ii
Organisasi
Penelitian
Pelindung
:
Untung Sugiono, Bc.)P, S(, M
M
Peneliti
Utama
:
Muqowimul Aman, Bc.)P, S(
Ketua
Pelaksana
:
Pujo (arinto, Bc.)P, SSos, M.Si
Pemantau
Teknis
:
Prof. Dr. Budi Utomo
Peneliti
:
Diah Ayu N.(
,
Endar Tri A
,
(arto
,
Suzanne Blogg
,
Nurlan
Silitonga
,
Ratna Soehoed , Adhe Aprasasti
,
Alia (artanti
,
Aang
Sutrisna
,
Sugih (artono
,
Nasrun (adi
,
Shinta Devita Astiti , Gray
Sattler , Ade Aulia , Oscar Baraneche , Wenita )ndrasari
, Mashadi ,
Endang Budi (astuti , Naning Nugrahini , Lea Suganda , Deni
Ahmad Fauzi
Operator
ACASI
:
Lamganda Sihombing, Ken Wijayanti, Wirawan Nugrahadi, Sarya
Sutisna, )gnatius Supriyanto, Aminudin, Plamularsi Swandari, (usen
al (absy.
Laboran
:
Suyono, Dede Ahmad Maulana, Novriel )mamsyah, Dian Ari Yuana,
y
Deddy Ujang Nur adi, Agus Surya (idayat, Sri Mulyati, Tri Setiyono.
Pendamping
: Bambang Mardi , Djoni Praptomo , Mutia Sari , Dyah Wandansari ,
dan Emi Sulistyati .
Dirjen Pemasyarakatan Kementerian (ukum dan (AM , Sekretariat KPAN , Kementerian
Kesehatan , (CP) , UNODC , W(O , UNA)DS Secretariat , A)DSina Foundation dan AusA)D .
iii
Daftar
Singkatan
dan
Istilah
A)DS
)D Aquired )mmunodeficiency Syndrom national Development
AusA Australian Agency for )nter ARV Anti Retroviral Virus BNN AS Badan Narkotika Nasional BPS P ) Badan Pusat Statistik emasyarkatan tas )ndonesia Dirjen Direktorat Jendral P FKM U Fakultas Kesehatan Masyarakat Universi (AM (ak Asasi Manusia (CP) ()V Cooperation Program for )ndonesia y Virus ect ()V (uman )mmunodeficienc )DS Prevention and Care Proj )(PCP l )ndonesia ()V/A )MS )nfeksi Menular Seksual Kanwi Kantor Wilayah dukasi l K)E Komunikasi )nformasi dan E KPAN Komisi Penanggulangan A)DS Nasiona KTS Konseling dan Tes Sukarela KU(P Kitab Undang‐Undang (ukum Pidana Lapas Kesra Lembaga Pemasyarakatan LJASS
Menko Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Napza
Narapidana adalah orang hukuman orang yg sedang menjalani hukuman krn tindak pidana ; terhukum
adalah tingka Nilai p t keberartian terkecil sehingga nilai suatu uji statistik yang sedang diamati masih berarti, atau dapat pula diartikan sebagai besarnya peluang melakukan kesalahan apabila kita memutuskan untuk menerima hipotesa/dugaan ses dalam suatu kategori yang didefinisikan sebagai dengan probabilitas gagal pada kategori tersebut. Odds adalah suatu kejadian sukhasil probabilitas sukses
OD(A n
Orang Dengan ()V/A)DS Penasu
PPS Pengguna Napza Suntik Proportional Probability to Size Program Terapi Rumatan Metadon adalah perbandingan nilai odds untuk PTRM
dds
Rasio O m variabel bebas yang sama dengan menganggap variabel kategori terhadap odds untuk
iv
TB
Tuberkulosis
)DS
ion UNA)DS
S
Joint United Nations Programme on ()V/A UNGAS
DC D
United Nation General Assembly on A)DS Special Sess ffice on Drugs and Crime
nal Development
UNO United Nations O
USA) United States Agency for )nternatio
g
UU Undang‐Undang
estin tan VCT
WBP W(O
v
Daftar
Isi
Organisasi
Penelitian
...
ii
Daftar
Singkatan
dan
Istilah...
iii
Daftar
Isi
...
v
Daftar
Gambar...
vii
Daftar
Tabel
...
viii
Kata
Pengantar
...
ix
Sambutan
Direktur
Jenderal
Pemasyarakatan
...x
Ringkasan
Eksekutif
...
1
1.
Pendahuluan
...
4
1.1 Latar Belakang ... 4
1.2 Tujuan ... 6
1.2.1 Tujuan Umum ... 6
1.2.2 Tujuan Khusus ... 6
1.3 Mekanisme Pelaksanaan ... 6
2.
Metodologi
...
7
2.1 Rancangan Penelitian dan Populasi ... 7
2.2 Strategi Penghitungan dan Pengambilan Sampel ... 7
2.3 Proses Penelitian dan Pelatihan Petugas ... 8
2.4 Alur Proses Pengambilan Data ... 8
2.5 Analisis Data ... 9
2.6 Persetujuan Etik ... 9
3.
Hasil
...
9
3.1 Jumlah dan Karakterteristik Responden ... 10
3.1.1 Angka Penolakan dan Jumlah Responden ... 10
3.1.2 Umur ... 11
3.1.3 Pendidikan... 12
3.1.4 Status Perkawinan ... 12
3.1.5 Lama Hukuman ... 13
3.1.6 Jenis Pelanggaran Hukum dan Riwayat di Penjara ... 13
3.2 Pengetahuan Tentang HIV dan AIDS ... 16
3.3 Perilaku Berisiko ... 18
3.3.1 Penyalahgunaan Napza ... 18
3.3.2 Perilaku Seks dan Gejala IMS ... 20
3.3.3 Perilaku Berisiko Tertular HIV Lainnya ... 21
3.4 Cakupan Program Dan Layanan ... 23
vi
3.4.2 Konseling dan Tes HIV ... 27
3.4.3 Program Terapi Rumatan Metadon ... 30
3.4.4 Layanan Alat dan Jarum Suntik Steril ... 30
3.4.5 Cakupan Program Di Dalam Lapas/Rutan ... 31
3.5 Prevalensi HIV dan Sifilis ... 32
3.6 Rujukan VCT Dan IMS ... 35
4.
Kesimpulan
dan
Rekomendasi
...
35
4.1 Kesimpulan ... 35
4.2 Rekomendasi ... 36
5.
Referensi
...
38
6.
Lampiran
...
39
6.1 Kuesioner ... 39
6.2 Kerangka Sampel Lapas Laki‐Laki ... 48
6.3 Kerangka Sampel Rutan Laki‐Laki ... 49
6.4 Surat Pernyataan Persetujuan ... 50
6.5 Persetujuan Komisi Etik ... 54
Daftar
Gambar
Gambar . Distribusi Umur
Gambar . Distribusi Tingkat Pendidikan
... 13
...
Terakhir ... 12 ... 11
Gambar . Distribusi Status Perkawinan
Gambar . Distribusi Responden Menurut Jenis Kasus/Pidana ... 14
Menurut Peran Yang Dipidanakan
... 15
...
Gambar . Distribusi Responden Dengan Kasus Penyalahgunaan Napza
...
... 15
Gambar . Distribusi Responden Kasus Napza Menurut Lama (ukuman
Gambar . Distribusi Riwayat Pindah Lapas/Rutan dan Pernah di Penjara Sebelumnya ...
ehensif Menurut Tingkat
... 18
...
... 16
Gambar . Persentase Responden Yang Memiliki Pengetahuan Kompr ...
... 18
Pendidikan
...
... 19
Gambar . Distribusi Riwayat Menggunakan Napza dan Napza Suntik ...
.. 20
Gambar . Distribusi Jenis Kasus/Pidana Pada Narapidana Yang Pernah Menggunakan Napza Suntik ...
Gambar . Distribusi Responden Menurut Riwayat (ubungan Seks Selama di Penjara
Gambar . Distribusi Responden Menurut Gejala )MS dan Berobat Ke Klinik Dalam Tahun Terakhir .. 21
Gambar . Distribusi Responden Menurut Perilaku Berisiko Tertular ()V Lainnya Di Dalam Lapas/Rutan
... 22
.. 24
Gambar . Distribusi Responden Menurut Cakupan Program Komunikasi, )nformasi dan Edukasi Dalam Tahun Terakhir ...
ah Mengikuti
... 24
Gambar . Distribusi Jumlah Sesi Penyuluhan ()V dan A)DS Dari Responden Yang Pern
... 28
Penyuluhan Dalam Tahun Terakhir ...
...
9
Gambar . Distribusi Cakupan Program Konseling dan Tes ()V Menurut Jenis Kelamin
Gambar . Distribusi Cakupan Program Konseling dan Tes ()V Menurut Jenis Kasus Pidana ... 2
Gambar . Distribusi Responden Yang Pernah Menggunakan Napza Suntik Menurut Cakupan Program
Terapi Rumatan Metadon ... 30
g Pernah Menggunakan Napza Suntik Menurut Cakupan Layanan il ... 31
Gambar . Distribusi Responden Yan Jarum dan Alat Suntik Ster
ambar . Prevalensi ()V dan Sifilis ... 32
G
viii
Daftar
Tabel
... 10
Tabel . Distribusi Target dan Realisasi Sampel Responden Narapidana Laki‐laki ....
... 11
Tabel . Distribusi Target dan Realisasi Sampel Responden Narapidana Per
... 17
empuan ...
... 13
Tabel . Distribusi Responden Menurut Lama (ukuman dan (ukuman Yang Sudah Di Jalani ...
Tabel . Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Terkait ()V dan A)DS ...
1
Tabel . Distribusi Gejala )MS Dari Responden Yang Pernah Mengalami Gejala )MS Dalam Tahun Terakhir ... 2
Jarum Yang di Gunakan Untuk
3
Tabel . Distribusi Jumlah Narapidana Menurut Perilaku Membersihkan
5
Tato, Tindik dan Memasang Aksesoris Kelamin di Lapas/Rutan... 2
Tabel . Distribusi Responden Menurut Sumber )nformasi ()V dan A)DS ... 2
pza
... 25
Tabel . Distribusi Responden Menurut Waktu Penyuluhan ()V dan A)DS Serta Penyalahgunaan Na Terakhir Dari Responden Yang Pernah Mengikuti Penyuluhan ...
Tahun Terakhir
... 26
Tabel . Distribusi Cakupan Program Komunikasi, )nformasi dan Edukasi Dalam
... 27
Menurut Lama (ukuman Yang Sudah Di Jalani ...
)E ...
... 29
Tabel . Rasio Odds Pengetahuan ()V dan A)DS Dengan Cakupan Program K
... 31
Tabel . Rasio Odds Pernah Tes ()V Dengan Beberapa Faktor Yang Diduga Berhubungan
Tabel . Distribusi Program Yang Pernah Diterima Dalam Tahun Terakhir ...
3
Tabel . Perbandingan Jumlah dan Persentase Responden Yang Terinfeksi ()V Menurut Kategori Tertentu ... 3
miliki
... 34
Tabel . Rasio Odds )nfeksi ()V Pada Responden Laki‐laki Dengan Beberapa Parameter Yang Me (ubungan Signifikan Secara Statistik di Tabel ...
abel . Rasio Odds )nfeksi ()V Pada Responden Perempuan Dengan Beberapa Parameter Yang
Memiliki (ubungan Signifikan Secara Statistik di Tabel ... 34
T
ix
Kata
Pengantar
Diawali dengan semangat kerjasama dalam merealisasikan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan ()V‐A)DS dan
Penyalahgunaan Narkotika di UPT Pemasyarakatan Tahun – , pada tahun Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan bersama dengan AusA)D, UNODC, KPAN, Kementerian Kesehatan, dan (CP) mengembangkan dan melaksanakan rencana penelitian prevalensi ()V dan sifilis di Lapas/Rutan. Sebagai salah satu kegiatan utama dalam program Penelitian dan Pengembangan, penelitian tersebut merupakan penelitian skala nasional pertama untuk mengetahui prevalensi ()V dan sifilis di Lapas/Rutan. Dengan dilaksanakannya penelitian ini maka Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat memiliki data prevalensi terkini ()V dan sifilis di Lapas/Rutan yang dapat digunakan untuk pengembangan, monitoring dan evaluasi program serta kebijakan nasional penanggulangan ()V‐A)DS dan penyalahgunaan narkotika di UPT Pemasyarakatan.
Penelitian ini dilaksanakan melalui proses diskusi, penyusunan rencana dan perancangan design yang sangat hati‐ hati dan sesuai dengan protokol penelitian kesehatan sebagaimana yang diterapkan di )ndonesia. Beberapa alasan
an secara prudent dan berlandaskan penghormatan kepada hak asasi mengapa penelitian ini harus dilaksanak
manusia adalah :
/Rutan; . Penelitian dilakukan di Lapas/Rutan;
. Responden penelitian ini Narapidana atau orang yang sedang menjalankan pidana di Lapas
. )su yang ingin diteliti adalah isu ()V dan sifilis yang sangat sensitif dikalangan Narapidana.
Dengan metodologi yang ketat ditetapkanlah kriteria inklusi dan eksklusi dalam pemilihan lokasi Lapas/Rutan penelitian. Berdasarkan kriteria tersebut dipilihlah Lapas/Rutan pada propinsi di )ndonesia sebagai lokasi pengumpulan data. Selain itu responden yang digunakan dalam penelitian ini juga dibatasi hanya mereka yang telah memiliki status Narapidana. Dengan demikian tahanan tidak termasuk kriteria eligible sebagai responden.
Melalui penghitungan tertentu ditetapkan besaran sampel responden yang dibutuhkan adalah . orang
Narapidana.
Untuk mencegah diskriminasi dan stigmatisasi, maka pemilihan responden dilakukan secara acak random .
Terhadap . Narapidana yang menjadi responden, penelitian ini menggunakan metode ACAS) dalam
pengumpulan datanya. Artinya Narapidana sebagai responden terpilih mengisi sendiri jawaban wawancara dengan bantuan komputer pada ruang tersendiri. Selain itu sebelum proses wawancara dimulai, para peneliti lapangan terlebih dahulu harus menjelaskan proses pengumpulan data dan memperoleh persetujuan Narapidana terpilih melalui inform consent.
Selanjutnya, data yang diperoleh dari lapangan diolah dan dianalisis dengan STATA dan disajikan dalam buku
Prevalensi ()V dan Sifilis di Lapas/Rutan Tahun . Data yang terdapat dalam buku ini dipergunakan sebagai
dasar pengembangan dan penilaian capaian program beberapa tahun ke depan. Agar perkembangan tingkat prevalensi ()V dan sifilis di kalangan Narapidana dapat diketahui, diharapkan penelitian ini dapat dilaksanakan secara rutin setiap – tahunan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua stakeholder yang terlibat dalam penelitian ini. Semoga Tuhan menyertai upaya kita dalam penanggulangan ()V‐A)DS dan penyalahgunaan narkotika di UPT Pemasyarakatan.
Jakarta, April 2011
DIREKTUR BINA KESEHATAN DAN PERAWATAN NARAPIDANA DAN TAHANAN
x
Sambutan
Direktur
Jenderal
Pemasyarakatan
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian (ukum dan (ak Asasi Manusia R) telah melaksanakan dan menyelesaikan Penelitian Prevalensi ()V dan Sifilis di Kalangan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara Lapas/Rutan Tahun . Penelitian yang dilaksanakan di Lapas/Rutan pada propinsi ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk mengetahui prevalensi ()V dan Sifilis pada
a
Narapidan secara nasional.
Penelitian prevalensi ()V dan sifilis terhadap Narapidana di Lapas/Rutan tahun ini dilaksanakan sebagai
realisasi dari program penelitian dan pengembangan pada Rencana Aksi Nasional Penanggulangan ()V‐A)DS dan
Penyalahgunaan Narkotika di UPT Pemasyarakatan Tahun – RAN ()V‐A)DS dan Narkotika –
. RAN ()V‐A)DS dan Narkotika tahun – merupakan kebijakan strategis Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri (ukum dan (AM R) Nomor: M.((. .P(. .
Tahun tanggal Januari . Dengan demikian RAN ()V‐A)DS dan Narkotika – ini menjadi
dokumen kebijakan yang memberikan arahan implementasi program dan kegiatan penanggulangan dan penyalahgunaan narkotika bagi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan beserta jajaran Pemasyarakatan di tingkat wilayah dan unit pelaksana teknisnya.
Dalam pengembangan program penanggulangan ()V‐A)DS dan penyalahgunaan narkotika dalam skala nasional hingga kini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan belum memiliki data yang teruji validitasnya, khususnya mengenai prevalensi ()V‐A)DS di Lapas/Rutan. Selama ini data yang dipergunakan masih data prevalensi lawas yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan tahun dan data hasil VCT di Lapas/Rutan sejak Agustus –
Maret . Kedua jenis data tersebut tentunya kurang relevan dalam menunjang pengembangan program
nasional ditahun‐tahun berikutnya karena trend perkembangan situasi penularan ()V dan penyalahgunaan narkotika di Lapas/Rutan telah mengalami perubahan sejak beberapa tahun terakhir ini.
Untuk itu besar harapan saya hasil analisis data yang diperoleh dari lapangan yang tertuang dalam buku Prevalensi
()V dan Sifilis di Lapas/Rutan Tahun ini, dapat menunjang pengembangan program dan kegiatan
penanggulangan ()V‐A)DS dan penyalahgunaan narkotika. Dengan dukungan data yang benar, valid dan akurat,
saya yakin tujuan RAN ()V‐A)DS dan Narkotika Tahun – yaitu meningkatnya kualitas hidup WBP dan
tahanan dengan indikasi menurunnya tingkat kematian dan kesakitan akibat A)DS dan infeksi oportunistik, serta penyalahgunaan narkotika melalui penerapan pola hidup sehat yang rendah risiko dari penularan ()V dan infeksi
se n u a t a
oportunistik, rta bebas dari pe yalahg naan dan peredaran gel p narko ika dap t terrealisasi.
Akhir kata, mudah‐mudahan Tuhan menyertai upaya kita semua dalam penanggulangan ()V‐A)DS dan enyalahgunaan narkotika di lingkungan Pemasyarakatan.
p
Jakarta, April 2011
DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN
1
menggunakan Napza suntik % , hampir kali lebih tinggi dibandingkan Narapidana laki‐laki , % .
Tingkat pengetahuan responden tentang cara penularan ()V sudah cukup tinggi meskipun pemahaman yang salah tentang cara penularan ()V juga masih tinggi. Separuh dari responden Narapidana laki‐laki
Ringkasan
Eksekutif
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan selama ini dianggap sebagai salah satu lingkungan dimana penularan ()V bisa terjadi. Kementerian (ukum dan (AM sudah mengeluarkan Rencana Aksi
Nasional Penanggulangan ()V dan A)DS di Lapas dan Rutan ‐ dengan menggunakan prinsip
kesehatan masyarakat dan hak asasi manusia. Beberapa program pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan ()V dan A)DS yang sedang dilakukan di Lapas/Rutan seperti program komunikasi, informasi dan edukasi, layanan Konseling dan Tes ()V Sukarela KTS , Program Terapi Rumatan Metadon PTRM , rujukan pengobatan ARV, rehabilitasi dan kelompok dukungan, serta distribusi cairan pemutih untuk sterilasasi alat suntik yang digunakan untuk menyuntikan Napza, membuat tato dan tindik. Penelitian ini menyediakan informasi dasar bagi Pemerintah )ndonesia tentang prevalensi ()V dan Sifilis di pada Narapidana di Lapas/Rutan serta tingkat pengetahuan, perilaku berisiko dan akses terhadap berbagai program terkait ()V.
Penelitian ini menggunakan metode iris lintang pada Narapidana di Lapas/Rutan di )ndonesia. Pemilihan
responden Narapidana laki‐laki dilakukan dengan dua tahap, dimana tahap pertama terpilih
Lapas/Rutan secara acak dari daftar Lapas/Rutan yang memenuhi kriteria di )ndonesia dengan menggunakan metode proportional probability sampling PPS . Tahap kedua, pemilihan Narapidana laki‐laki yang menjadi responden dilakukan dengan menggunakan metode systematic random sampling
dari daftar Narapidana yang ada di setiap Lapas/Rutan terpilih. Secara keseluruhan, Narapidana laki‐
laki berpartisipasi pada penelitian ini dan % dari yang diundang menolak untuk berpartisipasi. Secara
total Narapidana perempuan yang terpilih secara acak dari Lapas perempuan adalah orang, dimana
Narapidana perempuan terpilih secara acak dari tiap Lapas dan Narapidana perempuan lainnya
dipilih secara acak dari satu Rutan dan Rutan lain yang memiliki Narapidana perempuan. Jumlah total
Narapidana perempuan yang berpartisipasi dalam survei ini adalah orang dengan angka penolakan
atau refusal rate sebesar %.
Penelitian ini dilakukan secara anonim tanpa nama dengan wawancara menggunakan alat bantu audio
komputer ACAS) <Audio Computer Assissted Self Interview>, dan pewawancara terlatih bisa
mendampingi bila diminta oleh responden. Tes antibodi ()V dan Sifilis dilakukan menggunakan
spesimen darah dari ujung jari tangan. Dua reagensia tes ()V cepat atau rapid test digunakan
dilaboratorium lapangan dengan uji mutunya menggunakan reagensia EL)SA. Spesimen darah yang sama
digunakan untuk pemeriksaan antibodi Sifilis menggunakan rapid test. Semua Narapidan yang diundang
diberi kartu rujukan untuk mengakses layanan KTS dan pemeriksaan serta pengobatan Sifilis sekaligus informasi serta penyuluhan tentang ()V dan )MS.
dan % Narapidana perempuan pernah menerima informasi ()V sebelumnya, dan proporsi Narapidana perempuan yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang cara penularan ()V lebih tinggi
2
dibandingkan Narapidana laki‐laki.
Delapan% Narapidana laki‐laki dan % Narapidana perempuan mengaku pernah menggunakan Napza suntik dan hanya responden yang mengaku menggunakan Napza suntik di dalam Lapas/Rutan. Sekitar % Narapidana laki‐laki dan % perempuan mengaku pernah melakukan hubungan seks di Lapas/Rutan meskipun % Narapidana laki‐laki dan % perempuan mengaku mengalami gejala )MS saat berada di
Lapas/Rutan. Pembuatan tato di Lapas/Rutan lebih banyak dilakukan oleh Narapidana laki‐laki %
dibandingkan perempuan % meskipun ada % Narapidana laki‐laki dan % perempuan yang
memiliki tato di tubuhnya. Perilaku menindik tubuh saat di dalam Lapas/Rutan lebih banyak dilakukan oleh Narapidana laki‐laki % dibandingkan perempuan % . Begitu juga dengan perilaku memasang
aksesoris di kelamin juga lebih banyak dilakukan oleh Narapidana laki‐laki % dan hanya satu orang
Narapidana perempuan yang melaporkan melakukannya di Lapas/Rutan. Tingkat penggunaan alkohol atau cairan pemutih saat membuat tato, tindik atau memasukkan aksesoris ke kelamin lebih rendah pada
Narapidana laki‐laki dibandingkan perempuan. Lebih dari % Narapidana laki‐laki tersebut tidak
menggunakan alat yang steril.
Akses terhadap program penyuluhan sudah cukup tinggi, dimana % Narapidana laki‐laki dan % perempuan pernah menerima informasi tentang ()V dari petugas Lapas/Rutan. Layanan Konseling dan
Tes ()V pernah ditawarkan kepada % Narapidana perempuan dan % Narapidana laki‐laki di
Lapas/Rutan. Mereka yang pernah mendapat penyuluhan tentang ()V memiliki rasio odds kali lebih
b a m lu
besar untuk pernah tes ()V di andingkan merek yang tidak pernah endapat penyu han.
Enam puluh% Narapidana perempuan dan % Narapidana laki‐laki yang memiliki riwayat
menggunakan Napza suntik serta pernah mendengar tentang PTRM, dan tidak ada Narapidana
perempuan serta hanya % Narapidana laki‐laki yang pernah mengakses layanan ini. Ada %
orang Narapidana perempuan yang memiliki riwayat menggunakan Napza suntik dan pernah mendengar tentang program layanan jarum dan alat suntik steril LJASS , lebih tinggi dibandingkan % orang Narapidana laki‐laki. Sebanyak responden laki‐laki dan responden perempuan pernah menerima jarum suntik steril.
Peraturan saat ini melarang melakukan pembuatan tato, tindik, pemakaian aksesori di alat kelamin serta penggunaan narkoba suntik dalam Lapas/Rutan. Oleh karena kegiatan tersebut terjadi di Lapas dan Rutan maka peraturan yang ada harus dikaji ulang untuk memberikan kemungkinan respons yang realistis terhadap situasi terkini. Direkomendasikan agar disusun peraturan yang lebih baik yang menjamin Lapas dan Rutan menyediakan lingkungan yang lebih aman bagi WBP.
Penelitian ini menyediakan data yang akan berguna sebagai acuan dasar atau baseline untuk evaluasi program pencegahan, perawatan dan pengobatan ()V yang dilaksanakan di Lapas dan Rutan laki‐laki maupun perempuan di seluruh )ndonesia dan studi yang serupa direkomendasikan untuk dilakukan tahun yang akan datang.
Ringkasan
Prevalensi
HIV
dan
Sipilis
dan
Perilaku
Risiko
Pada
WBP
Pria
dan
Wanita
Perilaku Laki‐laki, no. (%) n=900
Perempuan, no. (%) n=402
Prevalensi HIV 10 (1,1%) 24 (6.0%)
Prevalensi Sipilis 46 (5,1%) 34 (8.5%)
Pernah menyuntik napza 75 (8%) 25 (6%)
Menyuntik napza di lapas 6 (0.7%) 0
Berbagi jarum di lapas * 0 (0%) 0
Pernah ditato 382 (42%) 56 (14%)
Tato di Lapas/Rutan 167 (19%) 6 (1%)
Tato dengan jarum tidak steril * 53 (32%) 3 (50%)
Tindik di lapas/Rutan 54 (6%) 14 (3%)
Tindik dengan jarum tidak steril * 43 (80%) 4 (29%)
Memakai asesoris di kelamin 140 (16%) 1 (0.2%) Memkai asesoris di kelamin dengan
alat tidak steril *
100 (71%) 0
Seks anal/vaginal di lapas/rutan 42 (5%) 10 (2%)
Tanpa kondom * 40(95%) 9 (90%)
* Diantara responden yang melaporkan perilaku di baris sebelumnya
4
mengkonsumsi (eroin/Putaw yang umumnya digunakan dengan cara disuntikan.7
Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian WBP yang sebelum masuk Lapas/Rutan adalah Penasun, ternyata terus menggunakan Napza yang disuntikan selama di
penjara walaupun frekuensinya berkurang. 2,8 Sebagian lainnya ada yang berhenti menyuntikan Napza
1.
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
Epidemi ()V di )ndonesia sudah berjalan lebih dari tahun dan saat ini disebagian wilayah memasuki tahap terkonsentrasi pada populasi tertentu seperti Pengguna Napza Suntik dengan prevalensi ()V antara % ‐ %, Pekerja Seks Perempuan dengan prevalensi ()V % ‐ %, Waria % – % dan
laki‐laki yang berhubungan seks dengan laki‐laki % ‐ % 1 serta Warga Binaan Pemasyarakatan
WBP . Prevalensi ()V pada WBP dari hasil surveilans ()V yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selama tahun terakhir di beberapa Lapas/Rutan menunjukan hasil yang sangat
i
bervar asi, berkisar antara % Lapas/Rutan hingga % Lapas Narkotika Cipinang .2
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa penjara dianggap sebagai salah satu tempat yang berisiko tinggi terjadinya penularan ()V karena beberapa alasan seperti sebagian WBP berasal dan kemungkinan akan kembali pada lingkungan yang beresiko tinggi dalam penularan ()V, penyalahgunaan Napza yang disuntikkan, tato, dan praktek seksual tanpa pelindung di kalangan WBP yang tidak didukung dengan ketersediaan peralatan suntik steril dan kondom, serta )nfeksi Menular Seksual seperti sifilis dengan pengobatan yang kurang memadai, mendukung ke arah terjadinya risiko tinggi penularan ()V melalui aktifitas seksual. 3,4
Prevalensi ()V yang cukup tinggi pada WBP di beberapa Lapas/Rutan menyebabkan populasi tersebut sudah mulai diperhitungkan dalam estimasi jumlah populasi dewasa rawan tertular ()V di )ndonesia
sejak proses estimasi tersebut dilakukan pertama kali pada tahun . Sedangkan laporan estimasi
yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tahun memperkirakan ada ribu Warga Binaan di
)ndonesia dimana sekitar ribu WBP atau . % telah terinfeksi ()V.2 Estimasi prevalensi ()V pada WBP
tersebut kali lebih tinggi dari estimasi prevalensi ()V pada populasi umum dewasa di )ndonesia. (al ini sejalan dengan temuan berbagai penelitian di banyak negara yang menunjukan tingkat prevalensi ()V
j m
pada WBP auh lebih tinggi dari prevalensi ()V pada masyarakat umu .5
Tingginya prevalensi ()V di beberapa Lapas/Rutan di )ndonesia lebih disebabkan oleh banyaknya
Penasun yang menjadi WBP. (asil Survei Terpadu Biologi dan Perilaku STBP tahun dan
menunjukan lebih dari sepertiga Penasun pernah di penjara dan lebih dari setengah Penasun yang
pernah di penjara, juga positip ()V.1 Dua belas% Penasun juga mengaku pernah di penjara dalam tahun
terakhir, dan seperti sudah diketahui bersama bahwa epidemi ()V di )ndonesia masih didominasi oleh Penasun sehingga hal ini memberikan dampak secara langsung pada prevalensi ()V di Lapas/Rutan. Disisi lain, jumlah WBP dengan kasus penyalahgunaan Napza meningkat secara signifikan hingga kali
lebih banyak, dari . % dari total WBP pada tahun menjadi . % dari total WBP
pada akhir September . 6 (asil Penelitian Badan Narkotika Nasional BNN dan Badan Pusat Statistik
tetapi ada juga WBP yang menggunakan Napza suntik pertama kali di penjara sebagai upaya untuk mengurangi beban psikologis akibat tinggal dalam suasana Lapas/Rutan yang melebihi kapasitasnnya
dan tindakan kekerasan yang sering dialami.9 Di )ndonesia, Analisis hasil STBP ‐ pada populasi
Penasun di kabupaten/kota menunjukan . % ‐ % Penasun menyuntik untuk pertama kalinya di
5
program nasionalProgram atau layanan pencegahan ()V dan CST telah tersedia di Lapas dan Rutan termasuk program penyuluhan, layanan VCT, PTRM, rujukan ART, kelompok dukungan sebaya dan program peningkatan penjara.3
Selain dugaan adanya risiko penularan ()V melalui penggunaan jarum suntik tidak steril oleh WBP Penasun, di Lapas/Rutan juga berkemungkinan terjadinya hubungan seksual, walaupun masih banyak pihak yang menolak mengakui adanya hubungan seks di Lapas/Rutan. Disadari bahwa homoseks di Lapas/Rutan cenderung semakin menampakan kebenarannya. (al ini terungkap dari kesaksian Johny
)ndo mantan WBP yang pernah mendekam di Nusakambangan.10 Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa Lapas tertutup tentang perilaku homoseksual. Para napi tidak bersedia berterus terang tentang perilaku homoseksual mereka. Dalam penelitian internasional%tasi narapidana pria yang melakukan
praktek homoseksual ‐ %.2,11,13 (ubungan seks heteroseksual juga terjadi di beberapa Lapas antara
narapidana dengan staf Lapas atau pengunjung Lapas.2
Kerahasiaan penggunaan Napza dan perilaku berisiko tertular ()V lainnya di lingkungan Lapas/Rutan cukup tinggi sehingga sulit untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang tingkat dan sifat perilaku tersebut. Data dari Lapas/Rutan yang sering digunakan untuk mengindikasikan perilaku berisiko tersebut meliputi penemuan jarum, hasil tes Napza positip dan statistik tentang Penasun yang teridentifikasi serta WBP yang dihukumkarena kasus Napza. Sementara penelitian prevalensi yang ada sering terisolasi pada ruang lingkup yang kecil dan hanya menggambarkan situasi tersebut dari Lapas/Rutan dengan jumlah terbatas dan tidak bisa mewakili situasi secara keseluruhan di suatu negara,padahal penggunaan Napza suntik dan perilaku berisiko lainnya bisa sangat bervariasi antara Lapas/Rutan di suatu negara. Terbatasnya penelitian yang berulang juga menyebabkan analisis kecenderungan perlaku berisiko di Lapas/Rutan tidak bisa dilakukan di sebagian besar negara di
1 dunia. 2
Sejak tahun program penanggulangan ()V dan A)DS sudah mulai dilakukan dibeberapa
Lapas/Rutan oleh DitjenPAS Kementerian (ukum dan (AM dibawah koordinasi KPAN dan mendapat dukungan teknis dan dana dari berbagai pihak termasuk Kementerian Kesehatan, Proyek Aksi Stop A)DS yang di danai USA)D, Proyek )ndonesia ()V Prevention & Care Program and ()V Prevention Program for )ndinesia (CP) yang didanai AusA)D, Global Fund dan LSM. Di awal pelaksanaannya, program lebih dititik beratkan pada usaha pencegahan melalui komunikasi perubahan perilaku dan layanan pengurangan risiko penggunaan napza.
Sejak tahun perluasan cakupan program mulai dilakukan dan strategi nasional penanggulangan ()V
dan A)DS serta penyalahgunaan napza di lingkungan Lapas/Rutan untuk pertama kalinya di luncurkan.
Pada tahun , strategi nasional tersebut diperbaharui dan menetapkan Lapas/Rutan yang menjadi
prioritas dalam upaya pengendalian ()V dan A)DS serta penyalahgunaan napza. Berdasarkan Rencana
Aksi Nasional penanggulangan ()V dan A)DS di Lapas dan Rutan ‐ telah ditunjuk
kapasitas untuk petugas Lapas. (ingga saat ini Lapas dan Rutan secara rutin melaporkan pelaksanaan
6
kegiatan‐kegiatan tersebut.
Alasan dilaksanakannya program penanggulangan ()V di Lapas/Rutan yang berdasarkan prinsip‐prinsip kesehatan masyarakat dan hak asasi manusia karena terdapat bukti bahwa penyebaran ()V di Lapas dapat dikendalikan dengan pendekatan beberapa kegiatan antara lain: komunikasi informasi dan edukasi ()V/A)DS K)E ; konseling dan tes ()V sukarela KTS/VCT ; penyediaan kondom dan bahan sterilisasi peralatan jarum suntik dan tato; penyediaan jarum dan alat suntik steril serta program terapi metadon
PTRM .1
Dengan memperhatikan uraian diatas, maka Direktorat Bina Khusus Narkotika Dirjen Pemasyarakatan Kementerian (ukum dan (AM dengan dukungan teknis dan pendanaan dari AusA)D, ()V Cooperation Program for )ndonesia (CP) , UNODC dan W(O melaksanakan penelitian untuk mengukur tingkat prevalensi ()V dan Sifilis pada Narapidana secara nasional serta perilaku berisiko yang memungkinkan terjadinya penularan ()V di Lapas/Rutan agar dapat merumuskan kebijakan yang efektif dalam penyelenggaraan program penanggulangan ()V dan A)DS di lingkungan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan.
1.2
Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diperolehnya prevalensi ()V dan Sifilis, informasi faktor risiko terkait penularan ()V dan pemahaman yang lebih baik tentang budaya perilaku berisiko terhadap penularan ()V di Lapas/Rutan untuk dapat merancang, melaksanakan dan mengevaluasi respon nasional pengendalian ()V dan A)DS di lingkungan Lapas/Rutan di )ndonesia serta mengurangi dampak buruk epidemi ()V di lingkungan Lapas/Rutan. 1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi berikut pada Narapidana laki‐laki dan
perempuan di Lapas/Rutan di )ndonesia:
Prevalensi ()V dan Sifilis Karakteristik Narapidana umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, jenis dan lama hukuman Perilaku berisiko terhadap penularan ()V, termasuk diantaranya adalah akses dan penggunaanyuntikkan napza, jarum untuk tato, tindik, dan kondom saat melakukan hubungan seks;
jarum dan alat suntik yang dipakai untuk men pemasangan aksesori di kelamin, serta pemakaian
Cakupan program penanggulangan ()V dan A)DS; Pengetahuan terhadap ()V dan A)DS.1.3
Mekanisme
Pelaksanaan
KemKum(AM terpilih, mendampingi dan mengawasi proses pengumpulan data dan melakukan analisa emuan dari penelitian ini.
t
2.
Metodologi
2.1
Rancangan
Penelitian
dan
Populasi
Penelitian ini mengukur prevalensi ()V dan Sifilis serta perilaku berisiko tertular ()V maupun
pengetahuan tentang cara penularan dan pencegahan ()V secara cross sectional iris lintang . Subjek
penelitian ini adalah Narapidana laki‐laki dan perempuan yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas/Rutan. Sedangkan objek penelitian adalah perilaku berisiko tinggi terhadap penularan ()V pada Narapidana laki‐laki dan perempuan di Lapas/Rutan yang terdiri dari perilaku penggunaan jarum atau alat medis tidak steril yang digunakan secara bersama‐sama, perilaku seksual berisiko tinggi, pengetahuan tentang pencegahan dan penularan ()V serta antibodi ()V dan Sifilis.
2.2
Strategi
Penghitungan
dan
Pengambilan
Sampel
Penghitungan besar sampel responden Narapidana laki‐laki pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan praduga proporsi dalam sampel.13 Rerata prevalensi ()V pada surveilans WBP
orsi praduga.
dibeberapa Lapas/Rutan selama tahun ‐ yaitu . %2 digunakan sebagai prop
Penghitungan besar sampel responden Narapidana laki‐laki di hitung dengan rumus
dimana dengan batas kepercayaan Z % atau setara dengan . dan perkiraan penyimpangan
terhadap nilai prevalensi sebenarnya d % Secara umum nilai d yang sering dianggap bermakna
adalah dibawah % , maka didapat besar sampel n . Sedangkan jumlah sampel responden
Narapidana perempuan yaitu sebanyak orang, merujuk pada jumlah sampel minimum yang
diperlukan dalam pedoman sentinel surveilans ()V Kementerian Kesehatan.
Pemilihan sampel dilakukan dengan dua tahap, dimana tahap pertama adalah memilih Lapas/Rutan secara acak dari daftar Lapas/Rutan di )ndonesia dengan menggunakan metode PPS proportional probability sampling . Lapas/Rutan dengan kriteria sulit dijangkau, Lapas/Rutan anak, dan Lapas/Rutan
dengan jumlah Narapidana kurang dari orang untuk pemilihan responden laki‐laki dan kurang dari
orang untuk pemilihan responden perempuan, akan dikeluarkan dari daftar yang akan dilakukan random. Tahap kedua, pemilihan Narapidana cluster size yang akan dijadikan responden dengan
menggunakan metode systematic random sampling dari daftar Narapidana yang ada di setiap
Lapas/Rutan terpilih.
Dari Lapas dan Rutan yang memiliki Narapidana laki‐laki di )ndonesia, sebanyak Lapas dan
Rutan dengan jumlah Narapidana laki‐laki . orang % dari total . Narapidana di
)ndonesia memenuhi syarat sebagai kerangka sampel. Dimana setelah dilakukan pemilihan dengan metode PPS tepilih Lapas dan Rutan.
Untuk Narapidana perempuan, terdapat Lapas dan Rutan yang ada Narapidana perempuan
dengan jumlah total Narapidana perempuan . orang. Tetapi hanya terdapat Lapas dengan jumlah
total Narapidana . orang dan Rutan dengan jumlah Narapidana orang yang mempunyai
Narapidana perempuan tidak kurang dari . Maka secara total akan dilakukan randomisasi sebanyak
Narapidana dari Lapas terpilih untuk dijadikan sampel dengan Narapidana di setiap Lapas.
Besar sampel Narapidana perempuan merepresentasikan . % dari total jumlah Narapidana
perempuan di Lapas. Sedangkan total Narapidana perempuan di rutan sebesar orang, tetapi hanya
terdapat rutan dengan Narapidana perempuan lebih dari orang. Maka akan dilakukan randomisasi
terhadap Narapidana perempuan di satu Rutan dan akan dilakukan total sampel untuk Rutan yang
dipilih secara purposive guna mendapatkan total sampel Narapidana perempuan di Rutan. Sehingga
total responden untuk Narapidana perempuan adalah orang.
8
mengikuti penelitian.
Pengambilan data dimulai dengan wawancara tentang karakteristik demografis, perilaku seksual, mengkonsumsi Napza, tato, tindik dan memasang aksesoris kelamin serta pengetahuan tentang cara
2.3
Proses
Penelitian
dan
Pelatihan
Petugas
Pelaksanaan penelitian dimulai dari merancang kuesioner, protokol dan metodologi, uji coba di lapangan, pelatihan petugas, sosialisasi kepada petugas Lapas/Rutan, pengambilan data pengetahuan, perilaku dan pemeriksaan spesimen biologi, pengolahan, penyajian data dan penulisan laporan.
Sebelum pelaksanaan lapangan terlebih dahulu diadakan pelatihan bagi pewawancara/Operator ACAS), petugas laboratorium dan pendamping pusat. Uji coba dan praktek lapangan dilakukan di Rutan Salemba.
Pertemuan sosialisasi yang mengundang kepala Lapas dan Rutan tempat dilakukannya penelitian dilakukan untuk menjelaskan tujuan dan proses penelitian.
Pada pelaksanaan pengumpulan data, Kantor Wilayah (ukum dan (AM setempat melakukan koordinasi dengan kepala Lapas/Rutan. Selanjutnya para petugas lapangan yang terdiri dari pewawancara dan petugas laboratorium dan didampingi oleh staf DitjenPAS serta Kanwil Kementerian (ukum dan (AM setempat mendatangi Lapas/Rutan terpilih untuk melakukan pencacahan.
2.4
Alur
Proses
Pengambilan
Data
penularan dan pencegahan ()V maupun cakupan berbagai program pengendalian ()V dan penyalahgunaan Napza. Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat bantu audio komputer ACAS) <Audio Computer Assissted Interview> dengan aplikasi QDS versi . , dimana responden mendengarkan
pertanyaan dan menjawabnya langsung dari komputer secara mandiri tanpa didampingi siapapun. Pewawancara hanya membantu menjelaskan bagaimana menggunakan alat bantu tersebut dan memberikan penjelasan tambahan terkait maksud pertanyaan ataupun teknis penggunaan alat bantu jika
9
diminta oleh responden.Proses pengambilan data kemudian dilanjutkan dengan pengambilan spesimen darah dari salah satu ujung jari tangan untuk pemeriksaan serologis ()V dan sifilis. Setelah selesai, responden diberi kartu rujukan untuk menerima layanan konseling dan tes ()V sukarela KTS serta pemeriksaan dan pengobatan Sifilis jika respondan ingin menginginkannya.
Pemeriksaan antibodi ()V dilakukan oleh tenaga laboratorium terlatih segera setelah spesimen darah
diambil dengan menggunakan reagensia rapid Oncoprobe ()V Sensitivitas dan Spesifisitas % dan
Determine ()V Sensitivitas % dan Spesifisitas % secara bersamaan paralel . Uji kualitas hasil
pemerikasaan antibodi ()V juga dilakukan terhadap % spesimen dengan hasil pemeriksaan non‐
reaktif dan semua spesimen reaktif atau indeterminate di Laboratorium Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Jakarta dengan reagensia Enzyme immunology Assay. Sedangkan pemeriksaan
antibodi Sifilis dilakukan dengan reagensia rapid Determine TP.
2.5
Analisis
Data
Analisis data dilakukan oleh tim peneliti dengan menggunakan perangkat lunak Software STATA SE
dan SPSS versi . Statistik yang digunakan dalam analisis secara keseluruhan hanya mencakup proporsi atau persentase, rerata dan rasio Odd bivariate maupun multivariate.
2.6
Persetujuan
Etik
Persetujuan Etik diperoleh dari Komisi Etik Fakultas )lmu Kesehatan Universitas )ndonesia lihat lampiran . .
3.
Hasil
Penggunaan Audio Computer Assisstant )nterview ACAS) dalam proses wawancara meningkatkan jaminan kerahasiaan jawaban dan kepercayaan responden untuk menjawab dengan jujur semua pertanyaan secara nyaman. (al ini ditunjukan dengan tingginya persentase responden yang mengaku
menjawab semua pertanyaan dengan jujur % perempuan dan % laki‐laki dan rendahnya
persentase responden % perempuan dan laki‐laki yang merasa malu dalam menjawab pertanyaan‐
10
3.1
Jumlah
dan
Karakterteristik
Responden
3.1.1 Angka Penolakan dan Jumlah Responden
Angka penolakan menurut lapas pada WBP laki‐laki berkisar dari 0% sampai 27% dengan rata‐rata 6%, sedangkan pada perempuan dari 0% hingga 14% dengan rata‐rata 5%. Total responden dari Lapas dan Rutan yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 900 WBP laki‐laki dan 402 WBP Perempuan.
Tabel 1. Distribusi Target dan Realisasi Sampel Responden Narapidana Lakilaki
Provinsi Lapas/Rutan Diundang Tidak ada
ditempat Menolak
Jumlah Responden
%
Penolakan
Sumatera Utara
Lapas I Medan 73 4 19 50 27%
Rutan II Kabanjahe 57 2 5 50 9%
Lapas II B Tebing
Tinggi 53 0 3 50
6%
Riau Lapas II Pekan
Baru 52 1 1 50
2%
Sumatera Selatan
Lapas II B Tanjung
Raja 51 0 1 50
2%
Bengkulu Lapas Bengkulu 78 20 8 50 14%
Lampung Rutan Kotabumi 50 0 0 50 0%
DKI Jakarta
Lapas I Cipinang 68 10 8 50 14%
Rutan Cipinang 56 4 2 50 4%
Jawa Barat
Lapas II A Bekasi 62 7 5 50 9%
Rutan I Cirebon 50 0 0 50 0%
Lapas II A Banceuy 52 0 2 50 4%
Lapas II Indramayu 56 2 4 50 7%
Jawa Tengah Lapas Klaten 52 2 0 50 0%
Jawa Timur Lapas I Surabaya 64 14 0 50 0%
Kalimantan Tengah
Lapas IIA
Palangkaraya 50 0 0 50
0%
Sulawesi
Selatan Lapas Makassar 52 2 0 50
0%
Sulawesi
Utara Rutan Kotamobagu 50 0 0 50
0%
Total 1026 68 58 900 6%
11
Tabel 2. Distribusi Target dan Realisasi Sampel Responden Narapidana Perempuan
Provinsi Lapas/Rutan Diundang Tidak ada
ditempat Menolak
Jumlah Responden
% Penolakan Sumatera
Utara
Lapas II A Medan 59 1 8 50 14%
Rutan II B
Kabanjahe 3 0 0 3 0%
DKI Jakarta Rutan Jakarta
Timur 175 3 172 2%
Sumatera
Selatan Lapas Palembang 51 0 1 50 2%
Banten Lapas Tangerang 51 0 1 50 2%
Sulawesi
Selatan Rutan Makassar 14 0 2 12 14%
Sulawesi Utara
Rutan
Kotamobagu 5 0 0 5 0%
Jawa Barat
Rutan I Cirebon 11 1 0 10 0%
Lapas II A
Bandung 55 0 5 50 9%
Total 424 2 20 402 402
3.1.2 Umur
Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan. Umur merupakan variabel yang telah diperhatikan dalam penelitian‐penelitian epidemiologi, karena merupakan salah satu hal yang penting dan mempengaruhi pengetahuan. Dimana semakin tinggi umur seseorang maka semakin banyak pula
pengetahuan yang diperoleh. Selain itu, hasil STBP tahun dan pada populasi paling berisiko
tertular ()V di beberapa kota di )ndonesia menunjukan semakin muda umur populasi berisiko, maka
n bes nan untuk
semaki ar kemungki melakukan perilaku berisiko tertular ()V.
Secara umum, sebagian besar responden penelitian ini % laki‐laki dan % perempuan berusia
antara – tahun. persentase responden laki‐laki yang berusia kurang dari tahun % lebih
tinggi dibanding responden perempuan % . Rerata umur responden laki‐laki tahun lebih muda
dibanding responden perempuan tahun .
Gambar 1. Distribusi Umur
12
3.1.3 Pendi ikan
Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis pendidikan tertinggi yang telah dilalui responden. Tingkat pendidikan penting untuk diketahui karena berhubungan dengan kemampuan
kelompok dalam merespon berbagai informasi dan pesan komunikasi terkait penularan ()V.14 Penelitian
di Afrika dan Asia dengan metode cross sectional menunjukan bahwa tingkat pendidikan memiliki
d
hubungan dengan tingkat pengetahuan dan perilaku berisiko tertular ()V.15
Lebih dari separuh responden Narapidana perempuan tamat SLTA, sedangkan responden Narapidana laki‐laki hampir dua per tiganya hanya tamat SLTP atau lebih rendah. Bahkan persentase responden laki‐
laki yang tidak tamat SD % hampir dua kali lebih banyak dari responden perempuan % .
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan responden perempuan secara keseluruhan lebih tinggi dari laki‐laki.
Gambar 2. Distribusi Tingkat Pendidikan Terakhir
3.1.4 Status Perkawinan
Secara umum, lebih dari saparuh responden sedang terikat dalam status pernikahan ketika penelitian di lakukan, dimana persentase responden laki‐laki yang menikah sama dengan responden perempuan
% . persentase responden laki‐laki yang belum pernah menikah % dua kali lebih banyak dari
responden perempuan % , dan sebaliknya responden perempuan yang berstatus cerai % hampir
empat kali lebih banyak dari responden laki‐laki % . Penelitian ini tidak menanyakan kapan dan alasan mereka bercerai sehingga tidak dapat disimpulkan apakah tingginya responden perempuan yang berstatus cerai terkait dengan statusnya sebagai Narapidana atau tidak.
(asil tabulasi silang antara pendidikan dan status pernikahan responden perempuan menunjukan % responden perempuan dengan tingkat pendidikan SLTP kebawah berstatus cerai, jauh lebih tinggi dibanding responden perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA keatas dan berstatus cerai yaitu %. Perbedaan tersebut cukup signifikan secara statistik dengan nilai p < . , sehingga dapat disimpulkan responden perempuan dengan tingkat pendidikan SLTP kebawah menjadi lebih mungkin berstatus cerai dibanding responden perempuan dengan tingkat pendidikan lebih tinggi.
13
Gambar 3. Distribusi Status Perkawinan
3.1.5 Lama Hukuman
Pola sebaran lama hukuman responden laki‐laki dan perempuan relatif sama yaitu persentase yang meningkat hingga pada kelompok lama hukuman – tahun modus dan kemudian semakin menurun,
tetapi persentase responden laki‐laki yang dihukum tahun keatas % satu setengah kali lebih tinggi
dari responden perempuan % . Kurang dari separuh responden laki‐laki % dan reponden
perempuan % memiliki lama hukuman kurang dari tahun.
Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Lama Hukuman dan Hukuman Yang Sudah Di Jalani
Tahun
Lakilaki (n=900) Perempuan (n=402)
Lama
Hukuman
Hukuman yang
sudah dijalani
Lama
Hukuman
Hukuman yang
sudah dijalani
< 1 Tahun
%
%
%
%
1 – 2 Tahun
%
%
%
%
3 – 5 Tahun
%
%
%
%
6– 10 Tahun
%
%
%
%
> 10 Tahun
%
%
%
%
Sedangkan pola sebaran lama hukuman yang sudah dijalani berbeda dengan lama hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan, dimana persentase tertinggi lamanya hukuman yang sudah dijalani baik
untuk responden laki‐laki % maupun perempuan % adalah kurang dari tahun dan kemudian
persentasenya terus menurun seiring semakin lamanya hukuman yang sudah dijalani.
3.1.6 Jenis Pelanggaran Hukum dan Riwayat di Penjara
Jenis pelanggaran hukum yang ditanyakan kepada responden penelitian ini pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu pidana umum dan pidana khusus, dimana pidana khusus dimaksud adalah pidana
yang diatur dalam UU No. Tahun Narkotika/Napza , UU No. Tahun Korupsi dan UU
No. Tahun Terorisme . Pidana khusus penyalahgunaan Napza kemudian di tanyakan lebih
lanjut tentang peran responden dalam tindakan pidana tersebut karena lebih memiliki hubungan dengan
epidemi ()V yaitu apakah sebagai pengguna, penjual, atau produsen. Napza merupakan obat terlarang dan merupakan istilah yang digunakan masyarakat dan aparat penegak hukum untuk bahan/obat yang termasuk kategori berbahaya atau dilarang digunakan, diproduksi, dipasok, diperjualbelikan dan diedarkan di luar ketentuan hukum. Yang termasuk napza disini adalah penyalahgunaan obat terlarang tanpa resep dari dokter, antara lain adalah kanabis, opioid, kokain, amfetamin, LSD, benzodiazepine, dan ecstasy. Termasuk kategori distributor napza yaitu yang ditangkap karena memiliki lebih dari , gram
a. napz
Dari Gambar dibawah dapat dilihat bahwa sepertiga responden laki‐laki dipidana karena
penyalahgunaan Napza % jauh lebih rendah dibanding responden perempuan % . (al ini sejalan
dengan temuan dari beberapa negara lain dimana proporsi Narapidana perempuan dengan pelanggaran
hukum terkait kasus Napza jauh lebih besar dibanding Narapidana laki‐laki.18
Gambar 4. Distribusi Responden Menurut Jenis Kasus/Pidana
Proporsi peran dalam pidana penyalahgunaan Napza antara responden laki‐laki dan perempuan relatif sama, yaitu dua pertiganya adalah pengguna dan hanya sepertiganya yang dipidana sebagai pengedar atau produsen.
15
Gambar 5. Distribusi Responden Dengan Kasus Penyalahgunaan Napza Menurut Peran Yang di Pidanakan
Analisis lebih lanjut antara kelompok umur responden dan peran dalam kejahatan Napza menunjukan
bahwa proporsi Pengguna dengan kelompok umur dibawah tahun % dua kali lebih banyak dari
proporsi Pengedar/Produsen % dengan kelompok umur yang sama. (al ini menunjukan bahwa secara umum Narapidana kasus Napza yang dipidana sebagai Pengguna berusia lebih muda dari yang dipidana sebagai Pengedar/Produsen. Sedangkan lama hukuman Narapidana kasus Napza yang dipidana sebagai Pengedar/Produsen lebih lama dari yang didakwa sebagai Pengguna. (al ini dapat dilihat pada Gambar dibawah, dimana persentase Narapidana kasus Napza yang dipidana sebagai Pengedar/Produsen dengan
lama hukuman tahun keatas % empat kali lebih banyak dari yang dipidana sebagai Pengguna
% .
Gambar 6. Distribusi Responden Kasus Napza Menurut Lama Hukuman
pernah dipenjara sebelumnya % lebih tinggi dibanding responden perempuan % walaupun demikian responden yang pernah dipenjara sebelumnya karena kasus Napza relatif sama. (al ini menunjukan bahwa hampir semua responden Narapidana perempuan yang pernah dipenjara sebelumnya, dipenjara karena kasus Napza.
Gambar 7. Distribusi Riwayat Pindah Lapas/Rutan dan Pernah di Penjara Sebelumnya
3.2
Pengetahuan
Tentang
HIV
dan
AIDS
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek.19 Pemberian pengetahuan merupakan bagian penting untuk mempengaruhi perilaku
kesehatan, yang harus diikuti dengan upaya‐upaya lain agar individu atau kelompok akan merubah sikap dan perilaku berisikonya. Pendidikan kesehatan merupakan sekumpulan pengalaman dimana dan kapan
p
saja, sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dan erilaku.20
Pengetahuan tentang ()V dan A)DS yang ditanyakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang cara penularan dan pencegahan infeksi ()V yang merupakan modal dasar untuk dapat melakukan berbagai upaya pencegahan tertular ()V dan mengurangi stigma serta diskriminasi terhadap orang yang sudah terinfeksi ()V.
(ampir semua responden laki‐laki % dan perempuan % mengetahui bahwa menggunakan alat
suntik bersama‐sama bisa menularkan ()V, namun masih banyak juga responden yang tidak memiliki
pen tage huan yang komprehensif menurut standar indikator UNGASS yaitu:
. Tahu status ()V seseorang T)DAK dapat diketahui hanya dengan melihatnya
tertular ()V . Tahu menggunakan kondom setiap melakukan seks dapat mengurangi risiko
tertular ()V . Tahu saling setia pada satu pasangan dapat mengurangi risiko
a )
. Tahu gigitan nyamuk/serangga T)DAK d pat menularkan ( V
. Tahu T)DAK dapat tertular ()V dari menggunakan alat makan dan minum secara bersama
dengan g p
16
orang yan mengida ()V
(anya / responden laki‐laki dan % responden perempuan yang memiliki pengetahuan
pengetahuan tentang berbagi wadah air saat mencampur Napza bisa menularkan ()V. Pada
17
Tabel di bawah ini menggambarkan persentase level pengetahuan antara laki‐laki dan perempuan yang menjawab dengan benar setiap pertanyaan tentang penularan ()V.Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Terkait HIV dan AIDS
Pengetahuan Lakilaki
(n=900)
Perempuan
(n=402)
Tahu makan makanan bergizi tidak bisa mengurangi risiko
tertular ()V 51% 64%
Tahu minum antibiotik sebelum dan sesudah berhubungan
seks tidak bisa mencegah ()V 53% 64%
Tahu menggunakan alat makan/minum bersama denga
OD(A tidak menularkan ()V n 55% 68%
Tahu berbagi wadah air untuk mencampur Napza atau
membersihkan spuit bisa menularkan ()V 65% 55%
Tahu menggunakan kondom bisa mencegah ()V 63% 65%
Tahu gigitan nyamuk tidak menularkan ()V 62% 76%
Tahu saling setia dengan pasangan bisa mencegah ()V 70% 75%
Tahu bahwa tidak bisa mengetahui apakah orang sudah
terinfeksi ()V atau belum hanya dengan melihat fisiknya 87% 89%
Tahu menggunakan alat suntik bersama‐sama bisa
menularkan ()V 89% 93%
Memiliki pengetahuan komprehensif menurut standar
UNA)DS 20% 29%
(asil analisis lebih jauh dari data penelitian ini menunjukan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan yang komprehensif tentang cara penularan dan pencegahan ()V menurut standar UNA)DS. persentase responden yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang cara penularan ()V semakin tinggi seiring tingkat pendidikan responden. Perbedaan persentase responden laki‐laki dan perempuan yang memiliki pengetahuan komprehensif menurut tingkat pendidikan tersebut sangat
signifikan secara statistik nilai p < . . (al ini sejalan dengan temuan berbagai penelitian lainnya yang
menunjukan korelasi antara tingkat pengetahuan dengan tingkat pendidikan.
18
Gambar 8. Persentase Responden Yang Memiliki Pengetahuan Komprehensif Menurut Tingkat Pendidikan
Penelitian ini juga menanyakan apakah responden merasa berisiko tertular ()V dan ternyata %
responden laki‐laki dan % responden perempuan merasa berisiko tertular ()V. Dimana hasil analisa lebih lanjut menunjukan tidak adanya korelasi yang signifikan secara statistik antara perasaan berisiko dengan tingkat pengetahuan, kelompok umur, tingkat pendidikan dan peran dalam kasus pidana penyalahgunaan Napza.
3.3
Perilaku
Berisiko
Perilaku berisiko yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyalahgunaan napza, hubungan seks, tato, tindik dan pemakaian aksesori di kelamin. Pertanyaan yang dikumpulkan selain tentang informasi menyuntik napza juga tato yang dilakukan di luar dan di dalam penjara.
3.3.1 Penyalahgunaan Napza
Persentase responden laki‐laki yang pernah menggunakan Napza % sedikit lebih rendah dari
responden perempuan % dan sebaliknya terjadi pada yang pernah menggunakan Napza suntik,
dimana persentase laki‐laki % sedikit lebih tinggi dari responden perempuan % . Selain itu hanya
. % dari orang responden laki‐laki yang tersebar di beberapa Lapas/Rutan dan tidak ada
responden perempuan yang mengaku pernah menggunakan Napza suntik di Lapas/Rutan. (al ini
berbeda dengan temuan hasil STBP pada Penasun dimana hampir separuh dari Penasun yang
pernah di penjara mengaku pernah menyuntikan Napza selama di penjara.
Gambar 9. Distribusi Riwayat Menggunakan Napza dan Napza Suntik
Dari orang responden laki‐laki yang mengaku pernah menyuntikan Napza didalam Lapas/Rutan, tidak ada satupun yang mengaku pernah berbagi jarum suntik atau menggunakan jarum bekas yang disimpan ditempat umum, walaupun demikian orang diantaranya mengaku pernah berbagi Napza yang sudah dilarutkan dalam alat suntik dengan Narapidana lainnya. Empat responden laki‐laki mengaku pernah menyuntik beberapa hari yang lalu dan responden lainnya menyuntik kurang lebih enam bulan yang lalu. Napza yang disuntikkan adalah heroin, amfetamin, and napza lainnya yang tidak dijelaskan. Ketika ditanya dimana mereka memperoleh jarum suntik, seorang responden menjawab membuat sendiri, satu responden menjawab memakai jarum bekas pakai, dan empat orang lainnya tidak menjelaskan dimana memperoleh jarum. Jarum suntik bekas pakai dibuang ke toilet atau diberikan kepada staf LSM/staf Lapas, dan ada yang tidak dijelaskan tempat membuang jarumnya.
Analisis lebih lanjut hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak semua responden yang pernah menggunakan Napza suntik dipidana dalam kasus Napza. Secara umum, lebih dari responden yang pernah menggunakan Napza suntik dihukum karena kasus pidana umum, tetapi ada perbedaan yang
sangat signifikan antara laki‐laki dan perempuan, dimana hampir semua responden perempuan %
yang pernah menggunakan Napza suntik di penjara karena kasus Napza sedangkan responden laki‐laki
hanya kurang dari dua pertiganya % .
Gambar 10. Distribusi Jenis Kasus/Pidana Pada Narapidana Yang Pernah Menggunakan Napza Suntik
Tingkat pengetahuan komprehensif responden laki‐laki yang pernah menyuntikan Napza % lebih
tinggi dari yang tidak pernah menyuntikan Napza % . Sebaliknya pada responden perempuan,
persentase yang pernah menyuntikan Napza dan memiliki pengetahuan komprehensif % lebih
19
rendah dari yang tidak menyuntikan Napza % .
Sedangkan, hasil tabulasi silang antara pernah menyuntikan Napza dengan merasa berisiko tertular ()V
pada responden laki‐laki menunjukan perbedaan yang sangat signifikan secara statistik nilai p < . ,
dimana persentase responden yang pernah menyuntikan Napza dan merasa berisiko tertular