LAPORAN
PEI\ELITIAN MANDIRI
PENGARUH
VARIASI CAMPURAN
SPESI
TERIIADAP
KUAT
GESER
PASANGAN
BATU
KARANG
DALAM
PERENCANAAN DINDING
PENAHAN TANAH
Nama Peneliti :
Ir.Tjokorda Gde Suwarsa Putra,MT Anak Agung Gede SutaParSTrMT
I Ketut Jaya Parwita
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIATI MANDIRI 2OT5
Judul Penelitian
:
Pengaruh Variasi Campuran SpesiTerhadap-Kuat Geser Pasangan Batu Karang Dalam Perencanaan Dinding Penahan Tanah
1.
Ketua Tim PenelitiNama Lengkap dan Gelar
:
Ir. Tjokorda Gde Suwarsa Putra MT. Golongan /Pangkat A,IIP:
IVa./Pembina/1 95507221984031001Jabatan Fungsional
:
Lektor KepalaBidang Keahlian
:
Geoteknik2.
Anggota Tim Peneliti (selain Ketua):
1. A. A. Gede Sutupa, ST,MT2. I Ketut Jaya Parwita
3.
Lokasi Penelitian:
Jurusan Teknik Sipil FT Unud4.
Jangka V/aktu Penelitian 120 (Seratus dua puluh) hari kalender terhitung mulai l l Juli sid 7 Nopember 20155.
Nilai KontrakMengetahui/menge sahkan : Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unud
:
Rp.5.000.000 (Lima Juta Rupiah)Bukit Jimbaran, 7 Nopember 2015 Ketua Tim Peneliti,
(Ir. Iokorda Gde Suwarsa Putra. MT) NrP. 1 95 507 22198403 t 00 t
ABSTRAK
Spesi merupakan bahan campuran yang dibentuk dari semen, p&Sir, dan air dengan perbandingan tertentu. Spesi biasanya digunakan sebagai perekat dari pasangan batu, salah satunya adalah batu karang. Batu karang merupakan salah satu material yang dapat dipakai sebagai bahan konstruksi dinding penahan tanah. Kekuatan dari pasangan batu karang sangat ditentukan dari perbandingan spesi yang dipergunakan dan jarak antar batu karang. Kegagalan konstruksi dinding penahan tanah diperkirakan dapat terjadi akibat terlampauinya kuat geser bahan oleh tekanan tanah aktif yang mengakibatkan terjadinya retak atau pergeseran pada tubuh dinding penahan tanah. Maka diperlukan suatu koefisien perencanaan yang terkait dengan kuat geser bahan yang diperoleh dari penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai kuat geser pasangan batu karang yang kemudian diaplikasikan ke dalam perencarunn dinding penahan tanah.
Pengujian kuat geser pasangan batu karang dilakukan dengan membuat masing-masing 3 buah benda uji pasangan batu karang dengan campuran spesi
I
: 4,1 : 6, dani
: 8. Dimensi benda uji, yaitu panjang 1,2 m, tinggi 0,4 m, dan tebal 0,2m. Besar beban pengujian kuat geser kemudian dimasukkan ke persamaan kuatgeser, sehingga diperoleh besamya kuat geser pada masing-masing campuran spesi. Dilakukanjuga pengujian kuat tekan kubus batu karang sebanyak 4 buah dan kubus spesi sebanyak 3 buah pada masing-masing cilmpufiu"r spesi dengan dimensi yang sama yaitu 15 cm x 15 cm x 15 cm.
Hasil penelitian menunjukkan kuat geser rata-ratapasangan batu karang pada campuran spesi
I
: 4 sebesar 4,313 kglcmz,I
: 6 sebesar 2,875 kglcmz,danI
: 8 sebesar 1,563 kglcm2. Kemudian dilakukan desain dinding penahan tanah yang aman terhadap bahayaguling, geser, gempa, tekanan tanah pada dasar dinding, dan kuat geser bahan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pasangan batu karang dengan campuran spesi1
:
4 yang
paling baik digunakan dalam perencanaan, karena kekuatan spesinya hampir menyamai kekuatan batu karang.Kata kunci : Batu Karang, Spesi, Kuat Geser, Dinding Penahan Tanah.
UCAPAN
TERIMA KASIH
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida sang Hyang Widhi Wasa karena atas rahmat dan berkat-Nya kami dapat menyelesaikan penelitian dengan judul o'Pengaruh Yariasi Campuran Spesi Terhadap Kuat Geser Pasangan Batu Karang Dalam Perencanaan Dinding Penahan Tanah', tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Udayana, Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana dan Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Udayana yang telah memfasilitasi penelitian ini.
Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran y'ang membangun demi penyempurnaan penelitian ini.
Bukit Jimbaran, 2 Nopember 2015 Tim Peneliti
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN
MANDIRI
... ABSTRAKUCAPAN TBRIMA KASIH DAFTAR ISI
BAB
I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Batasan Masalah BABII
TINJAUAN PUSTAKA2.1 Batu Karang 2.2 Spesi
2.3 Dinding Penahan Tanah
2.4 Stabilitas Dinding Penahan Tanah Tipe Gravity ... 2.4.1 Bahaya Terhadap Guling
2.4.2 Bahava Terhadap Geser
2.4.3 Bahaya Terhadap Tekanan Tanah Yang Terjadi
2.4.4 Gaya Aktif Dinding Penahan Tanah Akibat Gempa ... 2.5 Kondisi Umum Yang Lebih Kompleks Pada Dinding penahan
Tanah Tipe Gravity ...
2.6 Ragam Kegagalan Balok Tanpa Penulangan Tarik Diagonal 2.6.1 Keruntuhan Lentur
2.6.2 Keruntuhan Tarik Diagonal 2.6.3 Keruntuhan Tekan Geser
2.7 Kuat Geser Bahan Dalam Perencanaan Dinding Penahan Tanah
2.8 Varians dan Standar Deviasi
2.9 Estimasi Terhadap Mean Populasi Dalam Penelitian 2.9.1 Sampel Besar
2.9.2 Sampel Kecil BAB
III
RANCANGAN KEGIATAN3.1 Tempat Penelitian 3.2 Pemeriksaan Bahan 3.3 Alat
-
Alat Penelitian3.4 Pemeriksaan Bahan yang Dipergunakan 3.4.1 Air
3.4.2 Semen
3.4.2.1 Pemeriksaan Berat Satuan Semen
3.4.3.1 Pemeriksaan Kadar Air Pada Pasir
3.4.3.2 Pemeriksaan Kandungan Lumpur Pada Pasir .... 3.4.3.3 Pemeriksaan Gradasi Pasir ...
3.4.3.4 Pemeriksaan Pemeriksaan Berat Satuan Pasir (Unit
lkisht)
3.4.3.5 Pemeriksaan Berat Jenis Pasir 3.4.4 BatuKarang
3.4.4.1Pemeriksaan Daya Tahan Terhadap Keausan .... Perancangan Benda Uji ...
3.5.1 Bentuk dan Dimensi Benda Uji 3.5.2 Jumlah Benda
Uji
... Pembuatan Benda Uji ...3.6.1 Pembuatan Benda Uji Pasangan Batu Karang 3.6.2 Pembuatan Benda Uji Kubus Spesi ... 3.6.3 Pembuatan Benda Uji Kubus Batu Karang Perawatan Benda Uji
Pengujian Benda
Uji
...3.8.1 Pengujian Kuat Geser Benda Uji Pasangan Batu Karang
3.8.2 Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Kubus Spesi ... 3.8.3 Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Kubus Batu Karang ..
3.8.4 Pengujian Berat Volume Pasangan Batu Karang 3.9 Analisis Data
3. 1 OPerencan&rn Dinding Penahan Tanah
3.11Alur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan
4.1 .1 Pemeriksaan Berat Satuan Semen 4.1.2 Pemeriksaan Kadar Air Pasir
4.1.3 Pemeriksaan Kandungan Lumpur Pasir ... 4.1.4 Pemeriksaan Gradasi Pasir Alami ... 4.1.5 Penentuan Gradasi Pasir Terpakai ... 4.1.6 Pemeriksaan Berat Satuan Pasir ... 4.1.7 Pemeriksaan Berat Jenis Pasir
4.1.8 Pemeriksaan Keausan Batu Karang ... 4.2 Hasil Pengujian Kuat Tekan, Kuat Geser, dan Berat
Volume
4.2.1 Hasil Pengujian Kuat Tekan Kubus Batu Karang... 4.2.2 Hasil Pengujian Kuat Tekan Kubus Spesi ...
4.2.3 Hasil Pengujian Kuat Geser Pasangan Batu Karang ... 4.2.4 Hasil Pengujian Berat Volume Pasangan Batu
Karang
4.2.5 PolaKeruntuhan Benda Uji ... 4.3 PerencanaanDinding Penahan Tanah
4.3
.l
Data-Data Perencan&tn4-3.2 Syarat Desain Dinding Penahan Tanah... 4.3.3 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif
29 29 30 3l 31 3^/. 32 JJ JJ 3.5 3.6 3.7 3.8 35 36 36 39 41 4t 42 42 43 43 44 45 45 47 BAB
IV
4.3.4 4.3.s
5.2 Saran
Desain Dimensi Dinding Penahan Tanah
Pemeriksaan Terhadap Bahaya Guling dan Bahaya
98 101 102 104
109
tt2
115 Geser
4.3.6 Desain Ulang Dimensi Dinding Penahan Tanah 4.3.7 Pemeriksaan Terhadap Bahaya Guling dan Bahaya
Geser Pada Desain Ulang
4.3.8 Desain Dimensi Dinding Penahan Tanah Setelah Pemadatan Tanah
4.3.9 Pemeriksaan Terhadap Bahaya Guling dan Bahaya Geser Setelah Pemadatan Tanah
4.3.10 Pemeriksaan Terhadap Bahaya Guling dan Bahaya Geser Pada Desain Ulang Setelah Pemadatan Tanah ..
4.3.11 Pemerikasaan Terhadap Tekanan Tanah Aktif Akibat Gempa
4.3.12 Pemeriksaan Terhadap Tekanan Tanah Yang Terjadi
4.3.L3 Pemeriksaan Terhadap Kuat Geser
Bahan
1274.3.14 Pemeriksaan Kuat Geser Penampang
i-I
...
128 4..3.15 Pemeriksaan Kuat Geser PenampangII-[ ...
1304.3.16 Pemeriksaan Kuat Geser Penampang
III-III
132 4.3.17 Perbandingan Penerapan Desain Akibat BahayaGuling Dengan Desain Kuat Geser
Bahan
133BAB
V
SIMPULAN DA}t SARAN 5.1 Simpulan116
t2r
135 137
138
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spesi merupakan bahan campuran yang dibentuk dari semen, pasir, dan air dengan perbandingan tertentu. Spesi biasanya digunakan sebagai perekat dari pasangan batu, salah satunya adalah batu karang. Batu karang merupakan salah satu material yang dapat dipakai sebagai bahan konstruksi dinding penahan tanah. Permukaan batu karang yang kasar membuat batu ini mudah melekat dengan spesi. Kekuatan dari pasangan batu karang sangat ditentukan dari perbandingan spesi yang dipergunakan dan jarak antar batu karang.
Salah satu konstruksi bangunan yang dapat mempergunakan batu karang adalah dinding penahan tanah. Dinding penahan tanah adalah suatu konstruksi berfungsi untuk menyokong tanah serta mencegahnya dari bahaya kelongsoran. Kelongsoran tersebut baik akibat beban air hujan, berat tanah itu sendiri maupun akibat beban yang bekerja di atasnya. Dinding penahan tanah sering digunakan khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki elevasi berbeda yang rawan akan terjadi kelongsoran tanah.
2
Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penyempurnaan dari penelitian yang dilakukan sebelumnya yang menguji kuat geser menggunakan pasangan batu kali (Kurniawan, 2012). Dimana pada penelitian sebelumnya keruntuhan geser terjadi di lekatan antara batu dan spesi, mengingat permukaan batu kali yang halus. Sehingga untuk menghasilkan nilai kuat geser yang lebih besar, perlu digunakan batu dengan permukaan yang lebih kasar yang pada penelitian ini digunakan batu karang.
Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan, maka perlu diteliti seberapa kuat geser yang mampu ditahan oleh pasangan batu karang sebagai bahan pembentuk konstruksi dinding penahan tanah. Nilai kuat geser tersebut akan digunakan untuk mendesain dinding penahan tanah. Hasil yang diharapkan adalah dapat diketahui besarnya kuat geser pasangan batu karang sebagai bahan pembentuk konstruksi dinding penahan tanah dengan campuran spesi tertentu dan juga diperoleh desain dinding penahan tanah yang memperhitungkan faktor kuat geser bahan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini, yaitu :
a. Berapa besarnya kuat geser yang mampu dipikul oleh pasangan batu karang dengan campuran spesi tertentu ?
b. Bagaimana desain dinding penahan tanah dengan memperhitungkan nilai kuat geser pasangan batu karang ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini, yaitu :
a. Untuk mengetahui kuat geser yang mampu dipikul oleh pasangan batu karang dengan campuran spesi tertentu.
3
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, yaitu :
a. Dapat menerapkan pasangan batu karang dengan campuran spesi yang tepat yang mampu memikul tegangan geser paling besar ke dalam perencanaan dinding penahan tanah nantinya.
b. Dapat lebih memahami stabilitas konstruksi dinding penahan tanah ditinjau dari kegagalan geser bahan yang mampu dipikul oleh bahan pembentuk konstruksi dinding penahan tanah.
1.5 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini, yaitu :
a. Batu karang dalam penelitian ini berasal dari Bukit Jimbaran, Badung. b. Jumlah batu karang sama dalam setiap benda uji. Penempatan dan ukuran
batu dapat dilihat pada lampiran A.
c. Penelitian hanya terbatas pada pengujian kuat geser pasangan batu karang dengan pebandingan campuran spesi 1 : 4, 1 : 6, dan 1 : 8.
d. Semen yang digunakan adalah semen tiga roda tipe portland composite cement (PCC).
e. Pasir yang digunakan berasal dari Karangasem.
f. Dimensi benda uji disesuaikan dengan ukuran alat uji di Laboratorium dan lebih kecil dari kenyataan di lapangan.
g. Jarak antar batu karang (ketebalan spesi) ± 3 cm.
h. Dinding penahan tanah yang didesain adalah dinding penahan tanah tipe
gravity.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batu Karang
Batu karang merupakan batuan sedimen kimiawi yang terbentuk dari bahan-bahan organik atau senyawa karbonat, misalnya mengandung fragmen kerang. Batu karang memiliki warna putih, putih kekuningan, abu-abu hingga hitam. Pembentukan warna ini tergantung dari campuran yang ada dalam batu karang tersebut, misalnya : lempung, kwarts, oksida besi, mangan dan unsur organik. Berat jenis batu karang berkisar antara 2,6 gr/cm3 – 2,8 gr/cm3 dalam keadaan murni dengan bentuk kristal kalsit, sedangkan berat volumenya berkisar antara 1,7 gr/cm3
– 2,6 gr/cm3.
Batuan sedimen terbentuk di atas permukaan lithosphere sebagai akibat dari aksi air, udara dan akibat aktivitas makhluk-makhluk organis. Sedimen biasanya didepositkan secara lapis per lapis yang disebut lapisan (strata) dan apabila dipadatkan dan tersementasi menjadi satu akan membentuk batuan sedimen (proses ini juga disebut pembatuan / lithification).
Bahan sedimen ditetapkan menjadi dua kelompok umum, yaitu endapan detrial (klastik) dan endapan non detrital (kimiawi).
a. Kelompok Detrial (Sedimen Klastik)
Diklasifikasikan oleh ukuran butir seperti konglomerat, batu pasir, batu lanau, dan batu serpih. Batuan arenaceous lebih dominan pasiran. Batuan argillaceous
lebih dominan lempungan. Batuan sedimen detrital terkomposisi terutama dari fragmen-fragmen yang hancur diperoleh dari batuan yang ada sebelumnya atau dari hasil pelapukan seperti batuan yang telah dibawa oleh sungai, angin atau es ke tempat depositnya.
b. Kelompok non detrital (Sedimen Kimiawi)
5
tekstur kristalin. Batu yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kelompok non detrial (sedimen kimiawi).
2.2 Spesi
Spesi adalah suatu bahan adukan yang terbuat dari semen, pasir, dan air pada takaran tertentu yang dipergunakan untuk melekatkan bahan bangunan yang satu dengan bahan lainnya sehingga terbentuk suatu pasangan yang kokoh. Pasir disini berfungsi sebagai bahan pengikat (bahan yang direkat). Spesi yang digunakan untuk pekerjaan bangunan harus memenuhi sesuatu persyaratan tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. Dapat dikerjakan dalam keadaan plastis,
b. Dapat dengan mudah diangkut ke tempat pekerjaan, c. Mengeras atau membatunya secara perlahan-lahan, d. Merupakan suatu alas yang rata bagi batu yang dipasang, e. Menjadi perekat yang kuat di antara batu yang dipasang.
Fungsi utama spesi adalah menambah lekatan dan ketahanan ikatan dengan bagian-bagian penyusun suatu konstruksi. Kekuatan spesi tergantung pada kohesi pasta semen terhadap partikel agregat halusnya. Spesi mempunyai nilai penyusutan yang relatif kecil. Spesi harus tahan terhadap penyerapan air serta kekuatan gesernya dapat memikul gaya-gaya yang bekerja pada spesi tersebut. Jika penyerapan air pada spesi terlalu besar / cepat, maka spesi akan mengeras dengan cepat dan kehilangan ikatan adhesinya.
Perhitungan kuat tekan spesi diperoleh berdasarkan rumus :
f′c =
P (2.1)dimana :
f’c = kuat tekan spesi (MPa) P = beban maksimum total (N)
A = luas dari permukaan yang dibebani (mm2)
6
a. Faktor air semen (f a s)
Faktor air semen adalah angka perbandingan antara berat air dan berat semen dalam campuran spesi atau beton. Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai f.a.s., semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun demikian, nilai f.a.s. yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai f.a.s.yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai f.a.s. minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65.
b. Jumlah semen
Pada spesi dengan f.a.s sama, spesi dengan kandungan semen lebih banyak belum tentu mempunyai kekuatan lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah air yang banyak, demikian pula pastanya, menyebabkan kandungan pori lebih banyak daripada spesi dengan kandungan semen yang lebih sedikit. Kandungan pori inilah yang mengurangi kekuatan spesi. Jumlah semen dalam spesi mempunyai nilai optimum tertentu yang memberikan kuat tekan tinggi. c. Umur spesi
Kekuatan spesi akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dimana pada umur 28 hari spesi akan memperoleh kekuatan yang diinginkan.
d. Sifat agregat
Sifat agregat yang berpengaruh terhadap kekuatan ialah bentuk, kekasaran permukaan, kekerasan dan ukuran maksimum butir agregat. Bentuk dari agregat akan berpengaruh terhadap interlocking antar agregat.
2.3 Dinding Penahan Tanah
7
penahan ini dibangun untuk melindungi kemiringan tanah, dan melengkapi kemiringan dengan pondasi yang kokoh (Nakazawa, 2000).
Dinding penahan tanah sering digunakan khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki elevasi berbeda yang rawan akan terjadi kelongsoran tanah. Untuk dapat menahan tanah dan mencegah keruntuhan tanah, maka dinding penahan tanah harus direncanakan dapat menjaga stabilitas konstruksi dinding penahan tanah tersebut dari gaya-gaya luar yang bekerja pada konstruksi. Gaya-gaya yang ditahan, antara lain :
a. Berat sendiri dari bahan konstruksinya, terutama untuk dinding penahan tanah tipe gravity retaining wall.
b. Tekanan tanah aktif (Ea), pasif (Ep), diam (E0), dan tekanan air (Ph).
c. Muatan-muatan lain diatas tanah.
d. Berat tanah di atas dasar dinding penahan tanah sebagai bahan urugan. Dinding penahan tanah terbagi atas beberapa tipe, yaitu gravity, cantilever, counterfort, buttressed / sturt, crib / bronjong, sheet pile wall., dan semi gravity.
Pemilihan tipe ini tergantung dari kebutuhan, kondisi tanah, bahan, dan biaya proyek. Semua tipe dinding penahan tanah diatas harus kontrol keamanannya terhadap bahaya guling, bahaya geser, dan tekanan tanah pada dasar dinding agar sesuai dengan kebutuhan di daerah yang akan dibangun.
2.4 Stabilitas Dinding Penahan Tanah Tipe Gravity
2.4.1 Bahaya Terhadap Guling
h
a
A
V
H
8
Pada gambar 2.1, gaya horisontal H akibat tekanan tanah aktif akan mendorong dinding kearah kiri, sehingga kemungkinan dinding penahan tanah akan terguling melalui titik pusat guling di A. Gaya H ditinjau 1 meter tegak lurus bidang gambar.
Penyebab terjadinya guling adalah momen guling aktif :
M = H . h (2.2)
Momen ini akan dilawan oleh berat bahan dinding penahan tanah sebesar V dengan a, sehingga momen penahan bersifat pasif sebesar :
M = V . a (2.3)
Syarat kestabilan terhadap bahaya guling : SF = M a f
M akt f ,5 (2.4)
Tekanan tanah pasif dapat diperhitungkan apabila tekanan tanah pasif tersebut diyakini akan selalu ada pada dinding penahan tanah, sedangkan apabila tidak yakin ada maka sebaiknya diabaikan. Penyebab ketidak yakinan ini adalah seringkali tanah tersebut akan tergerus oleh aliran air. Bila tekanan tanah pasif juga diperhitungkan, maka akan menambah momen pasif yang tersedia seperti ditunjukkan pada gambar 2.2.
a
A
V
Ep
zGambar 2.2 Gaya penahan guling pada dinding penahan tanah
Maka momen pasif yang bekerja di kiri menjadi :
M = Ep . z (2.5)
Momen pasif total menjadi :
9
Apabila ada urugan tanah di belakang konstruksi dinding penahan tanah, maka dapat diperhitungkan sebagai counter terhadap momen aktif yang ada. Jadi berfungsi untuk menambah besarnya momen pasif.
b
A
G
Gambar 2.3 Timbunan diatas dinding penahan tanah sebagai momen pasif
Dari gambar 2.3, berat tanah G diperhitungkan sebagai gaya vertikal dengan lengan
b terhadap titik guling A, maka momen pasif menjadi :
M = G . b (2.7)
Jika syarat kestabilan pada rumus (2.4) tidak terpenuhi n < 1,5, maka harus dilakukan penyesuaian terhadap ukuran dinding seperti :
a. Memperbesar penampang sehingga berat V menjadi besar dan momen pasif lebih besar.
A
V
Gambar 2.4 Penampang dinding penahan tanah diperbesar
10
b. Memperbesar momen pasif dengan member tumit yang agak panjang kedepan atau kebelakang seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5..
A
G
b
A
G
a
Gambar 2.5 Tumit dinding penahan tanah diperpanjang kearah depan atau belakang
c. Dengan cara membuat dasar dinding agak miring sehingga momen aktif menjadi lebih kecil karena h kecil seperti ditunjukkan pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Dasar dinding penahan tanah yang dibuat agak miring
d. Posisi dinding miring didepan atau dibelakang.
V a1 A
V a2 A
Gambar 2.7 Posisi dinding penahan tanah miring di depan atau di belakang
A
11
Pada gambar 2.7 di kiri, garis arsiran merupakan batas dari timbunan pada dinding yang diperhitungkan sebagai momen pasif. Sedangkan pada gambar 2.7 di kanan dengan luas yang sama, tetapi letak V yang berbeda maka : a2 >
a1, sehingga Mp2 > Mp1.
2.4.2 Bahaya Terhadap Geser
h
A
V
H
B
A V
B
M aktif = H . h
K H
Gambar 2.8 Gaya penyebab dan penahan geser apda dinding penahan tanah
Pada gambar 2.8 kiri, gaya H selain menyebabkan momen aktif untuk menggulingkan konstruksi terhadap titik guling A, juga potensial menyebabkan pergeseran permukaan dasar dinding dengan tanah dibawahnya. Sedangkan pada gambar 2.8 kanan, gaya geser H yang bekerja pada dasar dinding sebelah H tersebut dipindahkan pada bidang dasar + M aktif = H . h, akan dilawan gesekan antara tanah
dengan dasar dinding dengan rumus dasar :
K = N . tan ϕ (2.8)
Dimana :
K = gaya yang melawan H.
N = gaya normal tegak lurus bidang gambar.
f = tan ϕ = koefisien gesekan antara tanah dengan dasar dinding.
Untuk dasar pondasi dinding yang halus diambil :
f = tan ϕ = tan ϕ ⇒ ϕ = ϕ (2.9)
Syarat stabilitas terhadap bahaya geser :
12
Bila memperhitungkan tekanan tanah pasif Ep, maka :
K = V . tan ϕ + Ep (2.11)
Sehingga nilai n menjadi lebih aman :
n =KH= . Hϕ+E ,5 (2.12)
Pada tanah dasar yang bersifat kohesif, ada nilai C tanah maka gaya yang menahan geseran dapat ditambah dengan adhesi antara tanah dengan dasar dindingnya. Dengan mengambil besar lekatan (adhesi) :
C′ = C (2.13)
Dimana :
C = kohesi tanah
C’ = adhesi dasar dan tanah
Gaya penambah untuk menahan geseran adalah :
B . C′= B. C (2.14)
Secara keseluruhan n menjadi bertambah besar atau bertambah stabil menahan geser pada dasar dinding :
SF e e = . ϕ+E + .H
, untuk tanah kohesif
(2.15) SF e e = . ϕ+E + .H ,5, untuk tanah non kohesif
(2.16)Apabila hasil perhitungan didapat SFgeser < 2 ; SFgeser < 1,5, maka perlu dibuat ekor
/ kunci pada dasar pondasinya untuk menambah keamanan terhadap bahaya geser.
H h
13 Pada gambar 2.9, ekor / kunci yang dimaksud adalah yang berwarna hitam tebal.
Ekor / kunci disini dimaksudkan agar tekanan tanah pasif Ep cukup besar. Untuk mengatasi
bahaya geser, desain ditambahkan bagian kunci atau base key pada bagian dasar dinding
penahan tanah. Fungsi dari base key ini adalah menambah besarnya tekanan tanah pasif.
Besar tekanan tanah pasif akan semakin besar karena tinggi diagram tekanan tanah pasif
bertambah dengan adanya bagian base key. Penambahan bagian base key juga akan
menambah besarnya tekanan tanah aktif, tetapi karena rasio koefisien tekanan tanah pasif
(kp) lebih besar dibandingkan dengan koefisien tekanan tanah aktif (ka), maka besar
penambahan tekanan akan lebih besar atau lebih signifikan pada tekanan tanah pasif
(Coduto, 1994).
2.4.3 Bahaya Terhadap Tekanan Tanah Yang Terjadi
Diusahakan agar resultante muatan-muatan masih menangkap di dalam inti bidang
dasar pondasi agar tidak terjadi tekanan tarik pada tanah sehingga seluruh lebar pondasi
(B) menjadi efektif. Gaya tekanan tanah yang terjadi dalam dinding penahan tanah
diuraikan pada gambar 2.10.
h
A
V
H
B O
A V
B
O H
M aktif M pasif
H V
MA
B/2 A
O
A H
B/2 O V
x e
Gambar 2.10 Tekanan tanah pada dinding penahan tanah
Syarat :
e 6. B (2.17)
dimana : e =∑ M
∑ (2.18)
terhadap titik guling A :
14
x =∑ M∑ , jarak V terhadap A (2.20)
Akibatnya :
e = − x (2.21)
Exentrisitas V terhadap O, sehingga :
Mo = V. e (2.22)
Yang dipakai pada perhitungan tekanan tanah yang terjadi dibawah dasar pondasi dengan rumus umum :
σex = ±M (2.23)
Jika dijabarkan lagi, akan menjadi :
σ x = +M σ (2.24)
σ = −M (2.25)
Diagram tekanan tanah di dasar pondasi ditunjukkan pada gambar 2.11.
V
H
B
x
(B - x)
B B B
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2.11 Diagram tegangan tanah di dasar pondasi
Pada gambar 2.11 (b) :
Jika e <
6. B maka σex = ± 6 .e
(2.26) Pada gambar 2.11 (c) :
Jika e =
6. B maka σex =σ x = . = . σ − (2.27)
Pada gambar 2.11 (d) : Jika e >
6. B maka σ x= .
. −e , dimana x = . − e (2.28)
(B – x) . . . . tidak efektif
σ
maxσ
maxσ
maxσ
minσ
15
Bila perbedaan tegangan antara �max dan �min terlalu besar, maka apabila
tanah dasarnya adalah tanah yang bersifat compressible, maka akan mengakibatkan pola perbedaan yang cukup besar, sehingga dinding penahan tanah akan menjadi condong ke depan. Seperti akan mengalami keruntuhan. Untuk menanggulanginya maka harus direncanakan : e
6. B ; sehingga �max dan �min hasilnya berbeda
sedikit.
2.4.4 Gaya Aktif Dinding Penahan Tanah Akibat Gempa
Beban gempa pada dinding penahan tanah dengan metode pseudostatis, yaitu analisis ketahanan gempa yang paling sederhana dengan memakai percepatan gempa horisontal dan vertikal. Gambar 2.12 memperlihatkan kondisi statis pada tanah timbunan aktif dengan metode Mononobe-Okabe.
Gambar 2.12 Gaya aktif pada dinding akibat gempa
Sumber : Redana (2010)
Gaya-gaya yang bekerja pada blok keruntuhan adalah sebagai berikut: a. Berat blok tanah di atas bidang longsor, yaitu W.
b. Resultan gaya geser dan gaya normal pada permukaan bidang longsor BC, yaitu F.
c. Gaya aktif per satuan lebar tembok, yaitu PAE.
d. Gaya inersia arah horizontal, yaitu khW.
16
Gaya statis yang diterima dinding adalah :
P = . K . . H (2.29)
Dimana :
K = ϕ−θ
θ. δ+θ [ +√c δ+θδ+θ c β+θ ϕ+β ]
(2.30)
Gambar 2.12 memperlihatkan gaya dinamis akibat gempa yang bekerja pada bidang keruntuhan pada dinding penahan tanah. Dengan memanfaatkan analisis pseudostatik gaya gempa statik Fh dan Fv dapat dihitung dengan memanfaatkan
percepatan gempa horisontal dan vertikal �ℎ dan ��, F = . = k W dan F =
v. = k W, dimana k
h dan kv adalah koefisien pseudostatik horizontal dan vertikal
dan W adalah berat massa tanah yang runtuh. Persamaan untuk mencari nilai kh dan
kv dapat dipergunakan persamaan sebagai berikut:
kh = e e e e
ah
(2.31)
kv = e e e e e �� (2.32)
Dimana :
g = percepatan gravitasi
Gaya aktif dinamis yang diterima dinding penahan tanah adalah
P E= . K E. . H − k (2.33)
Dimana :
K E = ϕ−θ−Ψ
Ψ. θ. δ+θ+Ψ [ +√c δ+θδ+θ+Ψc β−θ ϕ−β−Ψ ]
(2.34)
Dimana : Ψ = tan−
− v (2.35)
Total komponen tekanan tanah aktif dapat dipisahkan menjadi komponen statis PA dan komponen gempa dinamik ΔPAE.
17
Gambar 2.13 Titik tangkap gaya tekanan tanah aktif akibat gempa
Sumber : (Das, 1995)
Komponen gaya statik PA bekerja pada H/3, tetapi komponen gaya dinamik
bekerja kira-kira pada 0,6H dari dasar dinding. Sehimgga komponen gaya total bekerja pada ketinggian h, dari dasar dinding.
h =P .H+ΔPP E ,6H
E (2.37)
Setelah mendapatkan besarnya titik tangkap atau jarak bekerjanya masing-masing komponen gaya aktif tanah, maka dapat dihitung besarnya momen pengguling yang bekerja pada dinding penahan tanah akibat gempa. Persamaan yang dipergunakan untuk menghitung besarnya momen pengguling, yaitu
Mo = P E. cos . h (2.38)
2.5 Kondisi Umum Yang Lebih Kompleks Pada Dinding Penahan Tanah Tipe Gravity
Dinding penahan tanah tipe gravity biasanya terbuat dari pasangan batu kali. Dinding penahan tanah tipe ini mempunyai dimensi dan berat yang cukup untuk mengimbangi bahaya guling dan bahaya geser. Untuk dinding penahan tanah tipe
18
sedemikian rupa agar dapat menahan tegangan tekan, tegangan tarik, dan tegangan geser pada pasangan batu yang akan digunakan.
III
II I
m.a.t
m.a.t m.t q t/m2
A H3
H2 H1
Ea1 Ea2
Ea3
Ea4 Ph
Ep Ph
B
H3
H2
Gambar 2.14 Seluruh gaya yang bekerja pada dinding penahan tanah tipe gravity
Gaya – gaya yang timbul :
a. Berat sendiri konstruksi dinding penahan tanah.
b. Berat tanah diatas tumit depan dan belakang I, II, dan III. c. Sebelah kanan :
Ea1, akibat beban merata q ton/m2.
Ea2, akibat beban tanah diatas muka air tanah (m.a.t).
Ea3, akibat tanah diatas muka air tanah sebagai beban merata, bekerja
setinggi H2.
Ea4, akibat tanah di bawah muka air tanah.
Ph, akibat tekanan air tanah setinggi H2.
d. Sebelah kiri :
Ep, Ph akibat tanah pasif setinggi H3.
19
2.6 Ragam Kegagalan Balok Tanpa Penulangan Tarik Diagonal
Pada dasarnya dapat terjadi tiga ragam keruntuhan (atau kombinasinya), yaitu keruntuhan lentur, keruntuhan tarik diagonal, dan keruntuhan tekan akibat geser. Untuk balok yang semakin langsing, kecendrungan ragam keruntuhan adalah lentur. (Nawy, 1998)
Gambar 2.15 Ragam keruntuhan sebagai fungsi dari kelangsingan balok : (a) keruntuhan lentur ; (b) keruntuhan tarik diagonal ; (c) keruntuhan geser tarik
20
2.6.1 Keruntuhan Lentur
Pada daerah yang mengalami keruntuhan lentur, retak terutama terjadi pada sepertiga tengah bentang, dan tegak lurus arah tegangan utama retak retak ini diakibatkan oleh tegangan geser v yang sangat kecil dan tegangan lentur f yang sangat dominan yang besarnya hampir mendekati tegangan utama horizontal
ft(max). Dalam keadaan runtuh lentur demikian, beberapa retak halus berarah vertikal terjadi di daerah tengah bentang sekitar 50% dari yang diakibatkan oleh beban lentur. Apabila bebannya bertambah terus, retak-retak di tengah bentang bertambah, dan retak awal yang sudah terjadi akan semakin lebar dan semakin panjang menuju sumbu netral penampang, Hal ini bersamaan dengan besarnya lendutan di tengah bentang. Jika balok tersebut under-reinforced, maka keruntuhan ini merupakan keruntuhan yang daktail (ductile) yang ditandai dahulu dengan lelehnya tulangan tarik. Perilaku daktail ini memberikan peringatan terlebih dahulu kepada pemakai bangunansebelum terjadi keruntuhan total balok (collape). Agar berperilaku daktail, biasanya perbandingan antara bentang geser dengan tinggi penampang harus lebih besar dari 5,5 dalam hal beban terpusat, dan melebihi 15 untuk beban terdistribusi.
2.6.2 Keruntuhan Tarik Diagonal
21
2.6.3 Keruntuhan Tekan Geser
Balok-balok yang mengalami keruntuhan demikian mempunyai perbandingan antara bentang geser dengan tinggi penampang a/d sebesar 1 sampai 2,5 untuk beban terpusat, dan kurang dari 5,0 untuk beban terdistribusi. Seperti pada tarik diagonal, keruntuhan ini dimulai dengan timbulnya retak-lentur-halus verikal di tengah bentang, dan tidak terus menjalar, karena terjadinya kehilangan lekatan antara tulangan membujur (longitudinal) dengan beton disekitarnya pada daerah perletakan. Setelah itu diikuti dengan retak miring, yang lebih curam daripada retak diagonal tarik secara tiba-tiba dan menjalar terus menuju sumbu netral. Kecepatan penjalaran ini semakin berkurang sebagai akibat dari hancurnya beton pada tepi tertekan dan terjadinya redistribusi tegangan pada daerah atas. Pada saat bertemunya retak miring ini dengan tepi beton yang tertekan, terjadilah keruntuhan secara tiba-tiba keruntuhan tekan geser. Ragfam keruntuhan ini dapat dipandang kurang getas dibandingkan dengan ragam keruntuhan tarik diagonal karena adanya redistribusi regangan tadi. Sekalipun demikian keruntuhan yang bersifat getas harus sama sekali dihindarkan karena sifatnya yang tidak ada peringatan terlebih dahulu.
Tabel 2.1 Pengaruh kelangsingan balok terhadap ragam keruntuhan
22
2.7 Kuat Geser Bahan Dalam Perencanaan Dinding Penahan Tanah
Konstruksi dinding penahan tanah umumnya direncanakan agar mampu untuk menahan bahaya guling, bahaya geser, tekanan tanah, dan bahaya gempa. Kegagalan konstruksi dinding penahan tanah diperkirakan dapat terjadi akibat terlampauinya kuat geser bahan oleh tekanan tanah aktif yang ditahan oleh konstruksi dinding penahan tanah. Kegagalan seperti itu mengakibatkan terjadinya retak-retak atau pergeseran pada bahan pembentuk dinding penahan tanah tersebut. Kuat geser bahan yang dimaksud adalah kuat geser yang mampu ditahan oleh bahan pembentuk konstruksi dinding penahan tanah tersebut. Sehingga, untuk merencanakan suatu konstruksi dinding penahan tanah yang lebih baik untuk kedepannya, perlu direncanakan dengan memperhitungkan kuat geser bahan.
Suatu konstruksi dinding penahan tanah hendaknya direncanakan dengan memperhitungkan nilai kuat geser bahan pasangan batu yang akan digunakan. Hal ini perlu diperhitungkan untuk mengantisipasi terjadinya retakan oleh tekanan tanah aktif pada titik yang ditinjau, pada bahan pembentuk konstruksi dinding penahan tanah yang akan dibangun. Rumus kuat geser bahan adalah :
τ =P .S . (2.39)
S = 8. b. h (2.40)
I = . b. h (2.41)
Dimana :
= kuat geser bahan (kg/cm2) P = beban runtuh (kg)
S = momen statis ke garis netral (cm3) I = momen inersia penampang (cm4)
b = lebar benda uji (cm)
Setelah nilai kuat geser di dapat, maka dilanjutkan dengan perencanaan dimensi dinding penahan tanah oleh tekanan tanah aktif, dengan rumus :
τ =E
(2.42)
23
Dimana :
Ea = tekanan tanah aktif di titik yang ditinjau, per meter panjang (ton/m) A = lebar dinding penahan tanah di titik yang ditinjau, per meter panjang (m2)
Sehingga nilai A di dapat. Dengan lebar (A) hasil perhitungan, maka dinding penahan tanah pada titik yang ditinjau akan aman terhadap bahaya geser bahan oleh tekanan tanah aktif.
2.8 Varians dan Standar Deviasi
Cara varians dan standar deviasi dipergunakan untuk menentukan ukuran statistik dari suatu data. Standar deviasi dan varians merupakan dua ukuran variabilitas yang sangat sering digunakan oleh peneliti di dalam menganalisis data penelitian yang berjenis interval (Arikunto, 2000). Varians yaitu jumlah dari selisih antara data dengan nilai rata-ratanya dibagi dengan banyaknya subjek yang memiliki nilai (n – 1). Standar deviasi merupakan akar dari varians sampel. Semakin besar nilai standar deviasi berarti semakin tinggi penyimpangan data dengan nilai rata-ratanya. Sebaliknya, semakin kecil nilai standar deviasi berarti data mengelompok di sekitar nilai rata-ratanya dan tidak menunjukan variasi yang banyak (Kuncoro, 2001).
Seberapa jauh nilai pengamatan tersebar di sekitar nilai rata-rata dinamakan variasi atau dispersi dari data. Ukuran variasi banyak jenisnya, tetapi yang sering dipergunakan adalah varians dan standar deviasi (Nazir, 1988). Jika sebuah set pengamatan X1, X2, ….., Xn mempunyai mean Xrata-rata maka variansnya adalah :
Vx = ∑ − rata−rata
− (2.44)
Dimana :
Xi = nilai pengamatan variabel ke-i
Xrata-rata = nilai rata-rata (mean)
Vx = varians
Dalam kerja sehari-hari, varians dicari dengan menulis rumus berikut, yang merupakan cara lain dalam menuliskan rumus untuk varians :
Vx = ∑ − ∑
24
Standar deviasi adalah akar dari varians, yaitu :
s = √Vx (2.46)
s = √∑ − rata−rata
− (2.47)
s = √∑ − ∑
− (2.48)
Dimana : Vx = varians
Xi = nilai pengamatan ke-i
n = jumlah pengamatan s = standar deviasi
2.9 Estimasi Terhadap Nilai Rata-Rata Populasi Dalam Penelitian
Tidak jarang seorang peneliti dihadapkan kepada masalah untuk mengadakan estimasi terhadap nilai rata-rata (mean) dari populasi dengan menggunakan sampel. Sampel terdiri dari dua jenis yaitu, sampel besar dan sampel kecil. Untuk sampel besar yaitu sampel yang besarnya 30 atau lebih. Sedangkan sampel kecil yaitu sampel dimana jumlah pengamatan dari sampel kurang dari 30 (Nazir, 1988).
2.9.1 Sampel Besar
Untuk sampel besar yaitu sampel yang besarnya 30 atau lebih, estimasi terhadap mean populasi adalah sebagai berikut. Jika sebuah populasi mempunyai mean u, dan sebuah sampel ditarik yang besarnya n, yaitu X1, X2, ….., Xn, maka :
a. Estimasi terhadap mean populasi u, adalah mean dari sampel :
u ≈ Xrata-rata
b. Interval dari estimasi adalah : u < Xrata-rata + z .
√ (2.49)
u > Xrata-rata– z .
√ (2.50)
Dimana :
Xrata-rata = mean (nilai rata-rata) dari sampel
25
z = harga z pada level significance tertentu (lihat tabel distribusi normal standar (Nazir, 1988))
c. Jika Xrata-rata adalah mean dari sampel random yang besarnya n, dimana n ≥
30, dan mean populasi u, maka dengan probabilitas 1 – c dapat dipastikan bahwa error yang diperkuat adalah kurang dari :
E = Z .
√ (2.51)
2.9.2 Sampel Kecil
Jika sampel kecil, dimana jumlah pengamatan dalam sampel kurang dari 30, maka estimasi dilakukan sebagai berikut :
a. Estimasi terhadap mean populasi u adalah mean dari sampel :
u ≈ Xrata-rata
b. Error estimasi pada suatu probabilitas kepercayaan adalah : E = tc .
√ − (2.52)
dimana tc dapat dilihat pada tabel distribusi t pada lampiran B, dengan degree of freedom (df) = n – 1.
Untuk level confidence = 0,95 (besar error estimasi yang dibuat sehingga 95% pasti bahwa estimasi tersebut benar), carilah harga t0,025, yaitu t1/2 (1-0,95).
Untuk level confidence = 0,90 (besar error estimasi yang dibuat sehingga 90% pasti bahwa estimasi tersebut benar), carilah t1/2 (1-0,95) , yaitu harga
t0,05 pada degree of freedom tertentu.
Untuk n = 29, df = 29 – 1 = 28 ; unruk n = 3, df = 3 – 1 = 2 ; dan seterusnya.
c. Interval estimasi adalah :
u < Xrata-rata + E atau u < Xrata-rata + t .
√ − (2.53)
u > Xrata-rata – E atau u > Xrata-rata– t .
26
BAB III
RANCANGAN KEGIATAN
Rancangan kegiatan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahapan, yaitu pemeriksaan bahan atau material, perancangan benda uji pasangan batu karang, pembuatan benda uji, pengujian benda uji, dan langkah-langkah perencanaan dinding penahan tanah.
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran. Tahapan persiapan dan penyimpanan material dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan area luar, sedangkan tahap penyimpanan benda uji dan pengujian kekuatan geser dilakukan di dalam Laboratorium Teknologi Bahan.
3.2 Pemeriksaan Bahan
Setelah melakukan survei ke beberapa tempat, akhirnya diputuskan bahan-bahan yang akan digunakan. Jenis dan bahan-bahan yang akan dipergunakan adalah sebagai berikut :
a. Batu Karang : Batu karang dari Bukit Jimbaran, Badung. b. Pasir : Pasir dari Karangasem.
a. Semen : Semen tiga roda tipe portland composite cement (PCC). c. Air : Air PDAM di Laboratorium Teknologi Bahan.
3.3 Alat – Alat Penelitian
Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Timbangan Specific Gravity (table balance) kapasitas 5000 gram dengan faktor ketelitian 1 gram.
27
c. Satu set ayakan (soil test, INC) USA Standart Testing Sieve, ASTM E-11 Specification dengan ukuran lubang 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,60 mm, 0,03 mm, 0,15 mm dan pan serta mesin pengayak merk Ticino
buatan Italia.
d. Mesin Los Angeles terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya
dengan diameter 71 cm (β8”) dan panjang 50 cm (β0”), di bagian dalam
terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (β,56”). e. Oven Control.
f. Mesin molen.
g. Mesin penguji kuat lentur beton dengan kapasitas 150 kN h. Mesin penguji kuat tekan dengan kapasitas 2000 kN.
i. Alat pelengkap seperti tabung ukur, piknometer, ember, cetok, dan sekop.
3.4 Pemeriksaan Bahan yang Dipergunakan
Analisa ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran sifat masing-masing material atau bahan pembentuk benda uji pasangan batu karang dalam penelitian ini.
3.4.1 Air
Air yang dipergunakan sebagai bahan campuran spesi dalam penelitian ini adalah air PDAM yang ada di Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Teknik Sipil.
3.4.2 Semen
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen tiga roda tipe
portland composite cement (PCC). Analisa terhadap semen ini dicari berat satuan semen yang bertujuan untuk mengkonversi berat ke volume atau sebaliknya.
3.4.2.1 Pemeriksaan Berat Satuan Semen (Unit Weight)
a. Tujuan pemeriksaan
28
b. Alat yang dipergunakan
Timbangan Specific Gravity Bench Set kapasitas 20000 gram dengan faktor ketelitian 0,1 gram.
Sekop / cetok.
Mistar perata.
Bejana baja kaku (container) berbentuk silinder.
Tongkat pemampat Ǿ 16 mm dengan panjang 60 cm dan ujung bulat. c. Langkah pemeriksaan
Container kosong ditimbang beratnya (A).
Mengisi container dengan air sampai penuh kemudian ditimbang beratnya (B).
Volume kotak takar = B – A (liter).
Masukkan semen ke dalam container dalam tiga lapisan. Lapisan I masukkan pasir setinggi 1/3 tinggi container, kemudian ditumbuk sebanyak 25 kali. Lapisan II setinggi 2/3 tinggi container dan ditumbuk sebanyak 25 kali. Lapisan III dengan mengisi container sampai penuh dan ditumbuk sebanyak 25 kali, kemudian diratakan dengan mistar perata. Cara ini dikenal dengan cara Rodding.
Permukaan semen diratakan dan ditimbang beratnya (W1).
Pengisian pasir ke dalam container dengan menggunakan sekop / cetok dengan ketinggian jatuh tidak lebih dari 5 cm diatas container yang diratakan. Cara ini dikenal dengan cara Sovelling.
Ratakan permukaan semen dan timbang beratnya (W2).
d. Rumus Perhitungan
Cara Rodding = − −
Cara Sovelling = − −
Berat satuan semen rata – rata antara kedua berat di atas.
3.4.3 Pasir
29
pemeriksaan kandungan lumpur pada pasir, pemeriksaan gradasi pasir, pemeriksaan berat satuan pasir, dan pemeriksaan berat jenis pasir.
3.4.3.1 Pemeriksaan Kadar Air Pada Pasir
a. Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam pasir. b. Alat yang dipergunakan
Timbangan Specific Gravity (table balance) kapasitas 5000 gram dengan ketelitian 1 gram.
Oven Control.
Cawan.
c. Langkah pemeriksaan
Mengambil contoh pasir dalam keadaan lembab atau basah (bukan SSD) dan diletakkan di dalam cawan kemudian ditimbang sebanyak 1000 gram (V1).
Mengeringkan contoh pasir tersebut dalam oven control dengan temperatur 100⁰ C selama satu hari sampai beratnya tetap.
Setelah satu hari, contoh pasir dikeluarkan dari oven control dan ditimbang beratnya (V2).
Dari pemeriksaan tersebut dapat diperoleh persentase kandungan air pada pasir.
d. Rumus perhitungan
Persentase kadar air = − x 100%
3.4.3.2 Pemeriksaan Kandungan Lumpur Pada Pasir
a. Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui kandungan lumpur yang terdapat pada pasir. b. Alat yang dipergunakan
Tabung ukur
30
c. Langkah pemeriksaan
Membersihkan tabung ukur yang akan digunakan.
Memasukkan contoh pasir dan air ke dalam tabung ukur, kemudian diguncangkan agar pasir bercampur dengan air.
Menunggu selama satu hari agar terjadi endapan lumpur pada tabung ukur.
Melalui endapan dalam tabung tersebut dapat dihitung tinggi dari endapan pasir dan lumpur (H1) dan tinggi endapan pasir (H2). Maka dari hasil perhitungan tinggi pasir dan tinggi keduanya (pasir dan lumpur) tersebut dapat dihitung persentase kandungan lumpur dalam pasir.
d. Rumus perhitungan
Persentase kandungan lumpur = H −H
H x %
3.4.3.3 Pemeriksaan Gradasi Pasir
a. Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui gradasi pasir dan modulus kehalusan pasir. b. Alat yang dipergunakan
Satu set ayakan (soil test, INC) USA Standart Testing Sieve, ASTM E-11 Specification dengan ukuran lubang 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,60 mm, 0,03 mm, 0,15 mm dan pan.
Mesin pengayak merk Ticino buatan Italia.
Timbangan Specific Gravity (table balance) kapasitas 5000 gram dengan ketelitian 1 gram.
c. Langkah pemeriksaan
Menyusun satu set ayakan secara beruntun dengan diameter terbesar berada paling atas dan selanjutnya diletakkan pada mesin ayakan.
Menimbang 1000 gram pasir kering (setelah dioven) lalu dimasukkan ke ayakan paling atas (diameter 9,5 mm) dan ayakan tersebut ditutup).
Pengayakan dilakukan selama ± 10 menit
31
Modulus kehalusan pasir merupakan 1/100 dari jumlah komulatif persentase butir-butir pasir yang tertahan di atas ayakan dengan lubang minimum 0,15 mm.
3.4.3.4 Pemeriksaan Berat Satuan Pasir (Unit Weight)
Langkah-langkah pemeriksaan berat satuan pasir sama dengan pemeriksaan berat satuan semen.
3.4.3.5 Pemeriksaan Berat Jenis Pasir
a. Tujuan pemeriksaan
Untuk menentukan berat jenis bulk, berat jenis jenuh kering permukaan (SSD), berat jenis semu (appearent), dan menentukan besarnya penyerapan dari agregat halus.
b. Alat yang dipergunakan
Timbangan Specific Gravity (table balance) kapasitas 5000 gram dengan ketelitian 1 gram.
Piknometer dengan kapasitas 500 ml.
Oven.
Gelas ukur.
Cawan.
c. Langkah pemeriksaan
Mengambil contoh pasir kemudian dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap kemudian pasir direndam dalam air selama 24 jam.
Setelah direndam, pasir dikeringkan dalam suhu kamar untuk mencapai keadaan jenuh kering permukaan (SSD). Untuk mengetahui pasir keadaan SSD, pasir dimasukkan ke dalam kerucut terpancung dan dipadatkan dengan batang penumbuk sebanyak 25 kali. Kemudian kerucut diangkat, jika pasir runtuh dan masih berbentuk kerucut, maka pasir dalam keadaan SSD.
32
Piknometer ditambah air sampai penuh dan ditimbang beratnya (BT).
Pasir dikeluarkan dari dalam piknometer kemudian dikeringkan dalam oven dan ditimbang beratnya (BK). Piknometer berisi air penuh ditimbang beratnya (B).
3.4.4 Batu Karang
Pemeriksaan terhadap batu karang yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pemeriksaan daya tahan terhadap keausan menggunakan mesin Los Angeles.
3.4.4.1 Pemeriksaan Daya Tahan Terhadap Keausan
a. Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui daya tahan batu karang terhadap keausan b. Alat yang dipergunakan
Mesin Los Angeles terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya
dengan diameter 71 cm (β8”) dan panjang 50 cm (β0”), di bagian dalam terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (β,56”).
Bola baja dengan diameter 46,8 mm dan berat 390 – 445 gram yang berjumlah 11 buah.
Timbangan kapasitas 20000 gram, merk Chaus buatan USA dengan ketelitian 0,1 gram.
c. Langkah pemeriksaan
Memecah masing-masing pasangan batu tersebut menjadi beberapa bagian kecil dan selanjutnya diayak sesuai dengan susunan ayakan Ǿ 19
mm (γ/4”), Ǿ 1β,5 mm (1/β”), dan Ǿ 9,5 mm (γ/8”).
Mengambil contoh secara terpisah antara batu yang tertinggal pada
ayakan Ǿ 1β,5 mm sebanyak β500 gram dan yang tertinggal pada ayakan Ǿ 9,5 mm sebanyak 2500 gram sehingga jumlah keseluruhan 5000 gram.
Mengeringkan contoh yang sudah diambil dari ayakan dalam oven pada temperatur 100oC – 110oC sampai beratnya tetap.
33
bola bajanya. Kemudian diputar dengan kecepatan 30 rpm sebanyak 500 putaran.
Setelah 100 putaran, contoh dikeluarkan dahulu dari mesin dan diayak dengan ayakan no. 12 (1,7 mm).
Bagian yang tertahan pada ayakan no. 12 tersebut dimasukkan lagi ke dalam mesin, kemudian diputar 400 putaran lagi.
Setelah selesai, contoh dikeluarkan dari dalam mesin kemudian diayak dengan no. 12 (1,7 mm). bagian yang lebih besar dari 1,7 mm ditimbang dan beratnya = A
d. Rumus perhitungan
Kadar penumbukan = 55 − x %
3.5 Perancangan Benda Uji
Perancangan benda uji dilakukan pada bentuk benda uji, dimensi benda uji, dan jumlah benda uji.
3.5.1 Bentuk dan Dimensi Benda Uji
34 1.2 m
1.25 m
0.63 m 0.31 m
0.31 m
d = 0.2 m 0.2 m
A
A
[image:41.595.189.509.90.272.2]a = 0.3 m
Gambar 3.1 Bentuk dan dimensi benda uji
Bagian atas benda uji diambil dimensi panjang 0,63 m karena panjang maksimum as roda alat pembagi beban pada mesin uji lentur adalah 0,6 m. Tinggi benda uji diambil 0,2 m didasarkan atas ukuran rata-rata batu yang dipergunakan untuk pembuatan benda uji, faktor pada saat pengangkatan ke alat uji, dan kemampuan alat uji. Agar terjadi keruntuhan akibat geser, maka dimensi bentang geser (a) diambil 0,3 m. Hal ini sesuai dengan syarat keruntuhan geser, yaitu perbandingan 0,3 m dan 0,2 m didapat 1,5 (berada antara 1 – 2,5). Untuk lebar benda uji diambil dimensi 0,2 m. Dimensi lebar benda uji didasarkan pada perhitungan teoritis untuk mendapatkan besarnya kuat geser. Perhitungan untuk merencanakan lebar benda uji dan dimensi detail benda uji dapat dilihat pada lampiran A.
35 cm
1.5 7 3 7 1.5 cm
1.5 7
3
7 7
3
7
3 1.5
0.2 m
0.2 m
[image:42.595.257.460.92.318.2]0.2 m
Gambar 3.2 Potongan A-A
3.5.2 Jumlah Benda Uji
36
Tabel 3.1 Jumlah benda uji
Pengujian Campuran spesi Jumlah benda uji
Pengujian kuat geser pasangan batu karang
1 : 4 3
1 : 6 3
1 : 8 3
Pengujian kuat tekan kubus spesi
1 : 4 3
1 : 6 3
1 : 8 3
Pengujian kuat tekan
kubus batu karang 4
Total jumlah benda uji pasangan batu karang yaitu 9 buah, kubus spesi 9 buah, dan kubus batu karang 4 buah.
3.6 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji pasangan batu karang dan kubus spesi dilakuakan di Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Teknik Sipil. Sedangkan pembuatan benda uji kubus batu karang dilakukan di luar Laboratorium.
3.6.1 Pembuatan Benda Uji Pasangan Batu Karang
a. Bahan dan alat yang dipergunakan
Semen tiga roda tipe portland composite cement (PCC).
Air dari PDAM Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Teknik Sipil.
Batu karang dari Bukit Jimbaran, Badung.
Triplek kasar dengan tebal 9 mm.
Kayu usuk 3/5
Alat-alat pelengkap lainnya seperti mesin molen, oli, timbangan, cetok, ember, arko, dan lain-lainnya.
b. Proses pembuatan benda uji
37
memudahkan pada saat pencetakan benda uji, sehingga dapat meminimalkan kesalahan saat pemasangan batu.Bekisting ini dibuat dari triplek tebal 9 mm dan bagian sisi luarnya diperkuat dengan kayu usuk ukuran 3/5.
Gambar 3.3 Pembuatan bekisting benda uji
Menentukan komposisi masing-masing campuran spesi agar didapatkan perbandingan spesi sesuai variabel penelitian. Agar mempermudah dalam penentuan komposisi masing-masing campuran, maka setiap takaran bahan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Takaran pasir yang dimasukkan ke dalam kantong plastik telah sesuai dengan persentase masing-masing karung sehingga gradasi pasir dalam setiap campuran selalu tetap. Dalam satu kantong plastik tersebut terdapat 4 kg pasir sesuai gradasi alami.
38
Gambar 3.4 Pembuatan campuran spesi pada mesin molen
Mempersiapkan batu karang untuk pembuatan benda uji. Batu karang yang dipergunakan dalam setiap benda uji memiliki bentuk dan ukuran panjang x lebar x tebal terjauh yang relatif sama. Untuk dimensi batu dapat dilihat pada lampiran.
Gambar 3.5 Batu karang
39
yaitu ± 3 cm. Satu benda uji pasangan batu karang berisi 48 buah batu karang.
Gambar 3.6 Pemasangan batu karang
Menyimpan benda uji dan pada umur benda uji minimal 28 hari dilakukan pengujian kekuatan geser.Penyimpanan benda uji dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan.
Gambar 3.7 Benda uji pasangan batu karang
3.6.2 Pembuatan Benda Uji Kubus Spesi
a. Bahan dan alat yang dipergunakan
Semen tiga roda tipe portland composite cement (PCC).
Air dari PDAM Laboratorium Teknologi Bahan Bahan Jurusan Teknik Sipil.
Pasir alami dari Karangasem.
40
Alat-alat pelengkap lainnya seperti mesin molen, oli, timbangan, cetok, ember, arko, dan lain-lainnya.
b. Proses pembuatan benda uji
Mengolesi cetakan benda uji kubus dengan oli yang bertujuan untuk memudahkan proses pelepasan cetakan kubus spesi.
Gambar 3.8 Cetakan kubus spesi
[image:47.595.247.431.189.371.2] Contoh campuran spesi yang dipergunakan pada pembuatan benda uji kubus sama dengan campuran spesi pada pasangan batu karang. Kubus spesi dicetak sebelum pembuatan benda uji pasangan batu karang. Spesi dituang selapis demi selapis dan serata mungkin agar tidak ada rongga udara yang tersisa pada cetakan. Bagian atas cetakan dipenuhi dengan campuran spesi kemudian diratakan dengan tongkat perata hingga permukaan atas campuran spesi rata dengan bagian atas cetakan.
41
3.6.3 Pembuatan Benda Uji Kubus Batu Karang
[image:48.595.215.413.227.429.2]Pembuatan benda uji kubus batu karang dilakukan di luar Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Sipil dengan mengunakan mesin gerinda potong. Benda uji kubus batu karang tersebut dipotong agar mendapatkan bentuk yang serata mungkin, sehingga dapat dites kuat tekannya pada mesin uji kuat tekan di Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Teknik Sipil. Dimensi benda uji kubus batu karang sama dengan dimensi kubus spesi yaitu 15 cm x 15 cm x 15 cm.
Gambar 3.10 Benda uji kubus batu karang
3.7 Perawatan Benda Uji
42
3.8 Pengujian Benda Uji
3.8.1 Pengujian Kuat Geser Benda Uji Pasangan Batu karang
a. Tujuan pengujian
Untuk menentukan besarnya beban yang dapat ditahan oleh benda uji pasangan batu karang. Beban tersebut akan dianalisis untuk mendapatkan nilai kuat geser pasangan batu karang.
b. Alat yang dipergunakan
Mesin uji kuat lentur beton dengan kapasitas 150 kN.
Tumpuan sendi dan rol sebagai perletakan benda uji. c. Langkah pengujian
Mengambil benda uji pasangan batu karang setelah berumur minimal 28 hari dari waktu pembuatan benda uji.
Perletakan pada loading frame diatur jaraknya dan meletakkan benda uji pada loading frame.
Meletakkan alat pembagi beban berupa pelat baja yang mempunyai dua buah roda dengan jarak antar as roda alat pembagi beban maksimum adalah 600 mm.
Memasang hydraulic jack pada loading frame dan dipastikan pemasangannya tidak goyah.
Memasang load cell diantara benda uji hydraulic jack dan dipastikan posisi pemasangan tepat pada titik yang akan dibebani.
Pembebanan dilakukan berangsur-angsur dan dinaikkan perlahan-lahan. Pembebanan dilakukan sampai terlihat terjadi patah pada benda uji. Kemudian dicatat besar pembebanan yang diberikan.
[image:49.595.221.354.590.724.2]P/2 P/2 P
43
3.8.2 Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Kubus Spesi
a. Tujuan Pengujian
Untuk menentukan besarnya beban yang dapat ditahan oleh benda uji kubus spesi. Beban tersebut akan dianalisis untuk mendapatkan kuat tekan spesi. b. Alat yang dipergunakan
Mesin uji kuat tekan.
Alas untuk tempat meletakkan benda uji kubus spesi. c. Langkah pengujian kuat tekan
Mengambil benda uji kubus spesi setelah berumur minimal 28 hari kemudian menimbang masing-masing beratnya.
Meletakkan benda uji kubus spesi pada tempat yang telah tersedia pada mesin uji kuat tekan. Pada bagian atas benda uji kubus diletakkan pelat baja.
Pembebanan atau penekanan dilakukan sampai benda uji kubus spesi retak atau hancur kemudian mencatat beban maksimum yang terjadi selama pengujian benda uji kubus spesi.
15 cm
15 cm
15 cm
[image:50.595.264.394.428.584.2]P
Gambar 3.12 Skema pengujian kubus kuat tekan spesi dan kubus batu karang
3.8.3 Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Kubus Batu Karang
44
3.8.4 Pengujian Berat Volume Pasangan Batu Karang
Pengujian berat volume pasangan batu karang ini menggunakan prinsip hukum Archimedes mengingat permukaan sampel yang tidak beraturan. Hukum
Archimedes mengatakan bahwa apabila sebuah benda sebagian atau seluruhnya terbenam kedalam air, maka benda tersebut akan mendapat gaya tekan yang mengarah keatas yang besarnya sama dengan berat air yang dipindahkan oleh bagian benda yang terbenam tersebut. Jadi, seberapa volume air yang tumpah akan sama dengan volume sampel yang terendam air.
a. Tujuan pengujian
Untuk mengetahui berat volume pasangan batu karang dari masing-masing campuran spesi yang digunakan. Nilai berat volume ini nantinya akan digunakan untuk menetukan berat dinding penahan tanah pada perencanaan. b. Alat dan bahan yang dipergunakan
Ember dengan diameter atas 48 cm, diameter bawah 40 cm, dan tinggi 20 cm.
Penggaris 30 cm.
Sampel pecahan benda uji hasil pengujian kuat geser pasangan batu karang.
Air dari PDAM Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Teknik Sipil. c. Langkah pengujian berat volume
Sampel pecahan benda uji pasangan batu karang pada masing-masing campuran spesi direndam dalam air selama 24 jam sehingga benda uji dalam kondisi jenuh air.
Menimbang berat sampel pecahan benda uji pasangan batu karang yang telah dijenuhkan tadi.
Mengisi ember dengan air penuh dan memasukkan sampel pecahan benda uji tadi kedalam ember berisi air. Maka akan ada volume air yang tumpah. Kemudian sampel pecahan benda uji tadi dikeluarkan kembali dari ember. Jadi tinggi air yang tumpah pada ember dapat diukur dengan penggaris dan didapatlah volume air yang tumpah.
45
3.9 Analisis Data
Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan dan kuat geser, maka diperoleh data besar beban pada masing-masing pengujian. Untuk mendapatkan kuat tekan spesi, maka besar beban hasil pengujian dibagi dengan luas penampang yang ditekan. Satuan untuk kuat tekan spesi adalah MPa. Kuat geser benda uji pasangan batu karang diperoleh dengan menganalisis beban yang terjadi pada saat pengujian. Berdasarkan besar beban, akan diperoleh besarnya gaya lintang yang terjadi. Selanjutnya besar gaya lintang akan dimasukkan ke persamaan kuat geser. Satuan untuk kuat geser adalah kg/cm2.
3.10 Perencanaan Dinding Penahan Tanah
a. Tujuan pendesainan
Untuk merencanankan desain dinding penahan tanah yang memperhitungkan variabel kuat geser bahan pasangan batu karang yang telah didapat melalui penelitian. Dinding penahan tanah yang di desain adalah tipe gravity. b. Langkah pendesainan
Melakuakan analisis terhadap kuat geser pasangan batu karang.Analisis dilakukan dengan melihat berapa besar beban yang diperlukan untuk meruntuhkan benda uji pasangan batu karang. Besar beban tersebut akan dipergunakan untuk mencari besarnya gaya lintang yang bekerja. Besarnya gaya lintang akan menentukan besarnya kuat geser benda uji pasangan batu karang.
Menentukan jenis tanah, karakteristik tanah, dan beban yang bekerja. Data yang dipergunakan merupakan data sekunder.
Menentukan besarnya tekanan tanah aktif dan pasif.
Mencari titik tangkap gaya resultante gaya-gaya yang bekerja terhadap dasar dinding penahan tanah. Titik tangkap gaya resultante dihitung terhadap titik guling dinding penahan tanah.
46
Melakukan analisis perhitungan untuk menguji apakah desain yang direncanakan aman terhadap bahaya guling, bahaya geser, tekanan tanah aktif akibat gempa, dan tekanan tanah yang terjadi di dasar dinding.
47
3.11 Alur Penelitian
Alur penelitian yang dilakuan dalam penelitian ini adalah :
Persiapan Alat dan Material
Pemeriksaan Material (Semen, Pasir, dan Batu Karang)
Pembuatan Campuran Spesi (1 : 4, 1 : 6, dan 1 : 8)
Pembuatan benda Uji
Kubus Batu Karang
Kubus Spesi
Pasangan Batu Karang
Pengujian Benda Uji
Kuat Tekan Kubus Batu Karang
Kuat Tekan Kubus Spesi Pada Umur Minimal 28 hari
Kuat Geser Pasangan Batu Karang Pada Umur Minimal 28 hari
Berat Volume Pasangan Batu Karang
Analisis Data
Perencanaan Desain Dinding Penahan Tanah
Kesimpulan
Peninjauan Alat Uji Kuat Lentur
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, hasil dari penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pertama adalah hasil pemeriksaan bahan untuk pembuatan spesi, kedua adalah hasil pengujian kuat tekan, kuat geser benda uji, dan berat volume pasangan batu karang, dan yang ketiga adalah hasil desain dinding penahan tanah dengan menggunakan nilai kuat geser yang telah didapat.
4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan
Hasil pemeriksaan bahan yang dilakukan adalah pemeriksaan berat satuan semen, pemeriksaan kadar air pada pasir, pemeriksaan kandungan lumpur pada pasir, pemeriksaan gradasi pasir, pemeriksaan berat satuan pasir, pemeriksaan berat jenis pasir, dan pemeriksaan keausan batu karang.
4.1.1 Pemeriksaan Berat Satuan Semen
Hasil pemeriksaan
Tabel 4.1 Pemeriksaan berat satuan padat semen
No. Berat satuan padat / Rodding Bahan semen
1 Berat container + sample (gram) 6322
2 Berat container (gram) 2833
3 Berat sample (1-2) (gram) 3489
4 Berat container + air (gram) 5712
5 Volume container (4-2) (ml) 2879
49
Tabel 4.2 Pemeriksaan berat satuan gembur semen
No Berat satuan gembur / Sovelling Bahan semen
1 Berat container + sample (gram) 6075
2 Berat container (gram) 2833
3 Berat sample (1-2) (gram) 3242
4 Berat container + air (gram) 5712
5 Volume container (4-2) (ml) 2879
6 Berat isi sample (3/5) (gram/ml) 1,126
Uraian :
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, terlihat bahwa pengujian berat satuan dengan cara rodding menunjukkan nilai berat satuan yang lebih besar dibandingkan dengan pengujian berat satuan cara sovelling. Hal ini disebabkan karena pada pengujian cara rodding, pori-pori material semen terisi penuh atau padat akibat proses pemadatan dengan tongkat penumbuk. Banyaknya butiran yang mengisi pori-pori material semen tersebut akan dipengaruhi oleh bentuk permukaan dan bentuk butiran semen. Berat satuan semen rata-rata dari pengujian rodding dan
sovelling adalah 1,169 gram/ml.
4.1.2 Pemeriksaan Kadar Air Pasir
Hasil pemeriksaan
Tabel 4.3 Pemeriksaan kadar air pasir
No. Uraian Percobaan
1 2
1 Berat pasir semula (V1) (gram) 1000 1000
2 Berat pasir setelah dioven (V2) (gram) 952 954
50
Uraian :
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar air pada pasir, didapat besarnya persentase rata-rata kadar air pada pasir adalah 4,7%.
4.1.3 Pemeriksaan Kandungan Lumpur Pasir
Hasil pemeriksaan
Tabel 4.4 Pemeriksaan kandungan lumpur pasir
No. Uraian Percobaan
1 2
1 Tinggi pasir + lumpur (H1) (cm) 15,2 17,5
2 Tinggi pasir alami (H2) (cm) 13,5 15,5
3 Persentase kadar lumpur = H − H
H x 100% 11,184 11,429
4 Persentase kadar lumpur rata – rata (%) 11,306
Tabel 4.5 Pemeriksaan kandungan lumpur pasir setelah pencucian
No Uraian Percobaan
1 2
1 Tinggi pasir + lumpur (H1) (cm) 16,4 20,5
2 Tinggi pasir alami (H2) (cm) 15,9 20
3 Persentase kadar lumpur = H − H
H x 100% (%) 3,049 2,439
4 Persentase kadar lumpur rata - rata (%) 2,744
Uraian :
51
4.1.4 Pemeriksaan Gradasi Pasir Alami
Pemeriksaan gradasi pasir alami dilakukan dengan menggunakan contoh pasir alami setelah pencucian yang sudah dikeringkan kemudian diayak dengan menggunakan ayakan standar. Gradasi pasir alami ini selanjutnya akan dipergunakan sebagai pedoman untuk memperoleh gradasi pasir terpakai. Dalam pembuatan benda uji pasangan batu karang, gradasi pasir yang dipakai adalah gradasi pasir terpakai sehingga gradasi pasir dalam setiap campuran relatif tetap.
Hasil pemeriksaan
Tabel 4.6 Pemeriksaan gradasi pasir alami
Ukuran Lubang Ayakan (mm)
Bahan yang diayak 1000 gram Jumlah Pasir
Tertahan (gr)
Jumlah Pasir Tertahan
(%)
Jumlah sisa ayakan rata-rata
(%)
Jumlah yang melalui ayakan
(%)
9,5 0 0 0 100
4,75 70 7 7 93
2,36 115 11,5 18,5 81,5
1,18 66 6,6 25,1 74,9
0,6 196 19,6 44,7 55,3
0,3 139 13,9 58,6 41,4
0,15 218 21,8 80,4 19,6
pan 196 19,6 100 0
Jumlah 1000 100 334,3
Modulus butir (Fm) = , = 3,343 Uraian :
52
Grafik 4.1 Grafik analisa gradasi pasir alami Uraian :
Berdasarkan grafik analisa gradasi pasir alami diperoleh hasil bahwa pasir yang dipergunakan dalam penelitian tugas akhir ini merupakan pasir yang termasuk dalam zona 2, karena sebagian besar nilai gradasi yang diperoleh masuk ke dalam batasan zona 2.
4.1.5 Penentuan Gradasi Pasir Terpakai
Gradasi pasir terpakai merupakan salah satu variabel tetap dalam penelitian ini sehingga gradasi pasir yang dipergunakan dalam setiap campuran spesi adalah gradasi yang teta