• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA Al QUR AN DI YAYASAN IHYA UL UMMAH KOTA BAMBU UTARA II PALMERAH JAKARTA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA Al QUR AN DI YAYASAN IHYA UL UMMAH KOTA BAMBU UTARA II PALMERAH JAKARTA BARAT"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA

Al QUR’AN DI YAYASAN IHYA UL UMMAH KOTA BAMBU UTARA II PALMERAH JAKARTA BARAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Haidar Ghozali 11150540000020

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H/2021 M

(2)

MANAJEMEN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA

Al QUR’AN DI YAYASAN IHYA UL UMMAH KOTA BAMBU UTARA II PALMERAH JAKARTA BARAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Haidar Ghozali 11150540000020

Pembimbing

Dr. Tantan Hermansah, M.Si.

NIP: 19760617200501006

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1443 H/2021 M

(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK Haidar Ghozali

Manajemen Pemberdayaan Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Quran Di Yayasan Ihya Ul Ummah Kota Bambu Utara II Palmerah Jakarta Barat

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses manajemen pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran di Yayasan Ihya Ul Ummah dalam program Rumah Quran beserta kendala dalam melakukan pemberdayaan.

Penelitian ini menggunakan studi kasus pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan yang dilakukan oleh pengurus Rumah Quran memiliki dampak yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekitarnya dengan adanya jumlah santri yang setiap tahunnya bertambah dari 200 orang santri kini Rumah Quran memiliki kurang lebih 8000 santri di beberapa cabang Rumah Quran. Selain itu, santri – santri yang dibina dalam program Rumah Quran memiliki keahlian dalam hal mengajar sehingga santri yang dahulunya sebagai siswa kini banyak yang menjadi pengajar dan mengabdikan ilmunya di Rumah Quran dan lembaga pendidikan lain.

Kata Kunci: pemberdayaan masyarakat, kemampuan membaca Al-Quran

(7)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang berkat nikmat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Pemberdayaan Masyarakat Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Al Qur’an Di Yayasan Ihya Ul Ummah Kota Bambu Utara II Palmerah Jakarta Barat” sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S-1) Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, juga kepada para keluarga dan sahabatnya. Semoga kita semua termasuk umat Baginda Nabi Muhammad yang selalu merindukan dan dirindukan Baginda Nabi Muhammad SAW.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan penuh sadar dan ketulusan pula kepada :

1. Kedua orangtua, Rohmat dan Sri Rumiyati yang senantiasa mendo’akan, mengalir selalu perhatian dan motivasi semangat dengan penuh cinta kasih yang diberikan kepada penulis

(8)

iii

terutama dalam menyelesaikan penulisan skripsi dan kepada adik tercinta Hilmi Husaimi dan Azka kaylaturrahmah yang senantiasa mendo’akan dan memberi semangat.

2. Prof. Dr. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc MA., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Suparto, M.Ed., Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Siti Napsiyah, S.Ag., BSW, MSW., Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Sihabuddin N, M.Ag., Wakil Dekan II Bidang Administrasi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Cecep Sastra Wijaya MA., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Muhtadi, M.Si., Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. WG. Pramita Ratnasari, S.Ant., M.Si., Sekretaris Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Dr. Tantan Hermansah, M.Si., Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu serta memberikan arahan dengan sangat baik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

(9)

iv

10. Dr. Abdul Rozak, MA., Dosen Pembimbing Akademik mahasiswa PMI ‘15 yang telah membina etika dan moral saya beserta kawan-kawan lainnya di dalam proses perkuliahan.

11. Dosen-dosen pengajar selama perkuliahan; Prof. Dr. H. Asep Usman Ismail, MA., Drs. Yusra Kilun, M.Pd., Nurul Hidayati, S.Ag., M.Pd., Wati Nilamsari, M.Si., Rosita Tandos, M.ComDev., Ph.D., M. Hudri, M.Ag. Dicky Andika, M.Si beserta seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan ilmunya selama perkuliahan.

12. Kawan-kawanku sekalian, keluarga besar Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam khususnya angkatan tahun 2015, Yauma, Soleh, Halim, Cenov, Firzi, Imam, Fakhriy, Fajar, Iqbal, Irul, Desta, Salman, Dini, Putri, Riza, Munah, Septi, Cici, Laily, Sarah, Sabil, Mety, Kiki, Ardini, Tami, Inung, Rian

13. Sahabat seperjuangan Saifuddien Zhuhri, Habibi Ahmad Dalili dan Muhammad Faiz Zindan Balliyan yang senantiasa memberi semangat dan do’a kepada penulis.

14. Sayidah, S. E., sebagai Managing Director Yayasan Ihya Ul Ummah yang membantu mempermudah akses dalam proses mencari data pada skripsi ini dan terima kasih juga kepada seluruh bagian yayasan dan masyarakat yang terlibat.

15. Kepada abang sepupu, Abdul latif yang memotivasi dan membantu perkuliahan peneliti hingga skripsi ini selesai.

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

(10)

v

Semoga semua pihak yang telah mendoakan, membantu, dan memberikan dukungan mendapat perlindungan dan segala kebaikan dari Allah SWT. Akhir kata dengan segala kekurangan, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi referensi bagi peneliti lainnya.

Jakarta, 23 Juli 2021

Penulis

(11)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Batasan Masalah... 3

D. Rumusan Masalah ... 3

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

F. Metode Penelitian... 5

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 5

2. Macam dan Sumber Data ... 6

3. Teknik Pengumpulan Data ... 7

4. Teknik Analisa Data ... 8

5. Teknik Validasi Keabsahan Data ... 9

6. Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

G. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 10

H. Sistematika Penulisan... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pemberdayaan dan Pemberdayaan Masyarakat ... 14

B. Tujuan dan Fungsi Pemberdayaan Masyarakat... 17

C. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat ... 20

(12)

vii

D. Perencanaan Partisipatif ... 22

1. Tujuan Perencanaan Partisipatif ... 23

2. Manajemen Perencanaan Partisipatif ... 23

3. Perencanaan Partisipatif dalam Program Pemberdayaan Masyarakat ... 25

E. Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat ... 27

F. Pendekatan Metode Pemberdayaan... 29

1. Metode Participatory Rural Appraisal (PRA) ... 30

2. Metode Partisipasi Assesment dan Rencana ... 33

G. Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan Masyarakat ... 34

1. Konsepsi Dasar... 34

2. Tujuan Monitoring dan Evaluasi ... 37

3. Prinsip Monitoring dan Evaluasi ... 38

H. Kendala dalam Pemberdayaan ... 39

I. Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an ... 39

J. Kerangka Berpikir ... 48

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN A. Profil Rumah Qur’an Ihya Ul Ummah ... 50

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 51

C. Struktur Organisasi... 54

D. Tugas, Wewenang, Tanggung Jawab Organ Yayasan, dan Kegiatan Yayasan... 54

E. Maksud dan Tujuan Kegiatan Yayasan... 62

F. Visi Dan Misi ... 62

G. Manajemen Yayasan Ihya Ul Ummah ... 63

(13)

viii

H. Flow Chart Pelaksanaan Manajemen Yayasan Ihya Ul

Ummah ... 65

I. Strategi Yayasan... 73

J. Sarana Prasarana Yayasan... 73

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Perencanaan Pemberdayaan Masyarakat pada Program Rumah Qur’an ... 75

B. Perencanaan Partisipatif dalam Program Rumah Qur’an ... 76

1. Program Berantas Buta Huruf Al-Qur’an ... 78

2. Program Tahsin Tilawah ... 79

3. Program Tahfidz Qur’an ... 82

4. Program PTQ Adiba ... 84

C. Sosialisasi Program Rumah Qur’an ... 86

D. Fungsi Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Rumah Quran ... 87

E. Monitoring dan Evaluasi terhadap Program Rumah Qur’an ... 89

F. Kendala Dalam Pelaksanaan Program Rumah Qur’an ... 91

BAB V PEMBAHASAN A. Pemberdayaan Masyarakat pada Program Rumah Qur’an ... 95

B. Perencanaan Partisipatif dalam Program Rumah Qur’an ... 96

C. Faktor Sosialisasi Program Rumah Qur’an ... 98

(14)

ix

D. Fungsi Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Rumah Qur’an ... 100 E. Monitoring dan Evaluasi terhadap Program Rumah Qur’an

... 102 A. Kendala Dalam Pelaksanaan Program Rumah Qur’an ... 104 BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan ... 106 B. Implikasi ... 107 C. Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(15)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Wilayah Kecamatan Palmerah Kelurahan Kota Bambu Utara ... 52

(16)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 58

Gambar 2.2 Rekam Jejak Rumah Qur’an ... 61

Gambar 2.3 Peta Wilayah Kecamatan Palmerah ... 63

Gambar 2.4 Struktur Organisasi Yayasan Ihya Ul Ummah ... 64

Gambar 2.5 Alur Penerimaan Tenaga Kerja ... 76

Gambar 2.6 Alur Evaluasi Penilaian Tenaga Kerja ... 78

Gambar 2.7 Alur Penerimaan Santri Baru ... 79

Gambar 2.8 Alur Pengadaan Barang / Peralatan ... 80

Gambar 2.9 Periode Anggaran Mingguan ... 82

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Institut Ilmu Quran Jakarta mencatat sekitar 65 persen umat Islam di Indonesia tidak bisa membaca Al-Quran alias buta aksara Alquran dan hanya sekitar 20 persen saja yang bisa membaca Al-Quran. Hal ini disebabkan berbagai macam faktor seperti kesibukan, faktor malu, faktor lingkungan dan sistem pengajaran yang rumit. Sedangkan jika umat Islam mengerti akan isi kandungan AL-Quran akan tercermin pada sikap dan tingkah laku kesehariannya (bnq.anamfalpesantren, 2017).

Fenomena banyaknya masyarakat terutama di Jakarta yang masih buta aksara Quran membuat salah satu yayasan bertempat di Kota Bambu Utara II Palmerah Jakarta Barat yaitu Yayasan Ihya Ul Ummah, terketuk hatinya untuk mengajarkan membaca Al-Quran dan mengamalkan isinya terlebih lagi di wilayah Palmerah merupakan wilayah yang tingkat buta aksara Qurannya tinggi serta wilayah dengan tingkat kemaksiatan yang cukup tinggi, dimana sering terjadi tawuran antar remaja, perjudian dan narkoba.

Yayasan Ihya Ul Ummah bergerak di bidang pengajaran Quran dengan mendirikan Rumah Quran sebagai program yang fokus pada pemberantasan buta huruf Al-Qur’an. Seluruh program pengajaran dan kegiatan di Rumah Qur’an Ihya Ul Ummah diberikan secara gratis, dan dilaksanakan oleh tenaga pengajar yang berpengalaman dan bersertifikat.

(18)

2

Sejak berdiri tahun 2011, Yayasan Ihya Ul Ummah memiliki santri sebanyak 220 santri, kemudian meningkat di tahun 2012 sebanyak 355 santri, hingga di tahun 2017 yayasan memiliki santri sebanyak 1170 santri, 70 santri yatim dan 34 guru pengajar seperti yang tercantum pada tabel 1.1 berikut ini :

Tabel 1.1 Rekam Jejak Rumah Quran

Sumber : Yayasan Ihya Ul Ummah 2021

Keberhasilan yayasan dalam mendidik dan mengajarkan membaca Al-Quran ini tidak terlepas dari manajemen pemberdayaan masyarakat sekitar serta pemberian metode membaca Al-Quran yang mudah dipraktekkan dan mudah dipahami oleh para santri sehingga setiap tahun santri dan pengajar di yayasan ini semakin bertambah banyak. Namun dibalik keberhasilan yayasan dalam mengajarkan membaca Al- Quran, terdapat kendala dan hambatan yang dialami pada saat menjalankan program – program membaca Al-Quran.

Hambatan tersebut datang dari intern yayasan dan ekstern yayasan, dimana hambatan intern datang dari kemampuan mengajar guru – guru dan hambatan ekstern datang dari

(19)

3

masyarakat sekitar yayasan yang belum bersedia untuk mengikuti program Rumah Quran.

Proses manajemen pemberdayaan yang dilakukan yayasan dalam mengajarkan membaca dan memahami Al-quran beserta hambatan yang dihadapi ditengah kondisi Kota Bambu Utara II yang sarat akan kemaksiatan ini membuat penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Manajemen Pemberdayaan Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al Qur’an Di Yayasan Ihya Ul Ummah Kota Bambu Utara II Palmerah Jakarta Barat”.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah masih ada masyarakat di Kota Bambu Utara II Palmerah Jakarta Barat yang belum dapat membaca Al-Quran.

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah proses manajemen pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran di Yayasan Ihya Ul Ummah Kota Bambu Utara II Palmerah Jakarta Barat.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka peneliti dapat merumuskan masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Yayasan Ihya Ul Ummah dalam program

(20)

4

Rumah Qur’an untuk meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an pada masyarakat Kota Bambu Utara II?

2. Apa yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam melakukan manajemen pemberdayaan meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui proses manajemen pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Yayasan Ihya Ul Ummah dalam program Rumah Qur’an untuk meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an pada masyarakat Kota Bambu Utara II.

b. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam melakukan manajemen pemberdayaan meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu untuk menambah khazanah ilmu dakwah, khususnya yang berhubungan dengan unsur-unsur masyarakat Islam.

Adapun secara praktis penelitian ini yaitu:

a. Manfaat Akademis

1) Penelitian ini sebagai persyaratan tugas akhir dan memperoleh kesarjanaan (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(21)

5

2) Menambah khazanah keilmuan, khususnya memperkaya model-model dalam pengembangan masyarakat.

3) Untuk menambah pengetahuan dan khazanah bagi peneliti khususnya menyangkut pemberdayaan masyarakat melalui program tentang mempelajari Al-Qur’an sehingga masyarakat menjadi lebih mengerti tentang ilmu Al-Qur’an khususnya dalam hal membaca.

b. Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan menjadi contoh lembaga atau yayasan swasta lainnya dengan melihat dan mengaplikasikan pemberdayaan berlandaskan Al-Qur’an.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Albi Anggito, 2018). Penjelasan serupa mengenai penelitian kualitatif dijelaskan oleh Denzin dan Lincoln dalam (Muh. Fitrah, 2017) yakni penelitian kualitatif merupakan fokus perhatian dengan berbagai metode yang mencakup pendekatan interpretatif dan naturalistik terhadap subjek kajiannya. Hal ini berarti bahwa peneliti kualitatif mempelajari benda – benda dalam

(22)

6

konteks alaminya yang berupaya untuk memahami atau menafsirkan fenomena dari sisi makna yang dilekatkan pada manusia.

Penelitian tentang manajemen pemberdayaan Yayasan Ihya Ul Ummah di masyarakat Kota Bambu Utara II Palmerah Jakarta Barat ini relevan dengan menggunakan penelitian kualitatif karena memenuhi karakteristik penelitian kualitatif, terutama dalam hal pengungkapan data secara mendalam melalui wawancara, observasi dan kajian dokumen terhadap apa yang dilakukan para informan, bagaimana mereka melakukan kegiatan, untuk apa kegiatan-kegiatan dilakukan dan mengapa mereka mengikuti program pemberdayaan Rumah Qur’an dalam realitas yang sesungguhnya.

2. Macam dan Sumber Data

Data pada dasarnya adalah kombinasi dari berbagai jenis pengamatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang diperlukan untuk mengungkapkan permasalahan serta untuk mengetahui solusi dari masalah tersebut dengan menggunakan metode perhitungan yang tepat dalam sebuah penelitian (Tatang Ary Gumanti, 2018). Sumber data yang akan ditelusuri untuk memperoleh data lapangan terdiri atas 2 sumber yaitu:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu informasi yang dikumpulkan oleh peneliti khusus untuk tugas penelitian karena belum ada yang menerbitkan atau

(23)

7

mengumpulkan data tersebut (Tatang Ary Gumanti, 2018), sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber data yang diperoleh langsung dari narasumber yang akan diteliti dengan cara wawancara mendalam, narasumber dalam penelitian ini yaitu kepala Yayasan Ihya Ul Ummah, Majelis atau instansi yang ikut bekerjasama di Rumah Qur’an, Anggota atau pegawai program pemberdayaan Rumah Qur’an dan masyarakat yang mengikuti program Rumah Qur’an.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak yang tidak terkait dengan penelitian namun mengumpulkan data ini untuk beberapa tujuan lain pada waktu yang berbeda di masa lalu (Tatang Ary Gumanti, 2018).

Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen yang mendukung penelitian ini seperti buku-buku, catatan dan transkrip serta dokumentasi lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan beberapa tahap, yaitu:

a. Interview (Wawancara)

Wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara secara langsung informan atau responden, informasi dilakukan secara langsung dari narasumber (Tatang Ary Gumanti, 2018).

(24)

8

Wawancara digunakan peneliti untuk mencari permasalahan yang ingin diteliti dan juga data mengenai hal-hal dari responden/narasumber yang lebih mendalam. Mengenai pembuatan wawancara disini, peneliti menggunakan wawancara terbuka dan dilakukan dengan cara sistematis dengan menggunakan unsur pertanyaan 5W+1H.

b. Observasi

Observasi memiliki ciri yang spesifik dalam mencari data dibandingkan dengan teknik lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Observasi tidak sebatas memakai komunikasi tetapi juga memperhatikan objek-objek alam yang lainnya, tidak seperti teknik wawancara dan kuesioner yang fokus memakai komunikasi saja. Salah satu observasi yang sesuai dengan penelitian kali ini adalah observasi partisipatif (Suryana, 2010, p. 14). Hasil temuan dari observasi akan peneliti lihat sebagai bahan perbandingan dengan hasil yang diperoleh dari wawancara tersebut.

4. Teknik Analisa Data

Dalam teknik analisis data, peneliti menggunakan pendekatan analisis model Miles dan Huberman (Emzir, 2012, pp. 129-133), yang didalamnya membahas tentang:

pertama, reduksi data adalah pengumpulan data, memfokuskan, serta memilah dan memilih data mana saja yang dibutuhkan. Kedua, model data yaitu suatu proses pengumpulan data yang tersusun sesuai kriterianya

(25)

9

masing-masing. Ketiga, penarikan kesimpulan merupakan langkah akhir pada sebuah kegiatan penelitian, dimana isinya berisikan tentang ringkasan semua data yang diperoleh sehingga muncul sebuah manfaat dan saran untuk kedepannya.

5. Teknik Validasi Keabsahan Data

Teknik validasi keabsahan data adalah berfungsi sebagai menjaga kebenaran dalam isi data yang telah didapat, dari sini peneliti menggunakan teknik triangulasi, menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman dalam buku Rohidi, teknik tersebut berupaya membandingkan indeks-indeks yang ada, masing-masing setiap indeks itu sendiri memiliki metode yang berbeda pula untuk mendapatkannya, sehingga mengarahkan kepada kesimpulan yang tepat (Rohidi, 1992).

6. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kota Bambu Utara II Kecamatan Palmerah Jakarta Barat. Penetapan lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa kondisi objektif wilayah penelitian dengan warganya masih kurang mampu membaca Al- Qur’an dalam segi tajwid. Alasan lain melakukan di tempat tersebut, peneliti yakin bahwa Yayasan Ihya Ul Ummah memiliki data dan sumber yang cukup dalam penelitian ini.

Kemudian dari sudut lokasi tempat penelitian dengan rumah tinggal peneliti berdekatan, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penggalian data. Masa waktu

(26)

10

penelitian dilakukan selama 3 bulan dimulai dari pertengahan Juni 2019 sampai dengan selesai.

G. Tinjauan Kajian Terdahulu

Sebelum peneliti melakukan penelitian, alangkah baiknya peneliti melakukan survey atau meninjau skripsi terdahulu yang memiliki hampir sama dengan skripsi yang akan ditulis, dengan demikian peneliti akan memandang perbedaan dan persamaan yang akan diteliti. Skripsi yang hampir sama tersebut akan dipaparkan sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Kuntarto dengan judul Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Seni Membaca Al-Quran Pada Santri di Pesantren An – Najah Purwokerto. Hasil dari penelitian ini adalah pemberdayaan yang dilakukan dengan metode pengajaran membaca Al-Quran telah memberikan dampak yang sangat besar kepada lingkungan sekitar pondok pesantren yaitu santri menjadi lebih cepat dalam memahami bacaan Quran dan lebih mudah dalam menghapalkannya (Kuntarto, 2016).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Kayyis Fithri Ajhuri dan Moch. Saichu dengan judul Pemberdayaan Taman Pendidikan Al-Quran melalui Penguatan SDM di Masjid Nurul Fikri Watu Bonang, Badegan, Ponorogo.

Hasil penelitian ini adalah dengan adanya pemberdayaan taman pendidikan Al-Quran, masyarakat yang mendapatkan pengajaran menjadi

(27)

11

lebih paham dan mampu menghapal Al-Quran dengan cara yang mudah (Saichu, 2018).

H. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bagian yang terdiri dari Pendahuluan, memuat tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Tinjauan teoritis adalah penegasan landasan teori dari isi penelitian yang meliputi; Manajemen Pemberdayaan, Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an, dan Kerangka berpikir

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN Gambaran umum latar penelitian membahas tentang informasi dari objek penelitian yang meliputi Profil program Rumah Qur’an dan segala sesuatu yang berhubungan mengenai keadaan objektif masyarakat di Yayasan Ihya Ul Ummah Kota Bambu Utara II Kecamatan Palmerah Jakarta Barat.

(28)

12

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai data dan temuan penelitian, yaitu proses manajemen pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Yayasan Ihya Ul Ummah dalam program Rumah Qur’an.

BAB V PEMBAHASAN

Pembahasan adalah bentuk pengolahan data yang menjadi informasi sehingga karakteristik data bisa dipahami dan bermanfaat untuk solusi permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini membahas tentang proses manajemen pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Yayasan Ihya Ul Ummah dalam program Rumah Qur’an yang meningkatkan kemampuan masyarakat yang masih terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an menjadi lebih baik lagi serta output setelah mengikuti program Rumah Qur’an bagi keberdayaan masyarakat setempat dan faktor- faktor penghambat dan pendukungnya.

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang telah dibuat yaitu meliputi Kesimpulan dan Saran.

(29)

13 DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka yaitu suatu daftar yang berisi semua sumber bacaan atau rujukan yang digunakan sebagai bahan acuan dalam penulisan karya ilmiah.

LAMPIRAN

Lampiran berisi semua hal yang diperlukan seperti dokumen-dokumen penelitian dan penulisan hasil- hasilnya menjadi suatu karya tulis ilmiah, dan analisis data menjadi suatu karya tulis ilmiah, dan analisis data yang tidak dicantumkan dalam naskah.

Setiap lampiran diberi nomor urut.

(30)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pemberdayaan dan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan berasal dari kata dasar daya yang mengandung arti “kekuatan”, dan merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa Inggeris “empowerment”, sehingga dapat dijabarkan bahwa pemberdayaan mengandung arti memberikan daya atau kekuatan kepada kelompok yang lemah yang belum mempunyai daya/kekuatan untuk hidup mandiri, terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok/kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari seperti makan, pakaian/sandang, rumah/papan, pendidikan, kesehatan. Memberikan kekuatan atau power kepada orang yang kurang mampu atau miskin atau powerless memang merupakan tanggungjawab pemerintah,namun seharusnya mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, terutama masyarakat itu sendiri yang menjadi kelompok sasaran yaitu dengan ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan setiap program/kegiatan pemberdayaan.

Di Indonesia, istilah pemberdayaan sudah dikenal pada tahun 1990-an di banyak NGO, baru setelah konferensi Beijing 1995 pemerintah menggunakan istilah yang sama. Dalam perkembangannya istilah pemberdayaan telah menjadi wacana publik dan bahkan seringkali dijadikan kata kunci bagi kemajuan dan keberhasilan pembangunan masyarakat.

Paradigma pemberdayaan adalah paradigma pembangunan

(31)

15

manusia, yaitu pembangunan yang berpusat pada rakyat yang merupakan proses pembangunan yang mendorong prakarsa masyarakat berakar dari bawah (Alfitri, 2011).

Pemberdayaan sebagai sebuah proses adalah merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat dan mengoptimalkan keberdayaan (dalam arti kemampuan dan keunggulan bersaing) kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk didalamnya individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai sebuah proses, pemberdayaan merujuk pada kemampuan untuk berpartisipasi, memperoleh kesempatan dan mengakses sumber daya dan layanan yang dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas hidup (baik secara individual, kelompok dan masyarakat dalam arti yang luas).

Melalui pemahaman tersebut, pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu proses yang terencana untuk meningkatkan skala/upgrade utilitas dari objek yang diberdayakan (Poerwoko, 2012).

Robert Chambers seorang ahli yang pemikiran dan tulisannya banyak dicurahkan untuk kepenti-ngan upaya pemberdayaan masyarakat berpendapat bahwa, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nila-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni bersifat people centered (berpusat pada manusia), Participatory (partisipatif), empowering (memberdayakan) and sustainable (berkelanjutan). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar atau menyediakan mekanisme

(32)

16

untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya akhir-akhir ini lebih banyak dikembangkan sebagai upaya untuk mencari alternatif terhadap konsep pertumbuhan pada masa yang lalu (Alfitri, 2011).

Pada hakekatnya, pemberdayaan masyarakat tidak hanya ditujukan pada individual, tetapi juga secara berkelompok, sebagai bagian dari aktualisasi eksistensi manusia. Untuk itu, manusia/ masyarakat dapat dijadikan sebagai tolok ukur secara normatif, yang menempatkan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai suatu bagian dari upaya untuk membangun eksistensi masyarakat secara pribadi, keluarga, dan bahkan bangsa sebagai aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab.

Untuk itu dalam kegiatan, pemberdayaan masyarakat dibutuhkan adanya pengenalan terhadap hakekat manusia yang akan memberikan sumbangan untuk menambah wawasan dalam menerapkan berbagai konsep atau program pemberdayaan kepada masyarakat.

Menurut Edi Suharto, pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam : 1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, tetapi juga bebas dari kelaparan, kebodohan dan kesakitan.

2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan masyarakat dapat meningkatkan

(33)

17

pendapatannya dan memperolehbarang-barang dan jasa yang dibutuhkan dan berkualitas

3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan- keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto, 2014).

B. Tujuan Dan Fungsi Pemberdayaan Masyarakat

Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekua-saan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (ditindas oleh struktur sosial yang tidak berlaku adil). Untuk melengkapi pemahaman tentang pemberdayaan perlu diketahui tentang konsep kelompok lemah dan penyebab ketidakberdayaan yang mereka alami.

Beberapa kelompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya, seperti kelompok :

1. Lemah secara struktural, yaitu lemah secara kelas (masyarakat yang kelas sosial ekonominya rendah), gender maupun etnis (kelompok minoritas), yang mendapatkan perlakuan kurang/ tidak adil dan diskriminasi.

2. Lemah secara khusus, yaitu seperti manula, anak-anak, remaja, penyandang cacat, gay-lesbian, masyarakat terasing 3. Lemah secara personal, yaitu orang-orang yang mengalami

masalah pribadi atau keluarga (Suharto, 2014).

Menurut Mardikanto dan Poerwoko, tujuan pemberdayaan meliputi berbagai upaya perbaikan, yaitu

(34)

18

1. Perbaikan pendidikan (better edukation) artinya, pemberdayaan harus dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan yang lebih baik. Perbaikan pendidikan yang dilakukan melalui pemberdayaan tidak hanya terbatas pada perbaikan materi, perbaikan metode, perbaikan menyangkut waktu dan tempat, serta hubungan fasilitator dan penerima manfaat, tetapi seharusnya yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana perbaikan pendidikan non formal dalam proses pemberdayaan mampu menumbuhkan semangat dan keinginan untuk terus belajar tanpa batas waktu dan umur.

2. Perbaikan aksesibilitas (better accessibility) artinya, Seiring tumbuh dan berkembangnya semangat belajar sepanjang hayat, diharapkan dapat memperbaiki aksesbilitas, utamanya aksesbilitas terhadap sumber informasi/inovasi, sumber pembiayaan/keuangan, penyedia produk, peralatan dan lembaga pemasaran.

3. Perbaikan tindakan (better action) artinya, melalui bekal perbaikan pendidikan dan aksesibilitas dengan beragam sumber daya (SDM, SDA dan sumber daya lainnya/buatan) yang lebih baik, diharapkan akan melahirkan tindakan- tindakan yang semakin membaik

4. Perbaikan kelembagaan (better institution) artinya, dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang dilakukan, diharapkan dapat memperbaiki kelembagaan masyarakat, terutama pengembangan jejaring kemitraan-usaha,

(35)

19

sehingga dapat menciptakan posisi tawar (bargaining posisition) yang kuat pada masyarakat

5. Perbaikan usaha (better business) artinya, perbaikan pendidikan (semangat belajar), perbaikan aksesibilitas, kegiatan, dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan dapat memperbaiki usaha/bisnis yang dijalankan.

6. Perbaikan pendapatan (better income) artinya, perbaikan bisnis yang dijalankan, diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang diperolehnya, termasuk pendapatan keluarga dan masyarakatnya.

7. Perbaikan lingkungan (better environment) artinya, perbaikan pendapatan dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan seringkali disebabkan karena faktor kemiskinan atau terbatasnya pendapatan.

8. Perbaikan kehidupan (better living) artinya, tingkat pendapatan yang memadai dan lingkungan yang sehat, diharapkan dapat memperbaiki situasi kehidupan setiap keluarga serta masyarakat.

9. Perbaikan masyarakat (better community) artinya, situasi kehidupan yang lebih baik, dan didukung dengan lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan dapat mewujudkan kehidupan masyarakat yang juga lebih baik (Poerwoko, 2012).

(36)

20

C. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Muhammad Oos Anwas, dalam kegiatan pemberdayaan khususnya yang ditujukan kepada masyarkat, aparat/agen pemberdayaan perlu memegang beberapa prinsip dalam pemberdayaan masyarakat, yang menjadi acuan dalam pelaksanaan sehingga kegiatan dapat berjalan dengan benar dan tepat, sesuai dengan hakikat dan konsep pemberdayaan.

Beberapa prinsip pemberdayaan masyarakat yang dimaksud meliputi:

1. Pemberdayaan dilaksanakan dengan penuh demokratis, penuh keikhlasan, tidak ada unsur paksaan, karena setiap masyarakat mempunyai masalah, kebutuhan, dan potensi yang berbeda, sehingga mereka mempunyai hak yang sama untuk diberdayakan;

2. Setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat sebaiknya berdasarkan pada kebutuhan, masalah, dan potensi yang dimiliki kelompok sasaran. Hal ini dapat diketahui dengan jelas jika proses identifikasi dan sosialisasi pada tahap awal berlangsung dengan melibatkan penuh kelompok sasaran;

3. Sasaran utama pemberdayaan adalah masyarakat, sehingga harus diposisikan sebagai subjek/pelaku dalam kegiatan pemberdayaan, dan menjadi dasar utama dalam menetapkan tujuan, pendekatan, dan bentuk-bentuk kegiatan pemberdayaan;

4. Menumbuhkan kembali nilai-nilai budaya dan kearifan lokal, seperti jiwa gotong royong, yang muda menghormati orang yang lebih tua, dan yang lebih tua menyayangi yang

(37)

21

lebih muda, karena hal ini menjadi modal sosial dalam pembangunan;

5. Dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, karena merupakan sebuah proses yang membutuhkan waktu, dilakukan secara logis dan sederhana menuju ke hal yang lebih kompleks;

6. Memperhatikan keragaman karakter, budaya dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang sudah mengakar atau berlangsung lama secara turun temurun;

7. Memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat, terutama aspek sosial dan ekonomi;

8. Tidak ada unsur diskriminasi, utamanya terhadap perempuan;

9. Selalu menerapkan proses pengambilan keputusan secara partisipatif, seperti penetapan waktu, materi, metode kegiatan dan lain-lain;

10. Menggerakkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk, baik yang bersifat fisik (materi, tenaga, bahan) maupun non fisik (saran, waktu, dukungan);

11. Aparat/agen pemberdayaan bertindak sebagai Fasilitator yang harus memiliki kemampuan/kompetensi sesuai dengan potensi, kebutuhan, masalah yang dihadapi masyarakat. Mau bekerjasama dengan semua pihak/institusi maupun lembaga masyarakat /LSM yang terkait (Anwas, 2014).

(38)

22 D. Perencanaan Partisipatif

Perencanaan partisipatif mulai dikenal secara luas sejak munculnya metode partisipatif yang biasa disebut Participatory Rural Appraisal (PRA). Metode ini menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah), mulai dari pengenalan wilayah, pengidentifikasian masalah sampai pada penetapan skala prioritas. Perencanaan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah yang dihadapi, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, menemukan rasa percaya diri dalam mengatasi masalah, sampai pada tahap mengambil keputusan tentang alternatif pemecahan masalah yang mereka hadapi (Hamid, 2018).

Ada 3 (tiga) alasan utama mengapa perencanaan partisipatif dibutuhkan, yaitu (Hamid, 2018) :

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat untuk mendapatkan informasi tentang kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadiran mereka program pembangunan akan gagal.

2. Masyarakat akan lebih mudah mempercayai kegiatan atau program pembangunan jika mereka terlibat secara langsung, mulai dari proses persiapan dan perencanaan, karena masyarakat akan lebih mengetahui seluk beluk program, sehinggga akan lahir rasa memiliki terhadap program/ kegiatan yang akan dilaksanakan

(39)

23

3. Timbulnya anggapan bahwa, suatu hak demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan mulai dari awal sampai berakhirnya kegiatan.

1. Tujuan Perencanaan Partisipatif

Tujuan diterapkannya perencanaan partisipatif adalah untuk menciptakan sebuah wadah sebagai upaya untuk belajar, lebih dari terjun langsung kedalam proses pemecahan suatu masalah, hal ini diharapkan agar dapat meningkatkan:

a. Identifikasi kebutuhan yang dirasakan masyarakat b. Pemberdayaan kelompok masyarakat lokal yang

kurang beruntung

c. Integrasi sistem pengetahuan lokal ke dalam desain proyek/program

d. Proses belajar dua arah antara proyek dengan masyarakat lokal sebagai penerima manfaat

e. Politik komitmen dan dukungan

f. Pertanggungjawaban di pemerintahan lokal 2. Manajemen Perencanaan Partisipatif

Manajemen perencanaan partisipatif merupakan kon- sekuensi logis dari adanya implementasi pemberdayaan masyarakat. Masyarakat yang mempunyai peran utama sebagai pengelola perencanaan, mulai dari tahap identifikasi masalah dan kebutuhan, identifikasi potensi lokal, pendayagunaan sumber-sumber lokal, penyusunan dan pengusulan rencana, hingga evaluasi dari mekanisme

(40)

24

perencanaan yang difasilitasi oleh praktisi program atau pengurus sebuah program (Hikmat, 2010).

Pengurus program berposisi sebagai pihak fasilisator dalam rangka peningkatan aksesibilitas terhadap sumber- sumber lokal. Oleh karena itu, para pengurus program harus memiliki keterampilan dalam rangka menciptakan kemampuan-kemampuan internal masyarakat.

Keterampilan diri tersebut meliputi beberapa hal, yaitu:

1) Negosiasi : yaitu keahlian meningkatkan kemampuan masyarakat dalam hal penawaran program, proyek, dan kegiatan yang diusulkan masyarakat kepada sumber- sumber lokal.

2) Pengambilan keputusan : yaitu keahlian meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengambil keputusan secara demokratis, transparan, dan memperhatikan akuntabilitas masyarakat itu sendiri.

3) Pelibatan berbagai pihak (stakeholder) di tingkat lokal : yaitu keahlian meningkatkan kemampuan mengidentifikasi semua unsur masyarakat yang seharusnya memiliki peran-peran yang optimal dalam pembangunan. Stakeholder ini harus diidentifikasi bersama-sama dengan masyarakat, siapa saja, peran apa, dan apa kontribusinya terhadap pembangunan masyarakat sebagai anggota stakeholder primer.

Seandainya ada unsur-unsur yang seharusnya terlibat di luar komunitas lokal, dapat dikategorikan sebagai anggota stakeholder sekunder (Hamid, 2018).

(41)

25

3. Perencanaan Partisipatif dalam Program Pemberdayaan Masyarakat

Proses penyusunan perencanaan program pemberdayaan masyarakat, betul-betul harus dijalankan secara terpadu, antara fasilitator beserta seluruh stakeholder (termasuk masyarakat penerima manfaat), karena tahapan ini merupakan hal yang sangat penting yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program pemberdayaan masyarakat. Pada tahapan ini akan diketahui masalah-masalah sesungguhnya yang secara nyata dihadapi oleh masyarakat, faktor-faktor penyebab terjadinya masalah, dan langkah-langkah apa yang akan dilakukan sebagai alternatif pemecahan masalah.

Selanjutnya, seluruh hasil kesepakatan hendaknya dibuat secara tertulis sehingga akan menjadi acuan dalam bekerja, serta menghindari terjadinya saling menyalahkan ketika terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki. Prinsip dasar dan paling utama, yang harus selalu diingat dan diimplementasikan oleh para fasilitator dalam penyusunan suatu perencanaan program pemberdayaan masyarakat, adalah harus bersifat partisipatif (bottom up).

Perencanaan program dapat didefinisikan sebagai suatu prosedur kerja bersama-sama masyarakat dalam upaya untuk merumuskan masalah (keadaan-keadaan yang belum memuaskan), dan upaya pemecahan yang mungkin dapat dilakukan demi tercapainya tujuan dan penerima manfaat yang ingin dicapai. Berikut dikemukakan

(42)

26

beberapa pokok pikiran manajemen partisipatif, meliputi (Subianto, 2009):

1) Perencanaan program, merupakan suatu proses yang berkelanjutan: artinya, perencanaan program merupakan suatu rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang tidak pernah berhenti sampai tercapainya tujuan (kebutuhan, keinginan, minat) yang dikehendaki.

2) Perencanaan program, dirumuskan oleh banyak pihak artinya, dirumuskan oleh fasilitator bersama-sama masyarakat penerima manfaat dengan didukung oleh para spesialis, praktisi, dan penentu kebijakan yang berkaitan dengan upaya-upaya pembangunan masyarakat setempat.

3) Perencanaan program, dirumuskan berdasarkan fakta (bukan dugaan) dan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia yang mungkin dapat digunakan.

4) Perencanaan program, meliputi perumusan tentang keadaan, masalah, tujuan, dan cara (kegiatan) untuk mencapai tujuan.

5) Perencanaan program, dinyatakan secara tertulis.

6) Perencanaan program, merupakan pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan, cara mencapai tujuan, dan rencana evaluasi atas hasil pelaksanaan program yang telah dirumuskan.

(43)

27

E. Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat

Sosialisasi, adalah upaya mengkomunikasikan kegiatan untuk menciptakan dialog dengan masyarakat. Melalui sosialisasi akan membantu untuk meningkatkan pemahaman masyarakat serta pihak-pihak yang terkait mengenai program, dan kegiatan-kegiatan apa saja yang telah direncanakan. Proses sosialisasi menjadi sangat penting, karena dengan sosialisasi akan sangat menentukan minat dan ketertarikan masyarakat untuk ikut serta atau berpartisipasi pada suatu program pemberdayaan masyarakat (Subianto, 2009).

Sosialisasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak bisa dipandang dengan sebelah mata, karena momen ini justru merupakan suatu hal yang sangat berharga, dan menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan/program pemberdayaan. Melalui kegiatan sosialisasi, para pengurus yang bertindak sebagai fasilitator dalam kegiatan pemberdayaan, dapat mengkomunikasikan dan mengetahui secara jelas, langsung dari masyarakat calon penerima manfaat, tentang berbagai hal penting yang dibutuhkan, sekaligus memberikan berbagai informasi kepada masyarakat tentang program/kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, seperti (Hamid, 2018):

1. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat.

2. Kebutuhan utama masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

3. Materi apa yang akan menjadi pokok pembahasan.

(44)

28

4. Metode yang paling tepat untuk diterapkan dalam menyampaikan materi agar dapat dimengerti, dipahami, dan dapat dijalankan oleh masyarakat sebagai pelaku utama.

5. Waktu yang terbaik untuk melakukan berbagai kegiatan pemberdayaan (penyuluhan, pelatihan/kursus, demonstrasi/ praktek dll).

6. Bentuk partisipasi atau dukungan yang diharapkan dari masyarakat.

7. Bentuk dan partisipasi yang diharapkan dari para pemangku kepentingan (tokoh-tokoh masyarakat, pemerintah setempat, mitra usaha dll).

8. Fasilitas/bantuan-bantuan apa saja yang disiapkan oleh pelaksana/pemerintah.

Kegiatan sosialisasi sebaiknya dilaksanakan lebih dari satu kali, karena proses ini merupakan tahapan pengenalan, serta mengingat tingkat penerimaan masyarakat akan hal-hal yang baru bukanlah sesuatu yang instan, mereka membutuhkan waktu dan pembuktian yang cukup untuk dapat menerima, dan memberikan respon yang positif terhadap suatu kegiatan. Hal ini disebabkan, karena kegiatan pemberdayaan masyarakat membutuhkan waktu yang cukup panjang (bisa sampai beberapa tahun). Faktor lain yang menyebabkan sehingga kegiatan sosialisasi tidak cukup jika hanya dilaksanakan satu kali saja, adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman masyarakat, karena hal ini sangat menentukan tingkat pemahaman dan penyerapan suatu informasi.

(45)

29

Selain itu, Pemberdayaan masyarakat sangat terkait erat dengan perubahan pola pikir, perilaku dan pola hidup, sehingga masyarakat akan membutuhkan waktu untuk berfikir dan memahaminya. Dalam proses sosialisasi, para penggagas pemberdayaan hendaknya juga memberikan pemahaman kepada masyarakat calon penerima manfaat, bahwa tugas dan tanggung jawab yang mereka emban adalah sebagai fasilitator atau pendamping, sehingga masyarakat dapat memahami sejak awal bahwa merekalah yang bertindak sebagai pelaku utama, dan berperan secara aktif dalam pelaksanaan seluruh tahapan program/ kegiatan pemberdayaan.

F. Pendekatan Metode Pemberdayaan

Salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat, adalah ketepatan dalam menetapkan berbagai metode selama pelaksanaan suatu kegiatan pemberdayaan , seperti dalam penyampaian materi atau kegiatan penyuluhan. Sehingga bisa lebih mudah diterima, dimengerti, dan mudah dipahami oleh kelompok sasaran atau masyarakat. Para pengurus pelaksana di lapangan sudah mengetahui secara jelas bahwa masyarakat yang akan diberdayakan rata-rata mempunyai tingkat pendidikan yang minim, bahkan mungkin ada yang buta huruf, sehingga metode yang sangat dibutuhkan tentunya melalui suatu tindakan nyata, atau dengan kata lain kita lebih banyak melakukan praktek dari pada berteori.

(46)

30

Dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat selama ini, ada beberapa metode yang sering diterapkan pada pelaksanaan kegiatan/program pemberdayaan masyarakat, antara lain (Nawawi, 2013) :

1. Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)

Secara harfiah metode ini diartikan sebagai pengkajian desa secara partisipatif. Dalam pengembangan masyarakat, PRA bisa diaplikasikan di desa (rural) dan di kota (urban), maupun sub urban, sehingga akan lebih mewakili jika PRA diartikan sebagai kajian masyarakat secara partisipatif.

Participatory Rural Appraisal (PRA) ditafsirkan sebagai “pendekatan dan teknik-teknik pelibatan masyarakat dalam proses-proses pemikiran yang berlangsung selama kegiatan perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program pembangunan masyarakat”. PRA dalam pelaksanaannya mengandung 11 prinsip, yaitu :

a. Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan) Tanpa mengabaikan kelompok manapun di dalam masyarakat, mengutamakan pemberian kesempatan pada kelompok yang selama ini kurang diberi kesempatan berperan pada berbagai proses pembangunan masyarakat. Kelompok ini adalah kelompok yang termarjinalkan/terpinggirkan, sedangkan kelompok lain sudah berdaya dengan kekuatannya sendiri.

b. Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat

(47)

31

Masyarakat yang selama ini terpinggirkan, melalui PRA diberi kemampuan mengkaji keadaan, mengambil keputusan, mengevaluasi program, serta melakukan koreksi. Upaya ini dapat terlaksana jika kelompok yang kuat bisa ikhlas mengangkat kelompok marjinal

c. Prinsip masyarakat sebagai pelaku, dan orang luar sebagai fasilitator

PRA menempatkan masyarakat sebagai pusat kegiatan pembangunan (people centered development), sedangkan orang luar sebagai fasilitator. Berikan kesempatan warga masyarakat/penerima manfaat menjadi “tuan” di wilayahnya sendiri, dengan kata lain posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan.

d. Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan

Pengalaman masyarakat setempat dengan fasilitator tidak jarang berbeda. Hal ini merupakan suatu hal yang wajar, untuk memilih metode yang tepat sesuai dengan kondisi setempat. Kondisi ini akan membawa perubahan “maju” dalam arti yang sesungguhnya. Berikan kesempatan kepada masyarakat untuk belajar sambil berpraktek (learning by doing).

e. Prinsip santai dan informal

Suasana santai dan informal sangat cocok agar masyarakat dengan fasilitator lebih mudah menyatu, akrab, luwes/tidak ada suasana asing/kaku. Fasilitator yang akan datang ke lokasi hendaknya menyesuaikan dengan waktu

(48)

32

lowong masyarakat setempat, bukan sebaliknya dan tanpa protokoler penyambutan.

f. Prinsip triangulasi

Untuk mendapatkan informasi yang tepat, benar, relevan dari berbagai informasi yang dapat dihimpun, harus dilakukan check, recheck and crosscheck. Triangulasi dilakukan dengan melibatkan berbagai kelompok yang beragam.

g. Prinsip mengoptimalkan hasil

Dari sekian banyak informasi yang dapat kita kumpulkan “lupakan” saja yang tidak dibutuhkan karena bisa bias. Setelah diambil keputusan yang tepat perlu adanya gerakan motivasi, agar sebanyak mungkin masyarakat berperan serta.

h. Prinsip orientasi praktis

Gunakan PRA sebagai alat pengembangan masyarakat, yang kita perlukan justru adalah tindak lanjutnya bersama masyarakat untuk membangun, setelah mendapat informasi untuk memahami masalah yang ada dalam masyarakat. Jangan sampaikan teori-teori yang sulit dipahami dan tidak mampu dilaksanakan oleh masyarakat.

i. Prinsip keberlanjutan dan selang waktu

Setelah tiga atau enam bulan hasil kegiatan perlu dievaluasi. Mungkin diperlukan adanya perbaikan-perbaikan atau koreksi, dan bisa juga penyempurnaan dilakukan karena adanya tuntutan perubahan masyarakat (rising demand).

(49)

33

Evaluasi sangat diperlukan guna mendapatkan umpan balik, untuk bahan perencanaan pada tahap selanjutnya.

j. Prinsip belajar dari kesalahan

Kesalahan-kesalahan dan kekurangan adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi setelah satu periode dievaluasi didapatkan “feedback” guna penyempurnaan kegiatan berikutnya. Oleh karena itu, jangan tunjukkan rasa kecewa dan kekesalan pada awal proses ketika masyarakat ikut serta dan melakukan suatu kesalahan

k. Prinsip keterbukaan

PRA terbuka untuk penyempurnaan-penyempurnaan.

Hal ini sangat diperlukan untuk perbaikan konsep, dan teknik yang sangat berguna.

Dalam metode PRA dikenal lima dasar program yaitu:

1) Penjajagan/pengenalan kebutuhan 2) Perencanaan kebutuhan

3) Pelaksanaan/pengorganisasian kegiatan 4) Pemantauan kegiatan

5) Evaluasi kegiatan.

2. Metode Partisipasi Assesment dan Rencana

Rencana ini sebenarnya sejalan dengan/mirip-mirip dengan metode PRA. Metode ini diadopsi dari dua sumber, yaitu Field Book WSLIC-2 Project World Bank dan Participatory Analysis Techniques DFID- World Bank.

Metode Partisipatori Assesment (MPA) terdiri atas empat langkah : menemukan masalah, menemukenali potensi,

(50)

34

menganalisis masalah dan potensi, serta memilih solusi pemecahan masalah.

G. Monitoring dan Evaluasi Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat

1. Konsepsi Dasar

Dalam proses pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, tahapan monitoring (pemantauan) dan evaluasi merupakan hal yang sangat penting. Melalui kegiatan monitoring, akan dapat diketahui efektivitas dan efisiensi (merupakan tujuan utama dari manajemen) program atau kegiatan yang dilaksanakan.

Pemantauan secara terus menerus pada proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan cara mengikuti langsung kegiatan atau membaca hasil laporan dari pelaksanaan kegiatan. Monitoring adalah proses pengumpulan informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi selama proses implementasi atau penerapan program (Suharto, 2014).

Pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Pemantauan membantu menilai beberapa hal (Dunn, 2003), yaitu :

a. Tingkat kepatuhan

b. Menemukan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program

c. Mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi,

(51)

35

d. Menemukan letak pihak-pihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan

Sedangkan pengendalian (controlling) merupakan proses monitoring terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan sumber daya organisasi, untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan tersebut akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan tindakan koreksi dapat dilakukan untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi.

Pengendalian manajemen adalah suatu usaha yang sistematik (Siswanto, 2012) untuk:

a. Menetapkan standar kinerja dengan sasaran perencanaan,

b. Mendesain sistem umpan balik informasi,

c. Membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan

d. Menentukan apakah terdapat penyimpangan dan mengukur signifikasi penyimpangan tersebut

e. Mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya yang sedang digunakan sedapat mungkin secara efisien dan efektif untuk mencapai sasaran dan tujuan.

Sedangkan evaluasi adalah mengukur berhasil tidaknya program yang dilaksananakan, apa sebabnya berhasil dan apa sebabnya mengalami kegagalan, serta bagaimana tindak lanjutnya. Kegiatan evaluasi senantiasa didasarkan pada hasil dari monitoring. Evaluasi adalah pengidentifikasian

(52)

36

keberhasilan dan/atau kegagalan suatu rencana kegiatan atau program. Secara umum dikenal dua tipe evaluasi, yaitu:

a. On-going evaluation atau evaluasi terus menerus b. Ex-post evaluation atau evaluasi akhir

Tipe evaluasi yang pertama dilaksanakan pada interval periode waktu tertentu, misalnya per tri-wulan atau per- semester, selama proses implementasi (biasanya pada akhir phase atau tahap suatu rencana).

Tipe evaluasi yang kedua dilakukan setelah implementasi suatu program atau rencana. Berbeda dengan monitoring, evaluasi biasanya lebih difokuskan pada pengidentifikasian kualitas program. Evaluasi berusaha mengidentifikasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka beberapa pokok pengertian tentang evaluasi, mencakup:

a. Evaluasi adalah kegiatan pengamatan dan analisis terhadap sesuatu keadaan, peristiwa, gejala alam, atau suatu obyek.

b. Membandingkan segala sesuatu yang kita amati dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah kita ketahui dan atau miliki.

c. Melakukan penilaian, atas segala sesuatu yang diamati, berdasarkan hasil perbandingan atau pengukuran yang dilakukan.

Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa evaluasi harus obyektif, dalam arti harus:

(53)

37

a. Dilakukan berdasarkan data atau fakta, bukan berdasarkan pra-duga atau intuisi seseorang (yang melakukan evaluasi)

b. Menggunakan pedoman-pedoman tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu

2. Tujuan Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan monitoring atau pemantauan, pengendalian dan evaluasi dalam pelaksanaan program atau kegiatan pemberdayaan masyarakat, mempunyai kedudukan yang sangat penting, sebagai upaya untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan kegiatan, sekaligus merumuskan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik yang bersifat fisik maupun non fisik, dengan mengaitkannya antara perencanaan dengan pelaksanaan, sesuai dengan prinsi-prinsip dalam manajemen. Untuk itu semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan perlu memahami betul tentang tujuan dilaksanakannya monitoring dan evaluasi.

Adapun tujuan dilaksanakannya monitoring (Suharto, 2014) adalah untuk:

a. Mengetahui penggunaan sumber – sumber yang direncanakan,

b. Bagaimana implemntasi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.

c. Apakah rentang waktu implementasi terpenuhi secara tepat atau tidak.

d. Apakah setiap dalam perencanaan dan implementasi berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

(54)

38

Sedangkan tujuan dilaksanakannya evaluasi adalah untuk:

a. Mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan

b. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran

c. Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi di luar rencana (externalities).

3. Prinsip Monitoring dan Evaluasi

Hal yang paling mendasar dalam melakukan monitoring dan evaluasi adalah untuk mengetahui terlebih dahulu kegiatan dan obyek apa saja yang dapat dijadikan bahan atau sasaran.

Ada lima objek atau sasaran yang dapat dijadikan bahan monitoring dan evaluasi (Suharto, 2014):

a. Program: Program adalah seperangkat aktivitas atau kegiatan yang ditujukan untuk mencapai suatu perubahan tertentu terhadap kelompok sasaran tertentu.

b. Kebijakan: kebijakan adalah ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.

c. Organisasi: organisasi adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan perusahaan, kementerian pemerintahan atau lembaga swadaya masyarakat adalah beberapa contoh organisasi.

(55)

39

d. Produk atau Hasil: Produk adalah keluaran atau output yang dihasilkan dari suatu proses kegiatan tertentu.

Misalnya, buku atau pedoman pelatihan.

e. Individu: individu yang dimaksud dalam hal ini adalah orang atau manusia yang ada dalam suatu organisasi atau masyarakat. Umumnya monitoring dan evaluasi terhadap individu difokuskan kepada kemampuan atau performa yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam organisasi atau masyarakat.

H. Kendala dalam Pemberdayaan

Beberapa kendala dalam pemberdayaan menurut (Priyatna, 2012) adalah :

1. Fear, merupakan suatu ketakutan seseorang jika dihukum, tidak mendapatkan dukungan atau perlindungan yang dijanjikan, takut mengalami kegagalan dan takut kehilangan pekerjaan.

2. Role Clarity, merupakan ketakutan yang dirasakan dengan adanya perubahan akibat pemberdayaan itu sendiri dikarenakan kurang memiliki pemahaman untuk mengenal sistem yang baru.

3. Resistnace to change, merupakan ketakutan dengan adanya pemberdayaan yang dilakukan akan mengarah pada perubahan yang tidak diinginkan.

I. Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an 1. Pengertian Meningkatkan

(56)

40

Peningkatan asal kata dari tingkat yaitu lapis atau lapisan dari sesuatu yang kemudian membentuk susunan.

Tingkat dapat juga berarti pangkat, taraf dan kelas. Sedangkan untuk peningkatan berarti kemajuan menjadi lebih baik dari sebelumnya, secara umum peningkatan merupakan upaya untuk menambah derajat, tingkat, dan kualitas maupun kuantitas. Peningkatan juga diartikan penambahan keterampilan dan kemampuan agar menjadi lebih baik. Selain itu pencapaian dalam proses, ukuran, sifat, hubungan dan sebagainya.

Kata peningkatan biasanya digunakan untuk arti yang positif. Contoh peningkatan hasil belajar, peningkatan keterampilan menulis, peningkatan motivasi belajar.

peningkatan tersebut memiliki arti yaitu usaha untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Suatu upaya untuk tercapainya peningkatan biasanya diperlukan perencanaan dan eksekusi yang baik. Perencanaan dan eksekusi ini harus saling berhubungan dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditentukan.

Kata peningkatan juga dapat menggambarkan perubahan dari suatu keadaan atau sifat yang negatif berubah menjadi positif. Sedangkan yang dihasilkan dari sebuah peningkatan yaitu dapat berupa kuantitas dan kualitas.

Kuantitas adalah jumlah hasil dari sebuah proses. Sedangkan kualitas menggambarkan nilai dari suatu objek karena terjadinya proses yang memiliki tujuan yang berupa peningkatan. Hasil dari suatu peningkatan dapat ditandai

(57)

41

dengan tercapainya tujuan pada suatu titik tertentu. Dimana saat suatu usaha atau proses telah sampai pada titik tersebut maka akan timbul perasaan puas dan bangga atas pencapaian yang telah diharapkan.

Menurut (Kurniawan, 2001) dalam kamus bahasanya istilah peningkatan berasal dari kata tingkat yang berarti berlapis-lapis dari sesuatu yang tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk susunan yang ideal. Sedangkan peningkatan adalah kemajuan dari seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Peningkatan adalah proses, cara, perbuatan untuk menaikkan sesuatu untuk usaha kegiatan dalam memajukan ke arah yang lebih baik lagi daripada sebelumnya (FIP-UPI, 2007).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh pendidik atau pekerja sosial untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan proses pembelajaran sehingga dapat lebih mudah mempelajarinya. Pembelajaran dikatakan meningkat apabila terdapat perubahan dalam proses pembelajaran.

2. Kemampuan Membaca Al-Qur’an

Kemampuan adalah kesanggupan untuk mengingat, artinya dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada masyarakat berarti ada suatu indikasi bahwa masyarakat tersebut mampu untuk menyimpan dan menampilkan kembali dari sesuatu yang diamatinya (Ahmadi, 1998).

Kemampuan memiliki unsur yaitu skill (keterampilan).

keterampilan adalah salah satu unsur dari kemampuan yang

(58)

42

dapat dipelajari pada unsur penerapannya. Suatu keterampilan merupakan keahlian yang bermanfaat untuk jangka panjang (Nurdin, 2004).

Keterampilan membaca pada umumnya diperoleh dengan cara mempelajarinya di sekolah sebagai pendidikan formal walaupun faktor-faktor pendukung khususnya kemampuan membaca Al-Qur’an berawal dari Pendidikan non formal maupun informal. Keterampilan membaca ini merupakan suatu keterampilan yang sangat unik serta berperan penting bagi perkembangan pengetahuan, dan sebagai alat komunikasi bagi kehidupan manusia. Seseorang akan memperoleh informasi, ilmu pengetahuan serta pengalaman- pengalaman baru dengan cara membaca. Orang yang mampu mempertinggi daya pikirannya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya biasanya diperoleh melalui bacaan yang mereka baca. Dalam hal ini penulis berpendapat sumber bacaan terdahsyat adalah Al-Qur’an.

Pendapat Hodgson dalam Henry Guntur Tarigan (Tarigan, 1984), membaca adalah sebuah proses untuk memperoleh pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Proses membaca ini menuntut supaya kelompok dari kata-kata yang merupakan bagian dari suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas ketika membaca dan supaya makna dari kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Jika proses tersebut tidak terpenuhi, maka isi pesan yang tersurat dan tersirat tidak

(59)

43

akan tertangkap atau dipahami dan proses membaca itu tidak berjalan dengan baik.

Berdasarkan firman Allah Swt, membaca Al-Qur’an merupakan kewajiban, karena Allah SWT yang memerintahkan. Wahyu yang pertama turun adalah perintah membaca. Allah SWT berfirman:

ْأَرْقِا ِمْساِب َكِ بَر ْيِذَّلا َقَلَخ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,” (QS. Al-Alaq: 1) (Departemen Agama RI, 2015).

Wahyu pertama yang disampaikan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.melalui perantara malaikat Jibril adalah perintah membaca karena dengan membaca, Allah Swt.

mengajarkan tentang ilmu pengetahuan. Negara-negara maju berawal dari semangat membaca. Membaca di sini menurut penulis adalah membaca ayat-ayat kauniah (Al-Qur’an) dan membaca ayat-ayat kauniyah (alam semesta).

Di ayat lain Allah Swt. berfirman:

لْتا َي ِحو أ اَم َكْيَلِإ َنِم ِباَتِكْلا ِمِقَأ َو َة َلََّصلا َّنِإ ۖ

َة َلََّصلا ىَهْنَت

ِنَع ِءاَشْحَفْلا ِرَكْن مْلا َو

رْكِذَل َو ۗ َِّاللّ

رَبْكَأ َّاللّ َو ۗ مَلْعَي اَم َنو عَنْصَت

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah

Referensi

Dokumen terkait

ermainan akan menstimulasi daya piker, imajinasi, fantasinya untuk  men$iptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya. ada saat melakukan permainan, anak juga

Tinjauan aliran daya pada saat sistem keadaan normal adalah pada saat beban 400,824 MW dan seluruh pembangkit yang ada beroperasi (terkecuali generator DG T2 yang sudah

Hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2013 lalu menunjukkan bahwa media sosial twitter merupakan media sosial

Kami berhasil mengangkat bahan-bahan nekrotik terutama pada ulkus yang besar dan memasang dressing luka antibakteri dilapisi hidrogel (Cutimed ® Sorbact ®

Leukemia mieloid kronik (LMK) adalah penyakit sel induk ( stem cell ) hematopoetik yang ditandai oleh adanya leukositosis yang disertai imaturitas seri granulosit,

Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih dan jamur kuping terbaik pada perlakuan B 4 (berat substrat 2,5 kg) dengan hasil bobot

Kondisi kesehatan hutan yang sehat dapat diperoleh dari tegakan pohon yang sehat di dalamnya, maka pengelolaan lahan garapan KTH Lestari Jaya 8 harus

Buku yang berjudul Carita Orang Basudara adalah buku pertama yang ditulis setelah 15 tahun konflik horizontal Maluku (1999-2014), yang mana para penulisnya adalah para aktor baik