MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS SINEKTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS
(Studi Naturalistik Inkuiri di MTs Negeri 1 Palembang)
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar
Doktor Ilmu Pendidikan
Program Studi Ilmu Pngetahuan Sosial
Yulia Tri Samiha NIM. 0808643
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
PERSETUJUAN
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA UJIAN DISERTASI
Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd Promotor Merangkap Ketua
Prof. Dr. H. Disman, M.S Kopromotor Merangkap Sekretaris
Prof. Dr. Sapriya, M.Ed. Anggota
Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd.,M.A Penguji,
Dr. Sakti Alamsyah, M.Si Penguji,
Mengetahui
Ketua Program Studi PIPS SPS UPI
YULIA TRI SAMIHA 0808643, Model Pembelajaran Berbasis Sinektik Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Mata Pelajaran IPS (Studi Naturalistik Inkuiri dalam Konteks Pembelajaran di MTs Negeri Kota Palembang).
ABSTRAK
Penelitian ini berangkat dari semakin ketatnya kompetisi dan revolusi informasi serta meningkatnya perubahan-perubahan disegala dimensi kehidupan yang menuntut peranan pendidikan dalam proses pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kualitas pembelajaran dalam menyiapkan para siswa untuk dapat menghadapinya.Siswa juga diharapkan agar dapat dan mampu berkompetisi serta memiliki pemikiran dan tindakan kreatif dalam memecahkan berbagai persoalan yang muncul. Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana kondisi awal pembelajaran IPS di MTs Negeri Kota Palembang, (2) Bagaimana implementasi model pembelajaran sinektik yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran IPS di MTs Negeri Kota Palembang (3) Bagaimanakah efektivitas implementasi model pembelajaran sinektik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana model pembelajaran IPS berbasis sinektik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa di MTs Negeri Kota Palembang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode naturalistik inkuiri. Teknik pengumpulan datanya dengan observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kondisi awal pembelajaran IPS di MTs Kota Palembang yang berlangsung selama ini masih konvensional, artinya guru dalam menyampaikan materi pembelajaran masih dengan metode ceramah,dan pembelajaran masih terfokus kepada guru. Dominannya guru dalam proses pembelajaran bahkan tidak ada kesempatan untuk siswa dalam mengeluarkan ide/gagasan seolah pembelajaran terjadi hanya satu arah (one way communication) yakni dari guru ke siswa saja tidak terjadi komunikasi timbal balik (two way communication), dan selalu menjelaskan dari buku paket, tetapi materi pembelajaran tetap disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. (2) Hasil dari implementasi model pembelajaran sinektik menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran yang berdasarkan tahap-tahap pembelajaran sinektik memiliki kontribusi yang cukup besar dalam hal meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. (3) Hasil penelitian berdasarkan tahap-tahap model pembelajaran sinektik ini terbukti sangat efektif, siswa menjadi lebih mampu mengembangkan pikiran kreatifnya dalam menjawab pertanyaan dan permasalahan dengan menggunakan ide yang orisinal dari hasil pemikiran siswa sendiri. artinya juga efektif untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran siswa, serta memiliki kemampuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran sinektik efektif untuk memperbaiki kualitas belajar mengajar. Penelitian ini merekomendasikan bahwa: kepala sekolah, guru, dan siswa secara khusus, hendaknya menerapkan model pembelajaran sinektik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
YULIA TRI SAMIHA 0808643, Synectic Learning Model to Enhance Students Creative Thinking Ability in the Field of social sciences (Naturalistic Inquiry Study in Learning Context at MTs Negeri Kota Palembang)
This study is inspired by the high competitiveness and information revolution which is also in line with the changes in many walks of lives. It all effects the active role of education, especially in the process of learning which is expected to be able to advance the readiness of students to deal with it. Students are expected to be able to compete and creatively think and respond when facing problems. The research questions are as follow: (1) What is the social science learning situations at the MTs Negeri Kota Palembang? (2) How is the implementation of synectic learning model that can enhance students ability of creative thinking in the field of Social Sciences at the MTs Negeri Kota Palembang? (3) How effective is the impelementation of synectic learning model in enhancing students creative thinking ability. The objective of this study is to find out how far the synactic learning model in the field of Sociel Sciences may influence the students’ ability in creative thinking in MTs Negeri Kota Palembang. This study explores the naturalistic enquiry methods with qualitative approach. The data is collected through observation, interview and library reaserch.The study shows: (1) Social sciences learning in MTs Kota Palembang has been exploring conventional methods of learing. That means that when teaching, teachers are still using lecturing methods and the learning is still teacher oriented. The teachers are so dominant that students almost have no time to explore further about what have been being learnt. The learning tends to be one way communication. Furthermore, teachers depend highly on the text book when explaining thins to students. Nevertheless, learning topics are still relevant with the curriculum. (2) The implementation of synectic learning model then shows a significant contribution to the enhancement of the students’ creative thinking ability in the process of teaching and learning. (3) The study shows that the stages used in synectic learning model can highly explore students’ creative thinking in genuinely responding to questions and problems faced. That also means that this model is effective for not only helping students to learn but also assisting teachers to effectively teach. All in all, this model can improve the process of teaching and learning significantly. Thus, it is recommended that principles, teachers, and students use this synectic learning models if optimally exploring students’ ability in creative thinking is the objective of learning.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
MOTTO ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Focus Penelitian ... 8
C. Rumusan Masalah Penelitian ... 13
D. Tujuan Penelitian ... 13
E. Manfaat Penelitian ... 15
F. Struktur Organisasi Disertasi ... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Sinektik ... 18
1. Asal Usul dan Pengertian Sinektik ... 18
2. Jenis-jenis Metafora ... 23
3. Penerapan Model Pembelajaran Sinektik ... 26
B Kreativitas ... 43
1. Pengertian Kreativitas ... 43
2. Karakteristik Orang Kreatif ... 48
3. Proses Kreativitas ... 55
4. Berpikir Kreatif ... 60
5. Teori-teori Kreativitas ... 64
C. Relevansi Model Pembelajaran Sinektik dengan Mata Pelajaran IPS... 72
D. Penelitian Terdahulu... ... 74
E. Paradigma Penelitian... 80
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 81
B. Desain Penelitian ... 83
C. Pendekatan dan Metode Penelitian... 84
D. Klarifikasi Konsep ... 88
E. Instrumen Penelitian... 90
F. Teknik Pengumpulan Data ... 92
G. Teknik Analisis Data ... 97
H. Prosedur Validasi Data ... 99
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Umum lokasi Penelitian ... 102
1. Profil MTs Negeri 1 Kota Palembang ... 102
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 125
1. Kondisi awal Pembelajaran IPS sebelum diterapkannya model pembelajaran sinektik ... 126
2. Implementasi model pembelajaran sinektik ... 137
3. Efektivitas implementasi model pembelajaran sinektik dalam meningkatkan kreativitas siswa ... 165
C. Temuan Penelitian ... 167
B. Saran / Rekomendasi ... 171
C. Implikasi ... 174
DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 179
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 186
BAB I PENDAHULUAN
Bagian bab I ini diuraikan tentang pendahuluan yang
mengantarkan kepada masalah-masalah yang menjadi fokus penelitian.
Secara rinci pendahuluan penelitian ini diuraikan dalam empat bagian,
yaitu pertama latar belakang penelitian, kedua identifikasi dan rumusan
permasalahan penelitian, ketiga tujuan penelitian dan keempat manfaat
dari penelitian. Secara lebih rinci akan diuraikan dibawah ini.
A. Latar Belakang Penelitian
Menghadapi ketatnya kompetisi dan revolusi informasi
komunikasi yang berdampak terhadap peningkatan perubahan-perubahan
disegala dimensi kehidupan dan kadang tidak selalu membawa pengaruh
positif bagi peserta didik, mengharuskan lembaga pendidikan memiliki
kualitas dalam menyiapkan para siswanya agar mampu berkompetisi
serta memiliki pemikiran dan tindakan kreatif dalam memecahkan
berbagai persoalan yang muncul. Kondisi tersebut tidak dapat dielakkan
dalam proses pendidikan karena tidak hanya pengetahuan dan
pemahaman peserta didik yang perlu dibentuk (Drost, 2001 hlm. 11)
meningkatkan kreativitas peserta didikpun perlu mendapat perhatian
yang serius .
Kemampuan berpikir kreatif yang dapat mewujudkan kreativitas
sungguh diperlukan oleh bangsa saat ini dalam rangka mewujudkan
kehidupan masyarakat yang lebih baik mampu menciptakan
penemuan-penemuan baru dari hasil sumbangan pemikiran kreatifnya. Ini dipertegas
oleh Munandar (1985, hlm. 46) bahwa peran dan makna pengembangan
kreativitas tersebut bukan sekedar berguna untuk mewujudkan aktualisasi
diri atau pengembangan diri secara optimal melainkan juga berguna
untuk meningkatkan kualitas hidup lingkungan sosialnya. Dalam era
kesejahteraan dan kejayaan suatu masyarakat atau bangsa bergantung
pada sumbangan pemikiran kreatif, penemuan-penemuan baru, teknologi
dari anggota masyarakatnya.
Hasil penelitian Jellen dan Urban (1996) yang dilakukan pada
tahun 1987 terhadap anak-anak Indonesia yasng berusia 10 tahun
ternyata dibandingkan dengan 8 negara lain, anak Indonesia
menampilkan ekspresi kreatif yang paling rendah. Negara-negara yang
dijadikan sampel adalah: Filipina, Amerika Serikat, Inggris, Jerman,
India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia. Hasil penelitian tersebut
tidak lantas membuat kita harus berkesimpulan bahwa Bangsa Indonesia
memiliki kreativitas rendah. Karena seperti yang terungkap dari pendapat
Supriadi (1992: 4)” jika kita mencari orang paling cemerlang, maka
orang seperti itu akan ditemukan pada setiap bangsa dan ras di dunia”.
Arti uraian di atas bukan Bangsa Indonesianya yang tidak kreatif
melainkan seperti hasil penelitian Munandar (1977), iklim llingkungan di
Indonesia baik lingkungan keluarga maupun sekolah kurang menunjang
tumbuh dan berkembangnya kemampuan kreatif itu. Arieti (1976, hlm
74)juga menyatakan bahwa: “ creativity does not occur at random, but enhanced by environment factors”. Seperti yang sering diungkapkan para pakar, setiap orang adalah kreatif walaupun tentu dengan tingkat
yang berbeda atau dengan cara pengekspresian yang berbeda. Kalau
kemudian kita terbentur pada persoalan bahwa ternyata ekspresi kreatif
para siswa kita rata-rata rendah pertanyaan yang muncul adalah mengapa
demikian. Untuk memecahkan persoalan persoalan diatas, maka upaya
peningkatan kualitas mutu pendidikan pada jenjang pendidikan
menengah pertama perlu dilakukan secara berkelanjutan dan terintegrasi,
khususnya dalam pembelajaran dan penerapan sebuah model dalam
pembelajaran di kelas. Alasannya, dengan semakin bermutunya proses
diharapkan akan semakin meningkat kualitas mutu hasil belajar yang
dicapai oleh siswa.
Oleh karena itu, apabila kualitas mutu hasil belajar siswa ingin
ditingkatkan tidak hanya terbatas pada pengembangan berfikir konvergen
tetapi juga menjangkau pada berfikir kreatif. Selanjutnya memiliki
sensitivitas yang tinggi terhadap masalah, berpikir asosiatif, elaboratif,
serta mampu untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang berguna
dan fleksibel (Guilford,1959, hlm. 160, William, 1968, hlm. 6) Maka
yang harus dibenahi dan ditingkatkan adalah penerapan model
pembelajaran.
Kurikulum IPS di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah ditegaskan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
Indonesia (2006) bahwa:
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Hasan (1993, hlm 93) mengatakan bahwa tujuan pendidikan IPS
adalah mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai peserta
didik sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial dan budaya. Secara
khusus, Soemantri (2001, hlm. 44) menegaskan bahwa kemampuan
berpikir yang hendak dikembangkan dalam mata pelajaran IPS bukan
saja kemampuan berpikir analitis dan kritis, akan tetapi juga berpikir
kreatif. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu
Lebih lanjut Soemantri (2001, hlm. 44) menyatakan kenyataan
dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran IPS disekolah dewasa ini
masih merupakan pembelajaran yang sulit diserap oleh siswa. Rendahnya
daya serap siswa ini nampak rerata hasil belajar siswa yang senantiasa
masih memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi
pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh
ranah dimensi siswa itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu
(belajar untuk belajar).
Dalam arti yang lebih subtansial bahwa proses pembelajaran
hingga kini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan
akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan
dan proses berpikirnya. Secara empiris, rendahnya hasil belajar peserta
didik disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh
pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung
teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif.
Seperti yang terlihat pada siswa menujukkan beberapa kenyataan
mengenai pembelajaran IPS dalam jenjang pendidikan menengah, antara
lain: keberadaan mata pelajaran IPS kurang memberikan gambaran yang
positif, seringkali terdengar keluhan dari para siswa bahwa belajar IPS
identik dengan belajar menghafal, IPS merupakan bidang studi yang
menjemukan dan kurang menantang, siswa kurang memiliki kemampuan
dalam memecahkan masalah, semangat atau motivasi belajarnya rendah,
suasana pembelajaran kurang hidup atau menjenuhkan, materi
pembelajaran yang membosankan, bahan pelajaran yang begitu luas dan
padat, waktu yang dialokasikan relatif singkat, sarana yang kurang, serta
kesungguhan siswa dalam prosese pembelakaran IPS sangat rendah,
ditambah lagi kajian materi IPS yang abstrak kurang dipahami oleh siswa
dan tujuan yang bersifat abstrak seperti berpikir kritis dan sikap kritis
kualitas pembelajaran IPS pada tingkat Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Apabila ingin meningkatkan prestasi, tentunya tidak akan terlepas
dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, misalnya
dengan adanya penataran guru, penyediaan buku paket, dan ala-alat
laboratorium serta penyempurnaan kurikulum. Berdasarkan hasil evaluasi
upaya-upaya tersebut ternyata belum berhasil meningkatkan prestasi
peserta didik secara optimal sebagaimana yang diinginkan.
Berlakunya kurikulum 2013 menuntut perubahan paradigma
dalam pendidikan dan pembelajaran khususnya pada jenis dan jenjang
pendidikan Formal (persekolahan). Perubahan tersebut harus pula diikuti
oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di
dalam kelas maupun di luar kelas. Komarudin (2005, hlm. 32) Salah satu
perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi
pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih
berpusat pada murid (student Centered); metodologi yang semula lebih
didominasi ekspositori berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang
semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual.
Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu
pendidikan baik dari segi proses maupun hasil pendidikan.
Sejalan dengan tujuan kurikulum diatas, maka untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran IPS diperlukan adanya penerapan
model atau metode yang tepat, seperti yang di kemukakan oleh Tarigan
(1997, hlm. 9) bahwa keberhasilan dalam melaksanakan pembelajaran
sebagian besar ditentukan oleh pilihan model yang tepat, mengingat hal
tersebut sebagai jembatan yang menghubungkan guru dan siswa.
Masalahnya, model manakah yang tepat agar pembelajaran dapat
mencapai tujuan yang diinginkan. Keterampilan memilih itu menjadi
sesuatu yang sangat penting karena tidak ada satu model yang dapat
dan kondisi yang berbeda. Hal ini dipertegas oleh Dahlan (1990, hlm. 19)
yang menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada satu model
pembelajaran pun yang paling cocok untuk semua situasi, dan sebaliknya
tidak ada satu situasi pembelajaran pun yang paling cocok dihampiri oleh
semua model pembelajaran.
Sehubungan dengan rendahnya kualitas pembelajaran IPS terbukti
dengan adanya beberapa hasil penelitian terdahulu; 1) Hasil Penelitian
Palembong (1997) yang mengatakan bahwa masih banyak guru IPS
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang memberikan penjelasan secara
berulang ulang dan sangat membosankan, 2) Hasil penelitian Solihatin
(1997) yang antara lain menyimpulkan bahwa kemampuan dan kemauan
guru IPS kurang mendukung dalam pelaksanaan dialog kreatif, 3) Hasil
penelitian Hansiswany Kamarga (2000) dalam prasurvey menyimpulkan
bahwa pelajaran sejarah kurang diksukai oleh siswa karena dianggap
sukar untuk dimengerti. Penyebabnya adalah karena terletak pada kinerja
guru yang memiliki pemahaman keliru terhadap pekerjaannya yakni
mayoritas mereka beranggapan pekerjaan sebagai guru merupakan
kewajiban yang harus dijalankan sehingga dalam tugasnya mengajar
kurang dibarengi dengan motivasi untuk mengembangkan kreativitas.
Kamarga (2000) juga menyimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran
guru tidak menggunakan perencanaan sebagai pedoman pembelajaran,
akibatnya pembelajaran berlangsung seadanya, 4) Hasil penelitian
Sanjaya (2002) pembelajaran akan lebih berhasil, manakala didasarkan
pada kekuatan dan kelemahan siswa dalam menggunakan bahasa sebagai
alat pikir. Proses pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan
berpikir akan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian di atas maka untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran IPS diperlukan adanya penerapan
model pembelajaran yang tepat. Joyce dan Weil (2000, hlm. 27)
macam-macam model, karena model ini merupakan rencana atau pola
yang dapat digunakan untuk menentukan proses belajar mengajar,
merancang materi pembelajaran dan memandu pembelajaran di kelas dan
latar lainnnya.
Salah satu model pembelajaran IPS yang dipandang dapat
mencapai tujuan di atas, adalah sebuah model yang menggunakan model
berpikir sinektik yang dikenalkan oleh Gordon. Menurutnya berpikir
sinektik adalah proses menemukan pertalian dari segala hal yang tidak
diketahui sebelumnya atau bahkan bertentangan. Ia meliputi berbagai
upaya mengkoordinasikan segala sesuatu ke dalam suatu struktur baru
agar ditemukan hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Dengan kata lain berpikir sinektik adalah proses identifikasi
segala hal yang tidak diketahui sebelumnya untuk dicari jalan keluarnya,
dibuat dugaan-dugaan atau hipotesa. Dalam tataran praktis dan aplikatif,
aktifitas sinektik bersifat metaporik dengan menemukan analogi-analogi
yang dengan sendirinya kreatifitas menjadi suatu yang disadari.
Metapora-metapora membentuk hubungan persamaan serta membedakan
obyek atau ide yang satu dengan yang lainnya. Model pembelajaran
seperti ini mengajak siswa untuk menjiwai dan menghayati sejumlah
pengetahuan ke dalam ranah afeksi sehingga terjadi proses persepsi dan
penghayatan yang mendorong siswa memaknai setiap pengalaman
pembelajaran IPS.
Dahlan (1990, hlm 31) menyebutkan bahwa aktifitas metaporik
yang merupakan ciri inheren dari teori sinektik ini akan membantu
peserta didik untuk dapat menghubungkan ide-ide dari hal-hal yang telah
dikenalnya menuju ke hal-hal yang baru atau dari suatu perspektif baru
kepada hal yang dikenal. Strategi sinektik menurutnya, mempergunakan
aktifitas metaporik yang terencana, dan memberikan struktur langsung
yang mana individu bebas mengembangkan imajinasi, afeksi dan
Selanjutnya menjadi persoalan adalah guru tidak pernah
mengajarkan bagaimana membentuk pola pikir yang kreatif melalui
proses pembelajaran di kelas. Sehubungan dengan materi IPS seharusnya
guru IPS merencanakan pengajaran dan sekaligus bagaimana mengajar
IPS agar menjadi mata pelajaran yang dapat membantu mengembangkan
kreativitas siswa. Dalam proses pengajaran IPS, pengembangan dimensi
kreativitas sangat penting dan dapat dilaksanakan melalui berbagai
kegiatan. Kreativitas merupakan hal yang penting dan menjadi salah satu
ciri manusia yang berkualitas. Munandar (1992, hlm. 27) mengatakan
bahwa kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan
kualitas hidupnya. Untuk mencapai hal itu, perlulah sikap dan perilaku
kreatif dipupuk sejak dini.
Dalam kaitannya dengan pentingnya guru IPS memiliki
kreativitas yang tinggi dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah,
tidak terlepas dari perannya sebagai motor dan model di lingkungan
sekolah maupun masyarakatnya. Sebagaimana dikatakan oleh Goble
(1987, hlm. 52-53) dari sudut pandangan kontinuitas sosial, guru
memiliki fungsi yang paling penting untuk mewujudkan model aksi
sosial yang berfungsi sebagai motor bagi siswa dan masyarakatnya.
Namun komitmen ini tidak menguntungkan pembaharuan mana kala
guru masih menempatkan dirinya sebagai golongan “tradisionalis” tetapi juga sebagai golongan “reaksioner yang gembira”.
B. Identifikasi dan Fokus Penelitian
Berangkat dari latar belakang dan alasan yang telah diuraikan di
atas, serta berbagai masalah yang dialami di sekolah MTs Negeri 1 di
Kota Palembang kaitannya dengan berpikir kreatif siswa yang selama ini
memerlukan mediator dan fasilitator, sehingga para siswa tidak
mengalami kemandekan dalam berpikir kreatif yang membuat siswa
mengembangkan ide-ide baru dalam menemukan dan menciptakan
sebuah kreatifitas. Hal ini menjadi pekerjaan berat bagi guru IPS adalah
bagaimana meningkatkan kreativitas guru itu sendiri dalam pembelajaran
IPS dikelasnya.
Kondisi ini sekaligus menjadi tantangan bagi semua pihak untuk
mengembangkannya, dan harus mengkaji secara mendalam mengenai
rendahnya tingkat kreativitas guru dalam pembelajaran IPS tersebut.
Oleh sebab itu maka yang harus dilakukan pertama adalah perlunya
memahami konsep kreativitas itu sendiri terutama menyangkut
pengertiannya, kemudian elemen-elemen pengembangan yang
mendukung timbulnya kreativitas dalam aspek yang berhubungan dengan
pembelajaran IPS.
Kreativitas sangatlah penting dalam kehidupan ini, karena
kreativitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam
proses kehidupan manusia. Kreativitas manusia melahirkan pencipta
besar yang mewarnai sejarah kehidupan umat manusia dengan
karya-karya spektakulernya. Seperti Bill Gate si raja microsof, JK Rolling
dengan novel Harry Poternya, Ary Ginanjar dengan ESQ (Emotional &
Spiritual Quotion), penulis Pramudia Dayanti, Mely Guslow, Seniman
Titik Puspa, dll. Apa yang mereka ciptakan adalah karya orisinil yang
luar biasa dan bermakna, sehingga orang terkesan dan memburu
karyanya.
Kreativitas tidak hanya sekedar keberuntungan tetapi merupakan
kerja keras yang disadari. Kegagalan bagi orang yang kreatif hanyalah
merupakan variabel pengganggu untuk keberhasilan. Dia akan mencoba
lagi, dan mencoba lagi hingga berhasil. Orang yang kreatif menggunakan
pengetahuan yang semua orang memilikinya dan membuat lompatan
yang memungkinkan, mereka memandang segala sesuatu dengan
cara-cara yang baru. Gordon Dryden (2000, hlm. 185) dalam buku Revolusi
unsur-unsur lama. Tidak ada elemen baru. Yang ada hanyalah
kombinasi-kombinasi baru”.
Selanjutnya menurut Amabile (1983, hlm. 4-5) dan Supriyadi
(1994, hlm. 21-21) terdapat tiga jenis pendekatan dalam studi kreatifitas,
yaitu: pendekatan psikologis, sosiologis dan sosio-psikologis. Perspektif
psikologis meninjau kreativitas dari segi kekuatan-kekuatan pada diri
seseorang sebagai penentu kreativitas, seperti: inteligensi, bakat,
motivasi, sikap, minat dan disposisi-disposisi kepribadian lainnya, yang
mampu mengubah lingkungannya. Pendekatan sosiologis, lebih melihat
faktor-faktor lingkungan sosial budaya dalam perkembangan kreativitas.
Artinya yang mendasari pendekatan ini, yaitu kreativitas lebih
merupakan fungsi dari faktor-faktor lingkungan. Pendekatan
sosial-psikologis disebut juga pendekatan transaksional. Artinya pendekatan ini
yaitu, kreativitas individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial,
dimana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya
saling mempengaruhi antara individu dan lingkungannya.
Selanjutnya Guilford (1977, hlm. 72) dengan analisis faktornya
menemukan ada lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir:
pertama, kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi
banyak gagasan. Kedua, keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk
mengajukan bermacam-macam pendekatan dan/atau jalan pemecahan
terhadap masalah. Ketiga, keaslian (originality) adalah kemampuan
untuk melahirkan gagasan-gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri
dan tidak klise. Keempat, penguraian (elaboration) adalah kemampuan
untuk menguraikan sesuatu secara terperinci. Kelima, perumusan
kembali (redefinition) adalah kemampuan untuk mengkaji/menilik
kembali suatu persoalan melalui cara dan perspektif yang berbeda dengan
Berhubungan dengan unsur aptitude dan non aptitude, Semiawan
(1984, hlm. 45) mengemukakan bahwa: Kreativitas merupakan
kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan
menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi, baik
ciri-ciri aptitude seeperti kelancaran, keluwesan, dan keaslian dalam
pemikiran, maupun ciri-ciri non aptitude seperti rasa ingin tahu, senang
mengajukan pertanyaan, dan selalu ingin mencari
pengalaman-pengalaman baru.
Munandar (1992, hlm. 16), dalam uraiannya tentang pengertian
kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan, yaitu yang
berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasi (kemampuan untuk
membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur
yang ada), memecahkan/menjawab masalah (kemampuan berdasarkan
data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan
jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada
kualitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban), dan cerminan
kemampuan operasional anak kreatif {kemampuan yang secara
operasional mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisionalitas
dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan/ memperkaya/ merinci suatu gagasan).
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa
kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk
melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata,
baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam
karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang
semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Asumsi-asumsi kreativitas, yaitu: 1) setiap orang memiliki kemampuan
kreatif, 2) kreativitas dinyatakan dalam bentuk produk-produk kreatif,
baik berupa benda atau berupa gagasan, 3) aktualisasi kreativitas
dengan lingkungan, 4) dalam diri seseorang terdapat faktor-faktor yang
dapat menunjang atau menghambat kreativitas, 5) kreativitas seseorang
tidak berlangsung dalam kevakuman, 6) karya kreatif tidak lahir hanya
kebetulan, melainkan melalui serangkaian proses kreatif yang menuntut
kecakapan, keterampilan dan motivasi yang kuat.
Pengukuran kreativitas dapat dilakukan dengan menggunakan
lima pendekatan, yaitu : 1) pendekatan analisis obyektif terhadap produk
kreatif, 2) pertimbangan subyektif, 3) inventori kepribadian, 4) inventori
biografis dan 5) tes kreativitas. Antara kreativitas dan inteligensi terdapat
perbedaan. Apabila kita mengacu kepada teori Guilford (1977) tentang
Structure of Intelect, maka inteligensi lebih menyangkut pada cara
berpikir convergen (memusat), sedangkan kreativitas lebih berkenaan
dengan cara berpikir divergen (menyebar). Dalam hal ini Guilford
(1977), sebagaimana dikemukakan Utami Munandar (1992), menjelaskan
bahwa berpikir konvergen adalah pemberian jawaban atau penarikan
kesimpulan yang logis (penalaran) dari informasi yang digunakan,
dengan penekanan pada pencapaian jawaban tunggal yang paling tepat.
Adapun berpikir divergen (yang juga disebut berpikir kreatif) adalah
kemampuan memberikan bermacam-macam jawaban berdasarkan
informasi yang diberikan, dengan penekanan pada keragaman, jumlah
dan kesesuaian.
Dengan memahami aspek kajian kreativitas dan asumsi asumsi
tentang berbagai ragam tentang berpikir kreatif, maka diperoleh fokus
penelitian yang dapat dirumuskan masalahnya dalam bentuk pertanyaan
penelitian sebagai berikut: Bagaimana model pembelajaran IPS berbasis
sinektik yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa di
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian fokus masalah di atas, selanjutnya dirinci
dalam beberapa sub masalah sehingga dapat dirumuskan dalam tiga
pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran IPS sebelum diterapkannya
model pembelajaran sinektik di MTs Negeri 1 Palembang?
2. Bagaimana implementasi model pembelajaran sinektik yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata
pelajaran IPS di MTs Negeri 1 Palembang?
a) Bagaimanakah perencanaan model pembelajaran sinektik
dalam pembelajaran IPS yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa?
b) Bagaimanakah pelaksanaan model pembelajaran sinektik
dalam pembelajaran IPS yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa?
c) Bagaimanakah penilaian model pembelajaran sinektik dalam
pembelajaran IPS yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif siswa?
3. Bagaimanakah efektivitas implementasi model pembelajaran
sinektik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa
pada mata pelajaran IPS di MTs Negeri 1 Palembang ?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suatu produk, yaitu
model pembelajaran IPS berbasis sinektik yang dikembangkan dari teori
Gordon dan dirancang agar siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif
melalui kognitifnya dengan menggunakan dan mempelajari model
Model ini diambil dari model sinektik Gordon, kemudian
dilakukan modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi siswa di
Madrasah Tsanawiyah dan dihubungkan dengan kebutuhan pembelajaran
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, yang pada akhirnya
diharapkan akan memdapatkan model pembelajaran sinektik dari hasil
penelitian dan pengembangan yang dilakukan dalam penelitian disertasi
ini.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum diatas, selanjutnya dipaparkan
beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai, yaitu:
a. Menemukan kondisi pembelajaran IPS di MTs Negeri 1
Palembang.
b. Menemukan implementasi model pembelajaran sinektik yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata
pelajaran IPS di MTs Negeri 1 Palembang. Yang meliputi:
1) perencanakan model pembelajaran sinektik dalam
pembelajaran IPS yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif siswa.
2) pelaksanaan model pembelajaran sinektik dalam pembelajaran
IPS yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa.
3) penilaian model pembelajaran sinektik dalam pembelajaran
IPS yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa.
c. Menemukan efektivitas implementasi model pembelajaran sinektik
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Produk utama penelitian ini adalah Model Pembelajaran Berbasis
Sinektik untuk Meningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada
Mata Pelajaran IPS. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap pengembangan teoritis dalam upaya
menegakkan dalil-dalil dan hal hal yang mendasar untuk efektivitasnya
sebuah pengembangan model pembelajaran pada mata pelajaran IPS.
Efektivitas pengembangan model pembelajaran sinektik itu sendiri akan
dilihat dari kemampuan model pembelajaran tersebut mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif siswa dilihat dari teori kognitif yang
mengembangkan struktur kognitif siswa. Selain itu juga bermanfaat
untuk model pendekatan kurikulum yang digunakan dan memahami
prosedur pembelajaran yang terdapat dalam model pembelajaran sinektik
yang dikembangkan dalam penelitian ini.
Model pembelajaran berbasis sinektik ini sangat efektif untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mempelajari
bidang yang dikajinya.Sinektik merupakan strategi pembelajaran yang
mempertemukan secara bersama unsur unsur yang berbeda dan seolah
olah tidak relevan untuk memperoleh suatu pandangan baru (Starko,
1995, hlm. 221). Penelitian ini mencoba untuk mengembangkan model
pembelajaran sinektik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di
Madrasah Tsanawiyah, ini merupakan hal yang penting untuk keperluan
sebuah kajian teoritis yang jika diamati masih jarangnya bahan referensi
dan penelitian yang membahas tentang penerapan model pembelajaran
sinektik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penerapan model pembelajaran hasil pengembangan ini
selain memberikan manfaat teoritik juga diharapkan dapat memberikan
manfaat praktis, yaitu :
a. Produk ini diharapkan dapat membantu guru IPS dalam
mengoptimalkan pembelajaran IPS dan diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran
yang semakin menarik, bermakna, dan bermanfaat bagi siswa.,
serta memberikan kemudahan kepada siswa dalam meningkatan
kemampuan berpikir kreatif .
b. Untuk pengambil kebijakan diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan masukan terhadap upaya-upaya peningkatan mutu
pembelajaran dalam pendidikan IPS pada jenjang pendidikan
menengah (MTS/SMP).
F. Struktur Organisasi Disertasi
Susunan penulisan yang peneliti rancang dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : BAB I, BAB II, BAB III, BAB IV dan BAB V.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
peneltian, dan stuktur organisasi.
BAB II adalah bab kajian pustaka terhadap masalah yang diteliti
yang terdiri dari pembelajaran sinektik, kreativitas, penelitian terdahulu,
paradigma penelitian dan kerangka pemikiran.
BAB III adalah metodologi penelitian yang terdiri dari lokasi dan
subjek penelitian, desain penelitian, pendekatan dan metode penelitian,
klarifikasi konsep, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
BAB IV adalah hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari
gambaran umum lokasi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan,
relevansi model pembelajaran sinektik dengan matan pelajaran IPS di
Madrasah Tsanawiyah, implementasi model pembelajaran sinektik dalam
mata pelajaran IPS di Madrasah Tsanawiyah serta implikasi hasil
penelitian terhadap pembelajaran IPS di Madrasah Tsanawiyah.
BAB V adalah simpulan dan saran yang terdiri dari simpulan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian akhir disertasi bab ini dikemukakan dua hal bagian
penting, yakni: a) disajikan simpulan hasil penelitian, b) saran. Secara
rinci akan diuraikan sebagai berikut:
A. Simpulan Hasil Penelitian
Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian
sebagaimana disajikan dalam dalam Bab IV, maka kesimpulan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk kondisi awal pembelajaran IPS di MTs Negeri 1
Palembang sebelum mengenal model pembelajaran sinektik secara umum
masih bersifat konvensional artinya pembelajaran dilaksanakan dengan
penggunaan metode ceramah, diskusi, tanya jawab.
Guru bertindak dominan dalam proses pembelajaran bahkan
tidak ada kesempatan untuk siswa dalam mengeluarkan ide/ gagasan
seolah pembelajaran terjadi hanya satu arah (one way communication)
yakni dari guru ke siswa saja tidak terjadi komunikasi timbal balik (two
way communication).
Kedua, implementasi model pembelajaran sinektik yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran IPS
di MTs Negeri Kota Palembang dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:
(1) tahap perencanaan model pembelajaran sinektik, (2) tahap
pelaksanaan model pembelajaran sinektik dan (3) tahap penilaian model
pembelajaran sinektik.
Hasil dari pelaksanaan ketiga tahap itu dapat disimpulkan bahwa
hasil penelitian berdasarkan tahap-tahap pembelajaran sinektik
memperkuat argumen bahwa model pembelajaran ini memiliki kontribusi
yang cukup besar dalam hal meningkatan kemampuan berpikir kreatif
Ketiga, efektivitas model pembelajaran sinektik ternyata
membuat siswa belajar lebih efektif, siswa merasa senang dengan
membuat analogi-analogi/ pengandaian-pengandaian diri seumpama
siswa sebagai sesuatu objek atau kegiatan sesuai materi yang sedang
dibahas. Apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan apa yang
diperbuat seandainya sebagai suatu objek atau kegiatan tertentu
merupakan hal-hal yang esensial yang disukai siswa. Siswa senang
melakukan kegiatan metafora dalam berekspresi, mengemukakan
gagasan, dan pendapatnya.
Siswa dapat melakukan analogi langsung yang telah dikuasainya
dan mampu menjelaskan persamaan dan perbedaannya dan
mendiskusikan persamaan dan perbedaannya, menyimpulkan dan
merangkum hasil pekerjaannya. Di sini terbukti bahwa siswa memiliki
kemampuan dalam berargumentasi, siswa mampu menganalisa dan
memecahkan persoalan melalui proses pembelajaran sinektik yang
menggunakan sesuatu objek atau kegiatan tertentu yang dianalogikan
dengan materi yang sedang dibahas.
Hasil penelitian berdasarkan tahap-tahap pembelajaran sinektik
ini terbukti efektif untuk meningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa,
artinya juga efektif untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran bagi siswa,
serta memiliki kemampuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga
secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
B. Saran/ Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan melalui kajian terhadap hasil penelitian
ini dan potensi-potensi yang dimiliki oleh model pembelajaran sinektik
sehingga dapat diturunkan sejumlah prinsip tentang efektivitas
pembelajaran, maka dapat diajukan sejumlah saran. Saran diberikan
kepada: (a) pihak pengguna dalam hal ini Guru, (b) Kepala madrasah,
(c) pihak yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas
pembelajaran dalam hal ini Pejabat Kantor Kementerian Agama yang
bertugas di Bidang Pendidikan Dasar, dan (d) penelitian yang akan
melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut.
1. Saran kepada Pihak Pengguna
Guru sebagai pihak pengguna yang bertanggunga jawab atas
terlaksananya kurikulum dalam bentuk kegiatan belajar mengajar
meyadari bahwa implementasi kurikulum, khususnya kurikulum IPS di
Madrasah Tsanawiyah, masih belum optimal. Agar kualitas pembelajaran
dapat diperbaiki, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif
untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, khususnya pembelajaran
IPS.
Model pembelajaran ini cukup mudah untuk di implementasikan
dan diadopsi oleh guru karena pada dasarnya model pembelajaran ini
menggunakan analogi-analogi dan pendekatan ekspositori, yang
sebenarnya guru telah terbiasa menggunakannya ketika menjelaskan
materi pembelajaran, sehingga guru tidak terlalu asing terhadap
penggunaan model pembelajaran ini.
Model pembelajaran ini tidak membutuhkan sarana/fasilitas yang
relatif kompleks, hanya perlu mengembangkan media pembelajaran
berupa media bagan. Kebutuhan akan media peta dapat diatasi dengan
Model pembelajaran ini teruji mampu meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif siswa.
Model pembelajaran ini juga efektif memperbaiki kinerja guru
yang apabila diimplementasikan membawa sejumlah konsekuensi,
diantaranya kemampuan guru untuk mengembangkan rencana
pembelajaran yang terdapat dipakai dan hal ini terkandung tuntutan untuk
memahami IPS sebagai disiplin ilmu dan menemukan sejumlah
konsep-konsep yang dikembangkan dalam bentuk media bagan, konsistensi guru
untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap
pembelajaran, dan kemampuan guru untuk mengembangkan alat evaluasi
hasil pekerjaan siswa yang mengacu pada peningkatan kemampuan
berpikir kreatif siswa.
2. Saran kepada Kepala Madrasah
Selain guru, Kepala madrasah berperan juga dengan dorongan
guru untuk memperbaiki kualitas implementasi kurikulum khususnya
Kurikulum IPS melalui pemanfaatan hasil penelitian model pembelajaran
ini. Disadari sepenuhnya kurikulum IPS melalui pemanfaatan hasil
penelitian pembelajaran ini sepenuhnya akan keterbatasan yang dimiliki
oleh guru dan kepala madrasah, maka saran diseminasi model
pembelajaran ini dapat di lakukan melalui forum musyawarah guru
sebagai tempat bertukar informasi.
3. Saran kepada Pejabat yang terkait dan turut bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas pembelajaran (Kementrian Agama Bidang Pendidikan Dasar)
Diharapkan pejabat yang terkait dapat memberi kemudahan dan
mendorong para guru untuk mau mengupayakan perbaikan pembelajaran
melalui alternatif menggunakan hasil penelitian yang telah teruji ini.
Pemanfaatan forum musyawarah guru yang terlah dibangun sebagai
dijadikan titik awal diseminasi, sehingga aspek-aspek yang melakukan
pemahaman lebih mendalam lebih dikaji melalui kegiatan ini. Dengan
demikian kendala atau kesulitan yang di hadapi oleh guru ketika
mengimplementasikan model pembelajaran ini dapat diatasi dan di
carikan solusinya melalui pertemuan-pertemuan forum musyawarah guru
tersebut. Disarankan lebih lanjut untuk mengoptimalkan peran guru
khususnya guru bidang studi dalam bidang IPS sebagai informasi dalam
kegiatan di bidang forum musyawarah guru ini.
4. Saran kepada peneliti yang akan melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut
Penelitian penerapan model pembelajaran ini memiliki
keterbatasan-keterbatasan, sehingga dianggap perlu untuk
merekomendasi dilakukannya penelitian lanjutan:
a. Penelitian naturalistik inkuiri ini dilakukan pada jenjang
madrasah Tsanawiyah untuk mata pelajaran IPS. Hasil penelitian
naturalistik inkuiri ini memperlihatkan bahwa model
pembelajaran sinektik efektif untuk meningkatkan kemampuan
berfikir kreatif siswa. Meskipun demikian, efektifitas model
pembelajaran sinektik akan dapat lebih di tegaskan secara
konsisten jika dilakukan penelitian lanjutan. Untuk itu diberikan
rekomendasi kepada peneliti selanjutnya agar melakukan
penelitian pengembangan pada bidang kajian lain atau pada
subjek dengan tingkat pendidikan yang berbeda.
b. Penelitian naturalistik inkuiri ini dilakukan pada wilayah Kota
Palembang, dengan hanya melibatkan Madrasah Tsanawiyah,
baik pada waktu pra survey, validasi data yang dimungkinkan
kurang reperesentatif. Meskipun penelitian ini telah mampu
menghasilkan suatu model pembelajaran sinektik yang efektif dan
untuk wilayah lain. Karena itu, direkomendasikan untuk dikaji
ulang atau penelitian ulang demi penyempurnaan hasil penelitian
model pembelajaran ini.
c. Hasil penelitian memperliharkan fenomena bahwa implementasi
model pembelajaran sinektik memberikan keuntungan yang lebih
baik bagi siswa karena mampu meningkatkan kemampuan
berfikir kreatif siswa. Hal ini menjadi pembuka yang menarik
untuk didiskusikan atau didialogkan pada masa-masa yang akan
datang. Temuan ini memberi peluang kepada peneliti yang akan
melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji tentang model
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
bagi siswa.
C. Implikasi
Hasil yang diperoleh melalui penelitian model pembelajaran
sinektik untuk digunakan dalam mata pelajaran IPS di Madrasah
Tsanawiyah memberikan implikasi secara umum diantaranya:
1) Pengunaan model pembelajaran sinektik menuntut
dilaksanakannya pembelajaran secara terstruktur dan terarah
sesuai dengan tujuan penggunaan model tersebut adalah
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
2) Aspek pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa
dilakukan melalui penyajian tahap-tahap pembelajaran yang
terdapat dalam model pembelajaran sinektik, sehingga guru
dituntut memahami materi pembelajaran secara komprehensif.
3) Bagi siswa Madrasah Tsanawiyah yang taraf perkembangannya
berbeda dalam fase operasional konkrit keabstrak formal
penyajian materi yang sifatnya abstrak dapat dibantu dengan
kehidupan siswa dan bersifat analogis serta dibantu secara visual
dalam bentuk media peta/globe dan media bagan
Implikasi secara khusus baik bersifat praktis maupun teoritis
sebagaimana uraian berikut ini:
1. Implikasi Praktis
Sebagaimana telah disajikan dalam Bab I sebelumnya bahwa
tujuan penelitian ini adalah menghasilkan perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan efektivitas model pembelajaran, dan berdasarkan temuan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran sinektik
yang diterapkan mampu memperbaiki kualitas pembelajaran IPS di kelas
VII Madrasah Tsanawiyah. Atas dasar manfaat yang diperhatikan oleh
model pembelajaran sinektik hasil penerapan, terkandung sejumlah
implikasi bagi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
a. Kemampuan guru untuk memperbaiki kinerja agar tercapai pribadi
guru yang profesional harus ditumbuhkan. Dalam hal ini
terkandung aspek-aspek kompetensi dan komitmen guru untuk
berkreasi dalam mengembangkan rencana pembelajaran IPS yang
lebih baik, kemauan guru untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang terarah, dan kemampuan guru untuk
mengembangkan alat evaluasi hasil belajar yang dapat memacu
siswa untuk menembangkan kemampuan berpikir kreatifnya.
Model pembelajaran sinektik dapat menjadi salah satu alternatif
bagi guru untuk kepentingan tersebut.
b. Meskipun hasil penelitian memperlihatkan bahwa model
pembelajaran sinektik relatif mudah diadopsi oleh guru, akan tetapi
dalam tahap penerapan rencana pembelajaran guru masih harus giat
mengembangkan rencana pembelajaran terutama dalam memahami
media pembelajaran. Kemampuan berpikir kreatif dapat
dikembangkan melalui aktivitas-aktivitas metaporik (analogi).
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui
aktivitas analogi dan metaporik, sebagai mana yang berlangsung
dalam tahap-tahap pembelajarannya.
Forum musyawarah guru sebagai wahana informasi dapat
dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi tentang model
pembelajaran sinektik, sebab kegiatan rutin yang dilakukan oleh
guru dalam pertemuan tersebut dapat disajikan tempat pelatihan
untuk lebik memahami model pembelajaran sinektik.
c. Berkaitan dengan keterbatasan sarana dan fasilitas yang dimiliki
oleh Madrasah Tsanawiyah pada umumnya, maka dapat ditegaskan
bahwa implementasi model pembelajaran sinektik tidak terlalu
membutuhkan sarana/fasilitas khusus. Apa yang dimiliki oleh
madrasah dapat digunakan untuk mengimplementasikan model
pembelajaran ini. Hanya pada aspek pemilihan dan penetapan
media pembelajaran dibutuhkan kreatifitas guru untuk
pengadaannya. Di suatu sisi media peta dapat memanfaatkan
peta-peta geografis yang telah dimiliki oleh madrasah, di sisi lain
pengembangan media bagan dapat dilakukan bersama oleh guru
seperti misalnya satu kompleks madrasah yang terdiri atas beberapa
madrasah, secara berama-sama guru dapat mengembangkan satu
media bagan yang di gunakan secara bergilir.
2. Implikasi Teoritis
Berdasarkan temuan penelitian ini sebagaimana hasilnya
dikemukakan dalam Bab IV ini, dapat diambil sejumlah prinsip untuk
menghasilkan pembelajaran yang efektif dalam rangka pemaparan
implikasi teoritis.
a. Pembelajaran akan efektif apabila terdapat partisipasi siswa secara
aktif dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran. Kegiatan
segenap pengalaman belajar kepada siswa. Untuk memproleh
pengalaman belajar tersebut secara optimal menuntut siswa untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam arti
hasil belajar maupun proses memproleh hasil belajar.
b. Pembelajaran akan efektif jika menggunakan sistem pembelajaran
merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan,
pelaksanaan, dan evaluasi (knikrk & Gustafson, 1986:17). Dalam
pembelajaran ini berinteraksi tiga komponen utama, yaitu guru,
siswa dan materi kurikulum (knikrk & Gustafson, 1986:18).
Adanya proses yang sistematis dan di dalam proses sistematis
tersebut berinteraksi komponen-komponen secara sistemik, maka
dapat diturunkan prinsip kedua diatas. Smith & Ragan
mengemukakan rancangan pembelajaran merupakan proses
sistematis untuk merancang, mengembangkan,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi pembelajaran.
Rancangan pembelajaran mengacu kepada proses sistematis
pencangkokan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran kedalam
rencana aktivitas. Sebagai aktivitas profesional yang dilakukan oleh
guru, merancang pembelajaran merupakan proses untuk
menetapkan metode-metode pembelajaran yang terbaik sehingga
akan terjadi perubahan pengetahuan dan keterampilan siswa.
Kontrol terhadap keterkaitan dan konsistensi antar komponen
sistem yang ditunjukan oleh model pembelajaran sinektik yang
dikembangkan melalui penelitian ini tidak lepas dari pembelajaran
yang menggunakan sistem.
c. Untuk mencapai proses pembelajaran yang lebih optimal
khususnya bagi peserta didik pada jenjang pendidikan Madrasah
Tsanawiyah, maka pembelajaran akan efektif apabila disesuaikan
dengan tingkat perkembangan siswa. Dalam penerapan model,
strategi dengan menggunakan perumpamaan/kiasan dan
contoh-contoh relevan yang berfungsi sebagai ilustrasi (mencari peluang
untuk mengaitkan kebermaknaan potensial dengan topik atau
DAFTAR PUSTAKA
Al. Muhtar. S (1991). Pengembangan Kemampuan Berfikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS. Disertasi Doktor pada FPS IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Alwasilah, A.C. (2003). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.
Amabile, TM. (1983), The Social Psychologi of Creativity, New York, Springer Verlag.
Arieti S. (1976), Creativity: The Magic Synthesis, New York Basic Books.
Bell, Gredler, Margareth E. (1981). Learning and Instruction: Teori into Practice. New York: Macmillan Publishing.
Bogdan, R.C & Biklen, S.K. (1982). Riset Kualitatif untuk Pendidikan: Pengantar ke Teori
dan Metode. Alih bahasa oleh Munandir dari judul Qualitative Research for
Education: An introduction to Theory and Methods. Jakarta: PAU PPAI Universitas Terbuka.
Borg, Walter R and Gall, Meredith D (1983). Educational Research. New York: Longman.
BSNP. (2006) , Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs, Jakarta.
Campbell, David.1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius.
Chaplin, J.P. (1999), Kamus Lengkap Psikologi, Penerjemah Kartini Kartono, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Coleman, J.C dan Hammen, C. L. (1974). Contemporary Psychology and Affective Behavior, Glenview: Scott Foresman and co.
Creswel, John W. L.(2003). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches, California: Saga Publications Inc.
Creswell, John W., (1998), Research Design ; Qualitative and Quantitative Approaches, California : SAGE Publications.
Csikszentmihalyi, M. (1996). Creativity. New York: Harper Collins Publishers
Dahlan, M.D. (1990). Model-model Mengajar: Beberapa Alternatif Interaksi Belajar
Mengajar. Bandung: Diponegoro.
Supriadi Dedi, (1992), Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan Iptek, Alfabeta, Bandung
Drost, J.I.G.M. (2001). Sekolah: Mengajar atau Mendidik ? Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. (2001). Revolusi cara Belajar (The Learning
Revolution): Belajar akan efektif kalau anda dalam Keadaan Fun. Bandung: Mizan
Pustaka.
Evans, James R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management Sciences. Cincinnati: South-Western Publishing Co.
Faisal, S. (1990). Format-format Penelitian Sosial (Dasar-dasar dan Aplikasi). Jakarta: Rajawali Pers.
Froman, E. (1959), The Creative Attitude: In H.H. Anderson (Ed) Creativity and its
Cultivation, New York: Harper & Row.
Ghufron, A.(2001). Model Pembelajaran bagi Pengembangan Kreatifitas Siswa. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Goble, F.G. 1987. Mazhab ketiga: Psikologi humanistic Abraham Maslow. Yogyakata: Penerbit Kanisius.
Goetz, J.P. & LeCompte, M.D. (1984). Ethnography and Qualitative Design in Educational
Research. San Diego: Academic Press.
Gordon, W.J.J. (1961), Synectics, New york: Harper and Row. (11.101)
Gowan ,J.C.(1972). The development of the creative individual, San Diego: Robert R Knaap.
Guilford J.P. (1956), The Structure of Intelect, Psychological Bulletin, 53, 267-293.
Guilford J.P. (1959), Three Faces of Intelect, American Psychological Bulletin 14, 469-479.
Guilford, J.P., (1968), Intelegence, Creativity and Their Educational Implications. San Diego, Calif: R.R Knapp.
Guilford, J.P., (1977), Way Beyond the IQ, Buffalo, Creative Learning Press.
Hasan,S.H. (1993) Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga akademik, Dirjen Dikti Depdikbud.
Hasan, S.H, (1993). Pendidikan Ilmu Sosial (buku 1 & 2 ). Bandung ; jurusan Sejarah, FPIPS IKIP Bandung.
Hersch, C. (1973). The Cognitive Functioning of the Creative Person. New haven, Conn: Collage and University Press.
Joice,B., Well,M. And Calhoun, E. (2000). Model of Teaching. Boston : A Pearson Education Company.
Joyce, Bruce, Marha Weil and Emily Calhoun. (2009) Models of Teaching (Eight Edition). New York: Pearson.
Joyce, Bruce; Weil, Marsha. (1980). Models of Teaching, Second Edition, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Kamarga, H. (2000) Model Pembelajaran Pengemas Awal (Advance Organizer) dalam
Implementasi Kurikulum Sejarah di Sekolah Dasar yang Menggunakan Pendekatan Kronologis dalam Rangka Mengembangkan Aspek Berfikir Kesejarahan. Disertasi
Doktor pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Kerlinger, F. N. (2000). Asas-asas Penelitian Behavioral, Penerjemah Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
Komarudin.(2005) Langkah-langkah Praktek Belajar Pengetahuan Sosial/ Pembelajaran
Portfolio. Makalah. Disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Fasilitaor Guru
Bidang Studi IPS MTs Tingkat Nasional. Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI.
Krutetskii, V.A. (1976). The Psychology of Mathematical Abilities in Schoolchildren. Chicago: The University of Chicago Press.
Lincoln, Y.S. dan Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Baverly Hills: Sage Publications.
Martindale, C., (1999). Biological bases of creativity, dalam R J. Sternberg (Ed.) (1999),
Handbook of Creativity. New York: Cambridge University Press.
McKinnon D.W. (1962). The Nature And Nurture Of Creative Talent. American Psychologist, 17: 484-495.
McMillan. J.H dan Schumacher,S.S. (2001). Research and Education. New York: Addison Wesley Longman.Inc.
Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang
Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Munandar, A. S. 1988. Kreativitas dalam Pekerjaan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Munandar, S.C. Utami. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Munandar, S.C.U. (1985). Pengembangan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia.
Munandar, S.C.U. (1992). Mengembangkan Anak Berbakat. Jakarta: Depdikbud.
Munandar, S.C.U. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi
Munandar, Utami. (1977). Creativity and Education. A Study of the Relationship Between
Measures of Creative Thinking and a Number of Educational Variables in Indonesian Primary and Junior Secondary School. Jakarta: University of Indonesia.
Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
NCSS (1989). Charting A Course : Social Studies for the 21st Century. Washington: National
Commission on Social Studies in the Schools
Nickerson, Raymond. (1999). The Teaching of Thinking. New Jersey: Lawrence Erlbaum.
Novitasari, Whidia. (2006). Penerapan Pemecahan Masalah dengan Pendekatan “What’s
Another Way” Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. tidak
dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya
Olson, Robert W. (1996). Seni Berpikir Kreatif. Sebuah Pedoman Praktis. (Terjemahan Alfonsus Samosir). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Palembong, A. (1997). Kemampuan dan Keterampilan Guru Melakukan Variasi dalam
Proses Belajar Mengajar IPS di Sekolah Dasar. Tesis Magister pada PPS IKIP
Bandung: tidak diterbitkan.
Richey, Rita C J. D. K., Nelson. Wayne.A. (2009). Developmental Research : Studies of
Instructional Design and Development.
Sanjaya, W.(2002). Pengembangan Model Pembelajaran Metode Klinis bagi Peningkatan
Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran IPS di SD. Disertasi Doktor
PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sapriya (2008). Pendidikan IPS. Bandung. Laboratorium PKn Press.
Semiawan, Conny dkk, (1984), Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, Gramedia, Jakarta.
Semiawan, Conny, (2003). “Penelitian dan Pengambangan R&D dalam Pendidikan, Makna
Tujuan dan Kontesnya”, Makalah dalam rangka Pelatihan Dosen Lembaga
penelitian, Jakarta: UNJ tanggal 16 Juli.
Semiawan, Cony. (1987). Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah.Jakarta: Gramedia.
Solihatin, E. (1997). Kemampuan dalam Menggunakan Dialog Kreatif pada bidang Studi IPS
SD. Tesis Magister pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.
Starko, A. J. (1995). Creativity in the Classroom School of Curious Delight. New York : Longman Publishers USA.
Stein, MI (1967). Creatity and Culture dalam R.L. Mooney & T.A. Razik Explorations in
Sternberg, R. J., 1999a. “Creativity is a decision” dalam Costa, A. L., (Ed), Teaching for intelligence. Arlington Heights, Illinois: Skylight Training and Publishing, Inc.
Strauss, A. & Corbin, J. (2009). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan
Teknik-teknik Teoritisasi Data. Terjemahan oleh Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien
dari judul Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PPS UPI Bandung dan Remaja Rosda Karya.
Sumaatmadja, Nursid. (2002). Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan IPS. Makalah pada Seminar Pendidikan IPS. Kampus UPI Bandung.
Sumantri, N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
..., (1980). Metodologi Pengajaran IPS. Bandung : Alumni.
Supardan, D. (2000). Pengembangan berpikir Kreatif dalam Pembelajaran Sejarah (Studi
deskriptif terhadap siswa di kota Bandung), Tesis. UPI Bandung. Tidak diterbirkan
Supardan, D. (2012) Power Point: Pengembangan Kreativitas Guru dengan Metode Sinektik
dalam Pembelajaran IPS. Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Tidak
diterbitkan.
Supriadi, D (1994), Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan Iptek, Alfabeta, Bandung.
Supriadi, D. (1985). Kontribusi Kualitas Interaksi Anak-Orang Tua dalam Keluarga dan
Siswa-Guru di Sekolah terhadap Kepribadian Kreatif. Tesis Magister FPS IKIP
Bandung: tidak dipublikasikan
Tarigan, D. (1997). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Torrance, E.P. (1965). Rewarding Creative Behaviour, Englewood, Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall (67-68,91-92,100).
Torrance, E.P. (1974). Norms-Technical Manual Torrance Test of Creative Thinking. Lexington, Massachusetts: Ginn and Company (Xerox Corporation).
Torrance, E.P. 1988. Factors Affecting Creative Thinking in Children: An interm Research
Report. Merril-Palmer Quarterly.
Treffinger, D.J. (1980). Encouraging Creative Learning for Gifted and Talented. Ventura, Ca: Ventura County Superintendent of Schools Office.
Trianto.(2007). Model Model Pembelajaran Inovatif Berorintasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta-Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional.
Urban, K.K., (1996)., Test for Creative Thinking - Drawing Production. Manual. Frankfurt: Swets & Zeitlinger.
Munandar, U (1995). Mengembangkan Kreativitas Anak Berbakat. jakarta, Depdikbud.
Wakefield, J.F (1992) Creative Thinking: Problem Solving Skill and The Arts Orientation. New Jersey: Ablex Publishing Coorporation.
Wati, S.(2002). Penerapan Model Sinektik dalam Meningkatkan Kreatifitas Menulis Siswa
Kelas I SMP. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
William, F. (Ed) (1968). The Creativity at Home and in School, St. Paul M.N.: Mac Lester Creativity Project.
Wiriaatmadja.R. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja
Guru dan Dosen. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jurnal:
Abdul Kamil, Marisi. (2007). Efektivitas Model Pengukuran Kreativitas dalam Pembelajaran Hemisphere Kanan (HK) untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas V dalam Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar. Dalam Jurnal Hasil Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan, 2 (5), hal..52-53.
Almasitoh, U. H. (2013). Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif. Dalam Jurnal
Magistra, 83 (25) hal.21-25.
Leung, Shukkwan S. (1997). On the Role of Creative Thinking in Problem posing. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 2 Desember 2012.
Pehkonen, Erkki (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity.
http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volume 29 (June1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X
Internet:
Conrad, S. M. 2009. Creative Personality.” Encyclopedia of Giftedness