesia 34

Persoalan

Persoalan yang terjadi di kawasan Metropolitan New York adalah tingkat pemakaian energi yang sangat tinggi yang ditimbulkan oleh tingginya jumlah penglaju setiap hari. Penglaju yang besar tersebut selain menimbulkan polusi, juga menimbulkan kemacetan lalu lintas yang berat dan menyebabkan frustasi atau stress karena harus menempuh jarak yang cukup jauh. Besarnya penglaju ini adalah akibat tersebarnya daerah sub-urban yang merupakan kawasan perumahan, sementara tempat kerja berada di pusat-pusat kota. Sebagai gambaran beratnya persoalan tersebut dapat dilihat dari besarnya biaya eksternalitas yang dihasilkan dalam satuan jutaan dollar di Kota New York berikut ini:

TABEL 2 - 6 Biaya Eksternalitas Transportasi di Kota New York Tahun 2000 (Juta Dollar)

Biaya Eksternalitas Manhattan Brooklyn Queens The Bronx Richmond

Total Kota New York Pemakaian dan Kerusakan Jalan 234 294 488 193 128 1,337 Biaya Pemakaian 84 99 171 71 29 455 Kerusakan akibat Getaran 56 78 106 33 21 294 Biaya Kecelakaan Lalu Lintas 1,506 2,578 3,843 1,342 1,040 10,309 Biaya Kemacetan 1,991 1,897 2,898 999 503 8,289

Biaya Polusi Udara 1,742 1,627 2,541 884 484 7,279

Biaya Polusi Suara 504 413 654 243 124 1,939

Total Biaya Eksternalitas

6,118 6,986 10,701 3,766 2,331 29,901 Sumber: Community Consulting Services, Inc. 2000

Metropolitan di Negara Berkembang Greater Mumbai4

Mumbai di India termasuk salah satu kawasan metropolitan yang sangat besar, kawasan metropolitannya terdiri dari Greater Mumbai ditambah beberapa kawasan perkotaan di sekelilingnya hingga membentuk kawasan metropolitan yang sangat besar yang disebut sebagai Mumbai Metropolitan Region (MMR) (lihat GAMBAR 2 - 12). Penduduk MMR diperkirakan akan mencapai 22,4 juta pada tahun 2011, dengan hanya 12,9 juta yang diharapkan akan tinggal di Greater Mumbai. Tingkat pertumbuhan di MMR adalah 4,2 persen per tahun, sedangkan kepadatan penduduknya adalah 45.989 jiwa per km persegi. Pekerjaan penduduknya tercatat beralih dari manufaktur ke sektor jasa dan keuangan, yang bekerja di bidang manufaktur berkurang jumlahnya dari 36 persen pada tahun 1980 menjadi 28,5 persen pada tahun 1990. Pada tahun yang sama, sektor perdagangan, keuangan, dan jasa telah meningkat dari 52,1 persen menjadi 64,3 persen (lihat

GAMBAR 2 - 13).

4

Tulisan ini diambil dari banyak sumber di Internet, antara lain: www.theory.tifr.res.in, www.mmrdamumbai.org/ index.htm.

(36)

GAMBAR 2 - 12 Foto Udara Greater Mumbai Sumber : Google Earth 2006

GAMBAR 2 - 13 Struktur Ekonomi Greater Mumbai

Struktur Ruang

MMR atau yang juga dikenal dengan Greater Mumbai Urban Agglomeration terdiri dari Kota Metropolitan Mumbai dan beberapa kota satelit. Wilayah metropolitan ini terdiri dari 5 municipal corporations dan 15 municipal councils yang lebih kecil. Municipal Corporations yang terdapat di Mumbai adalah:

1. Brihan Mumbai (Mumbai), 2. Thane sebelah barat daya Mumbai

Jasa

Industri

Manufaktur Manufaktur

Lain Lain

(37)

Metropolitan di Indonesia 36

3. Kalyan-Dombivali

4. Navi Mumbai sebelah timur Mumbai 5. Ulhasnagar

Sementara itu, Municipal Council yang ada adalah sebagai berikut: - Alibag - Ambernath - Bhiwandi - Karjat - Khopoli - Kulgaon - Badlapur - Matheran - Mira - Bhayandar - Nala Sopara - Navghar-Manikpur - Panvel - Pen - Uran - Vasai - Virar

Kawasan metropolitan ini ini juga mencakup empat distrik dari Maharashtra State: 1. Kota Mumbai (seluruhnya)

2. Mumbai sub-urban district (seluruhnya) 3. Thane district (sebagian)

4. Raigad (sebagian)

GAMBAR 2 - 14 Peta Mumbai Metropolitan Region

Sumber: www.mmrdamumbai.org/ index.htm

Gambar

GAMBAR 2 - 1 Foto Udara The Greater Tokyo Sumber: diambil dari www.earthobservatory.nasa.gov
GAMBAR 2 - 2 Kepadatan Penduduk Menurut Prefektur (2000)  Sumber: www.stat.go.jp Per km persegi  Kurang dari 200 200 - 299 300 - 499 500 - 999
GAMBAR 2 - 5 Rencana Jaringan Jalan di Kawasan Metropolitan Tokyo   Sumber: www.unu.edu
TABEL 2 - 4  Rumah Milik  dan Rumah Sewa di Tokyo 1990  Tokyo  No. ('000)  Persen  Jepang  (persen)  Hak milik  1,762  44  63  Sewa  2,238  56  37
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama tiga siklus, hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa metode

Kami, Mohd Yatim bin Abu Bakar dan Yau Ngi Chuang @ Yaw Yee Chuang, yang merupakan Ahli Majlis, Majlis Perbandaran Manjung dengan ini menyatakan bahawa, pada pendapat kami

 Hanya telinga kiri yang akan terdengar bunyi (telinga kanan tidak akan terdengar bunyi) : kedua telinga normal, terdapat efek masking makanya orang tersebut

Oleh karena itu dalam program pelepasliaran burung kakatua hasil penyerahan masyarakat perlu dilakukan identifikasi secara morfologi dan teknik DNA molekuler untuk

I2 Ketepatan waktu perjalan kereta api non komersial 0,092 0,018 I3 Memberikan fasilitas pelayanan sesuai kebutuhan pada kereta komersial 0,096 0,019 I4 Memberikan fasilitas

Biakan bakteri uji diambil menggunakan jarum steril dan diinokulasikan dengan cara ditusukan pada medium agar padat pada tabung reaksi kemudian diinkubasi pada

Politeknik Negeri SamarindaP SamarindaPage 1# age 1#.. Berat jenis suatu zat adalah perbandingan antara menggunakan piknometer. Berat jenis suatu zat adalah perbandingan