RENSTRA BBPOM DI BANDA ACEH 2020-2024 i
RENSTRA BBPOM DI BANDA ACEH 2020-2024 iii
RENSTRA BBPOM DI BANDA ACEH 2020-2024 v KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Rencana Strategis (Renstra) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh Tahun 2020 – 2024 dapat terselesaikan. Rencana strategis (Renstra) merupakan dokumen yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Renstra adalah dokumen perencanaan yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi kebijakan, program dan kegiatan dari kementerian/lembaga dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Renstra merupakan bagian dari Perencanaan Nasional, sinkronisasi antara Renstra dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) diperlukan untuk mendukung pencapaian program - program prioritas pemerintah.
Badan POM telah menetapkan 6 (enam) arah kebijakan dan 8 (delapan) strategi yang akan dilaksanakan pada tahun 2020-2024.
Balai Besar POM di Banda Aceh telah menetapkan program dan kegiatan yang mengacu pada arah kebijakan dan strategi Badan POM dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan di Provinsi Aceh.
Renstra Balai Besar POM di Banda Aceh berisi visi, misi, dan tujuan strategis serta program yang merupakan instrumen kebijakan yang berisikan satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai Besar POM di Banda Aceh untuk mencapai sasaran dan tujuannya.
Di dalam Renstra ini telah dirumuskan tujuan, program dan kegiatan Balai Besar POM di Banda Aceh yang dilakukan pada periode 2020 –
2024 dalam pelaksanaan pembangunan di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Target kinerja dan output telah ditetapkan oleh Balai Besar POM di Banda Aceh. Target kinerja tersebut merupakan komitmen kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh kepada Pemerintah dan akan menjadi kewajiban bersama seluruh jajaran Balai Besar POM di Banda Aceh untuk dapat mencapainya. Oleh karena itu, dokumen renstra ini wajib menjadi acuan pada saat menyusun kegiatan tahunan selama periode 2020 – 2024.
Banda Aceh, 04 Juni 2020 Kepala Balai Besar POM di Banda Aceh
Drs. Zulkifli, Apt
RENSTRA BBPOM DI BANDA ACEH 2020-2024 vii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Kondisi Umum ... 7
1.2. Potensi dan Permasalahan ... 25
BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN 2.1. Visi ... 34
2.2. Misi ... 35
2.3. Budaya Organisasi ... 41
2.4. Tujuan ... 43
2.5. Sasaran Strategis ... 45
BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGIS, KERANGKA REGULASI, DAN KERANGKA KELEMBAGAAN 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi BPOM ... 61
3.2. Arah Kebijakan dan Strategi BBPOM di Banda Aceh ... 75
3.3. Kerangka Regulasi ... 77
3.4. Kerangka Kelembagaan ... 79
BAB IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
4.1. Target Kinerja ... 83
4.2. Kerangka Pendanaan ... 89
BAB V. PENUTUP DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Struktur Organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh ... 11
Gambar 1.2 Profil Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 14
Gambar 1.3 Profil Pegawai Berdasarkan Bidang Tugas Dan Jenis Pendidikan ... 15
Gambar 1.3 Grafik Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Banda Aceh 2020- 2024 Berdasarkan Analisis Beban Kerja ... 15
Gambar 1.4 Peta Provinsi Aceh ... 24
Gambar 2.2 Tiga Pilar Pengamanan Obat dan Makanan ... 36
Gambar 2.3 Penta Helix Pengawasan Obat dan Makanan ... 37
Gambar 2.4 Peta Strategi Level II BPOM RI ... 45
Gambar 3.1 Kebijakan BPOM 2020-2024 ... 62
Gambar 3.2 Strategi BPOM 2020-2024 ... 63
Gambar 3.3 Roadmap Strategi BPOM 2020-2024 ... 72
RENSTRA BBPOM DI BANDA ACEH 2020-2024 ix DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel 1.1 Profil Pegawai Berdasarkan Pendidikan
Balai Besar POM di Banda Aceh per Maret Tahun 2020 ... 14 Tabel 1.2 Capaian Kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh
Tahun 2015-2017 ... 17 Tabel 1.3. Capaian Kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh Tahun 2018- 2019 ... 18 Tabel 1.4. Analisis SWOT ... 32 Tabel 4.1. Matriks Kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh 2020-2024 83 Tabel 4.1. Kerangka Pendanaan Balai Besar POM di Banda Aceh 2020-
2024 ... 89
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Matriks Kinerja dan Pendanaan BBPOM di Banda Aceh Tahun 2020-2024 ... 96 Lampiran 2. Kerangka Regulasi BBPOM di Banda Aceh
Tahun 2020-2024 ... 106
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Kondisi Umum
Sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 yang merupakan periode keempat dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, fokus pembangunan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan pada terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM yang berkualitas dan berdaya saing.
Dalam dokumen RPJMN 2020-2024 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2020, disebutkan bahwa sistem pengawasan Obat dan Makanan belum optimal. Upaya optimalisasi pengawasan obat dan makanan dilakukan melalui pembangunan infrastruktur dan teknologi serta membangun jaringan pengawasan obat dan makanan secara internasional. Di sisi lain pengembangan laboratorium modern dan pengembangan SDM pengawasan obat dan makanan menitikberatkan pada manusia (pegawai) sehingga pegawai sebagai human capital akan sangat efektif dalam mendukung peningkatan daya saing produk obat dan makanan.
Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program prioritas pemerintah, Balai Besar POM di Banda Aceh sesuai kewenangan, tugas dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan untuk menjawab isu-isu strategis pengawasan Obat dan Makanan di Provinsi Aceh. Penyusunan Renstra Badan ini berpedoman pada Renstra Badan POM RI periode 2020-2024 dan perubahan lingkungan strategis pengawasan Obat dan Makanan.
1.1.1. Dasar Hukum
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika;
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;
3) UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
4) UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025;
5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
6) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
8) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika;
9) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
10) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan;
11) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal;
12) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN);
13) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi;
14) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan;
15) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan;
16) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika;
17) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 Tentang Prekursor;
18) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
19) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perijinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik;
20) Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design RB 2010-2025;
21) Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan;
22) Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
23) Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan;
24) Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik;
25) Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024
26) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
27) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2018 tentang Peningkatan Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Obat dan Makanan di Daerah;
28) Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
29) Peraturan BPOM Nomor 29 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
30) Peraturan BPOM 9 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis BPOM 2020-2024
1.1.2. Tugas dan Fungsi Balai Besar POM Di Banda Aceh
Tugas dan Fungsi Balai Besar POM di Banda Aceh yang terdapat pada Peraturan BPOM Nomor 29 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM, sebagaimana berikut:
Balai Besar POM di Banda Aceh mempunyai tugas melaksanakan kebijakan teknis operasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas Pengawasan Obat dan Makanan, Balai Besar POM di Banda Aceh menyelenggarakan fungsi:
1. penyusunan rencana dan program di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
2. pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas produksi Obat dan Makanan;
3. pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas distribusi Obat dan Makanan dan/atau sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian;
4. pelaksanaan sertifikasi produk dan sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan Makanan;
5. pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) Obat dan Makanan;
6. pelaksanaan pengujian rutin Obat dan Makanan pada wilayah kerja masing-masing;
7. pelaksanaan pengujian Obat dan Makanan dalam rangka investigasi dan/atau penyidikan pada wilayah kerja masing-masing 8. pelaksanaan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran
ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan pada wilayah kerja masing-masing;
9. pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
10. pelaksanaan koordinasi dan kerja sama di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
11. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasan Obat dan Makanan; dan
12. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
1.1.3. Struktur Organisasi Dan Sumber Daya 1.1.3.1. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh disusun berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Struktur organisasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1
BAGAN ORGANISASI UPT
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
1
KEPALA BBPOM
SUBBAGIAN PROGRAM DAN
EVALUASI
SUBBAGIAN UMUM BAGIAN
TATA USAHA
SEKSI INSPEKSI
SEKSI PENGUJIAN MIKROBIOLOGI
SEKSI PENGUJIAN KIMIA
BIDANG PEMERIKSAAN BIDANG
PENGUJIAN
BIDANG PENINDAKAN
BIDANG INFORMASI DAN
KOMUNIKASI KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKSI SERTIFIKASI
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Gambar 1.1 Struktur Organisasi Balai Besar POM di Banda Aceh Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, Balai Besar POM di Banda Aceh didukung struktur organisasi terdiri dari 5 bidang serta kelompok jabatan fungsional yang melaksanakan tugas sebagai berikut :
1) Bidang Pengujian, mempunyai tugas dan fungsi :
a. penyusunan rencana dan program di bidang pengujian kimia dan mikrobiologi obat dan makanan;
b. pelaksanaan pengujian kimia dan mikrobiologi obat dan makanan; dan
c. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengujian kimia dan mikrobiologi obat dan makanan.
Bidang Pengujian terdiri dari:
a. Seksi Pengujian Kimia mempunyai tugas melakukan pengujian kimia obat dan makanan.
b. Seksi Pengujian Mikrobiologi mempunyai tugas melakukan pengujian mikrobiologi obat dan makanan.
2) Bidang Pemeriksaan, mempunyai tugas dan fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program di bidang inspeksi dan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan Makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan pengambilan contoh (sampling) produk obat dan
makanan;
b. Pelaksanaan inspeksi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian;
c. Pelaksanaan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi produk obat dan makanan;
d. Pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) obat dan makanan ; dan
e. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang inspeksi dan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan Makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan pengambilan contoh (sampling) produk Obat dan Makanan.
Bidang Pemeriksaan terdiri dari:
a. Seksi Inspeksi mempunyai tugas melakukan inspeksi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan Makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta pengambilan contoh (sampling) produk Obat dan Makanan.
b. Seksi Sertifikasi mempunyai tugas melakukan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi dan produk Obat dan Makanan.
3) Bidang Penindakan, mempunyai tugas dan fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program di bidang intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
b. Pelaksanaan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan; dan;
c. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
4) Bidang Informasi dan Komunikasi, mempunyai tugas dan fungsi :
a. penyusunan rencana dan program di bidang pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
b. pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi dan pengaduan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
c. penyiapan koordinasi pelaksanaan kerjasama di bidang pengawasan Obat dan Makanan; dan
d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi dan pengaduan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan
5) Bagian Tata Usaha, mempunyai tugas dan fungsi : a. penyusunan rencana, program, dan anggaran;
b. pelaksanaan pengelolaan keuangan;
c. pengelolaan persuratan dan kearsipan;
d. pengelolaan penjaminan mutu dan tata laksana;
e. pelaksanan urusan kepegawaian;
f. pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi;
g. pelaksanaan urusan perlengkapan dan kerumahtanggaan;
dan
h. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kinerja.
Bagian Tata Usaha terdiri dari :
a. Subbagian Program dan Evaluasi mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana, program, anggaran, pengelolaan keuangan, penjaminan mutu, tata laksana, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kinerja.
b. Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan pengelolaan persuratan, kearsipan, kepegawaian, teknologi informasi komunikasi, perlengkapan, dan kerumahtangga.
1.1.3.2. Sumber Daya
A. Sumber Daya Manusia (Sdm)
Untuk mendukung tugas-tugas tersebut diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki Balai Besar POM di Banda Aceh sampai Maret tahun 2020 adalah sejumlah 71 orang. Berikut ini merupakan
profil pegawai berdasarkan jenis kelamin:
Gambar 1.2 Profil pegawai BBPOM di Banda Aceh berdasarkan Jenis Kelamin
Adapun profil pegawai Balai Besar POM di Banda Aceh berdasarkan bidang tugas dan jenis pendidikan dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1.1 Profil Pegawai Berdasarkan Pendidikan Balai Besar POM di Banda Aceh per Maret Tahun 2020
No Unit Kerja
Pendidikan
S3 S 2
Ap t
S1 Bio
S1 Lain
D3 Farm
D3 Lain
S M F
S M A K
S P K
SLT A Um um
SLTA Kejur
uan SLT
P Um um
SLTP Kejur
uan S D
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1
2 13 14 15 16 17
1 Kepala
Balai 1
2
Bagian TataUs aha
2 6 4 3 1 1
3
Bidang Pemerik saan
2 6 2 1 1
4
Bidang Penguji an
4 12 6 6 1 2
5
Bidang Peninda kan
4 3 1
7
Bidang Informa si dan Komuni kasi
1 1 1
Total 9 24 0 18 6 5 6 1
0 2 1 0 0 0
15
54
Profil pegawai berdasarkan Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
Jumlah pegawai sebanyak yang tertera pada tabel 1 diatas belum memadai untuk kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh dengan luas daerah 56.770, 81 Km2 dan jumlah Kabupaten 18 dan jumlah Kota 5 serta jumlah Kecamatan 284. Beberapa tenaga yang sangat dibutuhkan adalah dengan latar belakang pendidikan akuntansi, hukum, teknik elektro, kimia, biologi, elektro, farmasi, informasi teknologi dan apoteker untuk memenuhi kebutuhan di Balai Besar POM di Banda Aceh
Gambar 1.3 Profil pegawai BBPOM di Banda Aceh berdasarkan Jabatan Fungsional
Untuk mendukung tugas Balai Besar POM di Banda Aceh sesuai dengan peran dan fungsinya sangat diperlukan SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah kebutuhan SDM yang diperlukan oleh Balai Besar POM di Banda Aceh untuk tahun 2020 belum memadai. Hal tersebut tergambar pada gambar 1.4 berikut ini:
0 5 10 15
Eselon 2 Eselon 3 Eselon 4 Fungsional Umum PFM Muda PFM Pertama Analis Kepegawaian Ahli Pertama Analis Kepegawaian Pelaksana…
Arsiparis Pelaksana PFM Lanjutan PFM Pelaksana Lanjutan PFM Pelaksana PFM Terampil Penyelia PFM Penyelia PFM Madya Analis Pengelola BMN Pengelola BMN Pranata komputer terampil
0
5 6
13 12
13 1
1 2 1
2 2 2
3 3 1 1 1
Profil pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional
Gambar 1.4 Grafik Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Banda Aceh 2020-2024 Berdasarkan Analisis Beban Kerja
Akan terdapat kekurangan SDM di Balai Besar POM di Banda Aceh mulai tahun 2020 berturut turut sebesar 166, 168, 170, 171, dan 173 orang sampai tahun 2024 , kekurangan SDM tersebut dengan prediksi SDM yang tersedia pada Tahun 2020 adalah 74 orang. Beban kerja diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya mengikuti perkembangan dan tantangan pengawasan obat dan makanan sehingga masih dibutuhkan penambahan SDM.
B. Sarana Prasarana
Kantor BBPOM di Banda Aceh berdiri di atas tanah seluas 2.466m2 beralamat di Jl. Tgk. M. Daud Beureueh No. 110 Lampriet Banda Aceh, yang terdiri dari luas bangunan 3.169 m2. Kepemilikan tanah dengan luas 2.466 m2 sudah atas nama Balai Besar POM di Banda Aceh sesuai dengan Nomor. 01.01.02.4.02012 Tahun 2016. Di samping itu BBPOM di Banda Aceh juga memiliki sebidang tanah yang terletak di Jl. T. Nyak Arief, Simpang Peurada dengan luas 577 m2 dengan status kepemilikan Hak Pakai, yang diatasnya telah dibangun Rumah Dinas Kepala BBPOM di Banda Aceh. Secara umum pemenuhan terhadap kebutuhan sarana dan prasarana masih belum memadai. Pemenuhan sarana prasarana IT perlu ditingkatkan untuk memenuhi efektifitas pelayanan publik dan pelaporan ke Badan POM sebagai induk organisasi. Pengujian laboratorium merupakan tulang punggung pengawasan yang dilaksanakan oleh Balai Besar POM di Banda Aceh perlu terus ditingkatkan kapasitasnya agar mampu mengawal kebijakan pengawasan Obat dan Makanan. Namun saat ini
0 50 100 150 200 250
2020 2021 2022 2023 2024
234 234 234 234 234
74 73 71 69 68
1 2 2 1 2
166 168 170 171 173
Jumlah yang dibutuhkan SDM yang tersedia SDM Pensiun Pindah
Kekurangan SDM
kondisi gedung laboratorium tidak memadai untuk penambahan alat laboratorium sesuai dengan Pedoman Standar Minimum Laboratorium Tahun 2018.
1.1.4. Capaian Kinerja Balai Besar POM Di Banda Aceh
Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Badan POM. Predikat nilai capaian kinerja dikelompokkan dalam skala pengukuran ordinal sebagai berikut:
a. 100% s/d 125% : Memuaskan
b. 100% : Baik
c. 75% s/d <100% : Cukup d. < 70% : Kurang
e. >125% : Tidak dapat disimpulkan
Berdasarkan hasil evaluasi capaian kinerja atas pelaksanaan Renstra 2015-2019 pada tahun 2019 disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1.2. Capaian Kinerja BBPOM di Banda Aceh Tahun 2015-2017
IKU
2015 2016 2017
T R C T R C T R C
Sasaran Strategis I : Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Persentase obat
yang memenuhi syarat meningkat
97,0 99,0 102,07 97,5 107,90 110,62 98,0 99,50 101,49
Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat meningkat
78,0 97,30 111,91 79,0 99,20 125,52 80,0 81,10 102,30
Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat meningkat
90,0 95,90 106,61 91,0 147,20 161,81 92,0 99,00 107,64
Persentase
Suplemen Makanan yang memenuhi syarat meningkat
80,0 96,90 121,00 81,0 126,40 156,07 82,0 98,50 120,17
Tabel 1.3 Capaian Kinerja BBPOM di Banda Aceh Tahun 2018-2019
Sasaran Strategis
Indikat or
Target Kinerja Realisasi Kinerja Capaian Kinerja Keterangan
2018 2019 2018 2019 2018 2019
Sasaran Strategis I: Terwujudnya Obat dan Makanan yang aman dan bermutu di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
Indeks Pengawasan Obat dan Makanan di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
71,00 71,000 61,7 69,98 87% 99%
Indikator baru di 2018-2019
Persentase Obat yang Memenuhi Syarat
98,50% 98,50% 99,39% 97,95% 101% 97.95%
Perbedaan metodologi kriteria/kerangka sampling di Tahun 2019. Untuk indikator Persentase Obat
Tradisional yang Memenuhi Syarat
81,00% 73,00% 90,28% 82,78% 111% 82.78%
Persentase Makanan yang memenuhi syarat meningkat
88,0 62,20 70,64 88,5 78,90 89,19 89,0 86,60 97,30
Sasaran Strategis II : Meningkatnya kapasitas dan komitmen pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
Tingkat Kepuasan Masyarakat
87,1 6% 98%
88,94
% 98% 82,35% 4,03% 98% 87,35% 89,13%
Jumlah Provinsi dan Kabupaten/
Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan
Makanan 6 6 100% 10 10 100% 15 16 106,66%
Sasaran Strategis III : Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BADAN POM Nilai SAKIP BBPOM
di Banda Aceh dari
Badan POM 80 68,18 85% 80 67,66 84,5% 8080 69.1 86,37%
Persentase Kosmetik yang Memenuhi Syarat
93,00% 80,00% 99,65% 87,84% 107% 87.84%
Persentase Obat memenuhi syarat belum
memperhitungkan obat tradisional, suplemen kesehatan, dan Kosmetik Persentase
Suplemen Kesehatan yang Memenuhi Syarat
83,00% 87,00% 98,61% 96,40% 119% 96.40%
Persentase Makanan yang Memenuhi Syarat
89,50% 71,00% 84,82% 44,46% 95% 44.46%
Sasaran Strategis II : Meningkatnya kepatuhan pelaku usaha dan kesadaran masyarakat terhadap keamanan, manfaat dan mutu Obat dan Makanan dii wilayah kerja BBADAN POM di Banda Aceh Indeks kepatuhan
(compliance index) pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan di masing- masing wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
60 61 59,13 80,38 99% 132%
Indikator baru di 2018 dan 2019
Indeks kesadaran masyarakat (awareness index) terhadap Obat dan Makanan aman di masing-masing wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
0 66 - 69,04 - 105%
Indikator dilakukan pengukuran di tahun 2016 dan
2019
Sasaran Strategis III : Meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap Obat dan Makanan aman di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
Indeks pengetahuan masyarakat
terhadap Obat dan Makanan aman di masing-masing wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
65,09 65,09 62,2 73,76 96% 113%
Indikator baru di 2018-2019, dan tidak dipakai lagi
di Renstra 2020- 2024
Sasaran Strategis IV : Meningkatnya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
Persentase sarana produksi Obat dan Makanan yang memenuhi ketentuan
60% 61% 13,63% 27.46% 23% 27.46%
Persentase sarana distribusi Obat yang memenuhi
ketentuan
43% 45% 42,28% 38.01% 98% 84,45%
Persentase
keputusan penilaian sertifikasi yang diselesaikan tepat waktu
85% 90% 91,66% 100% 108% 100%
Rasio tindak lanjut hasil pengawasan Obat dan makanan yang dilaksanakan di masing-masing wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
40% 50% 25,36% 28,57% 63% 28.57%
Indikator baru di 2018-2019
Persentase pemenuhan pengujian sesuai standar
- 100% - 100% - 100%
Sasaran Strategis V: Menguatnya penegakan hukum di bidang Obat dan Makanan di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
Persentase perkara yang diselesaikan hingga tahap II di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
50% 50% 110% 69.23% 220% 69.23%
Sasaran Strategis VI : Terwujudnya RB BBPOM di Banda Aceh sesuai roadmap RB BADAN POM 2015 - 2019
Nilai AKIP BBPOM
di Banda Aceh 78 81 70,72 75,39 91% 93,07%
Dari Tabel 1.2 dan 1.3 di atas, capaian kinerja BPOM disajikan dalam 2 matriks, yaitu capaian kinerja Tahun 2015-2017 yang merupakan
periode Renstra sebelum dilakukan restrukturisasi dan Tahun 2018- 2019 yang merupakan periode Renstra dengan struktur organisasi dan tatakerja baru.
1) Capaian Kinerja Tahun 2015-2017:
a) Pada sasaran strategis I: Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan, berdasarkan tools pengukuran capaian indikator yang digunakan oleh BPOM, capaian indikator Persentase Obat yang memenuhi syarat meningkat, Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat meningkat, Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat meningkat, dan Persentase Suplemen Makanan yang memenuhi syarat meningkat melebihi 100% dengan kriteria memuaskan. Hal ini disebabkan oleh penetapan kriteria produk yang memenuhi syarat hanya berdasarkan hasil pengujian, tidak mempertimbangkan aspek legalitas produk, kedaluarsa, rusak dan aspek pemenuhan ketentuan penandaan. Oleh karena itu, Balai Besar POM di Banda Aceh sudah menyampaikan pada Badan POm Ri agar dilakukan perbaikan kerangka sampling (tidak hanya targeted namun juga dilakukan secara random) agar lebih representatif menggambarkan kondisi peredaran obat dan makanan di masyarakat. Disamping itu, juga perlu dilakukan perbaikan kriteria obat dan makanan yang memenuhi syarat dengan mempertimbangkan aspek keamanan/mutu yang lain (NIE, rusak/kadaluarsa, label/penandaan), tidak hanya ditentukan dari hasil pengujian laboratorium.
Sementara itu, Indikator “Persentase Makanan memenuhi syarat” tidak mencapai target karena hasil pengujian produk AMDK, PIRT dan PJAS sebagian besar tidak memenuhi syarat sehingga perlu peningkatan pendampingan terhadap pelaku usaha untuk menghasilan produk yang terjamin mutu dan keamanannya.
Pada Sasaran Strategis II : Meningkatnya kapasitas dan komitmen pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat, yaitu terdiri dari tingkat kepuasan masyarakat dan Jumlah Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan, dimana kedua indikator memperoleh nilai “CUKUP”. Demikian juga untuk Sasaran Strategis III:
Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BADAN POM yang
didapatkan dari capaian Nilai SAKIP BBPOM di Banda Aceh dari Badan POM selama 2015-2017 memperoleh kategori nilai ”CUKUP”
2) Capaian Kinerja Tahun 2018-2019
Sebagai tindak lanjut restrukturisasi organisasi BPOM mengacu Perpres Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM serta Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPOM, dilakukan revisi Renstra BPOM mengacu perubahan Organisasi dan Tata Kerja (OTK) tersebut guna menjaga keselarasan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di lingkungan BPOM. Pada Tahun 2018 ditambahkan tiga indikator baru yaitu Indikator Tingkat Kepuasan Masyarakat, Jumlah Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan, Nilai SAKIP.
1) Sasaran Strategis I “Terwujudnya Obat dan Makanan yang aman dan bermutu”:
Secara umum, capaian indikator kinerja untuk sasaran strategis I di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh mengalami penurunan karena terdapat perubahan pada metode sampling dan penetapan kriteria memenuhi syarat.
2) Sasaran strategis II “Meningkatnya kepatuhan pelaku usaha dan kesadaran masyarakat terhadap keamanan, manfaat dan mutu Obat dan Makanan” terdiri dari:
a) Nilai indeks kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan Balai Besar POM di Banda Aceh yaitu untuk tahun 2019 (berdasarkan IKPU 2017) adalah 59.13%. Jika dibandingkan dengan IKPU Nasional yaitu 65.25%, maka nilai IKPU Balai Besar POM di Banda Aceh berada 6.12% dibawah IKPU Nasional dan 0.87% dari target tahun 2019 (60%). Dan jika dibandingkan dengan target akhir Renstra yaitu target tahun 2019 (61%), maka realisasi tahun 2019 harus meningkat sebesar 1.87% untuk mencapainya. Untuk itu diperlukan upaya-upaya peningkatan terus-menerus oleh Balai Besar POM di Banda Aceh yaitu:
1. Intensifikasi penyampaian informasi terkait peraturan- peraturan yang berlaku serta mekanisme sanksi atas
ketidakpatuhan pelaku usaha terhadap peraturan dan tata cara produksi /distribusi Obat dan Makanan,
2. Pendampingan terhadap Pelaku usaha dalam rangka pemenuhan standard serta tata cara registrasi menuju produk dengan registrasi MD.
b) Indeks kesadaran masyarakat (awareness index) terhadap Obat dan Makanan aman di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh
Capaian Balai Besar POM di Banda Aceh untuk indikator ini (98,56%) jika dibandingkan dengan Balai Besar POM di Serang, Denpasar dan Samarinda, tidak terlalu jauh berbeda, realisasi telah melebihi target yang ditetapkan, namun akan terus dilakukan peningkatan utamanya dengan peningkatan jumlah Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat.
3) Sasaran strategis III ”Meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap Obat dan Makanan aman” di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh terdiri dari :
a) Capaian Indeks pengetahuan masyarakat terhadap Obat dan Makanan aman di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh adalah 113,32% (memuaskan) didukung oleh indikator kinerja pendukung yaitu Jumlah Kerjasama yang diimplementasikan, Jumlah Pasar yang diintervensi, Jumlah Desa yang diintervensi Keamanan Pangan, Jumlah Komunitas yang mendapatkan Sosialisasi Keamanan Pangan Persentase Laporan Keracunan Pangan yang ditindaklanjuti yang semuanya memperoleh capaian memuaskan.
4) Sasaran strategis 4 “Meningkatnya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko” di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh terdiri dari:
a) indikator Persentase pemenuhan pengujian sesuai standar dimana target yang ditetapkan pada tahun 2019 adalah sebanyak 2.700 sampel, sedangkan jumlah sampel yang disampling dan diuji sebanyak 2.735 sampel. Dengan demikian pencapaiannya sebesar 101,30%. BBPOM di Banda Aceh masih perlu terus meningkatkan kompetensi personel melalui pelatihan terstruktur serta kredibilitas laboratoium antara lain dengan berpartisipasi dalam uji
kolaborasi dan uji profisiensi.
b) Persentase sarana produksi Obat dan Makanan yang memenuhi ketentuan di wilayah kerja BBPOM di Banda Aceh dibandingkan dengan target sarana yaitu 15 sarana MK dari 62 sarana sebesar 24,19%, sedangkan persentase target sarana MK pada tahun 2019 sebanyak 61%. Dengan demikian persentase capaian sarana MK dibandingkan target hanya sebesar 39,66%. Masih banyaknya sarana produksi yang TMK dikarenakan pemeriksaan sarana produksi diutamakan pada sarana – sarana produksi yang baru dan sarana yang belum pernah diperiksa pada tahun – tahun sebelumnya dikarenakan banyaknya jumlah sarana produksi yang tersebar di wilayah Aceh dan belum dilakukan pembinaan oleh BBPOM di Banda Aceh.
c) Persentase sarana distribusi Obat dan Makanan yang memenuhi ketentuan pada tahun 2019 menurun sebesar 5% dari tahun 2018 yaitu 42.29% sarana yang memenuhi ketentuan. Hal ini dikarenakan BBPOM di Banda Aceh selalu mengutamakan pemeriksaan pada sarana distribusi dan sarana pelayanan kefarmasian yang belum pernah diperiksa sebelumnya dan sarana baru.
d) Rasio tindaklanjut yang diharapkan masih jauh dari yang diharapkan yaitu target yang diharapkan 50%, sedangkanrekomendasi yang ditindaklanjuti hasilnya hanya 120 (28,57%) dari 420 rekomendasi hasil pengawasan yang di kirimkan BBPOM di Banda Aceh kepada pelaku usaha dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dari hasil koordinasi dengan lintas sekor selama ini diketahui bahwa rendahnya tindaklanjut oleh pemerintah daerah disebabkan keterbatasan anggaran dalam melakukan pengawasan obat dan makanan serta kurangnya SDM yang memiliki kompetensi dalam melakukan pengawasan terkait rekomendasi yang dikirimkan. Dari 48 surat keputusan yang dikeluarkan oleh BBPOM di Banda Aceh, sebanyak 95.83 Pelaksanaan penerbitan keputusan periode tahun 2019 berjumlah 48% yang diselesaikan tepat waktu.
5) Sasaran Strategis V yaitu “Menguatnya penegakan hukum di bidang Obat dan Makanan” di wilayah kerja BBPOM di Banda
Aceh terdiri dari:
a) Indikator persentase perkara yang diselesaikan hingga tahap II dengan target 50% pada akhir 2019
Capaian jumlah perkara dibidang obat dan makanan terhadap target tahun 2019 maka capaiannya adalah 118,2% (capaian 13 perkara dibandingkan 11 perkara). Capaian tahun 2019 meningkat bila dibandingkan tahun 2018 dengan selisih 2 perkara. Keberhasilan pencapaian target ini didukung oleh SDM yang kompeten, solidnya kerjasama tim dalam melakukan serangkaian kegiatan, mulai dari pengumpulan bahan keterangan sampai dilakukannya penindakan, serta kerjasama yang sinergis dan koordinasi yang baik dengan Criminal Justice System terutama Kejaksaan dan Kepolisian.
6) Sasaran strategis 6: Terwujudnya RB BB/BPOM sesuai roadmap RB BPOM 2015 – 2019, terdiri dari indicator :
a) Nilai AKIP BBPOM di Banda Aceh dengan target 81 pada akhir 2019. Pada tahun 2019, pencapaian indikator Nilai AKIP BBPOM di Banda Aceh adalah cukup, dengan nilai pencapaian indikator sebesar 93,07%. Realisasi Nilai AKIP dari Badan POM untuk tahun 2019 adalah 75,39, terdapat peningkatan nilai bila dibandingkan tahun 2018 sebesar 4,67 poin. Capaian indikator nilai AKIP belum mencapai 100%
karena data yang belum sinkron dan penyampaian capaian kinerja yang belum mengambarkan keseluruhan proses kegiatan.
1.1.5. Data Wilayah Kerja a. Luas Wilayah Kerja
Wilayah Kerja Balai Besar POM di Banda Aceh adalah di Provinsi Aceh terletak antara 01O58’ 37,2” –06O 04’ 33,6” LU dan 94O0 57’ 57,6” –98O 17’ 13,2” BT dengan ketinggian rata- rata 125 meter di atas permukaan laut. Batas wilayah: Utara dan Timur berbatasan dengan Selat Malaka, Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Barat dengan Samudera Indonesia.
4 Meulaboh
Calang
Blangpidie Jantho
Tapak Tuan
Singkil Karang Baru Takengon
Kutacane Idi Rayeuk Lhoksukon
Simp Tiga Redolong Bireuen
Blang Kejeren Suka Makmue
Sigli
Meureudu
Sinabang Banda Aceh
Langsa Lhokseumawe
Subulussalam Sabang
Wilayah Kerja
1. Kab Aceh Tengah 2. Kab Benar Meriah 3. Kab Gayo Lues 4. Kab A.Tenggara
1. Kab.A Selatan 2. Kab. A Singkil 3. Kota Subulussalam
Gambar 1.5 Peta Provinsi Aceh
Pemerintahan di Provinsi Aceh dibagi kedalam 18 wilayah Kabupaten dan 5 wilayah kota (23 Kabupaten/Kota) dengan luas wilayah 56.770,81 km². Seiring dengan perkembangan organisasi, untuk meningkatkan efektifitas pengawasan Obat dan Makanan di Provinsi Aceh, maka dibentuklah 2 (dua) LOKA POM berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan dimana Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disingkat UPT Badan POM adalah satuan kerja yang bersifat mandiri yang melaksanakan tugas teknis operasional tertentu dan/atau tugas teknis penunjang tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.
Dengan terbentuknya 2 (dua) LOKA POM tersebut, sehingga luas cakupan wilayah kerja Balai Besar POM di Banda Aceh menjadi berkurang menjadi 34.843,91 km². Luas cakupan pengawasan Balai Besar POM di Banda Aceh menjadi 11 Kabupaten dan 5 Kota ( 16 Kab/Kota).
1.2. Potensi Dan Permasalahan
Identifikasi potensi dan permasalahan Balai Besar POM di Banda Aceh dilakukan untuk menganalisis permasalahan, tantangan, peluang, kelemahan dan potensi yang akan dihadapi Balai Besar POM di Banda Aceh dalam rangka melaksanakan penugasan RPJMN 2020-2024.
Identifikasi permasalahan tersebut meliputi faktor internal dan eksternal sebagai bahan rumusan dalam perencanaan tahun 2020-2024.
Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh perlu dilakukan analisis yang menyeluruh dan
terpadu terhadap faktor lingkungan termasuk isu-isu strategis yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan dan sasaran kinerja. Isu strategis yang dihadapi Balai Besar POM di Banda Aceh adalah:
1.2.1. Isu Internal
1.2.1.1. Penguatan Regulasi Pengawasan Obat dan Makanan
Pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang sudah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tersebut.
Pengawasan pangan olahan dilaksanakan berdasarkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan; dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan. Sebagai pelaksanaan teknis pengawasan Obat dan Makanan telah ditetapkan berbagai Peraturan Kepala Badan/Peraturan Badan sejak tahun 2001.
Adanya berbagai tantangan yang dihadapi memerlukan adanya payung hukum yang kuat dalam bentuk Rancangan Undang Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan. Tantangan tersebut antara lain globalisasi, pertumbuhan usaha dan teknologi, perdagangan daring (e- commerce), revolusi industry 4.0, kemandirian dan daya saing industri serta maraknya produk obat dan makanan illegal yang harus dihadapi.
RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan sudah masuk dalam program legislasi nasional tahun 2018/2019. DPR telah menyampaikan RUU POM tersebut kepada Presiden dan pemerintah telah menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tersebut dan telah disampaikan kepada DPR. RUU tersebut kemudian masuk dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020-2024 dan Program Legislasi Nasional Prioritas Tahunan Tahun 2020.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan sudah dalam proses revisi/pencabutan dimana BPOM sebagai inisiator yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 2017 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah. RPP tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan tersebut telah selesai dibahas antar kementerian (PAK) dan harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM
serta telah diajukan proses paraf oleh Menteri Sekretaris Negara dan saat ini masih berproses di Sekretariat Negara dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia. Selain itu juga dalam proses revisi Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Pemerintah sedang menyiapkan RUU Omnibus Law yang menjadi RUU Cipta Kerja dimana Badan POM masuk dalam klaster yaitu penyederhanaan perizinan berusaha sub sektor Kesehatan Obat dan Makanan, kemudahan, dan pengenaan sanksi. Undang Undang yang terkait yang masuk dalam RUU Cipta Kerja yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perijinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik telah ditetapkan Peraturan Badan POM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Obat dan Makanan dan Peraturan Badan POM Nomor 27 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Publik di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Untuk integrasi Perizinan dengan BKPM telah ditetapkan Peraturan Badan Nomor 5 Tahun 2020 tentang Integrasi Pelayanan Perizinan Berusaha secara Elektronik Sektor Obat dan Makanan.
Sesuai dengan Surat Edaran dari Menteri Sekretariat Negara Nomor B-1287/M.Sesneg/D-1/HK.05.02/11/2019 tanggal 20 November 2019 tentang Tindak Lanjut Kebijakan Presiden mengenai Pembentukan Peraturan Menteri/Peraturan Kepala Badan/Peraturan Badan.
Menindaklanjuti Surat Edaran tersebut, BPOM termasuk dalam hal ini unit kerja Balai Besar POM di Banda Aceh akan melakukan simplifikasi regulasi dan deregulasi sesuai dengan Surat Edaran tersebut.
1.2.1.2. Kekuatan SDM BBPOM di Banda Aceh
SDM yang dimiliki Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh per 31 Desember 2019 adalah 67 orang. Apabila dihitung berdasarkan analisis beban kerja dan target yang ditetapkan jumlah SDM Balai Besar POM di Banda Aceh belum memadai secara kompetensi dan jumlah dan belum dapat mendukung pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan secara optimal.
Dengan tantangan yang semakin kompleks, Balai Besar POM di Banda Aceh harus melakukan peningkatan kompetensi SDM dan memprediksikan kebutuhan SDM untuk memperkuat pengawasan dengan lingkungan strategis yang semakin dinamis. Untuk itu, perlu penambahan jumlah SDM dalam menghadapi tantangan pengawasan dan semakin berkembangnya modus pelanggaran di bidang obat dan makanan. Selain itu, perlu dilakukan pembentukan soft competency untuk menghasilkan pribadi pemimpin yang matang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah.
1.2.1.3. Kapasitas dan Kapabilitas Pengujian Laboratorium BBPOM di Banda Aceh
Sebagai tulang punggung sistem pengawasan obat dan makanan, laboratorium pengujian mempunyai peran yang sangat strategis utamanya dalam hal mendeteksi serta memvalidasi mutu dan keamanan produk-produk yang beredar di masyarakat, hasil pengujian laboratorium dibutuhkan cepat agar jika hasil pengujian tidak memenuhi syarat dapat dilakukan penarikan produk atau tindakan yang terkait sehingga masyarakat terhindar dari obat yang tidak memenuhi syarat ataupun palsu. Untuk itu diperlukan peningkatan kemampuan pengujian baik pemenuhan standar peralatan laboratorium yang andal dan efisien, standar kompetensi SDM serta Standar Ruang Lingkup (SRL) pengujian. Dengan demikian akan meningkatkan jenis pengujian dan jenis serta jumlah produk yang diuji. Untuk menjawab tuntutan ini diperlukan instrumen yang menggunakan teknologi yang kompleks, seperti LCMSMS, GCMS, ICPMS, PCR. Namun pengadaan, pemeliharaan dan fasilitas ruangan dan kebutuhan operasional untuk instrumen yang demikian membutuhkan biaya yang mahal dan kompetensi penguji yang andal dari Pejabat fungsional dalam menggunakan instrumen tersebut.
Keterbatasan sumber daya maka peningkatan kemampuan pengujian tidak dapat dilakukan sekaligus, selain itu pengujian perlu dilakukan secara efektif dan efisien, sehingga perlu dilakukan secara bertahap sesuai dengan grand design Pengembangan Laboratorium Pengujian yang telah disusun oleh Badan POM RI.
1.2.1.4. Pemanfaatan Teknologi Informasi
Pada Era Revolusi Teknologi (Digital) saat ini, kita harus adaptif mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi yang sangat pesat dengan:
a. Kompetensi Sumber Daya Manusia yang mumpuni;
b. Sistem Basis Data dan Informasi yang akurat dan terintegrasi untuk memberikan kemudahan dalam pengambilan keputusan;
c. Kapabilitas dukungan infrastruktur yang andal.
Tantangan saat ini di adalah data pendukung pengawasan Obat dan Makanan yang ada saat ini belum valid dan tidak sinkron sehingga belum dapat dijadikan sumber informasi yang penting dan bermakna.
Selanjutnya adalah pemeliharaan aplikasi yang selama ini sudah digunakan atau yang sedang dikembangkan yang dapat mempercepat pelayanan public Balai Besar POM di Banda Aceh. Sistem aplikasi dan data yang terintegrasi dapat meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan.
Dukungan Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seperti internet, mobile communication, wireless devices, video conference dan kombinasi teknologi yang lain digunakan untuk mengimplementasikan Sistem pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Merujuk kebijakan SPBE, untuk mewujudkan transformasi digital tersebut perlu didukung dengan peningkatan kapabilitas dukungan infrastruktur TIK yang handal, sesuai proses bisnis Balai Besar POm di Banda Aceh.
1.2.1.3 Upaya penegakan hukum dan penindakan atas pelanggaran obat dan makanan.
Merujuk pada amanat yang tertuang dalam Pasal 24 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, salah satu tugas BPOM adalah menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang dijabarkan sebagai upaya peningkatan efektivitas penegakan hukum terhadap kejahatan obat dan makanan. Pada kurun waktu 2015-2019 jumlah perkara tindak pidana Obat dan Makanan yang ditangani oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Besar Pom di Banda Aceh menunjukkan tren yang semakin meningkat. Hal tersebut menunjukkan komitmen tinggi dari BPOM untuk melakukan penegakan hukum dan penindakan terhadap
pelanggaran obat dan makanan, yang ditunjang oleh beberapa kekuatan internal organisasi seperti komitmen BBPOM di Banda Aceh dalam meningkatkan kompetensi dan kemampuan SDM terkait Pencegahan, Penindakan, dan Penegakan Hukum secara berkesinambungan serta jejaring kuat BBPOM di Banda Aceh dengan unsur Criminal Justice System di daerah.
Namun demikian, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh BPOM dalam meningkatkan penegakan hukum seperti belum maksimalnya payung hukum penindakan terhadap pelanggaran di bidang obat dan makanan; jumlah petugas penindakan baik PPNS maupun intelijen yang masih belum sebanding dengan cakupan wilayah kerja; serta terbatasnya dukungan sistem teknologi informasi dalam bidang penindakan.
1.2.2. Isu Eksternal
1.2.2.1 Produk pangan yang masih mengandung bahan berbahaya
Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh BBPOM di Banda Aceh masih ditemukan pangan yang mengandung bahan berbahaya yaitu produk mie basah dan kerupuk tempe. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya yaitu koordinasi dengan lintas sector, pembinaan dan pendampingan kepada pelaku usaha serta penegakan hukum.
1.2.2.2. Kosmetik dan Obat Tradisional yang beredar tidak memiliki izin edar dan mengandung bahan berbahaya
Permintaan masyarakat Aceh terhadap kosmetik terutama pemutih wajah sangat tinggi pada kaum ibu dan remaja namun masih ditemukan mengandung Merkuri. Selain itu, obat tradisional dan obat kuat juga sangat banyak diminati, namun sangat berisiko terhadap kesehatan karena mengandung bahan kimia obat (BKO). Hal ini merupakan isu yang sangat mengkhawatirkan di masyarakat.
1.2.2.3. Produk UMKM masih banyak yang belum memiliki izin edar (NIE)
Salah satu program utama pemerintah adalah peningkatan mutu UMKM sehingga produk-produk UMKM dapat berdaya saing di pasar internasional. Provinsi Aceh memiliki banyak UMKM yang potensial namun belum memiliki izin edar. BBPOM di Banda Aceh membuat
inovasi SI MEMPAN ACEH (SIap MEMberikan PendampingAN dengan Aksi Cepat, Efektif dan Handal) untuk mendampingi UMKM dalam pengurusan izin edar.
1.2.2.4. Tindak lanjut Pemerintah Daerah belum optimal terhadap hasil pengawasan industri rumah tangga pangan (IRTP)
Masih ditemukan IRTP yang tidak memiliki nomor izin edar PIRT dan persyaratan hygiene dan sanitasi yang masih belum memenuhi ketentuan. Tindak lanjut hasil pengawasan oleh Pemda belum optimal sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan sehingga pengawasan yang menjadi kewenangan Pemda belum dilakukan secara semestinya. Hal ini disebabkan karena kompetensi dan jumlah SDM Pemda belum memadai dan pola mutasi internal Pemda yang terlalu sering.
1.2.2.5. Kondisi Geografis Provinsi Aceh
Berdasarkan kondisi geografis, Provinsi Aceh berhadapan dengan negara tetangga (Malaysia, Thailand, dan India) dan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, yang berpotensi sebagai pintu masuk produk Obat dan Makanan ilegal dari luar.
1.2.2.6. Garam konsumsi di Provinsi Aceh belum seluruhnya mengandung Iodium
Aceh merupakan salah satu daerah penghasil garam karena memiliki garis pantai yang sangat panjang, namun garam yang dihasilkan masih diproduksi secara tradisional dan belum ditambahkan Iodium. Untuk itu diperlukan perkuatan koordinasi dengan lintas sektor untuk menghasilkan garam yang beriodium dalam rangka menurunkan angka stunting di Aceh.
1.2.2.7. Peraturan Daerah tentang Jaminan Produk Halal
Dengan diberlakukannya Qanun Produk Halal Nomor : 08 Tahun 2016 Tentang Sistem Jaminan Produk Halal di Provinsi Aceh, sehingga perlu perkuatan koordinasi dan sinergitas Balai Besar POM di Banda Aceh dengan MPU (Majelis Permusyaratan Ulama) Aceh.
1.2.2.8. Penjualan Produk Obat dan Makanan secara Online
Masyarakat harus dicerdaskan agar tidak tertipu promosi berlebihan berupa khasiat yang lebih, harga yang murah dan iming – iming bonus dari penjual. Badan POM telah menerbitkan Per BPOM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang di edarkan secara daring, sehingga diperlukan sosialisasi kepada lintas sektor, pelaku usaha dan masyarakat. BBPOM di Banda Aceh dan Loka POM terus melakukan patroli siber untuk mengawasi produk Obat dan Makanan yang beredar secara online.
Balai Besar POM di Banda Aceh menggunakan analisa SWOT untuk menentukan tantangan dan peluang yang dihadapi dengan melakukan identifikasi permasalahan internal dan eksternal sesuai dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Balai Besar POM di Banda Aceh periode 2020-2024. Faktor lingkungan internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan sedangkan faktor eksternal terdiri peluang dan ancaman.
Analisa SWOT ini dilakukan dengan melihat pada sumber-sumber organisasi meliputi aspek kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunities) dan tantangan (threats) yang berasal dari dalam maupun luar organisasi, serta berguna untuk merumuskan dan menentukan strategi terhadap penetapan kebijakan dasar sebagai pedoman pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi selama jangka waktu tertentu.
Analisa faktor lingkungan internal adalah suatu keadaan yang berasal dari dalam komunitas/organisasi yang dapat mempengaruhi dan membentuk kondisi/situasi tertentu pada komunitas/organisasi tersebut. Hasil pengolahan data SWOT dapat ditentukan beberapa faktor yang dianggap kekuatan (strength) pada Balai Besar POM di Banda Aceh.
1.2.3. Analisis SWOT
Hasil analisa lingkungan strategis baik eksternal maupun internal dirangkum dalam Tabel 6 berikut:
Tabel 1.4 Analisis SWOT
KEKUATAN KELEMAHAN
1. Komitmen pimpinan dan
seluruh ASN BBPOM di Banda Aceh dalam menerapkan RB.
2. Kompetensi SDM BBPOM di Banda Aceh yang profesional dan memadai.
3. Inpres 3 tahun 2017 tentang peningkatan efektifitas
pengawasan Obat dan Makanan.
4. Adanya pembentukan UPT di Kab/Kota
5. Memiliki laboratorium unggulan yaitu pengujian DNA porcine, dan laboratorium rujukan untuk ganja
6. Kejelasan pembagian tugas dan fungsi berbasis e-kinerja
7. Implementasi budaya kerja 8. Adanya Peraturan Presiden
Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM yang memuat tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas.
9. Adanya peningkatan kualitas pelayanan publik
10. adanya mobile lab dalam perluasan cakupan pengawasan serta pengujian
1. Jumlah ASN belum memadai jika dibandingkan dengan
cakupan tugas pengawasan dan beban kerja.
2. Ruang lingkup pengujian masih terlalu kecil dibandingkan
dengan area pengawasan produk.
3. Masih diperlukan
pengembangan IT yang lebih aplikatif
4. Payung hukum tentang
pengawasan obat dan makanan belum ada
5. Anggaran utk pengujian masih terbatas,
6. Masih kurangnya sosialisasi kepada masyarakat dan lintas sektor tentang tupoksi BBPOM di Banda Aceh dan kinerja yang telah dilakukan
7. Belum adanya personil yang memiliki kemampuan di bidang perawatan instrumen
laboratorium
8. kurang memadainya sarana dan prasarana IT dalam menunjang tugas di lapangan
9. kurangnya inovasi dalam
pengawasan obat dan makanan 10. Masih ada syarat mutu yang
belum sama dengan SNI wajib
PELUANG TANTANGAN
1. Terjalinnya kerjasama yang baik dengan lintas sektor.
2. Ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap keberadaan BBPOM.
3. Perkembangan teknologi yang semakin canggih.
4. Tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan semakin baik.
5. Peningkatan pengetahuan
masyarakat sudah dimulai dari usia dini
6. Dukungan pemerintah daerah dan organisasi profesi
7. Semakin tingginya komitmen pemerintah dalam peningkatan kualitas dan kesejahteraan SDM 8. Pelaku usaha yg sebagian besar
bersikap kooperatif
9. Regulasi yang mendukung
perkembangan dunia usaha seta pengembangan dan percepatan pelayanan publik
10. Meningkatnya jumlah
permohonan pendaftaran produk Obat dan Makanan
1. Produk pangan yang masih mengandung bahan
berbahaya
2. Kosmetik dan Obat Tradisional yang beredar tidak memiliki izin edar dan mengandung bahan
berbahaya
3. Produk UMKM masih banyak yang belum memiliki izin edar (NIE)
4. Tindak lanjut Pemerintah Daerah belum optimal terhadap hasil pengawasan industri rumah tangga pangan (IRTP)
5. Kondisi Geografis Provinsi Aceh
6. Garam konsumsi di Provinsi Aceh belum seluruhnya mengandung Iodium 7. Peraturan Daerah tentang
Jaminan Produk Halal 8. Penjualan Produk Obat dan
Makanan secara Online
Berdasarkan hasil analisa SWOT tersebut di atas, baik dari sisi keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan, serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman, Balai Besar POM di Banda Aceh perlu melakukan penataan dan penguatan kelembagaan dengan menetapkan strategi untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi Badan POM periode 2020-2024. Terdapat beberapa hal yang harus dibenahi di masa mendatang agar pencapaian kinerja Balai Besar POM di Banda Aceh lebih optimal.
Berdasarkan kondisi obyektif capaian yang dipaparkan di atas,