• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imamiyah Di Tengah. Mazhab-Mazhab Islam. Pustaka Syiah. Tim Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Imamiyah Di Tengah. Mazhab-Mazhab Islam. Pustaka Syiah. Tim Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

Pustaka

(2)

Pustaka

(3)

Mazhab-Mazhab Islam

Tim Forum Internasional untuk

Pendekatan Antarmazhab Islam

Pustaka

(4)

Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam ; penerjemah, Musa Muzauwir ; penyunting, Rudhy Suharto.--Jakarta Selatan : Nur Al-Huda, 2014.

204 hlm. ; 14x21 cm.

Judul asli : Mawqif al-Imamiyah min al-madzhab al-islamiyah. ISBN 978-979-1193-43-6

1. Imamiyah. 2. Mazhab (Islam). I.Tim Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam II. Musa Muzauwir. III. Rudhy Suharto

297.821 Imamiyah di Tengah Mazhab-Mazhab Islam

Diterjemahkan dari Mawqif al-Imâmiyah min al-Madzhâb al-Islâmiyah karya Tim Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam, tp., ttp.

Penerjemah : Musa Muzauwir Penyunting : Rudhy Suharto Pembaca Pruf : Musa Shahab Palimbani Hak terjemahan dilindungi undang-undang

All rights reserved

Dilarang memperbanyak tanpa seizin penerbit Cetakan I, Februari 2014/Rabiulakhir 1435 Diterbitkan oleh:

Nur Al-Huda

Jl. Buncit Raya Kav.35 Pejaten Jakarta Selatan 12510

Telp.021-799 6767 Fax.021-799 6777

e-mail : nuralhuda25@yahoo.com facebook : Penerbit Nur Al-Huda Tata Letak Isi : MIZA

Perancang Sampul : Nursyamsul ISBN : 978-979-1193-43-6

Pustaka

(5)

Penerbit Nur Al-Huda

Pustaka

(6)

Pustaka

(7)

Daftar Isi

SEKAPUR SIRIH IX

PENGANTAR (Al-Majma’ al-‘Alamiy li Ahl al-Bayt as) 13

PENDAHULUAN 19

Rukun Islam 21

Tolok Ukur Keislaman, Keimanan dan Kekafiran

Menurut Para Imam Ahlulbait as 27

Keharaman Penghujatan Terhadap Orang

yang Beriman 33

Sikap Para Imam Ahlulbait as Terhadap

Mazhab-Mazhab Islam 36

Kriteria Islam, Iman dan Kafir dalam Perspektif

Para Fakih Imamiyah 47

Sikap Politik dan Sosial Para Fakih Imamiyah 56

Sikap Para Ulama Mazhab-Mazhab Lain

Terhadap Pengamalan Mazhab Imamiyah 69

Pernyataan Syekh Abdul Majid 70

Salim, Ketua Dewan Fatwa al-Azhar, Mesir 70

Fatwa Imam Besar dan Rektor al-Azhar

Syekh Mahmud Syaltut 73

Fatwa Rektor al-Azhar 76

Syekh Jad Haq Ali Jad Haq. 76

Fatwa Rektor al-Azhar Dr Syekh Mohammad

Sayid Thanthawi. 93

Fatwa Dr Syekh Ali Jum’ah, Mufti Besar Republik

Arab Mesir. 100

Fatwa Dr Yusuf Abdullah Qardhawi, Direktur Pusat

Kajian Sunnah 109

dan Sirah Universitas Qatar 109

Fatwa Syekh Ahmad Kuftaro, Mantan Mufti Besar

Republik Arab Suriah 124

Fatwa Lain Syekh Ahmad Kuftaro: 127

Fatwa Syekh Ahmad bin Hamad 131

Pustaka

(8)

Khalili, Mufti Kerajaan Oman 131 Fatwa Syekh Dr Muhammad Habib bin Khaujah,

Sekjen Forum Fikih Islam 140

Fatwa Syekh Said Abdul Hafid Hajawi, Mufti Besar

Kerajaan Hasyimiyah Jordania 144

Fatwa Syekh Abdullah bin Beih, Wakil Presiden

Persatuan Ulama Islam Sedunia 160

Fatwa Syekh Abdullah bin Muhammad Harari dan

Syek Husam bin Mustafa Qaraqirah 171

Fatwa Dr Muzaffar Shahin, Ketua Dewan Tinggi

Urusan Keagamaan Turki 173

Fatwa Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Wazir,

Ketua Pusat Studi dan Kajian Islam Sana’a 176

Fatwa Syekh Muhammad bin Ismail Mansur dan

Syekh Hamud bin Abbas bin Abdullah Moayyad 178

Mazhab-Mazhab Islam dalam Pandangan

Forum-Forum Ilmiah 183

Forum Ulama dan Pemikir Islam Pada Sesi Persiapan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Konferensi Islam (OKI) di

Mekkah al-Mukarramah 9-11 September 2005 M. 188 Konferensi Internasional Pertama Mazhab-Mazhab

Islam dan Tantangan Modern 190

Ketetapan dan Penjelasan Forum Fikih Islam

Internasional

Pustaka

192

(9)

SEKAPUR SIRIH

Umat Islam adalah umat yang satu sebagaimana ditegaskan dalam banyak riwayat. Salah satunya yang terkenal adalah riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling mencintai laksana sesosok tubuh. Jika salah satu anggotanya merasa sakit, anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam. Hadis ini riwayat dari Nukman bin Basyir ra (Shahih Muslim No.4685). Hadis ini menyiratkan sebuah pesan agar umat Islam hendaknya saling berempati satu sama lain.

Tapi dalam realitas di masyarakat jangankan timbul rasa empati antarumat Islam, bahkan seringkali umat Islam saling bertengkar dan bahkan terjadi pertumbahan darah. Tengok saja kasus Sampang, Madura yang pada tahun 2012 lalu menyebabkan terjadinya pertumpahan darah dan pengungsian muslim pencinta Ahlulbait yang hingga kini belum terselesaikan. Padahal dalam Risalah Amman, Yordania tahun 2005 menyatakan bahwa mazhab Syi’ah termasuk salah satu mazhab Islam.

Dalam buku ini ditegaskan bahwa umat Islam itu dipersatukan oleh Tuhan yang sama, yaitu Allah

Pustaka

(10)

Yang Maha Esa, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Yang tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. Juga dikatakan bahwa umat Islam itu mempunyai kitab yang sama, yaitu Quran al-Karim, nabi yang sama, yaitu nabi dan rasul terakhir Muhammad saw; kecintaan kepada Ahlulbait beliau; keimanan kepada segala yang datang dari beliau.

Demikian pula, umat Islam juga dipersatukan oleh penegakan salat ke arah kiblat yang sama, yaitu Ka’bah yang mulia, pemberian zakat kepada yang berhak menerimanya, penunaian puasa dan pelaksanaan ibadah haji. Bahkan banyak riwayat menyebutkan kehormatan seorang mukmin di sisi Allah Swt bahkan bisa jadi lebih mulia daripada kehormatan Ka’bah.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Abdullah Qaisi dengan sanad dari Abdullah bin Abbas bahwa dia berkata: “Suatu hari Rasulullah saw memandang Ka’bah lalu bersabda, ‘Sesungguhnya engkau (Ka’bah) sangatlah agung, namun kehormatan seorang mukmin lebih besar daripada keagunganmu. Sesungguhnya Allah Swt mengharamkan darah, harta dan kehormatannya serta buruk sangka terhadapnya.’”

Buku ini juga menjelaskan akhlak pengikut Ahlulbait as terhadap saudaranya Ahlusunnah. Para

Pustaka

(11)

Imam Ahlulbait as gigih menyerukan persatuan umat Islam dan penguatan barisan mereka berlandaskan kecintaan dan rasa persaudaraan yang tulus demi menghadapi musuh-musuh Islam.

Hal ini menunjukkan besarnya hasrat dan harapan para Imam suci itu agar umat Islam bergandengan tangan satu sama lain, apalagi mengingat bahwa para Imam itu sangat menghendaki terwujudnya kerukunan di tengah masyarakat dan umat Islam yang satu namun terpecah belah oleh isu sektarianisme yang dibikin-bikin, terutama ketika perpecahan ini menjadi fenomena yang sangat genting akibat kondisi politik, kebudayaan dan sosial di zaman mereka.

Untuk menegakkan hal ini Abu Abdillah as telah berpesan kepada para pengikutnya: “Bergaullah dengan masyarakat sesuai etika mereka, dirikan salat di masjid-masjid mereka, besuklah orang yang sakit di antara mereka, hadirilah pengurusan jenazah mereka. Jika kalian dapat menjadi imam dan muazin, lakukanlah. Jika kalian melakukan semua ini, niscaya mereka akan mengatakan, ‘Mereka itulah para pengikut Ja’fari, semoga Allah mencurahkan rahmat kepada Ja’far yang telah mendidik para pengikutnya dengan baik.’ Sedangkan jika kalian mengabaikan semua itu maka mereka akan mengatakan, ‘Mereka

Pustaka

(12)

itulah para pengikut Ja’fari, maka biarlah Allah yang menghukum Ja’far karena telah buruk dalam mendidik para pengikutnya.’”

Dalam buku ini juga diungkapkan bagaimana pandangan para tokoh Sunni terhadap mazhab Syi’ah Imamiyah mulai dari ketua Dewan Fatwa al-Azhar Syekh Abdul Majid Salim, Mesir; mantan Rektor al-Azhar Syekh Mahmud Syaltut, Rektor al-al-Azhar Dr. Syekh Mohammad Sayid Thanthawi, Mufti Besar Republik Arab Mesir Dr. Syekh Ali Jum’ah, Direktur Pusat Kajian Sunnah dan Sirah Universitas Qatar Dr. Yusuf Abdullah Qardhawi dan lain-lain.

Dengan demikian sudah sepantasnyalah umat Islam menanggalkan sikap saling kafir mengafirkan antarmazhab Islam. Karena sikap ini bukan saja dilarang oleh Rasulullah saw tetapi juga melanggar banyak perintah Allah dalam al-Quran. Tentu kita berlepas diri dari keadaan demikian.

Jakarta, Januari 2014 Penerbit Nur Al-Huda

Pustaka

(13)

PENGANTAR*

(Al-Majma’ al-‘Alamiy li Ahl al-Bayt as)

Bagi-Nya segala puji. Salawat dan salam semoga terlimpah atas penghulu para nabi dan rasul, Muhammad saw, keluarga nya yang mulia lagi suci, serta para sahabat pilihannya.

Persatuan umat merupakan karakteristik umat Islam yang paling penting. Al-Quran menegaskan hal itu dan mengajak se tiap muslim untuk berusaha mewujudkannya. Semua itu di tegaskan dengan berba gai ungkapan.

Saya nyatakan bahwa persatuan ini bukan kesatuan kepen ting an dan bukan pula kesatuan tempat dan ras, melainkan kesatuan hati. Allah telah memberinya rasa saling kasih dan saling cinta. Hal ini tidak akan terwujud dengan perangkat-perangkat materi al semata betapa pun canggihnya. Dengan persatuan itu, sempurnalah kemenangan Islam per-tama dalam melawan seluruh tirani, kekufuran dan setan-setan yang congkak. Allah Swt berfirman,

Dia-lah Yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang yang beriman, dan yang

* Semula merupakan pengantar Syekh Muhammad Ali Taskhiri untuk buku 15 Permasalahan Fikih Yang Hangat dan Kontroversial karya Prof. J. Subhani (2013). Mengingat relevansinya, pengantar beliau kami muat ulang dengan sedikit perubahan redaksi.

Pustaka

(14)

mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat memper satukan hati mereka. Akan tetapi, Allah telah memper satu kan hati mereka. Sesungguhnya, Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. al-Anfal [8]:62-63)

Sebagian orang mengira bahwa persatuan itu adalah kesatu an emosional yang tumbuh karena ketidakberdayaan. Padahal, pada hakikatnya ia adalah kesatuan hati. Hati bukan perasaan yang tidak bertumpu di atas landasan-landasan rasional, sebagaimana ia pun bukan akal semata yang jauh dari fenomena emosional. Hati adalah bangkitnya kesadaran terhadap rasa. Demikianlah persatuan Islam itu. Ia bertolak dari landasan-landasan akidah yang kokoh dan realistis, yang menerangi eksistensi manusia dengan pancaran cahayanya. Ia menciptakan rasa dengan kelembut an nya, sebagaimana ia menciptakan pemahaman terhadap alam, kehidupan dan manusia secara sempurna. Ketika itu, gabungan antara akidah, pemahaman dan rasa membentuk fondasi utama bagi terbentuknya masyarakat Islam yang kokoh.

Tidak diragukan lagi, dari setiap aturannya, Islam ingin ikut ambil bagian dalam memperkaya hakikat

Pustaka

(15)

ini dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan umat yang satu yang dinamis, yang di dalamnya mereka bekerja sungguh-sungguh untuk mewujudkan tujuan pen ciptaan dalam level peradaban dan sejarah. Dari aturan-aturan Islam ini muncul aturan ijtihad yang mengungkapkan tentang elastisitas Islam yang paling indah, seperti kebebasan berpikir yang berkesi nambungan.

Sudah sewajarnya, Islam, yang merupa kan asas yang nyata, memberikan kebebasan ijtihad dan istimbat, mengingat ia adalah agama kehidupan, dan mengingat ia mem berikan pandangannya dalam setiap peristiwa. Karena Islam mem buka pintu ijtihad, maka ia memberikan seluruh kaidah dan sumber-sumber yang jelas kepada para ahli dan ulama. Ia menetapkan segala syarat yang mengandung praktik ijtihad agar tetap berada di atas ketentuan umum yang berinteraksi dengan ke nyata an yang muncul dari pandangan yang mendasar. Jadi, ijtihad merupakan permulaan fundamental, kekayaan ilmu, dan ke mam puan meliput hal-hal baru serta sejalan dengan perjalanan fitrah yang jernih menuju masa depan yang telah digar iskan.

Demi kian lah Allah Swt menghendaki ijtihad menjadi sumber yang agung dan sumber kesatuan.

Pustaka

(16)

Tidak mengapa apabila ada perbe daan hasil ijtihad dan perbedaan pendapat asalkan semuanya masih tetap berada di dalam ketentuan umum itu. Maksud dari nas-nas yang melarang perbedaan pendapat hanyalah terbatas pada level sosial dan politik umat, sementara sebagian orang ada yang me man dang nas-nas itu ditujukan pada perbedaan pendapat dalam masalah penetapan hukum (istinbath) fikih, padahal bukan demi kian halnya.

Para pemimpin dan ulama seyogianya menyatakan hakikat-hakikat ini dengan sejelas-jelasnya dan membiasakan umat me nerima hal tersebut. Inilah yang ditekankan Islam, Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya yang suci. Dari sini, dapat kami katakan bahwa madrasah Ahlulbait as—yang dikenal dengan

mazhab Imamiyah—merupakan madrasah

terpenting yang dapat melapangkan dada. Di situ, duduklah para imam mazhab untuk meneguk ilmunya dan menghirup bantuannya yang jernih dengan semangat persaudaraan dan saling cinta yang tulus.

Hanya saja abad-abad kegelapan, tipu daya musuh dan ke tidak tahuan sebagian orang terhadap persaudaraan ini —sayang sekali— telah menyebabkan timbulnya kondisi-kondisi yang saling bertolak belakang. Sebagian masyarakat awam memandang

Pustaka

(17)

bahwa perbedaan pendapat dalam pandangan-pandangan fikih adalah perbe daan pendapat dalam level sosial Islam.

Kami memohon kepada Allah Swt semoga mem berikan taufik kepada semua pembaca yang mulia untuk meraih manfaat dari buku ini. Kami juga memohon kepada-Nya semoga memberikan taufik kepada kita semua agar dapat menyadari tujuan risalah dan menga malkannya, serta menyadari kewajiban untuk mewujudkannya sekuat kemampuan. Sesungguhnya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.

Syekh Muhammad Ali Taskhiri

Pustaka

(18)

Pustaka

(19)

PENDAHULUAN

Isi-isu sektarianisme yang dihembuskan secara intensif dari masa ke masa ke tengah umat Islam oleh kaum imperialis beserta seluruh pusat studi pemikiran dan kebudayaan yang berafiliasi dengannya telah menyulut fitnah di antara umat Islam. Hal ini bertujuan untuk melemahkan umat Islam agar mudah dikuasai.

Namun demikian, intelektualitas keagamaan dan kultural yang ditunjukkan oleh sekelompok ulama dan cendikiawan muslim juga eksis di lapangan untuk membentengi rasa persaudaraan umat Islam dari berbagai mazhab dan golongan dengan memberikan penekanan pada satu hakikat Qurani bahwa seluruh umat Islam adalah umat yang satu. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Swt:

ِنﻮُﻘﱠـﺗﺎَﻓ ْﻢُﻜﱡﺑَر ﺎَﻧَأَو ًةَﺪِﺣاَو ًﺔﱠﻣُأ ْﻢُﻜُﺘﱠﻣُأ ِﻩِﺬَﻫ ﱠنِإ َو

Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah

Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.1

ﻲِﻧوُﺪُﺒْﻋﺎَﻓ ْﻢُﻜﱡﺑَر ﺎَﻧَأَو ًةَﺪِﺣاَو ًﺔﱠﻣُأ ْﻢُﻜُﺘﱠﻣُأ ِﻩِﺬَﻫ ﱠنِإ

Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah

1. QS. al-Mukminun [23]:52.

Pustaka

(20)

Tuhanmu, maka sembahlah Aku.2

Hakikat Qurani juga menegaskan bahwa umat ini bernaung di bawah satu bendera, yaitu Islam, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Swt:

ُمَﻼ ْﺳِﻹا ِﻪﱠﻠﻟا َﺪْﻨِﻋ َﻦْﻳﱢﺪﻟا ﱠنِإ

Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.3

Umat Islam dipersatukan oleh Tuhan yang sama, yaitu Allah Yang Maha Esa, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Yang tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia; kitab yang sama, yaitu al-Quran al-Karim, nabi yang sama, yaitu nabi dan rasul terakhir Muhammad saw; kecintaan kepada Ahlulbait beliau; keimanan kepada segala yang datang dari beliau berdasar firman Allah:

ُﺪْﻳِﺪَﺷ ُﻪَﻤﱠﻠَﻋ . ﻰَﺣﻮُﻳ ٌﻲْﺣَو ﱠﻻِإ َﻮُﻫ ْنِإ . ىَﻮَﻬْﻟا ْﻦَﻋ ُﻖِﻄَﻨْـﻳ ﺎَﻣ َو

ىَﻮُﻘْﻟا

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.”4 2. QS. al-Anbiya’ [21]:92. 3. QS. Ali Imran [3]: 19. 4. QS. al-Najm [53[: 3-5.

Pustaka

Syiah

(21)

Umat Islam juga dipersatukan oleh penegakan salat ke arah kiblat yang sama, yaitu Ka’bah yang mulia, pemberian zakat kepada yang berhak menerimanya, penunaian puasa dan pelaksanaan ibadah haji. Mereka dipersatukan dengan keteguhan pada tali Allah Swt sebagai bukti keimanan kepada firman Ilahi:

ُتﺎَﻨْـﻴَـﺒْﻟا ْﻢُﻫَءﺎَﺟ ﺎَﻣ ِﺪْﻌَـﺑ ْﻦِﻣ اْﻮُﻔَﻠَـﺘْﺧاَو اْﻮ ُـﻗﱠﺮَﻔَـﺗ َﻦْﻳِﺬﱠﻟﺎَﻛ اْﻮُـﻧْﻮُﻜَﺗ َﻻ َو

.ٌﻢْﻴِﻈَﻋ ٌباَﺬَﻋ ْﻢُﻬَﻟ َﻚِﺌَﻟْوُأ َو

ْﻢُﻬُﻫﻮُﺟُو ْتﱠدَﻮ ْﺳا َﻦْﻳِﺬﱠﻟا ﺎﱠﻣَﺄَﻓ ٌﻩﻮُﺟُو ﱡدَﻮ ْﺴَﺗَو ٌﻩﻮُﺟُو ﱡﺾَﻴْـﺒَـﺗ َمْﻮَـﻳ

َنْوُﺮُﻔْﻜَﺗ ْﻢُﺘْﻨُﻛ ﺎَﻤِﺑ َباَﺬَﻌْﻟا اْﻮُـﻗوُﺬَﻓ ْﻢُﻜِﻧﺎَﻤْﻳِإ َﺪْﻌَـﺑ ْﻢُﺗْﺮَﻔَﻛَأ

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.”5

Rukun Islam

Rasulullah saw dalam berbagai hadis sahih dan mutawatir di kalangan ulama terkemuka dari

5. QS. Ali Imran [3]: 103.

Pustaka

(22)

berbagai mazhab Islam –dengan berbagai lafadz dan redaksinya- telah menjelaskan rukun-rukun Islam. Hadis-hadis itu antara lain hadis yang berasal dari Abdullah bin Umar bahwa dia berkata:

ِةَدﺎَﻬَﺷ : ٍﺲْﻤَﺧ ﻰَﻠَﻋ ُمَﻼْﺳﻹا َﻲِﻨُﺑ : لﻮﻘﻳ (ص) ِﷲا َلْﻮُﺳَر ُﺖْﻌِﻤَﺳ

ِمﺎَﻗإَو ، ُﻪُﻟﻮُﺳَرَو ُﻩُﺪْﺒَﻋ ًاﺪﱠﻤ َﺤُﻣ ﱠنأَو ، ُﷲا ﱠﻻِإ َﻪﻟإ َﻻ ْنأ

َنﺎ َﻀَﻣَر ِمْﻮ َﺻَو ، ِﺖْﻴَـﺒﻟا ﱢﺞَﺣَو ، ِةﺎَﻛﱠﺰﻟا ِءﺎَﺘﻳإَو ، ِةَﻼ ﱠﺼﻟا

“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah, pendirian salat, pemberian zakat, pelaksanaan haji ke Baitullah dan penunaian puasa

Ramadan.’”6

Dalam sebuah riwayat juga disebutkan bahwa Imam Muhammad Baqir as berkata:

ﱠنأَو ، ُﷲا ﱠﻻِإ َﻪﻟإ َﻻ ْنأ ِةَدﺎَﻬَﺷ : ٍﺲْﻤَﺧ ﻰَﻠَﻋ ُمَﻼْﺳﻹا َﻲِﻨُﺑ

ﱢﺞَﺣَو ، ِةﺎَﻛﱠﺰﻟا ِءﺎَﺘﻳإَو ، ِةَﻼ ﱠﺼﻟا ِمﺎَﻗإَو ، ُﻪُﻟﻮُﺳَرَو ُﻩُﺪْﺒَﻋ ًاﺪﱠﻤَﺤُﻣ

َنﺎ َﻀَﻣَر ِﺮْﻬَﺷ ِمْﻮ َﺻَو ، ِﺖْﻴَـﺒﻟا

“Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad saw adalah hamba dan utusan-Nya,

6. Shahih Bukhari 1/8 dan 34; Musnad Ahmad bin Hanbal 2/93 dan 120.

Pustaka

(23)

pendirian salat, pemberian zakat, pelaksanaan haji ke

Baitullah dan penunaian puasa di bulan Ramadan.”7

Rasulullah saw juga telah menjelaskan sifat-sifat seorang muslim sejati. Antara lain beliau saw bersabda:

ِﻪِﻧﺎ َﺴِﻟَو ِﻩِﺪَﻳ ْﻦِﻣ َﻢِﻠَﺳ ْﻦَﻣ ُﻢِﻠ ْﺴُﻤﻟَا

“Seorang muslim adalah orang yang tangan dan lisannya aman (bagi orang lain).”8

Haitsami meriwayatkan bahwa Umar Laitsi berkata:

ِﻪﱠﻠﻟا َلﻮُﺳَر ْلَﺄْﺳَأ ْﻢَﻟ ﻲﱢﻧَأ ، ﻲِﻨَﻧَﺰْﺣَأ ْﺪَﻗ ٌﺔَﻟَﺄ ْﺴَﻣ ﻲ ِﺴْﻔَـﻧ ﻲِﻓ ْﺖَﻧﺎَﻛ

، ﺎَﻬْـﻨَﻋ ُﻪُﻟَﺄ ْﺴَﻳ اًﺪَﺣَأ ْﻊَﻤْﺳَأ ْﻢَﻟَو ، ﺎَﻬْـﻨَﻋ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪِﻟآَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠ َﺻ

ُﻪُﺘْﻘ َـﻓاَﻮ َـﻓ ، ُﺄ ﱠﺿَﻮَـﺘَـﻳ َﻮُﻫَو ٍمْﻮَـﻳ َتاَذ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﺖْﻠَﺧَﺪَﻓ ، ُﻪُﻨﱠـﻴَﺤَﺗَأ ُﺖْﻨُﻜَﻓ

َﺐﱢﻴَﻃَو ﺎًﻏِرﺎَﻓ ُﻪُﺗْﺪَﺟَو ﺎَﻤِﻬْﻴَﻠَﻋ ُﻪَﻘِﻓاَوُأ ْنَأ ﱡﺐِﺣُأ ُﺖْﻨُﻛ ِﻦْﻴَـﺘَﻟﺎَﺣ ﻰَﻠَﻋ

” : َلﺎَﻗ ؟ َﻚَﻟَﺄ ْﺳَأ ْنَأ ﻲِﻟ ُنَذْﺄَﺗَأ ، ِﻪﱠﻠﻟا َلﻮُﺳَر ﺎَﻳ : ُﺖْﻠُﻘ َـﻓ ، ِﺲْﻔﱠـﻨﻟا

، ِﻪﱠﻠﻟا َلﻮُﺳَر ﺎَﻳ : ُﺖْﻠ ُـﻗ ، ” َﻚَﻟ اَﺪَﺑ ﺎﱠﻤَﻋ ْﻞَﺳ ، ْﻢَﻌَـﻧ ؟ ُنﺎَﻤﻳِﻹا ﺎَﻣ

ﺎًﻧﺎَﻤﻳِإ ُﻞ َﻀْﻓَأ َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ﱡيَﺄَﻓ : ُﺖْﻠُـﻗ ، ” ُﺮْـﺒ ﱠﺼﻟاَو ُﺔَﺣﺎَﻤﱠﺴﻟا ” : َلﺎَﻗ

ْﻢُﻬُﻠ َﻀْﻓَأ َﻦﻴِﻤِﻠ ْﺴُﻤْﻟا ﱡيَﺄَﻓ : ُﺖْﻠ ُـﻗ ، ” ﺎًﻘُﻠُﺧ ْﻢُﻬُـﻨ َﺴ ْﺣَأ ” : َلﺎَﻗ ؟

ِﻩِﺪَﻳَو ِﻪِﻧﺎ َﺴِﻟ ْﻦِﻣ َنﻮُﻤِﻠ ْﺴُﻤْﻟا َﻢِﻠَﺳ ْﻦَﻣ ” : َلﺎَﻗ ؟ ﺎًﻣﻼْﺳِإ

7. Wasa’il al-Syi’ah’ 1/19 hadis 15.

8. Aqd al-Juman fi Tarikhi Ahl al-Zaman karya Aini, 4/164.

Pustaka

(24)

“Dalam jiwaku pernah ada satu perkara yang membuatku gelisah karena aku tidak menanyakannya kepada Rasulullah saw dan aku juga tidak pernah mendengar seseorang menanyakannya kepada beliau, maka aku pun menantikan kesempatan untuk itu. Suatu hari aku mendatangi beliau. Beliau saat itu sedang mengambil wudhu, dan dengan demikian aku mendapati dua keadaan yang memang aku harapkan demikian ketika aku menjumpai beliau, yakni beliau dalam keadaan senggang dan bersukacita. Akupun bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau memperkenankan aku untuk bertanya?” Beliau menjawab, “Silakan, tanyakan apa yang ada dalam pikiranmu?” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah keimanan itu?” Beliau menjawab, “Kesabaran dan kelapangan jiwa.” Aku bertanya, “Lantas siapakah orang beriman yang paling mulia?” Beliau menjawab, “Orang yang paling baik akhlaknya.” Aku bertanya, “Lantas orang Islam seperti apakah yang paling mulia Islamnya?” Beliau menjawab, “Orang yang lisan dan

tangannya aman bagi umat Islam.”9

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Syekh Shaduq dengan sanad dari Ma’adah bin Sadaqah dari Imam Ja’far Shadiq as bahwa ayahandanya as berkata:

9. Majma’ al-Zawa’id, 5/231.

Pustaka

(25)

ْﻢِﻬ ِﺴُﻔْـﻧأ َﻰَﻠﻋ سّﺎﻨﻟا ِﻪِﻧَﺎﻤْﻳﻹ ؟ ًﺎﻨﻣﺆﻣ ُﻦﻣِﺆُﻤﻟا َﻲِﻤُﺳ َﻢِﻟ ْﻢُﻜُﺌﱢﺒَـﻧُأ َﻻأ

ِﻩِﺪَﻳ ْﻦِﻣ ُسﺎﱠﻨﻟا َﻢِﻠَﺳ ْﻦَﻣ ؟ ﻢِﻠ ْﺴُﻤﻟا َﻦِﻣ ْﻢُﻜُﺌﱢﺒَـﻧَأ َﻻأ. ْﻢِﻬﻟاَﻮْﻣأو

.. ِﻪِﻧﺎ َﺴِﻟَو

“Rasulullah saw bersabda, ....Tidakkah aku beritahu kalian mengapa mukmin disebut mukmin? Yaitu karena dia memberi masyarakat rasa aman atas jiwa dan harta mereka. Tidakkah aku beritahu kalian siapakah seorang muslim? Yaitu orang yang tangan dan lisannya aman bagi orang lain....”10

Rasulullah saw juga memandang kehormatan iman seseorang ketika mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai kehormatannya sebagai muslim. Tentang ini diriwayatkan bahwa beliau saw bersabda:

ٌﻢِﻠ ْﺴُﻣ َﻮُﻬ َـﻓ َﻦْﻴَـﺗَدﺎَﻬَﺷ َﺪِﻬَﺷ ْﻦَﻣ

“Barangsiapa bersaksi dengan dua kalimat syahadat maka dia adalah muslim.”

Kitab-kitab para ulama Imamiyah dari generasi ke generasi juga menegaskan bahwa setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat adalah muslim sehingga dia ikut menikmati apa yang menguntungkan umat Islam dan ikut pula merasakan apa yang merugikan umat Islam, kecuali ada dalil-dalil

10. Ilal al-Syarayi’ 2/533, bab 300.

Pustaka

(26)

kuat bahwa dia ternyata adalah kafir, seperti nashibi (orang yang memusuhi Ahlulbait as), ghulat (orang yang menuhankan Imam Ali as), dan orang yang mengingkari hal-hal yang sudah pasti adanya dalam Islam (dharuriyat din).

Sebagaimana juga ditegaskan oleh para ulama Syi’ah maupun Ahlusunnah, menuduh muslim sebagai kafir adalah dosa besar dan merupakan penentangan nyata terhadap teks-teks keagamaan (nash). Mereka bahkan juga menegaskan tidak boleh mengafirkan seorang muslim hanya karena dia berbuat dosa.

Nawawi mengatakan, “Ketahuilah bahwa mazhab orang-orang yang berada di jalan kebenaran ialah tidak mengafirkan siapapun di antara orang-orang yang menghadap kiblat (ahlul qiblat), tidak pula mengafirkan orang yang tergoda oleh hawa nafsu dan bid’ah, dan bahwa orang yang mengingkari apa yang sudah diketahui sebagai kepastian dalam agama Islam dihukumi sebagai murtad dan kafir, kecuali orang yang hidup ketika Islam belum lama muncul atau hidup di tempat terpencil dan lain sebagainya sehingga dia tidak mengetahui hal itu kemudian

tiba-tiba mengetahuinya.”11

11. Syarah Shahih Muslim oleh Nawawi, 1/150.

Pustaka

(27)

Kehormatan seorang mukmin di sisi Allah Swt bahkan bisa jadi lebih mulia daripada kehormatan Ka’bah. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Abdullah Qaisi dengan sanad dari Abdullah bin Abbas bahwa dia berkata:

ُﻦِﻣﺆُﻤﻟا َوٍ ﺔَﻤْﻴِﻈَﻌﻟ َﻚّﻧإ: َلﺎَﻘ َـﻓ ِﺔَﺒْﻌَﻜْﻟا َﻰِﻟا َﺮَﻈَﻧ (ص) َﻲِﺒﱠﻨﻟا ﱠنإ

َءﺎ َﺴَﻳ ْنأ َوُ ﻪ َﺿْﺮَﻋ َو ُﻪَﻟﺎَﻣ َو ُﻪَﻣَد َمﱠﺮَﺣ َﷲا ﱠنإ ، َﻚﻨِﻣ ٍﺔَﻣْﺮُﺣ ُﻢَﻈْﻋَأ

.ﱡﻦَﻈﻟاِ ﻪِﺑ

“Suatu hari Rasulullah saw memandang Ka’bah lalu bersabda, ‘Sesungguh engkau (Ka’bah) sangatlah agung, namun kehormatan seorang mukmin lebih besar daripada keagunganmu. Sesungguhnya Allah mengharamkan darah, harta dan kehormatannya

serta buruk sangka terhadapnya.’”12

Tolok Ukur Keislaman, Keimanan dan Kekafiran Menurut Para Imam Ahlulbait as

Para Imam Ahlulbait as telah menyebutkan beberapa tolok ukur muslim, kafir dan nashibi berdasar ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi saw yang telah disebutkan sebelumnya. Berikut ini kita sebutkan beberapa di antara tolok ukur tersebut:

Ahmad bin Hanbal membawakan riwayat dengan sanad dari Fadhalah bin Ubaid bahwa dia berkata:

12. Taudhih al-Musytabih, 8/253.

Pustaka

(28)

: عادَﻮﻟا ﺔ َﺠُﺣ ﻲِﻓ (ص) ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ

، ْﻢِﻬ ِﺴُﻔْـﻧَأَو ْﻢِﻬِﻟاَﻮْﻣَأ ﻰَﻠَﻋ ُسﺎﱠﻨﻟا ُﻪَﻨِﻣَأ ْﻦَﻣ ؟ ِﻦِﻣْﺆُﻤْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻛُﺮِﺒْﺧُأ َﻻَأ

َﺪَﻫﺎَﺟ ْﻦَﻣ ُﺪِﻫﺎ َﺠُﻤْﻟاَو ،ِﻩِﺪَﻳَو ِﻪِﻧﺎ َﺴِﻟ ْﻦِﻣ ُسﺎﱠﻨﻟا َﻢِﻠَﺳ ْﻦَﻣ ُﻢِﻠ ْﺴُﻤْﻟاَو

َبﻮُﻧﱠﺬﻟاَو ﺎَﻳﺎَﻄ َﺨْﻟا َﺮ َﺠَﻫ ْﻦَﻣ ُﺮِﺟﺎَﻬُﻤْﻟاَو ، ِﻪﱠﻠﻟا ِﺔَﻋﺎَﻃ ﻲِﻓ ُﻪ َﺴْﻔَـﻧ

“Rasulullah saw pada Haji Wadi bersabda, ‘Tidakkah aku beritahu kalian bahwa mukmin adalah orang yang dengannya masyarakat merasa aman atas harta benda dan jiwa mereka, muslim adalah orang yang lisan dan tangannya aman bagi masyarakat, mujahid adalah orang yang berjuang dengan segenap jiwa demi ketaatan kepada Allah, dan muhajir adalah orang yang hijrah dari kesalahan dan dosa?’”13

Syekh Kulaini meriwayatkan bahwa Qasim Shairafi Syarik Mufadhdhal berkata:

ِﻪِﺑ ﱡﻞ َﺤَﺘ ْﺴُﺗَو ُﺔَﻧﺎَﻣَْﻷا ِﻪِﺑ ىﱠدَﺆُـﺗَو ُمﱠﺪﻟا ِﻪِﺑ ُﻦَﻘ ْﺤُﻳ ُم َﻼْﺳِْﻹا :ُلﻮُﻘَـﻳ

ِنﺎَﻤﻳِْﻹا ﻰَﻠَﻋ ُباَﻮﱠـﺜﻟاَو ُجوُﺮُﻔْﻟا (ع) ِﻪﱠﻠﻟا ِﺪْﺒَﻋ ﺎَﺑَأ ُﺖْﻌِﻤَﺳ

“Aku mendengar Abu Abdillah as berkata, ‘Dengan Islam darah menjadi terlindung, amanat tersampaikan, kemaluan wanita menjadi halal,

sedangkan pahala bergantung pada keimanan.”14

13. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, 6/21. 14. Al-Kafi, 2/24, hadis 1.

Pustaka

(29)

Diriwayatkan pula dari Muhammad bin Muslim bahwa Abu Abdillah as berkata:

.ٍﻞَﻤَﻋ َﻼِﺑ ٌراﺮﻗإ ُمْﻼْﺳِﻻا َو ، ﻞَﻤَﻌﻟاﺎِﺑ ٌراﺮﻗإ ُنﺎﻤْﻳ ِﻻا

“Iman adalah ikrar disertai amal perbuatan, sedangkan Islam adalah ikrar tanpa amal perbuatan.”15

Diriwayatkan pula dengan sanad dari Jamil bin Darraj bahwa dia berkata:

ُباَﺮْﻋَْﻷا ِﺖَﻟﺎَﻗ : ّﻞَﺟ َو ﱠﺰَﻋ ِﷲا ِلْﻮ َـﻗ ْﻦَﻋ ِﷲا ِﺪْﺒَﻋ ﺎﺑَا ُﺖْﻟَﺄَﺳ

ﻲِﻓ ُنﺎَﻤﻳِْﻹا ِﻞُﺧْﺪَﻳ ﺎﱠﻤَﻟَو ﺎَﻨْﻤَﻠْﺳَأ اﻮُﻟﻮُﻗ ﻦِﻜَٰﻟَو اﻮُﻨِﻣْﺆُـﺗ ْﻢﱠﻟ ﻞُﻗ ﺎﱠﻨَﻣآ

ِﻡ

َﻼ ْﺳ ْﻹﺍ ُﺭْﻳ َﻏ َﻥَﺎﻣْﻳِﻹﺍ ﱠﻥﺃ ﻯَﺭَﺗ َﻻﺃ :ﻲِﻟ َﻝﺎَﻘَﻓ .ْﻢُﻜِﺑﻮُﻠُـﻗ

.

Aku bertanya kepada Abu Abdillah as tentang firman Allah: Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman.” Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum

masuk ke dalam hatimu.”16 Dia lantas berkata kepadaku:

“Tidakkah kamu mengetahui bahwa iman bukanlah Islam.”17

Diriwayatkan pula dengan sanad dari Hamran bin A’yun bahwa dia berkata: Aku mendengar Imam Abu Ja’far Baqir as berkata:

15. Al-Kafi, 2/24, hadis 2. 16. QS. al-Hujurat [49]: 14. 17. Al-Kafi, 2/24-25, hadis 5.

Pustaka

(30)

ُﻪَﻗﱠﺪ َﺻَو ﱠﻞَﺟَو ﱠﺰَﻋ ِﻪﱠﻠﻟا ﻰَﻟِإ ِﻪِﺑ ﻰ َﻀْﻓَأَو ِﺐْﻠَﻘْﻟا ﻲِﻓ ﱠﺮَﻘَـﺘْﺳا ﺎَﻣ ُنﺎَﻤﻳِْﻹا

. ِﻩِﺮْﻣَِﻷ ِﻢﻴِﻠ ْﺴﱠﺘﻟاَو ِﻪﱠﻠِﻟ ِﺔَﻋﺎﱠﻄﻟﺎِﺑ ُﻞَﻤَﻌْﻟا

ِسﺎﱠﻨﻟا ُﺔَﻋﺎَﻤَﺟ ِﻪْﻴَﻠَﻋ يِﺬﱠﻟا َﻮُﻫَو ٍﻞْﻌِﻓ ْوَأ ٍلْﻮَـﻗ ْﻦِﻣ َﺮَﻬَﻇ ﺎَﻣ ُم َﻼْﺳِْﻹاَو

َزﺎَﺟَو ُﺚﻳِراَﻮَﻤْﻟا ِتَﺮَﺟ ِﻪْﻴَﻠَﻋَو ُءﺎَﻣﱢﺪﻟا ِﺖَﻨِﻘُﺣ ِﻪِﺑَو ﺎَﻬﱢﻠُﻛ ِقَﺮِﻔْﻟا َﻦِﻣ

اﻮُﺟَﺮَﺨَﻓ ﱢﺞَﺤْﻟاَو ِمْﻮ ﱠﺼﻟاَو ِةﺎَﻛﱠﺰﻟاَو ِة َﻼ ﱠﺼﻟا ﻰَﻠَﻋ اﻮُﻌَﻤَﺘْﺟاَو ُحﺎَﻜﱢﻨﻟا

ِنﺎَﻤﻳِْﻹا ﻰَﻟِإ اﻮُﻔﻴ ِﺿُأَو ِﺮْﻔُﻜْﻟا َﻦِﻣ َﻚِﻟَﺬِﺑ

ِلْﻮَﻘْﻟا ﻲِﻓ ﺎَﻤُﻫَو َم َﻼْﺳِْﻹا ُكَﺮ ْﺸَﻳ ُنﺎَﻤﻳِْﻹاَو َنﺎَﻤﻳِْﻹا ُكَﺮ ْﺸَﻳ َﻻ ُم َﻼْﺳِْﻹاَو

َﺲْﻴَﻟ ُﺪ ِﺠ ْﺴَﻤْﻟاَو ِﺪ ِﺠ ْﺴَﻤْﻟا ﻲِﻓ ُﺔَﺒْﻌَﻜْﻟا ِتَرﺎ َﺻ ﺎَﻤَﻛ ِنﺎَﻌِﻤَﺘ ْﺠَﻳ ِﻞْﻌِﻔْﻟاَو

ُكَﺮ ْﺸَﻳ َﻻ ُم َﻼْﺳِْﻹاَو َم َﻼْﺳِْﻹا ُكَﺮ ْﺸَﻳ ُنﺎَﻤﻳِْﻹا َﻚِﻟَﺬَﻛَو ِﺔَﺒْﻌَﻜْﻟا ﻲِﻓ

اﻮُﻨِﻣْﺆُـﺗ ْﻢَﻟ ْﻞُﻗ ﺎﱠﻨَﻣآ ُباَﺮْﻋَْﻷا ِﺖَﻟﺎَﻗ﴿ ﱠﻞَﺟَو ﱠﺰَﻋ ُﻪﱠﻠﻟا َلﺎَﻗ ْﺪَﻗَو َنﺎَﻤﻳِْﻹا

ِﻪﱠﻠﻟا ُلْﻮَﻘ َـﻓ ﴾ ْﻢُﻜِﺑﻮُﻠُـﻗ ﻲِﻓ ُنﺎَﻤﻳِْﻷا ِﻞُﺧْﺪَﻳ ﺎﱠﻤَﻟَو ﺎَﻨْﻤَﻠْﺳَأ اﻮُﻟﻮُﻗ ْﻦِﻜَﻟَو

.ِلْﻮَﻘْﻟا ُقَﺪ ْﺻَأ ﱠﻞَﺟَو ﱠﺰَﻋ

Keimanan ialah apa yang tertanam dalam hati dan dengannya seseorang akan sampai kepada Allah Azza wa Jalla serta membuatnya tulus menjalankan ketaatan kepada Allah Swt dan pasrah kepada perintah-Nya. Sedangkan Islam ialah apa yang tampak dari kata-kata atau perbuatan, dan pada alur inilah kelompok masyarakat dari semua golongan berada; dengannya darah menjadi terjaga, warisan diterapkan,

Pustaka

(31)

nikah diperbolehkan dan mereka berkumpul dalam salat, zakat, puasa dan haji; dengannya pula mereka keluar dari kekafiran dan dihubungkan dengan keimanan. Keislaman tidak setara dengan keimanan, dan keimananpun tidak setara dengan keislaman. Sebagaimana Ka’bah berada dalam Masjidil Haram sedangkan Masjidil Haram tidak berada dalam Ka’bah, keimanan pun tidak sama dengan keislaman dan keislamanpun tidak sama dengan keimanan. Allah Swt berfirman: “Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah “Kami telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.”Firman Allah Azza wa Jalla

adalah perkataan yang paling jujur. 18

Diriwayatkan pula dengan sanad dari Jamil bin Saleh bahwa Sama’ah berkata:

ِنﺎَﻤﻳِْﻹاَو ِم َﻼْﺳِْﻹا ِﻦَﻋ ﻲِﻧْﺮِﺒْﺧَأ مﻼﺴﻟا ﻪﻴﻠﻋ ِﻪﱠﻠﻟا ِﺪْﺒَﻋ ﻲِﺑَِﻷ ُﺖْﻠُـﻗ

َﻻ َم َﻼْﺳِْﻹاَو َم َﻼْﺳِْﻹا ُكِرﺎ َﺸُﻳ َنﺎَﻤﻳِْﻹا ﱠنِإ َلﺎَﻘَـﻓ؟ ِنﺎَﻔِﻠَﺘ ْﺨُﻣ ﺎَﻤُﻫَأ

َﻻ ْنَأ ُةَدﺎَﻬَﺷ ُم َﻼْﺳِْﻹا

:لﺎﻘﻓ

ﻲِﻟ ﺎَﻤُﻬْﻔ ِﺼَﻓ ُﺖْﻠُﻘ َـﻓ. َنﺎَﻤﻳِْﻹا ُكِرﺎ َﺸُﻳ

ِﻪﱠﻠﻟا ِلﻮُﺳَﺮِﺑ ُﻖﻳِﺪ ْﺼﱠﺘﻟاَو ُﻪﱠﻠﻟا ﱠﻻِإ َﻪَﻟِإ ِﻪْﻴَﻠَﻋَو ُءﺎَﻣﱢﺪﻟا ِﺖَﻨِﻘُﺣ ِﻪِﺑ

ُنﺎَﻤﻳِْﻹاَو

،

ِسﺎﱠﻨﻟا ُﺔَﻋﺎَﻤَﺟ ِﻩِﺮِﻫﺎَﻇ ﻰَﻠَﻋَو ُﺚﻳِراَﻮَﻤْﻟاَو ُﺢِﻛﺎَﻨَﻤْﻟا ِتَﺮَﺟ

َﻦِﻣ َﺮَﻬَﻇ ﺎَﻣَو ِم َﻼ ْﺳِْﻹا ِﺔَﻔ ِﺻ ْﻦِﻣ ِبﻮُﻠُﻘْﻟا ﻲِﻓ ُﺖُﺒْﺜَـﻳ ﺎَﻣَو ىَﺪُﻬْﻟا :

18. Al-Kafi, 2/26, Hadis 5.

Pustaka

Syiah

(32)

ُكِرﺎ َﺸُﻳ َنﺎَﻤﻳِْﻹا ﱠنِإ ٍﺔَﺟَرَﺪِﺑ ِم َﻼْﺳِْﻹا َﻦِﻣ ُﻊَﻓْرَأ ُنﺎَﻤﻳِْﻹاَو. ِﻪِﺑ ِﻞَﻤَﻌْﻟا

ِنِإَو ِﻦِﻃﺎَﺒْﻟا ﻲِﻓ َنﺎَﻤﻳِْﻹا ُكِرﺎَﺸُﻳ َﻻ َم َﻼْﺳِْﻹاَو ِﺮِﻫﺎﱠﻈﻟا ﻲِﻓ َم َﻼْﺳِْﻹا

.ﺔَﻔ ﱢﺼﻟاَو ِلْﻮَﻘْﻟا ﻲِﻓ ﺎَﻌَﻤَﺘْﺟا

“Aku bertanya kepada Abu Abdillah as, ‘Jelaskan kepadaku tentang Islam dan iman, apakah keduanya berbeda?’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya iman meliputi Islam sedangkan Islam tidak meliputi iman.’ Aku berkata, ‘Jelaskan sifat-sifat keduanya.’ Beliau berkata, ‘Islam ialah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan pengakuan atas Rasulullah saw; dengannya darah terlindungi, dengannya pernikahan dan warisan diterapkan, dan pada dzahirnyalah komunitas masyarakat berada. Sedangkan iman adalah hidayah dan apa yang tertanam dalam hati di antara sifat Islam serta apa yang terlihat dari pengamalan atasnya. Iman lebih tinggi derajatnya daripada Islam. Iman bertemu dengan Islam dalam dzahir, sedangkan Islam tidak bertemu dengan iman dalam batin walaupun

keduanya bertemu dalam perkataan dan sifat.’”19

Diriwayatkan pula oleh Syekh Shaduq dengan sanad dari Ibnu Abi Umair dari sebagian sahabatnya bahwa Abu Abdillah as berkata:

19. Al-Kafi, 2/25, hadis 1.

Pustaka

(33)

ُﻪَﻨَﻤَﺘْـﺋا ْﻦَﻣ ُﻦِﻣﺆُﻤﻟا َو ،ِﻪِﻧﺎ َﺴِﻟَو ِﻩِﺪَﻳ ْﻦِﻣ ُسﺎﱠﻨﻟا َﻢِﻠَﺳ ْﻦَﻣ ُﻢِﻠ ْﺴﻤُﻟَا

ْﻢِﻬِﻟاَﻮْﻣَأَوْ ﻢِﻬ ِﺴُﻔْـﻧَأ َﻰﻠَﻋ ُسﺎﱠﻨﻟا.

“Muslim ialah orang yang tangan dan lisannya aman bagi masyarakat, sedangkan mukmin ialah orang yang memberi masyarakat rasa aman atas jiwa dan harta mereka.

Masih banyak lagi hadis-hadis serupa.

Keharaman Penghujatan Terhadap Orang yang Beriman

Allah Swt telah mengharamkan penghujatan, kedustaan, adu domba dan aksi mencari-cari keburukan kaum mukminin, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan

Pustaka

(34)

daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima

Taubat lagi Maha Penyayang.20

Diriwayatkan oleh Sulaiman bin Dawud Thayalisi dengan sanad dari Abu Abdillah as bahwa Rasulullah saw bersabda:

ٌﺮْﻔُﻛ ُهُلﺎَﺘِﻗ َو ٌقﻮ ُﺴُﻓ ِﻦِﻣْﺆُﻤْﻟا ُبﺎَﺒِﺳ

“Penghujatan terhadap seorang mukmin

adalah kefasikan, dan perang terhadapnya adalah kekafiran.”21

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Syekh Kulaini dengan sanad dari Abu Bashir disebutkan bahwa Abu Ja’far Baqir as berkata:

ٌﺮْﻔُﻛ ِﻦِﻣْﺆُﻤْﻟا ُلﺎَﺘِﻗ َو ٌقﻮ ُﺴُﻓ ِﻦِﻣْﺆُﻤْﻟا ُبﺎَﺒِﺳ :(ص) ِﷲا ُلﻮُﺳَر َلَﺎﻗ

. ِﻪِﻣَد ِﺔَﻣْﺮُﺤَﻛ ِﻪِﻟﺎَﻣ ُﺔَﻣْﺮُﺣ َو ٌﺔَﻴ ِﺼْﻌَﻣ ِﻪِﻤ ْﺤَﻟ ُﻞْﻛَأ َو

“Rasulullah saw bersabda, ‘Penghujatan

terhadap seorang mukmin adalah kefasikan, perang terhadapnya adalah kekafiran, makan dagingnya (dengan cara menggunjing) adalah maksiat kepada

20. QS. al-Hujurat [49]: 11-12.

21. Musnad Abu Dawud, hal. 34; diriwayatkan pula oleh Ali bin Ja’ad da-lam Musnad-nya hal. 398; Sahih Bukhari 7/84; Sahih Muslim 1/58; Sunan

Ibnu Majah 1/27 dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah Kufi dalam al-Mushannaf 4/252 hadis 11 dan 16 melalui berbagai jalur sanad.

Pustaka

(35)

Allah, dan kehormatan hartanya sama dengan

kehormatan darahnya.”22

Diriwayatkan pula oleh Barqi dengan sanad dari Abu Bashir bahwa Abu Ja’far Baqir as berkata:

ٌﺮْﻔُﻛ ِﻦِﻣْﺆُﻤْﻟا ُلﺎَﺘِﻗ َو ٌقﻮ ُﺴُﻓ ِﻦِﻣْﺆُﻤْﻟا ُبﺎَﺒِﺳ :(ص) ِﷲا ُلﻮُﺳَر َلَﺎﻗ

.ِﷲا ِﺔَﻴ ِﺼْﻌَﻣ ﻦﻣ ِﻪِﻤ ْﺤَﻟ ُﻞْﻛَأ َو

“Rasulullah saw bersabda, ‘Penghujatan terhadap seorang mukmin adalah kefasikan, pembunuhan terhadapnya adalah kekafiran, dan makan dagingnya (dengan cara menggunjing) adalah maksiat kepada Allah.’” 23

Diriwayatkan pula oleh Syekh Kulaini dari Ali bin Ibrahim dari ayahnya dari Nufali dari Sakuni bahwa Abu Abdillah as berkata:

.ِﺔَﻜَﻠَﻬﻟا َﻰﻠَﻋ ُفَﺮ ْﺸَﻤﻟْاَﺎﻛ ِﻦِﻣﺆُﻤْﻟا ُبَﺎﺒَﺳ : (ص) ِﷲا ُلﻮُﺳَر َلﺎَﻗ

“Rasulullah saw bersabda, ‘Mencaci orang yang

beriman adalah seperti mendatangi kebinasaan.”24

Diriwayatkan pula dengan sanad dari Jabir bahwa Abu Ja’far as berkata:

22. Al-Kafi 2/360 hadis 2, dan diriwayatkan pula oleh Syekh Shaduq dalam

Tsawab al-A’mal hal. 240.

23. Al-Mahasin, 2/102 hadis 77, dan diriwayatkan pula oleh Syekh Shaduq dalam Man La Yahdhuruh al-Faqih 3/57, hadis 4946.

24. Al-Kafi, 2/359, hadis 1.

Pustaka

(36)

“Tidak ada seorang pun yang menyatakan kafir terhadap orang lainnya kecuali (kekafiran itu) kembali terhadap satu di antara keduanya; jika dia menyatakan demikian terhadap orang yang memang kafir maka benarlah dia, sedangkan jika terhadap orang mukmin maka kekafiran itu kembali kepada dia (yang menyatakan), maka janganlah sekali-kali kalian menuduh demikian terhadap orang-orang yang beriman.”25

Sikap Para Imam Ahlulbait as Terhadap Mazhab-Mazhab Islam

Para Imam Ahlulbait as gigih menyerukan persatuan umat Islam dan penguatan barisan mereka berlandaskan kecintaan dan rasa persaudaraan yang tulus demi menghadapi musuh-musuh Islam. Hal ini menunjukkan besarnya hasrat dan harapan para Imam suci itu agar umat Islam bergandengan tangan satu sama lain, apalagi mengingat bahwa para Imam itu sangat menghendaki terwujudnya kerukunan di tengah masyarakat dan umat Islam yang satu namun terpecah belah oleh isu sektarianisme yang dibikin-bikin, terutama ketika perpecahan ini menjadi fenomena yang sangat genting akibat kondisi politik, kebudayaan dan sosial di zaman mereka.

25. Al-Kafi 2/360, hadis 5.

Pustaka

(37)

Karena itu mereka menetapkan serangkaian kebijakan umum untuk menjaga persatuan umat Islam dan memperkuat semangat persaudaraan dan solidaritas di tengah masyarakat Islam. Dalam rangka ini mereka melakukan beberapa tindakan antara lain menekankan partisipasi para pengikut mereka dalam forum-forum masyarakat umum dan syiar-syiar penting keagamaan umat Islam. Meskipun terdapat beberapa pertimbangan khusus dalam partisipasi tersebut, namun pengikut para Imam Ahlulbait as tetap menaati perintah tersebut sehingga partisipasi itu menjadi sangat signifikan dalam berbagai syiar keagamaan seperti salat jamaah dan salat Jumat yang memang sangat ditekankan oleh Islam karena menjadi pilar bagi pembinaan masyarakat Islam.

Diriwayatkan bahwa Imam Ja’far Shadiq as berkata kepada Zaid Syaham:

اوُدﻮُﻋو ،ﻢﻫِﺪِﺟﺎ َﺴَﻣ ﻲِﻓ اﻮﱡﻠ َﺻ ،ْﻢِﻬِﻗﻼْﺧَﺄِﺑ َسﺎﱠﻨﻟا اﻮَﻘﻟَﺎﺧ ،ُﺪْﻳَز َﺎﻳ

َﺔﱠﻤِﺋﻷا اﻮُﻧْﻮُﻜَﺗ نأ ْﻢُﺘْﻌَﻄَﺘْﺳا ْنإو ،ْﻢُﻫَﺰِﻳﺎَﻨَﺟ اوُﺪَﻬْﺷاَو ،ْﻢُﻫﺎ َﺿْﺮَﻣ

ُ،ﺔَﻳِﺮَﻔْﻌ َﺠْﻟا ِءَﻻُﺆَﻫ :اﻮُﻟﺎَﻗ َﻚِﻟَذ ْﻢُﺘْﻠَﻌ َـﻓ َاذإ ْﻢُﻜﱠﻧِﺈَﻓ ،اﻮُﻠَﻌ ْـﻓﺎَﻓ َﻦْﻴِﻧِذﺆُﻤْﻟاَو

ْﻢُﺘْﻛَﺮَـﺗ اَذإَو ،ُﻪَﺑﺎ َﺤ ْﺻأ ُبﱢدﺆُﻳ ﺎَﻣ ُﻦ َﺴ ْﺣأ ًنﺎَﻛ ﺎَﻣ ،ًاﺮَﻔْﻌَﺟ ُﷲا َﻢِﺣَر

ﺎَﻣ ُأَﻮْﺳأ َنﺎَﻛ ﺎَﻣ ،ٍﺮَﻔْﻌَﺠِﺑ ُﷲا َﻞَﻌ َـﻓ ،ُﺔَﻳِﺮَﻔْﻌَﺠْﻟا ِء َﻻﺆَﻫ :اﻮﻟﺎﻗ َﻚِﻟَذ

.ُﻪَﺑﺎ َﺤ ْﺻأ ُبﱢدَﺆُـﻳ

Pustaka

Syiah

(38)

“Bergaullah dengan masyarakat sesuai etika mereka, dirikan salat di masjid-masjid mereka, besuklah orang yang sakit di antara mereka, hadirilah pengurusan jenazah mereka. Jika kalian dapat menjadi imam dan muazin, lakukanlah. Jika kalian melakukan semua ini niscaya mereka akan mengatakan, ‘Mereka itulah para pengikut Ja’fari, semoga Allah mencurahkan rahmat kepada Ja’far yang telah mendidik para pengikutnya dengan baik.’ Sedangkan jika kalian mengabaikan semua itu maka mereka akan mengatakan, ‘Mereka itulah para pengikut Ja’fari, maka biarlah Allah yang menghukum Ja’far karena

telah buruk dalam mendidik para pengikutnya.’”26

Muhammad bin Mas’ud Ayyasyi dalam tafsir al-Qurannya membawakan riwayat bahwa Abdullah bin Sanan berkata: “Aku mendengar Abu Abdillah as berkata:

ﱠنِإ اﻮﱡﻟِﺬَﺘَـﻓ ْﻢُﻜِﻓﺎَﺘْﻛَأ ﻰَﻠَﻋ َسﺎﱠﻨﻟا اﻮُﻠِﻤْﺤَﺗ َﻻَو ِﻪﱠﻠﻟا ىَﻮْﻘَـﺘِﺑ ْﻢُﻜﻴ ِﺻوُأ

. ًﺎﻨ ْﺴُﺣ ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ اﻮُﻟﻮُﻗ َو ِﻪِﺑﺎَﺘِﻛ ﻲِﻓ ُلﻮُﻘَـﻳ ﱠﻞَﺟ َو ﱠﺰَﻋ َﻪﱠﻠﻟا

َو ْﻢُﻬَﻟ اوُﺪَﻬ ْﺷا َو ْﻢُﻫَﺰِﺋﺎَﻨَﺟ اوُﺮ ُﻀ ْﺣا َو ْﻢُﻫﺎ َﺿْﺮَﻣ اوُدﻮُﻋ : َلﺎَﻗ ﱠﻢُﺛ

. ْﻢِﻫِﺪِﺟﺎ َﺴَﻣ ﻲِﻓ ْﻢُﻬَﻌَﻣ اﻮﱡﻠ َﺻ َو ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ

‘Aku berwasiat kepada kalian supaya menjaga ketakwaan kepada Allah, dan janganlah kalian

26. Man La Yahdhuruh al-Faqih 1/383, hadis 1128.

Pustaka

(39)

meletakkan beban masyarakat pada pundak kalian lalu kalian menjadi hina (yakni jangan berbuat sesuatu yang membuat kalian dihina atau dicurigai yang bukan-bukan oleh masyarakat- penerj.), sesungguhnya Allah Swt dalam kitab suci-Nya berfirman, “Ucapkanlah

kata-kata yang baik kepada manusia,”27 besuklah orang

yang sakit di antara mereka, hadirilah pengurusan jenazah mereka, jadilah saksi yang meringankan atau memberatkan orang yang terbelit kasus di antara mereka, dirikanlah bersama mereka di masjid-masjid mereka.’

Beliau lalu berkata:

ْﻢُﻬَـﻧْوُﺮُﻣْﺄَﻴ َـﻓ ٍمْﻮَﻘِﺑ َنْﻮﱡﻤَﺗْﺄَﻳ ْﻢُﻬﱠـﻧأ َنْﻮُﻤَﻋْﺰَـﻳ ٍمْﻮ َـﻗ َﻰﻠَﻋ ُﺪَﺷَأ ٍﺊَﺷ ﱡيَأ

...ْﻢُﻬْـﻨِﻣ َنْﻮُﻠَـﺒْﻘَـﻳ َﻼَﻓ ْﻢُﻬَـﻧْﻮَﻬْـﻨَـﻳَو

‘Adakah sesuatu yang lebih keras bagi suatu kaum yang mengira mereka mengikuti kaum yang lain lalu kaum yang lain itu melakukan amar makruf nahi munkar terhadap mereka tapi mereka tidak menerimanya..’” 28

Syekh Shaduq meriwayatkan bahwa Abdullah bin Sanan berkata: “Aku mendengar Abu Abdillah as berkata:

27. QS. al-Baqarah [2]:83

28. Bihar al-Anwar, 71/159, hadis 14.

Pustaka

(40)

ﱠنِإ اﻮﱡﻟِﺬَﺘَـﻓ ْﻢُﻜِﻓﺎَﺘْﻛَأ ﻰَﻠَﻋ َسﺎﱠﻨﻟا اﻮُﻠِﻤْﺤَﺗ َﻻَو ِﻪﱠﻠﻟا ىَﻮْﻘَـﺘِﺑ ْﻢُﻜﻴ ِﺻوُأ

ًﺎﻨ ْﺴُﺣ ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ اﻮُﻟﻮُﻗ َو ِﻪِﺑﺎَﺘِﻛ ﻲِﻓ ُلﻮُﻘَـﻳ ﱠﻞَﺟ َو ﱠﺰَﻋ َﻪﱠﻠﻟا

‘Aku berwasiat kepada kalian supaya menjaga ketakwaan kepada Allah, dan janganlah kalian meletakkan beban masyarakat pada pundak kalian lalu kalian menjadi hina, sesungguhnya Allah Swt dalam kitab suci-Nya berfirman, “Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.”

Selanjutnya beliau berkata:

َو ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ َو ْﻢُﻬَﻟ اوُﺪَﻬْﺷا َو ْﻢُﻫَﺰِﺋﺎَﻨَﺟ اوُﺮ ُﻀ ْﺣا َو ْﻢُﻫﺎ َﺿْﺮَﻣ اوُدﻮُﻋ

.

.ْﻢُﻬَـﻗﻮُﻘُﺣ اْﻮ ُﻀْﻗا َو

ْﻢِﻫِﺪِﺟﺎ َﺴَﻣ ﻲِﻓ ْﻢُﻬَﻌَﻣ اﻮﱡﻠ َﺻ

‘Besuklah orang yang sakit di antara mereka, hadirilah pengurusan jenazah mereka, jadilah saksi yang meringankan atau memberatkan orang yang terbelit kasus di antara mereka, dirikanlah salat bersama mereka di masjid-masjid mereka,dan

tunaikanlah hak-hak mereka.’”29

Ibnu Idris meriwayatkan bahwa Abdullah bin Sanan berkata: “Aku mendengar Abu Abdillah as berkata:

29. Shifat al-Syi’ah, hal. 27.

Pustaka

(41)

ﱠنِإ اﻮﱡﻟِﺬَﺘَـﻓ ْﻢُﻜِﻓﺎَﺘْﻛَأ ﻰَﻠَﻋ َسﺎﱠﻨﻟا اﻮُﻠِﻤْﺤَﺗ َﻻَو ِﻪﱠﻠﻟا ىَﻮْﻘَـﺘِﺑ ْﻢُﻜﻴ ِﺻوُأ

. ًﺎﻨ ْﺴُﺣ ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ اﻮُﻟﻮُﻗ َو ِﻪِﺑﺎَﺘِﻛ ﻲِﻓ ُلﻮُﻘَـﻳ ﱠﻞَﺟ َو ﱠﺰَﻋ َﻪﱠﻠﻟا

َو ْﻢُﻬَﻟ اوُﺪَﻬ ْﺷا َو ْﻢُﻫَﺰِﺋﺎَﻨَﺟ اوُﺮ ُﻀ ْﺣا َو ْﻢُﻫﺎ َﺿْﺮَﻣ اوُدﻮُﻋ : َلﺎَﻗ ﱠﻢُﺛ

.ْﻢُﻬَـﻗﻮُﻘُﺣ اْﻮ ُﻀْﻗا َو

ْﻢِﻫِﺪِﺟﺎ َﺴَﻣ ﻲِﻓ ْﻢُﻬَﻌَﻣ اﻮﱡﻠ َﺻ َو ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ

‘Aku berwasiat kepada kalian supaya menjaga ketakwaan kepada Allah, dan janganlah kalian meletakkan beban masyarakat pada pundak kalian lalu kalian menjadi hina, sesungguhnya Allah Swt dalam kitab suci-Nya berfirman, “Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. Besuklah orang yang sakit di antara mereka, hadirilah pengurusan jenazah mereka, jadilah saksi yang meringankan atau memberatkan orang yang terbelit kasus di antara mereka, dirikanlah bersama mereka di masjid-masjid

mereka, dan tunaikanlah hak-hak mereka.’”30

Diriwayatkan oleh Qadhi Nu’man bahwa Abu Abdillah as berpesan kepada para pengikutnya:

،ﻢﻫﺎﺿﺮﻣ اودﻮُﻋو ،ﻢﻫﺪﺟﺎﺴﻣ ﻲﻓ اﻮﱡﻠ َﺻ ،ﻢﻬﻗﻼﺧﺄﺑ سﺎﱠﻨﻟا اﻮَﻘَﻟﺎَﺧ

ﻦﻴﻧذﺆﻤﻟاو ﺔﻤﺋﻷا اﻮﻧﻮﻜﺗ نأ ﻢﺘﻌﻄﺘﺳا نإو ،ﻢﻫﺰﻳﺎﻨﺟ اوﺪﻬﺷاو

ﻢﺣر ،ﺔﻳﺮﻔﻌﺠﻟا ءﻻﺆﻫ :اﻮﻟﺎﻗ ﻚﻟذ ﻢﺘﻠﻌﻓ اذإ ﻢﻜﻧﺈﻓ ،اﻮﻠﻌﻓﺎﻓ

30. Mustathrafat al-Sara’ir, hal. 161, hadis 42.

Pustaka

(42)

ﻚﻟذ ﻢﺘﻛﺮﺗ اذإو ،ﻪﺑﺎﺤﺻأ بﱢدﺆﻳ ﺎﻣ ﻦﺴﺣأ نﺎﻛ ﺎﻣ ،ًاﺮﻔﻌﺟ ﷲا

بدﺆﻳ ﺎﻣ أﻮﺳأ نﺎﻛ ﺎﻣ ،ﺮﻔﻌﺠﺑ ﷲا ﻞﻌﻓ ،ﺔﻳﺮﻔﻌﺠﻟا ءﻻﺆﻫ :اﻮﻟﺎﻗ

.ﻪﺑﺎﺤﺻأ

“Bergaullah dengan masyarakat sesuai etika mereka, dirikan salat di masjid-masjid mereka, besuklah orang yang sakit di antara mereka, hadirilah pengurusan jenazah mereka. Jika kalian dapat menjadi imam dan muazin, lakukanlah. Jika kalian melakukan semua ini niscaya mereka akan mengatakan, ‘Mereka itulah para pengikut Ja’fari, semoga Allah mencurahkan rahmat kepada Ja’far yang telah mendidik para pengikutnya dengan baik.’ Sedangkan jika kalian mengabaikan semua itu maka mereka akan mengatakan, ‘Mereka itulah para pengikut Ja’fari, maka biarlah Allah yang menghukum Ja’far karena telah buruk dalam mendidik para pengikutnya.’”31

Kulaini meriwayatkan bahwa Muawiyah bin Wahab berkata: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah as:

ﺎَﻨِﺋﺎَﻄَﻠُﺧ َﻦْﻴَـﺑ َو ﺎَﻨِﻣْﻮَـﻗ َﻦْﻴَـﺑ َو ﺎَﻨَـﻨْـﻴَـﺑ ﺎَﻤﻴِﻓ َﻊَﻨ ْﺼَﻧ ْنَأ ﺎَﻨَﻟ ﻲِﻐَﺒْﻨَـﻳ َﻒْﻴَﻛ

ُﻢُﻜِﺘﱠﻤِﺋَأ ﻰَﻟِإ َنوُﺮُﻈْﻨَـﺗ َلﺎَﻗ؟ ﺎَﻧِﺮْﻣَأ ﻰَﻠَﻋ اﻮ ُﺴْﻴَﻟ ْﻦﱠﻤِﻣ ِسﺎﱠﻨﻟا َﻦِﻣ

31. Da’aim al-Islam, 1/66.

Pustaka

Syiah

(43)

َنوُدﻮُﻌَـﻴَﻟ ْﻢُﻬﱠـﻧِإ ِﻪﱠﻠﻟا َﻮَـﻓ َنﻮُﻌَـﻨ ْﺼَﻳ ﺎَﻣ َنﻮُﻌَـﻨ ْﺼَﺘَـﻓ ْﻢِﻬِﺑ َنوُﺪَﺘْﻘَـﺗ َﻦﻳِﺬﱠﻟا

ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ َو ْﻢُﻬَﻟ َةَدﺎَﻬ ﱠﺸﻟا َنﻮُﻤﻴِﻘُﻳ َو ْﻢُﻫَﺰِﺋﺎَﻨَﺟ َنوُﺪَﻬ ْﺸَﻳ َو ْﻢُﻫﺎ َﺿْﺮَﻣ

.ْﻢِﻬْﻴَﻟِإ َﺔَﻧﺎَﻣَْﻷا َنوﱡدَﺆُـﻳ َو

‘Apa yang sepatutnya kami lakukan di antara kami, kaum kami dengan orang-orang yang tidak sependapat dengan kami namun kami bergaul dengan mereka?’ Beliau menjawab, ‘Perhatikanlah para pemimpin yang kalian ikuti lalu berbuatlah seperti yang mereka perbuat. Demi Allah, para pemimpin kalian itu membesuk orang-orang yang sakit di antara mereka (orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka –penerj.), menghadiri pengurusan jenazah mereka, memberikan kesaksian yang meringankan atau memberatkan mereka, dan

menyampaikan amanat kepada mereka.’”32

Kulaini juga meriwayatkan dari Ibrahim dari ayahnya dari Ibnu Umair dari Hamad dari Halabi bahwa Abu Abdillah as berkata:

ِلﻮُﺳَر َﻒﻠﺧ ﻰّﻠ َﺻ ْﻦَﻤَﻛ َنﺎَﻛ ِلّوَﻷا ﱢﻒﺼﻟا ﻰِﻓ ْﻢُﻬَﻌَﻣ ﻰّﻠ َﺻ ْﻦَﻣ

.ِﻪﻟآ و ﻪﻴﻠﻋ ِﷲا ﻰّﻠ َﺻ ﷲا

“Barangsiapa mendirikan salat jemaah bersama mereka di barisan pertama maka dia seperti mendirikan salat di belakang Rasulullah saw.”

32. Al-Kafi, 2/626, Hadis 4.

Pustaka

(44)

Muhammad bin Idris Hilli mengutip dari kitab al-Masyikhah karya Hasan bin Mahbub sebuah riwayat dengan sanad dari Hasan bin Mahbub dari Ibnu Sanan bahwa Jabir Ja’fi berkata:

“Aku bertanya kepada Abu Abdillah as bahwa aku memiliki para tetangga yang sebagian mengetahui perkara ini (keSyi’ahan–penerj.) sedangkan sebagian lain tidak mengetahuinya, dan mereka memintaku supaya melantunkan azan dan mendirikan salat bersama mereka. Aku khawatir hal ini tidak patut sering aku lakukan.” Beliau berkata, “Lantunkan azan untuk mereka, dirikanlah salat bersama mereka, dan

patut (kamu lakukan) kapan saja.”33

Hur Amili meriwayatkan bahwa Imam Muhammad Baqir as berkata:

.ٍمﺎﻣإ ﱢﻞُﻛ َﻊَﻣ َوْ ﻢُﻬَﻌَﻣ اﻮﱡﻠ َﺻ

“Salatlah bersama mereka dan dengan semua imam.”34

Diriwayatkan dari Bahrani bahwa Abdullah bin Bakir berkata:

َلﺎَﻘ َـﻓ ِنﻼُﺟَر ﻲِﻌَﻣ َو (ع) ﻪﱢﻠﻟا ِﺪْﺒَﻋ ﻲِﺑَا ﻰَﻠَﻋ ُﺖﻠَﺧَد

ﷲا ﺪﺒﻋ ﻮﺑا لﺎﻘﻓ ؟ َﺔﻌْﻤُﺠﻟا ِﻲِﺗآ :(ع) ِﷲا ِﺪﺒﻋ ﻲﺑﻷ ﺎَﻤُﻫُﺪﺣأ

33. Mustathrafat al-Sara’ir, hal.592.

34. Hidayah al-Ummah ila Ahkam al-A’immah

Pustaka

(45)

و َﺾﻳﺮﻤﻟا ِﺪﻋ و َةزﺎﻨﺠﻟا ِﺮ ُﻀﺣا و َﺔﻋﺎﻤﺠﻟا و َﺔَﻌْﻤُﺠﻟا ِﺖْﺋِا (ع)

ﻢُﻜﱡﻠ ِﻀُﻧ َﻻ ِﷲا َو َﻻ ؟ﻢُﻜﱠﻠ ِﻀُﻧ ْنا َنﻮُﻓَﺎﺨَﺗ ا َلﺎﻗ ﻢُﺛ . َقﻮﻘُﺤﻟا ِﺾﻗا

.ًاﺪَﺑَا

“Aku mendatangi Abu Abdillah as bersama dua orang. Satu di antara keduanya bertanya kepada Abu Abdillah as: ‘Bolehkah aku mengikuti salat Jumat?” Abu Abdillah as menjawab, “Ikutilah salat Jumat dan salat jamaah, hadirilah pengurusan jenazah, besuklah orang yang sakit dan tunaikan hak-hak mereka.” Beliau kemudian berkata, “Apakah kalian khawatir kami akan menyesatkan kalian? Tidak, demi Allah, selamanya kami tidak akan pernah membuat kalian tersesat.”

Bahrani juga menyebutkan apa yang diriwayatkan dalam Muqni’ dan dia kutip dalam kitab Misykat al-Anwar dari kitab al-Mahasin bahwa Umar bin Abban berkata:

“Wahai para Syi’ah, sesungguhnya kalian telah ternisbat pada kami, maka harumkan nama kami dan jangan cemarkan nama baik kami. Jadilah kalian seperti para sahabat Ali – semoga Allah meridai mereka- di tengah masyarakat. Jika salah seorang di antara mereka ada di tengah suatu kabilah maka

Pustaka

(46)

dialah yang menjadi imam mereka, muazin mereka, penjaga amanat dan titipan mereka. Besuklah orang sakit di antara mereka, ikutilah pengurusan jenazah mereka, dirikanlah salat di masjid-masjid mereka, dan jangan sampai mereka mendahului kalian dalam kebaikan karena, demi Allah, kalian lebih berhak daripada mereka (dalam kebaikan).”

Syekh Thusi membawakan riwayatkan dengan sanad dari Ishak bin Ammar bahwa dia berkata:

ﻲِﻓ ْﻢُﻬَﻌَﻣ ﻰﱠﻠ َﺼَﺗَا ُقﺎَﺤْﺳِا َﺎﻳ : (ع) ِﷲا ِﺪْﺒَﻋ ﻮُﺑَا ﻲِﻟ َلَﺎﻗ

ﻰِﻓ ْﻢُﻬَﻌَﻣ ﻰﱢﻠ َﺼﻤُﻟا ﱠنﺈﻓ ﻢُﻬَﻌَﻣ ﱠﻞ َﺻ :لﺎﻗ . ْﻢَﻌَـﻧ ُﺖْﻠُـﻗ ؟ِﺪِﺠ ْﺴَﻤْﻟا

.ﻪِﻠﻟا ﺶﻠْﻴﺒِﺳ ﻲﻓ ِﻪِﻔﻴﺳِﺮِﻫَﺎﺸﻟَﺎﻛ ِلﱠو َﻻا ﱢﻒ َﺼﻟا

“Abu Abdillah as bertanya kepadaku: ‘Wahai Ishaq, apakah kamu mendirikan salat bersama mereka di masjid?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Beliau berkata, ‘Salatlah bersama mereka, karena sesungguhnya orang yang salat bersama mereka di barisan pertama adalah seperti pedang tersohornya dalam jihad di jalan Allah.’”35

Syekh Thusi juga membawakan riwayat dengan sanad dari Muhammad bin Qais bahwa Imam Muhammad Baqir as berkata:

35. Al-Tahdzib, 3/277, hadis 809.

Pustaka

(47)

َمﺎ َﺻ َو ِم َﻼ ْﺳِْﻻا ِﺔَﻤِﻠَﻜِﺑ َناَد ْﻦَﻣ ٌﺔ َﺤْﻴِﺑَذ :(ع) َﻦﻴِﻨِﻣﺆُﻤﻟا ُﺮﻴﻣإ َلَﺎﻗ

.ِﻪْﻴَﻠَﻋ ِﷲا ُﻢْﺳا َﺮِﻛُذ َاذِا ٌل َﻼﺣ ْﻢُﻜَﻟ ﻰﱠﻠ َﺻ َو

“Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata: ‘Hewan sembelihan orang yang memeluk agama Islam, berpuasa dan mendirikan salat adalah halal bagi kalian jika nama Allah disebutkan pada sembelihan itu.”36

Semua riwayat tersebut dan masih banyak riwayat lain semisalnya adalah demi memelihara jalinan hati antarumat Islam, demi mempertahankan kesatuan barisan mereka dan demi menjaga maslahat Islam nan agung.

Kriteria Islam, Iman dan Kafir dalam Perspektif Para Fakih Imamiyah

Para fakih Imamiyah–semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya kepada mereka – dalam karya-karya tulis mereka di berbagai bab fikih telah menyebutkan kriteria Islam, iman dan kafir. Mereka semua menegaskan bahwa pengucapan dua kalimat syahadat adalah perlindungan bagi darah dan harta. Hal ini antara lain terlihat dalam kitab Syara’i’ Islam karya Allammah Muhaqqiq Hilli, salah satu kitab fikih yang paling masyhur dan muktabar di kalangan Imamiyah serta telah dikomentari oleh para fakih, diajarkan di

36. Ibid, 9/71, hadis 300; al-Is!bshar 4/88, hadis 336.

Pustaka

(48)

sekolah-sekolah agama (hauzah ilmiah) para pengikut Ahlulbait as, dan dijadikan acuan perbandingan untuk kitab-kitab referensi lain.

Dalam Bab Pemandian Jenazah, Muhaqqiq Hilli menyebutkan: “Semua orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, walaupun dia tidak memiliki akidah yang benar, boleh dimandikan jenazahnya, kecuali

orang Khawarij dan Ghulat.”37

Dalam Bab Hudud pada persoalan tentang

hukum orang murtad dia menyebutkan:

“Kesembilan: Kalimat Islam, dia harus berucap

ﷲا ُلْﻮُﺳَر اﺪّﻤَﺤُﻣ ﱠنَا ُﺪَﻬْﺷَاَو ُﷲا ّﻻِا َﻪَﻟِا َﻻ نَا َﺪَﻬْﺷَا

(aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Jika dia mengucapkan kalimat ini sambil menyatakan, “Aku berlepas diri dari semua agama selain Islam” maka ini hanya sekedar penekan saja, dan cukup dengan yang pertama (pengucapan dua kalimat syahadat).”38

37. Syara’i al-Islam, 1/30. Allamah Hilli dalam Tahrir al-Ahkam 1/117 juga menyebutkan: “Semua orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat boleh dimandikan jenazahnya, kecuali Khawarij dan Ghulat.” Pernyataan serupa juga disebutkan dalam Jawahir al-Kalam, 4/84.

38. Syara’i al-Islam 4/964. Dalam Tahrir al-Ahkam 5/261, Allamah juga menyebutkan: Ke-15; kalimat Islam, dia harus mengucapkan ﻪﻟﺍ ﻻ ﻥﺍ ﺪﻬﺷﺍ ﷲ ﻝﻭﺳﺭ ﺩﻣﺣﻣ ﻥﺍ ﺪﻬﺷﺍﻭ ﷲﺍ ﻻﺍ (aku bersaksi bahwa !ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah), dan !dak perlu tambahan: “Aku berlepas diri dari semua agama selain Islam,” karena ini hanya sekedar penekanan.

Pustaka

(49)

Pada bab Salat Jenazah dia menyebutkan: “Pertama, tentang siapa yang harus disalati, yaitu siapa saja yang mengucapkan dua kalimat syahadat, atau anak kecil berusia enam tahun yang sudah dihukumi sebagai Islam, baik laki-laki maupun perempuan.”39

Pada bagian tentang jumlah najis dia menyebutkan: “Kesepuluh, orang kafir dan setiap orang yang keluar dari Islam, atau orang yang memeluk Islam namun mengingkari hal-hal yang sudah pasti dalam Islam seperti kaum Khawarij dan kaum Ghulat.”40

Pada bab Nikah di bagian tambahan Masalah Akad Nikah dia menyebutkan: “Pertama, ke-kufu’an adalah syarat dalam nikah, yaitu kesamaan dalam Islam. Sedangkan mengenai apakah kesamaan dalam keimanan juga disyaratkan? Terdapat dua pendapat, namun pendapat yang lebih kuat ialah cukup kesamaan dalam Islam, walaupun kesamaan iman ditekankan sebagai sesuatu yang mustahab, terutama bagi pihak perempuan karena perempuan biasanya mengikuti agama suaminya. Sedangkan nikah

39. Syara’i al-Islam 1/81; Masalik al-I!am karya Syahid Tsani 1/261;

Mad-arik Ahkam karya Sayid Muhammad Amili 4/150. Sedangkan dalam al-Jawahir 2/12 penulisnya menyebutkan: Pertama, mengenai orang yang

disola!, yaitu orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat sehingga dengan itu dia menjadi bagian dari umat Islam, dan setelah pengucapan itu dia !dak berbuat sesuatu yang dapat membuatnya tergolong sebagai kafir. Jika demikian maka jenazahnya harus disala!, dan !dak perselisihan pendapat tentang ini.

40. Syara’i al-Islam 1/42; Masalik al-I!am karya Syahid Tsani 1/123;

Madarik al-Ahkam karya Sayid Muhammad Amili 2/294.

Pustaka

(50)

dengan nashibi yang terang-terangan memusuhi Ahlulbait as tidaklah sah karena telah berbuat sesuatu yang jelas-jelas batil dalam agama Islam.”41

Pada bagian awal bab Sembelihan dia

menyebutkan: “Islam atau yang dihukumi sebagai Islam adalah syarat untuk penyembelih hewan sehingga tidak boleh penyembelihan dilakukan oleh pemuja berhala. Namun, penyembelihan juga tidak boleh dilakukan oleh orang yang terang-terangan memusuhi Ahlulbait as seperti kaum Khawarij

walaupun mereka mengaku sebagai orang Islam.”42

Pada bab Waris di bagian Kendala-Kendala Waris dia menyebutkan: “Ketiga, sesama muslim saling mewarisi walaupun berbeda mazhab, dan sesama

kafir pun saling mewarisi walaupun berbeda agama.”43

Pada bab Qisas ketika menyebutkan syarat-syaratnya Allamah menyatakan: “Syarat kedua, kesamaan agama (antara pelaku dan korban –penerj.), maka muslim tidak sampai dihukum mati

41. Syara’i al-Islam, 2/252. Sedangkan dalam Tadzkirah al-Fuqaha’ 2/603 Allamah Hilli menyebutkan: “Sesungguhnya kekufuan dalam pandangan kami adalah syarat dalam nikah, yaitu kesamaan dalam Islam, dan !dak ada perselisihan pendapat soal ini.”

42. Syara’i al-Islam 4/739. Sedangkan dalam Tahrir al-Ahkam 5/57 Alla-mah menyebutkan: “Keenam, sesama muslim saling mewarisi walaupun berbeda mazhab. Dengan demikian, Imamiyah mewarisi Sunni dan begitu pula sebaliknya. Adapun Ghulat dan Khawarij !dak mendapat warisan dari seorang muslim.”

43. Syara’i al-Islam, 4/815.

Pustaka

(51)

jika korbannya adalah kafir, baik kafir yang dilindungi

(zimmi) maupun kafir yang diperangi (harbi)...”44

Di bagian qisas tharaf (hukum qisas atas penganiayaan yang tidak sampai menyebabkan

kematian –penerj.) dia menyebutkan: “Qisas

diperbolehkan dengan syarat sama Islam,

sama-sama merdeka atau pihak korban lebih sempurna.”45

Yahya bin Said Hilli menyebutkan: “Sesama muslim saling mewarisi walaupun mereka berbeda pendapat.”46

Dia juga menyatakan: “Wakaf muslim sah atas umat Islam, yaitu orang-orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, dan orang-orang yang dihukumi sebagai bagian dari mereka di antara

anak-anak mereka.”47

Hur Amili menyebutkan: “Diriwayatkan bahwa orang yang mengikrarkan dua kalimat syahadat adalah orang yang dilindungi darahnya –kecuali dengan alasan yang benar- dan boleh nikah dengannya dan

mewarisinya.”48

44. Syara’i al-Islam, 4/986. Sayid Thaba’thaba’i dalam Riyadh al-Masail 14/84 menyebutkan: “Muslim !dak sampai dihukum ma! jika korbannya adalah kafir dzimmi atau non-dzimmi, sebagaimana disepaka! oleh selu-ruh ulama.”

45. Syara’i al-Islam, 4/1007. 46. Al-Jami’ li al-Syara’yi’, hal. 502. 47. Ibid, hal. 371.

48. Hidayah al-Ummah ila Ahkam al-A’immah, 7/536, hadis 12.

Pustaka

(52)

Syahid Awal, Muhammad bin Makki Amili dalam

kitabnya, al-Durus, menyebutkan: “Disunahkan

(mustahab) mengikuti salat jemaah kalangan umum sebagaimana mengikuti salat jemaah kalangan khusus, bahkan (mengikuti salat jemaah kalangan umum) lebih utama (afdhal), karena terdapat riwayat bahwa barang siapa salat jemaah bersama mereka di barisan terdepan, maka dia seperti salat di belakang Rasulullah saw.”49

Mirza Qummi menyebutkan: Sangat disunahkan mengikuti salat jemaah dengan kalangan lawan pendapat

berdasar banyak riwayat.”50 Dia juga menyebutkan

pernyataan yang sama dalam kitabnya yang berjudul Manahij al-Ahkam.

Syekh Thusi menyatakan: “Penyembelihan tidak boleh dilakukan oleh non-muslim, dan di antara umat Islam pun tidak seharusnya dilakukan kecuali oleh pihak yang benar (ahlul haq). Namun , jika penyembelihan dilakukan bukan oleh pihak yang benar tapi pihak itu tidak dikenal memusuhi keluarga Muhammad as, maka tidak apa-apa memakan daging hewan sembelihannya, sedangkan jika yang melakukan adalah orang yang dikenal memusuhi dan mencaci (Ahlulbait as) maka

tidak boleh memakan daging hewan sembelihannya.”51

49. Al-Durus, 1/224.

50. Ghana’im al-Ayyam fi Masa’il al-Halal wa al-Haram, 3/158. 51. Al-Nihayah wa Nuka"ha, 3/89.

Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

Setelah terbentuk matrik perbandingan maka dilihat bobot prioritas untuk perbandingan kriteria. Dengan cara membagi isi matriks perbandingan dengan jumlah kolom yang

 Jumlah karyawan farmasi untuk shift pagi : 54 orang terbagi untuk pelayanan di unit farmasi rawat jalan I, II, IGD, balkesmas, depo central, depo OK,

Perintisan dan pengembangan pola-pola kemitraan antara pelaku seni kria dengan pelaku-pelaku pariwisata dalam rangka meningkatkan dan membudayakan hasil karya seni

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang terdapat pada uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sebagai berikut: 1) ketersediaan waktu tidak

Pengaruh kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut atas Aspek Perhatian (Emphaty) terhadap kepuasan pasien di Poliklinik Gigi RSI Sultan Agung Semarang memiliki

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 2 di atas, maka sebaran data kemampuan pemahaman konsep siswa SMPN 1 Padang Jaya dapat diklasifikasikan menjadi tinggi, sedang

Teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui teknik observasi dengan cara mengumpulkan informasi-informasi langsung ke lokasi penelitian untuk mengamati bagaimana

Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.. Sunandar et