• Tidak ada hasil yang ditemukan

IR PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus yang selanjutnya saya singkat dengan Diabetes,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IR PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus yang selanjutnya saya singkat dengan Diabetes,"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit Diabetes Melitus yang selanjutnya saya singkat dengan Diabetes, merupakan salah satu penyakit yang diderita oleh banyak orang di seluruh penjuru dunia. Diabetes adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemi khronik akibat kekurangan insulin yang sifatnya absolut karena pengeluaran insulin yang rendah dari pankreas atau kurangnya reaksi jaringan perifer terhadap insulin (Husain M, dkk,2010). Sedangkan menurut Tantin Ermawati (2015), Diabetes adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemi yang diakibatkan oleh defisiensi dan kegagalan pankreas sehingga terjadi kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemi menginduksi kerusakan mikrovaskular seperti retinophaty, neurophaty, dan neurophaty jaringan. Menurut WHO Global Report pada tahun 2014, memperkirakan sebanyak 422 juta manusia di dunia mengidap Diabetes. Angka prevalensi dari Diabetes pun meningkat setiap tahunnya. Angka prevalensi tersebut meningkat lebih cepat pada negara-negara berkembang daripada negara maju, begitu pula Indonesia yang merupakan negara berkembang (Khairani, 2019).

Diabetes memiliki berbagai macam dampak pada tubuh penderitanya. Salah

satu dampak penyakit dari Diabetes adalah kesehatan di rongga mulut. Adapun dampaknya yaitu dapat menimbulkan beberapa manifestasi di dalam rongga mulut diantaranya adalah terjadinya xerostomia, resorpsi tulang alveolar, lidah yang kotor, dan pH ludah menurun yang menyebabkan bakteri meningkat dalam

(2)

mulut. Hiperglikemi yang tidak terkontrol menyebabkan gingivitis dan periodontitis, kehilangan perlekatan gingiva, pengendapan kalkulus yang cepat, peningkatan derajat kegoyangan gigi, dan tanggalnya gigi walaupun gigi tersebut tidak berlubang hingga mudahnya pertumbuhan Candida Albicans (Suyono dkk, 2006; Saini dkk, 2011). Kecenderungan peningkatan gula darah pada penderita

Diabetes juga mempengaruhi tingkat keparahan penyakit periodontal. Penyakit

periodontal pada penderita Diabetes yang sering dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang ringan dengan tanda klinis gingiva berwarna merah, membengkak dan mudah berdarah, serta ditemukan kerusakan tulang alveolar. Sedangkan periodontitis adalah suatu penyakit peradangan jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh kelompok mikroorganisme tertentu yang biasanya berasal dari plak gigi yang dapat mengakibatkan penghancuran progresif jaringan ikat periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan saku gusi, resesi, atau keduanya, atau lazim diseebut terjadinya resorpsi tulang alveolar. Kerusakan tulang alveolar yang parah ini berdampak pada gigi-geligi yang mudah goyang (Arifiana, 2019). Menurut hasil studi, penderita periodontitis disertai dengan Diabetes Mellitus memiliki ciri-ciri yang sedikit berbeda dengan periodontitis pada umumnya dimana kerusakan tulang alveolar berjalan lebih cepat. Dapat dilihat dari kerusakan tulang di daerah furksi yang terlihat secara jelas, sementara tipe kerusakan tulang yang terjadi sama dengan dominasi horizontal. Namun kerusakan tulang yang terjadi hampir pada semua tulang yang dibuktikan dengan menurunnya ketebalan tulang kortikal yang jarang terjadi pada pasien periodontitis biasa (Epsilawati, 2010) Menurut studi

(3)

yang dilakukan oleh Bridge dkk, mendapatkan fakta bahwa pasien Diabetes memiliki tingkat keparahan periodontitis yang lebih tinggi daripada non-penderita

Diabetes, terutama pada pasien dengan kontrol glikemik yang buruk (Ermawati,

2015). Resorpsi tulang alveolar secara general dapat ditimbulkan oleh dua faktor, yaitu: faktor lokal berupa inflamasi jaringan periodontal dan traumatik oklusi, dan faktor sistemik salah satunya adalah adanya penyakit Diabetes dan juga penurunan kualitas tulang (Epsilawati, 2010). Oleh karena itu, pengidap Diabetes memiliki risiko kehilangan gigi 4 kali lebih besar daripada orang normal. Sebab itu, penderita

Diabetes yang kehilangan gigi perlu segera dibuatkan gigi tiruan. Salah satu

opsinya adalah gigi tiruan sebagian lepasan. Gigi tiruan sebagian lepasan yag selanjutnya saya singkat dengan GTSL adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang pada rahang atas maupun rahang bawah dan dapat dilepas pasang mandiri oleh pasien (Ozkan, 2012). GTSL dapat memperbaiki fungsi mastikasi, fungsi bicara dan estetika pada penderita Diabetes (Suci, 2013). Syarat suatu GTSL adalah retentif, stabil, dan nyaman, biokompabilitasnya baik, serta dapat mengembalikan kesehatan jaringan di rongga mulut (Carr dkk, 2011). Pembuatan gigi tiruan untuk penderita Diabetes juga tidak boleh sembarangan. Pemilihan desain, bahan, serta tahap pembuatan yang digunakan akan mempengaruhi hasil dari gigi tiruan tersebut (Mark, 2016). Ketika merencanakan pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan untuk penderita Diabetes, teknisi gigi harus menentukan klasifikasi kemudian desain, bahan, dukungan gigi tiruan dan jumlah kehilangan gigi dari gigi tiruan tersebut (Zlatalric, 2001). Untuk mempermudah identifikasinya, dr. Edward Kennedy membuat pembagian klasifikasi yang terdiri

(4)

dari klasifikasi kelas I, II, III, dan IV (Pun, 2010). Untuk klasifikasi I, II, dan III biasanya terdapat variasi modifikasi, akan tetapi untuk klasifikasi kelas IV tidak ada modifikasi. Pada kasus yang saya gunakan, model memiliki klasifikasi Kennedy kelas 1 atau bilateral free end saddle. Gigi tiruan free end saddle (distal

extension) gigi tiruan yang didukung oleh gigi penyangga pada bagian anterior dan

mukosa pada bagian posterior (Sutanti, 2000), yang mempunyai lebih banyak masalah dibandingkan dengan gigi tiruan sebagian lepasan yang bersandarkan ganda (all tooth supported). Hal ini menunjukkan bahwa gigi tiruan sebagian lepasan free end saddle memerlukan penanganan istimewa khususnya untuk penderita Diabetes. Masalah utama pada gigi tiruan free end saddle ialah gigi tiruan tidak stabil yaitu gigi tiruan mudah bergeser dan mengungkit, hal ini terjadi karena perbedaan kompresibilitas dukungan (support). Gigi tiruan yang tidak stabil dapat menyebabkan resorbsi tulang alveolar berjalan lebih cepat, atau daya ungkitannya dapat menimbulkan kelainan periodontal pada gigi asli yang dipakai sebagai gigi sandaran. (Giffin, 1996; Ardan, 2007). Tidak stabilnya GTSL dapat menimbulkan beberapa masalah antara lain ungkitan pada arah vertikal, horizontal, rotasi bagian sadel pada poros rotasi sagital, dan pergeseran anteroposterior. Pada kasus GTSL

free end saddle, tekanan kunyah ke arah apikal akan lebih terkonsentrasi di bagian

posterior (daerah ujung bebas), sehingga akan menimbulkan tekanan yang berlebih (overload/overfunction), yang selanjutnya akan mengakibatkan resorbsi lebih hebat di daerah tersebut. (Ardan, 2007).

Pemilihan basis gigi tiruan yang akan digunakan pada penderita Diabetes adalah Thermosens. Bahan Thermosens ini dapat membagi beban tekanan kunyah

(5)

secara merata atau dapat menjadi stress breaker, sehingga dapat mengurangi ungkitan dan melindungi jaringan penyangganya, sehingga resorpsi tulang alveolar tidak berjalan secara cepat (Thumati, 2013). Bahan basis Thermosens memiliki kelebihan dibandingkan akrilik heat cured konvensional yaitu tidak mengandung sisa monomer sehingga bahan ini bersifat hipoallergenic untuk orang yang memiliki sensitivitas yang tinggi pada sisa monomer, juga tidak membutuhkan klamer kawat seperti pada akrilik konvensional (Lamfon, dkk, 2019). Hal ini dapat menguntungkan pasien penderita Diabetes yang menggunakan gigi tiruan (Mark, 2016).

Pembuatan serta desain dari gigi tiruan sebagian lepasan yang baik adalah salah satu faktor penting penentu keberhasilan pembuatan gigi tiruan, terutama pada penderita Diabetes yang memiliki kondisi-kondisi khusus pada rongga mulutnya. Dalam kasus ini, penulis menggunakan model kasus rahang bawah bilateral free

end atau Keneddy Klas 1 dengan sisa gigi 31, 32, 41, dan 42 dari pasien penderita Diabetes dengan rahang atas yang sedang menggunakan single denture. Maka dari

itu, dibuatlah desain dengan membuat outline denture bagian posterior dibuat seluas mungkin untuk menghindari terjadinya ungkitan serta mencegah resorpsi tulang alveolar (Ardan, 2007). Hal ini tidak terlepas dari kerjasama dan komunikasi yang baik antara pasien, dokter gigi, serta teknisi. Dari latar belakang tersebut, penulis ingin membahas mengenai pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan dengan kasus

bilateral free end saddle menggunakan bahan Thermosens untuk penderita Diabetes.

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbul suatu permasalahan: Bagaimana teknik pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan dengan kasus bilateral

free end saddle menggunakan bahan Thermosens untuk penderita Diabetes?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana teknik pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan menggunakan dengan kasus bilateral free end saddle bahan Thermosens untuk penderita Diabetes sesuai prosedur laboratis untuk mendapatkan gigi tiruan lepasan yang tepat, aman dan nyaman bagi penderita Diabetes.

1.4 Manfaat

Diharapkan tugas akhir ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca terutama mahasiswa, teknisi gigi, serta dokter gigi tentang teknik pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan dengan kasus bilateral free end saddle menggunakan bahan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan sistem informasi gudang pencarian yang sebelumnya membutuhkan waktu lama menjadi lebih cepat karena lokasi setiap obat terdata dengan rapi dan dengan adanya sistem

Iklan yang seringkali dimasukkan dalam ranah non- seni yang merupakan acara televisi menampilkan seni olah peran yang kompleks yang sebenarnya mampu menjadi metode

In our research, we used point data of convenience living facilities developed by address geocoding of digital telephone directory and point data of future

Program Studi Pendidikan Teknologi Informasi menetapkan Manual Prosedur Tindakan Korektif dan Pencegahan (015-53-06-002) untuk melaksanakan tindakan pencegahan yang dihasilkan

Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah temuan baru yang belum pernah ada. Temuan dapat berupa

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran matematika berbasis multimedia interaktif dan melihat bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap

Para penyebar Islam di Indonesia secara tidak langsung menggunakan tiga cara tersebut dalam menyebarkan Islam di Indonesia, yaitu mengadopsi budaya dan tradisi

babinskin. Masalah : Yaitu keadaan yang menyertai saat bayi baru lahir.. Kebutuhan : Pada kasus BBLR terdapat kebutuhan yang sesui. yaitu menjega suhu bayi tetap hangat