• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Toksisitas Subkronis Kombinasi Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia Linn.) dan Rimpang Jahe Gajah (Zingiber Officinale Rosc.) pada Tikus Wistar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Toksisitas Subkronis Kombinasi Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia Linn.) dan Rimpang Jahe Gajah (Zingiber Officinale Rosc.) pada Tikus Wistar."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS KOMBINASI

EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn.)

DAN RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Rosc.)

PADA TIKUS WISTAR

KARYA ILMIAH YANG TIDAK DIPUBLIKASIKAN

RINI HENDRIANI, M.Si.

NIP. 132317750

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS FARMASI

(2)

DAN RIMPANG JAHE GAJAH (

Zingiber officinale

Rosc.)

PADA TIKUS WISTAR

KARYA ILMIAH YANG TIDAK DIPUBLIKASIKAN

Oleh:

RINI HENDRIANI, M.Si.

NIP. 132317750

Jatinangor, Oktober 2007 Mengetahui dan menyetujui

Dekan Fakultas Farmasi Kepala Laboratorium Farmakologi Universitas Padjadjaran Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

Prof. Dr. Anas Subarnas, M.Sc. Ahmad Muhtadi, M.S.

(3)
(4)

Halaman

PENDAHULUAN... 1

I. TINJAUAN PUSTAKA ... 2

I.1 Tinjauan Botani ………... 2

I.2 Toksisitas ………. 3

I.3 Evaluasi Uji Toksisitas ……… 6

II. METODE PENELITIAN ……… 10

III. PERCOBAAN ………. 12

3.1 Bahan, Alat dan Hewan Uji ………. 12

3.2 Penyiapan Bahan ………. 12

3.3 Pengolahan Bahan... 13

3.4 Pembuatan Ekstrak Tanaman ……….. 13

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak ………. . 13

3.6 Pembuatan Sediaan Uji ………. 17

3.7 Penyiapan Hewan Uji ………... 17

3.8 Dosis dan Cara Pemberian Sediaan Uji ……… 17

3.9 Pengamatan Perilaku dan Aktivitas Motorik ……… 18

3.10 Pengamatan Bobot Badan ………. 18

3.11 Pemeriksaan Parameter Urin ……… 19

3.12 Pengamatan Parameter Darah ………... 19

3.13 Pengamatan Fungsi Hati dan Ginjal ………. 19

3.14 Pengamatan makroskopik Organ ……….. 20

3.15 Pengamatan mikroskopik Organ ………... 20

IV. HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN ……… 21

V. SIMPULAN DAN SARAN ……….. 32

DAFTAR PUSTAKA ……… 33

(5)

1

keanekaragaman hayati yang sangat besar, kaya akan bahan baku obat, sehingga fitofarmaka merupakan suatu pilihan pengobatan yang menarik dan dapat terus dikembangkan. Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi untuk dikembangkan ke arah yang lebih modern adalah mengkudu dan jahe.

Pengobatan tradisional di Indonesia, menggunakan bahan-bahan yang terdapat di alam sekitar, merupakan bagian dari kebudayaan bangsa yang turun temurun. Secara tradisional masyarakat Asia percaya mengkudu dan jahe mampu mengobati berbagai penyakit. Seluruh bagian tanaman mengkudu mempunyai khasiat obat. Akar mengkudu dimanfaatkan untuk mengobati kejang-kejang dan tetanus, obat demam dan sebagai tonikum. Kulit batang mengkudu digunakan sebagai tonikum, antiseptik pada pembengkakan kulit, borok, dan luka. Daun mengkudu dimanfaatkan untuk mengobati disentri, kejang usus, pusing, muntah, dan demam. Bunga mengkudu digunakan untuk mengobati kudis, bisul dan sakit kerongkongan. Buah mengkudu untuk obat asma, menormalkan tekanan darah, gangguan pernafasan, TBC, dan radang (Heyne, 1987; Bangun, 2002). Jahe digunakan antara lain sebagai obat batuk dan penghangat badan, juga untuk obat sakit kepala, rematik, masuk angin, antiemetik, keseleo, bengkak, demam, antituberkulosis, nyeri dada, dan diare (Heyne, 1987; Farry, 2005).

Dari penelitian sebelumnya diketahui mengkudu dan jahe mempunyai aktivitas anti TBC. Ekstrak etanol mengkudu dan jahe menunjukkan hasil yang paling baik karena dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis galur yang sensitif (H37Rv) maupun galur resisten (No. 552) pada konsentrasi 10 g/mL (Sugihartina, 2004). Ekstrak etanol mengkudu dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis galur H37Rv, 552 dan 223 pada konsentrasi 10 g/mL. Kombinasi mengkudu dan jahe gajah (7,5;7,5 g/mL) dapat menghambat M. tuberculosis galur H37Rv, 552 dan 223 (Agusta, 2005). Ekstrak etanol rimpang jahe gajah dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis galur H37Rv dan 552 dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) 5 g/mL, tetapi tidak dapat menghambat galur 223 pada konsentrasi hingga 1000 g/mL (Surya, 2005).

(6)

Oleh karena itu dilakukan berbagai penelitian antara lain pengujian terhadap toksisitas dan efek samping yang dapat ditimbulkannya. Perlu dilakukan penelitian toksisitas yang bersifat akut dan yang bersifat kronis.

Penggunaan dalam jangka waktu yang lama mendorong perlunya penentuan toksisitas subkronis, karena meskipun dianggap aman, tetapi belum diketahui adanya kemungkinan efek yang tidak diharapkan pada tubuh akibat pemakaian lama. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap efek toksik ekstrak etanol mengkudu dan jahe gajah tunggal maupun kombinasinya dengan perbandingan (1:1), diberikan setiap hari selama 90 hari dan kelompok satelit tetap dipelihara selama 30 hari setelah pemberian sediaan uji dihentikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksik subkronis kombinasi ekstrak etanol buah mengkudu dan rimpang jahe gajah pada tikus Wistar. Selain informasi toksisitas, hasil penelitian juga diharapkan dapat menggambarkan efek terhadap organ-organ dalam tubuh sehingga dapat memberikan petunjuk jenis penelitian khusus lainnya yang perlu dilakukan.

I TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi tinjauan botani tanaman mengkudu dan jahe gajah, serta tinjauan tentang toksisitas.

1.1 Tinjauan Botani

Pada penelitian ini dilakukan tinjauan botani terhadap dua jenis tanaman yang digunakan yaitu mengkudu dan jahe gajah.

1.1.1 Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.)

Mengkudu merupakan tumbuhan tropis. Jenis mengkudu yang banyak ditemukan di Indonesia yaitu Morinda citrifolia yang berdaun lonjong besar berwarna hijau mengkilap dan Morinda elliptica yang berdaun jorong meruncing. Spesies mengkudu lain misalnya M. braceata, M. speciosa, M elliptica, M. tinctoria, dan M.oleifera (Ditjen POM, 1997; Bangun, 2002).

(7)
(8)

3

Kandungan buah mengkudu antara lain skopoletin, morindin, morindon, asam

oktanoat, kalium, terpenoid, alkaloid, antrakuinon, -sitosterol, karoten, glikosida

flavon, asam linoleat, alizarin, asam amino, akubin, L-asperulosid, asam kaproat, asam

kaprilat, asam ursolat glukosa, dan eugenol.

Penggunaan buah mengkudu antara lain sebagai anthelmintik, pelembut kulit,

ekspektoran, antipiretik, antiseptik, antituberkulosis, dan antihipertensi. (Ditjen POM,

1997; Heyne, 1987; Bangun, 2002)

1.1.2 Tanaman Jahe Gajah (Zingiber officinale Rosc.)

Tanaman jahe dikenal dalam tiga varietas yaitu jahe gajah (Zingiber officinale

Rosc.), jahe merah (Zingiber officinale Rosc. Var sunti val), dan jahe emprit (Zingiber

officinale var. Amarum). Ketiganya dapat dibedakan berdasarkan karakteristik

morfologinya (Ditjen POM, 1997; Heyne 1987; Farry, 2005).

Jahe gajah berupa terna berbatang semu, tinggi 0,3 – 1 m, rimpang bila

dipotong berwarna kuning. Daun semprit, panjang 15-23 mm, lebar 8-15 mm,

berbentuk lidah dan memanjang. Rimpang jahe gajah lebih besar dan mengembung

dari pada varietas lainnya, aromanya kurang tajam dan rasanya kurang pedas. Gambar

dapat dilihat pada Lampiran A, Gambar 1.3.

Kandungan utama dari jahe adalah gingerol, zingiberol, zingiberen, zingeron,

terpen, felandren, dekstrokamfen, seskuiterpen zingiberen, resin, dan amilum. Jahe

banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia karena khasiatnya yang banyak antara

lain sebagai obat sakit kepala, rematik, masuk angin, antiemetik, keseleo, bengkak,

demam, antituberkulosis, nyeri dada, batuk, dan diare (Heyne, 1987; Farry, 2005).

1.2 Toksisitas

Salah satu tujuan terpenting toksikologi ialah memberikan keterangan sehingga

kerugian kesehatan manusia dan lingkungan akibat senyawa beracun dapat dicegah

atau dibatasi (Koeman, 1987).

1.2.1 Latar Belakang Sejarah

Seiring perkembangan zaman, manusia semakin sadar tentang pentingnya

kesehatan diri, maka keamanan bahan-bahan yang dikonsumsi perlu diperhatikan.

(9)

bahan terhadap makluk hidup dan sistem biologi lainnya. Tosikologi lebih ditujukan

untuk mendeteksi resiko keracunan pada manusia baik resiko yang telah diketahui

maupun yang masih menjadi dugaan. Uji toksisitas sangat penting untuk mencegah

resiko akibat pemaparan senyawa tertentu pada manusia.

Faktor penting yang mempengaruhi keamanan suatu senyawa adalah jumlah

dosisnya, maka dilakukan suatu penelitian hubungan antara dosis (kadar) tertentu dan

respon biologi yang dihasilkannya.

1.2.2 Jenis Uji Toksisitas

Pada umumnya metode uji toksisitas dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu,

uji toksisitas yang dirancang untuk mengevaluasi seluruh efek umum suatu senyawa,

dan uji yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci tipe toksisitas spesifik (Hayes

2001; Loomis, 1987; Lu, 1995).

Uji toksisitas umum meliputi :

a. Uji toksisitas akut.

Uji Toksisitas akut dilakukan dengan memberi senyawa yang sedang diuji

sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam, kemudian diamati

selama 14 hari. Penelitian ini dirancang untuk menentukan dosis letal median (LD50),

selain juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik

spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan

dalam pengujian yang lebih lama.

Senyawa yang mempunyai toksisitas akut yang rendah, tidak diperlukan

penentuan (LD50) secara tepat, cukup informasi bahwa dosis yang cukup besar

menyebabkan hanya sedikit kematian, atau bahkan tidak menyebabkan kematian

(EPA,1988). Pandangan ini diterima oleh Joint FAO/WHO Expert Committee on

Food Additives (WHO, 1966).

b. Uji Toksisitas Subkronis

Uji toksisitas subkronis dilakukan untuk mengevaluasi efek senyawa, apabila

diberikan kepada hewan uji secara berulang-ulang. Biasanya diberikan senyawa uji

setiap hari selama kurang lebih 10% dari masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus

(10)

Uji toksisitas sub kronis menyangkut evaluasi seluruh hewan untuk

mengetahui efek patologi kasar dan efek histologi. Uji ini dapat menghasilkan

informasi toksisitas zat uji yang berkaitan dengan organ sasaran, efek pada organ itu,

dan hubungan dosis efek dan dosis respons. Informasi tersebut dapat memberi

petunjuk jenis penelitian khusus lainnya yang perlu dilakukan.

c. Uji Toksisitas Kronis

Uji toksisitas kronis dilakukan dengan memberikan senyawa uji

berulang-ulang selama masa hidup hewan uji atau sebagian besar masa hidupnya, misalnya 18

bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet.

Pada uji toksisitas kronis ini dilakukan evaluasi patologi lengkap.

Uji toksisitas selektif antara lain :

a. Uji Teratogenitas

Uji teratogenitas adalah suatu pengujian untuk memperoleh informasi adanya

abnormalitas fetus yang terjadi karena pemberian suatu zat dalam masa perkembangan

embrio. Informasi tersebut termasuk abnormalitas bagian luar, jaringan lunak dan

kerangka fetus. Pada pengujian ini senyawa uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan

kepada beberapa kelompok hewan percobaan selama paling sedikit masa

organogenesis dari kehamilan, satu dosis untuk satu kelompok. Sesaat sebelum waktu

melahirkan, uterus diambil dan dilakukan evaluasi terhadap fetus.

b. Uji Mutagenitas

Uji mutagenitas adalah uji yang dilakukan untuk memperoleh informasi

mengenai kemungkinan terjadinya efek mutagenik suatu senyawa. Efek mutagenik

merupakan efek yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat genetika sel tubuh

makhluk hidup.

c. Uji Karsinogenitas

Uji karsinogenitas dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai efek

(11)

karsinogenik jika senyawa tersebut dapat menginduksi karsinoma (pembentukan

tumor). Uji ini memerlukan biaya yang banyak dan waktu yang lama.

1.3 Evaluasi Uji Toksisitas

Penelitian jangka pendek yang menyeluruh akan memberikan informasi

toksisitas senyawa uji dalam kaitannya dengan organ sasaran, efek pada organ tersebut

dan hubungan dosis – efek dan dosis – respons. Evaluasi hasil uji toksisitas dilakukan

pengamatan umum, pengamatan parameter klinik, dan pemeriksaan setelah kematian.

1.3.1 Pengamatan Umum

Secara umum dilakukan pengamatan pada penampilan, perilaku dan aktivitas

motorik, serta semua abnormalitas hewan uji sebelum dan sesudah proses uji

toksisitas. Berat badan dan konsumsi makanan selama proses uji toksisitas perlu

diperhatikan. Berkurangnya pertambahan berat badan merupakan indeks efek toksik

yang sederhana namun cukup sensitif. Konsumsi makanan yang nyata berkurang dapat

memperberat manifestasi toksik senyawa uji.

1.3.2 Pengamatan Parameter Klinik

Hasil pengujian di laboratorium klinik diperlukan untuk membantu membuat

diagnosis dan memantau toksisitas yang terjadi. Pada penelitian ini dilakukan

pemeriksaan hematologi meliputi parameter kadar hemoglobin, jumlah sel eritrosit,

leukosit, dan trombosit, serta hematokrit. Dilakukan pula uji biokimia darah dan

analisis urin.

a. Hematologi

Pemeriksaan hematologi dapat memberikan informasi efek yang disebabkan

senyawa uji terhadap darah dan jaringan pembentuk darah. Darah terdiri atas sel-sel

dan cairan yang terdapat dalam sistem sirkulasi tertutup, mengalir secara teratur dalam

satu arah, didorong terutama oleh kontraksi jantung yang berirama. Darah terdiri dari

sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit, serta plasma yang

merupakan cairan tempat sel-sel darah itu terendam. Jika darah dikeluarkan dari

sistem sirkulasi, darah akan membeku dan cairan kuning bening yang disebut serum

(12)

menambahkan antikoagulan akan memisah bila disentrifuga membentuk

lapisan-lapisan. Hematokrit adalah perkiraan volume eritrosit padat per satuan volume darah.

Volume hematokrit normal tikus 36-50,6%. Sedangkan volume darah normal tikus 60

mL/kg. (Zutphen, 1993; Mitruka, 1981).

Eritrosit tidak mempunyai inti, mengandung hemoglobin yang merupakan

protein pembawa oksigen. Anemia adalah kondisi patologis yang ditandai oleh

konsentrasi hemoglobin darah di bawah normal, berhubungan dengan pengurangan

jumlah sel darah merah. Atau dapat pula jumlah sel normal namun jumlah kandungan

hemoglobinnya kurang (anemia hipokrom). Anemia dapat disebabkan pendarahan atau

produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang tidak cukup.

Penetapan kadar hemoglobin dapat dilakukan dengan metoda Sahli. Metoda ini

menggunakan cara kolorimetrik visual. Hemoglobin dalam hemometer diubah menjadi

hematin asam dengan penambahan HCl 0,1N, kemudian warna yang terjadi

dibandingkan secara visual dengan standard pada alat tersebut. Kadar hemoglobin

normal tikus adalah 11-20 g/100 mL (Zutphen, 1993; Mitruka, 1981).

Jumlah sel darah merah dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop.

Darah diencerkan dengan natrium sitrat 0,1M, kemudian dimasukkan ke dalam kamar

hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume tertentu, dengan menggunakan faktor

konversi jumlah eritrosit dapat diperhitungkan. Jumlah sel darah merah normal tikus

6,76-9,20 x106/mm3 (Mitruka, 1981).

Sel darah putih (leukosit) bukan merupakan komponen dengan jumlah yang

selalu tetap dalam darah. Sel darah putih bermigrasi ke jaringan tempat melakukan

berbagai fungsinya. Leukosit berperan dalam pertahanan selular dan humoral dari

organisme terhadap materi asing. Jumlah leukosit dihitung menggunakan

hemositometer dan mikroskop. Darah diencerkan menggunakan larutan Turk yang

mengandung asam asetat dan gentian violet membentuk warna ungu muda. Gentian

violet berguna untuk memberikan warna pada inti dan granula leukosit. Jumlah

leukosit normal tikus 6,60-12,60 x106/mm3 (Mitruka, 1981).

Jumlah trombosit dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop. Darah

diencerkan dengan larutan ammonium oksalat 1%, yang ditujukan untuk melisiskan

(13)

b. Uji Biokimia Darah

Laju distribusi ke setiap organ tubuh berhubungan dengan aliran darah.

Volume aliran darah di hati dan ginjal paling tinggi, sehingga organ tersebut paling

banyak terpapar senyawa toksikan. Selain itu, fungsi metabolisme dan eksresi pada

organ tersebut besar, sehingga keduanya lebih peka terhadap toksikan. Dengan

mengetahui biokimia darah maka dapat diketahui keadaan organ tubuh terutama

fungsi hati dan ginjal.

Pada penelitian ini uji biokimia darah yang dilakukan adalah penentuan kadar

glukosa, kreatinin, BUN, SGOT, SGPT, LDL, trigliserida, HDL, protein total,

albumin, dan kolesterol.

c. Urinalisis

Urin merupakan jalur utama eksresi sebagian besar senyawa toksikan,

sehingga ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasi

toksikan pada filtrat dan membawa toksikan melalui sel tubulus. Karena itu ginjal

merupakan organ sasaran utama dari efek toksik. Pemeriksaan urin selain dapat

memberikan data mengenai ginjal dan saluran urin, juga mengenai fungsi berbagai

organ dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal dan

lain-lain.

Perlu diperhatikan waktu pengumpulan sampel urin. Urin kumpulan sepanjang

24 jam mempunyai susunan yang tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam

berikutnya. Tetapi sampel urin yang diambil pada saat tertentu di waktu siang atau

malam, dapat memberikan susunan urin yang berbeda. Analisis urin meliputi warna,

berat jenis, pH, dan suhu.

2.3.3 Pemeriksaan Setelah Kematian

Pada akhir pengujian semua hewan uji dikorbankan dan diperiksa patologinya

secara makroskopis, jika keadaan jaringan memungkinkan, dilakukan pula

pemeriksaan histologi. Selain itu, berat beberapa organ, baik dalam nilai absolut

maupun relatif terhadap berat badan harus diukur, karena ini merupakan indikator

yang berguna bagi toksisitas. Pemeriksaan ini akan menghasilkan informasi toksisitas

senyawa uji dalam kaitannya dengan efek pada organ sasaran. Informasi tersebut dapat

(14)

a. Organ Sasaran

Toksikan tidak mempengaruhi semua organ secara merata, karena dipengaruhi

oleh kepekaan suatu organ, juga tingginya kadar senyawa atau metabolitnya di organ

sasaran. Kadar ini selain bergantung pada dosis yang diberikan juga pada derajat

absorbsi, distribusi, pengikatan, dan eksresi.

Senyawa uji yang diberikan secara oral, absorbsi terjadi di saluran cerna.

Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting, terutama untuk senyawa yang

bersifat asam lemah. Dalam usus, senyawa yang bersifat basa lemah akan mudah

diserap. Setelah senyawa tersebut diserap dan memasuki darah, maka akan

didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Kadarnya dalam organ tergantung

mudah atau tidaknya senyawa melewati dinding kapiler dan membran sel, serta

afinitas komponen organ terhadap senyawa tersebut.

Pengikatan suatu senyawa dalam jaringan dapat menyebabkan kadarnya

menjadi tinggi. Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk mengikat

senyawa asing. Hal ini berhubungan dengan fungsi metabolik dan eksretorik.

b. Histologi Organ

Pada pemeriksaan setelah kematian hewan uji perlu dilakukan pemeriksaan

histologi organ untuk mengetahui hubungan antara gejala yang terjadi dengan struktur

organ yang mengalami paparan senyawa uji.

Pada penelitian ini organ yang ditimbang dan diperiksa secara histologis yaitu

hati, ginjal, anak ginjal, jantung, limpa, pankreas, paru-paru, otak, testes dan vesika

seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina). Lambung diperiksa secara

makroskopis.

Hati adalah organ terbesar dan memberikan proses metabolisme paling

kompleks di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta

sebagian besar obat dan toksikan. Pada pemeriksaan patologi makroskopik hati, warna

dan penampilan sering dapat menunjukkan sifat toksisitas, seperti perlemakan hati

atau sirosis. Berat organ merupakan petunjuk yang sangat peka dari pengaruh zat uji

pada hati. Pada pemeriksaan mikroskopik hati, dapat dideteksi berbagai kelainan

histologi seperti perlemakan, nekrosis, sirosis, nodul hiperplastik dan neoplasia, selain

(15)

digabungkan dengan data uji biokimia sehingga dapat menggambarkan cara kerja

toksikan.

Ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik selain hati. Ginjal

mempunyai kemampuan kompensasi yang luar biasa. Uji fungsi ginjal selain

dilakukan analisis urin dan darah, juga pemeriksaan secara morfologis dan histologis.

Pada pemeriksaan makroskopis ditentukan berat ginjal. Perubahan berat organ, bila

dibandingkan dengan hewan pembanding, dapat menunjukkan lesi ginjal. Pemeriksaan

histopatologi dapat mengungkapkan tempat, luas, dan sifat morfologik lesi ginjal.

Sebagai suatu bagian vital dalam tubuh, susunan saraf dilindungi dari toksikan

dalam darah oleh suatu mekanisme protektif sawar darah otak. Meskipun demikian,

susunan saraf rentan dari berbagai jenis toksikan. Susunan saraf terdiri atas dua bagian

utama yaitu susunan saraf perifer dan susunan saraf pusat (SSP) yang mencakup otak

dan sum-sum tulang belakang. Pada uji toksisitas perlu juga dilakukan pemeriksaan

histologi otak.

Jantung adalah suatu organ yang vital dalam tubuh, meskipun bukan sasaran

utama, organ ini dapat dirusak oleh berbagai senyawa, juga sistem reproduksi, testis

dan vesika seminalis atau ovarium dan uterus, serta pankreas yang merupakan bagian

sistem endokrin. Oleh karena itu perlu dilakukan pula pemeriksaan histologi pada

organ-organ tersebut.

II METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian toksisitas subkronis ekstrak etanol

buah mengkudu dan rimpang jahe gajah tunggal serta kombinasinya. Pada tahap

penelitian dilakukan penyiapan ekstrak tumbuhan obat dimulai dengan pengumpulan

bahan segar berupa buah mengkudu yang cukup matang dan rimpang jahe gajah,

kemudian di determinasi. Buah mengkudu dan rimpang jahe gajah dicuci dan diiris

kemudian dijemur di bawah sinar matahari langsung sampai kering. Simplisia yang

telah kering dihaluskan dan diayak. Setelah itu diekstraksi menggunakan pelarut

etanol 96% kemudian diuapkan sampai kental. Dilakukan penetapan karakteristik

ekstrak. Sediaan obat dibuat dengan melarutkan ekstrak dalam air menggunakan

(16)

Uji toksisitas sub kronis dilakukan menggunakan hewan tikus putih jantan dan

betina galur Wistar. Diuji dengan dosis bertingkat 50, 400, 1000 mg/kg bb kombinasi

ekstrak etanol buah mengkudu dengan rimpang jahe gajah (1:1) dan ekstrak etanol

buah mengkudu tunggal 50 mg/kg bb juga ekstrak etanol rimpang jahe gajah tunggal

50 mg/kg bb. Pemberian sediaan dilakukan secara oral setiap hari selama 90 hari.

Kelompok satelit tetap dipelihara sampai 120 hari tanpa pemberian zat uji lagi setelah

pemberian sediaan selama 90 hari.

Evaluasi hasil uji toksisitas dilakukan pengamatan umum, pengamatan

parameter klinik, dan pemeriksaan setelah kematian. Pada pengamatan umum

dilakukan pengamatan pada penampilan, perilaku dan aktivitas motorik, serta semua

abnormalitas hewan uji sebelum dan sesudah proses uji toksisitas. Berat badan dan

konsumsi makanan selama proses uji toksisitas perlu diperhatikan. Konsumsi makanan

yang berkurang secara nyata dapat memperberat manifestasi toksik zat uji.

Hasil pengujian di laboratorium klinik diperlukan untuk membantu membuat

diagnosis dan memantau toksisitas yang terjadi. Pada penelitian ini dilakukan

pemeriksaan hematologi pada darah yang diambil dari ekor tikus pada hari ke 91 dan

untuk kelompok satelit pada hari ke 121, kemudian diamati jumlah sel darah merah,

sel darah putih, trombosit, hemoglobin dan angka hematokrit yaitu perbandingan

endapan sel dengan volume darah. Nilai parameter darah kelompok yang diberi

sediaan uji dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Dilakukan pula uji biokimia

darah yang meliputi penentuan kadar glukosa, kreatinin , BUN, SGOT, SGPT, LDL,

trigliserida, HDL, protein total, albumin, dan kolesterol. Analisis urin meliputi warna,

berat jenis, dan pH.

Pada akhir pengujian semua hewan uji yang hidup dikorbankan dan dilakukan

isolasi terhadap organ-organ tertentu untuk diperiksa patologinya secara makroskopis,

dilakukan pula pemeriksaan histologi. Lambung diperiksa secara makroskopis

menggunakan kaca pembesar. Pada penelitian ini organ yang ditimbang dan diperiksa

secara histologis yaitu hati, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, limpa, paru-paru, otak,

(17)

III PERCOBAAN

3.1 Bahan, Alat dan Hewan Uji

3.1.1 Bahan

Buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.), rimpang jahe gajah (Zingiber officinale Rosc.), tragakan, etanol 96%, air destilasi, larutan Turk 0,1%, larutan natrium sitrat 2%, larutan asam hidroklorida 0,1N, larutan dapar formalin, pereaksi biokimia darah, etanol absolut, xylol, paraffin padat, dan pewarna Hematoksilin Eosin (HE).

3.1.2 Alat

Alat refluks, alat penguap vakum putar, cawan penguap, penangas air, timbangan analitik, timbangan tikus, mortir dan stampler, jarum oral tikus, spuit 3cc, kandang metabolisme, alat uji perilaku, tabung eppendorf, alat sentrifuga eppendorf, tabung kapiler hematokrit, mikrosentrifuga, mikropipet, hemositometer, mikroskop, alat penghitung, tabung sahli, alat bedah, spektrofotometer ultra violet visibel (Fotometer 4020 Hitachi), kaca pembesar, kamera, mikrotom, kaca objek, kaca penutup, dan peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium.

3.1.3 Hewan Uji

Tikus putih jantan dan betina galur Wistar usia 2-3 bulan dengan bobot 100-200 gram. Hewan diperoleh dari laboratorium hewan Farmakologi dan Toksikologi Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung dan Pusat Antar Universitas ITB.

3.2 Penyiapan Bahan

(18)

3.3 Pengolahan Bahan

Buah mengkudu dan rimpang jahe gajah segar dicuci dan dibersihkan kemudian diiris dengan ketebalan lebih kurang 0,5 cm dan dijemur dibawah sinar matahari langsung sampai kering. Simplisia yang telah kering dihaluskan menggunakan alat penghancur, kemudian diayak, sehingga diperoleh serbuk simplisia yang siap digunakan untuk proses selanjutnya.

3.4 Pembuatan Ekstrak Tanaman

Ekstrak dibuat dengan menggunakan alat refluks dengan pelarut etanol 96%. Serbuk simplisia ditimbang 100 gram, dimasukkan ke dalam labu bundar dan diekstraksi menggunakan 500 mL etanol 96%, direfluks selama 2 jam, kemudian disaring panas-panas menggunakan kain flanel, dan disaring lagi menggunakan kertas saring sehingga didapatkan filtrat yang bening tanpa endapan. Residu diekstraksi lagi 2 kali masing-masing menggunakan 500 mL etanol 96%, dan filtratnya disatukan. Seluruh filtrat yang diperoleh diuapkan menggunakan alat penguap vakum berputar sampai volumenya lebih kurang 100 mL, kemudian ekstrak diuapkan diatas penangas air pada suhu 50 oC sampai diperoleh ekstrak kental dengan bobot konstan. Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran B, Gambar 3.4.

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak

Pengujian ekstrak kental meliputi parameter non spesifik yaitu susut pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar abu, kadar abu yang tidak larut dalam asam. Pengujian parameter spesifik meliputi organoleptik ekstrak, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dan kandungan kimia ekstrak termasuk flavonoid, saponin, kuinon, tanin, alkaloid, steroid/triterpenoid.

3.5.1 Parameter Susut Pengeringan

(19)

suhu 105 oC hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar.

3.5.2. Parameter Bobot Jenis

Digunakan piknometer bersih, kering dan telah dikaliberasi dengan menetapkan bobot piknometer pada suhu 25 oC dan bobot air yang baru dididihkan. Atur hingga suhu ekstrak cair lebih kurang 20 oC, kemudian masukkan ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25 oC, buang kelebihan ekstrak cair dan ditimbang. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25 oC.

3.5.3 Parameter Kadar Air

Penetapan kadar air menggunakan cara destilasi, menggunakan toluen yang telah dikocok dengan sedikit air, biarkan memisah dan buang lapisan air suling. Ke dalam labu kering dimasukkan 5 gram ekstrak kemudian dimasukkan 200 mL toluen ke dalam labu, lalu dihubungkan dengan alat destilasi. Dituangkan toluen ke dalam tabung penerima melalui alat pendingin, kemudian labu dipanaskan dengan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, dilakukan penyulingan dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga yang telah dibasahi dengan toluen. Selanjutnya penyulingan dilakukan selama 5 menit dengan tabung penerima pendingin dibiarkan dingin pada suhu kamar. Jika ada tetes air yang melekat pada tabung pendingin pertama, dilakukan penggosokkan dengan karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toluen sampai tetesan turun. Setelah air dan toluen memisah sempurna dilakukan pembacaan volume air. Kemudian dilakukan penghitungan kadar air dalam persen.

3.5.4 Parameter Kadar Abu

(20)

hingga arang habis, dinginkan, dan timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

Pada penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 mL asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.5.5 Parameter Organoleptik Ekstrak

Pemeriksaan parameter organoleptik ekstrak merupakan pengenalan awal yang sederhana dilakukan seobyektif mungkin meliputi bentuk, warna, rasa, dan bau. Ekstrak etanol buah mengkudu berbentuk cairan kental, warna coklat, rasa pahit dan agak asam serta berbau aromatik. Ekstrak etanol rimpang jahe gajah berbentuk cairan kental, warna coklat, rasa pedas dan berbau aromatik khas.

3.5.6 Parameter Senyawa Terlarut dalam Pelarut Tertentu

Pada penentuan kadar senyawa yang larut dalam air, maserasi 5 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 mL air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105 oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal.

(21)

3.5.7 Parameter Golongan Kandungan Fitokimia

Pada pemeriksaan kandungan fitokimia, sebanyak 1 gram ekstrak ditambah 100 mL air panas, kemudian dididihkan selama 5 menit dan di saring. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk pemeriksaan flavonoid, saponin, kuinon dan tanin.

a. Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 5 mL filtrat ditambah serbuk magnesium dan 1 mL klorida pekat, dikocok kuat-kuat dengan 5 mL amil alkohol, kemudian di biarkan memisah. Warna merah atau jingga yang terbentuk pada lapisan amil alkohol menunujukkan adanya senyawa flavonoid.

b. Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 10 mL filtrat dikocok tegak selama 10 detik kemudian didiamkan dan diamati busa yang terbentuk. Adanya saponin ditunjukkan dengan timbulnya busa yang stabil setelah penambahan satu tetes asam klorida 2N.

c. Pemeriksaan Kuinon

Sebanyak 5 mL filtrat dari pemeriksaan flavonoid ditambah dengan beberapa tetes natrium hidroksida 1N. Adanya kuinon ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah.

d. Pemeriksaan Tanin

(22)

e. Pemeriksaan Alkaloid

Sebanyak 1 gram ekstrak dilembabkan dengan 5 mL amonia 50% dan digerus dalam mortar, ditambah 20 mL kloroform, digerus kuat dan disaring. Filtrat yang terdiri dari larutan senyawa organik digunakan untuk percobaan selanjutnya (larutan A). Larutan A diekstraksi dengan asam klorida 2N (larutan B). Larutan A diteteskan pada kertas saring kemudian ditetesi pereaksi Dragendorff. Adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah atau kuning pada kertas saring. Ke dalam masing-masing 5 mL larutan B dalam tabung reaksi ditambahkan beberapa tetes pereaksi Dragendorff atau Mayer. Reaksi positif terjadi jika terbentuknya endapan warna merah bata atau endapan warna putih pada penambahan pereaksi Mayer.

f. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sejumlah ekstrak dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam kemudian disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap kemudian residu direaksikan dengan pereaksi Lieberman-Bouchard. Terbentuk warna merah, biru atau violet menunjukkan adanya senyawa terpenoid/steroid.

3.6 Pembuatan Sediaan Uji

Senyawa uji berupa ekstrak kental etanol buah mengkudu dan jahe gajah tunggal dan kombinasi (1:1) sesuai dosis. Sediaan dibuat dengan melarutkannya dalam air menggunakan tragakan 1% dan untuk kontrol, dibuat tragakan 1% tanpa senyawa uji. Sediaan diberikan secara oral setiap hari selama 90 hari.

3.7 Penyiapan Hewan Uji

Sebelum pengujian dimulai, hewan diadaptasikan di dalam ruangan percobaan selama lebih kurang tujuh hari. Hewan diamati kesehatan dan tingkah lakunya. Hewan yang digunakan dalam percobaan adalah hewan yang sehat, tidak terjadi penurunan bobot badan melebihi 10% dan tidak menunjukkan kelainan tingkah laku dan penyimpangan dari keadaan normal.

3.8 Dosis dan Cara Pemberian Sediaan Uji

(23)

tikus jantan dan 8 kelompok tikus betina, masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor, sehingga masing-masing dosis terdiri dari 10 ekor jantan dan 10 ekor betina. Kelompok tersebut terdiri dari:

- Kelompok I : Dosis 50 mg /kg bb ekstrak etanol jahe gajah (Dosis rendah tunggal).

- Kelompok II : Dosis 50 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu (Dosis rendah tunggal).

- Kelompok III : Dosis 50 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe gajah (1:1) (Dosis rendah kombinasi).

- Kelompok IV : Dosis 400 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe gajah (1:1) (Dosis tengah kombinasi).

- Kelompok V : Dosis 1000 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe gajah (1:1), (Dosis atas kombinasi).

- Kelompok VI : Kontrol (diberi tragakan 1%)

- Kelompok VII : Satelit kontrol (diberi tragakan 1%)

- Kelompok VIII : Satelit dosis 1000 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe gajah (1:1), (Satelit dosis atas kombinasi).

3.9 Pengamatan Perilaku dan Aktivitas Motorik

Perilaku dan aktivitas motorik diamati sebelum dan sesudah pemberian pertama, sesudah pemberian 90 hari (pada hari ke 91) dan kelompok satelit setelah 30 hari sediaan uji berhenti diberikan (hari ke 121). Untuk melihat pengaruh pemberian sediaan uji dilakukan pengamatan rasa ingin tahu (jumlah jengukan pada platform), aktivitas motorik, straub, piloereksi, ptosis, refleks pineal, refleks kornea, lakrimasi, midriasis, katalepsi, sikap tubuh, menggelantung, retablismen, fleksi, respons tertutup induksi sakit (uji Hafner), kolik, mortalitas, grooming, defekasi, urinasi, pernapasan, salivasi, vokalisasi, tremor, writing (menggeliat).

3.10 Pengamatan Bobot Badan

(24)

3.11 Pemeriksaan Parameter Urin

Pemeriksaan parameter urin pada akhir pengujian yaitu hari ke 91 bagi kelompok uji sedangkan kelompok satelit dilakukan pada hari ke 121. Urin ditampung sepanjang lebih kurang 16 jam, hewan dipuasakan dan ditempatkan dalam kandang metabolisme. Dilakukan pemeriksaan urin yang meliputi warna dan kekeruhan, berat jenis dan pH.

3.12 Pengamatan Parameter Darah

Darah diambil dari ekor tikus pada hari ke 91 sedangkan untuk kelompok satelit pada hari ke 121. Darah tikus yang ditampung dan dicegah pembekuannya dengan penambahan antikoagulan akan memisah bila disentrifuga membentuk lapisan-lapisan. Hematokrit adalah perkiraan volume eritrosit padat per satuan volume darah.

Penetapan kadar hemoglobin dapat dilakukan dengan metoda Sahli. Metoda ini menggunakan cara kolorimetrik visual. Hemoglobin dalam hemometer diubah menjadi hematin asam dengan penambahan HCl 0,1N, kemudian warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standard yang ada pada alat tersebut.

Jumlah sel darah merah dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop. Darah diencerkan dengan natrium sitrat 0,1M, kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume tertentu, dengan menggunakan faktor konversi jumlah eritrosit dapat diperhitungkan.

Jumlah leukosit dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop. Darah diencerkan menggunakan larutan Turk yang mengandung asam asetat dan gentian violet membentuk warna ungu muda. Gentian violet berguna untuk memberikan warna pada inti dan granula leukosit.

Jumlah trombosit dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop. Darah diencerkan dengan larutan ammonium oksalat 1%.

3.13 Pengamatan Fungsi Hati dan Ginjal

(25)

alat spektrofotometer Clinicon dengan pereaksi dari Rajawali Nusindo. Pengamatan fungsi ginjal meliputi kreatinin dan BUN, sedangkan fungsi hati meliputi SGOT, SGPT, HDL, LDL, kolesterol total, protein total, albumin, dan trigliserida.

3.14 Pengamatan Makroskopik Organ

Pada penelitian ini organ yantg diamati secara makroskopik dan bobotnya ditimbang meliputi hati, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, paru-paru, pankreas, otak, testes dan vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina). Perbandingan bobot organ dengan bobot badan dihitung sehingga diperoleh indeks organ dalam %. Indeks organ kelompok yang diberi sediaan uji dan kelompok satelit dibandingkan terhadap indeks organ kelompok kontrol. Kondisi mukosa lambung diperiksa secara makroskopis dan diamati dibawah kaca pembesar untuk melihat bila ada tukak, jumlah dan lebar tukak.

3.15 Pengamatan Mikroskopik Organ

(26)

IV HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Suatu bahan yang akan digunakan oleh manusia baik sintetis maupun bahan

alam yang berasal dari tanaman, selain diperlukan data efek farmakologi juga

diperlukan data toksisitas, maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui toksisitas

subkronis kombinasi ekstrak etanol buah mengkudu dan rimpang jahe gajah pada

tikus Wistar.

Pemeriksaan pendahuluan simplisia perlu dilakukan untuk menjamin

kebenaran dan kualitasnya. Setelah buah mengkudu dan rimpang jahe gajah

dikumpulkan, kemudian dilakukan determinasi untuk memastikan jenis tanaman

tersebut. Dari hasil determinasi di Herbarium Bandungense, Departemen Biologi

ITB diperoleh data mengkudu tersebut termasuk spesies Morinda citrifolia Linn. dan

jahe gajah spesies Zingiber officinale Rosc.

Pelarut untuk ekstraksi disesuaikan dengan sifat kandungan yang terdapat

pada tanaman uji. Pada penelitian ini digunakan etanol 96% untuk ekstraksi

menggunakan refluks sebanyak tiga kali agar dapat mengekstraksi sebanyak

mungkin zat aktif. Hasil percobaan diperoleh ekstrak etanol mengkudu dan jahe

gajah dengan rendemen masing-masing 16,14% dan 97%.

Dilakukan pemeriksaan karakteristik ekstrak yang berupa sediaan kental

diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut

etanol 96%, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang

tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Susut

pengeringan ditentukan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang

besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Bobot jenis memberikan

batasan massa per satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair

sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang. Nilai yang diperoleh terkait

dengan kemurnian dan kontaminasi. Penentuan kadar air untuk memberikan batasan

minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Penentuan

kadar abu memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang

berasal dari proses awal sampai akhir terbentuknya ekstrak. Parameter organoleptik

ekstrak berguna sebagai pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin,

meliputi bentuk, warna, rasa dan bau. Penentuan parameter senyawa terlarut dalam

pelarut tertentu dengan melarutkan ekstrak dalam air atau alkohol untuk ditentukan

(27)

bertujuan memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungannya. Penentuan

parameter golongan kandungan fitokimia bertujuan memberikan informasi adanya

kandungan golongan kimia tertentu sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya

dengan efek farmakologi.

Tabel 4.1: Hasil Penetapan Karakteristik Ekstrak Etanol Buah Mengkudu dan Rimpang Jahe Gajah

Pemeriksaan

Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Kadar minyak atsiri Susut Pengeringan Bobot Jenis Kadar air Kadar abu

Kadar abu larut air

Kadar abu tidak larut asam

Bentuk : cairan kental Warna : coklat

Bentuk : cairan kental Warna : coklat

Tabel 4.2: Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia dan Ekstrak

Golongan Senyawa

Ekstrak Etanol Buah Mengkudu

Ekstrak Etanol Jahe Gajah

Simplisia Ekstrak Simplisia Ekstrak

Flavonoid

(-) menunjukkan tidak adanya golongan senyawa

Pengujian toksisitas dilakukan pada hewan uji yang sehat, hewan kontrol

(28)

sediaan blanko. Bentuk sediaan uji, tingkatan dosis dan lama pemberian sebanding

dengan pemberian pada manusia.

Faktor penting yang mempengaruhi keamanan suatu senyawa antara lain

jumlah dosisnya. Pada penelitian ini digunakan dosis berdasarkan penelitian

sebelumnya dan hasil uji tokisitas akut pada dosis bertingkat 5, 50, 500, 2000, dan

5000 mg/kg bb kombinasi ekstrak buah mengkudu dengan jahe gajah (1:1).

Pengujian menggunakan hewan mencit putih jantan dan betina galur Swiss Webster,

dan pemberian sediaan uji dilakukan secara oral. Pengamatan dilakukan selama 14

hari dan tidak ditemukan adanya kematian. Pada uji toksisitas subkronis ini

digunakan dosis 50 mg/kg bb dan dua dosis yang lebih tinggi yaitu 400 mg/kg bb

dan 1 gram/kg bb.

Dilakukan pengamatan perilaku dan aktivitas motorik terhadap semua

kelompok hewan uji. Pada hari pertama, satu jam setelah pemberian sediaan uji,

umumnya dapat diamati adanya penurunan aktivitas motorik baik pada tikus jantan

maupun pada tikus betina, juga pada kelompok kontrol yang diberi sediaan blanko.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan uji tidak mempengaruhi uji aktivitas

motorik pada hari pertama pemberian. Hasil pengamatan perilaku dan aktivitas

motorik dapat dilihat pada Lampiran C, Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Setelah pemberian

sediaan uji 90 hari berturut-turut, profil aktivitas motorik tidak menunjukkan

perbedaan dengan kelompok kontrol, demikian juga pada kelompok satelit baik pada

tikus jantan ataupun betina. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan uji

selama 90 hari berturut-turut dan penghentian pemberian sediaan uji selama 30 hari

setelah pemberian selama 90 hari berturut-turut, tidak menunjukkan perubahan

terhadap aktivitas motorik.

Pada pengamatan terhadap defekasi dan urinasi pada hari pertama sebelum

dan setelah pemberian, setelah pemberian sediaan uji selama 90 hari berturut-turut,

serta pengamatan pada hari ke 121, tidak menunjukkan perbedaan variasi jumlah

defekasi dan urinasi dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa

sediaan uji tidak mempengaruhi defekasi dan urinasi hewan uji.

Dilakukan juga pengamatan terhadap sikap tubuh dan pernafasan, dan

kemampuan kerja otot dengan menggelantung dan rentablismen, indentifikasi adanya

straub, piloereksi, ptosis, refleks pineal dan korneal, midriasis, katalepsi, fleksi,

(29)

dan writhing (menggeliat), juga aktifitas kelenjar salivasi dan lakrimasi tidak

menunjukkan profil yang berbeda dengan kelompok kontrol.

Hasil pengamatan bobot badan tikus menunjukkan profil perkembangan dan

peningkatan bobot badan dengan profil yang hampir sama dengan semua kelompok

dosis hewan uji dapat dilihat pada Lampiran D.. Peningkatan yang paling tinggi

terjadi pada kelompok hewan yang diberi sediaan uji mengkudu dosis 50 mg/kg bb.

Tabel 4.7: Peningkatan Bobot Badan Tikus setelah Pemberian Sediaan Uji

Kelompok Jenis Kelamin Peningkatan Bobot Badan (g)

P

Kontrol Jantan 47,4 ± 28,9 -

Betina 45,0 ± 19,7 -

Jahe Gajah 50 mg/kg bb Jantan 47,6 ± 13,4 0,680 Betina 43,6 ± 21,5 0,425

Mengkudu 50 mg/kg bb Jantan 66,6 ± 27,1 0,054 Betina 47,4 ± 17,0 0,918

Jahe Gajah-Mengkudu 50 mg/kg bb

Jantan 44,9 ± 29,6 0,923 Betina 43,2 ± 22,2 0,471

Jahe Gajah-Mengkudu 400 mg/kg bb

Jantan 57,3 ± 24,3 0,468 Betina 42,5 ± 15,6 0,520

Jahe Gajah-Mengkudu 1000 mg/kg bb

Jantan 53,0 ± 28,1 0,055 Betina 40,9 ± 16,9 0,553 Satelit Kontrol Jantan 75,0 ± 24,1 0,329 Betina 47,4 ± 26,5 0,712 Satelit Jahe Gajah-Mengkudu

1000 mg/kg bb

Jantan 81,2 ± 29,1 0,350* Betina 42,4 ± 19,5 0,825* Keterangan : n = 10, n satelit = 5, P : probabilitas, P < 0,05 dinyatakan bermakna, * : dibandingkan terhadap jahe gajah -mengkudu 1000 mg/kg bb.

Urin merupakan jalur utama ekskresi sebagian besar senyawa toksikan,

sehingga ginjal yang mempunyai volume aliran darah tinggi mengkonsentrasi

toksikan pada filtrat dan membawa toksikan melalui sel tubulus. Karena itu ginjal

merupakan organ sasaran utama dari efek toksik. Pemeriksaan urin dilakukan secara

organoleptik yang meliputi warna dan kekeruhan, berat jenis, dan pH. Profil urin

tikus jantan dan betina yang diberi sediaan uji tidak menunjukkan profil urin yang

(30)

Tabel 4.8 : Pengamatan Bobot Jenis dan pH Urin

Kelompok Jenis Kelamin

Urin

Bobot Jenis (g/ml) P pH P

Kontrol Jantan 1,0812 ± 0,0415 - 7,22 ± 0,93 - Betina 1,1153 ± 0,0518 - 7,35 ± 0,96 - Jahe Gajah

50 mg/kg bb

Jantan 1,1617 ± 0,2316 0,160 7,06 ± 0,89 0,730 Betina 1,1360 ± 0,1384 0,547 7,20 ± 1,17 0,767 Mengkudu

50 mg/kg bb

Jantan 1,0975 ± 0,1016 0,774 7,57 ± 1,00 0,437 Betina 1,0864 ± 0,0314 0,390 7,33 ± 1,31 0,962 Jahe Gajah-Mengkudu

50 mg/kg bb

Jantan 1,1043 ± 0,0519 0,684 7,00 ± 1,07 0,637 Betina 1,0912 ± 0,0244 0,472 7,16 ± 1,01 0,706 Jahe Gajah-Mengkudu

400 mg/kg bb

Jantan 1,1127 ± 0,0582 0,579 7,32 ± 1,13 0,827 Betina 1,1026 ± 0,0834 0,705 7,37 ± 0,95 0,976 Jahe Gajah-Mengkudu

1000 mg/kg bb

Jantan 1,1198 ± 0,0565 0,498 7,00 ± 0,47 0,641 Betina 1,1271 ± 0,0293 0,726 7,20 ± 0,92 0,760

Satelit Kontrol Jantan 1,1133 ± 0,0355 0,630 7,40 ± 0,55 0,732 Betina 1,1052 ± 0,0236 0,813 7,25 ± 0,50 0,872 Satelit

Jahe Gajah-Mengkudu 1000 mg/kg bb

Jantan 1,1200 ± 0,0710 0,473* 7,20 ± 0,45 0,685 * Betina 1,0924 ± 0,0378 0,972* 7,20 ± 0,45 0,827 *

Keterangan : n = 10, n satelit = 5, P = probabilitas, P < 0,05 dinyatakan bermakna, * : dibandingkan terhadap jahe gajah -mengkudu 1000 mg/kg bb.

Pada pengamatan parameter darah yang meliputi hematokrit, hemoglobin, sel

darah merah, sel darah putih, dan trombosit menunjukkan profil yang hampir sama

dengan kelompok kontrol. Perbedaan yang bermakna terjadi pada jumlah sel darah

putih tikus jantan pada pemberian senyawa uji dosis 400 mg/kg bb (p= 0,029). Hal tersebut belum tentu akibat pemberian sediaan uji, karena hanya terjadi pada

sebagian dari satu kelompok dosis dan sel darah putih/leukosit berperan dalam

pertahanan tubuh terutama terhadap infeksi, dalam keadaan radang leukosit dapat

terbentuk lebih banyak.

Fungsi hati dan ginjal dapat dilihat dari pengujian biokimia darah. Pada

pengujian serum trasaminase asam glutamat oksaloasetat (SGOT) dan transaminase

asam glutamat piruvat (SGPT), aktifitas enzim SGPT dan SGOT tikus jantan pada

dosis 50 mg/kg bb, 400 mg/kg bb dan 1000 mg/kg bb menunjukkan aktifitas yang

menurun dibandingkan kelompok kontrol. Pada pemberian ekstrak kombinasi jahe

gajah dan mengkudu dosis 50 dan 400 mg/kg bb, aktifitas enzim SGPT lebih rendah

(31)

dan p= 0,042). Aktifitas SGPT dan SGOT berkaitan erat dengan kondisi patologi

hati, penurunan aktifitas enzim tersebut menunjukkan adanya perbaikan fungsi hati.

Aktifitas enzim SGPT pada kelompok satelit dosis 1000 mg/kg bb kembali

menunjukkan aktifitas yang meningkat mendekati kelompok kontrol. Sedangkan

aktifitas enzim SGPT dan SGOT tikus betina pada umumnya tidak menunjukkan

aktifitas yang berbeda secara statistik dibanding kelompok kontrol, hanya pada

kelompok pemberian mengkudu 50 mg/kg bb aktifitas SGPT meningkat.

Tabel 4.11 : Kadar SGPT dan SGOT Tikus Jantan

Kelompok n Kadar SGPT Kadar SGOT

(U/L) p (U/L) p

Kontrol 10 29,10 ± 14,55 - 82,70 ± 25,82 - Jahe Gajah 50 mg/kg bb 10 22,30 ± 8,30 0,102 74,90 ± 21,39 0,419 Mengkudu 50 mg/kg bb 10 29,70 ± 9,38 0,884 82,70 ± 15,59 1,000

Jahe Gajah-Mengkudu

50 mg/kg bb 10 18,90 ± 8,24 0,015 79,10 ± 24,44 0,708 Jahe Gajah-Mengkudu

400 mg/kg bb 10 20,60 ± 7,09 0,042 90,60 ± 26,52 0,413 Jahe Gajah-Mengkudu

1000 mg/kg bb 10 21,00 ± 8,42 0,052 69,50 ± 17,84 0,173 Satelit Kontrol 5 19,40 ± 2,51 0,057 79,40 ± 15,71 0,779

Satelit

Jahe Gajah-Mengkudu 1000 mg/kg bb

5 24,60 ± 6,07 0,476* 73,00 ± 12,19 0,766*

Tabel 4.12 : Kadar SGPT dan SGOT Tikus Betina

Kelompok n Kadar SGPT Kadar SGOT

(U/L) p (U/L) p

Kontrol 10 16,20 ± 4,64 - 84,90 ± 12,10 - Jahe Gajah 50 mg/kg bb 10 17,00 ± 5,87 0,750 89,80 ± 15,20 0,452 Mengkudu 50 mg/kg bb 10 22,20 ± 8,16 0,020 85,20 ± 16,16 0,963

Jahe Gajah-Mengkudu

50 mg/kg bb 10 17,80 ± 3,68 0,525 82,40 ± 14,38 0,701 Jahe Gajah-Mengkudu

400 mg/kg bb 10 17,90 ± 5,74 0,500 82,30 ± 15,27 0,690

Kelompok n Kadar SGPT Kadar SGOT

(U/L) p (U/L) p

Jahe Gajah-Mengkudu

1000 mg/kg bb 10 19,10 ± 5,36 0,251 74,20 ± 14,54 0,104 Satelit Kontrol 5 14,00 ± 3,16 0,509 83,50 ± 16,26 0,871

Satelit

Jahe Gajah-Mengkudu 1000 mg/kg bb

(32)

Keterangan : n = Jumlah Hewan, U/l = Unit per Liter, p < 0,05 dinyatakan bermakna, * : dibandingkan dengan kelompok jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb, SGPT = serum glutamat piruvat transaminase, SGOT = serum glutamat oksaloasetat transaminase.

Kadar kreatinin darah tikus jantan dan betina pada semua kelompok hewan

uji menunjukkan kadar yang sebanding dengan kelompok kontrol. Kreatinin

merupakan suatu metabolit kreatin dan diekskresikan dalam urin melalui glomerulus

ginjal. Kadar kreatinin kelompok hewan uji menunjukkan profil yang tidak berbeda

bermakna secara statistik dibandingkan dengan kelompok kontrol, merupakan

indikasi fungsi ginjal masih baik.

Tabel 4.13 : Kadar Kreatinin Darah Tikus Jantan dan Betina

Kelompok n

Jantan Betina

Kreatinin

(mg/dl) p

Kreatinin

(mg/dl) p Kontrol 10 0,43 ± 0,18 - 0,36 ± 0,99 - Jahe Gajah 50 mg/kg bb 10 0,51 ± 0,22 0,655 0,45 ± 0,29 0,746 Mengkudu 50 mg/kg bb 10 0,22 ± 0,25 0,250 0,49 ± 0,30 0,670

Jahe gajah-Mengkudu

50 mg/kg bb 10 0,73 ± 0,70 0,079 0,22 ± 0,16 0,643 Jahe Gajah-Mengkudu

400 mg/kg bb 10 0,54 ± 0,32 0,619 0,86 ± 0,99 0,064 Jahe Gajah-Mengkudu

1000 mg/kg bb 10 0,52 ± 0,28 0,606 0,30 ± 0,25 0,898 Satelit Kontrol 5 0,34 ± 0,28 0,679 0,32 ± 0,01 0,847 Satelit Jahe Gajah-Mengkudu

1000 mg/kg bb 5 0,51 ± 0,35 0,960* 0,52 ± 0,38 0,373*

Keterangan : n = Jumlah Hewan, p= probabilitas, p < 0,05 dinyatakan bermakna, * : dibandingkan dengan kelompok jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb

Pada pemeriksaan nitrogen urea darah (BUN), kadar BUN darah tikus jantan

dan betina menunjukkan profil yang setara dengan kelompok kontrol, tetapi terlihat

pada hanya tikus jantan kelompok kombinasi dosis 50 mg/kg bb menunjukkan

peningkatan yang berbeda bermakna, hal ini menunjukkan adanya gangguan organ

ginjal. Tetapi hal tersebut belum tentu karena pemberian sediaan uji karena hanya

(33)

Kadar glukosa darah tikus jantan dan betina menunjukkan peningkatan yang

berbeda bermakna secara statistik pada pemberian sediaan uji dosis 1000 mg/kg bb,

tikus jantan p= 0,033 dan tikus betina p= 0,010 (Lampiran G). Penyimpangan kadar

glukosa darah dari normal dapat diakibatkan perubahan kecepatan oksidasi glukosa.

Kadar glukosa darah naik akibat dari pengaruh glukagon dan adrenalin melalui

pembebasan glukosa dari cadangan. Pembebasan glukagon dan adrenalin dikontrol

oleh hipotalamus. Terjadinya kenaikan glukosa darah pada tikus jantan dan betina

pada pemberian sediaan uji dosis tinggi kombinasi menunjukkan adanya ganguan

penganturan gula darah.

Kadar total protein darah tikus jantan menunjukkan kadar yang setara dengan

kelompok kontrol. Kadar total protein darah tikus betina menunjukkan kadar yang

cenderung meningkat dibanding kelompok kontrol. Tetapi hanya pada dosis 400

mg/kg bb yang menunjukkan perbedaan bermakna (p= 0,020).

Profil kolesterol darah (trigliserida, kolesterol total, HDL dan LDL) tikus

jantan dan betina menunjukkan profil yang setara dengan kelompok kontrol. Tetapi

hanya pada kolesterol HDL tikus betina kelompok dosis 1000 mg/kg bb

menunjukkan peningkatan yang berbeda bermakna dibanding kelompok kontrol (p=

0,019).

Pada pengamatan makroskopik organ, setelah hewan uji dibedah, diisolasi

beberapa organ yaitu hati, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, paru-paru,

pankreas, otak, testes dan vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina),

serta lambung. Masing-masing organ diamati keadaannya dan ditimbang, organ yang

berpasangan ditimbang bersama (Lampiran H). Pada hasil pengamatan tidak

menunjukkan adanya kelainan organ secara makroskopik, juga tidak ditemukan

terjadinya tukak dilambung hewan uji.

Pengamatan secara mikroskopik dengan histologi organ tertentu dilakukan

untuk mengetahui hubungan antara gejala yang terjadi dengan struktur organ yang

mengalami paparan senyawa uji. Dilakukan pemeriksaan histologi terhadap organ

hati, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, paru-paru, otak, testes dan vesika

seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina).

Pada pemeriksaaan histologi hati kelompok hewan uji kombinasi dosis 1000

(34)

pemberian sediaan uji dosis tinggi dapat merusak sel hati lebih banyak. Pada

kelompok dosis kombinasi 50 mg/kg bb ditemukan adanya peningkatan yang cukup

tinggi jumlah sel kupffer dibanding kontrol. Sel kupffer merupakan sel makrofag

fagositik bentuk fagosit mononukleus, peningkatan jumlah sel ini kemungkinan

karena adanya sifat imunostimulan.

Gambar 4.7 Histologi hati tikus jantan setelah pemberian kombinasi jahe gajah-mengkudu 50 mg/kg bb selama 90 hari. Keterangan : (1)= vena sentralis, (2)= hepatosit, (3)= endotel sinusoid, (4)= sinusoid, (5)= sel Kupffer.

(1)

(2)

(4)

(35)

Pada pemeriksaan histologi ginjal ditemukan degenerasi sel tubulus dan

penebalan kapiler darah pada glomerulus tetapi tidak ditemukan perbedaan mencolok

dengan kelompok kontrol.

Gambar 4.9 Histologi ginjal tikus jantan satelit kontrol. Keterangan: (1)= glomerulus, (2)= ruang Bowman, (3)= kapsula Bowman pars parietalis, (4)= tubulus.

Pada pemeriksaan histologi limpa, ditemukan adanya pelebaran pulpa putih

pada semua kelompok hewan uji dibanding kontrol. Pelebaran pulpa putih paling

besar terdapat pada kelompok uji kombinasi dosis 50 mg/kg bb juga ditemukan

jumlah sel megakariosit paling banyak. Pulpa putih merupakan jaringan limfoid yang

menyelubungi arteri sentralis terutama adalah limfosit T dan membentuk selubung

limfatik periarteri. Megakariosit berhubungan dengan kemampuannya dalam

regenerasi sel-sel darah (ekstramedulari hematopoiesis).

(1) (2)

(3)

(36)

Gambar 4.11 Histologi limpa tikus jantan setelah pemberian kombinasi jahe gajah-mengkudu 50 mg/kg bb selama 90 hari. Keterangan : (1)= arteri folikularis / arteri sentralis, (2)= folikel pulpa putih / limfonodulus, (3)= folikel pulpa merah.

Pemeriksaan histologi paru-paru, jantung, kelenjar adrenal, otak, testes dan

vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina) tidak ditemukan perbedaan

mencolok pada hewan kelompok uji dan kelompok kontrol. (1)

(2)

(1)

(37)

32 V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) dan rimpang jahe

gajah (Zingiber officinale Rosc.) tunggal pada dosis masing-masing 50 mg/kgbb serta

kombinasinya dengan perbandingan (1:1) dengan dosis 50, 400, dan 1000 mg/kg bb

pada tikus Wistar tidak menyebabkan toksisitas berarti, terlihat dengan tidak adanya

perbedaan bermakna kelompok hewan yang diberi sediaan uji dibanding kelompok

kontrol pada perilaku, perkembangan bobot badan, parameter darah, indeks dan

makroskopik organ.

Pada organ hati dan ginjal tidak ditemukan toksisitas berarti terlihat pada

pemeriksaan kadar biokimia darah yang meliputi SGOT, SGPT, HDL, LDL,

kolesterol total, protein total, albumin, dan trigliserida, juga kreatinin dan BUN. Pada

pengamatan histologi organ hati ditemukan adanya peningkatan yang cukup tinggi

jumlah sel kupffer pada kelompok uji kombinasi dosis 50 mg/kg bb. Pada limpa

ditemukan adanya pelebaran pulpa putih pada semua kelompok dosis dibanding

kontrol dan pelebaran yang paling besar terdapat pada kelompok uji kombinasi dosis

50 mg/kg bb. Hal ini terjadi kemungkinan karena ada efek imunostimulan.

5.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan uji toksisitas kronis yang dapat

mengevaluasi sediaan uji lebih lama sehingga dapat diambil kesimpulan yang lebih

baik, juga dilakukan evaluasi mikroskopik dan histologi organ yang lebih mendalam

dengan meneliti lebih banyak organ dari tikus percobaan yang lebih banyak.

Setelah dilakukan pengujian toksisitas subkronik ini dan dihasilkan data bahwa

kombinasi mengkudu dan jahe gajah tidak menyebabkan toksisitas berarti, maka

penelitian dapat dilanjutkan dengan uji klinik pada manusia sehingga dihasilkan

(38)

35

LAMPIRAN A

KARAKTERISTIK TANAMAN UJI

a b c

Gambar 1.1 (A) Makroskopik daun (a), bunga (b), dan pohon (c) tumbuhan mengkudu.

Gambar 1.1 (B) Makroskopik buah mengkudu

a b c

(39)

LAMPIRAN I

HASIL PENGAMATAN HISTOLOGI ORGAN

(1) (2)

(3) (4)

(5) (6)

(7) (8)

(40)

LAMPIRAN I (lanjutan)

HASIL PENGAMATAN HISTOLOGI ORGAN

(1) (2)

(3) (4)

(5) (6)

(7) (8)

(41)

LAMPIRAN I (lanjutan)

HASIL PENGAMATAN HISTOLOGI ORGAN

(1) (2)

(3) (4)

(5) (6)

(7) (8)

(42)

LAMPIRAN I (lanjutan)

HASIL PENGAMATAN HISTOLOGI ORGAN

Gambar 4.13 Histologi jantung tikus betina setelah pemberian kombinasi jahe gajah-mengkudu 50 mg/kg bb selama 90 hari. Keterangan: (1)=serat otot jantung, (2)= nukleus (3)= diskus interkalaris.

Gambar 4.14 Histologi paru-paru tikus betina satelit kontrol. Keterangan: (1)= lumen alveolus, (2)= sel-sel alveolus (sel septal), (3)= septum interalveolar.

(1)

(2) (3)

(1) (1)

(43)

LAMPIRAN I (lanjutan)

HASIL PENGAMATAN HISTOLOGI ORGAN

Gambar 4.15 Histologi testes tikus jantan setelah pemberian kombinasi jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb selama 90 hari. Keterangan: (1)= sel interstisial, (2)= tubulus seminiferus.

Gambar 4.16 Histologi vesika seminalis tikus jantan setelah pemberian kombinasi jahe gajah-mengkudu 400 mg/kg bb selama 90 hari.

(2)

(44)

LAMPIRAN I (lanjutan)

HASIL PENGAMATAN HISTOLOGI ORGAN

Gambar 4.17 Histologi ovarium tikus betina setelah pemberian kombinasi jahe gajah-mengkudu 400 mg/kg bb selama 90 hari. Keterangan: (1)= folikel ovarium, (2)= oosit, (3)= antrum, (4)= sel-sel granulosa.

Gambar 4.18 Histologi uterus tikus betina setelah pemberian kombinasi jahe gajah-mengkudu 50 mg/kg bb selama 90 hari. Keterangan: (1)= endometrium, (2)= kelenjar berkelok dan bergelombang.

(1) (2)

(3)

(4)

(1)

(45)

LAMPIRAN I (lanjutan)

HASIL PENGAMATAN HISTOLOGI ORGAN

Gambar 4.19 Histologi otak tikus betina setelah pemberian kombinasi jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb selama 90 hari. Keterangan: (A)= Neuron.

Gambar 4.20 Histologi kelenjar adrenal tikus jantan setelah pemberian kombinasi jahe gajah-mengkudu 400 mg/kg bb selama 90 hari.

(46)

39

Tabel 4.5: Perkembangan Bobot Badan Tikus Jantan

Kelompok Jantan

Bobot Badan Tikus (gram)

H0 H7 H14 H21 H28 H35 H42 H49 H56 H63 H70 H77 H84 H91 H121

Satelit Kontrol 163,6 (23,0)

(47)

40

Tabel4.6: Perkembangan Bobot Badan Tikus Betina

Kelompok Betina

Bobot Badan Tikus (gram)

H0 H7 H14 H21 H28 H35 H42 H49 H56 H63 H70 H77 H84 H91 H121

(48)

41

Kelompok Peningkatan Bobot Badan H91 (g) P Peningkatan Bobot Badan H121 /Satelit (g) P

Kontrol 47,4 ± 28,9 - 75,0 ± 24,1 0,329

Jahe Gajah 50 mg/kg bb 47,6 ± 13,4 0,680 - -

Mengkudu 50 mg/kg bb 66,6 ± 27,1 0,054 - -

Jahe Gajah-Mengkudu

50 mg/kg bb 44,9 ± 29,6 0,923 -

-

Jahe Gajah-Mengkudu

400 mg/kg bb 57,3 ± 24,3 0,468 -

-

Jahe Gajah-Mengkudu

1000 mg/kg bb 53,0 ± 28,1 0,055* 81,2 ± 29,1 0,350

*

Keterangan : n = 10, n satelit = 5, P : probabilitas, P < 0,05 dinyatakan bermakna, * : dibandingkan terhadap jahe gajah -mengkudu 1000 mg/kg bb.

Tabel 3.7 : Peningkatan Bobot BadanTikus Betina setelah Pemberian Sediaan Uji

Kelompok Peningkatan Bobot

Badan H91(g)

P Peningkatan Bobot Badan H121 /Satelit (g)

P

Kontrol 45,0 ± 19,7 - 47,4 ± 26,5 0,712

Jahe Gajah 50 mg/kg bb 43,6 ± 21,5 0,425 - -

Mengkudu 50 mg/kg bb 47,4 ± 17,0 0,918 - -

Jahe Gajah-Mengkudu

50 mg/kg bb 43,2 ± 22,2 0,471 -

-

Jahe Gajah-Mengkudu

400 mg/kg bb 42,5 ± 15,6 0,520 -

-

Jahe Gajah-Mengkudu

(49)

42

Tabel 3.8 : Pengamatan Bobot Jenis dan pH Urin

Kelompok Jenis

Kelamin

Urin

Bobot Jenis (g/ml) P pH P

Kontrol Jantan 1,0812 ± 0,0415 - 7,22 ± 0,93 -

Betina 1,1153 ± 0,0518 - 7,35 ± 0,96 -

Jahe Gajah 50 mg/kg bb

Jantan 1,1617 ± 0,2316 0,160 7,06 ± 0,89 0,730

Betina 1,1360 ± 0,1384 0,547 7,20 ± 1,17 0,767 Mengkudu

50 mg/kg bb

Jantan 1,0975 ± 0,1016 0,774 7,57 ± 1,00 0,437 Betina 1,0864 ± 0,0314 0,390 7,33 ± 1,31 0,962 Jahe Gajah-Mengkudu

50 mg/kg bb

Jantan 1,1043 ± 0,0519 0,684 7,00 ± 1,07 0,637

Betina 1,0912 ± 0,0244 0,472 7,16 ± 1,01 0,706

Jahe Gajah-Mengkudu 400 mg/kg bb

Jantan 1,1127 ± 0,0582 0,579 7,32 ± 1,13 0,827

Betina 1,1026 ± 0,0834 0,705 7,37 ± 0,95 0,976

Jahe Gajah-Mengkudu 1000 mg/kg bb

Jantan 1,1198 ± 0,0565 0,498 7,00 ± 0,47 0,641

Betina 1,1271 ± 0,0293 0,726 7,20 ± 0,92 0,760

Satelit Kontrol Jantan 1,1133 ± 0,0355 0,630 7,40 ± 0,55 0,732

Betina 1,1052 ± 0,0236 0,813 7,25 ± 0,50 0,872 Satelit

Jahe Gajah-Mengkudu 1000 mg/kg bb

Jantan 1,1200 ± 0,0710 0,473* 7,20 ± 0,45 0,685 * Betina 1,0924 ± 0,0378 0,972* 7,20 ± 0,45 0,827 *

(50)

43

HASIL PENGAMATAN PARAMETER DARAH

Tabel 4.9 : Parameter Darah Tikus Jantan Setelah Pemberian Ekstrak Buah Mengkudu dan Rimpang Jahe Gajah

Kelompok Perlakuan n Hematokrit (%)

P Hemoglobin (g/dl)

P Leukosit

(x103/mm3)

P Erithrosit (x106/mm3)

P Trombosit (x105/mm3)

P

Kontrol 10 51,87 ± 2,42 - 14,16 ± 1,56 - 6,49 ± 2,86 - 5,76 ± 1,88 - 6,36 ± 3,63 -

Jahe Gajah

50 mg/kg bb 10 53,19 ± 6,62 0,507 14,10 ± 1,98 0,942 6,26 ± 3,20 0,963 5,79 ± 2,57

0,971

5,75 ± 1,96 0,883

Mengkudu

50 mg/kg bb 10 51,24 ± 3,84 0,753 13,52 ± 1,99 0,441 16,21 ± 22,99 0,055 5,57 ± 1,61

0,845

4,91 ± 1,53 0,729

Jahe Gajah-Mengkudu

50 mg/kg bb 10 52,85 ± 5,29 0,622 13,92 ± 1,83 0,772 7,04 ± 2,93 0,913 5,07 ± 2,37 0,472 10,74 ± 11,04 0,244 Jahe Gajah-Mengkudu

400 mg/kg bb 10 50,89 ± 4,88 0,624 13,90 ± 2,02 0,754 17,60 ± 16,28 0,029 4,08 ± 2,02 0,083 5,25 ± 2,28 0,791 Jahe Gajah-Mengkudu

1000 mg/kg bb 10 52,28 ± 2,36 0,835 14,58 ± 1,74 0,612 9,09 ± 3,82 0,604 5,48 ± 2,45 0,770 10,74 ± 11,04 0,244 Satelit Kontrol 5 47,92 ± 3,93 0,109 15,08 ± 1,10 0,366 8,16 ± 3,32 0,785 6,61 ± 1,43 0,462 7,24 ± 3,09 0,841

Satelit

Jahe Gajah-Mengkudu 1000 mg/kg bb

5 50,04 ± 3,87 0,455* 16,14 ± 2,18 0,054* 12,75 ± 5,31 0,309* 5,95 ± 1,90 0,869* 6,88 ± 2,31 0,906*

Gambar

Tabel  4.8  : Pengamatan Bobot Jenis dan pH Urin
Tabel  4.12  : Kadar SGPT dan SGOT  Tikus Betina
Tabel  4.13 : Kadar Kreatinin Darah Tikus Jantan dan Betina
Gambar 4.7  Histologi hati tikus jantan setelah pemberian kombinasi jahe
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai sebuah lembaga, dana pensiun memiliki beberapa fungsi diantaranya yakni sebagai asuransi ( takafful ), yang terlihat dalam hal peserta meninggal dunia

Berbeza dengan pemerian lampau tentang bahasa Negeri Sembilan yang lebih berkisar pada huraian fonologi (seperti Sharman 1973, 1974; Mohd Pilus 1977; Arbak 1994), kosa kata

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan karuniaNya yang luar biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Kegiatan observasi pada siklus ini adalah pengamatan terhadap aktivitas subyek penelitian selama proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan materi mengubah kalimat aktif

Faktor yang memberikan kontribusi terhadap kecepatan berlari meliputi faktor fisiologis dan anatomis. Informasi dari hasil penelitian sebelumnya mengenai faktor

• Eksportir yang memberikan bantuan dalam menyelamatkan ikan, penanganan pengiriman anda dengan hati-hati, dan mengembalikan ikan yang ditolak ke laut adalah merupakan eksportir

menggunakan tes formatif guru akan melihat sejauh mana siswa telah memahami suatu materi pelajaran yang diajarkan guru, dalam penelitian ini akan dilakukan penyusunan

Pembelajar an Paket Tr acer Cr eated by: Admin-TKJ-SMKN1 MOJOKERTO Page 24  Setelah Router yang anda konfigurasi maka langkah berikutnya adalah melakukan konfigurasi untuk