• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subject Week References

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Subject Week References"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Schedule

No Subject Week References

1 Tujuan Peledakan 1 1

2 Pengenalan Bahan Peledak 2 1, 2, 3, 4 3 Karakteristik Bahan Peledak 3 1, 2, 3, 4 4 Interaksi Bahan Peledak & Batuan 4 1, 2, 5

5 Energi Peledakan 5 1, 2, 5, 6

6 Teknik Pengeboran 6 2, 8

7 Peledakan Tambang Terbuka 7-8 1, 5, 6

8 UTS 9

9 Peledakan Bawah Tanah 10-11 1, 2

10 Dampak Negatif Peledakan 12-13 1, 2, 5, 6, 7

11 Teknik Peledakan Terkontrol 14 1, 2, 6

12 Peraturan Operasi Peledakan 15 KepMen, SNI

(2)

6. Rancangan Peledakan Jenjang

Ganda M. Simangunsong

Fakultas Teknik Pertambangan &

Perminyakan ITB

(3)

Terminologi Peledakan Jenjang

(4)

4

Variabel Rancangan

▪ Pola pemboran

▪ Pemuatan

▪ Penyalaan

(5)

Peledakan Jenjang

5

(6)

6

Bidang Bebas (Free Face)

Three Free Faces 1

2 3

Two Free Faces 1

2

One Free Face

1

(7)

7

Kualitas Bidang Bebas

(8)

Pemilihan Diameter

Terlalu besar

▪ Distribusi energi dan Fragmentasi

▪ Batasan lingkungan

▪ Kerusakan batuan Terlalu kecil

▪ Diameter kritis

▪ Biaya pemboran

▪ Target produksi

(9)

Adhikari, 1999

Pemilihan

Diameter

(10)

Hole diameter selection

While selecting the proper blasthole diameter, the average production per hour, or excavation, must be taken into

account (Table 4). In addition, the type of material

excavated must also be accounted. An important aspect

when drilling is the drilling cost. The cost usually goes

down as the diameter of the hole increases.

(11)

Hole diameter selection

Much of the same criteria for drilling parameters are the same for large diameter blasts as they are for small

diameter blasts. The average production per hour and type

of rock being fragmented is still the variables needed for

consideration (Table 8)

(12)

12

Penentuan Burden (B)

Fly rock &

throw

Less Burden

Cratering &

Fly rock

Poor

Fragmentation

Excessive Burden

Optimum Burden

(13)

Contoh R.L. Ash

▪ Batuan standar - Bobot Isi 160 lb/ft

3

(average rock).

▪ Bahan peledak standar - Berat Jenis (SG) = 1.2 & VOD (Ve) = 12.000 fps.

▪ KB

std

= 30.

▪ Apabila peledakan dilakukan pada batuan yang bukan standar dengan menggunakan bahan peledak yang bukan standar, maka perlu dilakukan pengaturan kembali harga KB (nisbah burden yang telah dikoreksi)

▪ KB = KB

std

x AF1 x AF2

3 1

2 2 BP 3 BP

1

[12000]

x 1.2

] [VOD x

standar peledak

bahan potensial

Energi

dipakai yang

peledak bahan

potensial Energi

AF1  

 

= 

 

 

=  

3 1

Batuan 3

1

pcf 160 diledakkan

yg batuan Isi

Bobot

standar batuan

Isi Bobot

AF2 

 

= 

 

 

= 

(14)

Penentuan Kb Empirik

▪ Light explosives in dense rocks KB = 20

▪ Heavy explosives in light rocks KB = 40

▪ Light explosives in average rocks KB = 25

▪ Heavy explosives in average rocks KB = 35

▪ B = Burden (ft)

▪ D e = Diameter lubang tembak (inci)

KB = 12 [B/D e ]

(15)

Burden Determination

Anderson [1] developed the following empirical equation:

where:

▪ B = burden (m)

▪ K = a proportionality constant (1-6)

▪ D

h

= blasthole diameter (mm)

▪ H = bench height (m)

▪ In the above equation, for a good fragmentation: H/B  4.

(16)

Burden Determination

Fraenkel [2] suggested the following more sophisticated equation:

where:

▪ K = experimental constant (between 1 to 6 for most rock types)

▪ h = length of the Charge in the blasthole (m).

(17)

Burden Determination

Lambooy and Jones [3] expressed the following formula for determination of burden:

where:

▪ S = spacing between the blastholes (m)

▪ W e = weight of explosive in kg/m run in a blasthole

▪ q = weight of explosive to break unit volume of rock (kg/m 3 )

(18)

Burden Determination

Pearse (1955)

▪ Where,

▪ B = maximum burden (m)

▪ K = Constant, value varies from 0.7-1.0

▪ Ps = Detonation pressure of the explosives (Kg/cm 2 )

▪ σ t = Tensile strength (Kg/cm 2 )

▪ d = Diameter of borehole

(19)

Burden Determination

The equation for maximum burden value proposed by Allsman (1960) is;

Where,

▪ PD= Mean adverse detonating Pressure, N/m 2

▪ t= Duration of average detonation, sec

▪ ρ= Specific rock weight, N/m 3

▪ u= minimum velocity which must be imparted to the rock, m/s

▪ g= acceleration due to gravity=9.81 m/s 2

▪ D= Diameter of blasthole, m

(20)

Burden Determination

Langefors and Kihlstrom (1968)

Where,

▪ B

max

= Maximum burden for good fragmentation (m)

▪ D = diameter of hole (m)

▪ ρ

e

=Density of the explosive in the borehole (Kg/m3)

▪ PRP = Relative Weight strength of the explosive

▪ f = Degree of confinement of the blasthole.

▪ S/B = Spacing to burden ratio

▪ Co = Corrected blastability factor (Kg/m3)

= C + 0.75 for B max =l.4-1.5m

= C + 0.07/B for B max < 1.4m

When C = rock constant (0.4 for average rock for first trial)

(21)

Burden Determination

Lopez Jimeno, E (1980) modifies the ash’s formula by incorporating the seismic velocity to the rock mass, resulting in

Where,

▪ B= Burden, m

▪ D= Diameter of blasthole, inches

▪ F= correction factor based on rock group = F r × F e

(22)

Lopez Jimeno, E (1980) cont.

Where,

▪ ρ'= specific gravity of rock, gm/cm 3

▪ VC= seismic propagation velocity of the rock mass

▪ ρ''= specific gravity of explosive charge, gm/cm 3

▪ VD= Detonation velocity of explosive, m/s

(23)

Burden Determination

Konya and Walter (1990)

Where,

▪ B = Burden, (ft)

▪ ρ e = Specific gravity of explosive, (lb/in 3 )

▪ ρ r = Specific gravity of rock, (lb/in 3 )

▪ D = Diameter of explosive, (in)

(24)

Konya & Walter (1990) cont.

Correction factor, Bc = Kd. Ks. Kr. B Where, Bc = Corrected burden (ft);

Kd = Correction factor for rock deposition. Its value is as follows,

• for bedding steeply dipping into cut Kd = 1. 18

• for bedding steeply dipping into face Kd = 0.95

• for other cases Kd = 1.0

Ks = Correction factor for geologic structure. Its value is as follows,

• for heavily cracked, frequent weak joints, weakly cemented layers Ks

= 1.30

• for thin well cemented layers with tight joints Ks=1.1

• for massive intact rock Ks = 0.95

Kr = correction factors for number of row. Its value is a follows,

• for one or two rows of blastholes Kr = 1.0

• for third or subsequent rows Kr = 0.95

(25)

Burden Determination

Konya and Walter also suggested the following empirical relationship-

Where,

▪ S ANFO = relative strength of explosive

▪ ρ r = density of rock, gm/c.c.

▪ d = diameter of blast-hole, m

(26)

Burden Determination

Russians suggested [10] a variety of equations to relate burden and blasthole

diameter. Amongst the most predominantly used are the ones as follows:

(27)

Russians cont.

where:

▪ 2x = length of the charge in the blasthole (m)

▪ r = radius of the fractured zone in rock (m)

▪ f

p

charge packing factor (see Table 1)

▪ d = decoupling = Dh/D e.

(28)

Burden Determination

Afrouz [11] presented an empirical formula to determine the burden in terms of a single impact force to cause rupture (F) and the dynamic tensile strength of rock ( td ) as follows:

where:

▪ n = a constant related to the effect of rate of explosion on the braking properties of the rock = 1.04 for limestone, and 1.39 for concrete.

▪ c = constant related to the type of loading, for direct impact it was evaluated

to be 4.07.

(29)

Burden Determination

Hino [12] based on the propagation of the shock waves and its reflection at a free face suggested the following equation:

where:

▪ n = a constant = 1.5, on average,

▪ P d = detonation pressure (MPa)

(30)

Mishra (2009)

A relationship between burden with blast hole diameter

(31)

Contoh Variasi Penentuan Burden

31

(32)

Pengaruh Kekar Pada Peledakan (Dyno Nobel, 1995)

A

Orientasi bidang diskontinuitas ke arah pit : - Ketidakmantapan lereng

- Backbreak berlebih

Orientasi bidang diskontinuitas ke arah massa batuan :

- Toe tidak hancur

- Potensi batuan menggantung

B

Orientasi bidang diskontinuitas sejajar bidang bebas :

- Lereng mantap

- Arah lemparan terkontrol

Orientasi bidang diskontinuitas menyudut terhadap bidang bebas :

- Muka jenjang berblok-blok - Hancuran berlebih

C D

(33)

Pengaruh Struktur Pada Peledakan

(34)

Koreksi Geologi Untuk Burden

Koreksi Deposisi Batuan K

d

Bidang perlapisan curam agak miring menuju bukaan 1,18 Bidang perlapisan sedikit curam mendalam ke arah dalam 0,95

Kasus deposisi lainnya 1,00

Koreksi Struktur Geologi K

sg

Batuan banyak terekahkan, banyak bidang lemah, tingkat

sementasi lapisan lemah 1,30

Lapisan batuan dengan tingkat sementasi kuat dan tipis dengan

rekahan halus 1,10

Batuan masif utuh 0,95

B’ = K d x K sg x B

(35)

Penentuan Spasi (S)

Sistem penyalaan Stiffness ratio L/B < 4 Stiffness ratio L/B  4

Serentak S = ( L + 2B )/3 S = 2B

Tunda S = ( L + 7B )/8 S = 1,4B

Waktu tunda K

s

Long interval delay 1 Short period delay 1 – 2

Normal 1,2 – 1,8

Penentuan Spasi Menurut RL Ash

Penentuan Spasi Menurut Konya

(36)

Pemilihan pola Spasi

Square pattern

Burden = spasinya. Posisi lubang tembak pada baris berikutnya berada tepat sejajar di belakang lubang tembak pada baris di depannya.

Rectangular pattern

Spasi > burden. Dalam penerapannya di lapangan, pola ini memiliki jarak spasi maksimal sebesar dua kali jarak burden.

Staggered Pattern

Posisi lubang tembak pada baris berikutnya berada di tengah spasi baris di depannya. Keuntungan menghasilkan distribusi energi peledakan lebih baik &

cenderung memberikan keseragaman fragmentasi.

(37)

Penentuan Tinggi Jenjang (H)

▪ H > burden untuk menghindari terjadinya overbreak.

▪ K h = H/B

▪ K h = 1,5 – 4,0 (Burden Stiffness)

B H

Burden Stiffness > 2

B H

Burden Stiffness < 2

• Difficult to break

(38)

Pengaruh Burden Stiffness

(Konya, 1990)

Burden Stifness

(H/B)

Fragmentasi Air Blast Fly Rock Vibrasi

tanah Keterangan

1 Buruk Berpotensi Berpotensi Berpotensi

Potensi terjadinya back break dan toe.

Harus dihindari dan dirancang ulang

2 Sedang Sedang Sedang Sedang Sebaiknya dirancang

ulang

3 Baik Baik Baik Baik

Terkontrol dan fragmentasi memuaskan

4 Sangat baik Sangat baik

Sangat baik

Sangat baik

Tidak menambah keuntungan bila

stifness ratio

dinaikkan lebih dari 4

(39)

Pengukuran Kedalaman

41

(40)

Penentuan Subdrilling (J)

▪ Lubang tembak yang dibor sampai melebihi batas lantai jenjang bagian bawah

▪ K j (subdrilling ratio) ≥ 0,2 & untuk batuan masif K j = 0,3

▪ Lubang bor miring perlu K J lebih kecil.

▪ K j = J/B

▪ J = Subdrilling (ft)

▪ Pada peledakan lapisan penutup diatas lapisan batubara tidak diperlukan subdrilling, tetapi justru harus diberi jarak antara ujung lubang tembak dgn lapisan batubara yg disebut dgn standoff, maksudnya untuk menghindari penghancuran

batubara akibat peledakan & diharapkan batubara yg tergali

akan bersih.

(41)

No sub drilling

(42)

Penentuan Stemming (T)

▪ Stemming = collar, bagian lubang tembak bagian atas yg tidak diisi BP, tapi diisi oleh material hasil pemboran & kerikil yg dipadatkan

& berfungsi sebagai pemampat & menentukan "stress balance"

dalam lubang bor.

▪ Untuk memampatkan gas-gas peledakan agar tidak keluar terlalu dini melalui lubang tembak sehingga gas-gas peledakan tersebut terlebih dahulu dapat mengekspansi rekahan-rekahan pada batuan yang disebabkan gelombang kejut.

▪ Untuk mendapatkan "stress balance" → T = B.

▪ Pada batuan kompak, jika K

T

< 1 terjadi "cratering" atau "back breaks", terutama pada "collar priming"

▪ K

t

= T/B = 0,7 B nilai ini cukup untuk mengontrol air blast & fly rock.

(43)

Pemilihan Material Stemming

▪ Drill cuttings – sangat umum digunakan – dapat dimampatkan

▪ Batu belah – menghasilkan lebih baik fragmentasi – tapi tidak boleh dimampatkankan karena runcing & dapat memotong NONEL atau kabel detonator elektrik atau merusak sumbu ledak

▪ Stemming ideal – relatif halus & seragam, closely sized stone that will pack tightly in the hole

Diameter lubang Ukuran fragment 1½ in holes

3/8

in minus chips 2 - 3 ½ in holes

3/8

- ½ in chips

4 – 5 in holes

5/8

in chips

> 5 in holes ¾ in chips

(44)

Stemming

46

(45)

Pengaruh Stemming Pada Kinerja Peledakan

(46)

Alternatif penggunaan Stemtite

▪ Alat bantu pemampat untuk menjalankan fungsinya sebagai penyumbat atau penyangga energi peledakan.

▪ Terbuat dari high impact polystyrene dgn kuat tekan 103,4 MPa berbentuk kerucut berdiameter beragam.

▪ Diameter stemtite yg dipilih disesuaikan dgn diameter lubang tembak yg digunakan.

(a) (b) (c) (d) (e)

(47)

Penentuan Powder Factor (PF)

▪ Powder Factor - bilangan untuk menyatakan jumlah material yg diledakkan atau dibongkar oleh sejumlah tertentu bahan peledak; biasanya dinyatakan dalam kg/bcm.

No. Batuan PF - kg/m3

1 Fat soft clay, heavy clay, morainic clay, slate clay, heavy loam, coarse grit 0,3 - 0,5 2 Marl, brown coal, gypsum, tuff, pumice stone, anthracite, soft limestone,

diatomite 0,35 - 0,55

3 Clayey sandstone, conglomerate, hard clay shale, marly limestone,

anhydrite, micaceous shale 0,45 - 0,6

4 Granites, gneisses, synites, limestone, sandstone, siderite, magnesite,

dolomite, marble 0,6 - 0,7

5 Coarse-grained granite, serpentine, audisite and basalt, weathered gneiss,

trachyte 0,7 - 0,75

6 Hard gneiss, diabase, porphyrite, trachyte, granite-gneiss, diorite, quartz 0,85 7 Andesite, basalt, hornfels, hard diabase, diorite, gabbro, gabbro diabase 0,9

(48)

Tahapan Inisiasi & Waktu Tunda

▪ Pola penyalaan adalah suatu urutan waktu peledakan antara lubang bor dalam satu baris dan antara baris yang satu dengan yg lainnya.

▪ Pola penyalaan beruntun dalam satu baris

▪ Pola penyalaan serentak dalam satu baris tetapi beruntun antara baris satu dengan baris lainnya

▪ T

r

= T

R

x B

T

r

= waktu tunda antar baris (ms)

T

R

= waktu konstanta antar baris, some references use T

H

B = burden (m).

(49)

Pemilihan Waktu Tunda

T

R

Konstanta

(ms/m) Hasil

6,25 Air blast berlebih, backbreak

6,25 – 9,4 Muckpile tinggi menutupi face, airblast cukup, backbreak 9,4 – 12,5 Tinggi muckpile sedang, airblast dan backbreak sedang 12,5 – 18,8 Rockpile tersebar dengan bacbreak minimum

Tipe Batuan T

H

Konstan

(ms/m)

Batu pasir, marls, batubara, lempung 5,7 – 6,6

Batu gamping, salt, shales 4,7 – 5,7

Batu gamping kompak, marmer, granit, kuarsa, gneiss, dan

gabro 3,8 – 4,7

Diabas, diabas porphirite, gneiss kompak dan magnetit 2,8 – 3,8

(50)

Pengaruh Waktu Tunda Terhadap Kondisi Tumpukan

material lepas tersebar

rapat kompak

rapat material terlempar kembali ke jenjang

backbreak berlebih

sukar digali fragmentasi

buruk

Interval tunda antar baris

< 6 ms/m dari burden

Interval tunda antar baris 6<t<12 ms/m dari burden, penggalian cocok dengan menggunakan shovel

Interval tunda antar baris lama (12-30 ms/m dari burden), material lepas yg tersebar memudahkan excavator utk operasi post blasting

(51)

Fungsi Delay Dalam Lemparan

Insufficient delay between rows Perfect delay between rows

(52)

Timing Design Guideline

55

Range of Delay Intervals between Rows min max

rock mass

massive 3 33

blocky 9 15

highly jointed 6 12

weak seams, slip planes 6 9 water filled blastholes 6 9 explosive density > 1.3 6 12 muckpile

compact 6 9

loose 9 18

spread out 15 33

improved fragmentation 9 24

limit back break 12 33

control flyrock 9 33

minimise airblast 9 18

minimise ground vibration 15 33 Delay Interval (milliseconds per metre of burden)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36

(53)

56

Urutan Penyalaan – Baris per Baris

▪ Free face

▪ Good forward movement and low profile

▪ Fragmentation? Can be slabby

▪ Soft and friable rocks

▪ Higher Vibrations

109ms

Cord

(54)

57

Urutan Penyalaan V

▪ Free face

▪ Restricted forward movement

▪ High muckpile profile

▪ Good fragmentation

42ms

176ms

42ms 176ms

(55)

58

Urutan Penyalaan – Echelon

▪ More free faces

▪ Side movement

▪ Fragmentation

▪ Simple

42ms 109ms

42ms

176ms

(56)

59

Centre Lift Patterns

▪ Top free face

▪ Good for box cut

▪ Restricted forward movement

▪ Top movement

▪ Big heave

▪ Damage?

42ms 109ms

42ms

109ms

(57)

Merancang Fragmentasi Peledakan Batuan – Kuz Ram

▪ Tingkat fragmentasi batuan yang diinginkan dapat diperoleh dari percobaan peledakan di lapangan dengan mengevaluasi perubahan variabel-variabel peledakan.

▪ Variabel tersebut adalah sifat-sifat batuan, pola peledakan, dan jumlah pengisian bahan peledak.

▪ Sebuah model yang banyak dipakai oleh para ahli untuk memperkirakan fragmentasi hasil peledakan adalah model Kuz-Ram.

▪ Kuznetsov (1973) telah melakukan penelitian untuk mengukur fragmentasi, yang hasilnya dikenal dengan persamaan Kuznetsov:

1/6 0,8

0

Q

Q A V

X 

 

 

=

(58)

▪ X - Rata-rata ukuran fragmen, cm

▪ A - Faktor batuan, diperoleh dari pembobotan batuan berdasarkan nilai blasting index (Lilly, 1986) yang merupakan fungsi dari deskripsi massa

batuan, jarak antar kekar, orientasi kekar, berat jenis batuan, dan kekerasan Mohs.

▪ V

0

- Volume batuan pecah per lubang tembak, V

o

= B x S x H

jenjang

▪ Q - Jumlah bahan peledak TNT (kg) pada setiap lubang tembak

▪ Q

e

- massa bahan peledak per lubang tembak

▪ E : Relatif weight strength bahan peledak, ANFO = 100, TNT = 115

▪ Q

e

x E = Q x 115

0,8 1/6

1/6 e 0,8

e 0

115 E 115

Q E Q

A V X

 

 

 

 

 

 

 

 

 

=

(59)

Untuk menentukan fragmentasi batuan hasil peledakan digunakan persamaan Rosin-Rammler yaitu:

kg/m

3

Charge cific

Factor/Spe Powder

kebalikan Q k

V

e

0

 = = =

 

( ) 0,8 e 1/6 19/30

E Q 115

k A

X 

 

 

=

n x

x

e

c

R

 

 

− 

=

(60)

▪ R - material yang tidak lolos ayakan ukuran x

▪ X - ukuran ayakan (cm) menjadi X

c

jika R = 0,5

▪ n - index of uniformity

▪ B - burden (m)

▪ d - diameter lubang (mm)

▪ W - standar deviasi dari keakuratan pengeboran (m)

▪ A - rasio spasi/ burden

▪ L - panjang muatan/kedalaman lubang tembak (m)

▪ H - tinggi jenjang (m)

▪ n - menaik 10% jika pola pengeboran lubang tembaknya staggered (indek keseragaman, sehingga semakin besar nilai n fragmentasi akan semakin seragam

( ) 1/n

c 0,693 X = x

( )

H L 2

1 1 A

B 1 W d

14 B 2,2

n 

 

 −

 +

 

  −

 

 

 −

=

(61)

Parameter Klasifikasi dan Pembobotan Batuan (Lily, 1986)

Parameter Pembobotan untuk Blasting Index

Bobot Parameter

1.Rock Mass description ( RMD )

1.1 Powdery / Friable 10

1.2 Blocky 20

1.3 Totally Massive 50

Dipilih 30

2. Joint plane spacing ( JPS )

2.1 close ( < 0.1m ) 10

2.2 Intermediate ( 0.1 - 1m ) 20

2.3 Wide ( > 1m ) 50

Dipilih 50

3. Joint plane Orientation ( JPO )

3.1 Horizontal 10

3.2 Dip out of Face 20

3.3 Strike Normal to Face 30

3.4 Dip into Face 40

Dipilih 25

Parameter Pembobotan untuk Blasting Index

Bobot Parameter

1.Rock Mass description ( RMD ) 4. Specific Gravity Influence (SGI)

SGI = 25 x SG – 50

SG 2,65

SGI 16,25

5. Hardness (H) Rating of 1-10

Dipilih 3,95

Blasting Index (BI) = 0,5x(RMD+JPS+JPO+SGI+H) Sehingga, BI = 62,6

Rock Factor = BI x 0,15 Sehingga, RF = 9,39

(62)

Klasifikasi Kualitas & RQD Batuan (Terzaghi, 1946)

No. Kondisi Batuan RQD (%)

1. Hard and Intact 95 – 100

2. Hard stratified or Schistose 90 – 99 3. Massive moderately jointed 85 – 95 4. Moderately blocky and seamy 75 – 85

5. Very blocky and seamy 30 – 75

6. Crushed but chemically intact 3 – 30

7. Sand and gravel 0 – 3

(63)

Koreksi Jarak Kekar & Orientasi Kekar

Joint Spacing Close ( < 0,1 meter ) Intermediate (0,1–1m) Wide ( > 1 meter )

Bobot 10 20 50

Joint Orientation

Horizontal Dip Out of Face

Strike Normal to Face Dip Into Face

Bobot 10 20 30 40

(64)

Skala Kekerasan Mohs

Mineral % volume Kekerasan Mohs %V x Mohs

Plagioklas 20.2 1.5 30.30

Kuarsa 26.8 7.0 187.60

Fragmen Batuan 23.4 4.2 98.28

Karbonat 5.6 3.5 19.60

Mika 9.2 2.5 23.00

Mineral Lempung 12.5 2.5 31.25

Mineral Bijih 2.3 2.5 5.75

jumlah 100 395.78

Kekerasan batuan = {[Σ (% volume x kekerasan)] / ( Σ% volume)} = 3.96

(65)

END

Discussion …..

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kompetensi, profesionalisme dan pengalaman berpengaruh terhadap professionaljudgment auditor Badan Pemeriksa Keuangan

)ronkopneumonia merupakan pen8akit radang paru 8ang biasan8a didaului dengan in-eksi saluran perna-asan akut 5#%PA7 bagian atas dan disertai dengan panas tinggi. Keadaan

Dengan Balance Scorecard, tujuan suatu unit usaha tidak hanya dinyatakan dalam suatu ukuran keuangan saja, melainkan dijabarkan lebih lanjut ke dalam pengukuran bagaimana unit

Sosialisasi dan pelatihan mengenai pemanfaatan media sosial sebagai sarana pemasaran dan penjualan dilakukan kepada pengerajin cangkang kerang di Sentra Ikan Bulak yang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima tidak diterima dimana variabel moderasi kepemilikan negara hanya memperkuat

Gaya Geser pada balok prategang akibat beban tidak terfaktor ... Jumlah Tendon di Tengah

Pada jawaban ini peneliti melihat bahwa siswa yang memiliki jawaban tipe 4 memahami domain pada komposisi fungsi yaitu himpunan X, kemudian kodomainya sebagai

Dijelaskan Hoy &amp; Miskel (2008:303) bahwa karakteristik sekolah efektif yang berimplikasi pada mutu sekolah tersebut adalah: kepemimpinan yang memahami bidang