DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Metode Penelitian... 10
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PEMBINAAN NILAI-NILAI AKHLAK MULIA PADA MAHASISWA A. Teori Pembinaan Nilai Akhlak Mulia ... 13
1. Definisi Nilai ... 13
2. Konsep Tentang Akhlak ... 17
a. Pengertian Akhlak ... 17
b. Ciri-ciri dan Keutamaan Akhlak Mulia ... 20
c. Dasar Pembinaan Akhlak ... 24
d. Ruang Lingkup Akhlak ... 25
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak ... 29
3. Pembentukan Akhlak ... 31
a. Kedisiplinan ... 37
b. Kepedulian ... 39
4. Pembinaan Akhlak pada Mahasiswa ... 40
a. Internalisasi ... 41
b. Habituasi ... 52
c. Keteladanan ... 59
d. Integrasi Nilai dalam Pembelajaran ... 64
B. Keterkaitan Pembinaan Akhlak dengan Pendidikan Umum ... 69
1. Pengertian Pendidikan Umum ... 70
2. Tujuan Pendidikan Umum ... 71
BAB III METODE PENELITIAN
A. Definisi Konseptual ... 80
B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 84
C. Sumber Data ... 87
D. Teknik Pengumpulan Data ... 87
E. Teknik Analisis Data ... 91
F. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data ... 93
G. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 96
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 98
B. Hasil Penelitian ... 121
C. Pembahasan Hasil Temuan ... 134
D. Pola Pembinaan Akhlak Mulia di Politeknik Pos Indonesia ... 145
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Umum ... 151
B. Kesimpulan Khusus... 153
C. Rekomendasi ... 154
DAFTAR PUSTAKA ... 156
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1 Perbandingan Ekivalen Kompetensi dalam Kurikulum ... 83
3.2 Agenda Kegiatan Penelitian ... 97
4.1 Keadaan Dosen Politeknik Pos Indonesia ... 116
4.2 Jumlah Peserta Mentoring Mahasiswa ... 125
4.3 Pembinaan Akhlak Mulia mahasiswa Politeknik Pos Indonesia ... 127
4.4 Upaya pimpinan dan dosen dalam pembinaan akhlak mulia ... 130
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1. Gambar Ruang Lingkup Ajaran Islam ... 26
2.2. Pengaruh Proses Belajar dalam Perubahan Perilaku ... 35
2.3. Proses Belajar dalam konteks Pendidikan Karakter ... 36
2.4. Components of Good Character ... 44
2.5. Disain Induk Pendidikan Karakter... 53
2.6. Konteks Mikro Pengembangan Karakter di Satuan Pendidikan... 54
2.7. Kebiasaan yang Efektif (Prinsip dan Pola Perilaku yang dihayati)... 56
3.1 Komponen – Komponen Analisis Data ... 92
4.1 Letak Geografis Politeknik Pos Indonesia ... 99
4.2 Struktur Organisasi Politeknik Pos Indonesia ... 104
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembinaan akhlak mulia adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 ayat 1. Pasal
tersebut menyatakan dengan jelas bahwa pendidikan harus diarahkan pada
pengembangan keseluruhan potensi peserta didik, termasuk pembinaan akhlak
mulia. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap proses pendidikan perlu
memperhatikan masalah akhlak sebagai masalah penting dalam pendidikan.
Kemudian pada pasal 3 diuraikan juga mengenai fungsi dan tujuan
pendidikan nasional. Dalam pasal tersebut, keimanan dan ketaqwaan serta akhlak
mulia mendapatkan perhatian penting dalam upaya mengembangkan potensi
peserta didik. Dengan demikian, pembinaan akhlak harus senantiasa ada dalam
kegiatan di setiap lembaga pendidikan.
Jika mencermati kedua pasal di atas, terlihat dengan jelas bahwa
pendidikan nasional menginginkan manusia Indonesia menjadi manusia yang
berkembang secara utuh potensi kemanusiaannya, baik ilmu pengetahuan, sikap
dan akhlak yang mulia serta keterampilan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Semua kecakapan yang dimiliki harus senantiasa dilandasi dengan
manusia Indonesia. Akan tetapi dalam proses pendidikan, sering ditemui berbagai
permasalahan yang menjadi penghambat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Hal ini disebabkan karena begitu banyak faktor yang mempengaruhi
kondisi belajar, baik faktor intern maupun ekstern sehingga menyebabkan usaha
untuk mencapai tujuan pendidikan menjadi sangat sulit. Slameto (1995: 54)
menyebut faktor jasmani, psikologi, kelelahan serta faktor keluarga, sekolah dan
masyarakat menjadi sejumlah faktor yang berpengaruh dalam proses pendidikan.
Pada tingkatan Perguruan Tinggi banyak tantangan yang dialami dosen
selaku pendidik dalam menginternalisasikan nilai-nilai akhlak mulia dalam diri
mahasiswa sehingga menjadi karakter. Beberapa faktor yang mungkin menjadi
penyebab diantaranya faktor internal dari diri mahasiswa sendiri dan juga faktor
lingkungan. Seperti diungkapkan Majid (2010: 63) bahwa:
Dalam kehidupan seseorang, selain karena faktor pribadi yang bersangkutan, maka setidaknya ada enam pihak yang turut memberikan
“saham” terhadap perkembangan dan pembentukan karakter, yaitu: (1)
orang tua, (2) lingkungan bermain, (3) lingkungan bergaul, (4) lingkungan sekolah, (5) lingkungan bekerja, (6) lingkungan bangsa di mana ia berada.
Selanjutnya, Mulyana (2004: 150) mengatakan bahwa pendidikan nilai
dihadapkan pada benturan dan pergeseran nilai sebagai akibat dari kemajuan iptek
dan perluasan pergaulan manusia. Benturan nilai terjadi pada wilayah nilai secara
konseptual, sedangkan pergeseran nilai terjadi pada perilaku kehidupan
sehari-hari.
Akhir-akhir ini, banyak perilaku negatif yang mengkhawatirkan
dan menimba ilmu, namun ternyata tidak menunjukkan akhlak yang terpuji
sebagai bagian dari implementasi ilmu yang mereka peroleh. Sauri (2009: 2)
mengungkap beberapa contoh yang terjadi saat ini sebagai bentuk dari
kejanggalan dari praktek pendidikan nasional, seperti tawuran pelajar atau
mahasiswa, pergaulan bebas, narkoba, kebut-kebutan dan geng motor serta
minuman keras.
Menurut Azra (Zuriah, 2007: 111-112) merebaknya tuntutan pentingnya
pendidikan akhlak berkaitan dengan semakin berkembangnya pandangan dalam
masyarakat bahwa pendidikan nasional khususnya jenjang menengah dan tinggi
telah gagal membentuk peserta didik yang berakhlak mulia. Sehingga banyak
peserta didik sering dinilai tidak memiliki kesantunan baik di rumah, sekolah dan
masyarakat.
Selain itu, bila kita melihat ke lingkungan kampus, banyak aksi
demonstrasi yang tidak menunjukkan kesantunan. Penghinaan, fitnah, dan makian
sering mewarnai dinamika dunia kampus yang sebenarnya merupakan tempat para
orang terdidik yang sudah cukup dewasa untuk membedakan hal pantas dan tidak
pantas. Belum lagi ditambah dengan masalah moral seperti pergaulan bebas antara
mahasiswa yang tidak lagi mengindahkan batasan yang telah digariskan oleh
Islam. Hal ini semakin memberikan penguatan bahwa penanaman nilai-nilai
akhlak mulia sangat penting bagi generasi muda khususnya bagi mahasiswa yang
nota bene adalah insan terdidik dan calon pemimpin di masa yang akan datang.
moralitas, sense of humanity. Padahal substansi pendidikan adalah memanusiakan
manusia, menempatkan kemanusiaan pada derajat tertinggi dengan
memaksimalkan karya dan karsa. Ketika hal tersebut tidak lagi dipedulikan maka
produk pendidikan berada pada tingkat terburuknya.
Perlu untuk dikaji lebih jauh sebenarnya mengapa hal-hal di atas terjadi
dalam dunia pendidikan. Menurut Hawari seperti yang dikutip oleh Sauri (2009:
3), disebutkan bahwa hal tersebut terjadi karena tidak adanya komunikasi yang
lebih baik antara keluarga, lembaga pendidikan dan masyarakat. Sejalan dengan
itu, Mulyana (2004: 149) menyebut bahwa sebenarnya telah terjadi keretakan
antara tri pusat pendidikan yaitu keluarga, lembaga pendidikan dan masyarakat.
Tidak adanya kepercayaan masyarakat semakin menempatkan lembaga
pendidikan pada posisi yang dilematis. Di satu sisi lembaga pendidikan diberikan
tanggung jawab untuk membina peserta didik, sedangkan di sisi lain lembaga
pendidikan kurang mendapatkan apresiasi karena telah gagal memberikan
penanaman nilai-nilai akhlak mulia.
Pertanyaan yang muncul kemudian yaitu siapa yang harus disalahkan dari
semua problematika ini?. Apakah keluarga sebagai lingkungan pertama dan
utama, sekolah, atau masyarakat dengan pengaruh lingkungan yang tidak dapat di
filter lagi?. Biasanya, jika ada permasalahan yang menyangkut pelanggaran moral
dan akhlak, sering dipertanyakan pendidikan agama yang diberikan kepada anak.
Tentu saja hal ini membuat gerah sebagian dosen yang memegang mata
kuliah agama khususnya dosen Pendidikan Agama Islam. Karena mereka sering
telah berupaya untuk memberikan pemahaman untuk mengamalkan nilai-nilai
akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari termasuk di kampus.
Oleh karena itu, melalui penelitian ini penulis ingin meneliti tentang
proses pembinaan nilai-nilai akhlak mulia bagi mahasiswa muslim di Politeknik
Pos Indonesia Bandung. Alasan pemilihan lokasi ini, didasarkan pada beberapa
pertimbangan sebagai berikut:
1. Lokasi Politeknik Pos Indonesia yang berada di wilayah utara Kota
Bandung, relatif dekat dengan domisili peneliti sehingga akan lebih
memudahkan dalam kegiatan penelitian.
2. Peneliti telah mengenal lokasi dan mengetahui beberapa kegiatan
kemahasiswaan yang ada di Politeknik Pos Indonesia.
3. Peneliti melihat bahwa Politeknik Pos Indonesia memiliki sarana dan
prasarana yang memadai untuk membina mahasiswa dengan nilai akhlak
mulia.
4. Peneliti menganggap bahwa Politeknik Pos Indonesia sebagai perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional dalam sejumlah
bidang pengetahuan khusus, perlu dibekali dengan nilai-nilai akhlak mulia.
Hal ini penting dalam upaya memberikan landasan kehidupan berbasis
akhlak mulia pada mahasiswa dan untuk mengimbangi pengetahuan teknis
kognitif yang mereka peroleh dengan pembelajaran afektif yang
menekankan pada perilaku positif.
sama banyaknya dengan pengalaman pembelajaran kognitif. Pernyataan ini
mengindikasikan bahwa perlu adanya keseimbangan antara pembelajaran kognitif
(intelektual) dan pembelajaran afektif (emosional dan spiritual).
Sehubungan dengan hal tersebut, Agustian (2001: 12) menyatakan bahwa
kecerdasan intelektual hanya berperan 6–20% dalam menentukan keberhasilan
seseorang dalam hidupnya. Sedangkan sisanya adalah kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual. Kecerdasan emosi dan spiritual yang sangat berpengaruh
menentukan kesuksesan seseorang baik di lingkungan keluarga, masyarakat dan
dunia kerja. Hal ini juga diungkapkan oleh Sidi (2003:24) yang menyatakan
bahwa sebagian besar manusia termasuk Einstein hanya bisa mengoptimalkan
potensi otaknya sebesar 20% saja, berdasarkan survei di Amerika Serikat tahun
1918 tentang IQ ditemukan paradoks ketika IQ anak-anak naik sementara
kecerdasan emosinya turun.
Oleh karena itu, pembinaan pribadi yang memiliki akhlak mulia perlu
untuk dilakukan lebih serius dalam pendidikan di perguruan tinggi. Pembinaan
akhlak mulia merupakan bagian dari ranah Pendidikan Agama Islam yang
termasuk dalam komponen Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Hal
ini semakin memberikan penegasan bahwa dalam pendidikan di perguruan tinggi,
pembinaan akhlak mulia mendapatkan tempat yang penting dalam pendidikan
nasional.
Setelah melakukan observasi awal di kampus yang akan menjadi lokasi
penelitian ini yaitu Politeknik Pos Indonesia, program pendidikan memang sangat
siap memasuki dunia industri baik di tingkat lokal, nasional dan internasional. Hal
ini menjadikan program pendidikan lebih ditekankan pada aspek kognitif dan
psikomotor, sedangkan aspek afektif kurang mendapatkan perhatian, padahal
aspek moral menjadi salah satu misi dari Politeknik Pos Indonesia.
Selain itu, kegiatan ke-Islaman juga tampaknya belum mendapatkan
perhatian dan tidak begitu semarak. Kegiatan-kegiatan pembinaan lebih terfokus
pada aspek kompetensi teknis mahasiswa sesuai dengan jurusannya. Masalah
moral yang menjadi salah satu misi dari Politeknik Pos Indonesia dalam
menghasilkan lulusan yang siap memasuki dunia kerja namun tetap dilandasi
dengan moral yang baik, juga seakan tidak mendapatkan porsi lebih. Oleh karena
itu, diharapkan melalui penelitian ini peneliti akan dapat mengungkap
fenomena-fenomena yang terjadi di kampus yang menjadi lokasi penelitian terkait dengan
proses pembinaan nilai-nilai akhlak mulia pada mahasiswa muslim.
Berdasarkan uraian di atas, maka muncul pertanyaan bagaimana proses
pembinaan nilai-nilai akhlak mulia yang mencakup kedisiplinan dan kepedulian
dalam upaya menanamkan karakter yang baik pada mahasiswa di Politeknik
Pos Indonesia. Dalam hal ini, peneliti sangat berkeinginan untuk menelaah dan
mengkaji lebih jauh tentang berbagai hal menyangkut program pembinaan melalui
proses internalisasi dan habituasi nilai-nilai akhlak mulia tersebut di Politeknik
Pos Indonesia sebagai lokasi penelitian kemudian merumuskan langkah alternatif
yang dapat memudahkan proses pembinaan mahasiswa muslim di Politeknik Pos
Pada akhirnya, penelitian ini akan dapat menawarkan bagaimana pola
pembinaan nilai-nilai akhlak mulia pada mahasiswa muslim di Politeknik Pos
Indonesia Bandung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pembinaan
akhlak mulia pada mahasiswa muslim di Politeknik Pos Indonesia. Dari fokus
masalah tersebut dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut :
1. Mengapa program pembinaan nilai-nilai akhlak mulia tidak dominan di
Politeknik Pos Indonesia Bandung padahal aspek moral menjadi salah satu
misinya?
2. Bagaimana upaya pimpinan dan dosen dalam proses pembinaan nilai-nilai
akhlak mulia khususnya kedisiplinan dan kepedulian pada mahasiswa
muslim di Politeknik Pos Indonesia Bandung?
3. Apakah ada keteladanan yang ditunjukkan dalam kehidupan di lingkungan
kampus Politeknik Pos Indonesia?
4. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembinaan nilai-nilai
akhlak mulia pada mahasiswa di Politeknik Pos Indonesia Bandung?
5. Apa solusi yang dapat dilakukan untuk membantu proses pembinaan
nilai-nilai akhlak mulia pada mahasiswa muslim di Politeknik Pos Indonesia
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan proses pembinaan nilai-nilai akhlak mulia pada mahasiswa
muslim di Politeknik Pos Indonesia. Sedangkan secara khusus, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui penyebab pembinaan akhlak mulia tidak dominan di
lingkungan kampus Politeknik Pos Indonesia.
2. Untuk mendeskripsikan upaya pimpinan dan dosen dalam proses
pembinaan nilai-nilai akhlak mulia khususnya kedisiplinan dan kepedulian
pada mahasiswa muslim di Politeknik Pos Indonesia Bandung.
3. Untuk mengetahui dan menggambarkan proses keteladanan dalam
pembinaan akhlak mulia di lingkungan kampus Politeknik Pos Indonesia.
4. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam proses
pembinaan nilai-nilai akhlak mulia pada mahasiswa di Politeknik Pos
Indonesia Bandung.
5. Untuk memberikan tawaran solusi untuk membantu proses pembinaan
nilai-nilai akhlak mulia pada mahasiswa muslim di Politeknik Pos
Indonesia Bandung.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
tataran konsep maupun aplikasi. Adapun manfaat yang dapat dihasilkan dari
penelitian ini adalah:
1. Secara teoretis, diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan sebuah pola
pembinaan nilai-nilai akhlak mulia pada mahasiswa serta menambah
khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Pendidikan
Umum/Nilai di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
2. Diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan pijakan untuk penelitian
lebih lanjut dan mendalam terkait proses pembinaan nilai-nilai akhlak
mulia di lingkungan Program Studi Pendidikan Umum/Nilai, Sekolah
Pascasarjana (SPs) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
3. Secara Praktis peneliti mengharapkan hasil penelitian ini memberikan
sumbangsih berharga dalam upaya pembinaan mahasiswa muslim di
Politeknik Pos Indonesia Bandung dan mahasiswa di perguruan tinggi lain.
4. Memberikan solusi alternatif dalam proses pembinaan nilai-nilai akhlak
mulia sebagai bagian dari upaya pembangunan karakter bangsa.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu lebih menekankan
pada proses, makna dan pemahaman akan sesuatu yang diteliti. Adapun alasannya
karena masalah yang akan dianalisis dan dikaji dalam penelitian ini menyangkut
hal-hal yang berlangsung dalam kehidupan, khususnya di Politeknik Pos
Indonesia Bandung. Penelitian berlangsung sesuai dengan setting kehidupan nyata
kegiatan dengan tetap menjaga kualitas data yang relevan dengan permasalahan
penelitian.
Pendekatan ini diorientasikan kepada situasi dan kondisi individu secara
menyeluruh. Nasution (1992: 5) mengatakan bahwa “penelitian kualitatif pada
hakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi
dengan mereka, berusaha memahami dan tafsiran mereka tentang kehidupan
sekitarnya”.
Demikian pula pendapat Bogdan dan Taylor (1993: 22) yang menyebutkan
bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati
dari orang-orang (subyek) itu sendiri. Pendekatan ini diarahkan pada latar
belakang individu tersebut secara holistik.
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Hal ini
disebabkan karena peneliti yang akan langsung terjun dalam pengumpulan data
pada sumber data. Bogdan dan Biklen (1987: 27-29) menyatakan bahwa ada lima
karakteristik utama dari penelitian kualitatif, pertama, peneliti sendiri sebagai
instrumen utama untuk mendatangi secara langsung sumbernya; kedua,
mengimplikasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung
dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka; ketiga, menjelaskan bahwa
penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses, tidak semata-mata pada hasil;
keempat, melalui analisis induktif; kelima, mengungkapkan makna sebagai yang
Dengan demikian, perlu ditekankan bahwa penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yang menjadikan peneliti sebagai instrumen utama dan menitikberatkan
pada proses yang berlangsung secara alami. Untuk menyajikan data dan hasil
temuan dalam penelitian ini, peneliti menguraikannya secara deskriptif dengan
mengungkapkan data-data yang relevan dan sesuai dengan fokus penelitian.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi untuk
mengamati situasi, peristiwa dan proses kehidupan yang berlangsung pada lokasi
penelitian. Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik wawancara untuk
mendapatkan informasi langsung dari informan yang relevan dengan penelitian
ini. Untuk menunjang teknik di atas, peneliti juga melakukan studi dokumentasi
dan teknik triangulasi. Teknik ini dilakukan untuk menjamin keselarasan data
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Definisi Konseptual
Allport (Mulyana, 2004: 9) menjelaskan bahwa nilai adalah keyakinan
yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Bagi Allport keyakinan
ditempatkan sebagai wilayah psikologis, sehingga keputusan benar salah, baik
buruk, indah tidak indah merupakan rentetan proses psikologis yang mengarahkan
individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan pilihannya. Sedangkan
Kupperman mengatakan bahwa nilai adalah patokan normatif yang
mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara
tindakan alternatif. Pendapat ini memberikan penekanan pada norma sebagai
faktor luar yang mempengaruhi perilaku manusia.
Frankael (Djahiri, 1996: 17), nilai atau value merupakan ide atau konsep
yang bersifat abstrak tentang apa yang dipikirkan seseorang atau dianggap penting
oleh seseorang. Nilai biasanya mengacu pada estetika (keindahan), etika (pola
laku), logika (benar salah) atau keadilan (justice). Nilai membuat orang untuk
berbuat terarah, indah, baik, efisien, dan berharga, serta adil dan benar. Selain itu,
Dengan demikian, nilai merupakan landasan bagi seseorang dalam
Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin (t.th: 52) mendefinisikan akhlak
sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dari sifat itu timbul
perbuatan-perbuatan yang dengan mudah dan tidak memerlukan pertimbangan pemikiran
terlebih dahulu. Sedangkan menurut Aminuddin (2005: 152) secara bahasa akhlak
berasal dari bahasa Arab, yaitu akhlak, yukhliku, ikhlakan, yang berarti perangai,
tabiat, atau watak dasar. Sedangkan secara istilah adalah keadaan jiwa seseorang
yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pemikiran dan pertimbangan.
Abdul Aziz (2011: 204) menyatakan bahwa akhlak mulia adalah
perwujudan dari sikap mental seorang abdillah yang tunduk dan patuh pada
kehendak Khaliq, pasrah dan taat menerapkan aturan (syari‟at) yang telah
ditetapkan Khaliq (Tuhan Sang Maha Pencipta). Seseorang yang berakhlak mulia
berarti dia memahami peranannya sebagai makhluk ciptaan sang Khaliq yang
harus selalu memberikan pencerahan, kebaikan dan kedamaian kepada sesama
makhluk.
Akhlak mulia merupakan sifat-sifat yang tertanam pada manusia berupa
perbuatan baik sedangkan perbuatan buruk disebut akhlak tercela. Awal seseorang
mempunyai tingkah laku karena adanya pengaruh, baik secara langsung maupun
tidak langsung sesuai dengan pembinaannya, karena didikan dan bimbingan
dalam keluarga secara langsung maupun tidak langsung banyak memberikan
bekas bagi penghuni rumah itu sendiri dalam tindak-tanduknya, maka ilmu akhlak
dilakukan oleh manusia, menyarankan tujuan yang harus dituju oleh manusia
dalam perbuatan yang harus menunjukkan jalan apa yang harus diperbuat.
Penanaman nilai-nilai akhlak mulia ini sejalan dengan tujuan pendidikan
agama Islam yang diungkapkan Nasution (Syahidin, 2009: 11) yang bertujuan
untuk “membentuk manusia takwa yaitu manusia yang patuh pada Allah dalam
menjalankan ibadah dan menekankan pada kepribadian muslim, yakni pembinaan
akhlakul karimah...”. Untuk pendidikan agama di perguruan tinggi, Nasution
menegaskan bahwa fokusnya adalah menghasilkan mahasiswa yang berjiwa
agama dan bukan hanya berpengetahuan agama saja. Oleh karena itu, pendidikan
agama Islam tidak hanya sebagai transfer pengetahuan Islam saja, tetapi lebih dari
itu mencakup pembinaan nilai-nilai Islam karena lebih terfokus pada pendidikan
nilai (value education).
Penelitian ini akan melihat pada pembinaan kedisiplinan dan kepedulian
mahasiswa muslim di Politeknik Pos Indonesia. Peneliti memandang bahwa nilai
kedisiplinan dan kepedulian menjadi bagian dari akhlak mulia yang perlu dimiliki
oleh mahasiswa.
Kedisiplinan dan kepedulian adalah bentuk akhlak mulia dalam Islam.
Agustian (2006:110-111) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki sifat
disiplin merupakan wujud pengabdian kepada sifat Allah Al Matiin, demikian
pula dengan orang yang memiliki sifat peduli merupakan bentuk pengabdian
kepada sifat Allah As Sami’ dan Al Bashir.
memperoleh hal yang lebih baik (Depdiknas, 2008: 193). Selain itu, pembinaan
juga dapat didefinisikan sebagai penyempurnaan, proses, cara, perbuatan
membina; pembinaan watak; pembangunan manusia sebagai pribadi dan makhluk
sosial melalui pendidikan, organisasi, pergaulan, ideologi dan agama (Agustin,
t.th:110).
Mahasiswa adalah sebutan bagi orang atau peserta didik yang belajar di
perguruan tinggi (Depdiknas, 2008: 856). Sebagai peserta didik, mahasiswa perlu
untuk dibekali dengan landasan kepribadian yang bertitik tolak dari nilai-nilai
agama, sosial dan budaya sesuai dengan aturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam SK Mendiknas RI Nomor 045/u/2002 tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi, dicantumkan elemen kompetensi yang harus dipenuhi oleh
mahasiswa melalui pendidikan di perguruan tinggi yaitu landasan kepribadian,
penguasaan ilmu dan keterampilan, kemampuan berkarya, sikap dan perilaku
dalam berkarya, serta pemahaman kaidah kehidupan bermasyarakat. Prosentase
perbandingan ekivalen antara kompetensi utama, pendukung dan kompetensi lain
dapat terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Perbandingan Ekivalen Kompetensi dalam Kurikulum
KURIKULUM INTI KURIKULUM INSTRUKSIONAL
Kompetensi Utama Kompetensi Pendukung Kompetensi Lain
Penetapan kurikulum di perguruan tinggi ini, tentu tidak terlepas dari
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 232/U/2000
tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil
Belajar Mahasiswa. Semua aturan ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam
membangun kepribadian bangsa yang memiliki karakter dan akhlak yang baik.
Oleh karena itu, mahasiswa yang akan menjadi calon pemimpin bangsa
sejak awal sudah dibekali dengan landasan kepribadian yang kuat yakni dengan
nilai-nilai akhlak mulia, agar dalam setiap gerak dan aktifitasnya senantiasa
dilandasi dengan nilai-nilai agama, serta norma dan etika yang berlaku di
masyarakat.
B.Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Hal ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa penelitian terhadap proses
pembinaan nilai-nilai akhlak mulia dalam pembinaan mahasiswa lebih
menekankan pada aspek proses dan melibatkan kerja lapangan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Merriam (Creswell, 1994: 140) yang menyebutkan enam asumsi:
a. Peneliti kualitatif lebih menekankan perhatian pada proses, bukannya pada hasil atau produk.
b. Penelitian kualitatif tertarik pada makna-bagaimana orang membuat hidup, pengalaman, dan struktur dunianya masuk akal.
c. Peneliti kualitatif merupakan instrumen pokok untuk pengumpulan dan analisa data. Data didekati melalui instrumen manusia, bukannya melalui inventaris, daftar pertanyaan, atau mesin.
e. Peneliti kualitatif bersifat deskriptif dalam arti peneliti tertarik pada proses, makna, dan pemahaman yang didapat melalui kata atau gambar.
f. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif dimana peneliti membangun abstraksi, konsep, hipotesa, teori dan rincian.
Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Selanjutnya, Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2004: 4)
mengatakan bahwa terdapat 5 karakteristik penelitian kualitatif yaitu:
(1) penelitian kualitatif mempunyai setting alamiah, dan peneliti adalah instrumen kunci, (2) penelitian kualitatif bersifat deskriptif, (3) penelitian ini lebih mengutamakan proses namun tidak melupakan produk atau hasil, (4) penelitian kualitatif sering menganalisis datanya secara induktif, dan (5) makna adalah hal yang esensial dalam pendekatan kualitatif.
Dalam penyajian data, penelitian ini menggunakan metode deksriptif.
Metode ini mengarahkan penelitian kepada gambaran atas pemahaman dan
penafsiran makna menurut apa yang dibangun (dikonstruksi) subjek yang diteliti
berdasarkan interaksi sosialnya dan bukan menurut rumusan peneliti.
Sebagaimana penelitian secara deskriptif lainnya, penelitian ini bertujuan
untuk melakukan pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual (Suryabrata,
2005: 75). Pengecekan langsung ke latar penelitian yang alamiah dilakukan untuk
memahami konteks situasi secara menyeluruh karena cara terbaik untuk
memahami suatu tindakan atau peristiwa di suatu latar tertentu adalah dengan
memungkinkan peneliti untuk mengetahui di mana, bagaimana, dan dalam kondisi
apa suatu peristiwa terjadi.
Penulisan laporan penelitian ini banyak berisi kutipan dari sumber-sumber
data untuk mengilustrasikan dan menjelaskan substansi penelitian.
Sumber-sumber data tersebut antara lain berasal dari pengamatan dan wawancara yang
tertuang dalam catatan lapangan, foto, dan dokumen. Data yang ditulis tidak
menggunakan simbol-simbol angka untuk mewakili data hasil temuan, melainkan
diusahakan semaksimal mungkin untuk menyatakan perbuatan, pandangan dan
pemikiran subjek sebagaimana yang dilakukannya atau yang diucapkannya di
latar.
Penelitian ini tidak ditujukan untuk memperoleh hasil tertentu yang
maksimal atau yang sesuai dengan hipotesis, tidak juga untuk menunjukkan
bahwa ada perubahan yang terjadi. Sebaliknya, penelitian ini difokuskan kepada
proses pengumpulan dan analisis data. Strategi penelitian dimanifestasikan ke
dalam kegiatan, prosedur, dan interaksi subjek sehari-hari di latar penelitian. Data
yang diperoleh tidak berfungsi untuk membuktikan suatu hipotesis tertentu,
melainkan justru digunakan untuk menemukan suatu hipotesis. Data yang
diperoleh dalam penelitian ini bersifat grounded: semuanya berdasar fakta yang
ada di latar penelitian.
Penelitian yang sistematis dan faktual harus didukung dengan data yang
penelitian untuk menemukan teori berdasarkan data. Oleh karena itu sangat
penting untuk menentukan sumber data.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menekankan bahwa
penelitian ini akan berpegang pada pendapat Creswell serta Bogdan & Biklen
yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif berorientasi pada proses dan
menjadikan peneliti sebagai instrumen kunci. Selain itu dalam penyajiannya akan
lebih bersifat deskriptif sesuai dengan keadaan yang diamati pada lokasi
penelitian, karena penelitian kualitatif akan lebih cenderung pada fakta yang
ditemui.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu para mahasiswa yang beragama
Islam di Politeknik Pos Indonesia, pengurus lembaga kemahasiswaan, dosen dan
unsur pimpinan Politeknik Pos Indonesia. Mahasiswa dijadikan sumber dalam
pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan agar peneliti dapat memperoleh
informasi tentang pandangan mereka tentang berbagai hal yang mereka hadapi
dalam menerapkan nilai-nilai akhlak.
Selain itu, informasi juga diharapkan dari dosen membina matakuliah
Pendidikan Agama Islam untuk mengetahui upaya pembinaan nilai akhlak mulia
yang dilakukan. Dan untuk mengetahui dukungan dan perhatian dalam membina
mahasiswa muslim di Politeknik Pos Indonesia, peneliti mencoba untuk menggali
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif mengandalkan teknik
pengamatan berperan serta, wawancara, dan dokumen (McMillan & Schumacher,
1984: 318; Marshall & Rossman dalam Sugiyono, 2006: 253). Pemanfaatan foto
situasi juga sangat berguna untuk lebih menjelaskan kondisi latar yang
sebenarnya. Foto situasi memungkinkan peneliti untuk memahami dan
mempelajari aspek-aspek kehidupan secara lebih terperinci atau yang tidak bisa
diperoleh melalui pendekatan lain: citra bercerita lebih banyak daripada sekedar
kata-kata dan ungkapan klise bahwa suatu gambar berharga seribu kata (Bogdan
& Biklen, 1998: 142).
Foto situasi membantu peneliti dalam hal-hal sebagai berikut: (a)
mengamati hal-hal mendetail yang tidak teramati oleh pengamatan langsung di
latar, (b) mengingat berbagai kegiatan di latar, dan (c) memberi waktu yang tidak
terbatas bagi peneliti untuk mengamati kembali hal-hal yang mungkin bisa
memberi informasi tambahan.
Miles dan Huberman (Creswell, 1994: 143) mengatakan bahwa
menentukan ukuran yang harus dipertimbangkan peneliti dalam pengumpulan
data, yaitu latar (tempat penelitian akan berlangsung), pelaku (orang yang akan
diamati dan diwawancarai), peristiwa (apa yang akan diamati dan diwawancarai),
dan proses (sifat kejadian yang dilakukan pelaku di dalam latar).
a. Observasi atau pengamatan terhadap lokasi yang akan dijadikan latar
sebuah penelitian sangat penting untuk memberikan gambaran bagi
peneliti.
McMillan & Schumacher (1984: 313) menyatakan bahwa pengamatan
langsung di latar oleh peneliti berguna untuk memperoleh data secara
langsung dari tangan pertama. Manfaat pengamatan langsung ini menurut
Patton dalam Nasution (2002: 59) adalah sebagai berikut:
1. Memungkinkan peneliti lebih memahami konteks data dalam keseluruhan situasi.
2. Memungkinkan peneliti melaksanakan analisis induktif berdasar fakta yang ada di latar sehingga bisa merumuskan teori yang grounded. 3. Memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang mungkin dianggap
„biasa‟ oleh orang dalam.
4. Memungkinkan peneliti menemukan hal-hal yang tidak terungkap dalam sesi wawancara.
5. Memungkinkan peneliti memperoleh persepsi yang berbeda dari para informan guna memperoleh pemeriaan yang lebih komprehensif. 6. Memungkinkan peneliti merasakan situasi sosial latar dan memperoleh
kesan-kesan pribadi.
Kegiatan observasi dilakukan untuk mengamati suatu proses, perilaku dan
peristiwa di dalam suatu latar, dalam hal ini pembinaan nilai akhlak mulia
pada mahasiswa muslim di Politeknik Pos Indonesia.
b. Interviu atau wawancara. Maksud wawancara dilakukan antara lain untuk
membuat suatu konstruksi sekarang dan di sini mengenai orang, peristiwa,
aktifitas, motivasi, perasaan dan lain sebagainya (Lincoln dan Guba, 1985:
268). Wawancara merupakan alat untuk memberikan informasi mendalam
(in-depth information), mengungkapkan apa yang dipikirkan atau
Melalui tanya jawab ini diharapkan peneliti dapat menggali informasi yang
lebih dalam tentang pembinaan nilai akhlak mulia pada mahasiswa.
Catatan lapangan yang dibuat peneliti berbentuk kesimpulan catatan harian
yang mencatat hasil wawancara. Selama sesi wawancara peneliti tidak
langsung mencatat hasilnya, tetapi fokus terhadap tanggapan informan
sambil membuat catatan-catatan kecil saat berkaitan dengan nama orang,
tanggal, atau jumlah sesuatu. Setiap selesai pelaksanaan wawancara,
sesegera mungkin peneliti berusaha membuat ringkasan hasil, baik secara
langsung di laptop maupun di buku catatan.
c. Dokumentasi. Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009: 156) merinci enam
alasan dokumen penting untuk dianalisa:
(1) Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari.
(2) Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan atau kekeliruan interpretasi. (3) Dokumen itu sumber data yang alami.
(4) Dokumen relatif mudah dan murah, terkadang dapat diperoleh dengan cuma-cuma.
(5) Dokumen itu sumber data yang non-reaktif.
(6) Dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan pemerkaya bagi informasi yang diperoleh lewat interviu dan observasi.
Dokumen yang diperoleh peneliti mendukung pemahaman makna situasi
konteks latar. Dokumen membantu peneliti mengungkap sejarah situasi sosial
latar, memverifikasi data wawancara (triangulasi), dan menyusun panduan
pengumpulan data melalui informasi rencana kegiatan sekolah.
Untuk itu, peneliti menggunakan alat seperti audio dan video recorder, kamera
dan alat tulis untuk merekam dan mencatat data yang diperoleh.
E. Teknik Analisis Data
Marshall & Rossman (Creswell, 1994: 160) berpendapat bahwa
pengumpulan dan analisis data harus merupakan sebuah proses yang bersamaan
dalam penelitian kualitatif. Oleh karena itu, data yang telah diperoleh akan
langsung dianalisis oleh peneliti tanpa menumpuknya, sehingga akan
memudahkan peneliti dalam melakukan analisis terhadap data yang masuk
kemudian. Dengan melakukan analisis sedini mungkin terhadap data yang
diperoleh maka menurut Glaser (Alwasilah, 2009: 158) peneliti akan memperoleh
theoretical sensitivity atau kepekaan teoretis terhadap data yang dikumpulkannya.
Analisis data dilakukan terhadap isi yang terfokus pada pertanyaan
penelitian, sehingga penelitian akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan
tersebut. Analisis seperti ini disebut sebagai content analysis. Teknik analisis ini
sering digunakan dalam menganalisis data-data kualitatif (Bungin, 2005: 84).
Kegiatan analisis data dapat dilakukan pada saat sebelum penelitian yaitu
terhadap data yang diperoleh pada saat studi pendahuluan (pre elemenary
research) atau analisis yang dilakukan selama di lapangan. Analisis data selama di
lapangan dalam penelitian kualitatif, dilakukan saat pengumpulan data
berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada
diwawancarai. Bila data belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan
sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga
alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2006: 276). Langkah-langkah analisis
ditunjukan pada gambar berikut ini.
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2006: 278)
Kegiatan utama analisis data merupakan proses siklus yang interaktif,
Peneliti melalui kegiatan pengumpulan data, selanjutnya kegiatan reduksi, dan
penyajian, serta penarikan kesimpulan/verifikasi.
Penyajian data dilakukan dalam bentuk naratif. Miles dan Huberman
dalam Sugiyono (2006: 280) menyatakan bahwa “the most frequent form of
display data for qualitative research data in the past has been narative text”. Jadi, Pengumpulan
data
Reduksi data
Kesimpulan: Penarikan/verifikasi
dan lain-lain. Melalui penyajian data, dapat memudahkan peneliti dalam
menggambarkan apa yang terjadi dan apa yang ditemui di lokasi penelitian,
kemudian akan mampu merencanakan apa yang dapat dikerjakan selanjutnya.
Untuk dapat melakukan penelitian dengan baik maka perlu untuk
mengetahui langkah-langkahnya. Setiap penelitian memiliki prosedur yang
sistematis, namun bukan berarti prosedur tersebut harus diikuti secara kaku,
sehingga tahapan tersebut dapat disesuaikan dengan materi penelitian, kondisi
lapangan, sumber data dan waktu yang tersedia, serta masalah yang dihadapi.
Sukmadinata (2005: 10) menguraikan langkah-langkah dalam penelitian
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi masalah.
2. Merumuskan dan membatasi masalah. 3. Melakukan studi kepustakaan.
4. Merumuskan hipotesis atau pertanyaan penelitian. 5. Menentukan desain dan metode penelitian.
6. Mengumpulkan data dan menganalisis data. 7. Menyajikan hasil dan membuat kesimpulan.
Dalam menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian ini, peneliti
melakukan analisis data sedini mungkin setelah data diperoleh. Proses analisis
data menjadi satu kegiatan dengan pengumpulan data, sebab data yang masuk
langsung dianalisis oleh peneliti. Proses ini sesuai dengan pendapat Marshall dan
Rossman, Glaser serta model analisis data Miles dan Huberman. Oleh karena itu,
peneliti menggunakan model tersebut dalam melakukan analisis data dalam
F. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan temuan diperlukan teknik pemeriksaan.
Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada
empat kriteria yang akan digunakan yaitu :
1. Derajat kepercayaan (credibility), melaksanakan inkuiri sedemikian rupa
sehingga tingkat kepercayaan penemuan dengan jalan pembuktian oleh
peniliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.
2. Derajat keteralihan merupakan persoalan empiris bergantung pada kesamaan
antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut
seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris
tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab
untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat
keputusan tentang pengalihan tersebut.
3. Ketergantungan merupakan substitusi istilah reliabilitas dalam penelitian
yang nonkualitatif. Pada cara nonkualitatif, reliabilitas ditunjukkan dengan
jalan mengadakan replikasi studi. Jika dua atau beberapa kali diadakan
pengulangan suatu studi dalam suatu kondisi yang sama dan hasilnya secara
esensial sama, maka dikatakan reliabilitasnya tercapai.
4. Derajat kepastian berasal dari konsep objektivitas menurut nonkualitatif.
Menurut Scriven dalam Moleong (2004 : 326), selain itu masih ada unsur
kualitas yang melekat pada konsep objektifitas, berarti dapat dipercaya,
Di samping teknik-teknik di atas, teknik triangulasi (Sugiyono, 2006 : 307)
akan dipergunakan pada proses pencapaian keabsahan data sebagai berikut :
1. Triangulasi Sumber, untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai
contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang gaya kepemimpinan
seseorang, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh
dilakukan ke bawahan yang dipimpin, ke atasan yang menugasi, dan ke
teman kerja yang merupakan kelompok kerjasama.
2. Triangulasi Teknik, untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi,
dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas data tersebut
menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih
lanjut dengan sumber data yang bersangkutan atau yang lain untuk
memastikan data mana yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar
tapi sudut pandangnya yang berbeda-beda.
3. Triangulasi Waktu, waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data
yang dikumpulkan dengan wawancara di pagi hari pada saat narasumber
masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid
sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data
dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,
observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil
sehingga sampai ditemukan kepastian datanya. Triangulasi dapat juga
dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian, dari tim peneliti lain yang
diberi tugas melakukan pengumpulan data.
Jika pada saat pemeriksaan tersebut ternyata tidak sama dengan jawaban
dari responden atau perbedaan tentang data atau informasi, maka keabsahan
temuan tersebut diragukan kebenarannya, sehingga dibutuhkan ketelitian serta
objektifitas dari peneliti itu sendiri untuk melakukan pemeriksaan kembali agar
memperoleh data dan informasi yang benar-benar akan dapat
dipertangungjawabkan.
G. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi yang diambil dalam penelitian ini adalah Politeknik Pos Indonesia
Bandung. Alasan pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pada:
1. Lokasi Politeknik Pos Indonesia yang berada di wilayah utara Kota Bandung,
relatif dekat dengan domisili peneliti sehingga akan lebih memudahkan dalam
kegiatan penelitian.
2. Peneliti telah mengenal lokasi dan mengetahui beberapa kegiatan
kemahasiswaan yang ada di Politeknik Pos Indonesia.
3. Peneliti melihat bahwa Politeknik Pos Indonesia memiliki saran dan
prasarana yang memadai untuk membina mahasiswa dengan nilai akhlak
mulia.
bidang pengetahuan khusus, perlu dibekali dengan nilai-nilai akhlak mulia.
Hal ini penting dalam upaya memberikan landasan kehidupan berbasis akhlak
mulia pada mahasiswa dan untuk mengimbangi pengetahuan teknis kognitif
yang mereka peroleh dengan pembelajaran afektif yang menekankan pada
perilaku positif.
Adapun penelitian ini disusun dengan rencana agenda penelitian sebagai
[image:34.595.54.561.245.730.2]berikut:
Tabel 3.2 Agenda Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan
Bulan
Februari Maret April Mei Juni
1. Persiapan
a. Observasi Awal (Pre
elemenary Research)
b. Identifikasi Masalah. c. Penentuan Masalah pokok. d. Pembuatan Proposal
penelitian.
√
√ √ √
2. Seminar Proposal Perbaikan Proposal
√
√ √ √ 3. Tahapan Penelitian
a. Pengumpulan Data Observasi, interviu, studi dokumentatif. b. Kategorisasi c. Analisis Data
d. Display Hasil Temuan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4. Konsultasi Pembimbing Penulisan Laporan Penelitian Pengecekan akhir √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Umum
Pembinaan akhlak mulia adalah suatu hal yang sangat penting dilakukan di
setiap lembaga pendidikan, baik lembaga pendidikan umum maupun pendidikan
vokasional, terlebih lagi di lembaga pendidikan yang berbasis agama. Sebab tanpa
akhlak mulia, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan banyak
memberikan kesuksesan bagi seseorang. Pandangan ini sesuai dengan pendapat
Agustian (2001: 12) yang menyatakan bahwa kecerdasan intelektual hanya
berperan 6–20% dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam hidupnya.
Sedangkan sisanya adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Kecerdasan emosi dan spiritual yang sangat berpengaruh menentukan kesuksesan
seseorang baik di lingkungan keluarga, masyarakat dan dunia kerja.
Abdul Aziz (2011:164) menegaskan bahwa orang yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah, sudah pasti memiliki akhlak mulia dalam hidupnya,
berkarakter kuat dan berkepribadian unggul. Mereka merupakan prototype insan
kamil dalam bentuknya yang nyata. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa akhlak
mulia harus menjadi landasan utama bagi setiap peserta didik dalam berinteraksi
dengan sesama baik di lingkungan pendidikannya maupun dengan lingkungan
pembina lainnya serta lingkungan yang baik. Pendapat Majid (2010: 63)
menegaskan bahwa pembinaan akhlak tidak hanya sebatas ilmu dan pengetahuan
tentang baik dan buruk, akan tetapi diperlukan peran orang tua, pendidik, dan
lingkungan sekitar untuk memudahkan proses pembentukan akhlak.
Dalam pelaksanaannya, pembinaan akhlak mulia dapat dilakukan melalui
proses internalisasi yaitu dengan memberikan pemahaman dan pengetahuan
tentang akhlak, merasakan pentingnya akhlak mulia, dan mengaplikasikan akhlak
mulia dalam tindakan nyata. Lickona (1992: 53), menyebutnya sebagai moral
knowing, moral feeling, dan moral action.
Selain itu, proses habituasi (pembiasaan) seperti pendapat Covey (2010:
55), bahwa karakter sebenarnya terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan dalam hidup.
Lickona seperti yang dikutip Budimansyah (2010: 38) juga menegaskan bahwa
untuk melahirkan perbuatan yang baik (karakter baik/good character) perlu
adanya proses psikologis yang mencakup knowing the good, desiring the good,
and doing the good – habit of the mind, habit of the heart, habit of action. Di
samping internalisasi dan habituasi, adanya keteladanan (uswah) menjadi salah
satu proses penting dalam pembinaan akhlak. Ulwan (1992: 78) menyebutkan
bahwa keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang paling meyakinkan
keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial
anak. Melalui ketiga proses tersebut, diharapkan pembinaan akan dapat
B. Kesimpulan Khusus
1. Pembinaan akhlak mulia di Politeknik Pos Indonesia tidak dominan, oleh
karena pembinaan lebih menekankan kepada kemampuan teknis sesuai
dengan jurusan agar mahasiswa siap memasuki dunia kerja. Meski demikian,
pembinaan akhlak mulia terlihat di kampus Politeknik Pos Indonesia pada
kegiatan yang dilakukan secara terprogram seperti pembinaan mahasiswa
baru melalui kegiatan Character Building, kegiatan mentoring dan kajian di
UKM “Commitment”, serta pembinaan mahasiswa melalui dosen wali.
2. Pimpinan Politeknik Pos Indonesia mengupayakan pembinaan akhlak mulia
pada mahasiswa melalui pengarahan dan pembinaan dalam kegiatan kuliah
umum, memberikan teladan yang baik, mengadakan kontrol melalui dosen
wali, memberikan dukungan serta kemudahan dana dan fasilitas dalam
menunjang kegiatan ke-Islaman termasuk pembinaan akhlak mahasiswa.
Untuk pembinaan kedisiplinan, pimpinan menetapkan aturan dan tata tertib
mahasiswa yang harus ditaati, sedangkan untuk pembinaan kepedulian
terhadap mahasiswa dilakukan pembinaan melalui dosen wali yang bertugas
membimbing mahasiswa secara personal.
3. Dosen memberikan teladan dalam aktifitas sehari-hari seperti mengucapkan
salam ketika masuk, memulai perkuliahan dengan do’a dan teladan dalam
beribadah. Misalnya ketika masuk waktu sholat, para dosen bersama-sama
menuju masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah. Hal ini membuat
dengan mentaati jadwal perkuliahan, menggunakan pakaian yang rapi sesuai
aturan kampus. Di samping itu, untuk membina kepedulian dalam kehidupan
kampus Politeknik Pos Indonesia terdapat kegiatan bimbingan bagi
mahasiswa baik secara personal maupun kelompok (kegiatan magang kerja).
4. Kendala-kendala yang dihadapi adalah pergaulan mahasiswa di luar kampus
seperti di tempat kos dan lingkungan sekitarnya yang tidak dapat dikontrol
oleh dosen dan pembina sehingga memberikan dampak bagi akhlaknya.
Demikian pula, akses teknologi informasi yang membuat pembina kesulitan
mengawasi kegiatan dan aktifitas mahasiswa. Selain itu, intensitas pembinaan
akhlak mahasiswa yang kurang serta tidak adanya program lanjutan
pembinaan akhlak mahasiswa setelah memasuki semester tiga ke atas.
5. Solusi yang dilakukan adalah dengan terus memberikan arahan melalui
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, kajian-kajian yang bekerjasama
dengan DKM masjid kampus, serta memperbanyak kegiatan ekstrakurikuler
yang bernuansa keagamaan sehingga meminimalisir kegiatan lain yang tidak
bermanfaat.
C. Rekomendasi
1. Untuk Pimpinan Politeknik Pos Indonesia, perlu ada sebuah tim yang
berisikan unsur pimpinan, dosen dan mahasiswa dalam rangka pembinaan
akhlak mahasiswa secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan untuk menopang
pembinaan yang dilakukan oleh dosen melalui pembelajaran di kelas dan
2. Untuk Dosen PAI dan Pembina ke-Islaman, diharapkan dapat menjadi pelopor
pembinaan akhlak yang dimulai dari dalam kelas. Melalui pembelajaran
dosen dapat memanfaatkan waktu untuk menganjurkan, menasihati dan
memberikan masukan pada mahasiswa mengenai sikap dan perilaku yang
baik. Matakuliah yang disampaikan juga harus memuat nilai-nilai dan
contoh-contoh aplikatifnya dalam kehidupan dan pekerjaan. Selain itu, contoh-contoh dan
keteladanan sangat penting dari dosen sebagai pendidik. Oleh karena itu,
diharapkan dapat memberikan contoh yang layak ditiru mahasiswa agar
berakhlak mulia. Dosen Pendidikan Agama Islam, perlu mengadakan
pemantauan kegiatan pembinaan mahasiswa. Jika perlu memasukkan
penilaian akhlak mulia menjadi salah satu elemen penilaian matakuliah PAI.
3. Pengurus Lembaga Kemahasiswaan, diharapkan dapat membuat kegiatan
ekstrakurikuler yang bernuansa keagamaan dan yang lebih mengarahkan pada
pembinaan akhlak mulia pada mahasiswa.
4. Untuk Peneliti lain, diharapkan dapat melanjutkan penelitian sejenis secara
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an al-Karim
Abdul Aziz, H.(2011). Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati, Jakarta: Al Mawardi.
Agustian, A.G. (2001). ESQ: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan. Jakarta: Arga.
Agustin, R. (t.th.). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Serba Jaya.
Ahmadi A.dan Salami, N. (1991). Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta.
Al Ghazali. (t.th). Ihya Ulumuddin, Beirut: Dar al-Fikr.
Al Mishri, M. (2009). Ensiklopedia Akhlak Muhammad Saw. Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Al Qashimy, M.J. (1975), Mau’izhatul Mu’minin (Ringkasan dari Ihya
Ulumuddin).Bandung: C.V. Diponegoro.
Alberty H.B & Alberty. (1965). Reorganizing the High School Curriculum (Third Ed.). New York: The MacMillan Company.
Alwasilah, A.C. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.
___________, (2011). “Kebangkrutan Moral”. Pikiran Rakyat. (27 Mei 2011).
Aminudin, et al. (2005). Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Bertens, K. (2004). Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Bogdan, R. C & Sari Knopp Biklen. (1998). Qualitative Research in Education:
An Introduction to Theory and Methods. (edisi ke-3). Boston: Allyn and
Bacon.
______, dan Taylor, S.J. (1993). Introduction to Qualitative Research Methods: A
Phenomenological Approach to the Social Science. New York: John Wiley
and Sons, Inc.
Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Bungin, B. (2005). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Cholisin. (1989). Dasar dan Konsep Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Laboratorium Jurusan PMP dan KN.
Covey, Stephen R. (2010). The 7 Habits of Highly Effective People. Diterjemahkan oleh Lindon Saputra dengan judul: 7 Kebiasaan Manusia
yang Sangat Efektif. Tangerang: Binarupa Aksara.
Creswell, J.W. (1994). Research Design, Quantitative & Qualitative Approaches. Sage Publications. Alihbahasa oleh: Angkatan III & IV KIK UI bekerjasama dengan Nur Khabibah. (2002). Jakarta: KIK Press.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Djahiri, A.K. (1996). Menelusuri Dunia Afektif. Bandung: Lab. Pengajaran PMP IKIP Bandung.
Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Hanafi, M.S. (2010). “Model Pembelajaran MPK Terpadu: Inovasi Pendidikan Karakter Bangsa di Perguruan Tinggi’, dalam Prosiding Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.
Harris, C.W. (1960). Encyclopedia of Educational Research. New York: The MacMillan Company.
Henry, Nelson B. (1952) The Fifty First Year Book: General Education. Chicago: The University of Chicago Press.
Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. (2008). Theories of Learning (Teori Belajar) (Edisi Ketujuh). Pearson Education. Alihbahasa oleh: Tri Wibowo. (2009). Jakarta: Kencana.
Ibn Miskawaih. (1994). Menuju Kesempurnaan Akhlak. Bandung: Mizan.
Ilyas, Y. (2004). Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI).
Kesuma, D.,Permana. J. dan Triatna, C. (2010). ”Model Pembelajaran Dalam
Khaled, A. (2010), Buku Pintar Akhlak. Jakarta: Zaman.
Kneller, G.F. (1971). Introduction to Philosophy of Education. New York, Chichester, Brisbane, Toronto: John Wiley & Sons.
Koentjaraningrat, (1990). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Koyan, I Wayan. (2000). Pendidikan Moral Lintas Budaya. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdiknas.
Krathwoll, D.R. (1973). Taxonomy of Educational Objective. New York: Longman Groups.
Lickona, T. (1992). Educating for Character (How Our School can Teach
Respect and Responsibility). New York: Bantam Books.
Lincoln, S.I. dan Guba, Egon G.. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications.
Mahmud, A.H. (2004). Akhlak Mulia, Jakarta: Gema Insani Press.
Majid, A. dan Andayani, D. (2010). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. Bandung: Insan Cita Utama.
Makiyah, M. (2008). Pembinaan Akhlak Mulia Siswa Melalui Proses
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Tesis. Bandung: Sekolah
Pascasarjana UPI.
McMillan, James H. & Schumacher, S. (1984). Research in Education: A
Conceptual Introduction. Boston: Little, Brown & Co.
Moleong, L.J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Musthofa, A. (2007). Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Nasution, (2002). Metode Riset Penelitian Ilmiah, Bandung: Jemmars.
Nata, A. (2003). Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
_______. (2005). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama
Pribadi, S. (1971). In Search of Formulation of The General Aim of Education. Bandung: LPPD.
Ruminiati. (2007). Modul Pendidikan Kewarganegaraan SD: Untuk Program S1
PJJ. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdiknas R.I.
Rusmana, M. (2010). “Peranan Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai inovator dalam mengimplementasikan dan mengaplikasikan Pendidikan Karakter”,
dalam Prosiding Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.
Sauri, S. (2009). “Pendekatan dan Pendidikan Akhlak Mulia Dalam Pembelajaran”. Makalah pada Seminar Internasional Prodi Pendidikan
Umum dan Nilai SPS UPI, Bandung.
______, (2009). “Menuju Tenaga Guru Profesional”. Makalah pada Wisuda Sarjana Strata Satu dan Program Diploma STAIS Lantaboer, Jakarta.
______, (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak. Bandung: Rizqi Press.
Shihab, Q. (1996). Wawasan Al Qur’an. Bandung: Mizan.
Sidi, I.D. (2003). Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan. Jakarta: Logos.
Slameto. (1995). Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, Cet. III; Jakarta: Rineka Cipta.
Soelaeman, M.I., (1988) Suatu Telaah tentang Manusia-Religi-Pendidikan. Jakarta: PPLPTK.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N.S. (2005). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suryadi, A. (2002). Pendidikan, Investasi, SDM, dan Pembangunan, Jakarta: Balai Pustaka.
______, A. (2010). “Sebuah Model Pendidikan Karakter dalam Sistem
Persekolahan di Indonesia”, dalam Potret Profesionalisme Guru dalam
Membangun Karakter Bangsa: Pengalaman Indonesia dan Malaysia.
Syahidin. et al. (2009). Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta.
Tafsir, A. (2008). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya.
_______, (1998), Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Rosdakarya.
_______, (1992), Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam. Bandung: Rosdakarya.
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (2008). Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ulwan, N.A. (2007). Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani.
__________. (1992). Mengembangkan Kepribadian Anak. Bandung: Rosdakarya.
Zahruddin. (2004), Pengantar Ilmu Akhlak. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Zuchdi, D. (2008). Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan
yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.
Zuriah, N. (2007). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.
Jurnal
Majid, A. (2010). “Peranan Pendidik dalam Upaya Membentuk Karakter Peserta
Didik”. Jurnal Pendidikan Karakter. 2, (2), 58-77.
_________, (2010). “Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan Agama”. Ta’lim Jurnal Pendidikan Agama Islam. 8, (1), 1-15.
Sauri, S. (2010). “Membangu Karakter Melalui Pembinaan Profesionalisme Guru
Berbasis Pendidikan Nilai”. Jurnal Pendidikan Karakter. 2, (2), 1-15.
Murdiono, M. (2010). “Strategi Internalisasi Nilai-nilai Moral Religius dalam
Pembelajaran di Perguruan Tinggi”. Cakrawala Pendidikan, Mei. Th.
Internet
Sudrajat, A. (2010) Konsep Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/. [16 Februari 2011]
www.poltekpos.ac.id