• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

CAROLLA SEMBIRING 107011136/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

CAROLLA SEMBIRING 107011136/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(3)

Nama Mahasiswa : CAROLLA SEMBIRING Nomor Pokok : 107011136

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum) (Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal lulus : 15 April 2013

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum

2. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

Nama : CAROLLA SEMBIRING

Nim : 107011136

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS TERHADAP PENYELESAIAN

PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ASTRA CREDIT COMPANY DI MEDAN (STUDI PADA PT ASTRA CREDIT COMPANY

CABANG MEDAN)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : CAROLLA SEMBIRING Nim : 107011136

(6)

beban masing-masing pihak secara timbal balik. Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen.

Adapun permasalahan dalam penelitian iniadalah untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah, bagaimana bila terjadi pembiayaan bermasalah seperti kasus Said Fahli dan apa tindakan yang diambil, hambatan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah oleh pihak Astra Credit Company.

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridisnormatif yang dilakukan dengan cara meneliti sumber-sumber bacaanyang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asashukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifatteoretis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas sertaditambah data lainnya yang diperoleh di lapangan dengan cara wawancara langsung dengan para pihak pihak yang melakukan praktek langsung di lapangan tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit Company.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah yaitu; faktor ekonomi, unsur penipuan yang dialami debitur, karakter debitur, prioritas penggunaan lain yang mendesak. Bila terjadi pembiayaan bermasalah seperti kasus Said Fahli maka tindakan yang diambil oleh PT Astra Credit Company yaitu;Penyelesaian Intern oleh Astra Credit Companiy (ACC) Cabang Medan dan penyelesaian oleh Astra Credit Company (ACC) Jakarta. Hambatan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah yaitu; Itikad baik debitur, keberatan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia, keberatan harga jual jaminan fidusia, kendaraan bermotor berada pada pihak ketiga.

Disarankan agar Dalam upaya mengurangi faktor yang menyebabkan permasalahan pembiayaan debitur yang berhubungan dengan karakter (itikad baik) debitur, maka kepada Astra Credit Companies (ACC) disarankan untuk lebih memperketat analisis yang berhubungan dengan data-data debitur, serta melakukan cross- check dengan pihak-pihak yang mengenal debitur, Dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut disarankan dilakukan dengan mengutamakan pendekatan persuasif untuk mengetahui hal-hal yang menjadi faktor penyebab debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dalam penyelesaian hambatan-hambatan yang dihadapi perusahaan, hendaknya tetap berpedoman terhadap peraturan perundangan yang berlaku, khususnya Undang-undang Jaminan Fidusia.

Kata Kunci: Analisis Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada PT Astra Credit Company

(7)

concerned for legal consequence for the sake of one of the parties’ interest on the other party’s burden or for the sake of the interest of and on the burden of each party mutually. Financial Institution is a business entity which activates financing in the form of providing funds or capital goods. The activity of Consumer Financing is in the form of providing funds to consumers to purchase goods by installing.

The problems in the research were to explain some factors which caused problematic financing, what would occur if there was a problematic financing as it occurred in the case of Said Fadli, and what action would be taken if there was an obstacle in the solution of problematic financing conducted by PT Astra Credit Company.

The research used judicial normative method by studying relevant research materials which included the study on legal principles, legal resources, and theoretical and scientific legal provisions which would be able to analyze the problems, plus other data obtained from the field such as interviewing those who practiced in the solution of problematic financing at PT Astra Credit Company.

The result of the research showed that some factors which caused problematic financing were economic factor, the complaint of fraud by a debtor, debtor’

character, and the priority of other urgent uses. When a problematic financing occurs such as the case of Said Fahli, PT Astra Credit Company (ACC), Medan branch, would take actions by intern solution, followed by the solution by Astra Credit Company (ACC) Jakarta. Some obstacles in solving problematic finance are debtor’s good faith, debtor’s complaint about the execution of fiduciary collateral, complaint about the sale price of fiduciary collateral, and the vehicle is in the hand of the third party.

It is recommended that, in order to decrease the factors which cause the debtor’s problematic financing related to his character (good faith), Astra Credit Company (ACC) should make stricter the analysis which is related to the debtor’s data and make cross-check with those who know the debtor well. It is also recommended that persuasive approach should be given the priority in order to know the factors which cause the debtor not to be able to take his responsibility to pay off his debt. In solving the problems, the company should be guided by the prevailing rules, especially by fiduciary collateral law.

Keywords: Analysis of the Solution of Problematic Financing at PT Astra Credit Company

(8)

melindungi penulis dan memberikan kehidupan sampai sekarang ini. Thesis ini berjudul “ANALISIS TERHADAP PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ASTRA CREDIT COMPANY DI MEDAN (STUDI PADA PT ASTRA CREDIT COMPANY CABANG MEDAN)”. Penulisan thesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan Tesis ini dapat selesai dengan adanya bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, Teristimewa sekali ucapan terima kasih kepada Ayahanda Alm Calvin Sembiring dan Ibunda tercinta Erlinadice Tarigan yang telah melahirkan dan membesarkan penulis, kepada Paman Ir. Rura S Ginting Moenthe dan Bibi Dr. dr Djuwita Sembiring SpPD, KGEH yang telah mendidik, membesarkan, dan memberikan bantuan baik materil maupun spiritual serta secara khusus buat Istri tercinta dr. Martha Sabrina Ketaren yang telah memberikan dukungan setiap waktu dalam segala situasi baik suka maupun duka sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

Ucapan terima kasih secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., Ibu Prof. Dr. Sunarmi. S.H., M.Hum., dan Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH., M.Hum., selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak kolokium, seminar hasil sampai ujian tertutup sehingga penulisan menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku

(9)

kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku ketua program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.

6. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

7. Seluruh responden dan informan yang telah banyak membantu dalam hal pengambilan data dan informasi-informasi penting lainnya yang berkenaan dengan penulisan tesis ini.

8. Chevinta Martin Luther Meliala, ST, dr. Chandra Meliala, Eunike August Christi Meliala selaku adik-adik yang tetap membantu penulis dalam setiap kesempatan.

9. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan tahun 2010 yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

(10)

penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya. Atas segala bantuan dan jasa baik yang telah Bapak, Ibu dan rekan- rekan berikan saya mengucapkan terima kasih dan tetap merasakan berkat yang luar biasa.

Medan, April 2013 Penulis,

Carolla Sembiring

(11)

Nama : Carolla Sembiring Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 05 Mei 1982 Nomor Pokok Mahasiswa : 107011136

Status : Menikah

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. B. Zein Hamid Km. 7 No. 30 Lingk. Xiii Kel. Titi Kuning Kecamatan Medan Johor B. ORANG TUA

Nama Ayah : Kalvin Sembiring

Nama Ibu : Erlina Dice Tarigan

Nama Istri : dr. M. Sabrina Ketaren

C. PENDIDIKAN

SD Swasta Immannuel Medan SMP Swasta Immannuel Medan

SMA Swasta Karya Pembangunan Deli Tua

Strata 1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Strata 2 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU

(12)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian ... 24

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBIAYAAN BERMASALAH ... 28

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian... 28

B. Klausula Baku Dalam Suatu Perjanjian Pembiayaan .. 45

C. Para Pihak Dalam Pembiayaan Konsumen... 70

D. Jaminan dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen ... 75

E. Fidusia... 76

F. Pembiayaan Konsumen pada Astra Credit Companies (ACC) Medan ... 82

G. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah ... 94

(13)

B. Berakhirnya Perjanjian Pembiayaan Konsumen ... 100

C. Proses Terjadinya Pembiayaan Bermasalah ... 101

D. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Astra Credit Company ... 107

BAB IV HAMBATAN DALAM PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH DI ASTRA CREDIT COMPANIES (ACC) DAN UPAYA PENYELESAIANNYA ... 121

A. Hambatan-hambatan Dalam Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ... 121

B. Upaya Penyelesaian Hambatan-hambatan... 126

C. Analisa Kasus Said Fahli ... 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 144

A. Kesimpulan ... 144

B. Saran ... 146

DAFTAR PUSTAKA ... 147

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga keuangan di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Dalam praktek kehidupan sehari- hari lembaga keuangan yang sudah tidak asing dikenal oleh masyarakat adalah bank.

Bank merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan kredit, pinjaman dan jasa-jasa keuangan lainnya, sehingga dapat dikemukakan bahwa fungsi bank pada umumnya adalah melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan mekanisme sistim pembayaran bagi banyak sektor perekonomian.

Lembaga pembiayaan merupakan salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan non bank yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembiayaan dan pengelolaan salah satu sumber dana pembangunan di Indonesia. Kegiatan lembaga pembiayaan dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat melalui deposito, tabungan, giro dan surat sanggup bayar.

Berdasarkan pengalaman usaha sewa guna usaha, maka pada tahun 1988 pemerintah mengeluarkan Paket Kebijaksanan 20 Desember 1988 atau pakdes 1988 yang mulai memperkenalkan usaha lembaga pembiayaan yang tidak hanya sewa guna usaha saja, tetapi juga meliputi jenis-jenis usaha pembiayaan lainnya. Paket

(15)

kebijaksanaan Desember 1988 yang dikeluarkan oleh pemerintah dituangkan dalam keputusan presiden No. 61 tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang lembaga pembiayaan dan keputusan menteri keuangan No. 125/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Adanya keputusan Presiden ini, maka kegiatan lembaga pembiayaan diperluas sehingga menjadi 6 (enam) jenis kegiatan usaha yang meliputi:1

1. Sewa Guna Usaha (Leasing) 2. Modal Ventura(Venture Capital) 3. Anjak Piutang (Factoring)

4. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) 5. Kartu Kredit (Credit Card)

6. Perdagangan, Surat Berharga (Security Wesel)

Salah satu sistim pembiayaan alternatif yang cukup berperan aktif dalam menunjang dunia usaha akhir-akhir ini yaitu pembiayaan konsumen atau dikenal dengan istilah consumer finance. Berdasarkan Pasal 1 angka (6) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan, perusahaan pembiayaan konsumen adalah Badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistim pembayaran berkala.

Sejak diumumkannya Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (Pakdes 20, 1988), mulai diperkenalkan pranata hukum baru di Indonesia, salah satu diantaranya

1Budi Racmat, Multi Finance (Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen), (Jakarta: Pustaka Mandiri, 2002), hal. 1-2

(16)

adalah Pembiayaan Konsumen. Dengan memanfaatkan Lembaga Pembiayaan ini, masyarakat yang tadinya sulit untuk membeli barang kebutuhannya secara tunai, kini dengan bantuan Pembiayaan Konsumen kebutuhan mereka dapat terpenuhi.

Konsumen yang berkepentingan menghubungi Perusahaan Pembiayaan Konsumen agar dapat membayar secara tunai harga barang kebutuhan yang dibelinya dari pemasok (Supplier) dengan ketentuan pembayaran kembali harga barang itu kepada Perusahaan Pembiayaan Konsumen dilakukan secara angsuran. Dengan cara demikian, kebutuhan masyarakat konsumen dapat terpenuhi secara wajar.2

Pembiayaan Konsumen ini mendapat dasar dan momentumnya dengan dikeluarkannya Keppres No 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan No.

1251/KMK.013/1988 tentang “Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK 017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan”.

Dimana ditentukan bahwa salah satu kegiatan dari Lembaga Pembiayaan tersebut adalah menyalurkan dana dengan sistem yang disebut “Pembiayaan Konsumen”.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka (6) Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, Pembiayaan Konsumen adalah pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala.

2 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 250.

(17)

Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami dan dirinci unsur-unsur pengertian Pembiayaan Konsumen sebagai berikut:3

1. Subjek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum pembiayaan konsumen, yaitu Perusahaan Pembiayaan Konsumen (kreditor), Konsumen (debitor), dan penyedia barang (Pemasok/Supplier).

2. Objek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai untuk keperluan hidup atau keperluan rumah tangga, misalnya televisi, kulkas, mesin cuci, alat-alat dapur, perabot rumah tangga, kendaraan, dan lain-lain.

3. Perjanjian adalah perbuatan persetujuan pembiayaan yang diadakan antara Perusahaan Pembiayaan Konsumen dan konsumen, serta jual beli antara pemasok dan konsumen. Perjanjian tersebut didukung oleh dokumen- dokumen.

4. Hubungan kewajiban dan hak, dimana perusahaan pembiayaan konsumen wajib membiayai harga pembelian barang keperluan konsumen dengan membayar tunai kepada pemasok untuk kepentingan konsumen, sedangkan konsumen wajib membayar harga barang secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan konsumen dan pemasok wajib menyerahkan barang kepada konsumen.

5. Jaminan berupa kepercayaan terhadap konsumen (debitor) merupakan jaminan utama bahwa konsumen dapat dipercaya untuk membayar angsurannya sampai selesai. Barang yang dibiayai oleh perusahaan

3Ibid., hal.246.

(18)

pembiayaan konsumen merupakan jaminan pokok secara fidusia, semua dokumen kepemilikan barang dikuasai oleh perusahaan pembiayaan konsumen (fiduciary transfer of ownership) sampai angsuran terakhir dilunasi.

Di samping kedua jaminan yang disebutkan itu, pengakuan hutang (promissory notes) merupakan jaminan tambahan.

Konsumen adalah pihak yang paling mengetahui barang-barang yang dibutuhkannya dan mempunyai inisiatif pertama untuk menghubungi perusahaan pembiayaan konsumen. Sebelum menghubungi perusahaan tersebut, konsumen telah menetapkan daftar barang yang dibutuhkan dengan harganya berdasarkan penawaran dari pihak pemasok. Atas permohonan konsumen, perusahaaan pembiayaan konsumen menyiapkan dokumen pendahuluan berupa barang permohonan kredit (credit application form) untuk diisi oleh konsumen, barang permohonan kredit tersebut kemudian diperiksa oleh petugas yang ditunjuk oleh perusahaan (surveyor report), dan bila sudah memenuhi syarat, perusahaan menerbitkan Surat Persetujuan Kredit (Credit Approval Memorandum).4

Pada era globalisasi saat ini, masalah kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan hidup merupakan sebuah ungkapan yang tidak asing dalam lingkup perekonomian, kebutuhan yang tak terbatas dengan alat pemenuhan yang sangat terbatas, hal yang demikian akibat pada masyarakat tidak diimbangi dengan kemampuan sumberdaya manusia yang memadai. Pada akhirnya akan menimbulkan berbagai masalah

4Ibid, hal.253.

(19)

keuangan bagi sebagian kalangan yang tingkat perekonomiannya menengah ke bawah.

Keinginan individu terhadap pemenuhan pangan, sandang dan papan, baik yang kebutuhan barang atau jasa, merupakan kebutuhan mendasar yang tidak dapat dielakkan begitu saja, sehingga pentingnya pemenuhan terhadap segala aspek kebutuhan yang ada menyebabkan setiap individu masyarakat berusaha untuk mencari barang/jasa yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada akhirnya banyak masyarakat yang menggunakan jasa perusahaan finansial yang memberikan alternatif jasa permodalan, pembiayaan maupun tabungan kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat memilih salah satu dari sekian banyak alternatif yang dipandang sesuai untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi masyarakat yang bersangkutan. Dengan begitu masyarakat ingin mengedepankan sebuah kualitas kehidupan yang ditunjang oleh kualitas penghasilan secara ekonomi.

Salah satu alternatif yang ditawarkan bagi masyarakat yang menginginkan tambahan modal ataupun hanya sekedar keluar dari permasalahan keuangan untuk membangun dan mengembangkan usahanya adalah dengan memanfaatkan jasa lembaga pembiayaan dalam bentuk pembiayaan konsumen.

Lahirnya pemberian kredit dengan sistem pembiayaan konsumen ini sebenarnya sebagai jawaban atas kenyataan-kenyataan sebagai berikut:5

1. Bank-bank kurang tertarik atau tidak cukup banyak dalam menyediakan kredit kepada konsumen yang umumnya merupakan kredit-kredit berukuran kecil.

5Munir Fuady, Hukum tentang Lembaga Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, (Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal.163.

(20)

2. Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atau sistemnya yang kurang fleksibel atau tidak sesuai kebutuhan.

3. Sistem pembayaran informal seperti yang dilakukan oleh para lintah darat dirasakan sangat mencekam masyarakat sehingga sistem seperti ini sangat dibenci dan dianggap sebagai riba dan banyak negara maupun agama melarangnya.

Pembiayaan konsumen juga menerapkan prinsip-prinsip umum yang berlaku dalam perkreditan. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah The 5 C’s of credit yaitu collateral, capacity, character, capital, condition of economy. Jaminan pokok ini berupa barang modal hasil pembelian dari transaksi pembiayaan konsumen itu sendiri. Jika pembiayaan konsumen digunakan untuk membeli sepeda motor, maka sepeda motor yang bersangkutan menjadi jaminan pokoknya. Jaminana tersebut dibuat dalam bentuk fiduciary transfer of ownership (fiducia), maka biasanya seluruh dokumen yang berkaitan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan dipegang oleh pihak perusahaan pembiayaan konsumen sampai angsuran dilunasi oleh konsumen/debitur.6

Pada kenyataannya bisnis pembiayaan konsumen ini memang bukanlah tanpa resiko. Sebagai suatu pemberian kredit, salah satu resiko itu adalah macetnya pembayaran angsuran oleh konsumen, dalam hal ini berarti terdapat adanya kredit bermasalah. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kolektibilitas macet ditambah dengan kredit-kredit yang memiliki kolektibilitas diragukan yang mempunyai potensi menjadi macet. Kredit bermasalah dan kredit macet selalu dilihat dan diukur dari kolektibilitas kredit yang bersangkutan.7 Suatu kredit dikatakan macet sejak tidak

6Sunaryo, Hukum lembaga pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 100

7Adbulkadir Muhammad, Rilda Murniati, Op.cit., hal. 68

(21)

ditepatinya atau tidak dipenuhinya ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kredit, yaitu apabila debitur selama tiga kali berturut-turut tidak membayar angsuran dan bunganya.

Akibat adanya kredit bermasalah ini, dapat menyebabkan lembaga pembiayaan mengalami kesulitan terutama menyangkut dengan tingkat kesehatan keuangan lembaga pembiayaan, yang berarti terjadi kemerosotan kinerja sekaligus terhadap nilai suatu perusahaan. Pada perjanjian pembiayaan dengan jaminan fidusia terdapat klausula yang menyatakan bahwa apabila debitur tidak melunasi hutangnya atau tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditor maka tanpa melalui pengadilan lebih dahulu, kreditor berhak dan memberi kuasa substitusi kreditor untuk melakukan tindakan yang diperlukan, misalnya mengambil di manapun dan di tempat siapapun barang tersebut berada dan menjual di muka umum atau secara di bawah tangan.

Klausula perjanjian seperti di atas dicantumkan oleh hampir semua lembaga pembiayaan termasuk pada Perjanjian Pembiayaan Dengan Jaminan Fidusia yang dibuat oleh Astra Credit Companies (ACC).PT Astra Credit Company (ACC) Medan adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pembiayaan mobil. Perusahaan ini membantu konsumen dalam melakukan pembelian mobil baik secara tunai dan secara angsuran (cicilan) untuk segala jenis merk mobil. Perusahaan ini bekerjasama dengan dealer - dealer mobil seperti BMW, Peugeot, Toyota, Daihatsu, Isuzu.

Perusahaan ini. Astra Credit Company (ACC) juga memiliki cabang di Indonesia salah satunya adalah Aceh dan Medan dan pusatnya adalah di Jakarta. Agar dapat bertahan dalam persaingan yang ada diperlukan suatu strategi yang tepat dari pihak

(22)

manajemen perusahaan agar dapat menghasilkan kinerja perusahaan secara efektif dan efisien.

Pada pelaksanaan sehari-hari, sebelum keputusan untuk mengambil tindakan pengambilan barang di manapun dan di tempat siapapun, Astra Credit Companies (ACC) masih menempuh tindakan-tindakan yang bersifat persuasif. Tahapan tindakan persuasif yang diambil ini ada yang sepenuhnya ditempuh oleh Astra Credit Companies (ACC), namun terkadang terdapat tahapan tindakan persuasif yang tidak dilalui, yaitu bila dipandang debitur sudah bertikad buruk.

Terhadap pembiayaan bermasalah yang timbul dalam pembiayaan konsumen ini, diperlukan penanganan dengan segera oleh pihak lembaga pembiayaan agar tidak berkelanjutan menjadi pembiayaan macet yang jika persentasenya terus meningkat akan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan suatu perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah serta pola penyelesaian yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan konsumen atas pembiayaan bermasalah tersebut serta titel/alas hak dalam pemberian dana dari lembaga pembiayaan ke konsumen dalam suatu penelitian yang berjudul:

Analisis terhadap Alternatif Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada PT. Astra Credit Company (Studi Kasu Said Fahli di PT Astra Credit Company Cabang Medan)

(23)

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka diformulasikan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah dalam pembiayaan Astra Credit Companies (ACC)?

2. Bagaimana penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit Companies (ACC)?

3. Apa hambatan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit Companies (ACC) dan bagaimana upaya peyelesaiannya?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah dalam pembiayaan Astra Credit Companies (ACC)

2. Bagaimana bila terjadi pembiayaan bermasalah seperti kasus Said Fahli dan apa tindakan yang diambil oleh pihak Astra Credit Company.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit Companies (ACC) secara umum dan secara khusus pada Kasus Said Fahli

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

(24)

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan khasanah dan pendalaman ilmu pengetahuan hukum terutama tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah pada perjanjian pembiayaan konsumen yang lebih efektif dan efisien.

2. Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengambil keputusan dalam instansi lembaga pembiayaan untuk menghadapi persoalan yang muncul dalam perjanjian pembiayaan konsumen dan penegakan hukum dalam praktek pembiayaan konsumen.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana Unversitas Sumatera Utara terhadap hasil-hasil penelitian yang ada, memang sudah ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan pembiayaan yaitu:

No. Nama/Nim Judul

1. T. Dhiaul Akbar Nim. 107011021

Tinjauan Yuridis Terhadap Adendum Akad Pembiayaan Murabahah Sebagai Upaya Restrukturisasi Pembiayaan Bermasalah

2. Intan Harahap Nim. 077011031

Kedudukan Fidusia Sebagai Jaminan Akad Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah (Studi Kasus : Bank Muamalat Medan)

3. Nurhimmi Falahiyati Nim. 077011053

Kajian Hukum Terhadap Peranan Notaris Dalam Pembuatan Aqad Pembiayaan Murabahah Dengan Jaminan Tanah Yang Belum Bersertifikat

(25)

4. Diana Febrina Lubis Nim. 017011015

Prinsip Bagi Hasil Pada Perjanjian Pembiayaan Perusahaan Modal Ventura (Suatu Penelitian Di Kota Medan) 5. Wihardi

Nim. 047011076

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan Sepeda Motor Melalui Perusahaan Pembiayaan Di Kota Medan

6. Ivon Lazuardy Ananda Nim. 057011037

Perjanjian Pembiayaan Dengan Cara Partisipasi Terbatas Antara PT. Sarana Sumut Venture Dengan PT. Sarana Krakatau Digdaya

Namun belum ada yang melakukan penelitian dengan judul “Analisis terhadap Alternatif Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada PT. Astra Credit Company (Studi Kasus Said Fahli pada Perusahaan Pembiayaan Astra Credit Company Medan).

Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini adalah asli sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai objektivitas dan kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori

Teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.8 Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran

8J. J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting M. Hisyam, (Jakarta:

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal. 203.

(26)

atau butir-butir pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.9

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.10 Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum dalam lapangan hukum perjanjian, maka teori hukum yang dipergunakan adalah teori hukum dalam lapangan hukum perjanjian.

Dasar pokok pengaturan pembiayaan konsumen adalah hukum kontrak/perjanjian. Dalam pembiayaan konsumen, bentuk perjanjian kerjasamanya merupakan suatu permufakatan atau persepakatan antara pihak-pihak yang mengadakannya, dimana masing-masing pihak diikat oleh janji-janji yang telah diadakan antara masing-masing, kemudian berkembang menjadi satu kerjasama antara masing-masing pihak untuk secara bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati.

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.11

9M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Madju, 1994), hal. 80.

10Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 35.

11Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, Cet. 21, 2005), hal. 1.

(27)

Memperjelas mengenai definisi perjanjian, M Yahya Harahap menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.12

Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah sangat luas, maka kontrak dapat menjadi bagian dari suatu perjanjian. Akan tetapi yang membedakan kontrak dengan perjanjian adalah sifatnya dan bentuknya. Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak memiliki suatu hubungan hukum oleh para pihak yang saling mengikat, maksudnya adalah antara para pihak yang satu dengan yang lainnya saling mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut, pihak yang satu dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak yang dituntut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Kontrak yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bila terjadi pelanggaran isi kontrak.

Hukum kontrak di Indonesia menganut sistem terbuka yang berarti bahwa setiap orang bebas membuat kontrak, sehingga mempunyai sifat yang “optional law”.13Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu asas,yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat melakukan suatu kontrak

12M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986) hal. 6.

13 Subekti, Op. cit, hal. 13.

(28)

dengan siapapun dan untuk hal apapun. Namun asas kebebasan berkontrak bukan berarti bebas mutlak, ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh Pasal-Pasal dalam KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas. Pembatasan asas kebebasan berkontrak selain harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata juga dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dapat dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan bahwa perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan. Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata (BW), yang menyiratkan adanya 3 (tiga asas) yang seyogyanya dalam perjanjian:

1. Mengenai terjadinya perjanjian

Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut BW perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak (consensus, consensualisme).

2. Tentang akibat perjanjian

Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah di antara para pihak, berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

3. Tentang isi perjanjian

Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak (contractsvrijheid atau partijautonomie) yang bersangkutan. Dengan kata lain selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan ketertiban, maka perjanjian itu diperbolehkan. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hati klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan

(29)

dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

Sehingga dalam membuat perjanjian pembiayaan konsumen para pihak bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya dan bebas mengatur isi kontrak tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian yang dibuat dengan sengaja atas kehendak para pihak secara sukarela dan yang telah disepakati/disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana yang telah dikehendaki. Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.14

Dengan adanya kesepakatan, maka muncullah hak dan kewajiban di antara para pihak. Dalam pembiayaan konsumen ditentukan hak dan kewajiban dari masing- masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu keseimbangan. Pembiayaan konsumen telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa pembiayaan konsumen menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut.

Selain melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan perjanjian, dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan teori keseimbangan. dimana nantinya akan dilihat keseimbangan antara lembaga pembiayaan selaku lembaga keuangan yang menyalurkan pembiayaan dan konsumen yang menerima pembiayaan. Keseimbangan

14Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 59.

(30)

untuk memperoleh kepastian hukum antara para pihak dalam perjanjian beli kembali ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian.

Teori keseimbangan ini dipelopori oleh Aristoteles dimana Ia menyatakan bahwa hukum harus diluruskan penegakannya sehingga memberi keseimbangan yang adil terhadap orang-orang yang mencari keadilan. Dalam teori keseimbangan semua orang mempunyai kedudukan yang sama dan diperlakukan sama pula (seimbang) di hadapan hukum.15

Teori keseimbangan tersebut di atas didukung pula dengan teori keadilan yang mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri.16

Dalam ilmu hukum, ada empat unsur yang merupakan fondasi penting, yaitu:

moral, hukum, kebenaran, dan keadilan. Akan tetapi menurut filosof besar bangsa Yunani, yaitu Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan yang tertinggi. Menurut Plato, “Justice is the supreme virtue which harmonize all other virtues.”17

Teori Keadilan Hukum menerangkan bahwa setiap orang tidak akan merasa dirugikan kepentingannya dalam batas-batas yang layak. Jadi keadilan bukan berarti

15Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 1985), hal. 87.

16 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisi, 2000), hal.42.

17Roscoe Pound, Justice According To Law, (New Haven USA: Yale University Press, 1952), hal. 3.

(31)

bahwa setiap orang memperoleh bagian yang sama. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu justitia distributiva dan justitia commutativa. Justitia distributiva menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya, yang adil di sini ialah apabila setiap orang mendapat hak atau jatahnya secara proporsional mengingat akan pendidikan, kedudukan, kemampuan dan sebagainya. Sedangkan justitia commutativa memberi kepada setiap orang sama banyaknya, yang adil ialah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya.18

Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati. Penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang-orang lain yang disamakan dengan diri sendiri. Hakikat keadilan, dengan demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.19

John Stuart Mill setuju dengan Bentham, bahwa suatu tindakan itu hendaklah ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah apabila ia menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Ia menyetujui, bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya. Akan tetapi ia berpendapat, bahwa asal usul kesadaran akan keadilan itu tidak ditemukan

18Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003), hal. 77.

19Edgar Bodenheimer, Jurisprudence, the philosophy and the Methos of the Law, (Cambridge Mass: Harvard University Press, 1974), hal. 86.

(32)

pada kegunaan, melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri dan perasaan simpati.20

Pada dasarnya suatu perjanjian kerjasama ini berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak yang bersangkutan. Perumusan hubungan perjanjian senantiasa diawali dengan proses negosiasi di antara para pihak.

Melalui proses negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk adanya kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar menawar tersebut.21

Pada umumnya berawal terjadinya perbedaan kepentingan para pihak akan dicoba dipertemukan melalui adanya kesepakatan para pihak. Oleh karena itu melalui hubungan perjanjian, perbedaan tersebut dapat diakomodir dan selanjutnya dapat dibingkai dengan sebuah perangkat hukum sehingga dapat mengikat para pihak.

Mengenai sisi kepastian hukum dan keadilan, justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada di antara para pihak dapat terakomodir melalui sebuah mekanisme hubungan perikatan yang bekerja secara seimbang dan terarah.22

Dengan tujuan pembentukan pembiayaan konsumen, diharapkan akan memunculkan perjanjian secara adil dan seimbang bagi para pihak dalam hubungan kerjasama, tetapi jika para pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya karena adanya perbuatan atas wanprestasi berarti prestasinya tidak

20Ibid.`

21Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008), hal.1

22Ibid

(33)

dilakukan pihak, dengan sendirinya hak dari pihak lain menjadi tidak terwujud, dan menimbulkan adanya kerugian. Pihak yang dirugikan diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan atau tuntutan ke pengadilan untuk meminta kerugian sebagai upaya pihak yang bersangkutan agar mendapatkan pemulihan atas haknya tersebut.23

Asas kebebasan berkontrak merupakan inti daripada perjanjian kerjasama ini yang mengandung pengertian bahwa para pihak bebas memperjanjikan apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Lebih jauh lagi para pihak yang membuat perjanjian harus mempunyai posisi yang setara dalam memperjuangkan hak dan kewajibannya, sehingga kedudukan hak dan kewajiban para pihak menjadi seimbang.

Sebagai teori pendukung dalam penelitian ini digunakan teori analisis kredit dan teori prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Untuk meminimalkan tingkat pembiayaan bermasalah salah satu proses yang sangat penting adalah pada saat analisis kredit. Sebelum memberikan kredit, pihak kreditor biasanya melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap Character (watak). Capacity (kemampuan), Capital (modal), Collateral (agunan) dan Condition of Economic (prospek usaha debitor) atau yang lebih dikenal dengan istilah 5C. Sebelum melakukan pemberian kredit, sekurang-kurangnya kreditor harus melakukan analisis kelayakan usaha melalui penerapan faktor 5C serta penilaian terhadap aspek kemampuan membayar, yakni:24

a. Character

23Handri Raharjo, Loc. cit

24 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal 394.

(34)

Faktor ini menyangkut kemauan debitor untuk membayar kembali kreditnya.

Kemauan debitor dapat dilihat dari track record pembayaran pinjaman sebelumnya maupun pertimbangan terhadap latar belakang pendidikan dan pengalaman dalam bisnis.

b. Capacity

Faktor ini untuk menjawab pertanyaan “can he pay?” atau kemampuan debitor untuk membayar kreditnya. Kemampuan ini dapat dilihat dari cash flow. Sejarah pembayaran juga akan menjadi pertimbangan untuk melihat kemungkinan pembayaran yang akan datang.

c. Capital

Capital diperlukan untuk menjawab pertanyaan “how much can he pay?”

Capital juga dapat diartikan jumlah uang yang diinvestasikan dalam bisnis tersebut dan besarnya risiko yang perlu ditanggung ketika bisnis tersebut gagal.

d. Condition of Economy

Penilaian faktor ini menyangkut kondisi bisnis seperti tujuan peminjaman ataupun kondisi eksternal yang berada di luar kendali debitor seperti kondisi ekonomi dan tingkat persaingan usaha.

e. Collateral

Apabila terjadi suatu kegagalan oleh debitor yang menyebabkan macetnya kredit, pemberi pinjaman akan menggunakan agunan (collateral) untuk

(35)

melunasi kredit. Jadi agunan merupakan second way out bagi kreditor untuk menjamin pembayaran kredit atau sebagai bentuk sekuritisasi kreditnya.

Jaminan disini berarti kekayaan yang dapat dikaitkan sebagai jaminan guna kepastian pelunasan di kemudian hari jika penerima kredit tidak melunasi hutangnya.25 Jika kreditor menilai bahwa seorang calon debitor telah memenuhi kriteria di atas, barulah kreditor mau memberikan kredit yang diminta debitor tersebut.

Kegiatan perkreditan akan berjalan lancar apabila adanya saling mempercayai dari semua pihak yang terkait dengan kegiatan tersebut. Keadaan itupun dapat terwujud hanya apabila semua pihak yang terkait mempunyai integritas moral.

2. Konsepsi

Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang disebut dengan operasional definition.26Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.27 Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, dalam rangka menyamakan persepsi yakni sebagai berikut:

25Levy dalam Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 56-59.

26Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 10.

27Tan Kamello, .Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara., Disertasi, PPs-USU, Medan 2002, hal. 35.

(36)

a. Lembaga keuangan bukan bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan

b. Lembaga pembiayaan dalam penulisan ini adalah: Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang berupa badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang dalam hal ini kendaraan bermotor yaitu mobil untuk kebutuhan konsumen dengan melakukan pembayaran dengan sistem angsuran atau berkala.

c. Pembiayaan adalah suatu pemberian pinjaman berdasarkan prinsip kepercayaan dan persetujuan pinjam meminjam antara pemilik modal dan peminjam sebagai fungsi untuk menghasilkan usaha dimana peminjam berkewajiban mengembalikan uang yang telah dipinjam sesuai dengan kesepakatan.

d. Pembiayaan bermasalah adalah jika terdapat keterlambatan pembayaran angsuran atau cicilan pada tanggal yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit, keterlambatan mana dilakukan oleh debitur sudah termasuk pada pokok dan bunga hutangnya yang telah melampaui waktu 21 (duapuluh satu) hari dari tanggal angsuran yang telah ditetapkan

e. Factoring (anjak piutang) dapat didefinisikan sebagai kontrak dimana perusahaan anjak piutang menyediakan jasa-jasa sekurang-kurangnya antara

(37)

lain: jasa pembiayaan, jasa pembukuan (maintenance of account), jasa penagihan piutang dan jasa perlindungan terhadap resiko.

f. Modal Ventura adalah merupakan suatu investasi dalam bentuk pembiayaan berupa penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta sebagai pasangan usaha (investee company) untuk jangka waktu tertentu.

g. Debitur adalah orang yang memiliki hutang kepada lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang.

h. Kreditur adalah lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.

i. PT. Astra Credit Companies atau biasa di singkat dengan ACC adalah salah satu perusahaan pembiayaan mobil terbesar di Indonesia. ACC menyediakan pelayanan pembiayaan untuk pembelian mobil baru ataupun mobil bekas khususnya untuk merek kendaraan yang diproduksi oleh Astra seperti Toyota, Daihatsu, Isuzu, Peugeot, dan BMW. Jaringan ACC tersebar di hampir seluruh kota besar di Indonesia, saat ini ACC telah mendukung pembiayaan lebih dari 16.000 dealer mobil di Indonesia.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Dari judul dan permasalahan yang dalam penelitian ini dan supaya dapat memberikan hasil yang bermanfaat maka penelitian ini dilakukan dengan penelitian

(38)

yang bersifat deskripsi28 yaitu menggambarkan dan menganalisa masalah-masalah yang akan dikemukakan, yang dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif.29

Jenis penelitian yuridis normatif ini digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori.30 Penelitian yuridis normatif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum,31sumber-sumber hukum,32peraturan perundang-undangan yang bersifat teoretis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas serta ditambah data lainnya yang diperoleh di lapangan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dan wawancara langsung dengan para pihak pihak yang melakukan praktek langsung di lapangan tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit Companies.

2. Sumber Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan, sebagai berikut:

28Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 9

29Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, lebih lanjut lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal 13.

30Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal 11.

31M. Solly Lubis, Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945, (Bandung: Alumni, 1997), hal.

89, mengatakan asas-asas hukum adalah dasar kehidupan yang merupakan pengembangan nilai-nilai yang dimasyarakatkan menjadi landasan hubungan-hubungan sesama anggota masyarakat.

32Amiruddin A. Wahab, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, Bahan Ajar Untuk Kalangan Sendiri, (Banda Aceh, FH-Unsyiah, 2007), hal. 73, menyatakan: sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat, memaksa, yaitu apabila dilanggar akan mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.

(39)

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier,33 yaitu:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

c) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan.

Serta peraturan pelaksanaan yang terkait lainnya dengan alternatif penyelesaian pembiayaan bermasalah.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer yaitu karangan ilmiah, buku-buku referensi dan informasi, akta perjanjian kredit dan sertifikat hak tanggungan.

3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan lain sebagainya.

b. Penelitian Lapangan (Field Research) tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit Companies untuk mendapatkan data primer yang

33Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hal. 59.

(40)

dilakukan dengan cara wawancara dengan Pejabat/ Pegawai Astra Credit Companies.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Studi lapangan, yakni mengadakan pengamatan dan pengumpulan data secara langsung dari obyek penelitian yang ditempuh dengan melakukan wawancara tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah di ACC dengan Pejabat/

Pegawai ACC yang memiliki kompetensi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.

b. Studi Kepustakaan, yakni pengumpulan data dengan memanfaatkan buku, dokumen, peraturan perundang-undangan dan sebagainya untuk memperoleh data sekunder yang menunjang kelengkapan penelitian.

4. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, baik dengan studi kepustakaan maupun studi lapangan maka data tersebut dianalisa secara kualitatif34 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti lalu ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui menjadi suatu kesimpulan yang bersifat khusus.35

34 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal.10

35Ibid, hal. 13

(41)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBIAYAAN BERMASALAH

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan definisi mengenai persetujuan sebagai berikut : “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan nama suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Para sarjana hukum perdata umumnya berpendapat bahwa definisi atau rumusan perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas. Untuk dapat mencerminkan apa yang dimaksud perjanjian, Rutten dalam Purwahid Patrik merumuskan sebagai berikut :36 “Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditunjukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik”.

Perjanjian berasal dari istilah belanda yaitu “overeenkomst” menurut J. Satrio perjanjian adalah suatu perbuatan atau tindakan hukum seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih kedua belah pihak saling

36Purwahid Patrik, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, (Semarang : Seksi Hukum Perdata FH UNDIP, 1996), hal. 47-49.

(42)

mengikat diri.37 R. Subekti menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lainnya atau kedua orang itu saling berjanji untuk saling melaksanakan suatu hal.38 Menurut pendapat Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akhibat hukum.39Wirjono Projodikoro, memberikan pengertian bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta dan benda antara kedua belah pihak dalam mana satu pihak berjanji untuk melaksanakan suatu hal, sedang pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.40 Suatu perjajian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum.

Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti pemberian kredit, asuransi, dan jual beli barang.41Selanjutnya untuk adanya suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu perjanjian yang dilakukan secara tertulis dan perjanjian yang dilakukan secara lisan, kedua bentuk perjanjian tersebut sama kekuatannya dalam arti sama kedudukannya untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak. Hanya saja perjanjian secara tertulis dapat dengan mudah dipakai sebagai alat bukti bila sampai terjadi persengketaan.42

37J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 20.

38R. Subekti, Hukum perjanjian, (Jakarta, Cetakan ke XII, Intermasa, 1987), hal. 1.

39Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Edisi kelima, Liberty, 1998), hal. 4.

40 Wirjono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan tertentu, (Bandung, Sumber, 1979), Hal. 7.

41 R. Subekti, Op.cit., hal. 1.

42Loc.cit.

(43)

2. Asas-Asas Perjanjian

a. Asas Kepribadian (personality)

Asas kepribadian ini merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja, hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1315 menegaskan : ”Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.

b. Asas Konsensualitas

Asas konsensualitas pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul, tidak diperlukan suatu formalitas dan dapat disimpulkan bahwa perjanjian itu cukup secara lisan saja. Pada umumnya perjanjian itu adalah sah dalam arti sudah mengikat, apabila sudah tercapai suatu kesepakatan yang pokok dalam perjanjian. Berdasarkan pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata atau suatu pengertian bahwa untuk membuat suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang

(44)

dinyatakan cukup. Sesuai dengan artinya konsensualitas adalah kesepakatan, maka asas ini menetapkan bahwa terjadinya suatu perjanjian setelah terjadi suatu kata sepakat dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, dengan kesepakatan maka perjanjian menjadi sah dan mengikat kepada para pihak dan berlaku bagi undang-undang bagi mereka.43

c. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian apa saja baik perjanjian itu sudah diatur dalam undang-undang ataupun belum diatur dalam undang-undang. Karena hukum perjanjian mengikuti asas kebebasan berkontrak, oleh karena itu disebut juga menganut sistem terbuka. Hal ini tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 KitabUndang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sedangkan menurut sultan remi sjahdeni, asas kebebassan berkontrak dalam perkembangannya ternyata dapat mendatangkan ketidakadilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin, bila para pihak memiliki bergaining power yang seimbang dalam kenyataanya tersebut sering tidak terjadi demikian sehingga negara menganggap perlu untuk campur tangan melindungi pihak yang lemah.44

43Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, (Jakarta, Rineka Cipta, 2009), hal. 164

44 Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang dalam Perjanjian Kredit Bank, (jakarta, 1995), hal. 17

(45)

Asas ini menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi, asalkan perjanjian nya tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.45

d. Asas itikad baik

Asas itikad baik dapat dibedakan antara itikad baik yang subjektif dan itikad baik yang objektif. Itikad baik yang subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, sedangkan itikad baik dalam pengertian objektif maksudnya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Istilah itikad baik dalam pelaksanaan suatu perjanjian terdapat di dalam ketentuan Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Perdata yang berbunyi : “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Jadi dalam perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, para pihak bukan hanya terikat oleh kata-kata perjanjian itu dan oleh kata ketentuan-ketentuan perundang- undangan mengenai perjanjian itu, melainkan juga itikad baik. Asas yang dikutip oleh Purwahid Patrik menyatakan bahwa bona fides adalah merupakan kerangka yuridis dari kepatutan selanjutnya ia mengatakan bahwa kekacauan terjadi karena kepatutan in abstracto menurut sifatnya adalah sesuatu yang objektif, sedangkan bona fides (itikad baik) dalam arti yang sebenarnya terletak pada jiwa manusia.46 Asas itikad baik tidak hanya ada pada waktu pelaksanaan perjanjian, akan tetapi pada waktu

45Gatot Supramono, op.cit., hal. 164

46 Purwahid Patrik, Asas Itikad Baik dan Keputusan dalam perjanjian, (Semarang badan Penerbit UNDIP, 1996), hal. 49.

(46)

membuat perjanjian juga dilandasi dengan itikad baik, sehingga itikad baik antara pada waktu membuat perjanjian dengan pelaksanaan menjadi sinkron.47

e. Asas kepercayaan (vertrouwensbeginesl)

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, membutuhkan kepercayaan di antara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak, dengan kepercayaan ini, kedua belah pihak mengikat dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.48 Dalam asas ini para pihak yang melakukan perjanjian masing-masing harus saling percaya satu sama lain, kepercayaan itu menyangkut saling memenuhi kewajibannya seperti yang diperjanjikan.49

f. Asas kepatutan

Suatu perjanjian dibuat bukan hanya semata-mata memperhatikan ketentuan undang-undang, akan tetapi kedua belah pihak harus memperhatikan pula tentang kebiasaan, kesopanan, dan kepantasan yang berlaku di masyarakat sehingga perjanjian itu dibuat secara patut, dan melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.50

g. Asas kekuatan mengikat

Suatu perjanjian terkandung asas kekuatan mengikat, terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan

47Gatot Supramono, op.cit., hal. 165.

48 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung, Alumni, 1983), hal 113-114

49 Gatot Supramono, op.cit., hal. 165.

50 Loc.cit

(47)

tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral, yang mengikat para pihak.51

h. Asas persamaan hukum

Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua belah pihak untuk saling menghormati satu sama lain.52

i. Asas keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian yang telah dibuat. Asas ini merupakan merupakan kelanjutan dari asas persamaan, kreditor mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan Jika diperluka dapat menuntut perluasan prestasi melalui kekayaan debitor, namun kreditor memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan iktikad baik, dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditor yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan iktikad baik, sehingga kedudukan kreditor dan debitor seimbang.53 j. Asas keadilan

Asas keadilan lebih tertuju pada isi dari perjanjian bahwa ini perjanjian harus mencerminkan adanya keadilan pada kedua belah pihak yang berjanji, isi perjanjian harus seimbang antara hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan tidak ada perbuatan penekanan fisik maupun psikis sewaktu membuat perjanjian.54

51Mariam Darus Badrulzaman, op.cit., hal. 114.

52Loc.cit.

53Loc.cit.

54Gatot Supramono, op.cit., hal. 165.

(48)

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu :

a. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya

Adanya kata sepakat, berarti bahwa subjek (kreditor dan debitor) yang mengadakan perjanjian itu dengan kesepakatan, yaitu setuju atau seiya sekata mengenai hal-hal pokok dari isi perjanjian itu. Artinya apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat ternyata kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat sejumlah teori, yaitu55: 1) Teori kehendak (wilstheorie)

Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi manakala para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian, mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.

2) Teori kepercayaan (vetrouwenstheorie)

Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara

55Ibid, hal. 166.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Program Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas di Kelurahan Sambiroto ini, berupa masalah teknis pengangkutan sampah dari rumah-rumah yang berada di dalam

Nilai biomassa tumbuhan bawah dan nekromassa yang meliputi kayu mati dan serasah diukur berdasarkan metode SNI yang sama sehingga nilai yang diperoleh pada B aktual, B1

[r]

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah

Apabila seluruh sumber daya intelektual yang dimiliki perusahaan dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik maka akan menciptakan value added bagi perusahaan sehingga

Profluean atau podoccna (boca • porunalncn) yens Ju - ju r takan aand enia ksrucier) tero tftsa koragXao barupa uimc aabagai akSJb&t barkuren£Ry& barsag yang

Skripsi Penentuan Kebutuhan Obat Dan Alat..... Alinea