• Tidak ada hasil yang ditemukan

TABEL MATRIKS PERENCANAAN KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TABEL MATRIKS PERENCANAAN KARYA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

85

(2)

86

TABEL MATRIKS PERENCANAAN KARYA

No. Kegiatan

Bulan’ 2021

Januari Februari Maret April Mei Juni

1 Menentukan Topik 2 Penyusunan Naskah Akademik 3 Riset 4 Pencarian Narasumber 5 Pencarian Layouter 6 Proses Liputan 7 Penyuntingan Foto 8 Menyusun Teks Feature 9 Layouting 10 Finalisasi 11 Pencetakan Buku Foto

(3)

87

DOKUMENTASI PROSES PEMBUATAN KARYA

Dokumentasi saat melakukan liputan di RSDC Wisma Atlet Dokumentasi melakukan bimbingan secara daring

(4)

88 Dokumentasi saat melakukan kurasi foto

(5)

89

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

No. Item Unit Harga Jumlah Harga

Praproduksi

1.

Print Pengajuan Proposal Proposal untuk

Sekretariat

1 rangkap Rp85.000 Rp85.000

Revisi Proposal dari Sekretariat (Jilid + Biaya ekspedisi) 1 rangkap Jilid Rp5.000 Ekspedisi Rp10.000 Rp15.000

Proposal untuk Unit Riset

7 rangkap Rp109.000 Rp763.000

Biaya Kirim oleh Kurir

1 orang Rp13.000 Rp13.000

Proposal untuk Komite Etik

4 rangkap Rp121.000 Rp484.000

Biaya Kirim oleh Kurir 2 orang Rp13.000 Rp26.000 PascaProduksi 1. Layouter 3 orang (Rp700.000 x 2) + Rp 1.000.000 Rp2.400.000

(6)

90 2. Test Warna Buku

Foto

5 Lembar Rp59.000

3. Test Warna Buku Foto 10 Lembar Rp70.000 4. Cetak Buku 5 eksemplar Rp492.800 Rp2.464.000 5. Bahan-bahan untuk Packaging Buku Rp174.000

6. Swab Antigen 1 orang (3 kali) (Rp242.000 x 2) + Rp195.000 Rp679.000 Total Rp7.242.000

(7)

91

TRANSKRIP WAWANCARA

Wawancara dengan pasien RSDC Wisma Atlet Q: Pewawancara (Fidelia Dea)

A: Narasumber (Simon)

Q: Gimana kak di sini? Senang?

A: Ya, dibawa seneng-seneng. Soalnya kalau enggak dibawa seneng, susah juga

sembuhnya kan.

Q: Positifnya kan berarti sejak 2 minggu yang lalu, itu tahu enggak dari mana?

A: Enggak tahu. Soalnya memang dua minggu lalu kan ketahuan positifnya, nah 2

minggu sebelumnya tuh memang enggak pernah keluar rumah. Di rumah terus saya, lagi males main aja. Terus pas ketahuan itu kan besok (eh kemarinnya) coba swab, ternyata hasilnya positif. Langsung dibawa ke sini. Jadi enggak tau asal-usulnya dari mana, begitu diswab hasilnya memang udah positif aja.

Q: Tapi dari keluarga ada yang suka keluar enggak?

A: Keluarga sih tapi kena semua. Mama di sini, adek lagi main di situ. Memang

keluarga sih lagi kena semua.

Q: Tapi memang lebih pilih untuk isolasi di sini aja ya?

A: Iya, soalnya biar lebih aman juga kan kalau di sini juga dikasih obat, dosisnya

juga kan mereka lebih tahu dari pada kita. Soalnya kalau misalkan isolasi di rumah sendiri kan kadang dikasih sama temen atau saudara obat-obatan, kayak vitamin-vitamin, cuman kalau enggak cocok sama badan kan bahaya juga. Soalnya sekeluarga juga, apalagi repot juga kan di rumah. Akhirnya ya udah ke sini aja.

Q: Tapi kenapa pilih Wisma Atlet dari pada rumah sakit lain?

A: Kenapa pilih Wisma Atlet, kalau menurut saya sih lebih nyaman di Wisma Atlet

ya. Soalnya kalau di rumah sakit kan suasananya kayak kumpul-kumpul sama orang-orang yang sakit secara fisik juga kan jadi mau beraktivitas takutnya ngerasa enggak nyaman. Kalau di sini kan walaupun ada yang kelihatan sakit gimana juga tetap bisa interaksi. Jadi lebih nyaman aja sih. Jadi sebenernya kayak pindah rumah aja, kasarannya gitu sih. Lingkungan baru.

Q: Di sini berarti sekamarnya sama keluarga juga ya?

A: Sekarang saya sendiri. Sempat kemarin kamar bertiga terus karena di lantai 18,

kan pertamanya di lantai 18, lantai 18-nya dikosongin, terus dipindahin ke lantai 4. Nah di lantai 4 itu satu kamar kasurnya 3. Eh enggak, kasurnya 2. Jadi, adek saya sama mama saya, saya sendiri.

(8)

92

Q: Waktu pertama kali dinyatakan positif sempat ngerasa down enggak? Dari segi aktivitas keganggu enggak, apalagi kan masih kuliah juga. Lalu dari segi mental bagaimana?

A: Kalau kegiatan sih jelas keganggu, kan jadi enggak bisa ngerjain tugas segala

macem, terus enggak bisa main juga. Cuman kalau secara mental sih saya biasa aja sih, karena menurut saya ya kalau misalkan memang terkena COVID-19 ya ya udah, kena aja gak apa-apa. Karena saya mikir selama mental saya sehat mah saya rasa si COVID-19 enggak terlalu berbahaya kayaknya. Dibawa santai aja sih, kalau masalah mental sih enggak masalah saya.

Q: Tapi sebenarnya kakak (sebelum kena COVID-19) tipe yang was-was banget sama COVID-19 atau gimana?

A: Awal-awal ada COVID-19 aja sih. Dua minggu sampai sebulan lah itu masih

aware banget. Kemana-mana peduli, maksudnya pakai masker terus, segala macem. Terus makin ke sini-sini ya udah lah. Yang penting protokol kesehatannya masih terjalan. Cuman enggak terlalu ngejaga kayak di awal-awal COVID-19 masuk ke Indonesia. Itu bener-bener keluar rumah aja masih mikir-mikir, tapi kemarin-kemarin sih udah enggak. Bodo amat lah.

Q: Di sini kenal sama pasien yang lain enggak? Ada interaksi sama pasien yang lain enggak?

A: Interaksi sih, cuma ya interaksi biasa aja. Ngobrol-ngobrol sebentar, gitu aja sih

paling.

Q: Biasanya keluar untuk ikut senam pagi dan sore enggak?

A: Biasanya sih pagi keluar, jemur. Terus sore biasanya joging sendirian.

Q: Kalau menurut kamu, kebutuhan dari segi makanan, obat, vitamin, dan segala macem di Wisma Atlet ini sudah terpenuhi belum?

A: Kalau menurut saya pribadi sih terpenuhi banget. Soalnya pas mau masuk juga

kan didata tuh siapa aja yang punya alergi atau enggak, bisa makan apa tuh semua, jadi obat-obatan sama makanannya itu sesuai sama kebutuhan kita. Dan selama saya dua minggu di sini sih obatnya dosisnya juga ditentuin sama kebutuhan saya, jadi enggak 2 minggu ini obatnya sama terus tuh enggak. Jadi ditentuin hari pertama tuh saya dapat ini, terus beberapa hari kemudian obat udah mulai mengurangi, mengurangi, sesuai sama aku apa kondisi fisik saya sih.

Q: Kalau dari segi porsi makan apakah sudah cukup? A: Cukup. Dari segi menu juga oke.

Q: Kalau menurut kakak nih, nakes-nakes di sini interaksi ke pasiennya gimana?

A: Jadi kayak enggak ada jarak antara nakes atau pasien. Jadi kasarnya sama-sama

pasien gitu, sama-sama kayak temen lah. Ada juga beberapa nakes yang main voli. Ada juga yang bercanda-bercanda, ngumpul bareng, ngobrol bareng. Jadi enggak terlalu ada jarak.

(9)

93

Q: Didatengin sama nakesnya berapa jam sekali?

A: Enggak di-visit sih, cuman kan kita itu satu lantai itu ada 34 kamar di lantai 4

nih. Dia enggak visit, cuman dia kabarin di grup. Jadi kalau misalkan kan suka ada tensi terus buat ngukur apa saturasi kayak gitu gitu kan, sama mereka di kabarin lewat WhatsApp. Jadi dia biar sama-sama enggak capek. Mereka ngabarin lewat WhatsApp, entar kita yang merasa perlu ditensi dan saturasi kita yang datang ke sana sendiri.

Q: Tapi kalau menurut kakak dengan adanya sistem koordinasi melalui

WhatsApp itu sudah efektif belum?

A: Menurut saya sih efektif sih. Tapi tergantung pasiennya juga karena saya di

lantai 18 enggak terlalu interaktif itu dibanding di lantai 4 ini. Di lantai 4 itu pasien sama nakesnya saling interaktif gitu saling ngobrol, enak, terbuka sama lain.

Q: Ada pesan enggak buat mereka yang di luar sana yang belum patuh sama protokol kesehatan?

A: Ya paling cuma pengen ngingetin aja kalau COVID-19 itu bener-bener ada. Jadi

buat orang-orang di luar sana ya kalau misalkan kalian enggak peduli sama diri kalian sendiri, setidaknya peduli sama orang-orang di sekitar kalian lah, pakai masker tujuannya buat itu protokol kesehatan walaupun kalian merasa cuek bodo amat tapi paling tidak jagalah orang-orang sekitar kalian.

Q: Motivasi kakak untuk sembuh itu apa? A: Biar bisa ketemu keluarga sama bisa main lagi.

(10)

94

TRANSKRIP WAWANCARA

Wawancara dengan ahli gizi RSDC Wisma Atlet Q: Pewawancara (Fidelia Dea)

A: Narasumber (Tifany)

Q: Kakak masuk sini melewati tahap apa aja kak?

A: Daftarnya lewat Google Form-nya gitu. Kalau aku kemarin tahunya dari…kan

aku lulusan dietisien kan, ada grupnya gitu. Terus ada orang RSCM itu minta tolong ke kampus-kampus gitu loh, nyampe lah ke kampusku ke grup WA (WhatsApp) itu siapa yang mau daftar, bisa daftar. Ya udah daftar lewat situ, kan ngumpulin berkas-berkas tuh kayak lulusan apa, ijazahnya, terus STR (Surat Tanda Registrasi) kan kalau kami kan untuk kerjakan harus ada Surat Tanda Registrasi baru boleh ke pasien, kayak gitu itu suratnya harus ada, harus aktif kayak gitu.

Udah nanti karena aku sudah profesi udah dietisien, udah ngambil tambahan 1 tahun, mereka lebih prioritasin itu dan ternyata memang yang yang daftar pun sedikit kayak gitu. Ya udah aku kebetulan berdua sama temanku dipanggil lah ke sini. Itu awal-awal akhir November…awal Desember nyampe sini di tes MCU (Medical Check Up). Medical Check Up difoto rontgen, diambil darah, ditanya riwayat merokok, alkohol gitu pokoknya.

Nah terus kalau jamanku dulu itu awal-awal tuh enggak ada psikotes, pernah denger nggak ada yang berita miring di sini yang ada pasien dan nakes? Nah sejak itu baru diberlakukan psikotes. Dulu aku masuk sini gak ada psikotes. Akhir Desember Januari ya kayak kayak gitu temen-temenku yang baru dimereka ceritanya itu ada psikotes juga kayak gitu. Sejak itu ya masuk sini nggak sama kayak dulu, dulu kan cuma kamu sehat, mau, dan surat-surat lengkap legal, gitu ya buat ini buat ngasih pelayanan boleh.

Setelah MCU, diswab juga disuruh lagi kita berangkat kan juga harus nunjukkin rapid test. Zaman itu kan rapid, bukan swab. Dan itu uangnya diganti kayak gitu. Kita dari rumah kan buat kalau misalnya luar Jakarta kan juga perlu kan kayak buat naik pesawat atau naik kereta. Nyampe sini bisa diswab ulang, setelah diswab ulang kita kayak diorientasi sebentar dijelasin. “Oh ini red zone, green zone, yellow zone,” itu kan aku lagi sedikit kan orangnya jadi cuma paparan presentasi aja. Nah abis itu ke kamar masing-masing. Udah dikasih kunci kamarnya. Jadi pas penerimaan itu enggak cuman gizi doang kayak gitu, ada sama misalnya ada perawat atau ada sama anak call center kayak gitu. Itu dibagi kamar udah masuk ke kamar, nanti langsung ngehubungin koordinator masing-masing. Kayak misalnya bagiannya gizi ya ke Pak Tri, terus call center ada sendiri gitu, langsung mecah ke bagiannya masing-masing.

(11)

95 Tapi masalahnya mungkin sekarang sistemnya diperbaiki ya belajar dari kesalahan ternyata temanku yang bener baru sama-sama kami ketemu itu dia positif dong. Dan swabnya itu dikasih tahunya itu besok paginya gitu loh, jadi dia memang udah di sini kan ya udah keliling juga, dari siang sampe malem meskipun gak banyak, tapi kan bahaya kan.

Mungkin sekarang udah diganti metodenya, dipercepat juga hasil swabnya kayak gitu. Jadi pagi-pagi bahkan malam udah pasang seprei udah siap, ternyata besok paginya diambilin lagi. Aku naik ke lantai 32 diisolasi, temanku pindah ke Tower 7, Towernya pasien. Tapi memang ada lantai khusus kalau nggak salah ada 20 itu memang buat nakes yang positif kayak gitu jadi disendiriin. Jadi aku diisolasi di lantai 32 itu Tower 2 tapi lantai atas sendiri. Makan dianterin, udah kayak enggak boleh keluar kamar kayak gitu. Tapi aku selama 4 apa 5 hari gitu diswab ulang. Hasilnya negatif, baru boleh kerja lah istilahnya kalau temanku di sana, ya karena dia positif ya jadi 9 hari apa hari ke-10 itu baru swab ulang, lebih lama. Karena kan makan minum obat segala. Kalau aku kan masih tanda tanya, soalnya akan sekamar kan, kontak erat,

Q: Berarti dari luar kota masuk ke sini gak ada karatina dulu?

A: Karantina sih enggak, cuman aku ke Hotel Media. Jadi dari dari aku dari

Surabaya kan malam nih, bilangnya MCU hari Sabtu kalau nggak salah hari Sabtu jam 6, eh jam 7 pagi. Nah aku kan datang dari Surabaya itu Jumat sore, nah semalamnya itu di Hotel Media itu baru ke sini. Namun kita soalnya kan swabnya di sini gitu loh, jadinya nggak mungkin swabnya di Hotel Media kan. Tapi sebenarnya kalau mau bagus sih sekalian swabnya di Hotel Media kayak gitu. Baru nggak bener negatif baru pindah ke sini gitu. Tapi kayaknya sekarang diperbaiki. Entah habis swab di sini mereka di pulangin lagi ke Hotel Media sampe keluar hasilnya, atau kalau nggak di kamar khusus yang memang jadi isolasi dulu sampai hasil swabnya keluar.

Baru kapan hari itu baru-baru ini dari 30 yang datang kalau nggak salah, entah 20-nya yang positif apa gimana. Jadi pasien ke sini bukan jadi nakes. Tapi aku enggak tahu perbaikannya sekarang tuh yang spesifiknya gimana. Tapi mungkin mereka dijadiin satu dulu ya. Maksudnya kan kamarku harusnya isi 3, tapi kan yang satu udah pulang, nanti kan anak baru bisa masuk sini, tapi aku berhak menolak kalau yang anak baru ini “Swabmu apa? Positif atau negatif?” kayak gitu. Kalau misalnya kamar yang benar-benar kurang kan kemarin kan lagi naik naiknya pasien kan ya, jadi banyak nakes yang dihire gitu. Itu mau enggak mau ya mau terima aja mereka tidur di mana kan, syukurnya negatif. Kalau positif ya kita ikut lIbur lagi.

Q: Sejauh ini lingkungan di Wisma Atlet ini menurut kakak, gimana kak? A: Bersyukurnya sih gizi tuh sedikit, dalam artian kan dulu paling banyak tuh

sampai 55an lah, kayak enggak sampe perawat, kalau perawat kan sampai ratusan ya, rIbuan bahkan. Makanya mereka ada tim A, B, C, D, E. Syukurnya gizi sedikit. Setiap Minggu malam itu koordinator Pak Tri itu selalu ngumpulin buat evaluasi. Kadang dia juga kasih motivasi, kami nonton bareng, kayak gitu jadi memang

(12)

96 berusaha diakrabkan gitu maksudnya karena kerja sama tim mungkin kalau tim kami kan jadinya dibikin kecil aja ya kan, tapi yang sedihnya itu mungkin karena gizi juga banyak ceweknya kan. kemarin yang mau ulang tahun RSDC sini kan ada lomba-lomba antarnakes tuh. Tapi gizi ini enggak ikut sama sekali gitu loh karena, satu; sedikit, maksudnya kami ini sehari-hari ini udah ada job desk-nya masing-masing, jadi kalau untuk meluangkan waktu untuk ikut lomba tuh susah. Karena makan 3 kali sehari kan. Kalau mereka kan misalnya perawat hari ini masuk, besok bisa lIbur agak panjang, lIburnya dengan timnya juga beda-beda.

Q: Kalau buat koordinasi sama tim-tim yang lain bagaimana? (Dengan nakes lain)

A: Awal-awal memang susah ya. Kalau itu tergantung pembawaan diri, memang

kadang juga ada yang istilahnya apa ya, menutup, kadang ada, yang istilahnya meremehkan juga, kayak apalagi gizi kan, apa ya jarang terlihat begitu. Makanya pinter-pinternya kita bawa diri, gimana caranya kita itu penting gitu loh untuk pasien juga penting makan tuh mengalahi obat harusnya. Tapi selama ini kan, semua obat dulu yang diutamakan. Sepintar-pintarnya kita harus apa ya, pinter lihat situasi juga kayak gitu. Tapi sejauh ini welcome, bisa kolaborasi dengan baik akhirnya kan. Soalnya kan tujuannya bukan antarkami sesama nakes, tapi kan gimana cara kita kolaborasi baik, supaya nanti pasiennya kan juga dapat yang terbaik, karena kami makannya atur, obatnya juga dibantu atur, kayak gitu.

Q: Kalau untuk dari segi pasien bagaimana? Rata-rata pasien di sini apakah sudah menerima nakes-nakes dengan baik?

A: Hahahahaha. Kalau dari gizi ya, sisi gizi. Beragam sekali, karena ada pasien

yang kadang tuh dikasih hati kadang ngelunjak gitu. Misalnya kemarin, minta telur ceplok lah, minta telur setengah mateng lah, terus dibilang….

Sebenernya bisa sih, diedukasi bisa sih, cuman kadang kan tiap orang kan penerimaannya beda-beda kayak gitu kan ada yang merasa kurang asin, ada yang pedas lada sedikit, dia bilangnya pedes sekali. Setiap individu kan beda-beda, ya itu harus pintar skill komunikasi juga, enggak boleh baper juga. “Oh iya Ibu” udah lah kayak terima aja. Tapi ada pula rewel lah ya tapi bagus, baik itu ada yang kasih masukan kayak gitu “Enggak bisa to makanannya tuh kayak gini-gini request makanan”, ada yang minta kentang lah, minta roti, maunya kuahnya hangat. Apalagi yang HCU (High Care Unit) kan, udah nggak nafsu makan, makan buburnya udah dingin, udah enek, makin mual kayak gitu kan. Orang apalagi kalau yang enggak biasa makan ya. Mungkin Bapak-Bapak yang kayak “Bapak diusahakan yang dipaksa ya” kadang ada yang mau nurut, ada yang “Gimana mau dipaksa, orang gak bisa makan, mana enak makan kayak gini?” maunya anget-anget. Jadi makanya kalau pasien di lantai, gak papa mau Go-food, Grabfood, beli dari luar dikirim dari rumah boleh. Tapi kan lihat dulu dia ada pantangan apa enggak. Terus kalau misalnya dia beli makanan dari luar kita edukasi, jangan yang goreng-goreng lah, pokoknya yang sesuai lah. Sesuaikan kondisinya. Itu satu itu yang dari negatifnya ya.

(13)

97 Dari positifnya banyak juga yang sangat-sangat baik, ada. Yang baik bahkan sampai punya grup sama perawat-perawat itu. Namanya grup Pizza Nyonya Elfrida. Jadi kami sama perawat laintaiku yang kenal dekat sama nama pasiennya, Elfrida. Ibu Elfrida ini dia beliin kami pizza untuk kami kayak gitu loh, Chattime. Sampe dia udah purna pun, eh dia udah udah sembuh pun masih ingat ya gini “Kalian masuk apa?” kayak gitu kan aku yang paling fleksibel, yang (perawat lain) timnya ganti-ganti, “Kalian masuk apa?”. Dulu Ibunya lihat timbangan itu enggak mau enggak mau. Asik sih Ibunya.

Terus ada juga orang HCU, nggak mau makan gitu kan. Aku bingung mau gimana. Terus dia harus pesen pampers kan dari luar karena pampers-nya enggak cocok apa gimana. Bagaimana caranya ambil paket sama Bapak paketnya saya ambilin kan butuh cepet, tapi kan perawatnya juga sibuk, “Bapak paketnya saya ambilin, asal setelah saya ambilin Bapak makan.” Karena dia rewel banget makan tuh susah banget, ini aku bela-belain ambil paket panas-panas “Nih ini barangmu ya. Sebagai gantinya kamu harus makan,” tapi dari situ aku diinget, gitu. Aku diinget kayak gitu aja dia sampai turun pun sampai sekarang aku dikirimin makanan juga kayak gitu. Ada beberapa pasien yang “Oh gitu nggak sempat foto” kayak gitu beberapa minta foto, tapi kan nggak tahu ya dia pulangnya kapan. Pas aku udah udah selesai dinas apa aku pas libur kayak gitu, terus ada yang kayak “Kita ketemu ya nanti, apa janjian kalau udah selesai corona gimana?” “Oh iya siap.”

Q: Tapi kak, kan pakai Pakai APD (Alat Pelindung Diri) itu kan panas banget gitu. Nah, tapi sebenernya apa yang bikin Kakak semangat gitu kerja berjam-jam di sana?

A: Apa ya, kalau panas sih sebenernya awal-awal memang enggak kuat ya. Panas

banget, belum adaptasi. Panas banget. Tapi gimana ya, lihat mereka, kan mereka tidak bisa dijenguk ya, kan terus kek aku satu-satunya soal makan. Makan dulu, itu sangat penting gitu, selain obat, kayak gitu kan makan yang utama. Ketika mereka merasa diperhatikan aku pun kalau sakit penginnya diperhatikan gitu. Jadi aku melakukan hal yang sama untuk mereka, kayak gitu. Ya aku sebisa mungkin dengan bagianku dengan pekerjaanku dengan makanan, sebisa mungkin maksimal buat mereka. Meskipun ya, bisanya segitu-gitu aja. Itu yang bikin aku semangat.

Nah dulu kan aku pegangnya di Tower 7, pertama masuk ke sini. Atensi ya, jadi memang kadang ada TNI atau Polri, atau titipannya siapa-siapa, ada yang orang Istana Kepresidenan, stafnya ada kadang di situ. Kadang aku merasa “Oh keren ya bisa ketemu mereka” yang bikin aku semangat. Terus mereka pun welcome gitu loh “Oh terima kasih,” kayak mereka tuh merasa diperhatikan sangat bersyukur kayak gitu loh. “Kamu udah panas-panas,” tahu capeknya kami itu tahu gitu lho.

Terus aku ditarik lah di sana ditarik lah ke HCU. Dulu HCU tuh gak kayak gini, rata-rata enggak bisa diajak ngomong, kayak udah lemes, udah dipasang ventilator, udah udah enggak bisa ngomong. Terus aku makanya pegang lantai yang biasa,

(14)

98 yang lantai 4 tadi itu. Aku bener-bener dulu tuh aku dulu nangis terus tiap hari di HCU, itu pasien-pasien kayak begitu itu enggak kuat aku, kasian. Terus pindah lah aku pegang lantai 4 tuh. Harusnya aku kalau udah di HCU, enggak usah pegang lantai lagi, berat kan, sempet pas banyak pasiennya itu. Tapi aku enggak mau, aku harus ada orang yang aku ajak ngobrol di lantai 4 juga beragam, lantai 4 tempo dulu zamannya lansia-lansia, kayak gitu itu juga kasihan. Itu sebagai liburanku justru, kayak gitu dong ketemu mereka yang bisa diajak ngobrol, jadi kadang aku kalau sekarang misalnya ada pasien yang bawel kayak gitu yang pingin itu “Oh bersyukur” masih bisa kayak bisa protes itu suatu apa ya kayak udah berkah tersendiri ketika mereka bisa sehat kayak gitu. Ya sakit, cuman masih bisa ngobrol gak kayak orang HCU yang udah nggak bisa apa-apa lagi nih.Lucu-lucu makanya ketemu pasien pun juga lucu-lucu. Kan ada yang bawel, ada yang timbangan aja takut, ada yang harus dIbujuk gimana pun caranya supaya ini.

Dulu aku di HCU itu aku habis nyuapin, terus ternyata sorenya sudah berangkat. Semalam tuh 5 orang. Kan kalau ini kan (cek gizi pasien) aku datengin satu-satu, “Pak gimana makannya? Sudah BAB (Buang Air Besar) belum?” Habis ngomong gitu, terus berangkat, kayak gitu. Besoknya aku udah masuk apa lagi, “Loh pada kemana?” ya kaget secepat itu.

Kayak kemarin ternyata Papanya kakak kelasku kan aku baru tahu, baru aku tahu besoknya aku mau lihat ternyata udah rujuk. Padahal kemarin aku sempet masih sempet nanya mau makan apa, terus ternyata malemnya perburukan, dipasang ventilator, udah enggak bisa komunikasi kan, udah di DPO (Dalam Pengaruh Obat). Jadi sudah tidak sadar. Terus ternyata rujuk, yang tadi baru tahu udah enggak ada. Ngeri.

Kadang itu kek bersyukur gitu. Mungkin orang di luar sana lihat Wisma Atlet “Oh ya seneng senam, gini gini,” tapi satu sisi itu yang di HCU itu juga banyak gitu. “Kalian ini masih gak percaya sama corona itu, heran aku.” Tadi kan aku sempet denger, Melo kan tadi sempet bilang kan kek ya harus hati-hati kayak gitu mungkin kitanya yang sehat ya enggak masalah kena corona ya it’s okay, ya bisa sembuh. Tapi orang-orang yang udah lansia, ada risiko tinggi, enggak akan pernah tahu kalau itu hari terakhir, mungkin kamu ngobrol sama dia, terakhir ketemu mungkin?

Q: Ada gak satu cerita yang sebelumnya kakak intens sama pasien ini, tapi sekarang udah nggak ada lagi?

A: Ada sih, ada banyak sebenernya, cuman yang paling membekas banget tuh ada

satu.

Dulu kan aku pertama kali tugas ditugasin di INCU (Intermediate Care Unit) ya tapi, INCU HCU, nah aku di Intermediate sempet tempat ketemu Ibu itu, katanya susah memang makannya. Kutanya “Mau makan apa?” kayak gitu, aku bantu suap juga. Itu bulan Januari awal-awal. Ini pasiennya susah makan sampai disuapin kek hampir setengah enggak sadar, tapi dia masih pengin ngomong, “Ibu minum susu ya, minum susu,” memang gula darahnya tinggi, ada diabetes.

(15)

99 Besoknya dia naik ke HCU, perburukan lah istilahnya, dipasang alat bantu nafas, jalur terakhir ventilator, kayak gitu. Nah terus ada satu dokter, namanya Dokter Sinta, aku enggak tahu dia tuh kayaknya udah punya feeling apa gimana. Satu sif itu bisa nemenin terus Ibu itu. Kan Ibunya juga gak mau makan kan “Dok apa dipasang sonda aja yang selang di hidung, gitu aja ya?” yang awalannya sadar, makin enggak sadar, makin nggak sadar. Kadang lihat itu kayak kosong gitu. Awalannya kayak kemarin padahal aku tanya “Ibu minum susu mau ya dipaksa sedikit ya?” Maksudnya bisa nanggepin sedikit demi sedikit, kayak gitu. Terus sampai situ akhirnya aku nemenin juga kan sampai divideo call keluarganya, kaya, “Kak tolong disemangatin Ibunya, suruh makan, mau makan begitu apa dari keluarga mau dikirim” apa kek boleh sukanya Ibunya kayak gitu loh. Kebetulan Ibunya sendiri yang positif, dan keluarganya itu jauh ada di Bali, bukan di Jakarta tepatnya.

Dia video call, Ibunya udah kayak enggak sadar, kayak dibantu ngelapin mulutnya sama dokternya, itu sama perawat juga, kayak ditemenin kayak gitu. Terus pas aku keliling-keliling, tanya-tanya makannya, ngecek makanan, pas aku balik lagi ke situ kok udah ada ribut. Udah nggak sadar, udah tuh terus udah enggak lama pas di depan mataku ini, berangkat.

Ibu itu adalah pertama kali pasien yang meninggal di depan mataku. Makanya itu membekas. Itu kagetnya keluarganya sampai, ya jauh mereka itu lagi enggak ada di sini. Mau gimana kek orangnya “Sudah Dokter?” kan mau pasang ventilator kan harus ada persetujuan keluarga dan sebagainya “Wis yang terbaik buat Mamaku ini, terserah.” ternyata ya berangkat juga. Itu umur 50-an kalau gak salah, ada penyakit bawaan, ada memang diabetes. Kalau enggak salah sih. Dan Mama aku pun diabetes, kayak gitu kan jadi kan bawaannya “Waduh,” nanti kalau mamaku kenapa-kenapa, mikirnya kemana-mana kayak gitu ini bahaya ini orang rumah gimana nih kalau kena kan. Lagian aku anak terakhir. Di rumah cuma berdua Mama-Papa, Mamaku diabetnya udah berat, pasca stroke juga kek “Waduh” jadi pikirku kemana-mana. Aku kayak nangis. Terus suatu ketika bulan apa itu, aku ngelist orang yang bener-bener aku sif, pokoknya aku pernah ketemu pasien itu dan udah meninggal, itu aku ngitung tuh ada 33. Itu yang aku tahu, mboh yang aku gak inget atau yang gak pas disif-ku. Nggak tahu itu dari Januari sampai aku nyatet itu mungkin Maret. Ada 33, itu yang pas aku tugas di situ ya. Belum lagi yang lain-lain sebelum-sebelumnya, aku juga nggak tahu. Itu kasus kematian tertinggi

Q: Paling banyak berarti Januari setelah tahun baru ya? A: Iya. Desember-desember akhir itu juga.

Q: Biasanya kasusnya naik setelah lIbur ya berarti? A: Iya, yang paling parah setelah tahun baru itu.

(16)

100

A: Nah itu nggak tahu ya, sepandai apa masyarakat Indonesia ini. Mudik kan udah

dilarang, kemarin kan sempet ada berita dari India itu kan. Semoga aja mereka itu sadar gitu. Kami di sini tuh nggak ada enak-enaknya sebenernya. Kayak ngerawat kalian tuh sedih loh, enggak seenak itu. Mungkin orang mikirnya “Halah ya sakitnya COVID-19 doang” gitu, paling ya itu bisa olahraga, bisa apa. Iya yang situ, lah yang lainnya itu loh.

Ini aja buka (RSDC Wisma Atlet) kan Maret kan ya, ya jangankan gitu, orang yang nongkrong-nongkrong gitu kan ya kayak di pinggiran tadi Bapak parkir atau apa “Itu meninggalnya diCOVID-COVID-in tuh biar dapet duitnya.”

Kamu tahu, di rumahku itu hampir tiap hari ada berita duka. Entah di kampung yang mana aja kek ada “Assalamualaikum” kan pasti gitu kan ya, orang meninggal kan “Waduh ini siapa lagi” udah kayak gitu ngomongnya masih tuh “Ah itu enggak apa-apa kok, tapi dibikin COVID-19.” Ya kayaknya ada yang bilang kayak gitu sih bilang gitu. Kadang orang yang berpendidikan tinggi pun ada yang masih kolot.

Q: Di sini terpenuhi gak dari sistem makanannya, kemudian kan pasti butuh

refreshing juga nih. Nah menurut kakak sudah tercukupi belum?

A: Itu sangat individual ya. Kalau orang yang nerima-nerima aja sih cukup. Kalau

aku mandangnya sih. Satu-satu dulu, kalau dari segi makanan memang dari sini sudah 3 kali makan dan 1x snack itu kalau yang enggak puasa. Kalau yang puasa itu 2x makan snack juga, takjil juga. Cuman mungkin kan kita nakesnya dari seluruh Indonesia juga ya, jadi beragam, ada yang suka asin, ada yang nerima, ada yang terima aja, ada yang nggak suka makan. Ya harus terpenuhi, meskipun kerjanya cuman gitu-gitu doang, tapi kan kerjanya risikonya tinggi. Ini kan berisiko tinggi. Kalau dari segi kesehatan, kita ada swab, ada poli nakes juga 24 jam, jadi kalau ada apa-apa bisa langsung lapor. Kesehatan justru terjamin. Aku pun dibolehin Papaku ke sini, justru kan ini sarangnya, tapi justru karena udah tau protokolnya gimana, cara nanganinnya gimana, dianggap sudah terpenuhi ada fasilitas kesehatan yang lebih baik dari pada aku kerja di luar sana.

Kalau dari tempat rekreasi sebenernya tempat olahraga banyak, taman, joging, Wi-Fi juga terpenuhi. Ya ada yang gak bisa Wi-Wi-Fi-nya, tapi kan bisa diusahakan. Jadi tergantung lagi, kalau orangnya bosenan, pasti mencari yang lain. Tapi kalau aku, apalagi aku orang merantau, gak tau mana-mana, jadi ya udah di sini aja cukup, aman. Mau jalan-jalan ke mana lagi coba? Cuman karena kemarin itu kan karena kitanya juga lagi sepi, jadinya bisa berangkat ke Dufan sama COBRA itu.

Q: Tapi di sini tuh protokol kesehatannya udah terjalin dengan baik gak sih kak? Di luar red zone.

A: Kadang sih enggak juga ya. Kadang kalau makan bareng ya udah lepas masker,

ngobrol. Sebenernya kalau mau gitu-gitu aja sih asal di red zone-nya jaga, terus kita juga enggak ke luar, dalam artian enggak kontak dengan luar dari Wisma, tapi kan kita enggak tau perorangan, apalagi ya itu, merasa gampang bosan akhirnya

(17)

101 mencari hiburan dari luar, entah mau ngopi lah, ke KFC lah, itu kan kontak dari luar kita enggak tau. Apalagi OTG lah, kan kita enggak tau.

Makanya penjagaan kan diperketat kan, yang pita kuning itu kalau kamu bener-bener enggak…apa ya, kan harus bikin surat. Kayak aku bikin kaca mata ini karena urgent kan, bikin surat ada ACC koordinator. Harusnya step-stepnya seperti itu. Tapi, ada juga yang nakal. Ada juga yang kenal sama tentaranya, “Izin bentar aja Pak, napa sih ke situ doang”. Kalau yang pita hijau, dia kan enggak ketemu pasien kan ya jadi aman, kadang dia boleh keluar, misalnya petugas kebersihan Moritz, atau petugas katering, kadang mereka yang bawa dari luar ke dalam. Atau memang kadang ada nakes yang udah jenuh, udah merasa diri kebal dan hebat, mungkin engap, panas, jadi maskernya enggak sempurna, dan positif. Itu juga ada.

Dulu kalau udah positif gitu, ya udah cuma dirawat, tapi kan dia enggak kerja. Tapi sekarang katanya diberlakukan kalau misalnya dia positifnya (gak kerja) lebih dari seminggu apa berapa hari, nanti insentifnya dihitung, jadi tergantung dia enggak masuknya berapa hari. Jadi supaya mereka jera juga sih, itu bener juga. Jadi enggak seenaknya sendiri. Tapi memang kalau udah lama, udah jenuh merasa diri udah anti corona lah ya jadinya males udah enggak safety. Kayak aku suka lupa goggle-nya. Tapi mungkin ada kaca mata ya, selama ini aku enggak pake goggle pun enggak pernah positif. Mungkin dari situ akhirnya meremehkan. Salah sih, enggak patut dicontoh. Kalau pasiennya parah, batuk-batuk, itu baru aku pake. Kan juga jaga jarak aman juga, enggak sampe deket. Tapi kalau perawat yang HCU kan harus bersihkan popok, kadang kalau pagi kan bilas, basuh, mandiin, gitu kan. Itu kan kontak erat, ngobrolnya deket. Itu yang hati-hati.

Q: Untuk jam kerja khusus tim gizi gimana?

A: Ada 2 bagian, yang di dapur dan di red zone. Kemarin sempet kurang kan

orangnya, karna pasiennya juga lagi banyak dan berat-berat, kayak gitu. Karena sekarang mau nggak mau udah banyak yang purna juga, mau enggak mau harus ngajarin yang lainnya, misalnya pun nggak bisa ngambil keputusan di sana (red zone) kan bisa telepon yang penting ada orangnya aja itu. Kayaknya sih minggu depan aku bakal ke dapur.

Q: Dikontrol sama nakes-nakes tuh cuma beberapa aja ya kak? Nah, mereka tuh koordinasinya lewat Grup WhatsApp. Nah memang itu gak ribet gak kalau koordinasi lewat Grup WhatsApp itu?

A: Ya gitu. Jadi kayak yang aku cerita itu kadang ya itu, kalau itu yang lantai

perawatan biasa, kalau yang HCU sih memang jarang ya kan. Pasti didatengin satu-satu. Kalau yang perawat lantai memang koordinasinya lewat situ. Misal jam segini “Makanan sudah datang Bapak/Ibu, silakan diambil sama obatnya, waktunya tensi.” Kan selalu dihubunginnya lewat grup kan, kadang ditelfonin satu-satu kalau memang nggak ngerespon. “Atas nama Bapak ini, Ibu ini, swab ya besok.” Ya itu kan medianya yang mempercepat lewat grup.

(18)

102 Ada tipe-tipe pasien yang memang fulgar, dalam artian, dikit-dikit "Sus, AC-nya bocor, Sus, AC-nya mati" "Bu Tifany, ini minta telur ceplok," snack saya ilanglah, makanannya hambar lah. Ada yang memang langsung personal chat, “Saya minum madu boleh enggak ya?” “Makan ini boleh enggak?” “Berapa banyak?,” ada yang sampai mendetil, terus ada yang tanya difoto “Ini sayur apa?” "Boleh enggak saya makan ini? Bukannya harus gak boleh gini-gini?" terus ada yang komplain “Ini nasi saya mintanya nasi tim putih kok dapetin nasi tim merah?” ada yang ada yang diem-diem bae, ada yang silent reader, ada ya. Ada cluster-nya masing-masing.

Q: Tapi boleh ya kak kayak minta telor gitu?

A: Pasti koordinasi sama pihak kateringnya kan. Apa yang bisa diusahakan dan

tidak. Nomor satu memang diedukasi, memang dari awal kamu ikut aku visit kan "Ibu minta maaf kami bisa menyediakannya seperti ini, kayak gitu boleh ditambah dari luar boleh." Sejauh ini misalnya kayak telor, atau ganti nasi tim, aku pun menawarkannya yang bisa disediakan juga. Gak mungkin aku "Oh iya Ibu nanti steak ya."

Ada yang minta menunya setiap hari kan pas itu kan mungkin ada kayak beef teriyaki gitu ya, dagingnya kan dislice. Enak. Dia mau setiap hari menunya kayak gitu. Ya gimana ya, ya mohon maaf ya. Enggak ngerti kalau yang memang dilayanin mungkin kebiasaan di rumah sakit yang rumah sakitnya swasta atau gimana yang full cover, karena dia bayar. Dalam arti, kadang tuh sampe ngelus dada "Kan udah gratis napa sih. Enggak malu?" tapi ya udah di iya-in. Kalau salah ya iya.

Q: Kakak kan termasuk garda terdepan nih. Nah menurut kakak sendiri, garda terdepan itu apa sih kak?

A: Menurutku garda terdepan itu bukan nakesnya ya. Masyarakatnya untuk stop

penyebaran itu mereka harusnya (disebut sebagai) garda terdepan. Tapi Kalau memang nakesnya dibilang garda terdepan, ya karena aku berani ambil risiko, istilahnya disarangnya, ya kan aku juga ya juga ya fifty-fifty. Jaga kan ya jangan sampai kena, kayak gitu. Tapi yang mau ambil risiko itu bisa dibilang garda terdepan.

Q: Pesannya buat masyarakat di sana tentang COVID ini gimana menurut kakak?

A: Mungkin kalau sekarang ya, apa lagi mudik ya tahan dulu lah sebentar. Kami

pun yang di sini kan juga enggak bisa pulang, kumpul sama keluarga enggak bisa, meskipun kumpul sama keluarga enggak bisa, datengin keluarga yang lain-lain, makan ketemu, gimana ya bersilahturahmi. Iya gara-gara kalian, nungguin kalian jangan sampai jangan enggak ada yang nanganin, enggak ada yang bantu kalau sakit, nggak ada yang nganterin makan pas sakit, nyediain makan pas sakit ya. Jaga diri aja. Justru kalian lah garda terdepan lah bisa di balik. Kami mah hanya membantu sebisanya, semaksimal mungkin. Tapi ini memang ladang buat tempat bersyukur; satu, terus kayak banyak belajar ilmu gizi atau yang praktik gizi

(19)

103 mungkin ini hanya dapat 25% lah improve ya tapi untuk pelajaran kehidupan banyak yang bisa diambil dari sini.

Q: Pelajaran kehidupan apa kak yang paling berharga?

A: Bersyukur sih nomor satu. Kamu itu harus bersyukur. Ya mungkin klise, tapi

bener. Kesehatan nomor satu.

Kalau jadi inget ada orang TKI (Tenaga Kerja Indonesia) 7 tahun atau 6 tahun gitu enggak pulang Indonesia. Belum pulang, sekalinya pulang ke sini ternyata dia positif. Terus mau dipasang jalur nafas terakhir, udah berat banget, dia bilang ke aku "Aku belum pernah ketemu keluarga aku." “Aku tuh nyampe Indonesia langsung dibawa ke rumah sakit” dibawa ke sini gitu banget.

Bersyukur kalau misalnya masih bisa sama keluarga itu bersyukur. Nggak ada yang tahu, enggak ada yang lihat, tapi percayalah meski kamu tidak melihat. Apa lagi bukannya kalau mau dibilang dari sisi meskipun yang adanya orang mereka sakit, dibentuklah ini ada orang kebersihan, yang bekerja yang mungkin mereka habis di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), kadang tuh ini juga sebagai ladang pekerjaan baru juga, banyak menolong mereka yang susah. Mungkin aku pun fresh graduate juga kan kerja susah, relawan pun diapresiasi. Kadang aku pun meskipun enggak ada insentif tuh dalam artian ya enggak masalah, at least aku bisa belajar kayak gitu kan. Mungkin enggak belajar dari update ilmu giziku, tapi aku bisa bentuk kepribadianku, bisa merubah cara pandangku, itu udah udah nilai plus.

Itu tanpa harus dibayar dengan uang, pelajaran hidup itu yang menurutku nggak bisa. Enggak bisa dapet dari bangku kuliah, enggak bisa dapet dari mana-mana, itu ketemu temen-temen yang beragam kayak gitu, kata temen-temen yang positif, ada yang pro, ada yang kontra kan.

Pinter pinter bawa diri harus bisa introspeksi gitu, aku ini salahku di mana, mungkin kebiasaanku di rumah yang kubawa ke sini enggak sesuai sama teman sekamar, mungkin atau yang lingkunganku diubah. Rubah mindset, rubah kebiasaan.

(20)

104

(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)

Gambar

TABEL MATRIKS PERENCANAAN KARYA

Referensi

Dokumen terkait

20 jengkol mencapai titik yang paling optimal sebagai immunostimulator dalam meningkatkan pertahanan tubuh yang ditandai dengan adanya peningkatan sel darah putih,

Dengan kata lain bell’s palsy merupakan suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi

Memperoleh bahan informasi ilmiah yang dapat dipublikasikan berkaitan dengan hasil pengukuran kandungan logam Pb, residu pestisida, dan hubungannya dengan perubahan

Penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui dan memahami karakteristik santri lansia dalam meningkatkan hafalan Al-Qur’an di Majelis Ummahat Ishlahunnisa’ Ngebel Yogyakarta; 2)

Salah satu sayuran yang mempunyai kandungan yang sangat baik bagi tubuh manusia adalah kedelai Jepang atau edamame, karena manfaatnya yang baik itulah maka

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji Anova secara komputerisasi terhadap 11 sampel diperoleh nilai rata-rata kadar klorin setelah 1 kali pencucian sebesar 0,0176 %, setelah

Pada eksperimen ini, penguat yang digunakan berasal dari abu batubara yaitu sisa abu hasil pembakaran batu bara., partikel abu batubara ini sangat ringan yaitu antara

Lapisan yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pertukaran data atau informasi antara pemakai, perangkat lunak aplikasi atau peralatan suatu sistem komputer :