Schedule
No Subject Week References
1 Tujuan Peledakan 1 1
2 Pengenalan Bahan Peledak 2 1, 2, 3, 4 3 Karakteristik Bahan Peledak 3 1, 2, 3, 4 4 Interaksi Bahan Peledak & Batuan 4 1, 2, 5
5 Energi Peledakan 5 1, 2, 5, 6
6 Teknik Pengeboran 6 2, 8
7 Peledakan Tambang Terbuka 7-8 1, 5, 6
8 UTS 9
9 Peledakan Bawah Tanah 10-11 1, 2
10 Dampak Negatif Peledakan 12-13 1, 2, 5, 6, 7
11 Teknik Peledakan Terkontrol 14 1, 2, 6
12 Peraturan Operasi Peledakan 15 KepMen, SNI
6. Rancangan Peledakan Jenjang
Ganda M. Simangunsong
Fakultas Teknik Pertambangan &
Perminyakan ITB
Terminologi Peledakan Jenjang
4
Variabel Rancangan
▪ Pola pemboran
▪ Pemuatan
▪ Penyalaan
Peledakan Jenjang
5
6
Bidang Bebas (Free Face)
Three Free Faces 1
2 3
Two Free Faces 1
2
One Free Face
1
7
Kualitas Bidang Bebas
Pemilihan Diameter
Terlalu besar
▪ Distribusi energi dan Fragmentasi
▪ Batasan lingkungan
▪ Kerusakan batuan Terlalu kecil
▪ Diameter kritis
▪ Biaya pemboran
▪ Target produksi
Adhikari, 1999
Pemilihan
Diameter
Hole diameter selection
While selecting the proper blasthole diameter, the average production per hour, or excavation, must be taken into
account (Table 4). In addition, the type of material
excavated must also be accounted. An important aspect
when drilling is the drilling cost. The cost usually goes
down as the diameter of the hole increases.
Hole diameter selection
Much of the same criteria for drilling parameters are the same for large diameter blasts as they are for small
diameter blasts. The average production per hour and type
of rock being fragmented is still the variables needed for
consideration (Table 8)
12
Penentuan Burden (B)
Fly rock &
throw
Less Burden
Cratering &
Fly rock
Poor
Fragmentation
Excessive Burden
Optimum Burden
Contoh R.L. Ash
▪ Batuan standar - Bobot Isi 160 lb/ft
3(average rock).
▪ Bahan peledak standar - Berat Jenis (SG) = 1.2 & VOD (Ve) = 12.000 fps.
▪ KB
std= 30.
▪ Apabila peledakan dilakukan pada batuan yang bukan standar dengan menggunakan bahan peledak yang bukan standar, maka perlu dilakukan pengaturan kembali harga KB (nisbah burden yang telah dikoreksi)
▪ KB = KB
stdx AF1 x AF2
3 1
2 2 BP 3 BP
1
[12000]
x 1.2
] [VOD x
standar peledak
bahan potensial
Energi
dipakai yang
peledak bahan
potensial Energi
AF1
=
=
3 1
Batuan 3
1
pcf 160 diledakkan
yg batuan Isi
Bobot
standar batuan
Isi Bobot
AF2
=
=
Penentuan Kb Empirik
▪ Light explosives in dense rocks KB = 20
▪ Heavy explosives in light rocks KB = 40
▪ Light explosives in average rocks KB = 25
▪ Heavy explosives in average rocks KB = 35
▪ B = Burden (ft)
▪ D e = Diameter lubang tembak (inci)
KB = 12 [B/D e ]
Burden Determination
Anderson [1] developed the following empirical equation:
where:
▪ B = burden (m)
▪ K = a proportionality constant (1-6)
▪ D
h= blasthole diameter (mm)
▪ H = bench height (m)
▪ In the above equation, for a good fragmentation: H/B 4.
Burden Determination
Fraenkel [2] suggested the following more sophisticated equation:
where:
▪ K = experimental constant (between 1 to 6 for most rock types)
▪ h = length of the Charge in the blasthole (m).
Burden Determination
Lambooy and Jones [3] expressed the following formula for determination of burden:
where:
▪ S = spacing between the blastholes (m)
▪ W e = weight of explosive in kg/m run in a blasthole
▪ q = weight of explosive to break unit volume of rock (kg/m 3 )
Burden Determination
Pearse (1955)
▪ Where,
▪ B = maximum burden (m)
▪ K = Constant, value varies from 0.7-1.0
▪ Ps = Detonation pressure of the explosives (Kg/cm 2 )
▪ σ t = Tensile strength (Kg/cm 2 )
▪ d = Diameter of borehole
Burden Determination
The equation for maximum burden value proposed by Allsman (1960) is;
Where,
▪ PD= Mean adverse detonating Pressure, N/m 2
▪ t= Duration of average detonation, sec
▪ ρ= Specific rock weight, N/m 3
▪ u= minimum velocity which must be imparted to the rock, m/s
▪ g= acceleration due to gravity=9.81 m/s 2
▪ D= Diameter of blasthole, m
Burden Determination
Langefors and Kihlstrom (1968)
Where,
▪ B
max= Maximum burden for good fragmentation (m)
▪ D = diameter of hole (m)
▪ ρ
e=Density of the explosive in the borehole (Kg/m3)
▪ PRP = Relative Weight strength of the explosive
▪ f = Degree of confinement of the blasthole.
▪ S/B = Spacing to burden ratio
▪ Co = Corrected blastability factor (Kg/m3)
= C + 0.75 for B max =l.4-1.5m
= C + 0.07/B for B max < 1.4m
When C = rock constant (0.4 for average rock for first trial)
Burden Determination
Lopez Jimeno, E (1980) modifies the ash’s formula by incorporating the seismic velocity to the rock mass, resulting in
Where,
▪ B= Burden, m
▪ D= Diameter of blasthole, inches
▪ F= correction factor based on rock group = F r × F e
Lopez Jimeno, E (1980) cont.
Where,
▪ ρ'= specific gravity of rock, gm/cm 3
▪ VC= seismic propagation velocity of the rock mass
▪ ρ''= specific gravity of explosive charge, gm/cm 3
▪ VD= Detonation velocity of explosive, m/s
Burden Determination
Konya and Walter (1990)
Where,
▪ B = Burden, (ft)
▪ ρ e = Specific gravity of explosive, (lb/in 3 )
▪ ρ r = Specific gravity of rock, (lb/in 3 )
▪ D = Diameter of explosive, (in)
Konya & Walter (1990) cont.
Correction factor, Bc = Kd. Ks. Kr. B Where, Bc = Corrected burden (ft);
Kd = Correction factor for rock deposition. Its value is as follows,
• for bedding steeply dipping into cut Kd = 1. 18
• for bedding steeply dipping into face Kd = 0.95
• for other cases Kd = 1.0
Ks = Correction factor for geologic structure. Its value is as follows,
• for heavily cracked, frequent weak joints, weakly cemented layers Ks
= 1.30
• for thin well cemented layers with tight joints Ks=1.1
• for massive intact rock Ks = 0.95
Kr = correction factors for number of row. Its value is a follows,
• for one or two rows of blastholes Kr = 1.0
• for third or subsequent rows Kr = 0.95
Burden Determination
Konya and Walter also suggested the following empirical relationship-
Where,
▪ S ANFO = relative strength of explosive
▪ ρ r = density of rock, gm/c.c.
▪ d = diameter of blast-hole, m
Burden Determination
Russians suggested [10] a variety of equations to relate burden and blasthole
diameter. Amongst the most predominantly used are the ones as follows:
Russians cont.
where:
▪ 2x = length of the charge in the blasthole (m)
▪ r = radius of the fractured zone in rock (m)
▪ f
pcharge packing factor (see Table 1)
▪ d = decoupling = Dh/D e.
Burden Determination
Afrouz [11] presented an empirical formula to determine the burden in terms of a single impact force to cause rupture (F) and the dynamic tensile strength of rock ( td ) as follows:
where:
▪ n = a constant related to the effect of rate of explosion on the braking properties of the rock = 1.04 for limestone, and 1.39 for concrete.
▪ c = constant related to the type of loading, for direct impact it was evaluated
to be 4.07.
Burden Determination
Hino [12] based on the propagation of the shock waves and its reflection at a free face suggested the following equation:
where:
▪ n = a constant = 1.5, on average,
▪ P d = detonation pressure (MPa)
Mishra (2009)
A relationship between burden with blast hole diameter
Contoh Variasi Penentuan Burden
31
Pengaruh Kekar Pada Peledakan (Dyno Nobel, 1995)
A
Orientasi bidang diskontinuitas ke arah pit : - Ketidakmantapan lereng
- Backbreak berlebih
Orientasi bidang diskontinuitas ke arah massa batuan :
- Toe tidak hancur
- Potensi batuan menggantung
B
Orientasi bidang diskontinuitas sejajar bidang bebas :
- Lereng mantap
- Arah lemparan terkontrol
Orientasi bidang diskontinuitas menyudut terhadap bidang bebas :
- Muka jenjang berblok-blok - Hancuran berlebih
C D
Pengaruh Struktur Pada Peledakan
Koreksi Geologi Untuk Burden
Koreksi Deposisi Batuan K
dBidang perlapisan curam agak miring menuju bukaan 1,18 Bidang perlapisan sedikit curam mendalam ke arah dalam 0,95
Kasus deposisi lainnya 1,00
Koreksi Struktur Geologi K
sgBatuan banyak terekahkan, banyak bidang lemah, tingkat
sementasi lapisan lemah 1,30
Lapisan batuan dengan tingkat sementasi kuat dan tipis dengan
rekahan halus 1,10
Batuan masif utuh 0,95
B’ = K d x K sg x B
Penentuan Spasi (S)
Sistem penyalaan Stiffness ratio L/B < 4 Stiffness ratio L/B 4
Serentak S = ( L + 2B )/3 S = 2B
Tunda S = ( L + 7B )/8 S = 1,4B
Waktu tunda K
sLong interval delay 1 Short period delay 1 – 2
Normal 1,2 – 1,8
Penentuan Spasi Menurut RL Ash
Penentuan Spasi Menurut Konya
Pemilihan pola Spasi
Square pattern
Burden = spasinya. Posisi lubang tembak pada baris berikutnya berada tepat sejajar di belakang lubang tembak pada baris di depannya.
Rectangular pattern
Spasi > burden. Dalam penerapannya di lapangan, pola ini memiliki jarak spasi maksimal sebesar dua kali jarak burden.
Staggered Pattern
Posisi lubang tembak pada baris berikutnya berada di tengah spasi baris di depannya. Keuntungan menghasilkan distribusi energi peledakan lebih baik &
cenderung memberikan keseragaman fragmentasi.
Penentuan Tinggi Jenjang (H)
▪ H > burden untuk menghindari terjadinya overbreak.
▪ K h = H/B
▪ K h = 1,5 – 4,0 (Burden Stiffness)
B H
Burden Stiffness > 2
B H
Burden Stiffness < 2
• Difficult to break
Pengaruh Burden Stiffness
(Konya, 1990)
Burden Stifness
(H/B)
Fragmentasi Air Blast Fly Rock Vibrasi
tanah Keterangan
1 Buruk Berpotensi Berpotensi Berpotensi
Potensi terjadinya back break dan toe.
Harus dihindari dan dirancang ulang
2 Sedang Sedang Sedang Sedang Sebaiknya dirancang
ulang
3 Baik Baik Baik Baik
Terkontrol dan fragmentasi memuaskan
4 Sangat baik Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik
Tidak menambah keuntungan bila
stifness ratio
dinaikkan lebih dari 4
Pengukuran Kedalaman
41
Penentuan Subdrilling (J)
▪ Lubang tembak yang dibor sampai melebihi batas lantai jenjang bagian bawah
▪ K j (subdrilling ratio) ≥ 0,2 & untuk batuan masif K j = 0,3
▪ Lubang bor miring perlu K J lebih kecil.
▪ K j = J/B
▪ J = Subdrilling (ft)
▪ Pada peledakan lapisan penutup diatas lapisan batubara tidak diperlukan subdrilling, tetapi justru harus diberi jarak antara ujung lubang tembak dgn lapisan batubara yg disebut dgn standoff, maksudnya untuk menghindari penghancuran
batubara akibat peledakan & diharapkan batubara yg tergali
akan bersih.
No sub drilling
Penentuan Stemming (T)
▪ Stemming = collar, bagian lubang tembak bagian atas yg tidak diisi BP, tapi diisi oleh material hasil pemboran & kerikil yg dipadatkan
& berfungsi sebagai pemampat & menentukan "stress balance"
dalam lubang bor.
▪ Untuk memampatkan gas-gas peledakan agar tidak keluar terlalu dini melalui lubang tembak sehingga gas-gas peledakan tersebut terlebih dahulu dapat mengekspansi rekahan-rekahan pada batuan yang disebabkan gelombang kejut.
▪ Untuk mendapatkan "stress balance" → T = B.
▪ Pada batuan kompak, jika K
T< 1 terjadi "cratering" atau "back breaks", terutama pada "collar priming"
▪ K
t= T/B = 0,7 B nilai ini cukup untuk mengontrol air blast & fly rock.
Pemilihan Material Stemming
▪ Drill cuttings – sangat umum digunakan – dapat dimampatkan
▪ Batu belah – menghasilkan lebih baik fragmentasi – tapi tidak boleh dimampatkankan karena runcing & dapat memotong NONEL atau kabel detonator elektrik atau merusak sumbu ledak
▪ Stemming ideal – relatif halus & seragam, closely sized stone that will pack tightly in the hole
Diameter lubang Ukuran fragment 1½ in holes
3/8in minus chips 2 - 3 ½ in holes
3/8- ½ in chips
4 – 5 in holes
5/8in chips
> 5 in holes ¾ in chips
Stemming
46
Pengaruh Stemming Pada Kinerja Peledakan
Alternatif penggunaan Stemtite
▪ Alat bantu pemampat untuk menjalankan fungsinya sebagai penyumbat atau penyangga energi peledakan.
▪ Terbuat dari high impact polystyrene dgn kuat tekan 103,4 MPa berbentuk kerucut berdiameter beragam.
▪ Diameter stemtite yg dipilih disesuaikan dgn diameter lubang tembak yg digunakan.
(a) (b) (c) (d) (e)
Penentuan Powder Factor (PF)
▪ Powder Factor - bilangan untuk menyatakan jumlah material yg diledakkan atau dibongkar oleh sejumlah tertentu bahan peledak; biasanya dinyatakan dalam kg/bcm.
No. Batuan PF - kg/m3
1 Fat soft clay, heavy clay, morainic clay, slate clay, heavy loam, coarse grit 0,3 - 0,5 2 Marl, brown coal, gypsum, tuff, pumice stone, anthracite, soft limestone,
diatomite 0,35 - 0,55
3 Clayey sandstone, conglomerate, hard clay shale, marly limestone,
anhydrite, micaceous shale 0,45 - 0,6
4 Granites, gneisses, synites, limestone, sandstone, siderite, magnesite,
dolomite, marble 0,6 - 0,7
5 Coarse-grained granite, serpentine, audisite and basalt, weathered gneiss,
trachyte 0,7 - 0,75
6 Hard gneiss, diabase, porphyrite, trachyte, granite-gneiss, diorite, quartz 0,85 7 Andesite, basalt, hornfels, hard diabase, diorite, gabbro, gabbro diabase 0,9
Tahapan Inisiasi & Waktu Tunda
▪ Pola penyalaan adalah suatu urutan waktu peledakan antara lubang bor dalam satu baris dan antara baris yang satu dengan yg lainnya.
▪ Pola penyalaan beruntun dalam satu baris
▪ Pola penyalaan serentak dalam satu baris tetapi beruntun antara baris satu dengan baris lainnya
▪ T
r= T
Rx B
✓
T
r= waktu tunda antar baris (ms)
✓
T
R= waktu konstanta antar baris, some references use T
H✓
B = burden (m).
Pemilihan Waktu Tunda
T
RKonstanta
(ms/m) Hasil
6,25 Air blast berlebih, backbreak
6,25 – 9,4 Muckpile tinggi menutupi face, airblast cukup, backbreak 9,4 – 12,5 Tinggi muckpile sedang, airblast dan backbreak sedang 12,5 – 18,8 Rockpile tersebar dengan bacbreak minimum
Tipe Batuan T
HKonstan
(ms/m)
Batu pasir, marls, batubara, lempung 5,7 – 6,6
Batu gamping, salt, shales 4,7 – 5,7
Batu gamping kompak, marmer, granit, kuarsa, gneiss, dan
gabro 3,8 – 4,7
Diabas, diabas porphirite, gneiss kompak dan magnetit 2,8 – 3,8
Pengaruh Waktu Tunda Terhadap Kondisi Tumpukan
material lepas tersebar
rapat kompak
rapat material terlempar kembali ke jenjang
backbreak berlebih
sukar digali fragmentasi
buruk
Interval tunda antar baris
< 6 ms/m dari burden
Interval tunda antar baris 6<t<12 ms/m dari burden, penggalian cocok dengan menggunakan shovel
Interval tunda antar baris lama (12-30 ms/m dari burden), material lepas yg tersebar memudahkan excavator utk operasi post blasting
Fungsi Delay Dalam Lemparan
Insufficient delay between rows Perfect delay between rows
Timing Design Guideline
55
Range of Delay Intervals between Rows min max
rock mass
massive 3 33
blocky 9 15
highly jointed 6 12
weak seams, slip planes 6 9 water filled blastholes 6 9 explosive density > 1.3 6 12 muckpile
compact 6 9
loose 9 18
spread out 15 33
improved fragmentation 9 24
limit back break 12 33
control flyrock 9 33
minimise airblast 9 18
minimise ground vibration 15 33 Delay Interval (milliseconds per metre of burden)
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36
56
Urutan Penyalaan – Baris per Baris
▪ Free face
▪ Good forward movement and low profile
▪ Fragmentation? Can be slabby
▪ Soft and friable rocks
▪ Higher Vibrations
109ms
Cord
57
Urutan Penyalaan V
▪ Free face
▪ Restricted forward movement
▪ High muckpile profile
▪ Good fragmentation
42ms
176ms
42ms 176ms
58
Urutan Penyalaan – Echelon
▪ More free faces
▪ Side movement
▪ Fragmentation
▪ Simple
42ms 109ms
42ms
176ms
59
Centre Lift Patterns
▪ Top free face
▪ Good for box cut
▪ Restricted forward movement
▪ Top movement
▪ Big heave
▪ Damage?
42ms 109ms
42ms
109ms
Merancang Fragmentasi Peledakan Batuan – Kuz Ram
▪ Tingkat fragmentasi batuan yang diinginkan dapat diperoleh dari percobaan peledakan di lapangan dengan mengevaluasi perubahan variabel-variabel peledakan.
▪ Variabel tersebut adalah sifat-sifat batuan, pola peledakan, dan jumlah pengisian bahan peledak.
▪ Sebuah model yang banyak dipakai oleh para ahli untuk memperkirakan fragmentasi hasil peledakan adalah model Kuz-Ram.
▪ Kuznetsov (1973) telah melakukan penelitian untuk mengukur fragmentasi, yang hasilnya dikenal dengan persamaan Kuznetsov:
1/6 0,8
0
Q
Q A V
X
=
▪ X - Rata-rata ukuran fragmen, cm
▪ A - Faktor batuan, diperoleh dari pembobotan batuan berdasarkan nilai blasting index (Lilly, 1986) yang merupakan fungsi dari deskripsi massa
batuan, jarak antar kekar, orientasi kekar, berat jenis batuan, dan kekerasan Mohs.
▪ V
0- Volume batuan pecah per lubang tembak, V
o= B x S x H
jenjang▪ Q - Jumlah bahan peledak TNT (kg) pada setiap lubang tembak
▪ Q
e- massa bahan peledak per lubang tembak
▪ E : Relatif weight strength bahan peledak, ANFO = 100, TNT = 115
▪ Q
ex E = Q x 115
0,8 1/6
1/6 e 0,8
e 0
115 E 115
Q E Q
A V X
−
=
Untuk menentukan fragmentasi batuan hasil peledakan digunakan persamaan Rosin-Rammler yaitu:
kg/m
3Charge cific
Factor/Spe Powder
kebalikan Q k
V
e
0
= = =
( ) 0,8 e 1/6 19/30
E Q 115
k A
X
= −
n x
x
e
cR
−
=
▪ R - material yang tidak lolos ayakan ukuran x
▪ X - ukuran ayakan (cm) menjadi X
cjika R = 0,5
▪ n - index of uniformity
▪ B - burden (m)
▪ d - diameter lubang (mm)
▪ W - standar deviasi dari keakuratan pengeboran (m)
▪ A - rasio spasi/ burden
▪ L - panjang muatan/kedalaman lubang tembak (m)
▪ H - tinggi jenjang (m)
▪ n - menaik 10% jika pola pengeboran lubang tembaknya staggered (indek keseragaman, sehingga semakin besar nilai n fragmentasi akan semakin seragam
( ) 1/n
c 0,693 X = x
( )
H L 2
1 1 A
B 1 W d
14 B 2,2
n
−
+
−
−
=
Parameter Klasifikasi dan Pembobotan Batuan (Lily, 1986)
Parameter Pembobotan untuk Blasting Index
Bobot Parameter
1.Rock Mass description ( RMD )
1.1 Powdery / Friable 10
1.2 Blocky 20
1.3 Totally Massive 50
Dipilih 30
2. Joint plane spacing ( JPS )
2.1 close ( < 0.1m ) 10
2.2 Intermediate ( 0.1 - 1m ) 20
2.3 Wide ( > 1m ) 50
Dipilih 50
3. Joint plane Orientation ( JPO )
3.1 Horizontal 10
3.2 Dip out of Face 20
3.3 Strike Normal to Face 30
3.4 Dip into Face 40
Dipilih 25
Parameter Pembobotan untuk Blasting Index
Bobot Parameter
1.Rock Mass description ( RMD ) 4. Specific Gravity Influence (SGI)
SGI = 25 x SG – 50
SG 2,65
SGI 16,25
5. Hardness (H) Rating of 1-10
Dipilih 3,95
Blasting Index (BI) = 0,5x(RMD+JPS+JPO+SGI+H) Sehingga, BI = 62,6
Rock Factor = BI x 0,15 Sehingga, RF = 9,39