• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Undang-Undang keselamatan kerja dalam dokumen Binwasnaker Kemenakertrans RI Nomer 1 tahun 1970 secara etimologi mengatatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah memberikan upaya perlindungan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat, sehat dan sumber produksi dapat dipakai atau dioperasikan secara aman dan efisien. Secara hakiki keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya pemikiran serta penerapannya yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya.

Bedasarkan pengertian umum, Keselamatan dan kesehatan kerja telah banyak diketahui sebagai salah satu persyaratan dalam melaksanakan tugas, dan suatu bentuk faktor hak asasi manusia. Dipandang dari aspek keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya mencegah kecelakaan, kebakaran peledakan, pencemaran dan penyakit akibat kerja (Kuswana, 2014).

Dan menurut Kartawidjaja (2011) keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebuah konsep yang dimaksudkan untuk memberikan rasa perlindungan kepada pekerja atas keselamatan dan kesehatannya dalam melaksanakan pekerjaan.

2.1.1 Keselamatan kerja

Keselamatan kerja adalah keadaan terhindar dari akan bahaya selama melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan. (Buntarto, 2015).

Sedangkan merurut Sucipto (2014), keselamatan kerja merupakan suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko

(2)

kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan.

2.1.2 Kesehatan kerja

Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani rohani maupun sosial dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum (Buntarto, 2015).

Sedangkan menurut Kurniawidjaja (2010) kesehatan kerja merupakan upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat fisik, kesejahteraan sosial dan mental semua pekerja yang setinggi-tingginya. Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerja, melindungi pekerja dari faktor resiko pekerjaan yang merugikan kesehatan. Tiga alasan pokok mengapa suatu organisasi atau perusahaan melaksanakan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

1. Diwajibakan oleh perundang-undangan 2. Pemenuhan hak asasi manusia

3. Pertimbangan ekonomi

Sumber: Kurniawidjaja (2010)

Gambar 2.1 Tiga alasan pokok pelaksanaan kesehatan kerja

(3)

2.1.3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2013) Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebabagi berikut:

a. Setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik fisik, psikologis dan sosial.

b. Setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.

c. Agar semua produksi dipelihara keamanannya.

d. Adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi terhadap pegawai.

e. Meningkatnya akan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.

f. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja atau kondisi kerja.

g. Setiap pegawai akan merasa aman dan terlindungi dalam melakukan pekerjaan.

Sedangkan menurut S.Gotto (2002) adapun yang menjadi tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut :

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

c. Memelihara sumber produksi dan menggunakan secara aman dan efisien.

2.1.4 Dasar Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Landasan hukum penerapan K3 Layaknya sebuah program, maka program kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan harus memiliki landasan hukum yang kuat. Ada banyak dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara lain:

1. Undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 “setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan”. Pengertiannya adalah bahwa yang dimaksud

(4)

dengan perkerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi dan memungkinkan tenaga kerja tetap sehat dan selamat sehingga dapat hidup dengan layak sesuai martabat manusia.

2. Undang-undang (uu) no. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja undang-undang ini memuat antara lain ruang lingkup pelaksanaan keselamatan kerja, syarat keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan tentang kecelakaan, kewajiban dan hak tenaga kerja, kewajiban memasuki tempat kerja, kewajiban pengurus dan ketentuan penutup (ancaman pidana) dan lain-lain.

3. Uu no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan khususnya alinea 5 tentang keselamatan dan kesehatan kerja, pasal 86 dan pasal 87. Pasal 86 ayat 1: setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Pasal 86 ayat 2: untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Pasal 87: setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Peraturan menteri tenaga kerja ri no. Per05/MEN/1996 tentang sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. Permenakertrans ini adalah landasan pedoman penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.

4. Peraturan pemerintah (pp) no. 50 tahun 2012 tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

2.1.5 Sasaran Keselamatan Dan kesehatan Kerja

Menurut UU No.1 tahun 1970 dalam dokumen binwasnaker kemenakertrans RI, sasaran keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

1. Work Life Safe melindungi buruh dan orang lain di temapat kerja (lingkungan kerja) upaya mencegah kecelakaan.

2. Property Safe menjamin setiap sumber produksi dipakai secara aman dan efisien upaya mencegah terjadinya kebakaran, peledakan, kerusakan, kerugian, dan lain-lain.

(5)

3. Environmental Safe menjamin proses produksi tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.

2.2 Sebab-Sebab Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan kerja, termasuk termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi didalam perjalanan ke dan dari tempat kerja. Secara umum, terjadinya kecelakaan disebabkan oleh faktor fisik dan manusia. Faktor fisik, misalnya kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman, lantai licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya. Sedangkan faktor manusia, misalnya perilaku pekerja yang tidak memenuhi keselamatan, karena kelelahan, rasa kantuk, kelelahan dan sebagainya. (Buntarto, 2015)

Menurut Sucipto (2014) pada dasarnya kecelakaan kerja disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, pekerjaan dan faktor lingkungan ditempat kerja.

1. Faktor Manusia

a. Umur, mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja dibandingkan golongan umur muda.

b. Tingkat pendidikan, pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam menghadapi pekerjaan yang dipercaya kepadanya, selain itu pendidikan juga akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja.

c. Pengalaman kerja, merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara dalam seluk-beluk pekerjaannya.

2. Faktor pekerjaan

a. Giliran kerja (shift), giliran kerja adalah pembagian kerja dalam waktu 24jam.

Terdapat dua masalah utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran yaitu ketidakmampuan pekerja untuk beradaptasi dengan sistem shift.

b. Jenis (Unit) pekerjaan, mempunyai pengaruh besar terhadap terjadinya resiko kecelakaan akibat kerja.

(6)

Sedangkan menurut (Suardi, 2007) faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, baik dari aspek penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja, dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya:

a. Faktor fisik, yaitu meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibrasi, mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.

b. Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda- benda padat.

c. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuhtumbuhan.

d. Faktor fisologis, seperti konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.

e. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja hubungan di antara pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja dan sebagainya.

2.3 Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan Kerja

Sucipto (2014) Berpendapat bahwa untuk mencegah kecelakaan kerja sangatlah penting di perhatikannya “Keselamatan Kerja”. Keselamatan kerja pada hakekatnya adalah usaha manusia dalam melindungi hidupnya dan yang berhubungan dengan itu, dengan melakukan tindakan preventif dan pengaman terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika kita sedang bekerja.

Kecelakaankecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan hal berikut, yakni peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencananaan, konstruksi, perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan pemeriksaan kesehatan.

Sedangkan menurut Gotto (2002) pencegahan dapat dilakukan dengan : 1. Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja Penga resiko bahaya di tempat kerja

merupakan basis informasi yang berhubungan dengan banayaknya dan tingkat jenis kecelakaan yang terjadi ditempat kerja.

2. Pelaksanaa SOP (Standar Operasional Prosedur) secara benar ditempat kerja Standar Operasioanal Prosedur adalah pedoman kerja yang harus dipatuhi dan dilakukan dengan benar dan berurutan sesuai intruksi yang tercantum dalam

(7)

SOP, perlakuan yang tidak benar dapat menyebabkan kegagalan proses produksi, kerusakan peralatan dan kecelakaan.

3. Pengendalian faktor di tempat kerja Sumber pencemaran dan faktor bahaya sangat ditentukan olehn proses produksi yang ada. Dengan mengukur tingkat resiko bahaya yang terjadi, maka dapat diperkirakan pengendalian yang mungkin dapat mengurangi resiko bahaya kecelakaan.

4. Peningkatan pengetahuan tenaga kerja terhadap keselamatan kerja Tenaga kerja adalah sumber daya utama dalam proses produksi yang harus dilindungi, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan perlu memberikan pengetahuan kepada tenaga kerja tentang pentingnya pelakasanaan keselamatan kerja saat melakukan aktivitas kerja agar mereka dapat melaksanakan budaya keselamatan kerja ditempat kerja.

5. Pemasangan peringatan bahaya kecelakaan di tempat kerja Banyak sekali faktor bahaya yang ditemui ditempat kerja, pada kondisi tertentu tenaga kerja atau pengunjung tidak menyadari adanya faktor bahaya yang ada ditempat kerja.

2.4 Resiko

Pada saat ini istilah resiko memiliki beberapa pengertian menurut beberapa ahli. Menurut Ir. Imam Soeharto (1999), secara umum resiko di artikan dengan kemungkinan (probabilitas) terjadinya peristiwa di luar yang di harapkan. Menurut John Ridley (2008), resiko juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara probabilitas dan tingkat keparahan, kerusakan/kerugian. Definisi konseptual mengenai resiko menurut Charette (1989):

1. Resiko berhubungan dengan kejadian di masa yang akan datang.

2. Resiko melibatkan perubahan (seperti perubahan pikiran, pendapat, aksi, atau tempat).

3. Resiko adalah ketidak pastian (risk is uncertainty) berarti bahwa resiko berhubungan dengan ketidak pastian.

(8)

2.5 Usaha-Usaha Dalam Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Mangkunegara (2013) yang diperlukan untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja, yakni:

a. Mengurangi dan mencegah kecelakaan kebakaran dan peledakan.

b. Pekerja diberi peralatan perlindungan diri yang bekerja pada lingkungan yang menggunakan peralatan yang berbahaya.

c. Mengatur kelembaban, suhu, penerangan yang cukup terang dan menyejukan, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan kerja dan mencegah kebisingan.

d. Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.

e. Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan kerja.

f. Menciptakan suasana kerja yang menggairahkan semangat kerja pegawai.

2.6 Hazzard Identification and Risk Assesment (HIRA)

Hazzard Identification and Risk Assesment (HIRA) merupakan suatu metode atau teknik untuk mengidentifikasikan kejadian atau kondisi yang berpotensi memiliki resiko bahaya dengan melihat karakteristik bahaya yang mungkin terjadi dan mengevaluasi resiko yang terjadi melalui penilaian resiko dengan menggunakan matriks penilaian resiko (Susihono & Akbar, 2013).

Lebih lanjut lagi cara melakukan identifikasi bahaya dengan mengidentifikasi proses dan area yang ada dalam segala kegiatan, mengidentifikasi sebanyak mungkin aspek keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap proses atau area yang telah diidentifikasi sebelumnya dan identifikasi K3 dilakukan pada semua kondisi baik itu kondisi norma, abnormal, darurat, maupun perawatan (Rizki dkk., 2014).

Berikut ini adalah tabel yang akan digunakan pada penelitian ini, tabel 2.1 adalah template dari tabel HIRA, tabel 2.2 adalah keterangan nilai dari tingkat frekuensi atau peluang tejadinya resiko, tabel 2.3 menerangkan tentang tingkat keparahan dari resiko, dan tabel 2.4 adalah matriks dari level resiko.

(9)

Tabel 2.1 contoh table HIRA

No. Jenis kegiatan

Potensi bahaya

keterangan penilaian

keparahan peluang

Nilai resiko bahaya

Level resiko

kategori

Nilai Kategori Nilai

Sumber: Kurniawati, dkk. (2013)

Tabel diatas berisikan jenis kegiatan yang menerangkan kegiatan-kegiatan dan kondisi lapangan yang mengandung potensi kecelakaan kerja. Potensi kecelakaan kerja berisikan potensi resiko terjadinya kecelakaan dari kegiatan atau kondisi lapangan. Keparahan dan frekuensi terdiri dari kategori dan nilai, yang nantinya memberikan nilai terhadap potensi bahaya yang ada seberapa parah jika hal itu terjadi dan seberapa sering terjadinya. Nilai resiko bahaya itu sendiri merupakan hasil perkalian antara nilai keparahan dengan nilai frekuensi dan nantinya pada kolom level resiko akan dilihat nilai resiko bahaya tersebut masuk pada kategori rendah, sedang, tinggi ataupun ekstrem.

(10)

\

Tabel 2.2 Tingkat Frekuensi atau Peluang

Frekuensi/peluang

LEVEL

KATEGORI

DESKRIPSI

KUALITATIF SEMI

KUALITATIF

1 Jarang terjadi Dapat dipikirkan tetapi tidak hanya saat keadaan ekstrem

Kurang dari 1 kali dalam 10 tahun

2 Kemungkinan kecil

Belum terjadi tetapi bisa muncul/terjadi pada suatu waktu

Terjadi 1 kali dalam 10 tahun

3 Mungkin

Belum terjadi tetapi bisa muncul/terjadi pada suatu waktu

1 kali per 5 tahun sampai 1 kali pertahun

4 Kemungkinan besar

Dapat terjadi dengan mudah, mungkin muncul dalam keadaan yang paling banyak terjadi

Lebih dari 1 kali pertahun hingga 1 kali perbulan

5 Hampir pasti

Sering terjadi, diharapkan muncul dalam keadaan yang paling banyak terjadi

Lebih dari 1 kali perbulan

Sumber: Kurniawati, dkk. (2013)

Pada tabel, kolom kategori terdiri dari 5 kondisi yaitu jarang terjadi, kemungkinan kecil, mungkin, kemungkinan besar, dan hampir pasti. Pada kolom berikutnya yaitu deskripsi yang terdiri dari kualitatif dan semi kualitatif. Kualitatif menjelaskan perkiraaan pengertian dari masing-masing kategori, sementara untuk semikualitatif terdapat jarak waktu dan seberapa sering kejadian berlangsung.

(11)

Tabel 2.3 Tingkat Keparahan

Tingkat keparahan

LEVEL KATEGORI

DESKRIPSI

KEPARAHAN CIDERA HARI KERJA

1 Tidak

signifikan

Kejadian tidak menimbulkan kerugian dan cidera pada manusia

Tidak menyebabkan kehilangan hari keja

2 Kecil

Menimbulkan cidera ringan kerugian kecil dan tidak menimbulkan dampak serius terhadap kelangsungan bisnis

Masih dapat bekerja pada hari/shift yang sama

3 Sedang

Cidera berat dan dirawat dirumah sakit, tidak menimbulkan cacat tetap, kerugian financial sedang

Kehilangan hari kerja di bawah 3 hari

4 Berat

Menimbulkan cidera parha dan cacat tetap dan kerugian financial besar serta menimbulkan dampak serius terhadap kelangsungan usaha

Kehilangan hari kerja 3 hari atau lebih

5 Bencana

Mengakibatkan korban meninggal dan kerugian parah bahkan dapat menghentikan kegiatan usaha selamanya

Kehilangan hari kerja selamanya

Sumber: Kurniawati, dkk. (2013)

Pada kolom kategori terdiri dari 5 kondisi yaitu tidak signifikan, kecil, sedang, berat dan bencana. Untuk kolom selanjutnya menerangkan keparahan

(12)

cidera dan kerugian yang dialami oleh masing-masing kategori, dari yang kejadian tidak menimbulkan kerugian untuk manusia hingga mengakibatkan kematian.

Disusul kolom berikutnya menerangkan hari kerja yang hilang dari masing-masing kategori.

Tabel 2.4 matriks penilaian resiko

Sumber:Risk Management AS/NZS 4360

Tabel matriks ini merupakan hasil perkalian antara frekuensi terjadinya dengan tingkat keparahan yang dialami, yang nantinya dari masing-masing nilai hasil perkalian dapat dilihat masuk kategori level resiko yang mana sesuai dengan keterangan warna yang telah diberikan.

2.7 HAZOP (Hazard Analysis and Operability study)

HAZOP (Hazard Analysis and Operability study) adalah metode untuk menganalisa dan mengidentifikasi bahaya pada sebuah plant yang sekarang sering digunakan di bidang industri. Analisis bahaya dengan metode HAZOP berdasarkan penyimpangan dari keadaan normal dan sebuah proses. Selain meidentifikasi dan penanggulangan terkait dengan keamanan suatu proses, maka diperlukan juga manajemen resiko untuk meminimalkan kerugian jika bahaya yang sudah

(13)

terprediksi itu tetap terjadi. Manajemen resiko juga dapat bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian tersebut (Zulfiana & Musyafa’, 2013).

Menurut Kurniawati dkk. (2013) Hazard Analysis and Operability study (HAZOP) Digunakan untuk mengidentifikasi suatu proses atau unit operasi baik itu dalam tahap rancang bangunan, konstruksi, operasi ataupun modifikasi. Konsep dalam menggunakan HAZOP (Kurniawati dkk. 2013) adalah sebagai berikut:

1. Deviation (Penyimpangan) Suatu keadaan atau hal-hal yang berpotensi memiliki resiko bahaya

2. Cause (Penyebab) Adalah sesuatu hal yang kemungkinan besar akan mengakibatkan penyimpangan.

3. Consequence (Akibat/Konsekuensi) Akibat dari penyimpangan yang dialami oleh sistem.

4. Action (Tindakan) Terbagi menjadi dua kelompok yaitu tindakan yang mengurangi atau menghilangkan akibat (konsekuensi). Sedangkan untuk keputusan awal yang telah direncanakan, hal ini tidak selalu memungkinkan terutama ketika berhadapan dengan kerusakan peralatan. Namun pada langkah awal harusnya menghilangkan penyebabnya.

5. Severity (keparahan) Merupakan tingkat keparahan yang diperkirakan dapat terjadi.

6. Likelihood (kemungkinan) Adalah kemungkinan terjadinya konsekuensi dengan sistem pengaman yang ada.

Tujuan penggunaan HAZOP sendiri adalah untuk melihat suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara sistematis yang kemudian menentukan apakah proses penyimpangan dapat mendorong kearah kecelakaan yang tidak diinginkan.

HAZOP secara sistematis mengidentifikasi setiap kemungkinan penyimpangan dari kondisi operasi yang telah ditetapkan dari suatu plant, mencari faktor penyebab yang memungkinkan timbulnya kondisi yang tidak diinginkan, dan menentukan konsekuensi yang menimbulkan kerugian sebagai akibat terjadinya penyimpangan serta memberikan rekomendasi atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak dari potensi resiko yang telah berhasil diidentifikasi

(14)

(Munawir, 2010). Berikut adalah contoh tabel dari HAZOP yang ditunjukkan oleh tabel 2.5

Tabel 2.5 contoh tabel HAZOP

No. Sumber bahaya penyimpangan Penyebab konsekuensi

tindakan

Sumber: Kurniawati dkk. (2013)

Kolom Sumber bahaya berisikan sumber dari bahaya-bahaya yang telah didapat, penyimpangan ini menerangkan kegiatan-kegiatan menyimpang yang dapat menyebabkan kecelakaan atau berpotensi merugikan, penyebab disini berbeda dengan sumber bahaya karena penyebab ini berisikan penyebab dari

kegiatankegiatan menyimpang sebelumnya, konsekuensi atau akibat yaitu dampak yang buruk yang didapat dari kegiatan penyimpang tadi,dan action berisikan tindakan penanganan atau pencegahan yang harus dilakukan

Gambar

Gambar 2.1 Tiga alasan pokok pelaksanaan kesehatan kerja
Tabel 2.1 contoh table HIRA  No.  Jenis  kegiatan  Potensi bahaya  keterangan penilaian  keparahan  peluang  Nilai  resiko  bahaya  Level resiko  kategori
Tabel 2.2 Tingkat Frekuensi atau Peluang
Tabel 2.3 Tingkat Keparahan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bagi Bangsa Indonesia, agama merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupannya, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.Apabila

1. Calon tidak dapat menja-wab dengan tepat mengikut kehendak soalan. Kebanyakan mereka tidak dapat mengua-sai kata tugas bagi setiap item yang dikemukakan.. -

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan pengangkatan PNS dalam jabatan strukutral pada Pemerintah Kota Padang yang mengacu pada UU No.43 Tahun 1999

Hasil pengujian tarik sambungan dengan berbagai arah gaya terhadap arah serat didapatkan bahwa kekuatan lem lebih tinggi dari kekuatan bahan (kayu kamper) dan kerusakan yang

Para penari masih belum bisa menghayati pesan dakwah yang terdapat dalam sya’ir tari Rateeb Meuseukat di saat sedang menari karena belum memahami betul pesan

Kemajuan teknologi informasi sangat berkembang pesat dewasa ini, hal ini berdampak positif pada media pembelajaran, dahulu sistem pembelajaran hanya terbatas pada sistem

Kematian secara hakiki atau dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan orang yang pada saat meninggal adalah kematian tanpa melalui pembuktian dapat diketahui dan dinyatakan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 3 siklus di dasarkan penilaian proses dan hasil yang diperoleh pada siswa pada siklus I nilai rata-rata siswa