• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITIK SASTRA INDUKTIF DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA TERE LIYE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KRITIK SASTRA INDUKTIF DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA TERE LIYE"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

KRITIK SASTRA INDUKTIF DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA TERE LIYE

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mengikuti ujian skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh

HAERANI SADAR 10533 6507 10

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

JUDUL : Kritik Sastra Induktif dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye

Nama : Haerani Sadar NIM : 10533 6507 10

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Setelah diperiksa dan diteliti ulang, maka Skripsi ini telah memenuhi persyaratan untuk diseminarkan pertahankan dihadapan Tim Penguji Ujian Skripsi FKIP Unismuh Makassar.

Makassar, Agustus 2014 Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

.

Prof. Dr. Ansari, M.Pd. Muh. Akhir, S.Pd., M.Pd.

Diketahui Oleh:

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr.Munirah, M.Pd.

NBM 951576

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi atas nama Haerani Sadar, NIM: 10533 06507 10 telah diterima oleh Panitia Ujian Skripsi berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Nomor: 136 Tahun 1435 H/2014, Tanggal 22 Oktober 2014 M, sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar pada hari Selasa tanggal 25 November 2014.

Makassar……….

PANITIA UJIAN

1. Pengawas Umum : Dr. H. Irwan Akib, M.Pd. (………...) 2. Ketua : Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum. (………...) 3. Sekretaris : Khaeruddin, S.Pd., M.Pd. (………...) 4. Penguji :

1. Prof. Dr. Ansari, M. Hum. (………...) 2. Dr. H. Nursalam, M.Si. (………...) 3. Syech Adiwijaya Latief, S.Pd., M.Pd. (……...) 4. Tasrif Akib, S.Pd., M.Pd. (………...)

Disahkan oleh Dekan FKIP

Universitas Muhammadiyah Makassar

Dr. A. Sukri Syamsuri, S.Pd., M.Hum.

NBM: 858 625

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi atas nama Haerani Sadar, NIM: 10533 06507 10 telah diterima oleh Panitia Ujian Skripsi berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Nomor: 136 Tahun 1435 H/2014, Tanggal 22 Oktober 2014 M, sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar pada hari Selasa tanggal 25 November 2014.

Makassar……….

PANITIA UJIAN

1. Pengawas Umum : Dr. H. Irwan Akib, M.Pd. (………...) 2. Ketua : Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum. (………...) 3. Sekretaris : Khaeruddin, S.Pd., M.Pd. (………...)

4. Penguji :

1. Prof. Dr. Ansari, M. Hum. (……….……...) 2. Dr. H. Nursalam, M.Si. (……….…...) 3. Syech Adiwijaya Latief, S.Pd., M.Pd (………...)

4. Tasrif Akib, S.Pd., M.Pd. (…………..………...)

Disahkan oleh Dekan FKIP

Universitas Muhammadiyah Makassar

Dr. A. Sukri Syamsuri, S.Pd., M.Hum.

NBM: 858 625

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Haerani Sadar Stambuk : 10533 6507 10

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Proposal : Kritik Sastra Induktif dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye.

Dengan ini menyatakan bahwa:

Skripsi yang saya ajukan di depan Tim Penguji adalah ASLI hasil karya sendiri bukan hasil jiplakan dan tidak dibuat oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, Agustus 2014 Yang Membuat Pernyataan

Haerani Sadar

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

.

Prof. Dr. Ansari, M.Pd. Muh. Akhir, S.Pd., M.Pd.

(6)

SURAT PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Haerani Sadar Stambuk : 10533 6507 10

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut :

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai skripsi. Saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).

2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi.

4. Apabila saya melanggar perjanjian pada seperti butir 1, 2, dan 3, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Agustus 2014 Yang Membuat Pernyataan

Haerani Sadar

Diketahui Oleh :

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Munirah, M.Pd.

NBM 951576

(7)

ABSTRAK

Haerani Sadar, 2014. “Kritik Sastra Induktif dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye”.Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, dibimbing oleh pembimbing I Prof. Dr. Ansari, M.Pd. dan pembimbing II Muh. Akhir, S.Pd.,M.Pd.

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kritik sastra induktif dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan yang diguanakan adalah pendekatan struktural Robert Stanton. Objek penelitian ini adalah unsur-unsur struktural baik yang berupa fakta cerita (alur, tema, karakter, latar) maupun sarana sastra ( judul, sudut pandang, serta gaya dan tone). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye dengan tebal 360 halaman, diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada April 2013. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka, teknik simak, dan teknik catat. Teknik penarikan simpulan menggunakan teknik penarikan simpulan induktif.

Temuan penelitian. Pertama, fakta cerita yang terdiri atas alur, karakter, latar, dan tema. Novel Negeri di Ujung Tanduk mempunyai alur yang sederhana. Setiap peristiwa terjadi secara berurutan dan tidak berbelit-belit. Dalam novel terdapat beberapa tokoh bawahan tetapi hanya ada satu tokoh sentral yaitu Thomas. Teknik penulisan tokoh dalam novel Negeri di Ujung Tanduk meliputi deskripsi tokoh oleh pengarang melalui dialog, peristiwa, dan perubahan watak tokoh. Latar tempat dalam novel Negeri di Ujung Tanduk adalah Hong Kong, Makau, Jakarta, dan Denpasar. Tema dalam novel Negeri di Ujung Tanduk adalah interpretasi dunia politik dengan carut-marutnya. Tema yang sangat menarik, dan tidak biasa, karena membuat pembaca lebih banyak belajar dan membuka mata tentang apa yang terjadi di negeri ini. Kedua, Sarana cerita yang meliputi judul, sudut pandang, gaya dan tone dalam novel Negeri di Ujung Tanduk. Judul Negeri di Ujung Tanduk merupakan penggambaran tentang negeri yang seolah tengah berada di sebuah titik. Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel Negeri di Ujung Tanduk adalah sudut pandang pertama-utama. Sudut pandang tokoh ―Aku‖ yang membuat novel komunikatif sehingga memungkinkan pembaca seolah terlibat langsung dan mengalami tiap peristiwa yang terjadi. Gaya bahasa dalam novel Negeri di Ujung Tanduk adalah gaya bahasa personifikasi dan hiperbola. Terdapat pula gaya bahasa yang menggunakan kalimat-kalimat frontal.

Tone yang terdapat dalam novel Negeri di Ujung Tanduk adalah kritikan. Kritikan tentang dunia politik dengan berbagai carut-marutnya.

Kata Kunci: Kritik sastra induktif, teori struktural Robert Stanton.

(8)

KATA PENGANTAR

Sebagai awal kata yang terindah dari seorang hamba sepatutnyalah mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Swt. karena atas berkat dan rahmat dan karunianyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kritik Sastra Induktif dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye, dalam bentuk yang sederhana ini. Tak lupa pula penulis kirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad Saw. sosok yang sepatutnya menjadi junjungan.

Dengan segala kerendahan hati dan usaha yang dapat diperbuat lewat tulisan inilah penulis menyadari dalam proses penulisannya masih jauh dari kesempurnaan, sehingga manusiawi adanya jika masih terdapat kekurangan dan kekeliruan di dalamnya.

Berbagai suka dan duka telah penulis rasakan dalam menempuh jenjang pendidikan. Namun berkat doa kepada Allah Sang Pengasih dan Penyayang serta ketabahan hati menjadi penopang dalam menghadapi rintangan dan hambatan.

Penulis menyadari pula bahwa dalam penulisan skripsi ini, tidak mungkin tanpa cinta, bantuan dan dorongan dari semua pihak. Olehnya itu sepatutnyalah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua, Ayahanda Sabaruddin dan Ibunda Darti yang telah melahirkan dan membesarkanku. Orang tua yang tak hentinya mengirimkan motovasi, doa, dan cinta yang begitu tulus untuk penulis. Kakak kandung penulis: Megawati Sadar, Amd.Keb. yang tak hentinya memberikan dukungan dan semangat yang luar biasa untuk penulis. Terimakasih kepada Prof.Dr. Ansari, M.Pd. sebagai pembimbing I dan Muh. Akhir, S.Pd.,M.Pd.

(9)

sebagai pembimbing II yang telah memberi saran dan kritikan kepada penulis, membimbing penulis sehingga skripsi ini selesai.

Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Dr. Irwan Akib M.Pd, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Ayahanda Dr.

A. Sukri Syamsuri M. Hum selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Ibunda Dr. Munira, M.Pd selaku ketua jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, atas saran dan petunjuknya. Bapak dan Ibu dosen serta staf tata usaha Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang tidak sempat penulis menyebutkannya satu persatu.

Tidak lupa juga penulis berterima kasih kepada sahabat-sahabat di Lembaga Mahasiswa HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Bahasa dan Sastra Indonesia.senior-senior FKIP, teman-teman seperjuangan di TEATER BADAI, serta teman-teman lembaga kampus, UKM dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar terkhusus teman-teman seperjuanganku kaum Adam dan Hawa angkatan 2010, teman-teman senasib dan sepenanggungan yang setia merajut kebersamaan dan cinta.

Tidak lupa pula kepada sahabat-sahabat penulis: Fitriani Rachman, Sari Bulan, Fajriani, Tenri Ape, Fitrian Sakinah, S.Sos. Masita, SKM. Diyani Riskinaya, Nurhidayah, Dian Idul Fatahuddin, Muh.Syamsuddin, SE. Andi Aprirrama Dhana yang tak hentinya memberikan dukungan serta kasih sayangnya untuk penulis.

(10)

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas masukan dan kritikan dari pembaca yang sifatnya membangun dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta mendapat rahmat dari Allah Swt. Amin.

Makassar,…………..2014

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

ABSTRAK ... vi

MOTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 7

A. Kajian Pustaka ... 7

B. Kerangka Pikir ... 25

BAB III METODE PENELITIAN... 27

A. Rancangan Penelitian ... 27

B. Definisi Istilah ... 28

C. Data dan Sumber Data ... 28

D. Teknik Pengumpulan Data ... 29

(12)

E. Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Hasil Penelitian ... 31

B. Pembahasan ... 73

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Simpulan ... 77

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(13)

MOTTO

HIDUP ADALAH PERJUANGAN TANPA HENTI

TAK ADA SESUATU YANG JATUH DARI LANGIT TANPA USAHA DAN DOA

HIDUP ADALAH PILIHAN

TIDUR DAN MELANJUTKAN MIMPI ATAU BANGUN DAN MEWUJUDKAN MIMPI

Kuperuntukkan karya ini kepada Ayahanda Sabaruddin dan Ibunda tercinta Darti, saudara kandungku serta orang tersayang yang telah membantu dan mendoakan semoga aku bisa menjadi orang berguna.

segala cinta dan kasih sayangmu,kuucapkan banyak terima

kasih.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu sastra dibedakan tiga bidang penyelidikan antara lain teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Ketiga bidang penyelidikan tersebut mempunyai hubungan yang erat. Teori tidak mungkin ada tanpa kritik dan sejarah. Kritik tidak mungkin ada tanpa teori dan sejarah, begitu juga sejarah tidak mungkin ada tanpa teori dan kritik.

Kritik sastra merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh para peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan sastra. Secara singkat, kritik sastra dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki karya sastra dengan mempertimbangkan baik dan buruk, kekuatan dan kelemahan karya sastra. Kritik sastra juga adalah hasil usaha pembaca dalam menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis. Seorang pembaca sastra dapat membuat kritik sastra yang baik apabila betul-betul menaruh minat pada sastra, terlatih kepekaan citanya, dan mendalami serta tinggi pengalaman manusiawinya.

Kritik sastra tentu tidak lepas dari karya sastra, sebab dalam mengkritik harus ada karya sastra yang dijadikan sebagai objek kritikan. Karya sastra merupakan kesusastraan, karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi ungkapannya, drama, epik, dan lirik (KBBI:786). 1

(15)

Sastra tidak begitu saja lahir dari bumi layaknya air yang hanya cukup menggali saja untuk membuatnya. Sastra merupakan hasil pergulatan jiwa seorang yang memiliki daya imajinatif tinggi yang kemudian dijuluki sebagai sastrawan.

Sastra tidak selamanya bersifat imajinatif akan tetapi selalu mengikuti perkembangan berpikir manusia dalam melahirkan karya sastra. Karya sastra mengandung nilai-nilai tertentu dalam penyajiannya terhadap pembaca dan penikmat sastra.

Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Sastra merupakan segala sesuatu yang tertulis dan tercetak. Selain itu, karya sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada karya fiksi (Wellek dan Werren, 1995:3-4). Sebagai hasil imajinatif, sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, juga guna menambah pengalaman batin bagi para pembacanya. Membicarakan yang bersifat imajinatif, sastra berhadapan dengan tiga genre yaitu prosa, puisi, dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel.

Novel merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik, dan mengungkapkan segala sesuatu (lebih bersifat) secara tidak langsung. Tujuan utama analisis kesastraan, fiksi, puisi, ataupun yang lain adalah untuk memahami secara lebih baik karya sastra yang bersangkutan, di samping untuk membantu menjelaskan kepada pembaca yang kurang dapat memahami karya itu.

Novel akan memberikan suasana baru yang khas pada pembaca apabila pembaca yang bersangkutan dapat memahami apa yang dibacanya. Untuk memahami novel secara utuh perlu diketahui dan dimengerti bahwa novel itu

(16)

adalah karya bernilai estetis yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna.

Novel sebagai salah satu karya sastra dapat dikaji dari dua aspek penyelidikan atau pendekatan yaitu penyelidikan instrinsik dan penyelidikan ekstrinsik. Penyelidikan instrinsik karya sastra adalah menyelidiki unsur-unsur karya sastra yang membangun dari dalam, sedangkan penyelidikan ekstrinsik karya sastra adalah usaha menafsirkan seni sastra dalam kaitannya dengan lingkungan sosial serta hal-hal yang mendahuluinya, misalnya menyelidiki asal- usul penyelidikan karya sastra, sebab-sebab penciptaan karya sastra.

Penyelidikan instrinsik dapat pula diartikan sebagai penyelidikan terhadap struktur karya sastra. Struktur karya sastra merupakan hal yang mutlak terdapat dalam karya sastra sebab struktur inilah yang berperan dalam membangun cerita di dalam karya sastra seperti novel.

Terlepas dari hubungan novel dengan aspek lainnya di luar karya sastra, peneliti lebih tertarik mengkaji lebih dalam struktur atau unsur yang membangun novel. Dalam mengkaji struktur novel peneliti mengangkat kajian kritik sastra induktif karena kritik ini dipandang sebagai kritik yang mengkritisi karya sastra secara objektif. Kritik induktif adalah kritik yang menguraikan bagian-bagian karya sastra berdasarkan fenomena-fenomena yang ada secara objektif. Kritik induktif meneliti karya sastra sebagaimana halnya ahli bumi yang meneliti gejala alam secara objektif tanpa menggunakan standar-standar yang tetap yang berasal dari luar dirinya.

(17)

Pendekatan objektif atau biasa disebut dengan pendekatan struktural merupakan pendekatan yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur otonom, karya sastra terdiri dari unsur-unsur pembangunnya yang terdiri dari unsur-unsur pembangun yang fungsional satu sama lain. Dalam mengkaji karya sastra sangat ditekankan pemahaman terhadap pengertian-pengertian unsur pembangun suatu karya sastra.

Pengkajian kritik sastra induktif merupakan sesuatu yang baru bagi peneliti. Hasil pencarian di berbagai sumber, baik itu dengan teknik pustaka maupun mencari di internet masih sangat kurang peneliti yang mengkritik novel dengan menggunakan kritik sastra induktif. Namun, ada beberapa penelitian yang mengangkat kritik sastra, dalam hal ini penelitian yang dilakukan mengenai kritik sosial seperti penelitian yang dilakukan Hasis (2007) dengan judul ― Kritik Sosial dalam novel Larung karya Ayu Utami: Suatu Tinjauan Sosiologis. Menurut hasil penelitian ini, secara umum novel Larung mengungkap bentuk kritik yang digunakan pengarang dalam novelnya, yaitu kritik secara langsung dan kritik secara tidak langsung. Masalah-masalah yang dominan menjadi sasaran kritik pengarang adalah aspek politik , pemerintah, militer, aspek moral dan aspek hukum.

Penelitian yang dilakukan Syamsuddin (2001) dengan judul ―Analisis Sturuktural puisi Disebabkan Oleh Angin karya Rendra menyimpulkan bahwa struktur puisi Rendra memiliki relevansi satu sama lain yang saling membangun struktur sehingga mudah dipahami. Penelitian-penelitian tersebut dianggap relevan

(18)

sebab kritik sosial masih bagian dari khazanah kritik sastra Indonesia, kemudian analisis struktural merupakan aspek yang akan dikaji dalam penelitian ini.

Penelitian ini akan membahas kritik sastra induktif dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye dengan memakai teori struktural Robert Stanton.

Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi dua bagian, yaitu: fakta cerita dan sarana cerita. Ia membagi unsur fakta cerita menjadi empat, yaitu alur, tokoh, latar, dan tema. Sedangkan sarana cerita terdiri dari judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada, simbolisme, dan ironi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengarahkan dan memperjelas penelitian ini perlu dirumuskan masalah yang mendapat penekanan untuk dikaji dan dibahas. Rumusan masalah yang dimaksud adalah bagaimanakah kritik induktif dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kritik sastra induktif dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye.

D. Manfaat Penelitian

Setelah melakukan pengkajian kritik sastra induktif dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye, manfaat yang diharapkan penulis adalah sebagai berikut :

(19)

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam kritik sastra Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peminat sastra, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai karya sastra yang akan dinikmatinya.

b. Bagi mahasiswa, hasil penelitan ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan referensi dalam upaya pengkajian kritik sastra induktif maupun berdasarkan kajian-kajian lainnya.

c. Bagi peneliti lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang meneliti topik penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

Penelitian yang baik dan berhasil bergantung dari teori yang mendasarinya. Teori merupakan landasan suatu penelitian, karena itu teori yang digunakan dalam penelitian ini tersebar di berbagai pustaka yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas.

Sehubungan dengan uraian di atas, aspek teoretis yang akan dipaparkan dalam kajian pustaka adalah hakikat sastra, kritik sastra, fungsi kritik sastra, jenis- jenis kritik sastra, pengertian novel, dan jenis-jenis novel.

1. Hakikat Sastra

Istilah sastra berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tulisan atau karangan. Sastra dibedakan antara sastra sebagai seni dan sastra sebagai ilmu pengetahuan. Sastra sebagai seni merupakan kegiatan kreatif menghasilkan sesuatu berupa: puisi, novel, cerita pendek. Sedangkan sastra sebagai ilmu pengetahuan adalah menyelidiki sastra secara ilmiah. Dalam hal ini syarat-syarat ilmiah diperlukan, misalnya: sistematika, metode, obyek dan sebagainya. Dengan kata lain seni sastra/ karya sastra merupakan obyek penyelidikan sastra secara ilmiah. Oleh sebab itu, sastra sebagai ilmu pengetahuan atau ilmu sastra adalah berusaha menyelidiki karya sastra dengan menyelidiki karya sastra dengan mengupas berbagai aspek.

(21)

Sastra merupakan suatu hasil karya seni yang muncul dari imajinasi atau rekaan para sastrawan. Kehidupan di dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai dengan sikap penulisnya, latar belakang pendidikan, keyakinan, dan sebagainya. Sedangkan di dalam karya sastra terkandung suatu kebenaran yang berbentuk keyakinan dan kebenaran indrawi seperti yang telah terbukti dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Gazali, B.A. dalam Pradopo (1994: 32), bahwa sastra dari bahasa Sansekerta yang artinya tulisan atau bahasa yang indah yakni hasil ciptaan bahasa yang indah. Kesusastraan ialah pengetahuan mengenai hasil seni bahasa perwujudan getaran jiwa dalam bentuk tulisan.

Melalui karya sastra, pengarang mengungkapkan gagasan tertentu dalam karyanya berdasarkan lingkungan tertentu, budaya tertentu, pendidikan tertentu dalam situasi tertentu yang mempengaruhi cara berpikirnya. Hasil pengaruh itu merupakan faktor kurangnya pendidikan yang terdapat di kalangan masyarakat menengah. Pentingnya pendidikan tehadap seorang penulis dapat meningkatkan mutu sastra yang ingin dicapai.

2. Kritik Sastra

Istilah ‖kritik‖ (sastra) berasal dari bahasa Yunani, yaitu krites—yang berarti ‖hakim‖. Krites sendiri berasal dari kata krinein ‖menghakimi‖; kriterion yang berarti ‖dasar penghakiman‖, dan kritikos yang berarti ‖hakim kesastraan‖.

Kritik sastra merupakan salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang sifatnya melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni. Abrams (Pradotokusumo, 2005: 57) mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu sastra yang fokus implementasinya berurusan

(22)

dengan perihal perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian terhadap karya sastra.

Pengertian kritik sastra (sampai saat ini) tidaklah mutlak ketetapannya, karena sampai saat ini—belum ada kesepakatan secara universal tentang pengertian sastra. Namun, pada dasarnya kritik sastra merupakan kegiatan untuk mencari dan menentukan nilai hakiki karya sastra melalui pemahaman dan penafsiran sistematik seorang kritikus dalam bentuk teks tertulis. Sebelum memahami lebih jauh tentang pemaknaan sebuah kritik sastra, maka alangkah baiknya seorang kritikus bisa memahami tentang matrikulasi wilayah studi sastra berikut ini.

SEJARAH SASTRA KRITIK SASTRA

TEORI SASTRA

‖historisme‖

(memosisikan diri, masuk ke dalam alam pikiran dan sikap orang-orang

dari zaman yang kita pelajari) aplikasi/praktek

teoretis Sifat

- perkembangan sastra

- ciri-ciri dari

masing-masing perkembangan karya sastra

- situasi sosial

masyarakat (ideologi per- zaman) - dll.

- analisis

- interpretasi

- menilai karya sastra.

- perumusan

- klasifikasi

- penerangan

- dll.

- pengertian-

pengertian dasar tentang sastra

- hakekat sastra

- prinsip-prinsip sastra

- latar belakang sastra

- jenis-jenis sastra

- susunan dalam karya

sastra

- prinsip-prinsip

penilaian sastra.

Isi, Sasaran

(Fokus)

(23)

Ketiga cabang ilmu sastra di atas pada dasarnya memiliki hubungan yang sangat erat dan saling mengait. Sebagaimana teori sastra yang sudah ada pastinya membutuhkan kerja sama dengan sejarah sastra. Sejarah sastra juga tidak bisa dipisahkan dari teori dan kritik sastra, begitu pun dengan kritik sastra yang pada dasarnya juga membutuhkan adanya teori dan sejarah sastra.

Apabila diperhatikan hal di atas, maka akan diperoleh sebuah kesimpulan bahwa sebuah karya sastra tidak akan mampu dipahami, dihayati, ditafsirkan, dan dinilai secara sempurna tanpa adanya intervensi dari ketiga bidang ilmu sastra tersebut. Sebuah teori sastra tidak akan pernah sempurna jika tidak dibantu oleh sejarah dan kritik sastra; begitu juga dengan sejarah sastra yang tidak dapat dipaparkan—jika teori dan kritik sastra tidak jelas; dan kritik sastra tidak akan mencapai sasaran apabila teori dan sejarah sastra tidak dijadikan tumpuan.

Wellek dan Warren (1995: 39) menyatakan bahwa tidak mungkin kita menyusun teori sastra tanpa kritik sastra atau sejarah sastra. Begitu pun juga sejarah sastra tanpa kritik sastra dan teori sastra. Teori sastra pada dasarnya hanya dapat disusun berdasarkan studi langsung terhadap karya sastra.

Analisis merupakan hal yang sangat penting dalam kritik sastra.

Sebagaimana HB Jassin dalam Ikhtisar Kritik Sastra menjelaskan bahwa studi kritik sastra adalah studi tentang pertimbangan baik buruknya suatu hasil kesastraan dengan memberi alasan-alasan mengenai isi dan bentuknya. Dengan demikian, kritik sastra merupakan kegiatan penilaian yang ditunjukkan pada karya sastra atau teks. Namun, melihat kenyataan bahwa setiap karya sastra adalah hasil karya yang diciptakan pengarang, maka kritik sastra mencakup masalah hubungan

(24)

sastra dengan kemanusiaan. Sasaran utama kritik sastra adalah karya sastra (teks) dan makna bagi kritikus tersebut—bukan pada pengarangnya. Seorang kritikus sastra mengungkapkan pesan dalam satu bentuk verbal dengan bentuk verbal yang lain, mencoba menemukan pengalaman estetis persepsi tentang realitas yang hendak disampaikan oleh pengarang.

Pengertian kritik sastra di atas, terkandung secara jelas aktivitas kritik sastra. Secara rinci aktivitas kritik sastra mencakup 3 (tiga) hal, yaitu :

1. Menganalisis

Analisis adalah menguraikan unsur-unsur yang membangun karya sastra dan menarik hubungan antar unsur-unsur tersebut. Analisis merupakan hal yang sangat penting dalam kritik sastra. Sebagaimana Jassin dalam Pengkajian Sastra menjelaskan bahwa kritik sastra ialah baik buruknya suatu hasil kasustraan dengan memberi alasan-alasan mengenai isi dan bentuknya. Oleh karena itu, dalam mengkritik karya sastra, seorang kitikus tidaklah bertindak semaunya. Ia harus melalui proses penghayatan keindahan sebagaimana pengarang dalam melahirkan karya sastra.

Analisis yang dilakukan kritikus dalam mengkritik harus didasarkan pada referensi-referensi dan teori-teori yang akurat. Tidak jarang pula, perkembangan teori sastra lebih lambat dibandingkan dengan kemajuan proses kreatif pengarang.

Untuk itu, dalam melakukan kritik, kritikus seringkali harus meramu teori-teori baru. Teori-teori sastra baru yang seperti inilah yang justru akan mengembangkan ilmu sastra itu sendiri, dimana seorang pengarang akan dapat belajar melalui kritik

(25)

sastra dalam memperluas pandangannya, sehingga akan berdampak pada meningkatnya kualitas karya sastra.

2. Menafsirkan

Sementara menafsirkan (interpretasi) dapat diartikan sebagai memperjelas/memperjernih maksud karya sastra, dengan cara:

a) memusatkan interpretasi kepada ambiguitas, kias, atau kegelapan dalam karya sastra.

b) memperjelas makna karya sastra dengan jalan menjelaskan unsur-unsur dan jenis karya sastra.

Seorang kritikus yang baik tidak lantas terpukau terhadap apa yang sedang dinikati atau dihayatinya, tetapi dengan kemampuan rasionalnya seorang kritikus harus mampu membuat penafsiran-penfsiran sehingga karya sastra itu datang secara utuh.

3. Menilai

Adapun aktivitas yang ketiga yaitu penilaian. Penilaian dapat diartikan menunjukkan nilai karya sastra dengan bertitik tolak dari analisis dan penafsiran yang telah dilakukan. Dalam hal ini, penilaian seorang kritikus sangat bergantung pada aliran-aliran, jenis-jenis, dan dasar-dasar kritik sastra yang dianut/dipakai/dipahami seorang kritikus.

3. Fungsi Kritik Sastra

Dalam mengritik karya sastra, seorang kitikus tidaklah bertindak semaunya sendiri. Kritik harus melalui proses penghayatan keindahan sebagaimana pengarang dalam melahirkan/menciptakan karya sastranya. Karena

(26)

kritik sastra sebagai kegiatan ilmiah yang mengikat pembaca (kritikus) pada asas- asas keilmuan yang ditandai oleh adanya kerangka, teori, wawasan, konsep, metode analisis, dan objek empiris.

Setidaknya, secara umum ada beberapa manfaat kritik sastra yang perlu untuk kita ketahui, sebagaimana berikut:

1) Kritik sastra berfungsi bagi perkembangan sastra

Dalam mengritik, seeorang kritikus akan menunjukkan hal-hal yang bernilai atau tidak bernilai dari suatu karya sastra. Kritikus bisa jadi akan menunjukkan hal-hal yang baru dalam karya sastra, hal-hal apa saja yang belum digarap oleh sastrawan. Dengan demikian, sastrawan dapat belajar dari kritik sastra untuk lebih meningkatkan kecakapannya dan memperluas cakrawala kreativitas, corak, dan kualitas karya sastranya. Jika sastrawan-sastrawan mampu menghasilkan karya-karya yang baru, kreatif, dan berbobot, maka dapat diyakini perkembangan sastra negara tersebut juga akan meningkat pesat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan kata lain, kritik yang dilakukan kritikus akan meningkatkan kualitas dan kreativitas sastrawan—yang pada akhirnya akan meningkatkan perkembangan sastra itu sendiri.

2) Kritik sastra berfungsi untuk penerangan bagi penikmat sastra

Dalam melakukan kritik, seorang kritikus akan memberikan ulasan, komentar, menafsirkan kerumitan-kerumitan, kegelapan-kegelapan makna dalam karya sastra yang dikritik. Dengan demikian, pembaca awam akan bisa lebih mudah memahami karya sastra yang dikritik oleh kritikus.

(27)

Di sisi lain, ketika masyarakat sudah terbiasa dengan apresiasi sastra, maka daya apresiasi masyarakat terhadap karya sastra akan semakin baik.

Masyarakat dapat memilih karya sastra yang bermutu tinggi (karya sastra yang berisi nilai-nilai kehidupan, memperhalus moral, mempertajam pikiran, kemanusiaan, kebenaran, dll.).

3) Kritik sastra berfungsi bagi ilmu sastra itu sendiri

Analisis yang dulakukan kritikus dalam mengritik harus didasarkan pada referensi-referensi dan teori-teori yang akurat (sesuai). Tidak jarang pula, perkembangan teori sastra lebih lambat dibandingkan dengan kemajuan proses kreatif pengarang. Untuk itu, dalam melakukan kritik, kritikus seringkali harus meramu teori-teori baru. Teori-teori sastra baru yang seperti inilah yang justru akan mengembangkan ilmu sastra itu sendiri, di mana seorang pengarang akan dapat belajar melalui kritik sastra dalam memperluas pandangannya—sehingga akan berdampak pada meningkatnya kualitas karya sastra.

Fungsi kritik sastra di atas akan menjadi kenyataan karena adanya tanggung jawab antara kritikus dan sastrawan serta tanggung jawab dalam memanfaatkan kritik sastra tersebut. Dengan demikian, tidak perlu diragukan bahwa adanya kritik yang kuat serta jujur di medan sastra akan membawa pada meningkatnya kualitas karya sastra. Seorang sastrawan bisa dipastikan akan memiliki perhitungan sebelum akhirnya dipublikasikannya karya sastra tersebut.

Oleh sebab itu, ketiadaan kritik pada medan sastra akan membawa pada munculnya karya-karya sastra yang picisan.

(28)

4. Jenis-jenis Kritik Sastra

Kritik dapat digolongkan menurut bentuk, praktik kritik, dan dasar pendekatannya terhadap karya sastra. Menurut bentuknya, ada kritik teori dan kritik terapan. Kritik teori yaitu menetapkan prinsip-prinsip umum untuk diterapkan pada interpretasi karya sastra. Dan kritik terapan yaitu penerapan prinsip-prinsip umum pada interpretasi karya sastra.

Menurut praktik kritik ada kritik judisial, impresionistik/ estetik, dan induktif. Kritik judisial berusaha menganalisis efek karya sastra berdasarkan teknik, gaya, dan organisasinya secara subjektif. Kritik impresionistik berusaha menggambarkan karya sastra dengan kata-kata dan mengekspresikan tanggapan kritikus atau uraian kesan-kesan kritikus mengenai isi sajak yang diucapkan penyair dengan mengutip sajak tanpa analisisnya. Dan kritik induktif berusaha menguraikan bagian-bagian sastra berdasarkan fenomena yang ada secara objektif seperti persajakan, gaya bahasa, dan pikiran yang dikemukakan (seperti metode literer). Kritik induktif adalah kritik yang menguraikan bagian-bagian karya sastra berdasarkan fenomena-fenomena yang ada secara objektif. Kritik induktif meneliti karya sastra sebagaimana halnya ahli bumi yang meneliti gejala alam secara objektif tanpa menggunakan standar-standar yang tetap yang berasal dari luar dirinya.

Kritik menurut pendekatannya, ada kritik mimetik, pragmatik, ekspresif, dan objektif. Kritik mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan dan pencerminan dunia dan kehidupan manusia. Kritik pragmatik memandang karya sastra menurut berhasil tidaknya mencapai tujuan berupa efek yang ditimbulkan

(29)

seperti efek kesenangan, pendidikan, dan efek-efek lainnya. Kritik ekspresif memandang karya sastra sebagai curahan perasaan dan produk imajinasi penulis dengan persepsi, pikiran, dan perasaannya. Dan kritik objektif memandang karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri bebas dan dianalisis dengan kriteria intrinsik dan unsur pembentuknya yang lain.

5. Pengertian Novel

Secara hakiki, novel merupakan karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya serta menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Biasanya, cerita dalam novel dimulai dari peristiwa atau kejadian terpenting yang dialami oleh tokoh cerita, yang kelak mengubah nasib kehidupannya. Berbeda dengan cerita pendek, yang umumnya berkisah tentang perilaku sesaat sang tokoh ketika ia menghadapi suatu peristiwa atau kejadian pada suatu ketika.

Novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan ide atau gagasan pengarang (Adhar,1997:9). Novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilakunya sehingga terjadi perubahan jalan hidup baru baginya (Wellek dan Austin, 1990:182-183).

Secara etimologi, novel berasal dari bahasa latin novellus yang diturunkan dari kata novles yang berarti baru. Sedangkan secara istilah novel adalah sebagai salah satu jenis karya sastra dapat didefenisikan sebagai pemakaian bahasa yang indah yang menimbulkan rasa seni pada pembaca.

Sumardjo (1984:3) berpendapat bahwa novel (sastra) adalah ungkapan pribadi manusia merupakan pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat,

(30)

keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

Menurut Jassin (1992:64-65) novel adalah suatu karya sastra prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian atau suatu pertikaian yang mengalihkan arah nasib mereka, wujud novel berupa konsentrasi, pemusatan, dan memfokuskan kehidupan dalam suatu krisis yang menentu.

Novel adalah proses rekaan yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dalam menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Soedjiman, 1984:55).

Virgina Wolf (dalam Tarigan, 1985:164) novel adalah suatu eksplorasi atau kronik kehidupan menunjukkan dan melukiskan dalam bentuk tertentu, pengaruh ikatan hasil kehancuran atau terciptanya gerak-gerik manusia.

Memperhatikan beberapa defenisi novel sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah bentuk karya sastra fiksi yang berupa fiktif yang sudah dikenal secara universal dan sudah berpengaruh terhadap perkembangan sastra Indonesia. Karena pengaruh itulah, sehingga banyak yang mengartikan bahwa novel adalah suatu prosa rekaan atau fiktif yang meyajikan cerita kehidupan manusia melalui gerak para tokoh yang mengikuti alur tertentu disertai dengan latar dan serangkaian peristiwa.

Melalui novel sebagai salah satu karya fiksi, pengarang dapat mengajak pembaca, untuk merasakan dan menghayatai berbagai fenomena kehidupan di dalamnya. Dengan kisah-kisah yang dihadirkan dalam novel, pengarang berharap pembaca bisa larut dalam serangkaoan peristiwa yang ada dalam novel tersebut.

(31)

Novel memberikan kritik terhadap suatu masyrakat yang biasanya merupakan pengalaman yang dialami langsung oleh pengarang.

6. Jenis Novel

Novel menurut Sumarjo (1984:29) dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu novel percintaan, novel petualangan, dan novel fantasi.

a. Novel Percintaan

Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara seimbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan pelakunya.

b. Novel Petualangan

Jenis novel ini hanya didominasi oleh kaum pria, karena tokoh di dalamnya pria dengan sendirinya melibatkan banyak masalah lelaki yang tidak ada hubungannya dengan wanita.

c. Novel Fantasi

Novel ini bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba tidak mungkin bial dilihat dari pengalaman sehari-hari. Jenis novel ini mementingkan ide, konsep, dan gagasan sastrawan yang hanya jelas kalau diutarakan dalam cerita fantastik, artinya menjalani hukum empiris, hukum pengalaman sehari-hari.

7. Teori Struktural Robert Stanton

Adapun teori struktural yang digunakan untuk menganalisis adalah teori struktural Robert Stanton. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi dua bagian, yaitu: fakta cerita dan sarana cerita. Ia membagi unsur fakta cerita menjadi

(32)

empat, yaitu alur, tokoh, latar, dan tema. Sedangkan sarana cerita terdiri dari judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada.

a) Fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22). Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagia berikut:

1) Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau yang menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain yang tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya (Stanton, 2007:26).

Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen- elemen lain, alur alur memiliki hukum-hukum sendiri; alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinan dan logis, dapat

(33)

menciptakan bermacam-macam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2007:28).

Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks.

Konflik utama selalu bersifat fundamental, membenturkan sifat-sifat dan kekuatan-kekuatan tertentu. (Stanton, 2007:32).

Menurut Soediro Satoto, 1996: 28-29 sorot balik (flashback), yaitu urutan tahapannya dibalik seperti halnya regresif. Teknik flashback jelas mengubah teknik pengaluran dari yang progresif ke regresif. Berbeda dengan teknik tarik balik (backtracking), jenis pengalurannya tetap progresif, hanya saja pada tahap- tahap tertentu, peristiwanya ditarik ke belakang. Jadi yang ditarik kebelakang hanya peristiwanya (mengenang peristiwa yang lalu) tetapi alurnya tetap alur maju atau progresif.

2) Tokoh atau Karakter

Tokoh atau biasa disebut karakter biasanya dipakai dalam dua konteks.

Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada berbagai percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut.

Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu tokoh utama yaitu tokoh yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Alasan seorang tokoh untuk bertindak sebagaimana yang dilakukan dinamakan motivasi (Stanton, 2007:33).

(34)

3) Latar

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlansung.

Latar dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu.

Latar terkadang berpengaruh pada karakter-karakter. Latar juga terkadang menjadi contoh representasi tema. Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya untuk memunculkan tone dan mode emosional yang melingkupi sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istilah atmosfer. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter (Stanton, 2007:35-36).

4) Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat (Stanton, 2007:36).

Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema (Stanton, 2007:37).

b) Sarana Cerita

Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi (Stanton, 2007:46 47).

(35)

1) Judul

Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan karakter, latar, dan tema. Judul merupakan kunci pada makna cerita. Sering kali judul dari karya sastra mempunyai tingkatan-tingkatan makna yang terkandung dalam cerita. Judul juga dapat berisi sindiran terhadap kondisi yang ingin dikritisi oleh pengarang atau merupakan kesimpulan terhadap kedaan yang sebenarnya dalam cerita (Stanton, 1965:25-26).

2) Sudut Pandang

Stanton dalam bukunya membagi sudut pandang menjadi empat tipe utama. Pertama pada orang pertama-utama sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri. Kedua, pada orang pertama-sampingan cerita dituturkan oleh satu karakter bukan utama (sampingan). Ketiga, pada orang ketiga-terbatas pengarang mengacu pada semua karakter dan emosinya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu karakter saja. Keempat, pada orang ketiga-tidak terbatas pengarang mengacu pada setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau perpikir atau saat tidak ada satu karakter pun hadir.

3) Gaya dan Tone

Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.

Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada bahasa dan penyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme,

(36)

panjang-pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya (Stanton, 2007:61).

8. Hasil Penelitian yang Relevan

Sebuah penelitian tentulah membutuhkan pemahaman awal untuk memberikan gambaran tentang penelitian yang akan dilakukan. Untuk itu, dibutuhkan beberapa data yang diperoleh dari hasil gambaran tentang penelitian sebelumnya yang tentunya relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Ada banyak penelitian yang membahas tentang karya sastra khususnya novel. Akan tetapi, penulis tidak menemukan penemuan yang secara langsung meneliti mengenai kritik sastra induktif dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye.

Penelitian yang berjudul ―Citra Perempuan dalam Novel Saman karya Ayu Utami: Suatu Tinjauan Kritik Sastra Feminis‖ yang dilakukan oleh Etika Kristiani (2012). Hasil penelitian ini menunjukkan gambaran para tokoh perempuan yang menginginkan kebebasan dari nilai-nilai tradisional dan budaya pathriarki yang mengungkungnya. Untuk menadapatkan kebebasan atas kontrol dirinya sendiri, para tokoh perempuan berusaha melepaskan diri dengan tindak tunduk dan terikat oleh kaum laki-laki. Sebagai perempuan, mereka memunyai kemandirian dan kebebasan atas seksualitas. Sebagai anggota masyarakat, tokoh-tokoh perempuan memunyai peran dalam wilayah publik.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan Rosmiati (2011) yang berjudul Kritik Sosial dalam Novel Bulan Jingga Dalam Kepala karya M.Fajroel

(37)

Rachman: Tinjauan Sosiologi Sastra. Hasil penelitian ini menunjukkan gambaran sistem politik dan pemerintahan yang diktator dan otoriter. Para pelaku plitik yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Ketidakadilan dalam ranah hukum semakin merajalela yang menandakan sulitnya menegakkan supermasi hukum. Selanjutnya, citra aparat keamanan yang selalu mengandalkan tindakan represif seperti penganiayaan, penculikan dan pembunuhan dalam menghadapi berbagai persoalan, menjadikan masyarakat menganggap aparat keamanan sebagai musuh, bukan lagi sebagai pengayom masyarakat.

Penelitian-penelitian di atas cukup berbeda dengan penelitian ini. Dilihat dari objek yang diteliti dan aspek yang diteliti. Akan tetapi, penelitian tersebut tetap meneliti karya sastra dan pendekatan yang digunakan merupakan bagian dari kritik sastra sehingga penelitian tersebut tetap memberi sumbangsi bagi penelitian ini.

Penelitian yang relevan di atas membantu penulis memeroleh pemahaman awal untuk meneliti novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye sehingga kesulitan dalam melakukan penelitian bisa di atasi. Selain itu, pembacaan terhadap hasil penelitian sebelumnya tentu relevan dengan penelitian yang dilakukan sangat membantu di dalam memutuskan penelitian ini.

B. Kerangka Pikir

Memperhatikan uraian pada tinjauan pustaka, maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang diajukan penulis sebagai landasan berpikir selanjutnya. Landasan berpikir yang dimaksud akan mengarahkan penulis untuk

(38)

menemukan data dan informasi dalam penelitian ini, guna memecahkan masalah yang telah dipaparkan.

Dalam ilmu sastra dibedakan tiga bidang penyelidikan antara lain teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Kritik sastra merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh para peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan sastra. Kritik sastra dibedakan menjadi beberapa jenis, namun dalam penelitian ini penulis menggunakan kritik sastra induktif untuk mengkaji karya sastra berupa prosa fiksi yaitu novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

(39)

Ilmu Sastra

Sejarah Sastra Kritik Sastra Teori Sastra

Kritik Sastra Induktif Teori Struktural Robert

Stanton

Fakta Cerita : Alur,tokoh/karakter, latar,

tema

Sarana Cerita:

Judul, sudut pandang, gaya bahasa, tone.

Analisis novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere

Liye Temuan

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Sudah merupakan suatu kelaziman bahwa dalam setiap penulisan suatu karya ilmiah haruslah menggunakan metode kerja. Metode kerja adalah suatu cara pendekatan terhadap masalah yang akan dibahas, untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan di dalam penulisan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode penelitian yang akan dipaparkan sebagai berikut:

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian pada hakikatnya merupakan strategi ruang atau teknis penelitian agar memperoleh data yang akurat. Untuk memperoleh kesimpulan penelitian, maka diperlukan formulasi atau rancangan yang diniscayakan menjadi strategi pengatur penelitian. Adapun rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Langkah awal dengan pemahaman terhadap hasil penelitian yang relevan dengan judul, dengan maksimal dilanjutkan menjadi studi pustaka, guna mengidentifikasi pemilikan dan perumusan masalah penelitian, memberikan defenisi istilah penelitian, dan langkah berikutnya adalah metode penelitian.

Metode penelitian digunakan sebagai prosedur untuk menyelidiki masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek dan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada dan menyertainya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

(41)

B. Definisi Istilah

Definisi istilah dimaksudkan untuk memberikan penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan agar terdapat kesamaan penafsiran dan terhindar dari kekaburan. Adapun defenisi istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Novel merupakan karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya serta menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

2. Kritik sastra didefenisikan sebagai ilmu yang menyelidiki karya sastra dengan mempertimbangkan baik dan buruk, kekuatan dan kelemahan karya sastra. Kritik sastra juga adalah hasil usaha pembaca dalam menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis.

3. Kritik induktif adalah kritik yang menguraikan bagian-bagian karya sastra berdasarkan fenomena-fenomena yang ada secara objektif. Kritik induktif meneliti karya sastra sebagaimana halnya ahli bumi yang meneliti gejala alam secara objektif tanpa menggunakan standar-standar yang tetap yang berasal dari luar dirinya.

C. Data dan Sumber Data 1. Data

Data pada dasarnya merupakan bahan mentah yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti dari dunia yang dipelajarinya (Sutopo, 2002: 72). Data dalam penelitian ini berupa data lunak berwujud kata, kalimat, hingga kesatuan

(42)

paragraf yang terdapat dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye .

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer (soft data) dalam penelitian ini diambil dari novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye yang diterbitkan oleh PT.Gramedia Pustaka Utama tahun 2013, sedangkan sumber data sekunder merupakan data pelengkap yang digunakan dalam penelitian ini, misalnya makalah, karya-karya tulis ilmiah, buku-buku, artikel-artikel di media massa, artikel-artikel di situs internet (on line) yang berkaitan dengan objek penelitian. Data yang diambil adalah data yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai pelengkap dan penunjang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik pustaka, teknik simak, dan catat. Teknik pustaka yaitu teknik yang menggunakan sumber- sumber tertulis untuk memperoleh studi tentang sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian antara lain: sejenis dokumen yang digunakan untuk mencari data-data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, majalah, dan hal-hal lain yang menunjang penelitian (Arikunto, 1993: 80). Teknik simak berarti penulis sebagai instrument kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer (Subroto, 1992: 42). Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(43)

1. Teknik pustaka yaitu penulis membaca novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye secara keseluruhan.

2. Teknik simak berarti penulis sebagai instrument kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer.

3. Teknik catat yaitu data yang diperoleh dari pembacaan kemudian di catat, sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis, menginterpretasi, dan menafsirkan sesuai dengan aktivitas kritik sastra itu sendiri.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data adalah :

1. Membaca dan menelaah seluruh data yang telah diperoleh baik data primer maupun data sekunder.

2. Mengidentifikasi struktur atau unsur yang membangun novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye dengan menggunakan teori Robert Stanton.

3. Analisis kritik induktif yang difokuskan kepada bagian-bagian atau struktur yang membangun novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye.

4. Mendeskripsikan hasil analisis data dalam bentuk laporan penelitian (skripsi).

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data a. Fakta Cerita

Fakta cerita meliputi alur, tokoh atau karakter, latar dan tema. Elemen- elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita.

Pembahasan dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye sebagai berikut.

1. Alur

Alur dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye pada penelitian ini menggunakan alur maju, hanya pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang (flash back). Analisis alur novel berupa kutipan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh dalam cerita.

1.1 Tahapan Alur

Tahapan alur dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye dapat diuraikan pada tahap-tahap kronologi sebagai berikut :

1.1.1 Tahap Awal

Tahap awal dalam cerita biasanya ditandai oleh pengenalan tokoh-tokoh dalam cerita melalui sebuah peristiwa. Dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye ini diawali dengan peristiwa pertarungan tinju. Hal itu terlihat dari beberapa kutipan berikut :

(45)

Data 1

―Luar biasa. Pertarungan yang luar biasa, ladies and gentleman. Well, simpan teriakan kalian. Pertarungan kedua akan segera tiba. Kami sudah menyiapkan sang penantang lokal yang telah menunggu giliran bertarung sejak enam bulan‖ (Tere Liye, 2013:11).

Data 2

―Kau pasti bosan dengan pertarungan yang itu-itu saja di klub kita, Thomas?‖ Kami bicara ringan menghabiskan waktu setelah jam kerja.

―Nah, aku punya ide hebat, kawan. Kau tidak akan mampu menolaknya.‖ Maka meluncurlah rencana itu (Tere Liye, 20113:14).

Pertarungan tinju diceritakan pengarang sebagai pengantar. Pembaca akan sedikit terperangah ketika melanjutkan membaca cerita karena peristiwa pada tahap awal tidak lagi menjadi masalah yang terus dibicarakan oleh pengarang secara mendalam. Pada cerita selanjutnya, Thomas yang merupakan tokoh utama dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye mulai jelas identitasnya sebagai konsultan politik. Thomas yang dulu membuka jasa konsultan di bidang ekonomi kini mulai melebarkan sayap dengan membuka jasa konsultan di bidang politik. Thomas sudah terbiasa menghadapi beberapa klien dengan latar belakang masalah yang berbeda dan akhirnya berhasil menyelesaikan masalah tersebut serta mendapatkan kursi/jabatan yang diinginkan oleh para klien. Thomas tercatat sebagai salah satu konsultan politik yang lihai dan cakap dalam memenangkan sebuah kompetisi politik. Bagi Thomas politik hanyalah bisnis omong kosong yang diperjualbelikan. Terlihat dari beberapa kutipan berikut :

Data 3

―Hadirin!‖ aku mengangkat tangan, memasang intonasi suara serius dan bertenaga, ―Maafkan saya, tapi saya akan tegaskan di depan kalian semua, bahwa bagi kami, politik tidak lebih adalah permainan terbesar dalam bisnis omong kosong, indsutri artifisial penuh kosmetik yang pernah ada di dunia‖ (Tere Liye, 2013:20).

(46)

Data 4

―Sebagaimana sebuah bisnis omong kosong dijalankan, kita harus berdiri di atas ribuan omong kosong agar omong kosong tersebut menjadi sesuatu yang bisa dijual dengan manis, dan dibeli dengan larisnya oleh para pemilih. Anda boleh saja tidak sependapat.

Silakan. Tetapi saya dibayar mahal untuk memoles omong kosong tersebut, menjualnya, dan simsalabim, menjadi king maker, mendudukkan orang-orang di kursi kekuasaan‖ (Tere Liye,2013:20-21).

Kutipan-kutipan di atas disampaikan oleh Thomas pada saat konferensi komunikasi politik yang diselenggarakan oleh riset politik independen terkemuka kawasan Asia Pasifik. Thomas merupakan salah satu pembicara dalam acara tersebut. Peristiwa ini merupakan penghubung tahap awal alur cerita ke tahap tengah alur cerita novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye.

1.1.2. Tahap Tengah

Tahap tengah dari alur sebuah cerita biasanya menceritakan tentang berbagai peristiwa yang mengubah kehidupan para tokoh khususnya tokoh utama.

Berbagai konflik mewarnai cerita dalam novel. Berikut bahasan konflik-konflik yang terjadi dalam tahap tengah alur novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye.

1.1.2.1 Konflik Awal

Konflik awal yang terjadi dalam novel adalah saat Thomas menerima hadiah kapal pesiar baru dari kakeknya yang langsung berkunjung ke Makau.

Suasana menyenangkan yang harusnya dihabiskan Thomas dengan mencoba kapal pesiar baru dari pelabuhan Makau menuju Hong Kong berubah menjadi suasana yang sangat tidak menyenangkan dengan kehadiran seorang wartawan yang dengan gesitnya menemui Thomas hingga ke Makau demi mendapatkan

(47)

berita. Tidak sampai disitu, setibanya di pelabuhan yacht Hong Kong tiba-tiba saja enam orang berpakaian taktis, bersenjata lengkap, berloncatan gesit dari dua mobil operasional militer yang mengeluarkan suara mendecit, merapat ke bibir dermaga. Pasukan tersebut adalah satuan khusus antiteror otoritas Hong Kong SAR yang dengan penuh kuasa melumpuhkan Thomas, Opa, Kadek, dan tentu saja Maryam si gadis wartawan. Seorang anggota pasukan menodongkan enam moncong senjata ke arah Thomas, sementara yang lainnya dengan gesit memeriksa isi kapal pesiar baru milik Thomas.

Data 5

―Jangan bergerak, Tuan. Tetap ditempat, please.‖ Kalimat patah-patah dalam bahasa Inggris itu disampaikan dengan sopan, tapi intonasi suaranya penu ancaman serius. Membuat gerakanku terhenti. Sebelum sempat melakukan apa pun, enam orang bertopeng dengan pakaian komando telah sempurna mengepung kabin, Kadek diseret masuk, didorong kasar ke pojok kabin, terduduk (Tere Liye, 2013:65).

Betapa terkejutnya Thomas saat pasukan tersebut menemukan seratus kilogram bubuk heroin, enam pucuk senjata otomatis, beberapa granat, dan juga kotak-kotak kecil bertuliskan C4, peledak mematikan. Thomas hanya bisa menghela napas tak bisa berkata-kat a dan tidak mengerti darimana barang haram itu berasal mengingat kapal pesiar miliknya merupakan hadiah dari Opa yang sama sekali tidak masuk akal jika Opa menyimpan barang-barang yang berbahaya itu. Alhasil Thomas, Opa, Kadek, Maryam terjebak dalam situasi yang membingungkan sebab mereka harus dibawa oleh pasukan khusus antiteror Hong Kong SAR dengan kesalahan yang tidak mereka perbuat.

(48)

Data 6

―Tangkap mereka semua. Pastikan tidak ada yang melarikan diri. Sisir seluruh kabin kapal. Sita semua identitas dan dokumen apa pun yang ada.

Mereka diduga anggota sindikat pengedar narkoba internasional, dan boleh jadi memiliki hubungan dengan teroris lokal. Amat berbahaya dan tidak segan membunuh.‖ Orang berpakaian sipil berseru tegas, memberikan perintah (Tere Liye,2013:68).

Peritiwa tersebut menjadi titik awal berubahnya kehidupan tokoh Thomas dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye. Setelah sekian lama hidup tenang, kali ini hidupnya berubah 180 derajat. Thomas berada dalam situasi genting. Besok ia harus menghadiri konvensi partai terbesar di Denpasar untuk mendukung klien politiknya yang notabene adalah calon kandidat presiden terbaik tahun depan dan sekarang ia terperangkap dalam gedung tahanan pasukan khusus antiteror Hong Kong SAR. Gedung yang tak tahu pasti berada di mana dan Thomas tak mempunyai akses ataupun telepon genggam untuk meminta bantuan.

Thomas berusaha memutar otak berfikir dan akhirnya ia, Kadek, Maryam, Opa berhasil keluar dari tempat tersebut dengan bantuan Lee; petarung yang dikalahkannya tadi malam di arena pertandingan. Lee merasa mempunyai janji dan harus menepatinya. Penyelamatan pun dilakukan dengan cara yang luar biasa lihainya selihai saat ia bertarung di atas arena pertandingan.

1.1.2.2 Konflik Lanjutan

Setelah berhasil bebas dari gedung tahanan pasukan antiteror Hong Kong SAR, Thomas kembali fokus memikirkan dengan cara apa ia kembali ke Jakarta kemudian ke Denpasar untuk menghadiri konvensi partai politik terbesar yang diselenggarakan selama 3 hari itu. Semua identitas, paspor, dan dokumen pribadi

(49)

disita oleh detektif Liu; detektif sekaligus kepala pasukan khusus antiteror Hong Kong SAR. Beruntung Thomas bertemu dan bertarung dengan seorang yang dijuluki ―monster‖ di arena tanding yang bernama Lee. Lee yang hari ini menyelamatkan Thomas keluar dari gedung tahanan juga telah menyiapkan segala sesuatunya. Jet pribadi dan paspor siap digunakan Thomas, Opa, Kadek, dan Maryam terbang menuju Jakarta.

Pada pertengahan cerita dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye, pengarang bercerita dengan melihat kembali peristiwa silam (flash back) yang terjadi. Ternyata Lee merupakan cucu dari Chai Ten, seseorang yang diselamatkan oleh kakek Thomas; Opa Chan sewaktu umur mereka enam belas tahun. Lee bahkan sudah mengetahui nama Opa Chan sejak kecil, sebab kakeknya; Chai Ten juga selalu menceritakan dan mengenang perjalanan masa silamnya kepada cucunya seperti halnya Opa Chan yang bercerita kepada Thomas. Cerita tentang perjalanan di atas kapal yang melintasi lautan mengikuti kemana arah angin membawa, bertaruh nyawa dan berusaha untuk tetap hidup.

Data 7

―Aku tidak mengetahui Chai Ten telah menjadi orang yang berkecukupan, memiliki keluarga, memiliki cucu seperti Lee, begitu diberkahi bumi. Kapal nelayan bocor itu ternyata memberikan nasihat hidup yang banyak sekali‖ (Tere Liye, 2013:127).

Thomas, Opa Chan, Kadek, dan Maryam setidaknya bisa bernapas lega dengan istirahat di atas jet pribadi milik Lee sebelum pihak Interpol memproses, mencetak dan menyebarluaskan foto mereka berempat sebagai buronan internasional. Sementara itu, Thomas tak bisa duduk tenang. Sebagai konsultan politik yang akan mengahadiri konvensi partai besar ia harus menyiapakan segala

(50)

sesuatunya. Ia segera meminta telepon genggam dan menghubungi klien politiknya; seorang mantan walikota yang menjadi gubernur ibu kota (JD) dan kini akan menjadi kandidat calon presiden. Dari hasil percakapan, JD melarang Thomas untuk menghadiri konvensi partai tersebut dan berniat melaporkan telepon teror yang selama ini menghantuinya. Tapi menyerah dan mundur bukanlah tabiat seorang konsultan politik seperti Thomas. Ia memutuskan untuk terus maju dan mengirim signal serangan balik terhadap siapapun yang berencana menjatuhkan JD dan menggagalkan rencananya.

Sebelum menghadiri menghadiri konvensi partai, Thomas sudah menyuruh Maggie; sekretarisnya untuk menyiapkan pertemuan dengan mengundang wartawan dan redaktur media massa besar. Seperti biasa Maggie selalu bisa diandalkan, ia bahkan memilih ruang tunggu yang biasa digunakan pejabat sebelum bepergian sebagai tempat pertemuan/ meeting point. Setidaknya Thomas tidak membuang waktu menuju lokasi pertemuan.

Wartawan, redaktur, dan tidak ketinggalan pula seorang pengamat politik hadir dalam pertemuan tersebut. Riuh-riuh candaan dan rasa penasaran mereka memenuhi ruangan segera mendesak Thomas menyampaikan berita terbesar apa yang hendak ia sampaikan. Baru saja Thomas menyampaikan prolog, Maryam berbisik agar segera membuka isi sms yang diterima Thomas. Isi sms untuk segera mencari remote dan menyalakan televisi. Tdiak perlu lama untuk menyalakan televisi dan mencari saluran yang dimaksud. Karena seluruh saluran menyiarkan berita yang sama. Berita tentang siaran langsung penangkapan JD,

Referensi

Dokumen terkait

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Diksi dan Citraan dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye:

Bagaimana implementasi analisis diksi dan citraan pada novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye sebagai bahan pembelajaran Bahasa.. Indonesia

Kelima rumusan masalah dari penelitian ini yaitu, (1) bagaimana latar sosio- historis Tere Liye sebagai pengarang novel Negeri di Ujung Tanduk?, (2) bagaimana struktur

Sehubungan dengan itu, peneliti akan melakukan penelitian terhadap novel ini dengan judul “Konflik Politik dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye: Tinjauan

Atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Permasalahan Sosial dalam Novel Negeri Di Ujung Tanduk Karya Tere Liye:

Berdasarkan data-data tersebut gaya bahasa retoris dan kiasan dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye layak untuk dijadikan alternatif bahan ajar sastra Indonesia di

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stratifikasi sosial yang terdapat dalam novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye.Tujuan khusus penelitian ini

Kelima rumusan masalah dari penelitian ini yaitu, (1) bagaimana latar sosio- historis Tere Liye sebagai pengarang novel Negeri di Ujung Tanduk ?, (2) bagaimana struktur