• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA PANCASILA, NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG DASAR 1945, BHINNEKA TUNGGAL IKA DAN AKADEMIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KORELASI ANTARA PANCASILA, NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG DASAR 1945, BHINNEKA TUNGGAL IKA DAN AKADEMIK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

- 1 -

KORELASI ANTARA PANCASILA, NEGARA KESATUAN

REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG DASAR 1945,

BHINNEKA TUNGGAL IKA DAN AKADEMIK

Disusun Oleh:

I Gusti Bagus Wirya Agung

UPT. PENDIDIKAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

- 2 -

KORELASI ANTARA PANCASILA, NEGARA KESATUAN

REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG DASAR 1945,

BHINNEKA TUNGGAL IKA DAN AKADEMIK

I GUSTI BAGUS WIRYA AGUNG

UPT- PENDIDIKAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA UNIVERSITAS UDAYANA

Intisari

Artikel ini bermaksud menjelaskan korelasi antara Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Akademik. Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan di atas pondasi yang sangat kokoh, yaitu Pancasila. Setiap sila dalam Pancasila telah memberikan tuntunan yang demikian jelas untuk membangun watak bangsa yang bermuara ke ciri-ciri, yaitu: tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientsi IPTEKS berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sistem berpikir yang perlu dibangun oleh bangsa Indonesia yang berkaitan dengan Pancasila adalah sistem berpikir yang bertumpu pada upaya mencari kebenaran. Kebenaran didalamnya mengandung kejujuran yang diperlukan untuk membangun bangsa ini supaya mempunyai moral yang senantiasa mampu membangkitkan keinginan luhur untuk mewujudkan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan kewajibannya seperti tercantum dalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar 1945. Sistem berpikir yang perlu dibangun antara lain dapat menggunakan azas moral dalam keilmuan. Azaz moral ini merupakan azas yang dipakai oleh para akademisi dalam melakukan penelitian untuk mencari kebenaran.

Kata Kunci: Pancasila, NKRI, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Akademik

I. PENDAHULUAN

Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara saat ini menghadapi tantangan yang sangat besar baik itu dari dalam maupun dari luar. Globalisasi dalam iklim keterbukaan informasi memunculkan nilai-nilai yang mengantarkan pada perubahan pola dan tatanan hidup, seperti gaya hidup modern, instan, dan hedonis yang banyak diminati oleh generasi muda. Di lain pihak, Pancasila sebagai ideologi negara semakin tergerus oleh perkembangan zaman, dan kurang diminati untuk dipelajari dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, tantangan dari dalam juga tak kalah kuatnya. Dinamika masyarakat yang semakin cepat dan proses politik yang tanpa arah turut memberikan andil yang besar dalam menjauhkan Pancasila dari generasi muda

(3)

- 3 -

dan masyarakat Indonesia. Bila hal ini tidak diantisipasi secara cepat dengan formulasi yang tepat, dikhawatirkan akan memperburuk kondisi bangsa dan negara.

Oleh karena itu dibutuhkan cara dan langkah yang cepat dalam mengantisipasi ini semua. Salah satu metode yang ampuh dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila adalah melalui sinergisitas dengan dunia Pendidikan yang berkesinambungan. UU No. 12 Tahun 2012 Pasal 1 menyebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan Tinggi sesuai Pasal 4a UU No 12 Tahun 2012 sebagai sebuah entitas akademik mengemban fungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Landasan dasar dalam penyelenggaraan akademik ditegaskan dalam Pasal 2 yang menyatakan bahwa Pendidikan Tinggi berdasarkan Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Untuk itu, artikel ini bermaksud melakukan kajian deskriptif tentang “Korelasi antara dasar negara Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 1945, Bhinneka Tungal Ika, dan Akademik”. Artikel ini bertujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman kembali akan eksistensi dan kukuhnya empat konsensus nasional berbangsa dan pengimplementasian khususnya di Pendidikan Tinggi. Melalui artikel ini diharapkan generasi muda, khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, memperoleh penyegaran kembali tentang Pancasila dan memahami ideologi Pancasila secara lebih mendalam sehingga mampu menjadi bangsa yang berpikir secara rasional, menjalankan kehidupan demokratis, bertanggung jawab, dan selalu mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

II. PEMBAHASAN

Bagi suatu negara terdapat sistem keyakinan (belief system) atau filosofi (philosophische grondslag) yang isinya berupa konsep, prinsip, serta nilai yang dianut oleh masyarakat suatu negara. Filosofi dan prinsip keyakinan yang dianut oleh suatu negara digunakan sebagai landasan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Indonesia mengenal empat konsensus nasional yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempatnya dipandang sebagai

(4)

- 4 -

belief system yang mampu memperkokoh dan memperkuat bangsa dan negara untuk menangkal berbagai bentuk ancaman dan gangguan, baik dari dalam maupun dari luar. Sistem yang diyakini telah terbukti mampu menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, kenyamanan, keadilan, dan kesejahteraan bagi semua warga negara. Istilah konsensus nasional dipinjam menimang bahwa Mahkamah Konstitusi dalam Amar Putusan Nomor 100/PUU-XI/2014 telah membatalkan frasa "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik terkait Pancasila pilar kebangsaan.

Pancasila merupakan pondasi dasar negara kesatuan Republik Indonesia. Setiap sila dalam Pancasila telah memberikan tuntunan yang demikian jelas untuk membangun watak bangsa yang bermuara ke ciri-ciri, yaitu: tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientsi IPTEKS berdasasrkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada kenyataannya dalam praktik masih terdapat kendala persoalan-persoalan sebagai berikut:

(1) Disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila,

(2) Keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila, (3) Bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

(4) Memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, (5) Ancaman disintegrasi bangsa, dan

(6) Melemahnya kemandirian bangsa.

Mengacu pada persoalan tersebut di atas, tentunya sebagai bagian dari civitas akademika dapat turut memberikan solusi jalan keluar bagaimana cara mengatasinya. Bilamana disimak secara seksama berkaitan dengan penyebab terjadinya hambatan untuk mewujudkan seperangkat nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila, nampak keenam kendala persoalan di atas berkaitan dengan sistem berpikir bangsa Indonesia. Sistem berpikir yang perlu dibangun oleh bangsa Indonesia yang berkaitan dengan Pancasila adalah sistem berpikir yang bertumpu pada upaya mencari kebenaran (lihat Pasal 3a-i, UU No 12 Tahun 2012). Kebenaran didalamnya mengandung kejujuran yang diperlukan untuk membangun bangsa ini supaya mempunyai moral yang senantiasa mampu membangkitkan keinginan luhur untuk mewujudkan Pemerintah Negara Kesatuan Republik dalam menjalankan kewajibannya seperti tercantum dalam Pembukaan (preambule) Undang-Undang Dasar 1945.

(5)

- 5 - 2.2. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Pasal 25A adalah sebuah kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Wilayah NKRI seluas 7,9 juta km2 terdiri dari wilayah laut seluas 5,8 juta km2 dan wilayah daratannya seluas 2,1 juta km2. Cara pandang terhadapnya dirumuskan sebagai berikut:

(1) Aspek Kedaulatan

Untuk menetapkan Laut Wilayah/Laut Teritorial di bawah kedaulatan Indonesia selebar 12 mil dari garis-garis dasar, yang titik-titik dasar berada di sebanyak 92 pulau-pulau terluar. Terdapat pulau-pulau terluar yang langsung berbatasan dengan negara tetangga, yaitu dengan Malaysia (22), Vietnam (2), Filipina (11), Palau (7), Australia (23), Timor Leste (10), India (13), Singapura (4), Papua Nugini (1).

(2) Aspek Kebangsaan yang Multikultural

Di wilayah negara kepualauan Republik Indonesia terdapat 370 suku bangsa dan 67 bahasa induk.

(3) Aspek Tata Ruang Geografik

Di wilayah negara kepulauan Republik Indonesia terdapat sebanyak 17.508 pulau, pantai sepanjang 81.000 km, mempunyai wilayah seluas 7.9 juta km2, terdiri dari wilayah laut seluas 5,8 juta km dan seluas 2,1 juta km2 wilayah daratan.

(4) Aspek Rawan Bencana

Wilayah negara kepulauan Republik Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar bumi, lempeng pasifik, lempeng Eurasia, lempeng Samudera Hindia-Australia. Menyimak hal ini, dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah negara kepulauan harus memasukkan aspek rawan bencana.

(5) Aspek Kepemerintahan

Pada wilayah negara kepulauan Republik Indonesia terdapat daerah otonom sebanyak 524 terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota.

(6) Aspek Tata Ruang Ekonomi

Pada wilayah negara kepulauan Republik Indonesia terdapat sumber daya pulih (ikatan dan hewan laut lainnya, hutan bakau, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, bahan-bahan

(6)

- 6 -

bioaktif), sumber daya tidak pulih (mineral stategik, mineral vital, mineral industri) sumber daya ruang wilayah (jasa lingkungan).

(7) Aspek Pertahanan dan Keamanan

Pada wilayah negara kepulauan Republik Indonesia yang dua pertiganya adalah laut, diperlukan alat negara yang mampu mempertahankan, melindungi, dan memelihara kebutuhan dan kedaulatan negara.

Ketujuh aspek tersebut adalah aspek yang dimuat dalam pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan aspek kebangsaan yang multikultural dan plural bermuara ke Bhinneka Tunggal Ika, yang pada hakekatnya walaupun terdiri berbagai macam suku bangsa namun tetap satu, yaitu bangsa Indonesia. Indonesia memiliki semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya “Berbeda-beda tetapi satu jua”. Semboyan ini pertamakali diungkapkan oleh Mpu Tantular, seorang pujangga dari kerjaan Majapahit pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk sekitar Tahun 1350 – 1389. Semboyan itu dituangkan dalam karyanya Kakawin Sutasoma, yang berbunyi “Bhinna Ika Tungga Ika, tan hana dharma mangrwa” yang berarti “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua”.

Pasal 25A dan ketujuh aspek kebangsasan bila ditempatkan dalam perspektif Pancasila, korelasinya terlihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Korelasi antara Pancasila dan Tujuh Aspek Cara Pandang NKRI Sebagai Negara Kepulauan

No Sila-Sila Pancasila Tujuh Aspek Cara Pandangan Terhadap NKRI Sebagai Negara Kepulauan 1. Ketuhanan Yang Maha Esa Aspek Kebangsaan yang Multikultural

Aspek Rawan bencana 2. Kemanusian yang Adil dan

Beradab

Aspek Kebangsaan yang Multikultural Aspek Rawan Bencana

3. Persatuan Indonesia Aspek Kedaulatan

Aspek Pertahanan dan Keamanan 4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh

Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Aspek Kepemerintahan

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Aspek Tata Ruang Ekonomi Aspek Tata Ruang Geografik

(7)

- 7 -

Menurut Konvensi Montevideo (26/12/1933) bahwa unsur rakyat adalah persyaratan wajib bagi pembentukan suatu negara. Posisi rakyat dalam Pancasila telah demikian jelas masuk ke dalam salah satu silanya, yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyaratan/Perwakilan. Demikian juga posisinya dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah disebutkan bahwa Pemerintah Negara Indonesia mempunyai kewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Kewajiban tersebut kemudian dijabarkan ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945.

Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dilakukan melalui Pendidikan. Pendidikan ini mempunyai peran sentral dalam pembangunan karakter bangsa. Berkaitan dengan Pendidikan ini telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Pendidikan Tingi. Undang-Undang ini berkaitan erat dengan budaya akademik, yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut.

2.3. Budaya Akademik, Moral dalam Ilmu

Merujuk Undang-Undang Sistem Pendidikan Tinggi UU No.12 Tahun 2012, Bab I Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa Pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar dan terncana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan tersebut di atas, kemudian diselenggarakan Pendidikan melalui jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidkan tinggi. Dalam lingkup Pendidikan tinggi, yang sering disebut perguruan tinggi mempunyai budaya yang dinamakan budaya akademik. Secara umum, budaya akademik mempunyai muatan sebagai berikut:

(1) Totalitas dalam kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik di Lembaga Pendidikan.

(8)

- 8 -

(3) Pencerdasan dan pengembangan kehidupan bangsa yang berbudaya luhur, kebenaran dan keadilan, demokrasi, kebebasan dan keterbukaan, hak asasi manusia, pelestarian lingkungan hidup dan kebhinnekaan, pengamalan kemitraan dan kesederajatan. Selanjutnya, muatan budaya akademik tersebut ditempatkan dalam perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara seperti dijelaskan sebagai berikut.

2.3.1 Ilmu dalam Perspektif Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan sesuatu yang sangat penting di suatu negara. Arah dan fokus kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dilaksanakan di dalam bingkai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini, kehidupan bernegara telah ditentukan arahnya, yaitu seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Isi Pembukaan tersebut secara implisit menyebut bahwa negara membentuk suatu Pemerintah yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pencapaian pelaksanaan misi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan instrumentasi, yaitu batang tubuh (pasal) UUD 1945. Diamanahkan baik Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Partai-Partai Politik dalam lingkup fungsi dan tugas masing-masing senantiasa berorientasi untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Instrumentasi UUD 1945 merupakan acuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dihadapkan pada berbagai macam kendala yang kendala-kendala tersebut justru disciptakan oleh para penyelenggara negara, dari anggota DPR yang pada dasarnya berasal dari Partai Politik. Dari semua kendala yang paling merusak sendi-sendi kehidupan negara adalah hal-hal yang berkaitan dengan korupsi. Pemberantasan tindak pidana korupsi ini di Indonesia belum optimal (Abraham Samad, 2013). Oleh karena itu pemberantasan korupsi perlu ditingkatkan secara optimal, intensif, dan berkesinambungan. Berkaitan dengan ini, kemudian dengan mendasarkan pada pertimbangan bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak korupsi, maka untuk selanjutnya diterbitkan UU No.30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(9)

- 9 -

Berkaitan dengan korupsi ini sesungguhnya terlibat di dalamnya dan sangat dominan adalah hal-hal yang berkaitan dengan moral (Franz M.S, 2018:83). Adapun moral ini berkaitan dengan berbagai macam aspek, antara lain berkaitan dengan aspek keilmuan. Moral itu sendiri berkaitan dengan atau mengacu pada bagaimana suatu masyarakat yang berbudaya berperilaku. Perilaku yang diharapakan adalah watak yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan muatan moral seperti tersebut di muka apakah dapat menggunakan kaidah-kaidah keilmuan. Keilmuan pada dasarnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, yang diartikan sebagai semua pengetahuan yang terhimpun lewat metode-metode keilmuan yang berbentuk baik induksi maupun deduksi dan dilakukan verifikasi atau validasi yang terus menerus yang tak kunjung selesai untuk mewujudkan kebenaran. Kaidah-kaidah atau azas moral yang tekandung dalam kegiatan keilmuan tersebut dapat digunakan untuk membangun karakter bangsa. Azas moral tersebut dirumuskan bahwa dalam proses kegiatan keilmuan, maka setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk menemukan kebenaran yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hal hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual.

2.3.2. Deskripsi singkat Azas Moral Dalam Keilmuwan Azas moral dalam keilmuan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Azas Moral Yang Terkandung Dalam Keilmuan2

Sikap Politik Formal Kepentingan Nasional

Azas Moral 1. Motivasi kebenaran

2. Motivasi kejujuran

3. Kepentingan langsung tertentu berorientasi kepentingan nasional

4. Bebas dari ikatan primordial

1. Bertujuan menemukan kebenaran 2. Yang dilakukan penuh kejujuran 3. Tanpa kepentingan langsung tertentu 4. Berdasarkan kekuatan argumentasi

Logico-Hypotico-Verifikatif 1. Mempercayai cara berpikir rasional 2. Mempercayai verifikasi argumentasi

secara obyektif berdasarkan kenyataan faktual

(10)

- 10 -

3. Mempercayai sifat kritis dalam menarik kesinpulan

4. Bersifat terbuka terhadap kritik dan kebenaran yang lain

5. Bersifat pragmatis pemilihan obyek penelaahan secara etis yang bersifat: (a) Tidak mengubah kodrat manusia (b) Tidak merendahkan martabat manusia (c) Tidak mencampuri permasalahan

kehidupan.

Demokratis 1. Netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik dalam menafsirkan hakekat realitas.

2. Meningkatkan taraf hidup

3. Keseimbangan/kelestarian alam melalui penggunaan/pemanfaatan peningkatan ilmiah secara komunal dan universal.

Tabel 2 menjelaskan bahwa azas dalam moral merupakan azas untuk menghasilkan kebenaran. Bisa disebutkan juga cara-cara atau pola pikir untuk menghasilkan kebenaran sesungguhnya tidak hanya digunakan dalam konteks keilmuan namun dapat digunakan dalam bidang-bidang yang lainnya. Berkaitan dengan ini, Perguruan Tinggi dalam menyelenggarakan Pendidikan tidak semata-mata menekankan pada penalaran namun memperhatikan aspek moral dalam keilmuan. Jika seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia mampu mewujudkan aspek moral dalam keilmuan, maka ini dapat digunakan sebagai pijakan untuk membangun moral bangsa. Atau dengan kata lain, ini merupakan kontribusi dari Perguruan Tinggi untuk membangun moral bangsa secara signifikan. Sesungguhnya hal ini telah dimulai oleh perguruan Tinggi ketika dilakukan “Deklarasi Rektor Perguruan Tinggi dan Koordinator Perguruan Tinggi Negeri dan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia Anti Menyontek dan Plagiat” merupakan jalan untuk membangun kebenaran (Kompas, 13/15/2011).

2.4. Korelasi antara Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 1945, Bhinneka Tungal Ika, dan Akademik

Diagram Korelasi antara Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 1945, Bhinneka Tungal Ika, dan Akademik dapat diilustrasikan sebagai berikut:

(11)

- 11 -

Pemerintah UUD 1945 Pancasila

Wilayah N.K.R.I UU Sisdiknas Rakyat Budaya Akademik

Bhinneka Tunggal Ika

Diagram 1 menjelaskan alur pemikiran sebagai berikut: konten isi Pembukaan UUD 1945 telah jelas menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan Pancasila. Pencantuman Pancasila di dalam Pembukaan UUD 1945 secara formal memiliki makna bahwa Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Selanjutnya, secara material pendiri negara BPUPKI lebih dahulu membahas dasar filsafat Pancasila baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila disebut pula sebagai tertib hukum Indonesia.

Pernyatan di atas kemudian dikembangkan dalam perspektif keilmuan, yaitu dalam bentuk mencari unsur-unsur pembentuk negara. Unsur-unsur yang dimaksud mengacu pada Konvensi Montevideo (26/12/1933) atau oleh Mahfud M.D., disebut unsur konstitutif yaitu meliputi tiga unsur; Pemerintah, Wilayah, dan Rakyat. Dengan demikian hal-hal yang menyangkut tata kelola terhadap pemerintah, wilayah dan rakyat didasarkan pada Pancasila. Pemerintah harus mengelola

Diagram 1. Skema Korelasi antara Pancasila, NKRI, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Budaya Akademik1

(12)

- 12 -

sumber-sumber daya kewilayahan berdasarkan UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 seperti berikut ini:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Pasal 33 UUD 1945 sesungguhnya memiliki muara pada implementasi dari sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

III. PENUTUP 3.1. Simpulan

Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan di atas pondasi yang sangat kokoh, yaitu Pancasila. Setiap sila dalam Pancasila telah memberikan tuntunan yang demikian jelas untuk membangun watak bangsa yang bermuara ke ciri-ciri, yaitu: tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientsi IPTEKS berdasasrkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun masih terkendala persoalan sebagai berikut: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila, bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa, dan melemahnya kemandirian bangsa.

Sejumlah kendala tersebut di atas memerlukan jalan keluar bagaimana cara mengatasinya. Apabila disimak secara seksama berkaitan dengan penyebab terjadinya hambatan untuk mewujudkan seperangkat nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila, terlihat sangat jelas bahwa keenam kendala di atas merupakan persoalan yang berkaitan dengan

(13)

- 13 -

sistem berpikir bangsa Indonesia. Sistem berpikir yang perlu dibangun oleh bangsa Indonesia yang berkaitan dengan Pancasila adalah sistem berpikir yang bertumpu pada upaya mencari kebenaran. Kebenaran didalamnya mengandung kejujuran yang diperlukan untuk membangun bangsa ini supaya mempunyai moral yang senantiasa mampu membangkitkan keinginan luhur untuk mewujudkan Pemerintah Negara Kesatuan Republik dalam menjalankan kewajibannya seperti tercantum dalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar 1945.

Sistem berpikir yang perlu dibangun antara lain dapat menggunakan azas moral dalam keilmuan. Azaz moral ini merupakan azas yang dipakai oleh para akademisi dalam melakukan penelitian untuk mencari kebenaran. Untuk mendapatkan kebenaran itu sendiri merupakan proses yang tidak pernah usai. Oleh karena itu dalam menjalani proses mendapatkan kebenaran bagi para akademisi dituntun untuk berpikir, bertindak, yang senantiasa merujuk pada unsur-unsur azas keilmuan. Jika ini dikembangkan dalam bidang-bidang yang lainnya, maka diyakini akan mampu membangun watak bangsa seperti yang tercantum dalam setiap sila Pancasila.

3.2.Saran

Diharapkan generasi muda, khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, memperoleh penyegaran kembali tentang Pancasila dan memahami ideologi Pancasila secara lebih mendalam sehingga mampu menjadi bangsa yang berpikir secara rasional, menjalankan kehidupan demokratis, bertanggung jawab, dan selalu mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Sejumlah usulan saran diajukan sebagai upaya terus menerus meningkatkan sinergisitas implementasi keempat konsensus nasional khususnya dalam budaya akademik yaitu;

a. Melalui proses pembelajaran Pendidikan matakuliah umum dengan menyisipkan keempat konsensus nasional dalam kurikulum belajar-mengajar.

b. Implementasi praktis melalui unit kegiatan mahasiswa yang secara konsisten mengemban amanah nilai-nilai kelima sila Pancasila.

c. Akademisi senantiasa memberikan contoh panutan dalam pengamalan semisal tindakan anti korupsi dan plagiasi karya dalam budaya akademik.

(14)

- 14 -

Daftar Pustaka

DPR RI. UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. DPR RI: Jakarta. Pengunduhan file tanggal 7/13/2014 ditautan berikut: http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/02/uu-nomor-12-tahun-2012-ttg-pendidikan-tinggi.pdf

Franz, M.S. 1987. Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Cetakan

ke-9 (2018). Jakarta: PT. Gramedia.

Kompas. 2011. Hentikan Plagiat di Perguruan Tinggi. Jakarta: Kompas, 13/15/2011.

Pengunduhan file pada tanggal 7/13/2014 ditautan berikut:

https://edukasi.kompas.com/read/2011/05/13/04463960/hentikan.plagiat.di.perguruan.tinggi.

Sakina, Rakhma D.S. 2018. "Survei: Dalam 13 Tahun, Persentase Publik Pro Pancasila Terus Menurun",

https://nasional.kompas.com/read/2018/07/17/15580981/survei-dalam-13-tahun-persentase-publik-pro-pancasila-terus-menurun.

Samad, Abraham. 2013. Penanganan Kasus Korupsi Belum Optimal. Jakarta: Tempo, 13/05/2013.

https://nasional.tempo.co/read/479889/samad-penanganan-kasus-korupsi-belum-optimal/full&view=ok

1,2Tim Dikti. 2013. Naskah Akademik Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Kemendikbud. Dirjen Dikti: Jakarta.

UUD Tahun 1945. Pengunduhan file tanggal 7/13/2014 ditautan berikut:

Gambar

Tabel 1. Korelasi antara Pancasila dan Tujuh Aspek Cara Pandang   NKRI Sebagai Negara Kepulauan
Tabel 2. Azas Moral Yang Terkandung Dalam Keilmuan 2 Sikap Politik Formal
Tabel 2 menjelaskan bahwa azas dalam moral merupakan azas untuk menghasilkan  kebenaran
Diagram 1 menjelaskan alur pemikiran sebagai berikut: konten isi Pembukaan UUD 1945  telah  jelas  menyatakan  bahwa  Negara  Republik  Indonesia  yang  berkedaulatan  rakyat  dengan  berdasarkan  Pancasila

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk pemeliharaan-pemeliharaan yang dilakukan terhadap jaringan distribusi yakni, membersihkan jaringan dari sentuhan dahan (untuk jaringan dengan konduktor

Several methods have been devised to connect an energy- storage device to an FC. A converter system for connecting an ultracapacitor as secondary energy storage to FC electric-

“Sistem Pengendalian Internal meliputi struktur organisasi dan segala cara serta tindakan dalam suatu perusahaan yang terkoordinasi dengan tujuan untuk mengamankan harta

Coca Cola Bottling Indonesia adalah bangaimana postur tubuh para pekerja di bagian pengepakan yang harus bekerja dengan cara berdiri, membungkuk pada saat memindahkan crate dari

Penelitian yang dilakukan oleh Hermi (2019) dan Herawaty (2019) menyatakan bahwa varia- bel profitabilitas tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dikarenakan

Dalam penelitian ini, akan dilakukan optimasi metode Taguchi dengan pendekatan fungsi desirability dan regresi fuzzy didasarkan pada penelitian sebelumnya, dimana

Kemudian dilakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan komputer yaitu melalui penerapan metode peer teaching (tutor sebaya) Setelah metode peer

Kami dari kelompok Hi_Mush menyusun suatu konsep budidaya jamur tiram dengan penerapan GAP yaitu panduan umum dalam melaksanakan budidaya jamur tiram secara