• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN DATA. Gambar 2.1. Site lokasi perancangan Sumber: Google Maps. Gambar 2.2. Denah lokasi perancangan Sumber: Suyanto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TINJAUAN DATA. Gambar 2.1. Site lokasi perancangan Sumber: Google Maps. Gambar 2.2. Denah lokasi perancangan Sumber: Suyanto"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN DATA

2.1. Data Lapangan Fisik 2.1.1. Lokasi Perancangan

Lokasi yang digunakan untuk perancangan ini diambil dari bangunan

“Samudra Supermarket”, yang berada di Jl. Diponegoro no. 33 Tuban. Luas bangunan eksisting ini sebesar ±2920 m2. Luas yang akan digunakan sebagai perancangan ini sebesar 1101m2

Batas-batas lokasi perancangan, sebagai berikut:

.

• Utara : Jalan Dr. Sutomo - Rumah Penduduk

• Selatan : Rumah Penduduk

• Barat : Jalan Diponegoro - Cambridge Genius Course Centre

• Timur : Rumah Penduduk

Gambar 2.1. Site lokasi perancangan Sumber: Google Maps

Gambar 2.2. Denah lokasi perancangan Sumber: Suyanto 2012

(2)

Gambar 2.3. Suasana jalan diponegoro Sumber: Dokumentasi Pribadi 2011

Gambar 2.4. Suasana jalan dr. Sutomo Sumber: Dokumentasi Pribadi 2011

Jalan Diponegoro ini merupakan area pertokoan masyarakat kota Tuban, sehingga jalanan ini selalu ramai oleh kendaraan bermotor sepanjang hari. Pada siang hari jalan ini merupakan jalanan padat yang dilalui oleh masyarakat karena jalan Diponegoro yang dekat dengan jalur pantura sehingga sering dilalui oleh kendaraan yang dari atau menuju keluar kota, dan juga jalan Dr.Sutomo merupakan jalur menuju pusat kota.

(3)

2.2. Data Lapangan Non-Fisik

2.2.1. Struktur Organisasi dan Job Description

Gambar 2.5. Struktur organisasi

Tabel 2.1. Job Description

Bagian Tugas dan Tanggung Jawab

Pemilik Mengawasi kerja sekretaris, memeriksa laporan keuangan, mengontrol kerja para kepala bagian, dan staff lainnya.

Sekretaris Mendata dan menggontol keuangan showroom, café, dan museum.

Bagian Kepala Mengelola, mengontrol dan mengatur segala kegiatan yang berlangsung di setiap divisi masing-masing.

Kasir Café & Galeri Menerima pembayaran.

Administrasi Mengontrol pengeluaran dan pendapatan museum.

Curator dan Konservasi Mencari barang-barang koleksi museum, merawat barang- barang koleksi.

Bagian Edukasi Melayani pengunjung pada saat penjelesan koleksi museum.

Pengelola Perpustakaan Mengatur buku-buku koleksi dalam perpustakaan.

Bagian penyajian, Staff Mengantar pengunjung museum keliling dan menjelaskan koleksi yang ada.

Waitress Café Dan Galeri Melanyani konsumen yang datang ke café dan showroom.

Pemilik

Kepala Museum

Kepala Café Kepala Galeri

Kasir Waitress Kasir Waitress

Administrasi

Sekretaris

Curator dan konservasi

Bagian Edukasi

Pengelola Perpustakaan

Staff Pelayanan Bagian

penyajian

(4)

2.2.2. Aktivitas Pengguna

Urutan aktivitas pengguna, sebagai berikut:

Tabel 2.2. Aktivitas Pengguna

Pengguna Aktivitas

Pemilik • Datangmengontrol kerja staffistirahatpulang.

Sekretaris • Datangabsensimpan

barangkerjaistirahatkerjaambil barangpulang.

Kepala Museum, Café, Galeri

• Datangabsensimpan

barangkerjaistirahatkerjaambil barangpulang.

Kasir Café &

Galeri

• Datangabsensimpan

barangkerjaistirahatkerjaambil barangpulang.

Staff, Waitress,

Kasir

• Datangabsensimpan

barangkerjaistirahatkerjaambil barangpulang.

Pengunjung. a. Datangkeliling showroomkonsultasi barangmembayarpulang.

b. Datangresepsionisruang tunggukeliling museumistirahatpulang.

c. Datangmenuju lantai 2meminjam lokermemilih bukumeminjam/membacapulang.

d. Datangruang tunggumakan

istirahatmembayarpulang.

2.2.3. Operasional

Jam operasional Galeri Batik Tulis Gedog tuban, sebagai berikut:

a. Museum senin-minggu, pukul 09.00-18.00 WIB

b. Galeri/showroom senin-minggu, pukul 09.00-18.00 WIB c. Café senin-minggu, pukul 09.00-18.00 WIB

d. Library senin-minggu, pukul 09.00-18.00 WIB

(5)

2.3. Data Tipologi

2.3.1. Museum Batik Yogyakarta

Museum batik Yogyakarta merupakan milik keluarga Bapak Hadi Nugroho, yang didirikan pada tanggal 12 Mei 1977. Karena banyaknya perhatian yang besar dari masyarakat termasuk wisatawan asing pada batik, mendorong keluarga pemilih museum ini merintis pengumpulan kain batik. Dimulai dari kerabatnya sendiri, orang tua, eyang dan generasi Hadi sendiri, hingga upaya merintis sebuah museum batik terlaksana.

Pada tahun 2000, museum ini memperoleh penghargaan dari MURI atas karya ‘Sulaman Terbesar’, batik berukuran 90 × 400 cm². Kemudian di tahun 2001, museum ini memperoleh penghargaan kembali dari MURI sebagai pemrakarsa berdirinya Museum Sulaman pertama di Indonesia.

2.3.1.1. Lokasi Museum Batik Yogyakarta

Museum Batik Yogyakarta terletak di Jl. Dr. Sutomo No. 13 A Yogyakarta.

Akses untuk menuju lokasi tersebut juga sangat mudah karena berada di pusat kota dekat dengan jembatan lempuyangan. Jalan dan lokasi parkir yang luas membuat museum ini mudah dikunjungi dengan segala jenis transportasi mulai dari sepeda motor sampai kendaraan roda empat oleh masyarakat lokal maupun turis mancanegara yang datang untuk berkunjung (“Museum Batik Yogyakarta” , par1,4).

Gambar 2.6. Tampak depan museum batik Yogyakarta Sumber: http://www.museumbatik.com/gallery.html

(6)

2.3.1.2. Fasilitas Museum Batik Yogyakarta

Pengunjung museum batik dikelompokan menjadi tiga, yaitu pengunjung umum, pengunjung pendidikan pariwisata dan pengunjung penelitian. Ada pengunjung umum yang datang hanya untuk melihat koleksi batik di museum batik. Pengunjung pendidikan biasanya murid yang baik dari sekolah dasar atau sekunder. Banyak juga pengunjung luar negeri, antara lain dari Korea, Jepang dan Jerman yang datang ke Museum Batik untuk penelitian batik kuno. Biasanya pengunjung asing memiliki tingkat kritis lebih besar dibandingkan dengan wisatawan domestik (“Museum” , par 18).

Museum batik Yogyakarta ini memiliki luas bangunan 400 m2. Di museum ini disediakan tempat untuk belajar membatik. Ada juga sebuah galeri khusus batik yang digunakan sebagai tempat pelatihan. Kegiatan rutin museum adalah pameran tetap di museum yang dibuka setiap hari dari Senin hingga Sabtu, pada pukul 09.00- 15.00 WIB (“Museum” , par 20).

Gambar 2.7. Area proses membatik

Sumber: http://duaribuan.wordpress.com/2011/10/02/museum-batik-yogyakarta/

Untuk keseluruhan fasilitas yang terdapat dalam museum ini, yaitu:

• Ruang pameran tetap, yaitu ruangan yang digunakan untuk area pamer kain-kain batik koleksi museum.

• Ruang perpustakaan, yaitu merupakan ruang baca museum yang memiliki buku-buku yang berhubungan dengan batik dan mebatik.

• Ruang laboratorium, yaitu ruang laboratorium pembuatan bahan-bahan membatik dan sebagainya.

• Ruang penyimpanan koleksi, yaitu storage atau ruang untuk menyimpan koleksi-koleksi yang tidak dipamerkan.

(7)

• Ruang bengkel/preparasi, yaitu area maintance barang-barang koleksi museum yang dilakukan secara berkala.

• Ruang administrasi, yaitu ruangan untuk memantau proses kegiatan museum.

• Audio visual, yaitu area penjelasan batik yang digunakan untuk para rombongan melalui digital information.

• Giftshop, yaitu area penjualan souvenir.

• Area proses membatik, yaitu area workshop atau pelatihan membatik sebagai fasilitas bagi pengunjung.

• Toilet (“Museum” , par 20).

Gambar 2.8. Area giftshop

Sumber: http://duaribuan.wordpress.com/2011/10/02/museum-batik-yogyakarta/

2.3.1.3. Koleksi

Museum ini menyimpan lebih dari 1.200 koleksi perbatikan yang terdiri dari 500 lembar kain batik tulis, 560 batik cap, 124 canting (alat pembatik), dan 35 wajan serta bahan pewarna, termasuk malam. Koleksi museum ini terdiri berbagai batik gaya Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan gaya tradisional lainnya dalam bentuk kain panjang, sarung, dan sebagainya. Motifnya kebanyakan berupa motif pesisiran, pinggiran, terang bulan, dan motif esuk-sore (“Museum Batik Yogyakarta”, par 3).

Beberapa koleksinya yang terkenal antara lain: Kain Panjang Soga Jawa (1950-1960), Kain Panjang Soga Ergan Lama (tahun tidak tercatat), Sarung Isen- isen Antik (1880-1890), Sarung Isen-isen Antik (kelengan) (1880-1890) buatan

(8)

Nyonya Belanda EV. Zeuylen dari Pekalongan, dan Sarung Panjang Soga Jawa (1920-1930) buatan Nyonya Lie Djing Kiem dari Yogyakarta. Semua koleksi yang ada di museum ini diperoleh dari keluarga pendiri Museum Batik Yogyakarta. Koleksi tertuanya berupa batik buatan tahun 1840 (“Museum Batik Yogyakarta”, par 4).

Gambar 2.9(a). Ruang koleksi batik

Sumber: http://www.museumbatik.com/gallery.html

Gambar 2.9(b). Ruang koleksi alat membatik

Sedangkan ratusan koleksi lainnya adalah hasil karya sendiri pemilik museum dan juga sulaman gambar Presiden RI pertama Soekarno, mantan Presiden Soeharto, Megawati Soekarnoputri, dan Hamengkubuwono IX. Selain itu ada juga potret wajah pahlawan Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro. Terdapat pula sulaman wajah Paus Yohanes Paulus II dan Bunda Teresa dari India.

(“Museum Batik Yogyakarta”, par 5).

(9)

2.3.1.4. Kelebihan dan Kekurangan Secara Umum a. Kelebihan

Kelebihan dari museum batik Yogyakarta adalah: fasilitas lengkap dan memadai, pembagian masing-masing area cukup baik, memudahkan pengunjung dengan mudah ke area yang diinginkan sesuai kebutuhan pengunjung.

b. Kekurangan

Kekurangan dari museum batik Yogyakarta adalah kurangnya peran serta pengelolaan dari pemerintah, sehingga membuat museum ini masih kurang berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas.

2.3.2. House of Danar Hadi

House of Danar Hadi adalah sebuah kompleks wisata heritage terpadu tentang batik yang terletak di kota Solo di Jawa Tengah, yang didirikan oleh perusahaan batik asal Solo PT Batik Danar Hadi pada tahun 2008 yang dibentuk oleh Bapak & Ibu Santosa Doellah dan mengkhususkan batik beserta aspek-aspek budayanya sebagai obyek wisata utamanya. Museum ini menyimpan koleksi kain batik yang mencapai 10,000 helai dan diakui oleh MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai museum dengan koleksi batik terbanyak (“House”, par 2).

2.3.2.1. Lokasi House of Danar Hadi

Perkiraan waktu tempuh pada House of Danar Hadi (mobil pribadi/taksi):

* 20 menit dari Bandara Adisumarmo.

* 10 menit dari Stasiun Kereta Api Balapan.

* 15 menit dari Stasiun Kereta Api Purwosari.

* 20 menit dari Terminal Bus Tirtonadi (“Wisata”, par 1).

(10)

Gambar 2.10. Peta lokasi house of danar hadi Sumber: http://www.houseofdanarhadi.com/sitemap.php

2.3.2.2. Fasilitas House of Danar Hadi

Fasilitas yang terdapat dalam House of Danar Hadi cukup mewadahi untuk semua kegiatan untuk menunjang seluruh kegiatan pengunjung, antara lain:

a. Showroom

Pada area depan House of Danar Hadi menyediakan toko kain-kain batik yang dijual dalam bentuk kain batik, produk pakaian jadi serta tersedia juga dalam bentuk aksesoris, antara lain tas, taplak meja, sarung bantal, dll. Display pada area toko ini menggunakan display rak-rak baju yang terbuat dari stainless dan juga pemasangan baju-baju pada etalase toko. (Dokumentasi pribadi)

Gambar 2.11. Showroom danar hadi

Sumber: http://www.houseofdanarhadi.com/menushowroom.php

(11)

Gambar 2.12. Display showroom Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011 b. Museum

Di dalam museum ini menggunakan sistem pelayanan waitres service untuk menjaga keamanan museum serta penyampaian informasi yang lengkap bagi pengunjung. Penataan koleksi dalam museum ini berdasarkan waktu dan lokasi asal koleksi dalam museum. Koleksi yang dipamerkan menggunakan sistem display on panel, seperti gawangan yang digunakan oleh para pembatik yang terbuat dari kayu. Selain itu juga display-display batik menggunakan mannequin sebagai display koleksi batik dan kebaya (Dokumentasi pribadi).

Gambar 2.13. Koleksi batik indonesia

Sumber: http://www.houseofdanarhadi.com/batikbelanda.php

(12)

Gambar 2.14. Koleksi batik souvenir

Sumber: http://www.houseofdanarhadi.com/batiksouvenir.php c. Pabrik batik / workshop

Di belakang Museum terdapat kompleks pabrik batik tulis dan cap yang bisa dikunjungi oleh para wisatawan. Dalam area workshop ini merupakan lanjutan dari area museum dengan menggunakan sistem waitres service, tetapi pada area workshop ini pengunjung lebih dapat leluasa untuk mendapat informasi, karena pengunjung dapat mengambil dokumentasi foto dalam area ini (Dokumentasi pribadi).

Gambar 2.15. Tempat produksi batik danar hadi Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011 d. Café

Di samping museum terdapat juga Cafe Soga, sebuah kafe yang menyajikan tawaran kuliner yang beragam (Dokumentasi pribadi).

(13)

Gambar 2.16. Soga indoor

Sumber: http://food.detik.com/read/2011/07/21/120037/1685897/996/resto-fine- dining-di-solo

e. Ndalem Wuryaningratan

Merupakan kediaman atau rumah tinggal bekas KPH. Wuryaningrat, cucu dari Pakubuwono IX, dan menantu dari raja Surakarta I. Bangunan tersebut didirikan tahun 1890 (“House”, about us).

2.3.2.3. Pola Sirkulasi

Pola sirkulasi dalam house of Danar Hadi ini menggunakan sirkulasi random, dimana pengunjung dapat memilih area yang akan dikunjungi. Terkecuali pada area museum batik yang menggunakan sirkulasi linear, karena pada area museum ini menggunakan sistem waitres service sehingga informasi dalam museum ini telah ditentukan.

2.3.2.4. Koleksi

Koleksi dalam danar hadi berupa batik kuno yang semua koleksinya adalah milik pribadi H. Santosa Doellah (pendiri danar hadi) yang berjumlah 10.000 potong yang berhasil dikumpulkan dalam kurun 30 tahun lebih, 1.500 potong di antaranya diperoleh dari koleksi pribadi seorang kurator Museum Troupen, Belanda. Koleksi batik-batik tersebut dibuat antara tahun 1840-1910. Namun koleksi yang dimiliki tidak seluruhnya di tampilkan di museum, hanya 700 lembar. Selama tujuh hingga sembilan bulan akan diganti dengan koleksi yang lain. Selain itu juga terdapat koleksi bahan-bahan, alat-alat membatik dan juga tahapan-tahapan dalam proses membatik (“Berkunjung”, par 3).

(14)

Pada museum batik terdapat bau bunga melati dan aroma sedap malam.

Karena bunga-bunga tersebut dimanfaatkan untuk pewangi ruangan dan juga penggunaan kedua bunga alami itu sebagai salah satu cara menjaga kualitas koleksi batik agar tetap awet dan baik. Penggunaan pewangi ruangan buatan bisa mempengaruhi kualitas dan merusak kain (“Berkunjung”, par 4).

Untuk menjaga kualitas koleksi, manajemen dilarang pengunjung untuk mengambil foto menggunakan blitz karena dapat memudarkan warna batik. Pihak pengelola pun melarang pengunjung memegang kain atau memotret dengan menggunakan blitz. Karena tangan manusia mengandung garam yang dapat merusak kain. Sementara kilatan lampu blitz kamera juga dapat memudarkan warna kain. Di samping itu, ruangan museum full AC untuk mencegah kerusakan kain batik akibat udara lembab (“Berkunjung”, par 5).

Kain batik yang dipajang di museum ini berasal dari berbagai tahun dan lingkungan yang berbeda-beda. Salah satu koleksi di museum ini adalah koleksi batik belanda, yaitu batik yang dipengaruhi oleh budaya Eropa dan dibuat oleh orang-orang Belanda yang menetap di Indonesia pada zaman kolonial. Selain itu, terdapat batik Belanda, batik Cina, batik Jawa, Hokokai, batik pengaruh India, batik Kraton, batik pengaruh Kraton, batik sudagaran, batik petani, batik Indonesia, dan batik Danar Hadi. Pada batik Belanda ini didesain oleh wanita Indo-Belanda pada pertengahan abad ke 19. Meskipun demikian, pengerjaannya tetaplah dikerjakan oleh orang-orang Indonesia (Dokumentasi pribadi).

2.3.2.5. Kelebihan dan Kekurangan Secara Umum

Kelebihan dari House of Danar Hadi adalah sudah ada pembagian area koleksi untuk penataan benda koleksi, fasilitas museum cukup lengkap.

Kekurangan dari House of Danar Hadi adalah kurangnya informasi dalam bentuk audio visual/digital information.

(15)

2.4. Data Literatur 2.4.1. Tinjauan Museum

Pengertian museum dari jaman ke jaman senatiasa mengalami perubahan, hal ini disebabkan karena apa yang disebut museum senantiasa mengalami perubahan tugas dan kewajiban.

2.4.1.1. Pengertian Museum

Museum memiliki pengertian yang didapat dari berbagai sumber yang mana dijelaskan sebagai berikut:

• Museum adalah suatu lembaga tetap tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, merawat, melestarikan, mengkaji, mengkomunikasikan bukti material hasil budaya manusia, alam dan lingkungannya (Wardana 25),

• Museum merupakan suatu badan atau lembaga yang tidak mencari keuntungan yang tidak mencari keuntungan yang bertugas menghimpun, merawat, meneliti, dan menyajikan benda-benda sebagai pembuktian alam, manusia dan kebudayaan untuk kepentingan studi dan rekreasi (Dinas Museum dan Pemugaran 4).

2.4.1.2. Visi dan Misi Museum

Suatu museum didirikan pasti mempunyai tujuan yang berarti. Tujuan dari museum itu sendiri adalah demi terwujudnya dan terbinanya nilai-nilai budaya nasional untuk memperkuat kepribadian bagsa, mempertebal rasa harga diri kebangsaan nasional, serta memperkuat jiwa kesatuan nasional (Sutaarga 8).

2.4.1.3. Tujuan Museum

Pendidikan dalam segala aspek-aspeknya, dimulai dari penyelidikan yang sangat berat, hingga ke cara-cara pendekatan yang mudah untuk memahami benda-benda budaya. Tujuan museum dilihat dari sudut pandang nasional adalah demi terwujudnya dan terbinanya nilai-nilai budaya nasional untuk memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebangsaan serta memperkuat jiwa kesatuan nasional (Sutaarga 8).

(16)

2.4.1.4. Fungsi Museum

Menuru buku Pengelolaan Koleksi Museum fungsi dari museum antara lain:

• Pusat dokumentasi dan penelitian ilmiah.

• Pusat pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya.

• Pusat penikmat karya seni.

• Pusat perkenalan kebudayaan antara daerah dan antar bangsa.

• Obyek wisata.

• Media pembinaan pendidikan kesenian dan ilmu pengetahuan.

• Suaka alam dan suaka budaya.

• Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia.

2.4.1.5. Tugas Museum

Tugas museum secara rinci dijelaskan oleh Sutaarga sebagai berikut:

a. Pengumpulan atau pengadaan:

Tidak semua benda padat dimasukkan ke dalam koleksi museum, hanyalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yakno:

• Harus mempunyai nilai budaya, ilmiah dan nilai estetika.

• Harus dapat diidentifikasi mengenai wujud, asal, tipe, gaya, dan sebagainya.

• Harus dapat dianggap sebagai dokumen.

b. Pemeliharaan tugas

Pemeliharaan tugas terbagi menjadi 2 aspek, yakni:

• Aspek teknis, yaitu benda-benda materi koleksi harud dipelihara dan diawetkan serta dipertahankan tetap awt dan tercegah dari kemungkinan kerusakan.

• Aspek administrasi, yakni: benda-benda materi koleksi harus mempunyai keterangan tertulis yang menjadikan benda-benda koleksi tersebut bersifat monumental.

c. Konservasi

Merupakan usaha pemeliharaan, perawatan, perbaikan, pencegahan dan penjagaan benda-benda koleksi dari penyebab kerusakan.

d. Penelitian

Bentuk penelitian ada 2 macam:

(17)

• Penelitian intern

Penelitian yang dilakukan oleh corator untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan museum yang bersangkutan

• Penelitian ekstern

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari luar, useperi mahasiswa, pelajar, umum, dan lain-lain untuk kepentingan karya ilmiah, skripsi, karya tulis dan lain-lain.

e. Pendidikan

Kegiatan disini lebih ditekankan pada pengenalan benda-benda materi koleksi yang dipamerkan:

• Pendidikan formal, berupa seminar-seminar, diskusi, ceramah, dan sebagainya.

• Pendidikan non formal, berupa kegiatan pameran, pemutaran film, slide, dan sebagainya.

f. Rekreasi

Sifat pameran mengandung arti untuk dinikmati dan dihayati, yang mana merupakan kegiatan rekreasi yang segar, tidak diperlukan konsentrasi yang akan menimbulkan keletihan dan kebosanan.

Untuk museum sejarah dapat dimasukkan jenis museum yang koleksinya menggambarkan sejarah khusus sesuatu bidang hasil karya manusia, baik dibidang teknologi, maupun di bidang kebudayaan, misalnya museum pakaian, museum sepatu. Untuk museum dunia biota laut termasuk museum purbakala dan sejarah satwa laut. Luas koleksi, dibagi menjadi bersifat nasional dan lokal (Hoke 105).

2.4.1.6. Prinsip perancangan Interior Museum

Menurut Sutaraga, dalam mendirikan dan menyelenggarakan museum ada beberapa hal dasar yang mesti diperhatikan, seperti:

• Letak museum di bagian yang kota yang tepat.

• Gedung museum dapat menjamin keamanan koleksi, penataan koleksi, sirkulasi koleksi, personil dan pengunjung.

• Pembagian ruangan yang sesuai dengan fungsi museum.

(18)

• Perencanaan pengadaan koleksi.

• Perencanaan pengadaan sarana dan fasilias untuk koleksi, perkantoran dan personil serta pengunjung museum.

• Perencanaan pengadaan dan latihan jabatan personil yang sesuai dengan fungsi-fungsi museum.

2.4.1.7. Persyaratan Membangun Museum

Adapun persyaratan berdirinya sebuah museum antara lain:

a. Lokasi museum

Lokasi harus stratergis dan sehat (tidak terpolusi, buka daerah yang berlumpur/tanah rawa).

b. Bangunan museum

Bangunan museum dapat berupa bangunan baru atau memanfaatkan gedung lama. Harus memenuhi prinsip-prinsip konservasi, agar koleksi museum tetap lestari. Adapun bangunan museum minimal dapat dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu:

• Bangunan pokok, yang terdiri dari pameran tetap, pameran temporer, auditorium, kantor, labotariom konservasi, perpustakaan, bengkel preparasi, dan ruang penyimpanan koleksi.

• Bangunan penunjang, yang terdiri dari pos keamanan, museum shop, ticket box, toilet, lobby, dan area parkir.

c. Koleksi

Koleksi merupakan syarat mutlak dan merupakan rohnya sebuah museum.

Sebuah koleksi dalam museum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

• Mempunyai nilai sejarah dan nilai-nilai ilmiah (termasuk nilai estetika).

• Harus diterangkan asal usul secara historis, geografis dan fungsinya.

• Harus dapat dijadikan monument jika benda tersebut berbentuk bangunan yang berarti juga mengandung nilai sejarah.

• Dapat diidentifikasikan mengenai bentuk, tipe, gaya, fungsi, makna, asal secara historis dan geografis, genud (untuk biologis), atau periodenya (dalam geologi, khususnya untuk benda alam).

(19)

• Harus dapat dijadikan dokumen, apabila benda itu berbentuk dokumen dan dapat dijadikan bukti bagi penelitian ilmiah.

• Harus merupakan benda yang asli, bukan tiruan.

• Harus merupakan benda yang memiliki nilai keindahan (masterpieces).

• Harus merupakan benda yang unik, yaitu tidak ada duanya.

d. Peralatan Museum

Museum harus memili saran dan prasarana museum berkaitan erat dengan kegiatan pelestarian, seperti vitrin, sarana perawatan koleksi (AC, dehumidifier dan lain sebagainya), pengamanan (CCTV, alarm system, dan lain-lain), lampu, label dan lain-lain.

e. Organisasi dan ketenangan

Pendirian museum sebaiknya ditetapkan secara hukum. Museum harus memiliki organisasi dan ketenagaan museum, yang sekurang-kurangnya terdiri dari kepala museum, bagian administrasi, pengelola kolekso (curator), bagian konservasi (perawatan), bagian penyajian (preparasi), bagian pelayanan masyarakat dan bimbingan edukasi, serta pengelola perpustakaan (Sutaarga 22).

f. Sumber dana tetap

Museum harus memiliki sumber dana tetap dalam penyelenggaraan dan pengelolaan museum (Direktorat Permuseuman 26).

Area pintu masuk dan lobi sebaiknya menjadi area pengenalan bagi pengunjung untuk dapat mengenal ruang secara global dan menentukan arah yang hendak dituju. Area ini juga diperlukan untuk menciptakan suasana yang lebih santai dengan disediakan kursi, meja, tempat brosur, dan sebagainya. Pengunjung sebaiknya dapat bergerak melalui area pamer tanpa dipaksa untuk melewati obyek yang telah dilihat sebelumnya. Pengunjung juga harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk dapat melihat-lihat dengan santai, terlepas dari jalur sirkulasi pengunjung lain (Chiara 377).

Toko souvenir ataupun toko buku cukup berperan penting dalam sebuah museum. Fungsi penjualan tersebut cukup penting baik bagi program pendidikan maupun sumber pendapatan. Toko sebaiknya tampak atraktif dan terbuka yang dapat langsung terlihat begitu pengunjung meninggalkan museum. Kantor yang berdekatan beserta ruang pengimpanan juga diperlukan (Hoke 98).

(20)

Menurut Neufert, terdapat beberapa hal untuk merancang area pamer, yaitu:

• Terlindungi dari kerusakan, pencurian, kebakaran, kelembaban, kekeringan, cahaya matahari langsung dan debu.

• Penampilan display dengan cara yang paling menarik dan dapat dilihat tanpa kesulitan.

• Pencahayaan yang cukup dan penghawaan yang baik dan kondisi ruang yang konstan.

• Jarak pandang dan batas pandang manusia, gerakan kepala yang wajar adalah 30o gerakan ke atas dan 40o gerakan ke bawah maupun ke samping (Neufert 135).

2.4.1.8. Klasifikasi Museum

Penggolongan museum dapat dilihat berdasarkan pada:

a. Pengunjung, dibagi menjadi museum umum, koleksinya serta tata pameran terbuka untuk umum dan museum khusus, terbatas bagi golongan pengunjung tertentu saja.

b. Keilmuaan, dibagi menjadi museum ilmu alam; museum teknologi dan industry; museum ilmu purbakala; museum sejarah seni rupa.

c. Luas koleksi, dibagi menjadi bersifat nasional atau lokal.

2.4.1.9. Klasifikasi Materi Koleksi Museum a. Benda asli

Yakni benda koleksi yang memenuhi persyaratan:

• Harus mempunyai nilai budaya, ilmiah dan nilai estetika.

• Harus dapat diidentifikasi mengenai wujud, asal, tipe, gaya, dan sebagainya.

b. Benda reproduksi

Benda buatan baru dengan cara meniru benda asli menurut cara tertentu.

Macam benda reproduksi:

• Replika: benda tiruan yang memiliki sifat-sifat benda yang ditiru.

• Referensi: diperoleh dari rekanan atau fotocopy suatu buku mengenai ethnografi, sejarah dan lainnya.

(21)

• Miniatur: benda tiruan yang diproduksi dengan memiliki bentuk, warna dan cara pembuatan yang sama dengan asli.

• Benda-benda berupa foto yang dipotret dari dokumentasi/mikro film yang sukar dimiliki.

c. Benda penunjang

Benda yang dapat dijadikan pelengkap pameran untuk memperjelas infomasi/pesan yang akan disampaikan, misalnya: lukisan, foto dan contoh bahan (Sutaarga 89).

2.4.1.10. Sirkulasi Galeri

Tipe sirkulasi yang bisa digunakan, antara lain:

a. Sequential Circulation

Yaitu sirkulasi yang terbentuk berdasarkan ruang yang telah dilalui dan benda seni yang dipamerkan satu per satu, menurut ruang pamer yang berbentuk ulir maupun memutar sampai akhirnya menuju entrance area pertama (saat memasuki galeri tersebut).

Gambar 2.17. Sequential sirculation Sumber : Chiara (1973, p.797) b. Random Circulation

Merupakan sirkulasi dimana pengunjung memilih jalurnya sendiri dari bentuk ruang, untuk melihat dan menikmati karya seni, tanpa adanya batasan dinding pemisah ruang.

(22)

Gambar 2.18. Random sirculation Sumber : Chiara (1973, p.797) c. Radial Circulation

Pengunjung tidak diarahkan untuk menuju suatu ruang tertentu, sehingga bebas melihat koleksi yang diinginkan. Pembagian koleksi jelas dan terdapat ruang pengenalan.

Gambar 2.19. Radial sirculation Sumber : Chiara (1973, p.797) d. Ring Circulation

Yaitu sirkulasi yang memiliki 2 alternatif. Sirkulasi ini lebih aman karena memiliki 2 rute untuk menuju keluar.

e. Linier Bercabang

Sirkulasi pengunjung tidak terganggu, pembagian koleksi jelas dan pengunjung bebas melihat koleksi.

(23)

Gambar 2.20. Linier bercabang Sumber : Chiara (1973, p.797)

2.4.1.11. Sistem Pelayanan

Ada dua macam sistem pelayanan dalam galeri, yaitu:

• Sistem terbuka (open access), yaitu pengunjung dapat melihat-lihat obyek pamer tanpa didampingi petugas atau karyawan.

• Sistem tertutup (close access), yaitu sistem pelayanan dimana pengunjung dalam melihat-lihat objek pamer didampingin petugas atau karyawan (Chiara 377).

2.4.1.12. Penataan Obyek Pamer

Ada tiga cara penataan obyek pamer, yaitu:

• In show case : Benda yang dipamerkan termasuk kecil, maka diperlukan wadah yang tembus pandang, yang kadang juga memperkuat kesan tema dari benda yang didisplay.

• Free standing on the floor or plinth or support : Benda yang akan di-display mempunyai bentuk yang cukup besar, sehingga memerlukan panggung ataupun ketinggian lantai untuk batas display.

• On walls or panels : Benda karya seni ditempatkan pada dinding ruangan atau dinding partisi yang dibentuk untuk membatasi ruangan (Tutt 286-292).

Untuk obyek pamer benda yang berharga sebaiknya menggunakan lemari kaca atau box display yang dilengkapi dengan kunci pengaman serta pencahyaan dari dalam dan ruangan dibuat agak gelap (Chiara 369).

Beberapa cara untuk menonjolkan obyek pamer dalam sebuah exhibition, antara lain:

(24)

• Size : dengan cara mengubah dan membesar ukurannya. Alternatif lainnya yaitu sebuah benda dapat terlihat memiliki hubungan dengan meletakkannya dengan ukuran yang sama contohnya tidak mengubah ketinggian dari display.

Sebuah barisan dapat dibedakan dengan mengubah ukuran, jadi obyek yang pertama dilihat selalu yang terbesar kemudian selanjutnya dengan ukuran yang lebih kecil.

• Isolation : suatu benda dapat diletakkan jauh dari yang lain atau diletakkan di area terpisah untuk memberikan penekanan. Hal ini juga berguna agar tidak membingungkan pengunjung.

• Colour : penekanan dengan menggunakan warna yang berbeda, baik pada obyek, background. Warna yang mirip dapat mengidentifikasikan bahwa benda itu mempunyai suatu hubungan dan warna yang kontras dapat memperjelas penglihatan. Warna yang tenang dan cerah dapat digunakan untuk menekankan dan warna yang lembung dapat mengurangi tekanan. Perubahan tone, dari gelap ke terang dapat digunakan untuk menandai sebuah display berderet.

• Position : posisi juga dapat mempengaruhi dengan meletakkan obyek lebih tinggi atau rendah atau diletakkan di depan obyek lain untuk menandakan urutan kepentingan suatu benda.

• Shape : perubahan bentuk juga dapat memberikan penekanan.

• Texture : tekstur dapat digunakan untuk membuat pengunjung segan untuk melewati area tertentu dengan permukaan yang kasar. Selain itu juga permukaan kasar tersebut dapat digunakan sebagai penuntun jalan bagi orang buta dan rabun.

• Light : cahaya membuat benda terlihat dan dapat digunakan untuk menyampaikan hal penting dengan mengubah bentuk, tekstur, dan warna.

Dapat digunakan untuk menunjukkan urutan dan spotlight dapat memberikan penekanan pada beberapa display atau memisahkan obyek dari sekelilingnya.

Dalam penataan letak dan area pada ruang pamer, terdapat pembagian yang signifikan antara ruang publik dan ruang privat. Pembagian area dalam ruang pamer harus mendapat perhatian khusus, terkait dengan kenyamanan sirkulasi pengunjung dan bagaimana benda pamer dapat terlihat tanpa ada yang terlewati.

(25)

a. Area publik

Area ini terdiri dari ruang pamer utama, toko souvenir, terkadang menyediakan pula fasilitas ruang bimbingan (workshop), auditorium, perpustakaan, restoran, dan kafetaria.

b. Area privat

Area privat terdiri dari kantor administrasi, gudang, ruang staf, dan ruang maintenance.

Berikut beberapa ilustrasi gambar tentang syarat perancangan galeri:

Gambar 2.21.Skema ruang Gambar 2.22. Optimalisasi penerangan alami

Sumber: Neufert (2000, p.250)

Gambar 2.23. Penerangan yang Baik Gambar 2.24. Ruang dengan ukuran yang baik

Sumber: Neufert (2000, p.250)

(26)

Gambar 2.25. Standar ukuran dan jarak pandang Sumber: Neufert (2000, p.250)

2.4.1.13. Sistem Interior Museum

Jenis pencahayaan yang sering digunakan dalam ruang obyek pamer memiliki keuntungan dan kerugiannya, yaitu sebagai berikut:

• Pencahayaan Alami

Keuntungan yakni : biaya lebih murah, mata tidak lekas lelah karena retina mata selalu berubah menurut intensitas cahaya,dan pencahayaan memberikan warna asli. Kerugian yakni: dapat merusak benda koleksi dan fleksibilitas penerangan terbatas.

• Pencahayaan Buatan

Keuntungan yakni: tidak merusak benda koleksi, intensitas sudut cahaya dapat diatur, tidak tergantung keadaan cuaca, dan membuat objek cahaya menjadi lebih bagus. Kerugian yakni: biaya yang mahal, kurang menggambarkan objek koleksi yang wajar, dan retina mata tidak selalu berubah sehingga mata lekas lelah.

(27)

Gambar 2.26. Tata cahaya display Sumber: Sleeper (1989, p.85)

Penghawaan sangat berperan pada pengaturan suhu dalam museum. Untuk mengatur suhu udara dalam museum digunakan penghawaan buatan, yaitu dengan menggunakan AC. Adapun ruang pamer museum harus memenuhi persyaratan:

• Suhu udara pada ruang pamer antara 20-40ºC.

• Kelembaban udara pada ruang pamer antara 40-60%.

Oleh karena itu untuk mengatur kelembaban udara digunakan Dehumidifier, sedangkan untuk mengurangi kekeringan digunakan Humidifier.

2.4.1.14. Data Tentang Batik

Tuban merupakan salah satu wilayah di bagian timur pulau Jawa. Batik gedog memiliki satu corak kebudayaan yang unik, karena dalam sejarah wilayah ini telah masuk 3 tata nilai kebudayaan yang saling mempeengaruhi, dan sampai sekarang kebudayaan ini masih tetap eksis dan sama-sama berkembang, tanpa membuat salah satu kebudayaan ini tersingkir. Ketiga kebudayaan tersebut adalah:

1. Jawa, yang meresap saat wilayah ini dalam kekuasaan jaman Majapahit (abad XII-XIV).

2. Islam, karena di wilayah ini hidup seorang ulama yang ternama yaitu Sunan Bonang (1465-1525 M).

3. Tiongkok (Cina), karena di Tubanlah para sisa laskar tentara Kubalai khan melarikan diri dari kekalahannya pada saat menyerang Jawa di awal abad

(28)

XII, hingga kini masyarakat keturunan ini banyak bermukim di Tuban.

(“Tuban”, par 5).

Batik tulis tradisional yang dihasilkan oleh para pengrajin daerah Tuban ini memiliki kekhasan khusus yang tidak dimiliki oleh batik tulis tradisional lainnya di Indoesia. Dilihat dari segi bahan maupun motifnya, Tuban dikenal dua macam batik tradisional, yaitu batik tradisional yang menggunakan bahan baku kain prima, primisima, dan lain sebagainya. Batik tradisional yang menggunakan bahan baku kain tenun Gedog akhirnya dikenal sebagai batik tenun gedog atau batik tulis gedog, yang memudahkan untuk mengenali dan sekaligus membedakan dengan batik tradisional lainnya (Bandi 1).

Tenun gedog adalah kain yang dibuat dari bahan kapas yang proses penggarapannya mulai dari mengolah kapas menjadi benang, hingga memprosesnya menjadi kain tenun dilakukan dengan tangan yang didukung peralatan tradisional. Pekerjaan mulai dari “mengantih” atau membuat benang hingga menenun dengan alat tenun tradisional atau dikenal dengan sebutan alat tenun gedog dapat dijumpai di daerah Tuban ini. Peralatan tenun yang dikembangkan adalah alat tenun tradisional atau yang sering disebut sebagai ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) (Bandi 4).

a. Proses Pengolahan Bahan Baku

Bahan baku utama yang perlu dikenal yaitu kain gedog atau kain tenun gedog. Istilah gedog ini sendiri muncul dari suara yang terdengar saat kain tenun itu dibuat. Suara dhok-dhok selalu terdengar saat kain itu ditenun, yang disebabkan dari hentakan salah satu alat tenun (disebut liro) untuk memadatkan setiap helai benang yang ditenun. Oleh karena itu, alat tenun tradisional yang digunakan disebut tenun gedog dan hasil tenunannya disebut tenun gedog. Bahkan setelah hasil tenunan itu dibatik, kata gedog tetap melekat, sehingga batik yang dihasilkan dengan menggunakan bahan baku tenun Gedog disebut batik tulis gedog atau batik gedog (Bandi 9).

a. Proses Mengantih

Mengantih atau dalam bahasa Indonesianya, yaitu memintal benang adalah rangkaian pekerjaan mulai dari mempersiapkan kapas sampai menjadi benang lawe (Bandi 10).

(29)

• Nggiling kapas

Proses kapas yang telah kering (benang lawe), satu persatu dimasukkan ke gilingan kapas agar biji-bijinya terlepas (Bandi 10).

• Musoni

Pekerjaan mengurai kapas setelah digiling biasanya disebut musoni karena menggunakan alat yang bernama puson. Bentuk puson mirip dengan busur panah, dibuat dari bambu dan tali dari nanas atau kulit kayu. Alat ini juga dilengkapi dengan komponen lain yang disebut jedhul (Bandi 11).

• Mengantih

Mengantih atau memintal kapas menggunakan peralatan yang disebut jantra. Jantra terbuat dari kayu, bambu dan tali. Komponen pokok dari alat ini adalah: roda, tali (klindhen) dan kisi (Bandi 12).

• Menenun

Menenun adalah menganyam benang lawe hingga menjadi kain tenun.

Sebelum kegiatan menenun dilakukan, penenun harus mempersiapkan banang lawe untuk keperluan lungsen dan untuk keperluan pakan. Secara garis besar pekerjaan menenun dilakukan dengan tahapan-tahapan, antara lain:

mempersiapkan benang lungsen, mempersiapkan benang pakan dan kegiatan menenun (Bandi 13).

• Mempersiapkan benang lungsen

Tahap akhir dari pekerjaan mengantih adalah memindahkan benang dari kisi kealat yang disebut likasan. Kegiatan ini sekaligus mengatur benang dalam bentuk gulungan dengan ukuran tertentu. Benang lawe yang berbentuk tukelan berwarna putih, sesuai dengan warna kapas dan kondisinyapun belum siap untuk langsung ditenun karena lemas dan belum padat, sehingga kurang kuat dan bahkan mudah putus. Untuk mempersiapkan benang tukelan ini sehingga siap ditenun diperlukan pengerjaan khusus. Bahkan ada pula yang diwarnai, bila bermaksud membuat kain tenun lebih dari satu macam warna (Bandi 14).

Pemberian warna benang lawe dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu memberi warna dengan cara wedelan dan memberi dengan pewarna buatan, seperti dengan naptol ataupun wantex. Pemberian warna dengan cara wedelan hanya terbatas warna biru kehitam-hitaman. Bila menghendaki warna lain,

(30)

misalnya warna merah, coklat, hijau dan lain sebagainya terpaksa harus menggunakan bahan pewarna buatan berupa naptol dan wantex (Bandi 15).

Tahap berikutnya adalah mengolah benang lawe tersebut agar lebih padat dan sedikit kaku sehingga memudahkan benang lawe menjadi lungsen ataupun pakan dengan menggunakan nasi yang sedikit dihancurkan dengan air. Pekerjaan ini disebut nyekuli (sekul=nasi) (Bandi 15).

Proses selanjutnya adalah menguraikan benang lawe yang masih berbentuk tukelan dengan alat yang disebut ingan. Sedangkan untuk mempersiapkan benang pakan dipersiapkan alat yang dinamakan kleting yang terbuat dari bambu kecil (Bandi 16).

Disamping mempersiapkan untuk wajan, juga disiapkan untuk benang lungsen. Tahap awal adalah manen untuk mengatur deretan benang lawe dan sekaligus mengatur benang tersebut sehingga dapat dipilah menjadi dua lapisan.

Pekerjaan selanjutnya adalah nyurup dan murei (Bandi 16).

Nyurup adalah memasukan benang lungsen pada sela-sela ruji dari sisir tenun, dan tiap sela dimasuki dua helai benang. Selanjutnya pekerjaan gelap yaitu mengatur benang lungsen pada bagian dari alat tenun yang disebut glebeg/blabag, untuk menjaga keteraturan benang lungsen, sehingga memudahkan untuk mengatur panjang lungsen sesuai dengan jangkauan penenun. Bagian ujung yang lain diikat pada apit sebelum digulung pada glebeg ataupun diikat apada apit jajaran benang lungsen dengan mure. (Bandi 17).

b. Proses pembuatan Batik Gedog

• Tahan Ngetel

Tahap ngetel dilakukan dengan cara merendam kain yang akan dibatik dalam air bersih selama dua hari, dengan maksud untuk mengurangi sisa-sisa zat pengeras benang yang digunakan saat proses menenun berlangsung. Perendaman ini juga menguntungkan karena kain tenun yang telah bersih dari kandungan zat pengeras menjadi lebih lemas dan pori-pori benang terbuka lebih lebar, sehingga menguntungkan saat pemalaman dan pewarnaan (Bandi 23).

• Tahap Lengreng

Untuk bahan baku kain dari pabrik dalam proses batik tulis sebelum memasuki tahap lengreng, pada umumnya didahului dengan tahap nyekuli, yaitu

(31)

suatu tahapan yang bertujuan membuat kaku kain yang akan dibatik dengan menggunakan bahan tepung tapioka dan kanji. Hal ini dikarenakan kain dari batik yang menggunakan kain pabrik lemas dan halus sehingga perlu dikakukan, sedangkan jika kain batik gedog sendiri lebih kasar dan keras, sehingga pada pembuatan batik gedog tahap nyekuli tidak diperlukan (Bandi 24).

Tahap lengreng atau sering disebut ngengreng yaitu tahap pembuatan motif pada kain yang dapat dilakukan dengan canting ataupun pensil terlebih dahulu atau yang disebut membuat pola dengan pensil. Tahap lengreng ini dengan maksud untuk menutup bagian pola dengan cairan malam atau lilin untuk menghindari pengaruh zat pewarna saat dilakukan pewarnaan, sehingga pada tahap ini sudah mempersiapkan bagian mana yang akan dibiarkan terbuka dan bagian mana yang harus ditutup yang disesuaikan dengan tahap pewarnaan nantinya (Bandi 25).

• Tahap Nerusi

Tahap nerusi merupakan tahap lanjutan dari lengreng dengan tujuan memantapkan tampilan pada pola pada sisi kain batik yang lain. Tahap ini lebih mudah daripada tahap lengreng, sehingga pada tahap ini dapat dilakukan oleh orang lain (Bandi 25).

• Tahap Nembok

Pekerjaan nembok ini dilakukan dengan canting sama dengan tahap lengreng. Tetapi pada tahap lengreng menitik beratkan pada penutupan bagian dasar kain, sedangkan pada tahap nembok ini bertujuan dengan menutup bagian yang berada didalam motif yang dirancang dengan tampilan warna yang berbeda.

Pada batik gedog kadang muncul lebih dari 2 warna, bisa 3 atau 4 warna. Warna yang digunakan biasanya putih, warna gelap (hitam atau biru tua), dan warna lain (merah, kuning atau hijau) (Bandi 25).

• Tahap Nyelup

Zat pewarna buatan yang digunakan adalah berupa naptol, karena hanya bahan pewarna naptol yang bisa memberikan warna yang dikehendaki selain putih dan bitu tua. Tahap penyelupan ini berulang-ulang dilakukan sesuai dengan banyak ragam warna yang akan ditampilkan (Bandi 26).

(32)

Tahap penyelupan ini juga berhubungan dengan tahap mopok, yaitu tahapan menentukan bagian mana yang dibiarkan terbuka, sehingga akan terkena zat pewarna dan bagian mana yang harus ditutup untuk menghindarkan bagian dari kain atau motif yang harus terhindar dari pengaruh pewarnaan. Bila pada setiap pewarnaan harus disertai dengan mopok dan ngerok malam/lilin, maka akan diperlukan waktu yang cukup lama. Sehingga untuk mempersingkat waktu, satu- satunya cara yaitu dengan memperhitungkan sifat dan kekuatan warna yang akan ditampilkan (Bandi 27).

• Tahap Medel

Kata medel popular sebelum adanya bahan pewarna buatan (naptol). Bahan baku wedelan adalah nila yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang disebut daun tom (tarum). Meskipun telah memakai bahan pewarna buatan, tetapi mereka tetap menyebutnya dengan medel (Bandi 29).

• Tahap Nglorot dan Nyuci

Tahap nglorot ini yaitu mencairkan lilin atau malam yang masih menempel pada kain dengan cara merebus. Dengan mencelupkan kain yang batik akan dilorot kedalam air tawar yang sudah mendidih, sehingga lilin atau malam mencair dan lepas dari kain (Bandi 29).

Batik dan telah selesai dilorot, kadang masih banyak sisa malam yang menempel, untuk membersihkannya perlu dicuci dengan air bersih. Selain itu juga untuk mengurangi zat pewarna yang tersisa diatas kain yang tidak sempat meresap kedalam benang lawe. Pengeringannya dilakukan dengan cara dianginkan, tidak langsung dijemur dibawah sinar matahari agar warnanya tidak pudar (Bandi 29).

c. Motif -motif Batik Gedog

Motif batik pada dasarnya mengandung dua unsur pokok, yaitu : ornamen motif dan isian (isen) motif. Ornamen motif batik tersendiri dari dua macam bentuk, yaitu : ornamen utama atau pokok yang merupakan ragam hias penentu motif dan ornamen tambahan berfungsi sebagai pengisi bidang. Sedangkan isen atau isian motif berfungsi sebagai pengisi ornamen motif atau bidang sela antara motif pokok atau motif utama (Bandi 53).

Berdasarkan bentuk dasar, motif batik gedong dibagi menjadi dua golongan, yaitu: motif geometris dan non-geometris. Setelah banyaknya permintaan para

(33)

pembeli, muncul juga motif-motif batik kreasi untuk memenuhi selera konsumen.

Motif kreasi ini merupakan modifikasi bentuk motif utama ataupun motif tambahan tampak dominan. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh motif tradisional terhadap batik gedog, terlebih dahulu perlu dikenali motif khas dari batik gedog itu sendiri (Bandi 54).

• Motif Geometris - Krompol

Bahan baku yang digunakan bukannya kain tenun polos seperti yang biasa digunakan untuk membuat motif-motif lainnya, tetapi menggunakan kain lurik yang bermotif kotak-kotak kecil. Dalam bahasa Jawa kata krompol mengacu pada perngertian berkumpul atau mengumpul. Yang dimaksud disini barangkali karena kenyataannya motif yang muncul dari batik tersebut berupa titik-titik yang bergerombol (Bandi 55).

• Motif Geometris - Panji Lori

Sering tampil dengan dua warna, misalnya warna putih dan biru tua. Motif utama yang berbentuk susunan belah ketupat dan motif isen berupa susunan daun yang diatur berlawanan arah. Motif lain yang berfungsi sebagai pembatas antara bagian tengah kain dengan bagian ujung kain adalah motif burung phunik dan bunga. Kesan sederhana yang ditampilkan melalui motif ini cukup pantas dipakai oleh orang tua atau kaum ibu yang masih muda (Bandi 57).

Gambar 2.27. Motif panji lori Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011

• Motif Geometris - Jajar Goyang

Motif jajar goyang ini termasuk motif kuno dan warnanya pun sederhana, yaitu warna dasar gelap, ada yang biru tua, coklat tua atau merah kecoklat- coklatan dengan motif warna putih. Nama yang di dapat berdasarkan motif yang

(34)

ada, yaitu akibat susunan garis dan penggarapan garisnya maka bentuk motifnya seakan berubah-ubah atau bergoyang (Bandi 59).

Gambar 2.28. Motif jajar goyang Sumber: Bandi (1993, p.109)

• Motif Geometris - Panji Serong

Warna dari motif panji serong ini adalah warna kain gelap dengan warna motif tampil dengan warna putih sesuai dengan warna dasar kain tenunnya. Pola rancangan motif yang merupakan perpaduan antara titik-titik (cecek), garis lurus dan garis lengkung, diatur sangat serasi sengan tidak meninggalkan keteraturan sebagai ciri khas motif geometris (Bandi 62).

• Motif Geometris - Kenongo Uler

Motif kenongo uler ini menampilkan paduan betuk belah ketupat dan bintang dengan disusun dalam lajur kearah serong berlawanan. Motif belah ketupat tampaknya sangat dominan, karena bila diperhatikan dengan cermat maka motif bintang yang ditampilkan dengan memadu lingkaran kecil dan coretan- coretan pendek yang mengarah ke empat penjuru. (Bandi 66)

Gambar 2.29. Motif kenongo uler Sumber: Bandi (1993, p.108)

• Motif Geometris - Kembang Jeruk

Motif kembang jeruk merupakan motif geometris dengan satu warna, yaiu biru tua (proses wedelan). Motif utama tampil dalam dua macam bentuk dan

(35)

warna, yaitu berbentuk bunga yang sedang mekar berkelopak empat dan delapan, dengan motif isen berupa rangkaian empat untai bunga yang disusun berlawanan arah searah kelopak bunga motif utama (Bandi 67).

Gambar 2.30. Motif kembang jeruk Sumber: Bandi (1993, p.110)

• Motif Geometris - Panji Puro Kothongan

Ada tiga motif uama yang tampak dominan, yaitu motif segi empat sama sisi, motif bunga dan motif daun. Karena adanya motif rangkaian daun yang motifnya mirip rangkaian daun pada panji lori, maka menggunakan nama panji untuk nama motif panji kuro kothongan (Bandi 68).

Gambar 2.31. Motif panji puro kothongan Sumber: Bandi (1993, p.109)

• Motif Geometris - Tekuk Dhengkul

Motif ini berupa bentukan garis yang membentuk sudut 90 derajat yang dihiasai dengan adanya motif bunga dan daun, serta motif isen yang mengisi motif garis yang membentuk sebuah kotak. Batik tekuk dhengkul ini biasanya digunakan pada acara semembah atau sungkeman pada orang tua (Dok. Pribadi).

(36)

Gambar 2.32. Motif tekuk dhengkul Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011

• Motif Geometris - Sidomukti Kedele Kecer

Motif ini menampilkan bentuk segi empat dengan hiasan daun-daun pada sisi-sisi tertentu segi empat. Motif isen yang mengisi didalam bidang segi empat ini seperti kedele yang berceceran. Batik kedele kecer ini banyak digunakan pada acara khitanan ataupun biasanya digunakan oleh kemanten laki atau mempelai pria (Dok. Pribadi).

Gambar 2.33. Motif kedele kecer Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011

• Motif non Geometris – Locanan

Motif ini mendapat pengaruh khusus dari batik locan yang berada di Pati.

Gambaran batik locan ini menggunakan motif burung phunik yang dipadu dengan rangkaian daun dan bunga. Perbedaan bentuk dari motif-motif utama tersebut wajar karena disamping bahan bakunya berbeda, latar belakang budaya dan kemampuan pembatiknya juga berbeda. Oleh karena itu bila terjadi pengurangan, penambahan ataupun perubahan dari bentuk motifnya sangat mungkin terjadi (Bandi 69).

(37)

Gambar 2.34. Motif locanan Sumber: Bandi (1993, p.111)

• Motif non Geometris - Kembang Waluh

Motif kembang waluh tampil dengan tiga warna, yaitu putih, biru tua dan merah. Motif utama terdiri dari rangkaian daun dan bunga serta burung phunik.

Sebagai pengisi bidang kain motif daun dan bunga ini dirangka dalam untaian yang berkaitan dengan tangkai tangkai daun yang merayap meliuk-liuk memenuhi bidang kain (Bandi 72).

Gambar 2.35. Motif kembang waluh Sumber: Bandi (1993, p.112)

• Motif non Geometris – Putihan

Disebut motif putihan karena warna dasarnya putih sesuai dengan warna dasar kainnya. Batik gedog dengan motif putihan ini didukung beberapa motif utama beberapa macam zat pewarna khusus untuk motif-motifnya tersebut, misalnya warna biru tua, coklat muda kuning atau warna merah dengan dasarnya tetap keputih-putihan. Beberapa motif utama diantaranya adalah motif lar-laran (garuda), motif burung phunik, motif kupu-kupu ataupun motif lainnya, seperti motif suluran lengkap dengan daun dan bunganya (Bandi 75).

(38)

Gambar 2.36. Motif putihan Sumber: Bandi (1993, p.112)

• Motif non Geometris – Ganggeng

Motif ganggeng dalam batik gedog sekilas mirip dengan motif suluran yang disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi seluruh bidang tengah kain. Bentuk dasar motif suluran yang ada disini digambarkan cukup besar, bagian dalamnya diisi rangkaian motif sirip. Sedangkan bagian luar dari motif suluran ini dihias dengan coretan atau garis pendek-pendek keluar (Bandi 76).

Gambar 2.37. Motif ganggeng Sumber: Bandi (1993, p.113)

• Motif non Geometris - Burung Hong

Menurut penuturan pembatik dari Bongkol, disebut motif burung Hong karena terdapat gambar burung Hong. Dan yang dimaksud burung Hong disini ternyata mirip dengan bentuk burung phunik, sebagai ciri khas batik gedog pada umunya. Motif lain berupa lar-laran yang bentuk dan gayanya juga hampir mirip dengan yang ditampilkan pada batik gedog motif lainnya (Bandi 79).

• Motif non Geometris - Uker Cantel

Motif uker cantel ini biasanya digunakan acara penyingset atau acara pemberian dari calon mertua. Disini digambarkan terdapat motif burung phunik, bunga dan daun sengankan motif lainya berupa lar-laran pendek yang saling cemantel atau bergantungan satu sama lain (Dok. Pribadi).

(39)

Gambar 2.38. Motif uker cantel Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011

• Motif non Geometris – Gringsing

Batik gringsing ini mempunyai motif utama burung dan juga bunga dan daun dengan motif pengisi berwarna putih. Kain batik ini biasanya digunakan untuk para saudara mempelai atau penggiring pada acara pernikahan (Dok. Pribadi).

Gambar 2.39. Motif gringsing Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011

• Motif Kreasi

Gambar 2.40(a). Motif-motif kreasi khas kota Tuban Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011

(40)

Gambar 2.40(b). Motif-motif kreasi khas kota Tuban Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011

2.4.1.15. Perawatan Benda Koleksi

a. Faktor-faktor yang dapat mengubah kondisi atau bahkan dapat menimbulkan kerusakan pada benda koleksi, antara lain:

• Pengaruh sisa-sisa lilin batik

Sisa-sisa lilin batik dapat menyebabkan datangnya binatang-binatang kecil yang akan merusak serat, karena sisa-sisa lilin yang kecil-kecil tadi berada di sela- sela antara serat-serat. Hal ini dapat dicegah menempatkan merica putih dalam kantung kain kasa, akar wangi (Rara Setu) atau irisan daun kecubung pada tempat penyimpanan, khususnya untuk kain-kain batik yang menggunakan zart warna alam. Untuk kain batik dengan zat warna sintetis, dapat digunakan bola-bola kamper (museumbatikdanarhadi.blogspot.com).

Pengaruh lain yang disebabkan oleh sisa-sisa lilin pada kain batik yatu menyebabkan bau yang kurang sedap dalam ruangan museum/tempat penyimpanan. Hal ini dapat dihilangkan dengan menggunakan pewangi ruangan.

Untuk kain batik yang menggunakan zat warna alami, sebaiknya menggunakan pewangi alami yang berupa campuran bunga-bunga dengan irisan pandan, kencur dan laos, ditambah minyak wangi duyung. Hal ini dikerjakan ±1 minggu sekali

dan diikuti dengan pengasapan dengan asap ratus

(museumbatikdanarhadi.blogspot.com).

(41)

• Kelembaban

Kelembaban merupakan bahaya yang tidak kalah pentingnya dengan sisa lilin batik. Dengan kelembaban yang terlalu tinggi, menyebabkan timbulnya jamur yang akan merusak serat-serat kain batik. Untuk itu, kelembaban dapat diatur sebesar 18-21ºC dengan pengaturan suhu ruangan (museumbatikdanarhadi.blogspot.com).

• Suhu ruangan

Terkait dengan kelembaban. Suhu terbaik dalam penyimpanan kain batik dalam ruang adalah antara 18-21ºC (museumbatikdanarhadi.blogspot.com).

• Cahaya

Cahaya merupakan suatu bentuk energi elektromagnetik, memiliki 2 jenis radiasi terlihat dan radiasi tak terlihat (radiasi ultraviolet dan inframerah, tidak terlihat oleh mata manusia). Radiasi ultraviolet memiliki efek yang membahayakan dan menimbulkan perubahan, baik pada bahan ataupun warna.

Lampu pijar merupakan lampu yang paling banyak mengeluarkan ultraviolet.

Untuk bisa memanfaatkan sinar UV sebagai penerangan dalam ruang pameran atau dalam lemari pameran, harus dimodifikasi untuk mengurangi radiasinya (KBBI 16).

Di atas lemari pameran, dipasang dinding reflektor yang dicat dengan zinc oxide atau titanium trioxide yang menyerap radiasi UV yang datang bersamaan dengan cahaya ilmiah dari luar jendela. Yang terpantul kembali ke bawah dan masuk ke lemari kaca atau masuk ke ruangan hanyalah cahaya yang dapat terlihat, yang tidak menimbulkan kepekaan terhadap bahan-bahan benda koleksi. Cahaya yang menyilaukan akan menyulitkan perngunjung waktu melihat koleksi.= (KBBI 16).

Ruang pameran (dengan persyaratan 2 dan 3) adalah ruang tertutup, bebas dari sinar matahari langsung. Selain itu, pengunjung dilarang memotret koleksi yang ada dalam museum (museumbatikdanarhadi.blogspot.com).

• Debu atau kotoran

Meskipun ruang pamer sudah tertutup, kemungkinan adanya debu/kotoran- kotoran yang menempel pada kain batik tetap ada. Untuk itu seminggu sekali kain-kain batik koleksi dibersihkan dengan disikat dengan sikat yang halus sekali,

(42)

seperti yang digunakan untuk menyikat pakaian. Debu/kotoran-kotoran dapat disebabkan debu yang ada di lantai yang terbawa oleh pengunjung. Kebersihan lantai selalu harus diperhatikan juga, dengan dihisap atau disedot (museumbatikdanarhadi.blogspot.com).

• Serangga dan mikro-organisme

Benda-benda koleksi yang terbuat dari bahan organic sebaiknya diperiksa oleh para petugas laboratorium konsevasi, apakah benda-benda tersebut membawa penyakit menular atau tidak. Lebih diambil tindakan preventif daripada tindakan pembasmian, sebab pembasmian berarti bahan benda koleksi sudah terserang serangga dan telah cacat (KBBI 16).

2.4.1.16. Pamajangan Koleksi Batik

Loteng dan bawah tanah harus dihindari sebagai tempat penyimpanan karena kedua daerah tersebut sulit diatur tingkat kelembabannya, suhu dan polutan yang adda. Seandainya tidak memungkinkan maka ruang penyimpanan harus diperhatikan lebih dari hal-hal yang mengurangi umur kain.

Penyimpanan kain dapat ditumpuk dengan member batas kertas tisu bebas asam diantara tumpukan kain. Lemari penyimpanan disarankan menggunkakan bahan plastic karena bahan ini sulit teroksidasi oleh oksidan-oksidan diudara.

Hindari penggunaan metal dan kayu. Seandainya tetap ingin menggunakan pastikan finishing yang digunakan tidak bersifat asam dan selalu dibatasi dengan kayu tisu bebas asam.

Pembingkaian batik sangat disarankan untuk menambah keawetan benda yang dipajang. Bahan untuk bingkai dapat digunakan kaca atau plexyglas.

Keunggunlan kaca ada pada harga yang lebih murah dan mudah pecah.

Kemampuan untuk meneruskan cahaya dapat dikatakan sama baiknya.

Cara lain memajang kain dapat dengan digantungkan dengan catatan jenis kain yang digantung tidak terlalu berat. Untuk sebuah kain pada umumya dapat digantung karena bobotnya relatif ringan, terlebih karena orang cenderung ingin melihat motif yang ada pada sebuah kerajinan batik (Kerlogue 88).

(43)

2.4.2. Library

Gambar 2.41. Area display Sumber: Panero (1979, p.205)

2.4.3. Cafe

Menurut Lawson kafe adalah sebuah tempat minum kopi yang pengunjungnya dihibur dengan musik atau tempat yang menyajikan makanan dan minuman ringan. Berdasarkan Dictionary of English Language and Culture, kafe adalah restoran kecil yang melayani atau menjual makanan ringan dan minuman, kafe biasanya juga digunakan orang untuk rileks. Berdasarkan penjelasan- penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kafe adalah sebuah tempat yang mirip dengan restoran tetapi kafe memiliki batasan yang khusus daripada restoran, hal ini dapat diterapkan dari cara penyajian makanan dan juga minuman, serta dapat juga diterapkan melalui macam-macam menu yang dihidangkan, dimana ruang kafe juga dapat digunakan untuk bersantai, bertemu relasi, dan sebagainya.

Menurut Ching pada proses perancangan interior suatu rumah makan, selalu mengacu pada tahapan-tahapan, antara lain: jenis kegiatan dan aktivitas manusia, pola penataan ruang berdasarkan pada kegiatan dan aktivitas manusia, dan karakter ruang yang ingin dicapai.

2.4.3.1. Sistem Pelayanan

Pada sistem penyajian terdpat beberapa macam jenis penyajian:

• Table service : pelayanan penyajian makanan di atas meja. Untuk penyajian formal biasanya bersifat lebih mewah, sedangkan pada penyajian informal biasanya lebih berjenis coffee shop.

(44)

• Self service : pengunjung melakukan pelayanan bagi dirinya sendiri.

Pengunjung mengambil makanan dan minuman yang mereka inginkan kemudian mereka menuju ke kasir dan membayar makanan mereka lalu duduk di tempat yang disediakan. Terkesan familiar dan bersahabat.

• Waiter or waitress to tables : pengunjung datang dan duduk pada kusi yang disediakan, kemudian pramusaji akan melayani mereka dan mengantar menu makanan hingga pembayaran ke kasir.

• Counter service : dimana terdapat area khusus yang terdapat display makanan yang ada, biasanya digunakan untuk pelayanan yang cepat dan servis yang tidak formal.

• Automatic vending : pelayanan yang menggunakan mesin otomatis.

• Tray Service : penyajian makanan melalui sebuh nampan atau baki besar yang berisi makanan dan minuman yang telah dipesan. Pelayanan ini bersifat informal (tidak resmi) (Lawson 58).

2.4.3.2. Spasial Ruang

Beberapa dimensi untuk restoran:

• Besaran untuk meja makan dengan empat kursi makan 7,29m2

• Bak cuci piring lebar maksimum 60cm dan panjang antara 75-990cm, tinggi 80cm (Dixon 104 dan 114).

(Restaurant, Eating Places and Food Service Facilities 834).

• Sirkulasi untuk 1 orang (longgar) 75 cm, sirkulasi untuk 2 orang/ 1 troli 90cm dan sirkulasi longgar untuk 2 orang/ 1 orang + 1 troli 105cm (Dixon 512).

Gambar 2.42. Lebar minimal area makan Sumber: Panero (1979, p.146)

(45)

Gambar 2.43. Lebar minimal area makan Sumber: Panero (1979, p.229)

Gambar 2.44. Jarak bersih antar meja Sumber : Lawson (1979, p.261)

Gambar 2.45. Pusat daerah kompor Sumber: Panero (1979, p.162)

Gambar 2.46. Pusat daerah cuci Sumber: Panero (1979, p.160)

(46)

2.4.3.3. Elemen Pembentuk Ruang

Menurut buku Manajemen Food and Beverage service hotel, detain untuk interior restoran, meliputi:

a. Lantai

Lantai dibuat kedap air, rata, tidak licin, mudah dibersihkan dan juga pertemuan antara lantai dan dinding tidak boleh dibuat sudut mati.

b. Dinding

• Permukaan dinding sebelah dalam harus rata, mudah dibersihkan.

• Konstruksi dinding tidak boleh dibuat rangkap.

• Permukaan dinding yang terkena air harus menggunakan material yang kedap air, mudah dibersihkan, seperti porselin dan sejenisnya setinggi 2 meter dari lantai.

c. Plafon

• Permukaan plafon harus menutup seluruh atap ruang dapur, permukaan rata, berwarna terang serta mudah dibersihkan.

• Tidak terdapat lubang-lubang.

• Tinggi plafon dari lantai sekurang-kurangnya 2,4 meter.

2.4.3.4. Perabot untuk Cafe

Perabot dalam cafe harus praktis, nyaman dipakai, serta sedap dipandang.

Untuk tiap ruang makan segaja dibuat berbeda, sesekali perlu juga diubah susunannya untuk mengubah atmosfer atau suasana agar tidak membosankan, selalu menarik dan menawan.

a. Kursi

• Tinggi kursi keseluruhan sampai dandaran 900mm.

• Tinggi kursi sampai bagian yang diduduki 450mm.

• Panjang dan kebar kaki kursi 450x450mm.

b. Meja

• Penyusunan meja kadang-kadang disesuaikan dengan tipe atau gaya pelayanan yang ditampilkan.

• Permukaan meja dapat ditutup dengan kain moulton atau silent cloth atau silent pad yang dapat menyerap cairan, seperti kain flannel.

(47)

• Ukuran meja untuk 2 orang adalah 76x76cm, untuk 4 orang adalah 100x100cm atau 137x76cm.

c. Bentuk dan Ukuran Meja dan Kursi

Untuk memudahkan pengaturan meja dengan jumlah tempat duduk sesuai pesanan dalam satu meja, restoran perlu memiliki fasilitas meja dengan berbagai bentuk dan ukuran, yaitu meja bundar dan meja empat sisi.

1. Meja Bundar

Gambar 2.47. Meja bundar Sumber: Soekresno (1995, p.37) 2. Meja Empat Sisi

Gambar 2.48. Meja empat sisi Sumber: Soekresno (1995, p.38) 3. Meja dan Kursi Restoran Informal

 Meja ini dapat dipakau untuk tempat makan dan minum di restoran informal.

 Untuk 4 orang.

 Panjang meja 1300mm, lebar 700mm.

 Tempat duduk lain yang membelakangi dirapatkan.

 Penyajian makan dan minuman dari samping kanan atau kiri meja.

(48)

Gambar 2.49. Meja dan kursi restoran informal Sumber: Soekresno (1995, p.39)

2.4.4. Toko

Arti kata toko, yaitu:

• Kedai berupa bangunan permanen tempat menjual barang-barang (Moeliono 954).

• Kedai tempat berjualan barang-barang (Poerwadarminta 1083).

2.4.4.1. Sistem Pelayanan

Menurut buku Time Saver Standarts for Interior and Space Planning, sistem pelayanan di dalam toko dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan service store dan self service.

Service store, dimana para pengunjung dapat menjalin komunikasi dengan pegawai toko. Pada sistem pelayanan ini, para pengunjung tidak perlu repot untuk mencari barang yang diingikan. Sedangkan pada self service, pengunjung diberi kebebasan untuk memilih barang yang diinginkan. Sistem pelayanan self service ini biasanya dilakukan pada toko yang besar.

2.4.4.2. Display Pada Toko

Display sangat berperan penting untuk memajang barang-barang yang dijual, serta akan membant memudahkan pegunjung dalam memilih barang, sehingga sebaiknya barang display diklasifikasikan menurut jenisnya. Umumnya peletakan display toko berkaitan dengan pintu masuk, dan terdapat 2 macam tipe, yaitu :

• Pintu masuk berhadapan langsung dengan display.

• Letak pintu masuk saling berhadapan sedangkan letak display berada di sekeliling pintu masuk.

(49)

Beberapa macam display pada toko makanan, yaitu:

Gambar 2.50. Dimensi display pada toko Sumber: Chiara (1973, p.752)

2.4.4.3. Ergonomi Dan Antrophometri

Beberapa di bawah ini adalah dimensi dan sirkulasi pada area penjualan barang umum yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.51(a). Area penjualan barang umum Sumber: Panero (1979, p.199)

Gambar 2.51(b). Area penjualan barang umum Sumber: Panero (1979, p.199)

(50)

2.4.5. Pencahayaan

Menurut Neufert, terang cahaya atau penerangan suatu ruang ditentukan oleh:

a. Kondisi ruang (tertutup/terbuka) b. Letak penempatan lampu

c. Jenis dan daya lampu

d. Jenis permukaan benda-benda dalam ruang (memantulkan/menyerap cahaya) e. Warna-warna dinding (gelap/terang)

f. Udara dalam ruang

g. Pola diagram dari tiap lampu

Ada tiga metode untuk penerangan suatu ruang, yaitu:

a. Pencahayaan umum atau baur

Menerangi ruang secara agak merata dan umumnya terasa baur. Sifat cahaya yang menyebar kesan kontras antara pencahayaan untuk kegunaan tertentu, untuk mengurangi kesan bayangan, menghaluskan dan memperluas sudut-sudut ruang, serta menyediakan level pencahayaan yang memadahi agar dapat bergerak dengan aman (Ching 27).

b. Penerangan lokal

Untuk kegunaan khusus menerangi sebagian ruang untuk panampilan tugas atau aktivitas visual tersebu. Selain membuat tugas visual lebih mudah dilihat, pencahayaan local juga dapat menciptakan variasi daya tarik, partisi suatu ruang menjadi beberapa bagian, mengelilingi kelompok perabot, atau memperkuat karakter social ruang (Ching 128).

c. Lampu aksen

Bentuk dari pencahayaan lokal yang menciptakan titik fokus atau pola-pola dari cahaya dari kegelapan dalam ruang. Bukan hanya berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu, pencahayaan aksen juga dapat digunakan untuk mengurangi kesan monoton dari penerangan umum, menonjolkan keistimewaan ruang tersebut, atau menerangi obyek seni atau benda koleksi berharga lainnya (Ching 129).

(51)

Setiap lampu dibuat dengan tujuan tertentu dan mempunyai arah yang disesuaikan dengan tujuannya. Beberapa istilah lampu sesuai dengan arah dan luas sinarnya adalah:

a. Penyinar atas (up-lighter), lampu yang menyorot ke atas.

b. Penyinar bawah (down-lighter), lampu yang menyorot ke bawah.

c. Penyorot sempit (spot light), lampu dengan sudut sinar <300 d. Penyorot lebar (flood light), lampu dengan sudut sinar >30

.

0

e. Penyiram dinding (wall-wash light), lampu untuk menyiram bidang vertikal dengan cahaya.

.

Gambar 2.52. Jenis-jenis distribusi pencahayaan Sumber: Ching (1996, p.306)

2.4.6. Penghawaan

Untuk menjaga agar temperatur udara tetap maka menggunakan penghawaan dengan system Air Conditioner (AC), yaitu : system pengatur udara dalam ruang yang dilakukan secara teratur & konstan. Unsur-unsur yang diatur dengan AC, yaitu : kecepatan aliran udara, penggantian & pembersihan udara, pengaturan temperatur, kelembaban & pendistribusian aliran udara pada kondisi yang kita inginkan secara teratur & konstan (Suptandar 275).

Untuk menyeimbangkan udara dan menghindari asap yang berlebihan dan uap yang ada dalam yempat penyajian, penyaring udara sering disediakan di sekitar langit-langit atau kanopi. Pertukaran udara sangat diperlukan dalam sistem ventilasi (Lawson 59).

Gambar

Gambar 2.3. Suasana jalan diponegoro  Sumber: Dokumentasi Pribadi 2011
Tabel 2.2. Aktivitas Pengguna
Gambar 2.6. Tampak depan museum batik Yogyakarta  Sumber: http://www.museumbatik.com/gallery.html
Gambar 2.7. Area proses membatik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bila dari hasil penelitian didapatkan korelasi yang signifikan antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara, maka ekspresi

Dalam penelitian Silitonga (2010) bahwa jumlah jenis fungi yang terdapat pada serasah daun Rhizopora mucronata yang belum mengalami dekomposisi (kontrol) dan yang

Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (BBPTTG) LIPI mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, pengembangan dan pelayanan di bidang

Model SITT yang diterapkan di berbagai agroekosistem telah terbukti mampu meningkatkan efisiensi usahatani, karena peran ternak dalam penyediaan daging, tenaga kerja, pupuk yang

Artinya peningkatan konsentrasi yang menyebabkan bank lebih suka berkolusi dari pada bersaing justru menciptakan stabilitas bagi bank.. Sebaliknya, penurunan kosenterasi

Pada TB kongenital dapat terlihat segera setelah bayi kepustakaan lain dilaporkan sampai tahun 1989 lahir, tetapi biasanya muncul pada usia minggu terdapat 300

Kemudian kaitannya dengan mengkomunikas ika n sebagai bentuk dari kemampuan seseorang dalam berpikir kritis dari apa yang diperolehnya melalui membaca dan menulis

Pada rumah bentuk kampung yang ukurannya lebih besar dari rumah bentuk panggangpe, selain adanya teras depan yang dipergunakan sebagai tempat menjamu tamu laki-laki serta