PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP TO GROUP EXCHANGE (GGE)
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh: HENDI SENJA GUMILAR
1101616
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Group to Group Exchange (GGE) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematis Siswa SMK
Oleh
Hendi Senja Gumilar
S.Pd UPI, 2006
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika
© Hendi Senja Gumilar 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
Lembaran Pengesahan Tesis
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP TO GROUP EXCHANGE (GGE)
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK
Hendi Senja Gumilar 1101616
Disetujui dan Disahkan oleh:
Pembimbing I,
Dr. H. Tatang Mulyana, M.Pd
Pembimbing II,
Dr. Kusnandi, M.Si
Mengetahui:
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,
PERNYATAAN
Dengan ini saya, Hendi Senja Gumilar menyatakan bahwa tesis dengan
judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Group to Group Exchange (GGE) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMK” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak
sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan
ini saya siap menanggung resiko/sangsi yang dijatuhkan kepada saya apabila di
kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam
karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Juli 2013
Yang Membuat Pernyataan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
tesis ini. Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada uswah dan
qudwah kita, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya,
tabi’it-tabi’in, dan pengikut setianya hingga akhir zaman.
Tesis dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Group to Group
Exchange (GGE) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematis Siswa SMK” ini merupakan laporan dari penelitian penulis terhadap
siswa kelas XI semester genap di SMK Negeri 8 Bandung yang dilaksanakan
pada bulan 1 Mei – 3 Juni 2013. Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti
ujian sidang Pascasarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Matematika
Universitas Pendidikan Indonesia.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMK yang belajar
menggunakan pembelajaran kooperatif GGE; mengetahui kualitas peningkatan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa; mengetahui korelasi
antara peningkatan kemampuan penalaran dan peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa; dan mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran
matematika menggunakan model kooperatif GGE.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan yang disebabkan karena kekhilafan dan keterbatasan penulis. Untuk
itu kritik dan saran yang konstruktif sangatlah diharapkan untuk perbaikan tesis
ini. Tak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis.
Mudah-mudahan segala kebaikan yang diberikan dicatat sebagai amal baik di sisi Allah
SWT dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda sebagai bekal untuk
kehidupan di akhirat nanti.
Harapan penulis mudah-mudahan semua informasi yang ada dalam tesis
mengkaji dan mengembangkan lebih jauh lagi mengenai pembelajaran kooperatif
Group to Group Exchange (GGE).
Terakhir hanya kepada Allahlah kita menyerahkan segala urusan. Semoga
Allah SWT senantiasa melindungi dan meridhai aktivitas kita semua.
Bandung, Juli 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala do’a, bantuan, motivasi, dan dukungan penulis sampaikan kepada:
1. Prof. H. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D., yang sebelumnya menjabat sebagai
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika S-2 dan S-3 Universitas
Pendidikan Indonesia.
2. Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika S-1, S-2 dan S-3 Universitas Pendidikan Indonesia yang baru.
3. Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes. selaku pembimbing akademik yang telah
banyak membantu penulis diawal penyusunan proposal sehingga
terselesaikannya tesis.
4. Dr. H. Tatang Mulyana, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah membimbing
dengan penuh kesabaran memberikan dorongan, motivasi serta waktu untuk
diskusi.
5. Dr. Kusnandi, M.Si., selaku pembimbing II yang telah banyak membantu
penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen di Pascasarjana Jurusan Pendidikan Matematika atas
ilmu yang diberikan selama menempuh studi.
7. Ibu Dra. Euis Purnama selaku Kepala SMK Negeri 8 Bandung yang telah
memberi kesempatan dan membantu kelancaran kegiatan penelitian penulis
saat pelaksanaan penelitian di sekolah.
8. Ibu Nurhayati, S.Pd dan Ibu Dra. Atik Sartika selaku Wakil Manajemen Mutu
dan Wakasek Kurikulum SMK Negeri 8 Bandung yang telah banyak
memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis sehingga
terselesaikannya tesis ini
9. Ibu tercinta serta kakak dan adik-adik tersayang yang tak henti-hentinya mendo’akan, memberi dukungan moril dan materil kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu memberkahi keluarga besar kita dengan curahan taufik,
10.Istriku tercinta Herini Ridianah, S.Pd dan anak-anakku tersayang Haiza Kaila
Kirey dan Muhammad Haidar Kenzie sebagai penyemangat utama penulis
dalam menyelesaikan tesis ini, terima kasih atas doa dan curahan kasih
sayang kalian, abi sangat sayang kalian semua.
11.Seluruh sahabat angkatan 2011 di Pascasarjana Jurusan Pendidikan
Matematika kelas A yang banyak memberikan dukungan kepada penulis.
12.Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak mungkin penulis
sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan pahala yang
berlipat ganda. Amin
Bandung, Juli 2013
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Group to Group Exchange (GGE) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematis Siswa SMK
Hendi Senja Gumilar 1101616
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini adalah pentingnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis untuk dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika. Namun kondisi saat ini, skor kemampuan siswa dalam penalaran dan komunikasi matematis masih sangat rendah. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMK yang mendapat pembelajaran kooperatif GGE; mengetahui kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa; mengetahui korelasi antara peningkatan kemampuan penalaran dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa; dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan kooperatif GGE. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain penelitian non equivalent control group design, dengan populasi berasal dari seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 8 Bandung. Sedangkan sampelnya diambil sebanyak dua kelas yang dipilih secara purposive sampling untuk dijadikan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan pembelajaran kooperatif GGE dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Instrumen penelitian ini terdiri atas seperangkat tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, LKS, angket dan lembar observasi. Hipotesis yang diajukan diuji melalui uji parametrik
(Uji-t), uji non-parametrik (Uji Mann-Whitney), serta Korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas peningkatan kemampuan kedua kelas sama, yaitu pada kategori sedang untuk peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil bahwa peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis kelas eksperimen secara signifikan lebih baik daripada kelas kontrol. Selain itu, ditemukan tidak terdapat korelasi yang signifikan antara peningkatan kemampuan penalaran dan peningkatan komunikasi matematis siswa di kelas eksperimen. Untuk sikap siswa, terungkap bahwa siswa bersikap positif terhadap pembelajaran matematika menggunakan kooperatif GGE.
Application of Cooperative Learning Group to Group Exchange ( GGE )
to Increase Mathematical Reasoning and Communication Skills Vocational students
Hendi Senja Gumilar 1101616
ABSTRACT
DAFTAR ISI
halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Definisi Operasional ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis ... 16
B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 20
C. Pembelajaran Kooperatif ... 22
D. Pembelajaran Kooperatif Group to Group Exchange ... 25
E. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Group to Group Exchange .. 27
F. Penelitian yang Relevan ... 28
G. Hipotesis Penelitian ... 29
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 30
B. Populasi dan Sampel ... 30
C. Variabel Penelitian ... 31
1. Pengembangan Bahan Ajar ... 31
2. Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 32
3. Angket ... 40
4. Lembar Observasi ... 41
E. Prosedur Penelitian ... 41
F. Teknik dan Analisis Data ... 42
1. Analisis Data Non Tes ... 42
2. Analisis Data Tes ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 48
1. Hasil Penelitian tentang Kemampuan Penalaran Matematis ... 48
2. Hasil Penelitian tentang Kemampuan Komunikasi Matematis 58
3. Analisis Korelasi Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 66
4. Analisis Data Hasil Angket ... 69
5. Analisis Data Hasil Observasi ... 74
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 81
1. Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Menggunakan Pembelajaran Kooperatif GGE ... 81
2. Korelasi antara Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 83
3. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif GGE ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 86
B. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 88
DAFTAR LAMPIRAN ... 94
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Level Kualitas Respon Menurut Biggs dan Collis (1982) ... 19
Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... 32
Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis .. 33
Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Validitas ... 35
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Butir Soal ... 35
Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Reliabilitas ... 36
Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda ... 37
Tabel 3.7 Daya Pembeda Soal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi .... 38
Tabel 3.8 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 38
Tabel 3.9 Indeks Kesukaran Kemampuan Penalaran dan Komunikasi ... 39
Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 39
Tabel 3.11 Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Angket ... 42
Tabel 3.12 Kriteria Persentase Angket ... 43
Tabel 3.13 Kriteria Skor N-Gain ... 44
Tabel 3.14 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 47
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pretes dan Postes KPM Siswa... 49
Tabel 4.2 OutputTest of Normality Pretes dan Postes KPM ... 50
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Varians Postes KPM ... 52
Tabel 4.4 Hasil Uji Statistik Mann Whitney-U Skor Pretes KPM ... 52
Tabel 4.5 Hasil Uji-t Skor Postes KPM ... 53
Tabel 4.6 Rataan Skor N-Gain KPM ... 54
Tabel 4.7 OutputTest of Normality N-Gain KPM ... 55
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Varians N-Gain KPM ... 56
Tabel 4.9 Hasil Uji-t Skor N-Gain KPM ... 57
Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Pretes dan Postes KKM Siswa ... 58
Tabel 4.11 OutputTest of Normality Pretes dan Postes KKM ... 60
Tabel 4.12 Hasil Uji Statistik Mann Whitney-U Skor Pretes KKM ... 61
Tabel 4.13 Hasil Uji Statistik Mann Whitney-U Skor Postes KKM ... 62
Tabel 4.15 OutputTest of Normality N-Gain KKM ... 64
Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas Varians N-Gain KKM ... 65
Tabel 4.17 Hasil Uji-t Skor N-Gain KKM ... 66
Tabel 4.18 Hasil Test of Normality Skor N-Gain Eksperimen ... 67
Tabel 4.19 Uji Korelasi Peningkatan KPM dan KKM ... 68
Tabel 4.20 Rekapitulasi Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika Menggunakan Kooperatif GGE ... 69
Tabel 4.21 Rekapitulasi Sikap Siswa terhadap Penggunaan LKS GGE ... 71
Tabel 4.22 Rekapitulasi Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif GGE dalam Meningkatkan KPM ... 72
Tabel 4.23 Rekapitulasi Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif GGE dalam Meningkatkan KKM ... 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Diagram Batang Perbedaan Rataan Skor Pretes dan Postes
Kemampuan Penalaran Matematis ... 49
Gambar 4.2 Rataan Skor N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis... 54
Gambar 4.3 Diagram Batang Perbedaan Rataan Skor Pretes dan Postes
Kemampuan Komunikasi Matematis ... 59
Gambar 4.4 Rataan Skor N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis... 63
Gambar 4.5 Siswa Duduk Berkelompok sedang Berdiskusi Membahas
Permasalahan yang terdapat dalam LKS GGE ... 79
Gambar 4.6 Guru sedang Memberi Bimbingan pada Kelompok Siswa
dalam Mengkonstruksi Pengetahuan ... 79
Gambar 4.7 Juru Bicara Kelompok sedang Mempresentasikan Pengetahun
Yang Dimilikinya kepada Kelompok Pertukaran ... 80
Gambar 4.8 Siswa sedang Mempresentasikan Ulang Informasi yang
Didapatnya saat di Kelompok Pertukaran ... 80
Gambar 4.9 Siswa sedang Melakukan Presentasi di Depan Kelas
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (BNSP, 2006). Melalui pendidikan
seseorang dapat memperoleh pengetahuan sehingga dapat lebih terampil, inovatif
dan produktif daripada mereka yang tidak mengeyam dunia pendidikan. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam
mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber daya manusia
yang berkualitas bergantung pada hasil pendidikan dan latihan yang berkualitas
pula.
Mengacu pada Permendiknas No. 22 tahun 2006 pendidikan SMK
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Agar dapat bekerja
secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan,
mereka harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidang keahliannya dan
dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan
mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki
kemampuan mengembangkan diri. Oleh karena itu, SMK merupakan salah satu
lembaga pendidikan yang bertanggungjawab untuk menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas, yang dalam peranannya SMK tidak hanya
menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan pelatihan
dalam berbagai program keahlian sesuai dengan dunia kerja saat ini, sehingga
lulusannya diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan siap terjun di
2
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran kelompok adaptif yang
wajib diikuti oleh siswa SMK, memiliki peran yang penting dalam mewujudkan
sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui matematika siswa dibekali
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
kompetitif. Selain itu, perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan
komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan ilmu matematika.
Melihat tujuan mata pelajaran matematika di SMK, di dalamnya siswa
dituntut untuk memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
6. Menalar secara logis dan kritis serta mengembangkan aktivitas kreatif
dalam memecahkan masalah dan mengkomunikasikan ide. Di samping itu
memberi kemampuan untuk menerapkan matematika pada setiap program
3
Menyikapi kondisi pembelajaran matematika saat ini, Suryadi (2005)
mengemukakan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus
pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah yang bersifat prosedural.
Selain itu, Turmudi (2010) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika
selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya
memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat “kemelekatannya” juga
dapat dikatakan rendah. Secara khusus kondisi pembelajaran di SMK, Markaban
(2008) menyatakan berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan PPPPTK
matematika, guru pada umumnya masih kurang memperhatikan kemampuan
siswa dan pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered), selain itu
rendahnya kemampuan matematis siswa SMK banyak pula dikeluhkan oleh para
guru matematika di SMK. Dengan kondisi pembelajaran seperti ini, maka
kemampuan-kemampuan matematis yang harus diraih siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran matematika yang telah disebutkan sebelumnya akan sulit untuk
dicapai dengan optimal.
Padahal kemampuan-kemampuan matematis siswa harus dikembangkan
dalam pembelajaran matematika. Khususnya terkait kemampuan penalaran,
Sumarmo (1987) menemukan bahwa skor kemampuan siswa dalam penalaran
matematis masih rendah. Ditegaskan pula dengan hasil penelitian Priatna (2003),
yang menemukan bahwa kualitas kemampuan penalaran matematis siswa di kota
Bandung masih rendah. Salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah
siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika,
Wahyudin (1999) mengemukakan bahwa karena siswa kurang menggunakan
nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan matematika yang diberikan.
Selain itu, matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian
prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya bila
kemampuan penalaran tidak dikembangkan pada siswa (Rochmad, 2008).
Penalaran merupakan aktivitas mental untuk meningkatkan pemikiran
dengan melihat beberapa fakta atau prinsip sehingga menghasilkan proses mental
berupa pengetahuan atau kesimpulan. Menurut Keraf (Shadiq, 2004) penalaran
4
kepada suatu kesimpulan. Seseorang dengan kemampuan penalaran yang rendah
akan selalu mengalami kesulitan dalam menghadapi berbagai persoalan, karena
ketidakmampuan menghubungkan fakta atau prinsip untuk sampai pada
kesimpulan. Rendahnya kemampuan matematis siswa di SMK yang dikeluhkan
oleh para guru matematika SMK, diduga karena rendah pula kemampuan
penalaran matematis yang dimiliki siswa. Hal ini berarti pengembangan
kemampuan penalaran menjadi penting agar siswa mampu melakukan analisis
sebelum membuat keputusan dan membuat argumen untuk mempertahankan
pendapatnya.
Sumarmo (2010) mengungkapkan bahwa secara garis besar penalaran
digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus
berdasarkan data yang teramati, dimana nilai kebenaran dalam penalaran induktif
dapat bersifat benar atau salah. Kegiatan yang tergolong penalaran induktif antara
lain: (a) Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang
satu diterapkan pada yang kasus khusus lainnya; (b) Analogi: penarikan
kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses; (c) Generalisasi: penarikan
kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati; (d) Memperkirakan
jawaban, solusi atau kecenderungan: interpolasi dan ekstrapolasi; (e) Memberi
penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada; (f)
Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun
konjektur.
Sedangkan penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan
aturan yang disepakati, dimana nilai kebenaran dalam penalaran deduktif mutlak
benar atau salah dan tidak kedua-duanya. Kegiatan yang tergolong pada
penalaran deduktif antara lain: (a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan
atau rumus tertentu; (b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi,
memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid;
(c) Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian
5
Selain penalaran, kemampuan lain yang harus dikembangkan dalam
pembelajaran matematika dan dikuasai siswa adalah kemampuan komunikasi
matematis. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa kualitas kemampuan
komunikasi matematis yang dimiliki siswa saat ini tidak jauh berbeda dengan
kemampuan penalaran. Berdasarkan hasil penelitian Rohaeti dan Wihatma (Nisa,
2012) menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi siswa masih berada
pada kualifikasi kurang, terutama dalam mengkomunikasikan ide-ide matematis
kurang sekali.
Pentingnya kemampuan komunikasi dikemukakan oleh Jacob (2002),
bahwa matematika sebagai bahasa sehingga komunikasi matematis sebagai esensi
dari mengajar, belajar, dan meng-assess matematika. Komunikasi baik lisan
maupun tulisan membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang
matematika dan dapat memecahkan masalah dengan baik. Hal senada
disampaikan pula oleh Kusumah (2008) yang menyatakan bahwa komunikasi
merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena
melalui komunikasi: 1) ide matematis dapat dieksploitasi dalam berbagai
perspektif; 2) cara berpikir siswa dapat dipertajam; 3) pertumbuhan pemahaman
dapat diukur; 4) pemikiran siswa dapat dikonsolidasikan dan diorganisir; 5)
pengetahuan matematis dan pengembangan masalah siswa dikonstruksi; 6)
penalaran siswa dapat ditingkatkan; dan 7) komunikasi siswa dapat dibentuk.
Sumarmo (2010) menjelaskan kegiatan yang tergolong pada komunikasi
matematis di antaranya adalah: (a) Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram,
atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematis; (b)
Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan; (c)
Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (d) Membaca
dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis; (e) Mengungkapkan
kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.
Sementara itu, Ansari (2003) menelaah kemampuan komunikasi
matematis dari dua aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan
(writing). Komunikasi lisan diungkap melalui intensitas keterlibatan siswa dalam
6
dimaksud dengan komunikasi matematika tulisan (writing) adalah kemampuan
dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi dan struktur
matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam
memecahkan masalah. Kemampuan ini diungkap melalui representasi matematis.
Representasi matematis siswa diklasifikasikan dalam tiga kategori:
1. Pemunculan model konseptual, seperti gambar, diagram, tabel dan grafik
(aspek drawing)
2. Membentuk model matematika (aspek mathematical expression)
3. Argumentasi verbal yang didasari pada analisis terhadap gambar dan
konsep-konsep formal (aspek written texts).
Penalaran dalam matematika memerlukan representasi matematis yang
dapat berupa simbol tertulis, model, gambar ataupun benda karena matematika
yang bersifat abstrak membutuhkan sajian-sajian konkrit untuk memudahkan
siswa memahami konsep yang dipelajari (Hudiono, 2005). Hal ini menunjukkan,
dalam aktivitas komunikasi matematis termuat aktivitas-aktivitas bernalar,
sehingga penguasaan siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis
dipengaruhi oleh kemampuan penalaran matematisnya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Aden (2011) dan Ratmini (2011) dalam salah satu hasil
penelitiannya, bahwa antara kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi
matematis siswa terdapat hubungan yang signifikan.
Selain kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, sikap positif
siswa terhadap matematika dan proses pembelajarannya juga perlu diperhatikan.
Hal ini penting karena sikap positif siswa terhadap matematika berkorelasi positif
dengan prestasi belajar matematika (Ruseffendi, 1991). Siswa yang mempunyai
sikap positif terhadap matematika akan cenderung untuk belajar secara
sungguh-sungguh serta berupaya keras untuk menuntaskan materi matematika yang
mereka pelajari. Sebaliknya sikap siswa yang negatif terhadap matematika akan
cenderung belajar hanya sekedarnya saja, sehingga mereka kurang berupaya
untuk menuntaskan materi matematika yang sedang ia pelajari.
Kenyataan untuk semua tingkat sekolah, Rusgianto (2006)
7
siswa menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dipelajari,
mereka takut terhadap matematika. Tentu saja cara pandang siswa terhadap
matematika berpengaruh terhadap cara-cara siswa dalam mempelajari
matematika. Sabandar (2008) menyatakan “kalau seseorang tidak memandang
matematika sebagai subjek yang penting untuk dipelajari serta manfaatnya untuk
berbagai hal, sulit baginya untuk mempelajari matematika karena
mempelajarinya sendiri tidak mudah”. Adapun salah satu upaya yang dapat
dilakukan dalam menyikapi masalah tersebut adalah melalui model pembelajaran
yang tepat.
Seiring dengan adanya pergeseran cara pandang terhadap matematika,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Turmudi (2010) dari cara pandang
matematika sebagai “strict body of knowledge” yang telah meletakkan fondasi
bahwa siswa sebagai objek yang pasif, menjadi matematika sebagai aktivitas
kehidupan matematika “mathematics as human sense-making and problem
solving activity”, maka menggeser pula cara penyampaian matematika terhadap
siswa, dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher oriented) menjadi
pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam mengkonstruksi
pengetahuan (studentoriented).
Lebih lanjut Turmudi (2010) mengemukakan pergeseran cara pandang
tersebut juga dibarengi dengan perubahan dari “closed” ke “open”, perubahan
dari “transmission” ke “participation”, perubahan dari “accepting” ke “questioning”, serta perubahan dari “informative” ke “constructive”. Secara khusus terkait pergeseran cara pandang terhadap matematika dari “transmission” ke “participation”, Turmudi (2010) mengungkapkan bahwa guru hendaknya memiliki kemampuan mengajar dengan model pembelajaran kooperatif agar
terjadi interaksi aktif antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru
dalam mengkonstruksi pengetahuan.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik menggunakan pembelajaran
kooperatif dalam penelitian untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa sekaligus menumbuhkan sikap positif siswa
8
menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan penalaran dalam
pembelajaran matematika, siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen
atas setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan
oleh orang lain. Ini berarti bahwa penting memberikan waktu bagi siswa untuk
berdiskusi dalam menjawab pertanyaan dan pernyataan orang lain dengan
argumentasi yang benar dan jelas.
Sementara itu, Sanjaya (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif berbeda dengan pembelajaran-pembelajaran lainnya. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada
proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan akademik, tetapi adanya unsur kerjasama dalam mencapai hal
tersebut. Sehingga si pintar tidak menjadi egois karena kepintarannya dan si
bodoh tidak menjadi minder dalam belajar dan mengungkapkan ide-ide yang ada
dalam pikirannya (Dahlan, 2004).
Selain itu Brenner (Hutapea, 2013), menyatakan bahwa pembentukan
kelompok-kelompok kecil memudahkan peningkatan kemampuan komunikasi
matematis. Dengan adanya kelompok-kelompok kecil, maka intensitas siswa
dalam mengemukakan pendapatnya akan semakin tinggi, karena melalui diskusi
kelompok siswa mempunyai peluang besar untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematisnya. Di samping itu, karakteristik yang ada dalam
pembelajaran kooperatif diprediksi cocok diterapkan untuk siswa SMK yang
setelah lulus dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja, dimana dalam dunia kerja
tidak hanya dituntut kemampuan “hard skill” saja tetapi perlu juga “soft skill”
seperti kemampuan bekerjasama dalam tim dan berkomunikasi.
Beberapa model pembelajaran kooperatif telah dikembangkan oleh para
pakar pendidikan, dan salah satunya adalah model kooperatif Group to Group
Exchange (GGE). Group to Group Exchange adalah salah satu model
pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir tentang apa yang dipelajari,
berkesempatan untuk berdiskusi dengan teman, bertanya dan membagi
pengetahuan yang diperoleh kepada yang lainnya. Dalam model GGE ini, tugas
9
kelompok “mengajar” apa yang telah dipelajari untuk sisa kelas. Teknik belajar
mengajar bertukar kelompok memberi siswa kesempatan untuk berdiskusi,
bertanya dan bekerjasama dengan orang lain (Silberman, 2010).
Silberman (2010) mengemukakan, penerapan dari model ini mempunyai
kelebihan yaitu: 1) siswa menjadi lebih aktif karena siswa diberikan kesempatan
untuk berdiskusi dengan kelompok, bertanya dan membagi pengetahuan yang
diperoleh kepada yang lainnya melalui presentasi dan tanya jawab antar
kelompok; 2) siswa lebih memahami materi yang diberikan karena dipelajari
lebih dalam dan sederhana dengan anggota kelompoknya; 3) siswa lebih
memahami materi karena dijelaskan oleh teman sebayanya dengan cara mereka
masing-masing lewat presentasi kelompok; 4) siswa lebih menguasai materi
karena mampu mengajarkan kepada siswa lain saat presentasi; dan 5)
meningkatkan kerjasama kelompok. Adapun kelemahan dari model ini yaitu
waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran relatif lama serta membutuhkan
keberanian dan kesiapan siswa untuk menjadi juru bicara.
Kaitan antara pembelajaran kooperatif GGE dengan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis siswa, bahwa dalam kooperatif GGE siswa
diarahkan mengkonstruksi pengetahuan matematika melalui proses diskusi dan
presentasi secara kelompok dengan bahan ajar yang mendukung proses tersebut.
Dalam hal ini bahan ajar yang disiapkan berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
LKS terdiri dari materi dan tugas-tugas yang mencakup perbedaan ide, konsep,
pendekatan ataupun algoritma penyelesaian sehingga memungkinkan untuk
sebuah pertukaran. Masing-masing kelompok berdiskusi, berbagi ide serta
pemahaman untuk mempelajari materi dan tugas-tugas yang terdapat pada LKS
yang didesain untuk melatih kemampuan penalaran dan komunikasi matematis
siswa. Melalui proses diskusi inilah diharapkan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa meningkat, dimana siswa bersama teman
dikelompoknya saling melatih diri untuk melaksanakan perhitungan berdasarkan
aturan/rumus tertentu, menggunakan pola hubungan untuk membuat analogi,
memeriksa validitas argumen, memberikan gagasan dan menyatakan ke dalam
10
Fase selanjutnya, guru mengatur siswa untuk ditukar kepada kelompok
lain. Pada fase ini proses presentasi terjadi, melalui proses ini juru bicara
kelompok pertukaran berlatih untuk mengkomunikasikan ide matematis yang
dipahaminya saat fase sebelumnya, sementara siswa pertukaran menyimak
dengan baik pemaparan materi yang disampaikan. Siswapun dapat mengajukan
pertanyaan, pernyataan ataupun melakukan klarifikasi sehingga informasi yang
didapat detail dan lengkap karena siswa pertukaran akan kembali ke kelompok
asal untuk mempresentasikan kembali informasi yang didapat dari kelompok
pertukaran. Melalui aktivitas ini diharapkan kemampuan komunikasi matematis
siswa dapat meningkat karena setiap siswa berusaha mengkomunikasikan ide-ide
matematis secara koheren kepada teman melalui bahasa lisan dan tulisan.
Kelancaran dalam mengkomunikasikan ide matematis sangat tergantung dari
kemampuan siswa dalam menyerap dan mengolah informasi atau fakta yang
diperolehnya melalui proses bernalar pada fase sebelumnya.
Setelah waktu yang ditentukan telah usai dan siswa kembali ke kelompok
asal, siswa bertugas menyampaikan apa yang sudah didapatnya di kelompok
pertukaran. Kondisi ini menjadikan semua siswa belajar dan berlatih untuk
mengkomunikasikan ide-ide matematis yang didapatnya berdasarkan daya nalar
masing-masing siswa. Kelengkapan informasi di kelompok asal, sangat
tergantung dari kemampuan setiap anggotanya dalam menyerap, mengolah dan
mengkomunikasikan ide matematis yang didapatnya saat pertukaran. Sehingga
diharapkan muncul pula rasa tanggung jawab dari setiap siswa terhadap
kelompoknya, karena kesuksesan kelompok dalam menuntaskan tugas-tugas
matematika sangat tergantung dari informasi yang didapat dari
anggota-anggotanya. Diakhir pelaksanaan model pembelajaran ini guru memandu siswa
untuk menyimpulkan proses pembelajaran yang telah dilalui, serta memberikan
sedikit pertanyaan agar dapat mengetahui sejauh mana pemahaman siswa
terhadap materi yang telah dibahas tersebut. Berdasarkan rangkaian aktivitas
pembelajaran yang harus dilalui inilah diharapkan kemampuan penalaran dan
11
Beberapa penelitian mengenai penerapan kooperatif GGE ini telah
dilakukan oleh Murni (2010) setingkat SMA yaitu di MAN 2 Model Pekan Baru
untuk meningkatkan hasil belajar siswa, dan diperoleh kesimpulan bahwa siswa
yang mendapat perlakuan metode Group to Group Exchange memiliki hasil
belajar yang lebih baik daripada siswa yang tidak mendapatkan perlakuan metode
Group to Group Exchange. Sementara Aguspinal (2011), di dalam tesisnya yang
berjudul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematis Siswa SMA melalui Pendekatan Open-Ended dengan Strategi Group-to-Group”,
menjelaskan salah satu kesimpulannya bahwa kemampuan berpikir kreatif dan
komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
open-ended dengan strategi group-to-group lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.
Berdasarkan hasil temuan pada penelitian-penelitian sebelumnya, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan penerapan model pembelajaran yang
sama yaitu kooperatif Group to Group Exchange (GGE) tetapi dengan
kemampuan matematis yang berbeda, yaitu untuk meningkatkan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis siswa. Mengingat masih sedikitnya
penelitian pendidikan matematika di SMK, maka penulis memutuskan untuk
melakukan penelitian dengan sampel siswa yang berasal dari Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Program Teknik Otomotif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah penerapan pembelajaran kooperatif Group to Group Exchange (GGE) dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa SMK?”, yang selanjutnya dijabarkan ke dalam
pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang
mendapat pembelajaran kooperatif Group to Group Exchange lebih baik
12
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapat pembelajaran kooperatif Group to Group Exchange lebih baik
daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?
3. Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif
Group to Group Exchange?
4. Apakah terdapat korelasi antara peningkatan kemampuan penalaran dan
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat
pembelajaran kooperatif Group to Group Exchange?
5. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan
kooperatif Group to Group Exchange?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang
mendapat pembelajaran kooperatif Group to Group Exchange
dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
2. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapat pembelajaran kooperatif Group to Group Exchange
dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
3. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif Group to Group
Exchange.
4. Mengetahui korelasi antara peningkatan kemampuan penalaran dan
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat
pembelajaran kooperatif Group to Group Exchange.
5. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan
13
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini penulis harapkan dapat memberikan manfaat bagi
peningkatan kualitas pembelajaran matematika. Secara rinci, manfaat penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang dampak penerapan pembelajaran
kooperatif Group to Group Exchange terhadap peningkatan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis siswa dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional.
2. Memberikan informasi alternatif metode pembelajaran matematika yang
dapat diterapkan di SMK, khususnya dalam upaya meningkatkan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.
3. Memberikan pengalaman belajar yang baru bagi siswa SMK dalam
mengembangkan kemampuan penalaran, komunikasi matematis serta
kemampuan bekerjasama sesama mereka sehingga terlatih saat mereka
memasuki dunia kerja.
E. Defenisi Operasional
Dengan memperhatikan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu
dijelaskan agar tidak terjadi salah penafsiran.
1. Pembelajaran kooperatif Group to Group Exchange dalam penelitian
ini adalah salah satu model belajar aktif yang menuntut siswa untuk
berpikir tentang apa yang dipelajari, berkesempatan untuk berdiskusi
dengan teman, bertanya dan membagi pengetahuan yang diperoleh
kepada yang lainnya. Adapun langkah-langkah dalam menerapkan
kooperatif Group to Group Exchange ini sebagai berikut: (1) Memilih
sebuah topik yang mencakup perbedaan ide, kejadian posisi, konsep,
pendekatan untuk ditugaskan. Topik haruslah sesuatu yang
mengembangkan sebuah pertukaran; (2) Membagi kelas kedalam
kelompok sesuai jumlah tugas; (3) Masing-masing kelompok
mempersiapkan untuk mengujikan topik yang mereka kerjakan; (4)
14
lain; (5) Mengatur siswa untuk ditukar ke kelompok lain; (6) Presentasi
singkat dari juru bicara kelompok, siswa dari kelompok lain diberi
kesempatan untuk bertanya atau tawarkan pandangan mereka sendiri;
(7) Siswa kembali ke kelompok asal untuk mempresentasikan kembali
informasi yang didapat dikelompok pertukaran; (8) Menyimpulkan
pembelajaran dan mengajukan pertanyaan untuk mengecek pemahaman
siswa.
2. Penalaran adalah proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta
dan sumber yang relevan. Adapun indikator kemampuan penalaran
matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan
siswa dalam: (1) menggunakan pola hubungan untuk membuat analogi;
dan (2) memeriksa validitas argumen dari situasi matematis yang
diberikan.
3. Komunikasi matematis adalah kemampuan untuk mengekspresikan
ide-ide matematis secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui
bahasa lisan dan tulisan. Adapun indikator kemampuan komunikasi
matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi
tertulis yang diukur dengan soal tes hasil belajar yang meliputi
kemampuan dalam: (1) menyatakan suatu situasi atau gambar ke dalam
bahasa, simbol, ide atau model matematis; dan (2) memberikan gagasan
dari suatu situasi matematis dan memberikan alasannya.
4. Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan penalaran
dan komunikasi matematis siswa, yang ditinjau dari gain ternormalisasi
hasil perolehan skor pretes dan postes siswa yang dihitung dengan
menggunakan rumus Hake (Meltzer, 2002):
Postes- Pretes N-Gain=
Skor max - Pretes
5. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang menggunakan
metode ekspositori, dimana dalam kegiatan pembelajaran ini guru
menjelaskan terlebih dahulu materi, konsep matematika, kemudian
15
boleh bertanya bila tidak mengerti apa yang telah disampaikan oleh
guru. Setelah materi pelajaran selesai diterangkan, guru memberikan
soal-soal yang terdapat dalam LKS yang sudah disiapkan sebagai
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sekolah pada akhir semester genap,
sehingga tidak dimungkinkan dipilih subjek secara acak untuk dikelompokkan ke
dalam kelas-kelas baru. Oleh karena itu, pemilihan subjek penelitian dipilih
berdasarkan kelas-kelas yang sudah terbentuk. Menurut Ruseffendi (2005)
penelitian yang subjeknya tidak dikelompokkan secara acak tetapi peneliti
menerima keadaan subjek seadanya termasuk sebagai penelitian kuasi
eksperimen.
Desain penelitian yang digunakan adalah non equivalent control group
design (Ruseffendi, 2005). Pada desain penelitian ini terdapat pretes, perlakuan
yang berbeda untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, serta postes. Berikut ini
disajikan desain penelitian non equivalent control group design.
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas Kontrol : O O
O : Pretes dan postes (tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis).
X : Pembelajaran menggunakan kooperatif Group to Group Exchange.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMKN 8
Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 dengan Program Keahlian Teknik Otomotif.
Pemilihan siswa kelas XI SMKN 8 Bandung ini berdasarkan atas beberapa
pertimbangan yaitu: (1) dalam PSB, SMKN 8 Bandung terkategori sebagai
sekolah kejuruan dengan level menengah; (2) siswa kelas XI belum banyak
terganggu dengan kegiatan Praktik Kerja Industri (Prakerin), sehingga
memungkinkan untuk dilakukan penelitian di tingkat kelas tersebut; dan (3) siswa
memiliki prasyarat yang cukup untuk materi yang dijadikan objek penelitian ini.
Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas, yaitu kelas XI-TSM 6
XI-31
TSM 7 sebagai kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran kooperatif
GGE, yang pemilihan sampelnya menggunakan teknik purposive sampling
karena pengambilan sampel ditentukan oleh pihak sekolah.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif Group to
Group Exchange (GGE) sebagai variabel bebas, sedangkan variabel terikatnya
adalah kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes, non tes dan
Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Instrumen tes berupa seperangkat soal yang
mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Instrumen
non tes berupa angket siswa dan lembar observasi, sedangkan LKS digunakan
sebagai bahan diskusi kelompok yang memuat masalah-masalah matematis serta
melatih kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.
1. Pengembangan Bahan Ajar
Dalam website Dikmenjur dikemukakan bahwa bahan ajar merupakan
seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching-material) yang disusun
secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai
siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini, bahan ajar yang
dirancang adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang di dalamnya terdapat
materi pelajaran dan masalah-masalah yang harus dikerjakan oleh siswa melalui
diskusi kelompok tipe Group to group Exchange. Pengelompokkan siswa
dilakukan oleh guru berdasarkan nilai harian sehingga kelompok yang dibentuk
merupakan kelompok siswa yang kemampuannya heterogen. LKS tersebut
disusun sesuai dengan materi yang akan disampaikan serta indikator kemampuan
matematika yang akan diukur yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis siswa. Secara rinci, instrumen bahan ajar dapat dilihat pada Lampiran
32
2. Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tipe uraian. Tes tipe
uraian memiliki keunggulan, Ruseffendi (2005) menyatakan bahwa dengan tes
tipe uraian akan terlihat sifat kreatif dalam diri siswa dan hanya siswa yang
menguasai materi dengan benar saja yang dapat memberikan jawaban yang baik
dan tepat. Penggunaan tes tipe uraian dimaksudkan untuk mengetahui penalaran
dan komunikasi matematis siswa. Melalui tes uraian dapat diketahui
langkah-langkah pengerjaan siswa, pola pikir siswa dalam membuat kesimpulan.
Penyusunan tes berdasarkan indikator penalaran dan komunikasi
matematis yang hendak diukur. Diawali dengan pembuatan kisi-kisi, kemudian
menyusun soal berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun disertai dengan kunci
jawaban, dan dilengkapi dengan pedoman pemberian skor tiap butir soal
menggunakan Holistic Scoring Rubrics diadaptasi dari Rusmini (2008) berikut
ini.
Tabel 3.1
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis
Skor Indikator
0 Tidak ada jawaban/menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/ Tidak ada yang benar.
1 Hanya sedikit dari penjelasan memperhatikan pola/hubungan untuk membuat analogi serta memeriksa validitas argumen dijawab dengan benar.
2 Hanya sebagian dari penjelasan memperhatikan pola/hubungan untuk membuat analogi serta memeriksa validitas argumen dijawab dengan benar.
3 Hampir semua dari penjelasan memperhatikan pola/hubungan untuk membuat analogi serta memeriksa validitas argumen dijawab dengan benar.
33
Tabel 3.2
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor Indikator
0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.
1 Hanya sedikit penjelasan/gagasan dari suatu situasi masalah atau gambar yang diberikan diungkapkan dalam ide matematis yang masuk akal dan benar.
2 Hanya sebagian penjelasan/gagasan dari suatu situasi masalah atau gambar yang diberikan diungkapkan dalam ide matematis yang masuk akal dan benar.
3 Penjelasan/gagasan dari suatu situasi masalah atau gambar yang diberikan diungkapkan dalam ide matematis yang masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat kesalahan bahasa.
4 Penjelasan/gagasan dari suatu situasi yang diberikan dengan kata-kata sendiri ke dalam penulisan kalimat matematis masuk akal dan jelas, serta tersusun secara logis
Pedoman pemberian skor dimaksudkan agar hasil penilaian yang
diberikan obyektif. Hal ini dikarenakan pada setiap langkah jawaban yang dinilai
pada jawaban siswa selalu berpedoman pada patokan yang jelas sehingga
mengurangi kesalahan pada penilaian.
Sebelum instrumen tes diberikan kepada seluruh siswa pada kedua
kelompok yang akan diteliti, instrumen tersebut penulis diujicobakan terlebih
dahulu kepada siswa SMK yang sudah mendapatkan materi yang bersangkutan
untuk mengetahui apakah instrumen tes yang diberikan memenuhi kriteria
sebagai alat ukur yang baik. Kriteria tersebut diantaranya adalah validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Instrumen tes kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
B.2
Dalam menganalisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya
pembeda dari hasil uji coba instrumen tes tersebut berpedoman pada analisis
34
a. Validitas Instrumen
Menurut Arikunto (Riduwan, 2004) validitas adalah suatu ukuran
yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat
ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Validitas suatu
instrumen hendaknya dilihat dari berbagai aspek. Dalam penelitian ini,
analisis validitas yang dilakukan meliputi validitas isi, validitas muka,
validitas konstruk dan validitas butir soal.
Validitas isi berkenaan dengan ketepatan materi yang
dievaluasikan. Dengan kata lain, materi yang dipakai sebagai alat evaluasi
merupakan sampel representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai
siswa (Suherman, 2003). Validitas muka atau validitas tampilan, yaitu
keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas
pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman, 2003),
termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Validitas konstruk adalah
derajat dari suatu instrumen/tes dalam mengukur konstruk yang diduga,
yaitu perilaku yang tidak bisa diamati yang kita duga ada. Penilaian
validitas isi, validitas muka dan validitas konstruk dilakukan oleh dosen
ahli, guru atau teman sebaya. Validitas isi dan validitas muka yang dinilai
adalah kesesuaian antara butir tes dengan kisi-kisi soal, penggunaan
bahasa dalam soal, dan kebenaran materi atau konsep.
Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu
butir soal terhadap skor total. Hasil perhitungan validitas ini dapat
digunakan untuk menyelidiki lebih lanjut butir-butir soal yang
mendukung dan yang tidak mendukung. Dukungan setiap butir soal
dinyatakan dalam bentuk korelasi. Karena tes yang digunakan berupa
uraian, maka untuk mendapatkan validitas butir soal digunakan rumus
korelasi Product Moment Pearson (Suherman, 2003), yaitu:
35
dengan: r = koefisien validitas
X = skor butir soal
Y= skor total
N = jumlah siswa
Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh diinterpretasikan
dalam Tabel 3.1 dengan menggunakan klasifikasi koefisien korelasi
(koefisien validitas) berikut.
Kriteria: Bila rhitung > rtabel , maka butir soal dikatakan valid.
Hasil perhitungan validitas untuk soal tes kemampuan penalaran
dan komunikasi matematis dengan menggunakan software Anates V.4 for
Windows pada soal uraian secara jelas pada tabel 3.4, sementara untuk
hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.1
Tabel 3.4
Hasil Uji Validitas Butir Soal
Nomor Soal Korelasi Interpretasi Kriteria
1 0,499 Cukup Valid
Reliabilitas instumen adalah reliabilitas yang dihitung untuk
36
reliable jika instrumen itu menghasilkan skor yang konsisten, jika
pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan
oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda.
Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk
uraian dikenal dengan rumus Alpha yaitu:
dengan:
Keterangan:
r11 = reliabilitas yang dicari
n = banyaknya butir pernyataan yang valid
2
i
= jumlah varians skor tiap-tiap item2
t
= varians total
Indeks reliabilitas (Suherman, 2003) diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 3.5
Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara
keseluruhan dengan menggunakan bantuan program software Anates V.4
for Windows diperoleh nilai reliabilitas tes sebesar 0,74, sehingga dapat
dinterpretasikan bahwa instrument tes memiliki reliabilitas tinggi. Hasil
perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.1
37
c. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah indeks yang menunjukkan tingkat
kemampuan suatu butir soal membedakan kelompok yang berprestasi
tinggi (kelompok atas) dari kelompok yang berprestasi rendah (kelompok
bawah) diantara para peserta tes. Pernyataan tersebut mengindikasikan
bahwa suatu soal dengan daya pembeda yang baik akan dapat
membedakan antara seseorang yang menguasai materi dengan seseorang
yang tidak menguasai materi.
Rumus untuk daya pembeda (DP):
atau A B
JBA = Jumlah benar untuk kelompok atas
JBB = Jumlah benar untuk kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa kelompok atas
JSB = Jumlah siswa kelompok bawah
Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda diperlihatkan pada
tabel berikut:
Hasil perhitungan daya pembeda untuk kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis dengan menggunakan program software
Anates V.4 for Windows pada soal uraian secara jelas dapat dilihat
pada tabel 3.7, sementara untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada
38
Tabel 3.7
Daya Pembeda Soal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Nomor Soal Indeks DP Interpretasi
1 0,278 Cukup
Bermutu tidaknya butir-butir soal pada instumen dapat diketahui
dari indeks atau persentase tingkat kesukaran soal. Semakin besar
persentase indeks kesukaran maka semakin mudah soal tersebut.
Rumus untuk indeks kesukaran soal (IK):
atau
JBA = Jumlah benar untuk kelompok atas
JBB = Jumlah benar untuk kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa kelompok atas
JSB = Jumlah siswa kelompok bawah
Klasifikasi interpretasi tingkat kesukaran soal yang digunakan
39
Hasil perhitungan indeks kesukaran untuk kemampuan penalaran
dan komunikasi matematis dengan menggunakan software Anates V.4
for Windows pada soal uraian secara jelas dapat dilihat pada Tabel 3.9,
dan untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.1
Tabel 3.9
Indeks Kesukaran Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,472 Sedang
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis disajikan secara
lengkap pada tabel berikut.
Tabel 3.10
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen
Nomor Soal
Kriteria Reliabilitas DP IK Kesimpulan
1 Valid
Setelah dilakukan uji coba serta analisis terhadap tes kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis, diperoleh perangkat tes yang
nantinya digunakan sebagai instrumen penelitian. Untuk butir-butir soal
tersebut sudah dianggap cukup baik untuk dijadikan perangkat tes dalam
instrumen penelitian dengan sedikit revisi redaksi soal berdasarkan saran
40
3. Angket
Angket adalah suatu daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus
dijawab oleh orang yang akan dievaluasi (responden) yang berfungsi sebagai
alat pengumpul data berupa keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan,
sikap dan pendapat mengenai suatu hal (Suherman, 2003). Angket diberikan
kepada siswa di kelas eksperimen setelah keseluruhan pembelajaran
kooperatif Group to Group Exchange diterapkan, sehingga secara umum
dapat memperlihatkan sikap siswa mengenai pembelajaran yang tersebut
melalui pernyataan yang diberikan. Skala yang digunakan dalam pengolahan
angket menggunakan skala Likert yang dimodifikasi tanpa pilihan netral
untuk menghindari jawaban atau sikap siswa yang ragu-ragu.
Modifikasi skala Likert, menurut Hadi (1991) dapat dilakukan
berdasarkan dua alasan. Pertama, kategori jawaban yang ditengah memiliki
makna ganda, bisa diartikan belum dapat menentukan jawaban, bisa juga
diartikan netral, setuju tidak, tidak setuju pun tidak. Kategori jawaban yang
bermakna ganda ini tidak diharapkan dalam suatu instrumen.
Kedua, tersedianya kategori jawaban ditengah menimbulkan
kecenderungan menjawab ditengah (central tendency effect), terutama bagi
responden yang ragu-ragu atau arah kecenderungan jawabannya ke arah
sesuai atau ke arah tidak sesuai. Tersedianya jawaban ditengah akan
menghilangkan banyak data penelitian, sehingga mengurangi banyaknya
informasi yang dapat dijaring pada responden.
Setiap pernyataan dalam angket memiliki empat alternatif jawaban, yang
meliputi Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak
Setuju (STS). Sikap yang diamati berupa: 1) sikap siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan kooperatif GGE; 2) sikap siswa terhadap
LKS GGE; 3) sikap siswa terhadap pembelajaran kooperatif GGE untuk
meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa; dan 4) sikap siswa
terhadap pembelajaran kooperatif GGE untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa. Instrumen angket siswa selengkapnya dapat
41
4. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui gambaran tentang
aktivitas pembelajaran terkait sikap peserta didik, sikap pendidik, interaksi
antara peserta didik dan pendidik serta antar peserta didik selama
pembelajaran berlangsung. Hasil observasi ini tidak dianalisis secara statistik,
tetapi hanya dijadikan bahan masukan untuk pembahasan hasil secara
deskriptif. Instrumen observasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.6
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan peneliti mencakup tiga tahapan
penelitian, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan pengolahan data.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah: (1)
melakukan kajian teoritis mengenai pembelajaran kooperatif Group to Group
Exchange, kemampuan penalaran dan komunikasi matematis; (2)
mengembangkan bahan ajar untuk kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol; (3) menyusun instrumen tes yang mengukur kemampuan penalaran
dan komunikasi matematis; (4) menyusun angket dan lembar observasi; (5)
membuat pedoman penskoran untuk soal uraian.
Tahap selanjutnya adalah uji coba instrumen penelitian kepada peserta didik
yang sudah mendapatkan materi yang diujikan dan bukan merupakan sampel
penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan pada tahap ini adalah: (1) pelaksanaan pretes kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol; (2) pelaksanaan pembelajaran menggunakan kooperatif GGE pada
kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol;
(3) pengisian lembar observasi; (4) pelaksanan postes kemampuan penalaran
dan komunikasi matematis, untuk kedua kelompok; dan (5) pengumpulan
42
3. Tahap Pembuatan Laporan
Tahap ini merupakan tahap akhir, dimana peneliti mengumpulkan,
mengolah dan menganalisia data, serta menulis laporan hasil penelitian.
F. Teknik dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian terbagi dalam dua kelompok,
yaitu data tes dan data non-tes. Data non tes diperoleh dari hasil observasi dan
angket. Sedangkan data tes diperoleh dari hasil pretesdan postes. Adapun teknik
pengolahan data dari kedua jenis data tersebut adalah sebagai berikut.
1. Analisis Data Non Tes
Data hasil observasi dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan hasil
pengamatan selama pembelajaran matematika dengan kooperatif GGE
berlangsung. Sedangkan data hasil angket, karena terdiri atas pernyataan yang
bernilai positif dan negatif, maka ketentuan pemberian skor angket tiap
pernyataan sebagai berikut.
Tabel 3.11
Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Angket
Penyataan Skor Tiap Pilihan
SS S TS STS
Positif 5 4 2 1
Negatif 1 2 4 5
Kriteria penilaian sikap yang diperoleh dari angket ini adalah jika skor
rata-rata pernyataan lebih dari 3, maka siswa memberikan sikap positif.
Sebaliknya, jika skor rata-rata pernyataan kurang dari 3 maka siswa
memberikan sikap yang negatif (Suherman, 2003). Sebelum melakukan
penafsiran, data hasil angket diolah dengan menggunakan rumus perhitungan
persentase sebagai berikut:
P = f 100%
n
Keterangan:
P = persentase jawaban
43
n = banyak responden
Setelah data dipersentasekan kemudian diinterpretasikan dalam
kalimat. Klasifikasi interpretasi perhitungan persentase tiap kategori
ditafsirkan dengan menggunakan persentase berdasarkan kriteria sebagai
berikut.
Tabel 3.12
Kriteria Persentase Angket Persentase Jawaban (P) Kriteria
P = 0 Tak seorang pun
Untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan, terlebih dahulu diuji
normalitas data dan homogenitas varians. Sebelum uji tersebut dilakukan
harus ditentukan terlebih dahulu rataan skor serta simpangan baku untuk
setiap kelompok. Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan tahapan yang
peneliti lakukan dalam pengolahan data tes.
a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan
pedoman penskoran yang telah dibuat.
b. Menghitung statistik deskriptif skor pretes, postes, dan N-gain yang
meliputi skor minimum, skor maksimum, rataan dan simpangan baku.
c. Menghitung besarnya peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis siswa yang diperoleh dari skor pretes dan postes dengan
menggunakan gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Hake
(Meltzer, 2002) sebagai berikut.
Postes- Pretes N-Gain=