• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS SINEKTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS: Studi Naturalistik Inkuiri di MTs Negeri 1 Palembang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS SINEKTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS: Studi Naturalistik Inkuiri di MTs Negeri 1 Palembang."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS SINEKTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS

(Studi Naturalistik Inkuiri di MTs Negeri 1 Palembang)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Doktor Ilmu Pendidikan

Program Studi Ilmu Pngetahuan Sosial

Yulia Tri Samiha NIM. 0808643

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

PERSETUJUAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA UJIAN DISERTASI

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd Promotor Merangkap Ketua

Prof. Dr. H. Disman, M.S Kopromotor Merangkap Sekretaris

Prof. Dr. Sapriya, M.Ed. Anggota

Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd.,M.A Penguji,

Dr. Sakti Alamsyah, M.Si Penguji,

Mengetahui

Ketua Program Studi PIPS SPS UPI

(3)

YULIA TRI SAMIHA 0808643, Model Pembelajaran Berbasis Sinektik Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Mata Pelajaran IPS (Studi Naturalistik Inkuiri dalam Konteks Pembelajaran di MTs Negeri Kota Palembang).

ABSTRAK

Penelitian ini berangkat dari semakin ketatnya kompetisi dan revolusi informasi serta meningkatnya perubahan-perubahan disegala dimensi kehidupan yang menuntut peranan pendidikan dalam proses pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kualitas pembelajaran dalam menyiapkan para siswa untuk dapat menghadapinya.Siswa juga diharapkan agar dapat dan mampu berkompetisi serta memiliki pemikiran dan tindakan kreatif dalam memecahkan berbagai persoalan yang muncul. Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana kondisi awal pembelajaran IPS di MTs Negeri Kota Palembang, (2) Bagaimana implementasi model pembelajaran sinektik yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran IPS di MTs Negeri Kota Palembang (3) Bagaimanakah efektivitas implementasi model pembelajaran sinektik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana model pembelajaran IPS berbasis sinektik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa di MTs Negeri Kota Palembang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode naturalistik inkuiri. Teknik pengumpulan datanya dengan observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kondisi awal pembelajaran IPS di MTs Kota Palembang yang berlangsung selama ini masih konvensional, artinya guru dalam menyampaikan materi pembelajaran masih dengan metode ceramah,dan pembelajaran masih terfokus kepada guru. Dominannya guru dalam proses pembelajaran bahkan tidak ada kesempatan untuk siswa dalam mengeluarkan ide/gagasan seolah pembelajaran terjadi hanya satu arah (one way communication) yakni dari guru ke siswa saja tidak terjadi komunikasi timbal balik (two way communication), dan selalu menjelaskan dari buku paket, tetapi materi pembelajaran tetap disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. (2) Hasil dari implementasi model pembelajaran sinektik menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran yang berdasarkan tahap-tahap pembelajaran sinektik memiliki kontribusi yang cukup besar dalam hal meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. (3) Hasil penelitian berdasarkan tahap-tahap model pembelajaran sinektik ini terbukti sangat efektif, siswa menjadi lebih mampu mengembangkan pikiran kreatifnya dalam menjawab pertanyaan dan permasalahan dengan menggunakan ide yang orisinal dari hasil pemikiran siswa sendiri. artinya juga efektif untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran siswa, serta memiliki kemampuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran sinektik efektif untuk memperbaiki kualitas belajar mengajar. Penelitian ini merekomendasikan bahwa: kepala sekolah, guru, dan siswa secara khusus, hendaknya menerapkan model pembelajaran sinektik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

(4)

YULIA TRI SAMIHA 0808643, Synectic Learning Model to Enhance Students Creative Thinking Ability in the Field of social sciences (Naturalistic Inquiry Study in Learning Context at MTs Negeri Kota Palembang)

This study is inspired by the high competitiveness and information revolution which is also in line with the changes in many walks of lives. It all effects the active role of education, especially in the process of learning which is expected to be able to advance the readiness of students to deal with it. Students are expected to be able to compete and creatively think and respond when facing problems. The research questions are as follow: (1) What is the social science learning situations at the MTs Negeri Kota Palembang? (2) How is the implementation of synectic learning model that can enhance students ability of creative thinking in the field of Social Sciences at the MTs Negeri Kota Palembang? (3) How effective is the impelementation of synectic learning model in enhancing students creative thinking ability. The objective of this study is to find out how far the synactic learning model in the field of Sociel Sciences may influence the students’ ability in creative thinking in MTs Negeri Kota Palembang. This study explores the naturalistic enquiry methods with qualitative approach. The data is collected through observation, interview and library reaserch.The study shows: (1) Social sciences learning in MTs Kota Palembang has been exploring conventional methods of learing. That means that when teaching, teachers are still using lecturing methods and the learning is still teacher oriented. The teachers are so dominant that students almost have no time to explore further about what have been being learnt. The learning tends to be one way communication. Furthermore, teachers depend highly on the text book when explaining thins to students. Nevertheless, learning topics are still relevant with the curriculum. (2) The implementation of synectic learning model then shows a significant contribution to the enhancement of the students’ creative thinking ability in the process of teaching and learning. (3) The study shows that the stages used in synectic learning model can highly explore students’ creative thinking in genuinely responding to questions and problems faced. That also means that this model is effective for not only helping students to learn but also assisting teachers to effectively teach. All in all, this model can improve the process of teaching and learning significantly. Thus, it is recommended that principles, teachers, and students use this synectic learning models if optimally exploring students’ ability in creative thinking is the objective of learning.

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Focus Penelitian ... 8

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 13

D. Tujuan Penelitian ... 13

E. Manfaat Penelitian ... 15

F. Struktur Organisasi Disertasi ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Sinektik ... 18

1. Asal Usul dan Pengertian Sinektik ... 18

2. Jenis-jenis Metafora ... 23

3. Penerapan Model Pembelajaran Sinektik ... 26

(6)

B Kreativitas ... 43

1. Pengertian Kreativitas ... 43

2. Karakteristik Orang Kreatif ... 48

3. Proses Kreativitas ... 55

4. Berpikir Kreatif ... 60

5. Teori-teori Kreativitas ... 64

C. Relevansi Model Pembelajaran Sinektik dengan Mata Pelajaran IPS... 72

D. Penelitian Terdahulu... ... 74

E. Paradigma Penelitian... 80

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 81

B. Desain Penelitian ... 83

C. Pendekatan dan Metode Penelitian... 84

D. Klarifikasi Konsep ... 88

E. Instrumen Penelitian... 90

F. Teknik Pengumpulan Data ... 92

G. Teknik Analisis Data ... 97

H. Prosedur Validasi Data ... 99

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Umum lokasi Penelitian ... 102

1. Profil MTs Negeri 1 Kota Palembang ... 102

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 125

1. Kondisi awal Pembelajaran IPS sebelum diterapkannya model pembelajaran sinektik ... 126

2. Implementasi model pembelajaran sinektik ... 137

3. Efektivitas implementasi model pembelajaran sinektik dalam meningkatkan kreativitas siswa ... 165

C. Temuan Penelitian ... 167

(7)

B. Saran / Rekomendasi ... 171

C. Implikasi ... 174

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 179

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 186

(8)

BAB I PENDAHULUAN

Bagian bab I ini diuraikan tentang pendahuluan yang

mengantarkan kepada masalah-masalah yang menjadi fokus penelitian.

Secara rinci pendahuluan penelitian ini diuraikan dalam empat bagian,

yaitu pertama latar belakang penelitian, kedua identifikasi dan rumusan

permasalahan penelitian, ketiga tujuan penelitian dan keempat manfaat

dari penelitian. Secara lebih rinci akan diuraikan dibawah ini.

A. Latar Belakang Penelitian

Menghadapi ketatnya kompetisi dan revolusi informasi

komunikasi yang berdampak terhadap peningkatan perubahan-perubahan

disegala dimensi kehidupan dan kadang tidak selalu membawa pengaruh

positif bagi peserta didik, mengharuskan lembaga pendidikan memiliki

kualitas dalam menyiapkan para siswanya agar mampu berkompetisi

serta memiliki pemikiran dan tindakan kreatif dalam memecahkan

berbagai persoalan yang muncul. Kondisi tersebut tidak dapat dielakkan

dalam proses pendidikan karena tidak hanya pengetahuan dan

pemahaman peserta didik yang perlu dibentuk (Drost, 2001 hlm. 11)

meningkatkan kreativitas peserta didikpun perlu mendapat perhatian

yang serius .

Kemampuan berpikir kreatif yang dapat mewujudkan kreativitas

sungguh diperlukan oleh bangsa saat ini dalam rangka mewujudkan

kehidupan masyarakat yang lebih baik mampu menciptakan

penemuan-penemuan baru dari hasil sumbangan pemikiran kreatifnya. Ini dipertegas

oleh Munandar (1985, hlm. 46) bahwa peran dan makna pengembangan

kreativitas tersebut bukan sekedar berguna untuk mewujudkan aktualisasi

diri atau pengembangan diri secara optimal melainkan juga berguna

untuk meningkatkan kualitas hidup lingkungan sosialnya. Dalam era

(9)

kesejahteraan dan kejayaan suatu masyarakat atau bangsa bergantung

pada sumbangan pemikiran kreatif, penemuan-penemuan baru, teknologi

dari anggota masyarakatnya.

Hasil penelitian Jellen dan Urban (1996) yang dilakukan pada

tahun 1987 terhadap anak-anak Indonesia yasng berusia 10 tahun

ternyata dibandingkan dengan 8 negara lain, anak Indonesia

menampilkan ekspresi kreatif yang paling rendah. Negara-negara yang

dijadikan sampel adalah: Filipina, Amerika Serikat, Inggris, Jerman,

India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia. Hasil penelitian tersebut

tidak lantas membuat kita harus berkesimpulan bahwa Bangsa Indonesia

memiliki kreativitas rendah. Karena seperti yang terungkap dari pendapat

Supriadi (1992: 4)” jika kita mencari orang paling cemerlang, maka

orang seperti itu akan ditemukan pada setiap bangsa dan ras di dunia”.

Arti uraian di atas bukan Bangsa Indonesianya yang tidak kreatif

melainkan seperti hasil penelitian Munandar (1977), iklim llingkungan di

Indonesia baik lingkungan keluarga maupun sekolah kurang menunjang

tumbuh dan berkembangnya kemampuan kreatif itu. Arieti (1976, hlm

74)juga menyatakan bahwa: “ creativity does not occur at random, but enhanced by environment factors”. Seperti yang sering diungkapkan para pakar, setiap orang adalah kreatif walaupun tentu dengan tingkat

yang berbeda atau dengan cara pengekspresian yang berbeda. Kalau

kemudian kita terbentur pada persoalan bahwa ternyata ekspresi kreatif

para siswa kita rata-rata rendah pertanyaan yang muncul adalah mengapa

demikian. Untuk memecahkan persoalan persoalan diatas, maka upaya

peningkatan kualitas mutu pendidikan pada jenjang pendidikan

menengah pertama perlu dilakukan secara berkelanjutan dan terintegrasi,

khususnya dalam pembelajaran dan penerapan sebuah model dalam

pembelajaran di kelas. Alasannya, dengan semakin bermutunya proses

(10)

diharapkan akan semakin meningkat kualitas mutu hasil belajar yang

dicapai oleh siswa.

Oleh karena itu, apabila kualitas mutu hasil belajar siswa ingin

ditingkatkan tidak hanya terbatas pada pengembangan berfikir konvergen

tetapi juga menjangkau pada berfikir kreatif. Selanjutnya memiliki

sensitivitas yang tinggi terhadap masalah, berpikir asosiatif, elaboratif,

serta mampu untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang berguna

dan fleksibel (Guilford,1959, hlm. 160, William, 1968, hlm. 6) Maka

yang harus dibenahi dan ditingkatkan adalah penerapan model

pembelajaran.

Kurikulum IPS di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah

Tsanawiyah ditegaskan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

Indonesia (2006) bahwa:

pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Hasan (1993, hlm 93) mengatakan bahwa tujuan pendidikan IPS

adalah mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai peserta

didik sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial dan budaya. Secara

khusus, Soemantri (2001, hlm. 44) menegaskan bahwa kemampuan

berpikir yang hendak dikembangkan dalam mata pelajaran IPS bukan

saja kemampuan berpikir analitis dan kritis, akan tetapi juga berpikir

kreatif. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu

(11)

Lebih lanjut Soemantri (2001, hlm. 44) menyatakan kenyataan

dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran IPS disekolah dewasa ini

masih merupakan pembelajaran yang sulit diserap oleh siswa. Rendahnya

daya serap siswa ini nampak rerata hasil belajar siswa yang senantiasa

masih memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi

pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh

ranah dimensi siswa itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu

(belajar untuk belajar).

Dalam arti yang lebih subtansial bahwa proses pembelajaran

hingga kini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan

akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan

dan proses berpikirnya. Secara empiris, rendahnya hasil belajar peserta

didik disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh

pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung

teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif.

Seperti yang terlihat pada siswa menujukkan beberapa kenyataan

mengenai pembelajaran IPS dalam jenjang pendidikan menengah, antara

lain: keberadaan mata pelajaran IPS kurang memberikan gambaran yang

positif, seringkali terdengar keluhan dari para siswa bahwa belajar IPS

identik dengan belajar menghafal, IPS merupakan bidang studi yang

menjemukan dan kurang menantang, siswa kurang memiliki kemampuan

dalam memecahkan masalah, semangat atau motivasi belajarnya rendah,

suasana pembelajaran kurang hidup atau menjenuhkan, materi

pembelajaran yang membosankan, bahan pelajaran yang begitu luas dan

padat, waktu yang dialokasikan relatif singkat, sarana yang kurang, serta

kesungguhan siswa dalam prosese pembelakaran IPS sangat rendah,

ditambah lagi kajian materi IPS yang abstrak kurang dipahami oleh siswa

dan tujuan yang bersifat abstrak seperti berpikir kritis dan sikap kritis

(12)

kualitas pembelajaran IPS pada tingkat Sekolah Menengah

Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

Apabila ingin meningkatkan prestasi, tentunya tidak akan terlepas

dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, misalnya

dengan adanya penataran guru, penyediaan buku paket, dan ala-alat

laboratorium serta penyempurnaan kurikulum. Berdasarkan hasil evaluasi

upaya-upaya tersebut ternyata belum berhasil meningkatkan prestasi

peserta didik secara optimal sebagaimana yang diinginkan.

Berlakunya kurikulum 2013 menuntut perubahan paradigma

dalam pendidikan dan pembelajaran khususnya pada jenis dan jenjang

pendidikan Formal (persekolahan). Perubahan tersebut harus pula diikuti

oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di

dalam kelas maupun di luar kelas. Komarudin (2005, hlm. 32) Salah satu

perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi

pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih

berpusat pada murid (student Centered); metodologi yang semula lebih

didominasi ekspositori berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang

semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual.

Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu

pendidikan baik dari segi proses maupun hasil pendidikan.

Sejalan dengan tujuan kurikulum diatas, maka untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran IPS diperlukan adanya penerapan

model atau metode yang tepat, seperti yang di kemukakan oleh Tarigan

(1997, hlm. 9) bahwa keberhasilan dalam melaksanakan pembelajaran

sebagian besar ditentukan oleh pilihan model yang tepat, mengingat hal

tersebut sebagai jembatan yang menghubungkan guru dan siswa.

Masalahnya, model manakah yang tepat agar pembelajaran dapat

mencapai tujuan yang diinginkan. Keterampilan memilih itu menjadi

sesuatu yang sangat penting karena tidak ada satu model yang dapat

(13)

dan kondisi yang berbeda. Hal ini dipertegas oleh Dahlan (1990, hlm. 19)

yang menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada satu model

pembelajaran pun yang paling cocok untuk semua situasi, dan sebaliknya

tidak ada satu situasi pembelajaran pun yang paling cocok dihampiri oleh

semua model pembelajaran.

Sehubungan dengan rendahnya kualitas pembelajaran IPS terbukti

dengan adanya beberapa hasil penelitian terdahulu; 1) Hasil Penelitian

Palembong (1997) yang mengatakan bahwa masih banyak guru IPS

Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang memberikan penjelasan secara

berulang ulang dan sangat membosankan, 2) Hasil penelitian Solihatin

(1997) yang antara lain menyimpulkan bahwa kemampuan dan kemauan

guru IPS kurang mendukung dalam pelaksanaan dialog kreatif, 3) Hasil

penelitian Hansiswany Kamarga (2000) dalam prasurvey menyimpulkan

bahwa pelajaran sejarah kurang diksukai oleh siswa karena dianggap

sukar untuk dimengerti. Penyebabnya adalah karena terletak pada kinerja

guru yang memiliki pemahaman keliru terhadap pekerjaannya yakni

mayoritas mereka beranggapan pekerjaan sebagai guru merupakan

kewajiban yang harus dijalankan sehingga dalam tugasnya mengajar

kurang dibarengi dengan motivasi untuk mengembangkan kreativitas.

Kamarga (2000) juga menyimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran

guru tidak menggunakan perencanaan sebagai pedoman pembelajaran,

akibatnya pembelajaran berlangsung seadanya, 4) Hasil penelitian

Sanjaya (2002) pembelajaran akan lebih berhasil, manakala didasarkan

pada kekuatan dan kelemahan siswa dalam menggunakan bahasa sebagai

alat pikir. Proses pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan

berpikir akan dapat meningkatkan kreativitas siswa.

Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian di atas maka untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran IPS diperlukan adanya penerapan

model pembelajaran yang tepat. Joyce dan Weil (2000, hlm. 27)

(14)

macam-macam model, karena model ini merupakan rencana atau pola

yang dapat digunakan untuk menentukan proses belajar mengajar,

merancang materi pembelajaran dan memandu pembelajaran di kelas dan

latar lainnnya.

Salah satu model pembelajaran IPS yang dipandang dapat

mencapai tujuan di atas, adalah sebuah model yang menggunakan model

berpikir sinektik yang dikenalkan oleh Gordon. Menurutnya berpikir

sinektik adalah proses menemukan pertalian dari segala hal yang tidak

diketahui sebelumnya atau bahkan bertentangan. Ia meliputi berbagai

upaya mengkoordinasikan segala sesuatu ke dalam suatu struktur baru

agar ditemukan hubungan antara satu dengan yang lainnya.

Dengan kata lain berpikir sinektik adalah proses identifikasi

segala hal yang tidak diketahui sebelumnya untuk dicari jalan keluarnya,

dibuat dugaan-dugaan atau hipotesa. Dalam tataran praktis dan aplikatif,

aktifitas sinektik bersifat metaporik dengan menemukan analogi-analogi

yang dengan sendirinya kreatifitas menjadi suatu yang disadari.

Metapora-metapora membentuk hubungan persamaan serta membedakan

obyek atau ide yang satu dengan yang lainnya. Model pembelajaran

seperti ini mengajak siswa untuk menjiwai dan menghayati sejumlah

pengetahuan ke dalam ranah afeksi sehingga terjadi proses persepsi dan

penghayatan yang mendorong siswa memaknai setiap pengalaman

pembelajaran IPS.

Dahlan (1990, hlm 31) menyebutkan bahwa aktifitas metaporik

yang merupakan ciri inheren dari teori sinektik ini akan membantu

peserta didik untuk dapat menghubungkan ide-ide dari hal-hal yang telah

dikenalnya menuju ke hal-hal yang baru atau dari suatu perspektif baru

kepada hal yang dikenal. Strategi sinektik menurutnya, mempergunakan

aktifitas metaporik yang terencana, dan memberikan struktur langsung

yang mana individu bebas mengembangkan imajinasi, afeksi dan

(15)

Selanjutnya menjadi persoalan adalah guru tidak pernah

mengajarkan bagaimana membentuk pola pikir yang kreatif melalui

proses pembelajaran di kelas. Sehubungan dengan materi IPS seharusnya

guru IPS merencanakan pengajaran dan sekaligus bagaimana mengajar

IPS agar menjadi mata pelajaran yang dapat membantu mengembangkan

kreativitas siswa. Dalam proses pengajaran IPS, pengembangan dimensi

kreativitas sangat penting dan dapat dilaksanakan melalui berbagai

kegiatan. Kreativitas merupakan hal yang penting dan menjadi salah satu

ciri manusia yang berkualitas. Munandar (1992, hlm. 27) mengatakan

bahwa kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan

kualitas hidupnya. Untuk mencapai hal itu, perlulah sikap dan perilaku

kreatif dipupuk sejak dini.

Dalam kaitannya dengan pentingnya guru IPS memiliki

kreativitas yang tinggi dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah,

tidak terlepas dari perannya sebagai motor dan model di lingkungan

sekolah maupun masyarakatnya. Sebagaimana dikatakan oleh Goble

(1987, hlm. 52-53) dari sudut pandangan kontinuitas sosial, guru

memiliki fungsi yang paling penting untuk mewujudkan model aksi

sosial yang berfungsi sebagai motor bagi siswa dan masyarakatnya.

Namun komitmen ini tidak menguntungkan pembaharuan mana kala

guru masih menempatkan dirinya sebagai golongan “tradisionalis” tetapi juga sebagai golongan “reaksioner yang gembira”.

B. Identifikasi dan Fokus Penelitian

Berangkat dari latar belakang dan alasan yang telah diuraikan di

atas, serta berbagai masalah yang dialami di sekolah MTs Negeri 1 di

Kota Palembang kaitannya dengan berpikir kreatif siswa yang selama ini

memerlukan mediator dan fasilitator, sehingga para siswa tidak

mengalami kemandekan dalam berpikir kreatif yang membuat siswa

(16)

mengembangkan ide-ide baru dalam menemukan dan menciptakan

sebuah kreatifitas. Hal ini menjadi pekerjaan berat bagi guru IPS adalah

bagaimana meningkatkan kreativitas guru itu sendiri dalam pembelajaran

IPS dikelasnya.

Kondisi ini sekaligus menjadi tantangan bagi semua pihak untuk

mengembangkannya, dan harus mengkaji secara mendalam mengenai

rendahnya tingkat kreativitas guru dalam pembelajaran IPS tersebut.

Oleh sebab itu maka yang harus dilakukan pertama adalah perlunya

memahami konsep kreativitas itu sendiri terutama menyangkut

pengertiannya, kemudian elemen-elemen pengembangan yang

mendukung timbulnya kreativitas dalam aspek yang berhubungan dengan

pembelajaran IPS.

Kreativitas sangatlah penting dalam kehidupan ini, karena

kreativitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam

proses kehidupan manusia. Kreativitas manusia melahirkan pencipta

besar yang mewarnai sejarah kehidupan umat manusia dengan

karya-karya spektakulernya. Seperti Bill Gate si raja microsof, JK Rolling

dengan novel Harry Poternya, Ary Ginanjar dengan ESQ (Emotional &

Spiritual Quotion), penulis Pramudia Dayanti, Mely Guslow, Seniman

Titik Puspa, dll. Apa yang mereka ciptakan adalah karya orisinil yang

luar biasa dan bermakna, sehingga orang terkesan dan memburu

karyanya.

Kreativitas tidak hanya sekedar keberuntungan tetapi merupakan

kerja keras yang disadari. Kegagalan bagi orang yang kreatif hanyalah

merupakan variabel pengganggu untuk keberhasilan. Dia akan mencoba

lagi, dan mencoba lagi hingga berhasil. Orang yang kreatif menggunakan

pengetahuan yang semua orang memilikinya dan membuat lompatan

yang memungkinkan, mereka memandang segala sesuatu dengan

cara-cara yang baru. Gordon Dryden (2000, hlm. 185) dalam buku Revolusi

(17)

unsur-unsur lama. Tidak ada elemen baru. Yang ada hanyalah

kombinasi-kombinasi baru”.

Selanjutnya menurut Amabile (1983, hlm. 4-5) dan Supriyadi

(1994, hlm. 21-21) terdapat tiga jenis pendekatan dalam studi kreatifitas,

yaitu: pendekatan psikologis, sosiologis dan sosio-psikologis. Perspektif

psikologis meninjau kreativitas dari segi kekuatan-kekuatan pada diri

seseorang sebagai penentu kreativitas, seperti: inteligensi, bakat,

motivasi, sikap, minat dan disposisi-disposisi kepribadian lainnya, yang

mampu mengubah lingkungannya. Pendekatan sosiologis, lebih melihat

faktor-faktor lingkungan sosial budaya dalam perkembangan kreativitas.

Artinya yang mendasari pendekatan ini, yaitu kreativitas lebih

merupakan fungsi dari faktor-faktor lingkungan. Pendekatan

sosial-psikologis disebut juga pendekatan transaksional. Artinya pendekatan ini

yaitu, kreativitas individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial,

dimana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya

saling mempengaruhi antara individu dan lingkungannya.

Selanjutnya Guilford (1977, hlm. 72) dengan analisis faktornya

menemukan ada lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir:

pertama, kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi

banyak gagasan. Kedua, keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk

mengajukan bermacam-macam pendekatan dan/atau jalan pemecahan

terhadap masalah. Ketiga, keaslian (originality) adalah kemampuan

untuk melahirkan gagasan-gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri

dan tidak klise. Keempat, penguraian (elaboration) adalah kemampuan

untuk menguraikan sesuatu secara terperinci. Kelima, perumusan

kembali (redefinition) adalah kemampuan untuk mengkaji/menilik

kembali suatu persoalan melalui cara dan perspektif yang berbeda dengan

(18)

Berhubungan dengan unsur aptitude dan non aptitude, Semiawan

(1984, hlm. 45) mengemukakan bahwa: Kreativitas merupakan

kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan

menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi, baik

ciri-ciri aptitude seeperti kelancaran, keluwesan, dan keaslian dalam

pemikiran, maupun ciri-ciri non aptitude seperti rasa ingin tahu, senang

mengajukan pertanyaan, dan selalu ingin mencari

pengalaman-pengalaman baru.

Munandar (1992, hlm. 16), dalam uraiannya tentang pengertian

kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan, yaitu yang

berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasi (kemampuan untuk

membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur

yang ada), memecahkan/menjawab masalah (kemampuan berdasarkan

data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan

jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada

kualitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban), dan cerminan

kemampuan operasional anak kreatif {kemampuan yang secara

operasional mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisionalitas

dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi

(mengembangkan/ memperkaya/ merinci suatu gagasan).

Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa

kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk

melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata,

baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam

karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang

semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

Asumsi-asumsi kreativitas, yaitu: 1) setiap orang memiliki kemampuan

kreatif, 2) kreativitas dinyatakan dalam bentuk produk-produk kreatif,

baik berupa benda atau berupa gagasan, 3) aktualisasi kreativitas

(19)

dengan lingkungan, 4) dalam diri seseorang terdapat faktor-faktor yang

dapat menunjang atau menghambat kreativitas, 5) kreativitas seseorang

tidak berlangsung dalam kevakuman, 6) karya kreatif tidak lahir hanya

kebetulan, melainkan melalui serangkaian proses kreatif yang menuntut

kecakapan, keterampilan dan motivasi yang kuat.

Pengukuran kreativitas dapat dilakukan dengan menggunakan

lima pendekatan, yaitu : 1) pendekatan analisis obyektif terhadap produk

kreatif, 2) pertimbangan subyektif, 3) inventori kepribadian, 4) inventori

biografis dan 5) tes kreativitas. Antara kreativitas dan inteligensi terdapat

perbedaan. Apabila kita mengacu kepada teori Guilford (1977) tentang

Structure of Intelect, maka inteligensi lebih menyangkut pada cara

berpikir convergen (memusat), sedangkan kreativitas lebih berkenaan

dengan cara berpikir divergen (menyebar). Dalam hal ini Guilford

(1977), sebagaimana dikemukakan Utami Munandar (1992), menjelaskan

bahwa berpikir konvergen adalah pemberian jawaban atau penarikan

kesimpulan yang logis (penalaran) dari informasi yang digunakan,

dengan penekanan pada pencapaian jawaban tunggal yang paling tepat.

Adapun berpikir divergen (yang juga disebut berpikir kreatif) adalah

kemampuan memberikan bermacam-macam jawaban berdasarkan

informasi yang diberikan, dengan penekanan pada keragaman, jumlah

dan kesesuaian.

Dengan memahami aspek kajian kreativitas dan asumsi asumsi

tentang berbagai ragam tentang berpikir kreatif, maka diperoleh fokus

penelitian yang dapat dirumuskan masalahnya dalam bentuk pertanyaan

penelitian sebagai berikut: Bagaimana model pembelajaran IPS berbasis

sinektik yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa di

(20)

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian fokus masalah di atas, selanjutnya dirinci

dalam beberapa sub masalah sehingga dapat dirumuskan dalam tiga

pertanyaan penelitian, sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran IPS sebelum diterapkannya

model pembelajaran sinektik di MTs Negeri 1 Palembang?

2. Bagaimana implementasi model pembelajaran sinektik yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata

pelajaran IPS di MTs Negeri 1 Palembang?

a) Bagaimanakah perencanaan model pembelajaran sinektik

dalam pembelajaran IPS yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif siswa?

b) Bagaimanakah pelaksanaan model pembelajaran sinektik

dalam pembelajaran IPS yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif siswa?

c) Bagaimanakah penilaian model pembelajaran sinektik dalam

pembelajaran IPS yang dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif siswa?

3. Bagaimanakah efektivitas implementasi model pembelajaran

sinektik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa

pada mata pelajaran IPS di MTs Negeri 1 Palembang ?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suatu produk, yaitu

model pembelajaran IPS berbasis sinektik yang dikembangkan dari teori

Gordon dan dirancang agar siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif

melalui kognitifnya dengan menggunakan dan mempelajari model

(21)

Model ini diambil dari model sinektik Gordon, kemudian

dilakukan modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi siswa di

Madrasah Tsanawiyah dan dihubungkan dengan kebutuhan pembelajaran

pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, yang pada akhirnya

diharapkan akan memdapatkan model pembelajaran sinektik dari hasil

penelitian dan pengembangan yang dilakukan dalam penelitian disertasi

ini.

2. Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan umum diatas, selanjutnya dipaparkan

beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai, yaitu:

a. Menemukan kondisi pembelajaran IPS di MTs Negeri 1

Palembang.

b. Menemukan implementasi model pembelajaran sinektik yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata

pelajaran IPS di MTs Negeri 1 Palembang. Yang meliputi:

1) perencanakan model pembelajaran sinektik dalam

pembelajaran IPS yang dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif siswa.

2) pelaksanaan model pembelajaran sinektik dalam pembelajaran

IPS yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

siswa.

3) penilaian model pembelajaran sinektik dalam pembelajaran

IPS yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

siswa.

c. Menemukan efektivitas implementasi model pembelajaran sinektik

(22)

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Produk utama penelitian ini adalah Model Pembelajaran Berbasis

Sinektik untuk Meningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada

Mata Pelajaran IPS. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi terhadap pengembangan teoritis dalam upaya

menegakkan dalil-dalil dan hal hal yang mendasar untuk efektivitasnya

sebuah pengembangan model pembelajaran pada mata pelajaran IPS.

Efektivitas pengembangan model pembelajaran sinektik itu sendiri akan

dilihat dari kemampuan model pembelajaran tersebut mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif siswa dilihat dari teori kognitif yang

mengembangkan struktur kognitif siswa. Selain itu juga bermanfaat

untuk model pendekatan kurikulum yang digunakan dan memahami

prosedur pembelajaran yang terdapat dalam model pembelajaran sinektik

yang dikembangkan dalam penelitian ini.

Model pembelajaran berbasis sinektik ini sangat efektif untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mempelajari

bidang yang dikajinya.Sinektik merupakan strategi pembelajaran yang

mempertemukan secara bersama unsur unsur yang berbeda dan seolah

olah tidak relevan untuk memperoleh suatu pandangan baru (Starko,

1995, hlm. 221). Penelitian ini mencoba untuk mengembangkan model

pembelajaran sinektik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di

Madrasah Tsanawiyah, ini merupakan hal yang penting untuk keperluan

sebuah kajian teoritis yang jika diamati masih jarangnya bahan referensi

dan penelitian yang membahas tentang penerapan model pembelajaran

sinektik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam

(23)

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penerapan model pembelajaran hasil pengembangan ini

selain memberikan manfaat teoritik juga diharapkan dapat memberikan

manfaat praktis, yaitu :

a. Produk ini diharapkan dapat membantu guru IPS dalam

mengoptimalkan pembelajaran IPS dan diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran

yang semakin menarik, bermakna, dan bermanfaat bagi siswa.,

serta memberikan kemudahan kepada siswa dalam meningkatan

kemampuan berpikir kreatif .

b. Untuk pengambil kebijakan diharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan masukan terhadap upaya-upaya peningkatan mutu

pembelajaran dalam pendidikan IPS pada jenjang pendidikan

menengah (MTS/SMP).

F. Struktur Organisasi Disertasi

Susunan penulisan yang peneliti rancang dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut : BAB I, BAB II, BAB III, BAB IV dan BAB V.

Rinciannya adalah sebagai berikut:

BAB I adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

peneltian, dan stuktur organisasi.

BAB II adalah bab kajian pustaka terhadap masalah yang diteliti

yang terdiri dari pembelajaran sinektik, kreativitas, penelitian terdahulu,

paradigma penelitian dan kerangka pemikiran.

BAB III adalah metodologi penelitian yang terdiri dari lokasi dan

subjek penelitian, desain penelitian, pendekatan dan metode penelitian,

klarifikasi konsep, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik

(24)

BAB IV adalah hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari

gambaran umum lokasi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan,

relevansi model pembelajaran sinektik dengan matan pelajaran IPS di

Madrasah Tsanawiyah, implementasi model pembelajaran sinektik dalam

mata pelajaran IPS di Madrasah Tsanawiyah serta implikasi hasil

penelitian terhadap pembelajaran IPS di Madrasah Tsanawiyah.

BAB V adalah simpulan dan saran yang terdiri dari simpulan

(25)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian akhir disertasi bab ini dikemukakan dua hal bagian

penting, yakni: a) disajikan simpulan hasil penelitian, b) saran. Secara

rinci akan diuraikan sebagai berikut:

A. Simpulan Hasil Penelitian

Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian

sebagaimana disajikan dalam dalam Bab IV, maka kesimpulan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pertama, untuk kondisi awal pembelajaran IPS di MTs Negeri 1

Palembang sebelum mengenal model pembelajaran sinektik secara umum

masih bersifat konvensional artinya pembelajaran dilaksanakan dengan

penggunaan metode ceramah, diskusi, tanya jawab.

Guru bertindak dominan dalam proses pembelajaran bahkan

tidak ada kesempatan untuk siswa dalam mengeluarkan ide/ gagasan

seolah pembelajaran terjadi hanya satu arah (one way communication)

yakni dari guru ke siswa saja tidak terjadi komunikasi timbal balik (two

way communication).

Kedua, implementasi model pembelajaran sinektik yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran IPS

di MTs Negeri Kota Palembang dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:

(1) tahap perencanaan model pembelajaran sinektik, (2) tahap

pelaksanaan model pembelajaran sinektik dan (3) tahap penilaian model

pembelajaran sinektik.

Hasil dari pelaksanaan ketiga tahap itu dapat disimpulkan bahwa

hasil penelitian berdasarkan tahap-tahap pembelajaran sinektik

memperkuat argumen bahwa model pembelajaran ini memiliki kontribusi

yang cukup besar dalam hal meningkatan kemampuan berpikir kreatif

(26)

Ketiga, efektivitas model pembelajaran sinektik ternyata

membuat siswa belajar lebih efektif, siswa merasa senang dengan

membuat analogi-analogi/ pengandaian-pengandaian diri seumpama

siswa sebagai sesuatu objek atau kegiatan sesuai materi yang sedang

dibahas. Apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan apa yang

diperbuat seandainya sebagai suatu objek atau kegiatan tertentu

merupakan hal-hal yang esensial yang disukai siswa. Siswa senang

melakukan kegiatan metafora dalam berekspresi, mengemukakan

gagasan, dan pendapatnya.

Siswa dapat melakukan analogi langsung yang telah dikuasainya

dan mampu menjelaskan persamaan dan perbedaannya dan

mendiskusikan persamaan dan perbedaannya, menyimpulkan dan

merangkum hasil pekerjaannya. Di sini terbukti bahwa siswa memiliki

kemampuan dalam berargumentasi, siswa mampu menganalisa dan

memecahkan persoalan melalui proses pembelajaran sinektik yang

menggunakan sesuatu objek atau kegiatan tertentu yang dianalogikan

dengan materi yang sedang dibahas.

Hasil penelitian berdasarkan tahap-tahap pembelajaran sinektik

ini terbukti efektif untuk meningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa,

artinya juga efektif untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran bagi siswa,

serta memiliki kemampuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga

secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

(27)

B. Saran/ Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan melalui kajian terhadap hasil penelitian

ini dan potensi-potensi yang dimiliki oleh model pembelajaran sinektik

sehingga dapat diturunkan sejumlah prinsip tentang efektivitas

pembelajaran, maka dapat diajukan sejumlah saran. Saran diberikan

kepada: (a) pihak pengguna dalam hal ini Guru, (b) Kepala madrasah,

(c) pihak yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas

pembelajaran dalam hal ini Pejabat Kantor Kementerian Agama yang

bertugas di Bidang Pendidikan Dasar, dan (d) penelitian yang akan

melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut.

1. Saran kepada Pihak Pengguna

Guru sebagai pihak pengguna yang bertanggunga jawab atas

terlaksananya kurikulum dalam bentuk kegiatan belajar mengajar

meyadari bahwa implementasi kurikulum, khususnya kurikulum IPS di

Madrasah Tsanawiyah, masih belum optimal. Agar kualitas pembelajaran

dapat diperbaiki, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif

untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, khususnya pembelajaran

IPS.

Model pembelajaran ini cukup mudah untuk di implementasikan

dan diadopsi oleh guru karena pada dasarnya model pembelajaran ini

menggunakan analogi-analogi dan pendekatan ekspositori, yang

sebenarnya guru telah terbiasa menggunakannya ketika menjelaskan

materi pembelajaran, sehingga guru tidak terlalu asing terhadap

penggunaan model pembelajaran ini.

Model pembelajaran ini tidak membutuhkan sarana/fasilitas yang

relatif kompleks, hanya perlu mengembangkan media pembelajaran

berupa media bagan. Kebutuhan akan media peta dapat diatasi dengan

(28)

Model pembelajaran ini teruji mampu meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif siswa.

Model pembelajaran ini juga efektif memperbaiki kinerja guru

yang apabila diimplementasikan membawa sejumlah konsekuensi,

diantaranya kemampuan guru untuk mengembangkan rencana

pembelajaran yang terdapat dipakai dan hal ini terkandung tuntutan untuk

memahami IPS sebagai disiplin ilmu dan menemukan sejumlah

konsep-konsep yang dikembangkan dalam bentuk media bagan, konsistensi guru

untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap

pembelajaran, dan kemampuan guru untuk mengembangkan alat evaluasi

hasil pekerjaan siswa yang mengacu pada peningkatan kemampuan

berpikir kreatif siswa.

2. Saran kepada Kepala Madrasah

Selain guru, Kepala madrasah berperan juga dengan dorongan

guru untuk memperbaiki kualitas implementasi kurikulum khususnya

Kurikulum IPS melalui pemanfaatan hasil penelitian model pembelajaran

ini. Disadari sepenuhnya kurikulum IPS melalui pemanfaatan hasil

penelitian pembelajaran ini sepenuhnya akan keterbatasan yang dimiliki

oleh guru dan kepala madrasah, maka saran diseminasi model

pembelajaran ini dapat di lakukan melalui forum musyawarah guru

sebagai tempat bertukar informasi.

3. Saran kepada Pejabat yang terkait dan turut bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas pembelajaran (Kementrian Agama Bidang Pendidikan Dasar)

Diharapkan pejabat yang terkait dapat memberi kemudahan dan

mendorong para guru untuk mau mengupayakan perbaikan pembelajaran

melalui alternatif menggunakan hasil penelitian yang telah teruji ini.

Pemanfaatan forum musyawarah guru yang terlah dibangun sebagai

(29)

dijadikan titik awal diseminasi, sehingga aspek-aspek yang melakukan

pemahaman lebih mendalam lebih dikaji melalui kegiatan ini. Dengan

demikian kendala atau kesulitan yang di hadapi oleh guru ketika

mengimplementasikan model pembelajaran ini dapat diatasi dan di

carikan solusinya melalui pertemuan-pertemuan forum musyawarah guru

tersebut. Disarankan lebih lanjut untuk mengoptimalkan peran guru

khususnya guru bidang studi dalam bidang IPS sebagai informasi dalam

kegiatan di bidang forum musyawarah guru ini.

4. Saran kepada peneliti yang akan melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut

Penelitian penerapan model pembelajaran ini memiliki

keterbatasan-keterbatasan, sehingga dianggap perlu untuk

merekomendasi dilakukannya penelitian lanjutan:

a. Penelitian naturalistik inkuiri ini dilakukan pada jenjang

madrasah Tsanawiyah untuk mata pelajaran IPS. Hasil penelitian

naturalistik inkuiri ini memperlihatkan bahwa model

pembelajaran sinektik efektif untuk meningkatkan kemampuan

berfikir kreatif siswa. Meskipun demikian, efektifitas model

pembelajaran sinektik akan dapat lebih di tegaskan secara

konsisten jika dilakukan penelitian lanjutan. Untuk itu diberikan

rekomendasi kepada peneliti selanjutnya agar melakukan

penelitian pengembangan pada bidang kajian lain atau pada

subjek dengan tingkat pendidikan yang berbeda.

b. Penelitian naturalistik inkuiri ini dilakukan pada wilayah Kota

Palembang, dengan hanya melibatkan Madrasah Tsanawiyah,

baik pada waktu pra survey, validasi data yang dimungkinkan

kurang reperesentatif. Meskipun penelitian ini telah mampu

menghasilkan suatu model pembelajaran sinektik yang efektif dan

(30)

untuk wilayah lain. Karena itu, direkomendasikan untuk dikaji

ulang atau penelitian ulang demi penyempurnaan hasil penelitian

model pembelajaran ini.

c. Hasil penelitian memperliharkan fenomena bahwa implementasi

model pembelajaran sinektik memberikan keuntungan yang lebih

baik bagi siswa karena mampu meningkatkan kemampuan

berfikir kreatif siswa. Hal ini menjadi pembuka yang menarik

untuk didiskusikan atau didialogkan pada masa-masa yang akan

datang. Temuan ini memberi peluang kepada peneliti yang akan

melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji tentang model

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

bagi siswa.

C. Implikasi

Hasil yang diperoleh melalui penelitian model pembelajaran

sinektik untuk digunakan dalam mata pelajaran IPS di Madrasah

Tsanawiyah memberikan implikasi secara umum diantaranya:

1) Pengunaan model pembelajaran sinektik menuntut

dilaksanakannya pembelajaran secara terstruktur dan terarah

sesuai dengan tujuan penggunaan model tersebut adalah

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

2) Aspek pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa

dilakukan melalui penyajian tahap-tahap pembelajaran yang

terdapat dalam model pembelajaran sinektik, sehingga guru

dituntut memahami materi pembelajaran secara komprehensif.

3) Bagi siswa Madrasah Tsanawiyah yang taraf perkembangannya

berbeda dalam fase operasional konkrit keabstrak formal

penyajian materi yang sifatnya abstrak dapat dibantu dengan

(31)

kehidupan siswa dan bersifat analogis serta dibantu secara visual

dalam bentuk media peta/globe dan media bagan

Implikasi secara khusus baik bersifat praktis maupun teoritis

sebagaimana uraian berikut ini:

1. Implikasi Praktis

Sebagaimana telah disajikan dalam Bab I sebelumnya bahwa

tujuan penelitian ini adalah menghasilkan perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi dan efektivitas model pembelajaran, dan berdasarkan temuan

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran sinektik

yang diterapkan mampu memperbaiki kualitas pembelajaran IPS di kelas

VII Madrasah Tsanawiyah. Atas dasar manfaat yang diperhatikan oleh

model pembelajaran sinektik hasil penerapan, terkandung sejumlah

implikasi bagi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.

a. Kemampuan guru untuk memperbaiki kinerja agar tercapai pribadi

guru yang profesional harus ditumbuhkan. Dalam hal ini

terkandung aspek-aspek kompetensi dan komitmen guru untuk

berkreasi dalam mengembangkan rencana pembelajaran IPS yang

lebih baik, kemauan guru untuk melaksanakan kegiatan

pembelajaran yang terarah, dan kemampuan guru untuk

mengembangkan alat evaluasi hasil belajar yang dapat memacu

siswa untuk menembangkan kemampuan berpikir kreatifnya.

Model pembelajaran sinektik dapat menjadi salah satu alternatif

bagi guru untuk kepentingan tersebut.

b. Meskipun hasil penelitian memperlihatkan bahwa model

pembelajaran sinektik relatif mudah diadopsi oleh guru, akan tetapi

dalam tahap penerapan rencana pembelajaran guru masih harus giat

mengembangkan rencana pembelajaran terutama dalam memahami

media pembelajaran. Kemampuan berpikir kreatif dapat

dikembangkan melalui aktivitas-aktivitas metaporik (analogi).

(32)

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui

aktivitas analogi dan metaporik, sebagai mana yang berlangsung

dalam tahap-tahap pembelajarannya.

Forum musyawarah guru sebagai wahana informasi dapat

dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi tentang model

pembelajaran sinektik, sebab kegiatan rutin yang dilakukan oleh

guru dalam pertemuan tersebut dapat disajikan tempat pelatihan

untuk lebik memahami model pembelajaran sinektik.

c. Berkaitan dengan keterbatasan sarana dan fasilitas yang dimiliki

oleh Madrasah Tsanawiyah pada umumnya, maka dapat ditegaskan

bahwa implementasi model pembelajaran sinektik tidak terlalu

membutuhkan sarana/fasilitas khusus. Apa yang dimiliki oleh

madrasah dapat digunakan untuk mengimplementasikan model

pembelajaran ini. Hanya pada aspek pemilihan dan penetapan

media pembelajaran dibutuhkan kreatifitas guru untuk

pengadaannya. Di suatu sisi media peta dapat memanfaatkan

peta-peta geografis yang telah dimiliki oleh madrasah, di sisi lain

pengembangan media bagan dapat dilakukan bersama oleh guru

seperti misalnya satu kompleks madrasah yang terdiri atas beberapa

madrasah, secara berama-sama guru dapat mengembangkan satu

media bagan yang di gunakan secara bergilir.

2. Implikasi Teoritis

Berdasarkan temuan penelitian ini sebagaimana hasilnya

dikemukakan dalam Bab IV ini, dapat diambil sejumlah prinsip untuk

menghasilkan pembelajaran yang efektif dalam rangka pemaparan

implikasi teoritis.

a. Pembelajaran akan efektif apabila terdapat partisipasi siswa secara

aktif dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran. Kegiatan

(33)

segenap pengalaman belajar kepada siswa. Untuk memproleh

pengalaman belajar tersebut secara optimal menuntut siswa untuk

berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam arti

hasil belajar maupun proses memproleh hasil belajar.

b. Pembelajaran akan efektif jika menggunakan sistem pembelajaran

merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan,

pelaksanaan, dan evaluasi (knikrk & Gustafson, 1986:17). Dalam

pembelajaran ini berinteraksi tiga komponen utama, yaitu guru,

siswa dan materi kurikulum (knikrk & Gustafson, 1986:18).

Adanya proses yang sistematis dan di dalam proses sistematis

tersebut berinteraksi komponen-komponen secara sistemik, maka

dapat diturunkan prinsip kedua diatas. Smith & Ragan

mengemukakan rancangan pembelajaran merupakan proses

sistematis untuk merancang, mengembangkan,

mengimplementasikan, dan mengevaluasi pembelajaran.

Rancangan pembelajaran mengacu kepada proses sistematis

pencangkokan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran kedalam

rencana aktivitas. Sebagai aktivitas profesional yang dilakukan oleh

guru, merancang pembelajaran merupakan proses untuk

menetapkan metode-metode pembelajaran yang terbaik sehingga

akan terjadi perubahan pengetahuan dan keterampilan siswa.

Kontrol terhadap keterkaitan dan konsistensi antar komponen

sistem yang ditunjukan oleh model pembelajaran sinektik yang

dikembangkan melalui penelitian ini tidak lepas dari pembelajaran

yang menggunakan sistem.

c. Untuk mencapai proses pembelajaran yang lebih optimal

khususnya bagi peserta didik pada jenjang pendidikan Madrasah

Tsanawiyah, maka pembelajaran akan efektif apabila disesuaikan

dengan tingkat perkembangan siswa. Dalam penerapan model,

(34)

strategi dengan menggunakan perumpamaan/kiasan dan

contoh-contoh relevan yang berfungsi sebagai ilustrasi (mencari peluang

untuk mengaitkan kebermaknaan potensial dengan topik atau

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Al. Muhtar. S (1991). Pengembangan Kemampuan Berfikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS. Disertasi Doktor pada FPS IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.

Alwasilah, A.C. (2003). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Amabile, TM. (1983), The Social Psychologi of Creativity, New York, Springer Verlag.

Arieti S. (1976), Creativity: The Magic Synthesis, New York Basic Books.

Bell, Gredler, Margareth E. (1981). Learning and Instruction: Teori into Practice. New York: Macmillan Publishing.

Bogdan, R.C & Biklen, S.K. (1982). Riset Kualitatif untuk Pendidikan: Pengantar ke Teori

dan Metode. Alih bahasa oleh Munandir dari judul Qualitative Research for

Education: An introduction to Theory and Methods. Jakarta: PAU PPAI Universitas Terbuka.

Borg, Walter R and Gall, Meredith D (1983). Educational Research. New York: Longman.

BSNP. (2006) , Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs, Jakarta.

Campbell, David.1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius.

Chaplin, J.P. (1999), Kamus Lengkap Psikologi, Penerjemah Kartini Kartono, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Coleman, J.C dan Hammen, C. L. (1974). Contemporary Psychology and Affective Behavior, Glenview: Scott Foresman and co.

Creswel, John W. L.(2003). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods

Approaches, California: Saga Publications Inc.

Creswell, John W., (1998), Research Design ; Qualitative and Quantitative Approaches, California : SAGE Publications.

Csikszentmihalyi, M. (1996). Creativity. New York: Harper Collins Publishers

Dahlan, M.D. (1990). Model-model Mengajar: Beberapa Alternatif Interaksi Belajar

Mengajar. Bandung: Diponegoro.

Supriadi Dedi, (1992), Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan Iptek, Alfabeta, Bandung

Drost, J.I.G.M. (2001). Sekolah: Mengajar atau Mendidik ? Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

(36)

Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. (2001). Revolusi cara Belajar (The Learning

Revolution): Belajar akan efektif kalau anda dalam Keadaan Fun. Bandung: Mizan

Pustaka.

Evans, James R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management Sciences. Cincinnati: South-Western Publishing Co.

Faisal, S. (1990). Format-format Penelitian Sosial (Dasar-dasar dan Aplikasi). Jakarta: Rajawali Pers.

Froman, E. (1959), The Creative Attitude: In H.H. Anderson (Ed) Creativity and its

Cultivation, New York: Harper & Row.

Ghufron, A.(2001). Model Pembelajaran bagi Pengembangan Kreatifitas Siswa. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Goble, F.G. 1987. Mazhab ketiga: Psikologi humanistic Abraham Maslow. Yogyakata: Penerbit Kanisius.

Goetz, J.P. & LeCompte, M.D. (1984). Ethnography and Qualitative Design in Educational

Research. San Diego: Academic Press.

Gordon, W.J.J. (1961), Synectics, New york: Harper and Row. (11.101)

Gowan ,J.C.(1972). The development of the creative individual, San Diego: Robert R Knaap.

Guilford J.P. (1956), The Structure of Intelect, Psychological Bulletin, 53, 267-293.

Guilford J.P. (1959), Three Faces of Intelect, American Psychological Bulletin 14, 469-479.

Guilford, J.P., (1968), Intelegence, Creativity and Their Educational Implications. San Diego, Calif: R.R Knapp.

Guilford, J.P., (1977), Way Beyond the IQ, Buffalo, Creative Learning Press.

Hasan,S.H. (1993) Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga akademik, Dirjen Dikti Depdikbud.

Hasan, S.H, (1993). Pendidikan Ilmu Sosial (buku 1 & 2 ). Bandung ; jurusan Sejarah, FPIPS IKIP Bandung.

Hersch, C. (1973). The Cognitive Functioning of the Creative Person. New haven, Conn: Collage and University Press.

Joice,B., Well,M. And Calhoun, E. (2000). Model of Teaching. Boston : A Pearson Education Company.

(37)

Joyce, Bruce, Marha Weil and Emily Calhoun. (2009) Models of Teaching (Eight Edition). New York: Pearson.

Joyce, Bruce; Weil, Marsha. (1980). Models of Teaching, Second Edition, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Kamarga, H. (2000) Model Pembelajaran Pengemas Awal (Advance Organizer) dalam

Implementasi Kurikulum Sejarah di Sekolah Dasar yang Menggunakan Pendekatan Kronologis dalam Rangka Mengembangkan Aspek Berfikir Kesejarahan. Disertasi

Doktor pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kerlinger, F. N. (2000). Asas-asas Penelitian Behavioral, Penerjemah Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Komarudin.(2005) Langkah-langkah Praktek Belajar Pengetahuan Sosial/ Pembelajaran

Portfolio. Makalah. Disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Fasilitaor Guru

Bidang Studi IPS MTs Tingkat Nasional. Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI.

Krutetskii, V.A. (1976). The Psychology of Mathematical Abilities in Schoolchildren. Chicago: The University of Chicago Press.

Lincoln, Y.S. dan Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Baverly Hills: Sage Publications.

Martindale, C., (1999). Biological bases of creativity, dalam R J. Sternberg (Ed.) (1999),

Handbook of Creativity. New York: Cambridge University Press.

McKinnon D.W. (1962). The Nature And Nurture Of Creative Talent. American Psychologist, 17: 484-495.

McMillan. J.H dan Schumacher,S.S. (2001). Research and Education. New York: Addison Wesley Longman.Inc.

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang

Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Munandar, A. S. 1988. Kreativitas dalam Pekerjaan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Munandar, S.C. Utami. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.

Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Munandar, S.C.U. (1985). Pengembangan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia.

Munandar, S.C.U. (1992). Mengembangkan Anak Berbakat. Jakarta: Depdikbud.

Munandar, S.C.U. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi

(38)

Munandar, Utami. (1977). Creativity and Education. A Study of the Relationship Between

Measures of Creative Thinking and a Number of Educational Variables in Indonesian Primary and Junior Secondary School. Jakarta: University of Indonesia.

Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

NCSS (1989). Charting A Course : Social Studies for the 21st Century. Washington: National

Commission on Social Studies in the Schools

Nickerson, Raymond. (1999). The Teaching of Thinking. New Jersey: Lawrence Erlbaum.

Novitasari, Whidia. (2006). Penerapan Pemecahan Masalah dengan Pendekatan “What’s

Another Way” Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. tidak

dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya

Olson, Robert W. (1996). Seni Berpikir Kreatif. Sebuah Pedoman Praktis. (Terjemahan Alfonsus Samosir). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Palembong, A. (1997). Kemampuan dan Keterampilan Guru Melakukan Variasi dalam

Proses Belajar Mengajar IPS di Sekolah Dasar. Tesis Magister pada PPS IKIP

Bandung: tidak diterbitkan.

Richey, Rita C J. D. K., Nelson. Wayne.A. (2009). Developmental Research : Studies of

Instructional Design and Development.

Sanjaya, W.(2002). Pengembangan Model Pembelajaran Metode Klinis bagi Peningkatan

Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran IPS di SD. Disertasi Doktor

PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sapriya (2008). Pendidikan IPS. Bandung. Laboratorium PKn Press.

Semiawan, Conny dkk, (1984), Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, Gramedia, Jakarta.

Semiawan, Conny, (2003). “Penelitian dan Pengambangan R&D dalam Pendidikan, Makna

Tujuan dan Kontesnya”, Makalah dalam rangka Pelatihan Dosen Lembaga

penelitian, Jakarta: UNJ tanggal 16 Juli.

Semiawan, Cony. (1987). Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah.Jakarta: Gramedia.

Solihatin, E. (1997). Kemampuan dalam Menggunakan Dialog Kreatif pada bidang Studi IPS

SD. Tesis Magister pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Starko, A. J. (1995). Creativity in the Classroom School of Curious Delight. New York : Longman Publishers USA.

Stein, MI (1967). Creatity and Culture dalam R.L. Mooney & T.A. Razik Explorations in

(39)

Sternberg, R. J., 1999a. “Creativity is a decision” dalam Costa, A. L., (Ed), Teaching for intelligence. Arlington Heights, Illinois: Skylight Training and Publishing, Inc.

Strauss, A. & Corbin, J. (2009). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan

Teknik-teknik Teoritisasi Data. Terjemahan oleh Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien

dari judul Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PPS UPI Bandung dan Remaja Rosda Karya.

Sumaatmadja, Nursid. (2002). Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan IPS. Makalah pada Seminar Pendidikan IPS. Kampus UPI Bandung.

Sumantri, N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

..., (1980). Metodologi Pengajaran IPS. Bandung : Alumni.

Supardan, D. (2000). Pengembangan berpikir Kreatif dalam Pembelajaran Sejarah (Studi

deskriptif terhadap siswa di kota Bandung), Tesis. UPI Bandung. Tidak diterbirkan

Supardan, D. (2012) Power Point: Pengembangan Kreativitas Guru dengan Metode Sinektik

dalam Pembelajaran IPS. Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Tidak

diterbitkan.

Supriadi, D (1994), Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan Iptek, Alfabeta, Bandung.

Supriadi, D. (1985). Kontribusi Kualitas Interaksi Anak-Orang Tua dalam Keluarga dan

Siswa-Guru di Sekolah terhadap Kepribadian Kreatif. Tesis Magister FPS IKIP

Bandung: tidak dipublikasikan

Tarigan, D. (1997). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Torrance, E.P. (1965). Rewarding Creative Behaviour, Englewood, Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall (67-68,91-92,100).

Torrance, E.P. (1974). Norms-Technical Manual Torrance Test of Creative Thinking. Lexington, Massachusetts: Ginn and Company (Xerox Corporation).

Torrance, E.P. 1988. Factors Affecting Creative Thinking in Children: An interm Research

Report. Merril-Palmer Quarterly.

Treffinger, D.J. (1980). Encouraging Creative Learning for Gifted and Talented. Ventura, Ca: Ventura County Superintendent of Schools Office.

Trianto.(2007). Model Model Pembelajaran Inovatif Berorintasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta-Indonesia.

(40)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional.

Urban, K.K., (1996)., Test for Creative Thinking - Drawing Production. Manual. Frankfurt: Swets & Zeitlinger.

Munandar, U (1995). Mengembangkan Kreativitas Anak Berbakat. jakarta, Depdikbud.

Wakefield, J.F (1992) Creative Thinking: Problem Solving Skill and The Arts Orientation. New Jersey: Ablex Publishing Coorporation.

Wati, S.(2002). Penerapan Model Sinektik dalam Meningkatkan Kreatifitas Menulis Siswa

Kelas I SMP. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

William, F. (Ed) (1968). The Creativity at Home and in School, St. Paul M.N.: Mac Lester Creativity Project.

Wiriaatmadja.R. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja

Guru dan Dosen. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jurnal:

Abdul Kamil, Marisi. (2007). Efektivitas Model Pengukuran Kreativitas dalam Pembelajaran Hemisphere Kanan (HK) untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas V dalam Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar. Dalam Jurnal Hasil Penelitian dan Evaluasi

Pendidikan, 2 (5), hal..52-53.

Almasitoh, U. H. (2013). Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif. Dalam Jurnal

Magistra, 83 (25) hal.21-25.

Leung, Shukkwan S. (1997). On the Role of Creative Thinking in Problem posing. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 2 Desember 2012.

Pehkonen, Erkki (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity.

http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volume 29 (June1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X

(41)

Internet:

Conrad, S. M. 2009. Creative Personality.” Encyclopedia of Giftedness

Referensi

Dokumen terkait

Uji Karakteristik Biodiesel yang dihasilkan dari Minyak Goreng Bekas Menggunakan Katalis Zeolit Alam (H-Zeolit) dan KOH.. Isalmi Aziz, Siti Nurbayti, Arif

Untuk dapat menyimpulkan kebutuhan pengembangan dalam pen$apaian target %"&'s maupun KSNSA%, maka hasil e<aluasi pembangunan SA% ini diharapkan

Mahasiswa menganggap dosen yang baik adalah dosen yang pada awal sampai akhir perkuliahan menyampaikan materi secara sistematis dan dan para mahasiswa mencatatnya dengan

Untuk  mencapai kinerja  yang diharapkan dalam suatu organisasi  maka  para  pegawai  harus  mendapatkan  pendidikan  dan  pelatihan  yang  sesuai  dengan 

Penerbit Politeia, Bogor, Cetak Ulang 1996 hal 88.. 3).Pengaduan dapat dicabut kembali, hanya saja batas pencabutan tersebut tidak ditentukan. 4).Menurut penulis

Menimbang, bahwa terhadap permasalahan rumah tangga yang dialami oleh pemohon dan termohon, majelis hakim telah pula mendengarkan keterangan para saksi pemohon

Untuk mendapatkan kelompok tanah berbutir halus dapat dilakukan dengan memplotkan hasil uji batas cair dan batas plastis pada grafik klasifikasi Unified (Gambar 3.1.) 58 M .22

Hishah ula pengajaran teks ( 24 menit) yaitu: 1) Uslub al istima‟ wa al musyahadah, langkah-langkah nya yaitu: a) Mendengarkan (kitab tertutup), bacaan pengajar/ kaset. b)