• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Saus Cabai

Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan digunakan sebagai penyedap makanan (SNI 01-2976-1992).

Tingkat keawetan saus cabai sangat ditentukan oleh proses pengolahan yang diterapkan dan jumlah bahan pengawet yang digunakan. Jika proses pengolahan (terutama pemasakan) dilakukan secara benar, dengan sendirinya produk menjadi awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebih (Astawan, 2007).

2.1.1. Bahan Saus Cabai

Bahan yang digunakan antara lain cabai merah besar, bawang putih, gula pasir, garam, minyak wijen, kecap inggris, air, asam cuka dan bahan pengawet (Suyanti, 2007).

2.1.2. Proses Pembuatan Saus Cabai

Siapkan bahan-bahan yang digunakan (cabai merah besar, bawang putih, gula pasir, garam, minyak wijen, kecap inggris, air, asam cuka dan bahan pengawet). Kemudian kukus cabai dan bawang putih selama kurang lebih 20 menit. Setelah dingin, blender bahan-bahan yang dikukus hingga menjadi bubur.

Untuk memudahkan penghancuran tambahkan sedikit air. Tuang bubur cabai ke

(2)

dalam panci lalu masak di atas api sedang hingga adonan saus mengental.

Tambahkan garam, gula pasir, minyak wijen dan kecap inggris ke dalam adonan saus cabai. Setelah adonan saus masak tambahkan cuka. Kemudian diaduk hingga rata (Suyanti, 2007).

2.2. Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (PerMenKes No.772, 1988).

2.2.1. Tujuan Bahan Tambahan Makanan

Menurut Cahyadi (2008), tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah:

i. Meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan.

ii. Membuat makanan lebih mudah dihidangkan.

iii. Membuat makanan tampak lebih berkualitas.

2.2.2. Jenis Bahan Tambahan Makanan

Jenis bahan tambahan makanan dilihat dari sumbernya dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu bahan tambahan makanan alami yang umumnya diperoleh dari

(3)

sumber-sumber bahan alam dan bahan tambahan makanan sintetis yang umumnya diproduksi secara sintetis kimiawi (Wijaya, 2009).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/PerMenkes/1988 tentang bahan tambahan makanan, bahan tambahan makanan yang diizinkan digunakan pada makanan terdiri dari:

i. Antioksidan, adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi.

ii. Antikempal, adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah menggempalnya makanan yang berupa serbuk.

iii. Pengatur keasaman, adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan.

iv. Pemanis buatan, adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.

v. Pemutih dan pematang tepung, adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung, sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

vi. Pengemulsi, pemantap dan pengental, adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.

vii. Pengawet, adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme.

(4)

viii. Pengeras, adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.

ix. Pewarna, adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

x. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan aroma.

xi. Sekuestran, adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan.

2.3. Bahan Pengawet

2.3.1. Definisi Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan mikroorganisme (PerMenKes No.772, 1988).

Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garam. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang (Cahyadi, 2008).

2.3.2. Jenis Bahan Pengawet 2.3.2.1. Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada anorganik karena lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet

(5)

dalam minuman ialah asam sorbat, paraben, asam benzoat dan asam asetat (Winarno, 1992).

2.3.2.2. Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang sering dipakai adalah sulfit, nitrat, dan nitrit.

Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam natrium atau kalium sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah 3. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan pertumbuhan mikroba (Winarno, 1992).

2.4. Asam Benzoat

Asam benzoat, merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada makanan atau minuman. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Benzoat efektif pada pH 2,5-4,0.

Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunakan dalam bentuk garam natrium benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk aktif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi (Winarno, 1992).

Di dalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga cukup aman untuk dikonsumsi. Asam benzoat mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia. Hal ini disebabkan oleh hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien.

Pengeluaran benzoat antara 66-95% jika benzoat dikonsumsi dalam jumlah besar (Yuliarti, 2007).

(6)

Keasaman dari substrat ke dalam mana asam benzoat ditambahkan mempengaruhi kefektifan dari zat pengawet kimia. Asam benzoat kurang efektif dalam suatu bahan pangan yang mempunyai pH 7,0 dibandingkan dengan bahan pangan yang asam yang mempunyai pH mendekati 3,0 (Desrosier, 1988).

2.4.1. Struktur Kimia dan Sifat – Sifat Asam Benzoat

Rumus bangun : COOH

Nama kimia : asam benzoat, benzoic acid, bensol carboxylic, asam carboxybenzene

Rumus empiris : C7H6O2

Berat molekul : 122,12

Pemerian : Asam benzoat berbentuk hablur bentuk jarum atau sisik, putih, sedikit berbau, biasanya bau benzaldehida atau benzoin. Agak mudah menguap pada suhu hangat.

Mudah menguap dalam uap air.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter (Ditjen POM, 1995).

(7)

2.4.2. Efek Asam Benzoat Terhadap Manusia

Bagi penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah berlebih akan mengiritasi lambung (WHO, 2000).

Sampai saat ini asam benzoat tidak mempunyai efek teratogenetik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut dan juga tidak mempunyai efek karsiogenik (Yuliarti, 2007).

2.5. Penetapan Kadar Asam Benzoat Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Salah satu cara untuk mengetahui kadar asam benzoat adalah dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam satu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan, dan industri-industri makanan maupun minuman (Rohman, 2007).

2.5.1. Kelebihan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. Kromatografi cair kinerja tinggi termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan atau padatan (Johnson, 1991).

(8)

Menurut Synder (1979), banyak kelebihan metode kromatografi cair kinerja tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Beberapa kelebihan kromatografi cair kinerja tinggi antara lain:

i. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran.

ii. Mudah melaksanakannya.

iii. Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi.

iv. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis.

v. Resolusi yang baik.

vi. Dapat digunakan bermacam-macam detektor.

vii. Kolom dapat dipergunakan kembali.

2.5.2. Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Menurut Rohman (2007), instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada dasarnya terdiri atas enam komponen pokok yaitu:

i. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak yang digunakan harus bersih. Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.

ii. Pompa

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, konstan dan bebas dari gangguan.

(9)

iii. Injektor

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik.

iv. Kolom

Kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi merupakan bagian yang sangat penting, sebab pemisahan komponen-komponen sampel terjadi di dalam kolom. Oleh sebab itu yang harus diperhatikan dengan seksama adalah pemilihan kolom yang sesuai, pemeliharaan kolom dan uji terhadap spesifikasi kolom (walaupun kolom tersebut merupakan kolom yang siap pakai).

v. Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis kuantitatif).

Detektor yang baik adalah detektor dengan sensitifitas tinggi, gangguan yang rendah dan memberi respon untuk semua senyawa.

vi. Recorder

Hasil dari pemisahan kromatografi biasanya ditampilkan dalam bentuk kromatogram pada recorder. Bagan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 24.

Referensi

Dokumen terkait

722 Tahun 1988, bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai

Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai

Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai

Zat tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, dan biasanya merupakan unsur khas makanan mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,

Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai

Menurut Cahyadi (2006), bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai