• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kecurangan tersebut menjadi berita utama (Mesmer-Magnus dan. Viswesvaran, 2005). Kasus kecurangan yang menghebohkan dunia pasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kecurangan tersebut menjadi berita utama (Mesmer-Magnus dan. Viswesvaran, 2005). Kasus kecurangan yang menghebohkan dunia pasar"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Bab I menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang

Beberapa tahun belakangan ini publik dikejutkan dengan adanya kasus kecurangan yang menjadi perhatian publik. Seperti di Amerika Serikat kasus kecurangan tersebut menjadi berita utama (Mesmer-Magnus dan Viswesvaran, 2005). Kasus kecurangan yang menghebohkan dunia pasar modal di Amerika Serikat adalah kasus yang terjadi di perusahaan Enron.

Pada kasus tersebut, Enron melakukan manipulasi pada laporan keuangannya agar terlihat baik kinerjanya. Enron memanipulasi dengan cara melakukan mark-up pada pendapatannya sebesar $600 juta dan menyembunyikan

hutangnya sebesar $1,2 miliar. Kasus lainnya adalah kasus yang terjadi di Worldcom. Kasus tersebut muncul ketika harga saham milik Worldcom yang awalnya pada tahun 2000 sebesar $150 miliar jatuh menjadi $150 juta pada tahun 2002. Jatuhnya harga saham tersebut dikarenakan di dalam laporannya Worldcom mengakui beban jaringan sebagai pengeluaran modal (Sulistomo, 2011).

Kasus kecurangan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan tersebut melibatkan orang yang berada di dalam organisasi. Selain melibatkan orang atau pihak di dalam perusahaan atau organisasi, kasus kecurangan tersebut juga melibatkan orang atau pihak di luar perusahaan atau organisasi. Pihak di

(2)

luar perusahaan yang ikut terlibat antara lain Kantor Akuntan Publik seperti Arthur Andersen, PriceWaterHouseCooper, dan KPMG yang ikut andil dalam kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar seperti Enron, Worldcom, TICO, dan Adelphia (Semendawai et al., 2011).

Terungkapnya berbagai kasus tersebut tidak lepas dari seseorang yang mempunyai keberanian untuk mengungkap tentang kecurangan yang ada di perusahaannya. Orang yang berani untuk mengungkapkan adanya kecurangan tersebut disebut whistleblower. Ada beberapa nama yang terkenal sebagai seorang pengadu (Whistleblower), di antaranya Sherron Watkins yang merupakan wakil presiden Enron. Sherron Watkins menjadi seorang pengadu dengan cara menulis surat kepada direktur Kenneth Lay yang berisi tentang keluhan praktik akuntansi yang diterapkan oleh Enron terlalu agresif yang dapat membahayakan bagi perusahaan Enron sendiri. Selain Sherron Watkins ada nama Cynthia Cooper yang menjadi pengadu di perusahaan Worldcom.

Cynthia Cooper merupakan wakil presiden divisi internal audit yang melaporkan tindakan kecurangan kepada kepala komite audit Max Bobbitt.

Istilah pengadu (whistleblower) di Indonesia baru mulai populer di kalangan publik ketika munculnya kasus seorang Perwira Tinggi Polri yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Badan Reserse dan Kriminal (BARESKRIM) bernama Komisaris Jenderal Susno Duadji yang mengungkapkan adanya mafia pajak di instansinya. Kasus tersebut melibatkan seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak bernama Gayus Tambunan terkait dengan kasus pencucian uang dan korupsi. Dalam testimoni

(3)

yang diberikan kepada media massa, Komjen Susno Duadji menyatakan bahwa Gayus Tambunan terlibat dalam rekayasa perkara yang membebaskan dirinya dari dakwaan pencucian uang. Pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut meliputi hakim Pengadilan Negeri Tangerang, seorang jaksa senior, seorang petinggi Polri yang merupakan bekas bawahannya, dan asisten Wakil Kepala Polri pada waktu itu (Semendawai et al., 2011).

Kasus lain yang terjadi di Kepolisian adalah kasus simulator SIM yang melibatkan perwira tinggi Polri bernama Djoko Susilo dan rekan-rekannya.

Kasus tersebut terungkap dari seorang pengadu yang bernama Sukotjo Bambang. Beliau adalah direktur dari PT Inovasi Teknologi Indonesia yang merupakan rekan kerja dari perusahaan pemenang tender. Beliau melaporkan adanya korupsi proyek simulator SIM kepada KPK dan ICW. Pada proyek tersebut terjadi perilaku tidak etis berupa pembuatan empat perusahaan bodong untuk mengikuti proses tender yang sebenarnya sudah diketahui dan ditetapkan pemenang tender untuk proyek tersebut. Selain praktek tidak etis, pada proyek tersebut terjadi penggelembungan (mark-up) harga yang cukup signifikan.

Selain kasus yang terungkap di atas, terdapat seorang pengadu yang berusaha mengungkapkan skandal yang terjadi di tempatnya bekerja. Seorang pengadu tersebut bernama Agus Condro yang merupakan anggota DPR RI periode 1999-2004. Beliau mengungkapkan telah terjadi skandal berupa suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada tahun 2000an yang melibatkan dirinya dan beberapa teman koleganya di DPR RI. Suap

(4)

tersebut berupa travel cheque senilai Rp 500 juta yang terdiri dari 10 lembar Rp 50 juta. Suap tersebut diberikan kepada Agus Condro dan teman-teman koleganya di DPR RI sehari setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang dimenangkan oleh Miranda Gultom (Semendawai et al., 2011).

Mulai bermunculnya orang-orang yang mengadukan atau mengungkap praktek-praktek kecurangan yang ada di perusahaan atau instansi tempat mereka bekerja menandakan bahwa dari segi kuantitas pengadu mengalami perkembangan. Hal ini dikarenakan kesadaran dari para karyawan atau individu untuk membongkar dan menghentikan praktek-praktek yang dapat merugikan baik perusahaan ataupun negara serta menegakkan prinsip-prinsip Good Governance. Perusahaan dan instansi-instansi pemerintah saat ini

didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Governance agar terbebas dari praktek-praktek kecurangan, ilegal, dan melanggar hukum. Salah satu program untuk mewujudkan Good Governace dalam sebuah perusahaan atau institusi adalah penerapan sistem pengaduan (whistleblowing system) yang merupakan sarana bagi para karyawan yang ada di dalam atau luar organisasi untuk mengadukan adanya praktek-praktek kecurangan yang ada. Bagi institusi, hal ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi di tubuh pemerintahan untuk menjadikan pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel. Selain itu bagi perusahaan, adanya sistem pengaduan dapat membantu untuk mengungkap paktek-praktek yang dapat merungikan perusahaan. Dengan adanya sistem pengaduan karyawan mempunyai sarana

(5)

pengaduan yang tepat untuk melaporkan adanya praktek-praktek kecurangan atau perilaku tidak etis yang ada di tempat mereka bekerja.

Penerapan sistem pengaduan ini akan berjalan efektif jika terdapat komitmen dari seluruh anggota organisasi untuk berpartisipasi menggunakan sistem ini (Winardi, 2013). Bentuk partisipasi ini berupa pemberian informasi tentang adanya indikasi kecurangan yang terjadi di organisasi tersebut. Selain adanya komitmen dari semua anggota untuk menggunakan sistem ini sebagai media pelaporan, sistem ini akan berjalan jika terdapat komitmen dari organisasi berupa perlindungan terhadap seorang pengadu. Komitmen tersebut dibutuhkan untuk menjamin karyawan terbebas dari risiko pembalasan yang dilakukan oleh organisasi baik dari atasannya maupun dari rekan kerjanya (Mesmer-Magnus dan Viswesvaran, 2005). Karyawan mempunyai sikap yang positif terhadap penerapan sistem pengaduan tetapi hanya beberapa orang saja yang benar-benar melakukannya (Park dan Blenkinsopp, 2009). Hasil survey yang dilakukan oleh Keenan dan Krueger (Park dan Blenkinsopp, 2009) pada beberapa perusahaan yang menerapkan sistem pengaduan, menyatakan bahwa hanya 32% sistem pengaduan yang dapat berjalan secara efektif. Sedikitnya jumlah prosentase tersebut dikarenakan masih adanya rasa takut berupa risiko pembalasan yang mungkin saja dapat diterima. Dengan masih adanya risiko yang dapat diterima oleh seorang pengadu secara tidak langsung akan memengaruhi niat individu untuk melapor.

(6)

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi niat seseorang untuk menjadi seorang pengadu, di antaranya adalah faktor yang berasal dari individu. Faktor yang berasal dari individu meliputi sikap positif atau negatif seseorang terhadap sistem pengaduan, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Park dan Blenkinsopp, 2009). Faktor individual bukan merupakan satu- satunya faktor yang dapat mempengaruhi niat seseorang dalam menggunakan sistem pengaduan (Winardi, 2013). Faktor situasional juga dapat memengaruhi niat seseorang dalam menggunakan sistem pengaduan karena niat tersebut kemungkinan akan berubah pada situasi-situasi tertentu.

Organisasi yang mempunyai karakteristik yang kuat cenderung mempunyai situasi yang sulit bagi seorang pengadu untuk mengungkap adanya kecurangan karena seorang pengadu akan dianggap sebagai penghianat dan tidak setia terhadap organisasi (Uys dan Senekal, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Schultz et al. (1993) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat keseriusan kesalahan dan tindakan pelaporan serta hubungan negatif antara biaya pelaporan dan tindakan pelaporan. Selain itu Cortina dan Magley (2003) menganggap bahwa status dari pelaku kejahatan akan memengaruhi niat seseorang dalam menggunakan sistem pengaduan.

Kedua penelitian tersebut merupakan faktor situasional yang dapat memengaruhi niat seseorang dalam menggunakan sistem pengaduan (Winardi, 2013).

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Saat ini kasus korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa di Negara Indonesia. Korupsi dapat menyebabkan gangguan terhadap perekonomian bangsa karena menghambat pertumbuhan ekonomi dan juga menyebabkan kerugian berupa kehilangan uang yang harus ditanggung oleh Negara (Winardi, 2013). Pelaku dari kasus korupsi beraneka macam mulai dari menteri, kepala daerah, aparat penegak hukum, anggota dewan, dan pelaku usaha. Korupsi harus diberantas karena merupakan penyakit yang bisa menghambat perekonomian Indonesia. Kehadiran sistem pengaduan dapat membantu dalam mengungkap kasus korupsi yang ada di organisasi. Sistem pengaduan ini akan berjalan secara efektif jika orang di dalam organisasi ikut berpartisipasi dengan menggunakan sistem ini untuk memberikan informasi tentang indikasi adanya korupsi kepada pihak-pihak yang sudah ditunjuk (Winardi, 2013).

Saat ini institusi Polri mendapat perhatian dari rakyat terkait dengan terungkapnya berbagai macam kasus korupsi yang melibatkan anggota dan perwira tinggi Polri. Sebagai institusi penegak hukum, Polri tidak bisa lepas dari oknum-oknum yang memanfaatkan kedudukan Polri untuk melakukan kecurangan dan praktek-praktek tidak etis. Sebagai contoh adalah kasus mafia pajak yang dibongkar oleh Komjen Susno Duadji yang melibatkan para anggota Polri dan juga kasus simulator SIM yang melibatkan perwira tinggi Polri. Korupsi yang melibatkan para anggota Polri ini sudah mencoreng nama institusi Polri maka dari itu saat ini Polri melakukan kegiatan “bersih-bersih”

(8)

sebagai bentuk dari reformasi di tubuh Polri agar terciptanya institusi yang bersih, transparan, dan akuntabel.

Institusi Polri dianggap mempunyai karakteristik yang kuat sehingga sulit untuk membongkar kejahatan di instansi tersebut. Karakteristik yang kuat tersebut merupakan faktor situasional yang dapat mempengaruhi niat seseorang untuk melaporkan tindakan kecurangan. Seorang anggota yang mempunyai pangkat dan posisi rendah masih merasa segan dengan pangkat dan nama besar atasannya serta kuatnya solidarisme di antara para jenderal untuk menjaga satu sama lain. Cap penghianat akan diberikan kepada seorang pengadu karena dianggap tidak setia terhadap rekan kerjanya (Uys dan Senekal, 2008) dan risiko pembalasan berupa sanksi administratif, mutasi, penundaan pangkat, dan kriminalisasi berpotensi akan diterima (Zhang., Chiu., dan Wei., 2008)

Dengan kuatnya karakteristik yang ada di institusi tersebut serta semangat untuk memberantas praktek-praktek tidak etis dan korupsi maka Polri menerbitkan peraturan tentang penerapan sistem pengaduan di insititusi kepolisian. Penerapan sistem pengaduan tersebut tercantum dalam Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 21 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Terhadap pelapor Pelanggaran Hukum Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sistem pengaduan ini berguna bagi para anggota Polri yang mengetahui tentang adanya indikasi tindakan kecurangan pada instansinya untuk melaporkan kepada pihak yang sudah ditunjuk. Hal yang ditakutkan oleh seorang pengadu adalah adanya risiko pembalasan yang bisa saja

(9)

diterimanya. Sebagai contoh adalah kasus dari Komjen Susno Duadji yang membongkar adanya mafia pajak yang melibatkan para anggota Polri.

Komjen Susno Duadji yang dapat dibilang sebagai seorang pengadu ini justru dikriminalisasi dan dihukum penjara karena membongkar skandal tersebut.

Seharusnya dengan adanya peraturan tersebut membuat seorang pengadu secara hukum terlindungi dari risiko pembalasan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah sikap berpengaruh positif terhadap niat menggunakan sistem pengaduan ?

2. Apakah norma subjektif berpengaruh positif terhadap niat menggunakan sistem pengaduan ?

3. Apakah kontrol perilaku berpengaruh positif terhadap niat menggunakan sistem pengaduan ?

4. Apakah tingkat keseriusan kesalahan berpengaruh positif terhadap niat menggunakan sistem pengaduan ?

5. Apakah biaya pelaporan berpengaruh positif terhadap niat menggunakan sistem pengaduan ?

6. Apakah status dari pelaku kejahatan berpengaruh positif terhadap niat menggunakan sistem pengaduan ?

(10)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menguji pengaruh sikap terhadap niat menggunakan sistem pengaduan.

2. Menguji pengaruh norma subjektif terhadap niat menggunakan sistem pengaduan.

3. Menguji pengaruh kontrol perilaku terhadap niat menggunakan sistem pengaduan.

4. Menguji pengaruh tingkat keseriusan kesalahan terhadap niat menggunakan sistem pengaduan.

5. Menguji pengaruh biaya pelaporan terhadap niat menggunakan sistem pengaduan.

6. Menguji pengaruh dari status pelaku kejahatan terhadap niat menggunakan sistem pengaduan.

1.5 Kontribusi Penelitian

1. Bagi Akuntansi

Kontribusi yang pertama, bahwa hasil dari penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kurangnya penelitian tentang whistleblowing di Indonesia.

Kontribusi yang kedua, bahwa penelitian ini menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) yang dapat memprediksi niat seseorang dalam membongkar rahasia, kecurangan, dan perilaku tidak etis di organisasi.

(11)

2. Bagi Praktisi

Kontribusi yang pertama, bahwa hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam penerapan sistem whistleblowing. Kontribusi yang kedua, hasil penelitian ini berguna bagi para pembuat kebijakan yang ingin menerapkan whistleblowing pada organisasinya. Jika para pembuat kebijakan mengetahui apa yang membuat anggota atau karyawannya untuk memutuskan melakukan whistleblowing, maka ini akan memudahkan para pembuat keputusan untuk membuat sebuah regulasi atau aturan.

Kontribusi yang ketiga, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan alternatif bagi para pengawas untuk memeroleh bukti dan membongkar kejahatan kecurangan yang ada di organisasinya.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang relevan, penelitian terdahulu, dan pengembangan hipotesis.

(12)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi dari sumber data, teknik pengambilan data, dan analisis data yang akan digunakan.

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil dan pembahasan dari pengolahan data.

BAB V KESIMPULAN

Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari seluruh alternatif yang memungkinkan tersebut kemudian terpilih alternatif membangun pusat jajanan serba ada dan taman kota sebagai pemanfaatan yang terbaik pada

Catatan penting dalam pendaftaran merek adalah tidak terdapat kewajiban bagi seseorang untuk mendaftarkan merek yang ia miliki, akan tetapi jika ingin mendapatkan

Pengendalian dilakukan agar perusahaan mengetahui apakah pembelian barang yang dilakukan pada perioda sebelumnya telah ideal dengan penjualan dan safety stock yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan metode kerja dengan menggunakan man and machine chart dimana jumlah total produksi

Dengan ini kami sampaikan daftar lokasi dan jadwal seleksi kompetensi dalam rangka pengadaan PPPK untuk Dosen dan Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi

sekolah untuk lebih memperhatikan motivasi kerja karyawannya khususnya guru honorer dengan melihat organizational commitment; (b) Pada guru honorer diharapkan mampu memiliki

Untuk mengetahui besarnya pengaruh kemampuan auditor dan pengalaman auditor secara parsial terhadap efektivitas pelaksanaan audit investigatif pada Badan

Selain itu hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arifin, Putro dan Putranto (2014) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang