ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN
DALAM PERSPEKTIF
ISLAM DAN KRISTEN
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
ARIF OKFYOKI ISTIAWAN
NIM: E02211005
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN
DALAM PERSPEKTIF
ISLAM DAN KRISTEN
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-I) Ilmu Perbandingan Agama
Oleh:
ARIF OKFYOKI ISTIAWAN NIM: E02211005
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang ditulis oleh
Adf Otryoki
Istiawaaini
telah dipertahankandi
depansidang majelis Munaqasah Skipsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat llIN Stman
Ampel pada hari Kamis, 13 Agustus 2015.
Swabaya, 13 Agustus 2015
Mengesabkan
Islam Negeri Sunan Ampel
dan Filsafat
10021993031002
]\IIP. r 96409 181992031002
Penguji I,
Drp. Zainal Arifin. M. Pd.
NIP. 19520601 1985031001
NrP. l 96902081996032003
lv
6*
vlg
*1,*
Seketaris,
ABSTRAK
Nama: Arif Okfyoki Istiawan
Judul: Etika Berpakaian Perempuan dalam Perspektif Islam dan Kristen
Kata Kunci: Etika, Berpakaian, Islam, Kristen.
Skripsi yang berjudul “Etika Berpakaian Perempuan dalam Perspektif Islam dan Kristen” ini merupakan hasil penelitian pustaka yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Dalam realitas kehidupan sehari-hari banyak ditemui model-model pakaian yang dikenakan masyarakat yang tidak relevan dengan atau tidak merujuk pada apa yang telah diajarkan oleh Agama. Oleh karena itu, penelitian ini hendak menggali bagaimana petunjuk Agama dalam mengatur etika berpakaian umatnya. Kajian ini juga ingin mencari adakah persamaan dan perbedaan etika berpakaian yang terdapat dalam Agama Islam dan Kristen.
Data penelitian ini dihimpun dengan menggunakan pendekatan Literer melalui studi kepustakaan. Selanjutnya data yang telah dihimpun dianalisis dengan metode deskriptif-komparatif yaitu suatu metode yang menjelaskan dan membandingkan data dari hasil dua penelitian atau lebih.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN SKRIPSI... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TRANSLITERASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
F. Telaah Pustaka ... 12
G. Sistematika Pembahasan ... 13
BAB II TINJAUAN UMUM ETIKA BERPAKAIAN A. Asal Usul Pakaian ... 15
1. Masa Lalu ... 15
2. Masa Kini ... 18
B. Etika Berpakaian ... 20
1. Etika ... 20
BAB III ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
A. Asal Usul Pakaian ... 32
1. Masa Lalu ... 32
2. Masa Kini ... 34
B. Cara Berpakaian ... 38
1. Berpakaian Menutup Aurat ... 38
2. Cara Berpakaian Perempuan Dilarang dalam Islam ... 48
3. Syarat Berpakaian Muslimah ... 52
BAB IV ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF KRISTEN A. Asal Usul Pakaian ... 60
1. Masa Lalu ... 60
2. Masa Kini ... 62
B. Cara Berpakaian ... 63
1. Berpakaian Perempuan Sesuai Alkitab ... 63
2. Cara Berpakaian Perempuan Dilarang dalam Kristen ... 72
3. Syarat Berpakaian Perempuan ... 74
BAB V ANALISIS PERBANDINGAN A. Perbedaan dan Persamaan ... 77
1. Asal Usul Pakaian ... 77
2. Cara Berpakaian ... 78
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan mode busana sejalan dengan perkembangan peradaban
manusia yang terkait dengan manusia sebagai makhluk yang berbudaya, yang
realitanya selalu berkembang dari suatu periode ke periode berikutnya. Semakin
tinggi tingkat kebudayaan manusia, maka semakin tinggi pula tingkat pemikiran
manusia. Kebudayaan bersifat akumulasi, maksudnya semakin lama akan semakin
bertambah kaya seperti pemikirannya, kreativitasnya, dan keterampilannya dari
sejak zaman primitif sampai saat ini dan ke depan. Untuk membuat bahan busana
(tekstil) dan busana diperlukan alat, dari yang paling sederhana sampai dengan
alat yang teknologi tinggi sesuai dengan kemajuan pemikiran manusia.1
Dalam memakai busana atau pakaian. Seseorang selalu mengikuti
perkembangan mode yang selalu berjalanup to date, Sedangkan mode busana atau
pakaian akan terpengaruh perubahan budaya serta perkembangan peradaban.
maka dari itu tidak sedikit desainer busana dan pakaian selalu mengeluarkan ide
atau gagasan kreatif dan inovatif dalam hal busana atau pakaian dan dari ide atau
gagasan kreatif inovatif yang ditawarkan kemasyarakat akan tercipta trendsetter.
Bila kita melihat ke sekeliling kita, maka kita akan menemukan berbagai macam
1
2
corak dan model busana yang biasanya berkaitan erat dengan agama, adat istiadat,
dan kebudayaan setempat.2
Pakaian merupakan sebagian dari nikmat yang di karuniakan oleh Allah
kepada manusia dan tidak kepada makhluk lain. Pada dasaarnya, tujuan
berpakaian untuk melindungi atau memelihara tubuh dari panas, dingin, matahari,
dan hujan. Selain untuk memelihara kemuliaan terutama perempuan atau wanita
dan agar terlihat cantik dan indah, berpakaian juga bertujuan untuk menjaga aurat
laki-laki dan perempuan.3Namun, pada masa kini pakaian bukan lagi digunakan
sebagai penutup melainkan digunakan untuk pamer atau pertunjukkan kepada
yang melihat. Banyak sekali kaum hawa yang memakai pakaian tapi masih
terlihat telanjang. Ini terlihat jelas pada perkembangan masa kini pakaian yang
digunakan banyak meniru mode pakaian barat. Tak jarang pakaian yang mereka
kenakan sangat menggoda. Betapa tidak, pakaian yang mereka kenakan berukuran
mini. Kalaupun pakaian itu menutup sebagian besar tubuh mereka, ukuran yang
mini itu menyebabkan kontur tubuh tampak dengan jelas. Yang lebih dahsyat lagi,
adalah ketika pakaian yang mereka kenakan sudah berukuran mini, dan membuka
sebagian besar anggota badan mereka. Pakaian seperti itu bukannya dikenakan
tidak hanya di dalam rumah mereka, bahkan di jalan-jalan dan di depan
2
Nina Surtiretna, Anggun Berjilbab, (Bandung: PT Mizan, 1997), 15
3Yasmin Siddik (Penerjemah : Sjaiful Masri),
3
umum.4Lebih uniknya, semakin sedikit bahan yang digunakan dan semakin ketat
pakaian tersebut maka semakin mahal pakaian tersebut.5
Dahulu, pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat, dan juga
longgar sehingga tidak memberikan gambaran bentuk tubuh seseorang terutama
untuk kaum wanita. Namun fashion zaman sekarang ada sisi positifnya,
pakaian-pakaian zaman sekarang lebih modern dan bervariasi, sehingga membuat pakaian-pakaian
menjadi nyaman dipakai dengan model yang bagus.6
Sejarah membuktikan, pakaian wanita pada masa keemasan budaya suatu
bangsa jauh lebih tertutup dibandingkan dengan masa-masa perkembangan dan
masa kemunduran. Seiring dengan perubahan peradapan, busana perempuan
biasanya terus berubah, baik dalam hal ukuran mapun modenya.7 Tetapi
perkembangan budaya yang senantiasa bergerak maju, mempengaruhi banyak dan
mode pakaian perempuan. Dan dalam perjalanan budaya tersebut, manakala
terjadi kemandekan kreativitas, para perancang mode (designer) sering menengok
ke belakang, lalu mengadaktasi mode-mode masa silam dengan sentuhan populer,
dan berbagai macam improvisasi. Pengulangan ini tentunya mengalami perubahan
bentuk dan corak, serta tampil dengan peningkatan mutu baik dari segi bahan,
aksesoris maupun desain yang mendasari penampilan itu. Sebab itu tidaklah
4
Qumairoh Sulistiyo Fatikha Annajaa, Wanita Berpakaian Tapi Telanjang, diakses
http://ceshter.blogspot.com/2011/03/wanita-berpakaian-tapi-telanjang.html pada 24-06-2015 22.40wib
5
Fauzi Pratama, “Fauzi: Contoh Makalah Tentang Adab Berpakaian,” Fauzi, February 11, 2014, http://fauziuzik.blogspot.com/2014/02/makalah-tentang-adab-berpakaian.html.
6
“Perbedaan Fashion Zaman Dahulu Dengan Zaman Sekarang,” Worldofashionn, accessed March 4, 2015, https://worldofashionn.wordpress.com/2012/04/01/perbedaan-fashion-zaman-dahulu-dengan-zaman-sekarang/.
7
4
mengherankan, bila dalam perputarannya mode busana sering kembali kepada
bentuk-bentuk lampau, bahkan sampai mencapai ukuran yang hampir primitif.8
Maksutnya memakai pakaian mini dan menunjukkan auratnya. Maka dari itu kita
kembalikan kepada ajaran agama dan norma yang berlaku agar mampu membuat
para kaum hawa yang dikatakan memakai baju namun telanjang bisa memakai
pakaian yang lebih baik dan tidak senonoh.
Di dunia ini telah timbul bermacam-macam agama, yang mana banyak
ditemukan persamaan-persamaan ajaran dalam berbagai agama dan kadang
ditemukan juga perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam agama-agama tersebut.
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi Firman-Firman Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dengan perantara malaikat Jibril untuk
dibaca dan dipahami, diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat
manusia. Sedangkan al-Kitab adalah kitab suci agama Kristen yang berisi Firman
Allah untuk dijadikan pedoman umat-Nya.9
Masalah tentang perempuan dalam Islam selalu menjadi sorotan,
seakanakan wanita diperlakukan tidak pada tempatnya, bahkan persoalan hak
wanita telah muncul sebagai masalah yang sangat penting di seluruh dunia di
segala kelompok masyarakat.10 Terlebih lagi terkait soal cara berpakaian yang di
kenakan bagi perempuan. Islam mengajarkan kepada para perempuan maupun
laki-laki agar menutup aurat dan menjaga penampilan lahir maupun bathin. Islam
8
Ibid.., 17
9
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, 1993), 138
10
5
memiliki batasan untuk mengatur para umatnya, termasuk cara berpakaian yang
baik dan sopan. Aturan yang mengikat umaynya berlangsung dari satu generasi
lain, akan tetapi tidak semua umat Islam mau mengikuti aturan itu, termasuk tata
cara berpakaian khusus perempuan yang dianggap memberatkan bagi sebagian
orang. Cara berpakaian yang baik dapat mencerminkan sikap dan diri orang yang
menggunakannya. Islam tidak melarang umatnya untuk tampil menarik di depan
umum, bahkan Islam mengajarkan umatnya untuk berpenampilan sebaik
mungkin. Akan tetapi, harus ingat akan batasan antara pakaian yang sipan dan
tidak seronok dengan pakaian yang dianggap mengundang nafsu bagi kaum
adam.11
Dalam Al-Qur’an ditegaskan bagaimana cara berpakaian yang baik adalah
surat al-A’raf ayat 26: “Hai anak Adam Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan.
dan Pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian
dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”, yang
mana memerintahkan tegas bagi kaum hawa untuk berpakaian yang tidak
menunjukkan aurat dan juga bagaimana cara berpakaian yang tidak berlebihan,
sopan dan tidak seronok. Kebanyakan kaum Muslim, walau agama mereka Islam,
memang awam dengan penampakan penutup aurat yang syar'i, yang benar
menurut pandangan dalil-dalil Islam.
Menurut Agama Kristen, dalam Al-Kitab dijelaskan dalam 1 Timotius
2:9-10 ini dijelaskan bahwa perempuan kristiani diharuskan memakai pakaian yang
11
6
sederhana dan tidak berlebih-lebihan dan juga di perkuat dalam 1 Petrus 3:3-5
bahwa perempuan harus menjaga kehormatannya. Dalam I Korintus 11:5-6
dijelaskan bahwa salah satu ajaran yang sudah ditinggalkan dan dihina oleh
ummat kristiani itu ialah kerudung/tudung. Kerudung/tudung bukanlah jilbab.
Jilbab itu pakaian muslim yang longgar, bukan kerudung. Jilbab ialah sejenis baju
kurung yang dapat berfungsi sebagai penutup aurat yang dapat menutup kepala,
muka dan dada. Karena itu, sedikit sekali yang memperhatikan masalah menutup
aurat ini. Yang mana perempuan kristiani tidak begitu memperhatikan ajaran yang
tertera pada al-Kitab.
Adapun yang sudah mengetahui, rupanya belum sempurna dalam
memahami dalil. Berkaitan dengan berpakaian ada beberapa persoalan yang
sering di perbincangkan banyak orang. Pertama, batasan aurat mengapa tubuh
tertentu harus ditutupi. Apakah karena buruk, kotor, atau jelek. Kedua, pakaian
seperti apa yang dianggap cukup menutup aurat dan batasan sopan seperti apa
dalam etika berpakaian. Dalam hal ini peneliti akan lebih terfokus pada etika
berpakaian perempuan dalam Islam dan Kristen.
B. Fokus Masalah
Didalam melakukan suatu penelitian fokus masalah memiliki peran yang
sangat penting. Untuk lebih memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini,
maka fokus masalah tersebut disusun ke dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut, yaitu :
1. Bagaimana etika berpakaian perempuan dalam perspektif Islam?
7
3. Bagaimana perbedaan dan persamaan etika berpakaian perempuan dalam
Islam dan Kristen?
C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan manusia memiliki tujuan yang ingin
dicapai. Begitu juga dalam penelitian ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai
agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat agar terhindar dari adanya
interpretasi dan meluasnya masalah dalam memahami hasil penelitian. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan etika berpakaian perempuan dalam perspektif Islam.
2. Menjelaskan etika berpakaian perempuan dalam perspektif Kristen.
3. Menjelaskan perbedaan dan persamaan etika berpakaian perempuan dalam
Islam dan Kristen.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat baik secara teoritis maupun
secara peraktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
a. Memberikan tambahan pengetahuan keilmuan secara konseptual
dan pengembangan pemikiran ke-Islaman.
b. Memberi wawasan dan khazanah ke ilmuan, khususnya di bidang
Perbandingan Agama yaitu: Filsafat Agama, Akhlak Tassawuf,
Multikulturalisme dan Pluralisme, Psikologi Agama, Sosiologi
Agama, dan Agama Kristen.
8
a. Memahami secara benar bagaimana cara berpakaian yang baik
menurut agama masing-masing.
b. Memberikan gambaran untuk membedakan antara berpakaian yang
tidak sesuai dengan agama masing-masing bagi pembaca.
c. Memperoleh penjelasan yang akurat mengenai etika berpakaian,
khususnya pada kaum perempuan untuk lebih mengubah
penampilan karena adanya UU tentang pornografi.
d. Membuat para pembaca mengerti akan berpakaian yang sesuai
dengan tempatnya, yang mampu membedakan pakaian untuk
didalam rumah maupun diluar rumah.
e. Memahami serta memperkaya dan memperluas khazanah keilmuan
khususnya tentang etika berpakaian perpektif Agama Islam dan
Agama Kristen.
E. Metode Penelitian
Ketepatan menggunakan metode dalam penelitian adalah syarat utama
dalam mengumpulkan data. Apabila seseorang mengadakan penelitian kurang
tepat metode penelitiannya, tentu akan mengalami kesulitan, bahkan tidak akan
mendapatkan hasil yang baik sesuai yang diharapkan. Berkaitan dengan hal ini
Winarno Surachmad mengatakan bahwa metode merupakan cara utama yang
digunakan dalam mencapai tujuan.12
1. Jenis Penelitian
Studi ini merupakan penelitian pustaka library research, yaitu
12
9
menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama yang dimaksudkan
untuk menggali teori-teori dan konsep-konsep yang telah ditemukan oleh
para peneliti terdahulu, mengikuti perkembangan penelitian dalam bidang
yang akan diteliti, memperoleh orientasi yang luas mengenai topik yang
akan dipilih. Memanfaatkan data sekunder serta menghindari duplikasi
penelitian.13
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakanpendekatan literer yaitu
pendekatan lebih menekankan kesatuan teks sebagai keseluruhan.
Pendekatannya bukan dengan melakukan interpretasi
penggalan-penggalan teks tertentu, melainkan lebih pada hubungan antar teks sebagai
satu kesatuan yang utuh.Dengan pendekatan ini penulis dapat membaca,
menelaah, mengolah dan mengembangkan data yang diperoleh dari
berbagai sumber tertulis.
2. Metode Pengumpulan Data
Kajian ini bersifat kepustakaan, karena itu data-data yang akan
dihimpun merupakan data-data kepustakaan yang representatif dan relevan
dengan obyek studi ini. Adapun sumber data yang menjadi acuan dasar
dalam penelitian ini yaitu:
a. Dokumen
Buku-buku tercetak pilihan yang relevan dengan masalah
yang diteliti tentang etika berpakaian perempuan dalam perspektif
Islam dan Kristen, meliputi:
13
10
1) Etika Berpaian bagi Perempuan karya Muhammad Walid,
(Malang: UIN-Maliki Press, 2011)
2) Anggun Berjilbab karya Nina Surtiretna, (Bandung: PT Mizan, 1997)
3) Inspirasi Busana Muslimah karya Indah Rahmawati,
(Laskar Aksara: Bekasi, 2011)
4) Perempuan dan Jilbab karya Farid L Ibrahim, (Mitra Aksara Panaitan: Jakarta, 2011)
5) Al-Qur’an, dan Al Hadits
6) Alkitab Tafsir Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru Karya
Dianne Bergant, (Kanisius: Yogyakarta, 2002)
7) Aurat Kod Pakaian Islam karya Shofian Ahmad (Utusan Publications and Distributors: Kuala Lumpur, 2004),
8) Pakaian dalam Islam karya Fahd Salem Bahammam.
9) Sabda Langit Perempuan dalam Tradisi Islam, Yahudi, dan
Kristen,karya Sherif Abdel Azeem (Yogyakarta: Gama Media, 2001)
b. Non-Dokumen
Sumber yang terdapat dalam catatan elektronik yang
didapat melalui media internet yang meliputi:
1) Alkitab Online, http://alkitab.sabda.org
2) Katolisitas, Berpakaian yang
sopan,http://www.katolisitas.org
11
4) Dede Wijaya, Gaya Hidup Seorang Wanita Kristen,
http://www.kristenalkitabiah.com/gaya-hidup-seorang-wanita-kristen/
3. Metode Analisis Data
a. Reduksi data
Dipilih data yang berasaldari Al-Qura, Al Hadits dan
bukuEtika BerpakaianPerempuan dalam Perspektif Islam dan
Kristen yang relevandenganpokokbahasan.
b. Disajikan
Data yang tepilihtentangEtika Berpakaian Perempuandalam
Perspektif Islam dan Kristen yang meliputi: 1) Asal Usul Pakaian,
2) Cara Berpakaian.
c. VerivikasiatauTarikKesimpulan
Dalam hal ini penulis menganalisis melalui dua model
pendekatan yaitu, deskriptif dan komparatif:
1) Metode Deskriptif
Metode ini menjelaskan etika berpakaian perempuan dalam
perspektif Islam dan Kristen. sehingga mendapat penjelasan
tentang etika berpakaian perempuan dalam perspektif Islam dan
Kristen.
2) Metode Komparatif
Metode ini digunakan untuk membandingkan etika
berpakaian perempuan perspektif Islam dan Kristen. sehingga
12
berpakaiandalam perspektif Islam dan Kristen.
F. Telaah Pustaka/Penelitian Terdahulu
Setiap pada keorisinalitas penelitian harus berpegang teguh. Melihat hal
tersebut memungkinkan terdapat karya orang lain yang sudah melakukan
penelitian sebelumnya dengan tema yang sama, agar tidak terjadi subyektivitas
terhadap hasil penelitian. Mengenai tema penelitian terdahulu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Karya yang ditulis Farid L. Ibrahim dengan judulPerempuan dan Jilbab,
2009, didalam bukunya ini dijelaskan a. Informasi bagi perempuan
muslimah di Indonesia, bagaimana cara menggunakan pakaian dan jilbab
yang dapat menutupi aurat mereka. b. Cara berpakaian baik yang dapat
mencerminkan sikap dan diri orang yang menggunakannya. c.Islam tidak
melarang umatnya untuk tampil menarik di depan umum, bahkan islam
mengajarkan umatnya untuk berpenampilan sebaik mungkin. Akan tetapi,
harus ada batasan antara pakaian yang sopan dan tidak seronok dengan
pakaian yang dianggap mengundang nafsu bagi kaum Adam.
2. Karya Abdillah Firmanzah Hasan yang berjudul Lebih Anggun dengan
Berhijab, 2009. dalam buku ini a. Keharusan bagi kaum hawa untuk
memakai hijab namun juga lebih memaknai hikmah dibalik memakai
hijab. b. Kencederungan seseorang untuk selalu tampil anggun. c. Adanya
keharusan untuk menutup aurat.
3. Karya Syaikh Abdul Wahab A.T yang berjudul Adab Berpakaian dan
13
pakaian dan perhiasan dalam prespektif fikih Islam.b. Berisikan nasihat
yang merupakan salah satu bentuk kemuliaan akhlak yang dihadirkan oleh
Rasulullah saw.
4. Karya Emma Tarlo yang berjudul Visibly Muslim: Fashion, Politics,
Faith, 2008.Buku ini berisi a. Jawaban bagi media barat yang begitu
stereotif terhadap cara berpakaian muslimah. b. Cara berpakaian yang
memberikan wawasan tentang keharusan bagi muslimah bukan untuk
menutup aurat.
5. Karya M. Quraish Shihab dalam buku berjudul Jilbab:Pakaian Wanita
Muslimah, 2003. Buku ini berisikan a. Hakikat pakaian dan aurat wanita.
b. Batasan dan hakikat berjilbab. c. Dalil dan argumentasi masing-masing
pendapat diberikan seobjektif mungkin.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan untuk mendapatkan
suatu hasil penelitian yang baik, maka diperlukan sistematika penulisan yang baik
pula. Sehingga isi dari hasil penelitian tidak melenceng dari apa yang sudah
direncanakan dan ditetapkan dalam rumusan masalah yang diteliti. Oleh karena
itu, perlu adanya sistematika penulisan yang baik dan terarah dengan perincian
sebagai berikut:
Bab I, Pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian,
dan sistematika pembahasan. Bab I ini merupakan pengantar penulis untuk
14
dengan pembahasan yang penulis teliti.
Bab II, Tinjauan Umum Etika Berpakaian, dalam bab ini penulis
menjelaskan tentang asal usul berpakaian, selain itu didalam bab kedua ini juga
menerangkan tentang cara berpakaian. Dengan bahasan dalam bab ini bertujuan
untuk memberikan gambaran agar penulis memahami etika berpakaian secara baik
dan mendalam.
Bab III, data penelitian etika berpakaian perempuan perspektif Islam,
didalam bab ini penulis membahas tentang etika berpakaian menurut agama, yaitu
dalam perspektif agama Islam.
Bab IV, data penelitian etika berpakaian perempuan perspektif Kristen,
didalam bab ini penulis membahas tentang etika berpakaian menurut agama, yaitu
dalam perspektif agama Kristen.
Bab V, Analisis Data, dalam bab ini penulis mencoba mendiskripsikan dan
memaparkan pokok-pokok bahasan penelitian, yaitu membandingkan tentang
perbedaan dan persamaan etika berpakaian perempuan perspektif Islam dan
Kristen.
Bab VI, Penutup, dalam bab ini meliputi kesimpulan dan saran. Dalam bab
ini akan menyimpulkan semua pembahasan dari Bab I sampi Bab V.
Selain itu bab-bab tersebut, juga dilengkapi daftar pustaka dan
lampiran-lampiran (jika ada) guna sebagai pendukung dan penguat dalam penulisan skripsi
BAB II
TINJAUAN UMUM ETIKA BERPAKAIAN
A. Asal Usul Pakaian
Di sini akan dijelaskan tentang Asal Usul Pakaian meliputi: a. Masa Lalu
dan b. Masa Kini.
1. Masa Lalu
Busana berasal dari bahasa sanskerta yaitu “bhusana”dan istilah yang
popular dalam bahasa Indonesia yaitu “busana” yang dapat diartikan “pakaian”.
Busana dalam pengertian luas adalah segala sesuatu yang dipakai mulai dari
kepala sampai ujung kaki yang memberi kenyamanan dan menampilkan
keindahan bagi sipemakai.
Pada zaman prasejarah manusia belum mengenal busana seperti yang ada
sekarang. Manusia hidup dengan cara berburu, bercocok tanam dan hidup
berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan memanfaatkan apa
yang mereka peroleh di alam sekitarnya. Ketika mereka berburu binatang liar,
mereka mendapatkan dua hal yang sangat penting dalam hidupnya yaitu daging
untuk dimakan dan kulit binatang untuk menutupi tubuh. Pada saat itu manusia
baru berfikir untuk melindungi badan dari pengaruh alam sekitar seperti gigitan
16
Cara yang dilakukan manusia untuk melindungi tubuhnya pada saat itu
berbeda-beda sesuai dengan alam sekitarnya.1
Manusia purba sudah mengenal penggunaan aksesoris, mereka
menggunakan kerang, biji-bijian, dan taring binatang yang disusun sedemikian
rupa menjadi asesoris seperti kalung, gelang, dll. Pemakaian asesoris pada jaman
purba lebih ditekankan kepada fungsi kepercayaan atau mistis. menurut
kepercayaan mereka, dengan memakai benda-benda tersebut dapat menunjukkan
kekuatan atau keberanian dalam melindungi diri dari roh-roh jahat dan agar selalu
dihormati. cara lain yang dilakukan yaitu dengan membubuhkan lukisan di tubuh
mereka yang dikenal dengan "tattoo". Walaupun sudah mengenal bentuk tapi
bentuknya sederhana dengan wujud geometris yaitu segi empat atau segi empat
panjang. Cara pakai ada yang dililitkan, ada pula yang dilubangi untuk
memasukkan kepala. Perkembangan bentuk busana mengalami kemajuan yang
cukup pesat. Dari penggunaan kulit kayu, kulit binatang, dll manusia akhirnya
menemukan teknologi pembuatan kain, yang pada awalnya masih sangat
sederhana yaitu dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Dalam
perkembanganya, bentuk maupun cara penggunaannya digolongkan menjadi
bentuk dasar busana, yaitu celemek panggul, ponco, tunika, kaftan, kutang,
pakaian bungkus.
Asal mulanya manusia mengenakan pakaian berupa sehelai kain berbentuk
segi empat. Pada tengahnya diberi lubang untuk kepala, sehingga sehelai kain itu
1
17
dapat jatuh ke badan. Peninggalan dari bentuk pakaian tersebut sekarang
dinamakan baju kurung, tetapi bagian sisi dibentuk jahitan memanjang ke lengan
dengan bentuk ketiak membulat. Kemudian berkembang menjadi baju kaftan,
yakni bagian tengah muka terbuka, karena baju kurung (bentuk pertama) dibelah
dari leher terus kebawah. Yang sekarang dikenal di Indonesiadengan nama baju
kebaya, hanya pada kaftan mempunyai lengan setali, sedangkan kebaya tidak.
Kebaya bayi mempunyai lengan setali, tetapi memakai gir. Bentuk pakaian yang
sederhana sekali ialah sehelai kain yang panjang dan dibelit-belit ke badan,
sehingga menjadi pakaian bungkus. Pada masa kini masih terlihat pakaian
semacam itu seperti pakaian sari dari India dan kain panjang dari Indonesia.2
Sejarah pakaian muncul sejak manusia Indonesia mengenal budaya
menenun. Dengan masuknya budaya menenun di era neolitikum itulah manusia
Indonesia mengenali cara menutup tubuh mereka. Sebagaimana kita mengetahui,
manusia Indonesia di masa itu, memandang pakaian masih sebagai satu pelindung
dari luar seperti panas, dingin, dan lain sebagainya. Manusia di Nusantara sendiri
mengenal tradisi berpakaian sejak Zaman Batu Muda (Neolitikum). Saat itu,
mereka telah dapat membuat pakaian dari kulit kayu yang sederhana yang telah
diperhalus. Pekerjaan membuat pakaian ini merupakan pekerjaan kaum
perempuan. Buktinya, di Kalimantan dan Sulawesi Selatan dan beberapa tempat
lain ditemukan alat pemukul kulit kayu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka
sudah berpakaian.3 Di masa lalu, cara berpakaian nenek moyang kita pun seperti
2
Porrie Muliawan Dra, Kontruksi Pola Busana Wanita, (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 1992), 1
3
18
tak jauh berbeda dengan kita, mereka menutupi tubuh mereka dengan pakaian
untuk menunjukkan kelebihan dan status sosial mereka.
Pakaian memiliki sakralitas tersendiri bagi kaum bangsawan, istana, yang
itu berlaku hingga saat ini. Pakaian dikhususkan, tidak boleh sembarangan
kalangan desa atau rakyat memakai pakaian para raja atau kaum bangsawan.
Kuasa “pakaian” ini menunjukkan identitas hingga kini, misalnya ketika kita
jumpai pakaian kebesaran di keraton-keraton dan bangsawan di Yogyakarta dan di
Solo. Pakaian mereka memiliki ciri khusus, seperti aksesoris, ikat pinggang,
penutup kepala dari emas, hingga tongkat. Dari sanalah kita mengetahui pakaian
di kalangan kerajaan atau bangsawan memiliki fungsinya sendiri baik pada
upacara resmi keraton, upacara yang sifatnya kerakyatan, dan upacara-upacara
lainnya. Nuansa etis dan sistem keraton yang ketat dalam tata budaya dan sistem
adat ini barangkali bisa dilacak sebagai simbolisasi kuasa keraton yang
mengadopsi nilai-nilai barat dan eropa yang dipadukan dengan nilai-nilai jawa.4
2. Masa Kini
Perkembangan bentuk busana telah mengalami kemajuan yang cukup
pesat. Mulai dari penggunaan kulit kayu, kulit binatang hingga manusia akhirnya
menemukan teknologi pembuatan kain yang pada awalnya yang masih sederhana
yaitu dengan menggunakan alat bantu mesin, disinilah manusia mengenal busana
dalam arti yang sesungguhnya.Setiap bangsa mengenal tradisi berpakaian pada
4
Arif Saifudin Yudistira, SEJARAH “KUASA” DAN “MAKNA” PAKAIAN,
19
masa yang berbeda sesuai dengan perkembangan kebudayaan masing-masing.
Jauh sebelum memasuki abad masehi, bangsa Mesir, Persia, Yunani, dan Romawi
sudah mengenal tradisi berpakaian. Sekitar 2000 Sebelum Masehi (SM), pakaian
mulai dibuat dengan cara ditenun. Saat itu, bangsa Mesir sudah menenun kain
linen. Pada era Persia Kuno, wanita sudah menggunakan celana panjang. Setelah
berhubungan dengan bangsa Mesir dan Yunani, sekitar 200 SM, bangsa Romawi
mulai mengenakan tunik linen (seperti kaus) di bawah jubah wol.5
Kita mengenali pakaian di masa kini pun menjadi mode dan industri yang
menjanjikan. Kelas sosial, gengsi, hingga eksistensi pun muncul, bahkan kini
pakaian seperti menjadi budaya popular yang kerap membawa kontroversi dan
polemik. Pakaian pun dimanfaatkan oleh dunia hiburan dan dunia kapitalisas
modern untuk menyihir anak-anak muda kita ikut dan tak berdaya di mata trend,
mode dan model pakaian yang dipakai para selebriti kita. Pakaian pun seperti
semakin jelas menunjukkan sebagai alat untuk meningkatkan popularitas dan
ketenaran para selebriti kita. Dengan gaya pakaian terbaru, pakaian “sexy” mereka
menyihir dan membentuk opini publik melalui tayangan gosip, infotainment dan
sebagainya. Pakaian di dunia modern pun seperti tak menunjukkan keadaban kita.
Pakaian modern tersebut meniru gaya ala Barat yang bermotifkan ketelanjangan
dan kebinatangan, yang tidak ada jenis bagian tubuh yang malu untuk dilihat,
5
20
pakaian model itulah yang dianggap maju dan modern yang mana pelakunya
diangap sebagai modernis6
Anehnya sejarah pakaian masa kini malah cenderung lebih memilih
pakaian pada masa tahun 60an, 70an, dan 80an.7 Tak jarang banyak
perempuan-perempuan memilih pakaian zaman dahulu daripada zaman sekarang. Dan
alasannya hanya karena mode trend masa kini saja.
Perkembangan bentuk busana telah mengalami kemajuan yang cukup
pesat. Mulai dari penggunaan kulit kayu, kulit binatang hingga manusia akhirnya
menemukan teknologi pembuatan kain yang pada awalnya yang masih sederhana
yaitu dengan menggunakan alat bantu mesin, disinilah manusia mengenal busana
dalam arti yang sesungguhnya.
B. Etika Berpakaian
Terkait dengan pembahasan etika berpakaian secara umum, di sini akan
dijelaskan beberapa sub fokus, meliputi: a. Etika dan b. Cara Berpakaian.
1. Etika
Etika secara bahasa “etika” merupakan kata turunan dari ethokos (Yunani)
yang berasal dari ethos, yang berarti: penggunaan, karakter, kebiasaan,
kecenderungan atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah ethical yang
mempunyai arti pantas, layak dan beradab (sesuatu yang dapat membedakan
sesuai dengan prosedur atau tidak) dan sebagai kata bendanya adalah ethic yang
6
Ibnu Rabbani, Bukan Wanita Biasa, (QultumMedia: Tangerang, 2000), 59
7
21
mempunyai arti kesusilaan atau etika.8 Etika merupakan sebuah kajian tentang
moralitas the study of morality. Etika berkaitan dengan apa yang secara moral
benar dan salah.9 Etika identik memiliki makna yang sama dengan moral. Akan
tetapi secara terminologis, etika dalam posisi tertentu memiliki makna yang
berbeda dengan moralitas. Sebab etika memiliki tiga posisi yakni etika sebagai
sistem nilai, kode etik dan filsafat moral.10
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara
baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk
petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan
secara turun-menurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana
manusia harus hidup secara baik agar benar-benar menjadi manusia yang baik.11
Moralitas dimaknai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika
dipakai untuk sistem pengkajian nilai-nilai yang ada. Morallebih cenderung
terhadap hal-hal bersifat praktis, sedangkan etika lebih cenderung terhadap hal-hal
yang bersifat teoritis.12Sebagai sistem nilai, etika berarti nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Posisi inilah dimana sebagian besar makna etika dipahami
sehingga muncul istilah-istilah Etika Islam, Etika Budha, Etika Kristen, Etika
Berpakaian, dsb.
8
Rosdakarya, Kamus Filsafat, (Remaja Rosda Karya: Bandung, 1995), 105
9
Norman L. Geisler, Etika Kristen, (Departemen Literatur: Malang, 2000), 17
10
K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), 35
11
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, (Kanisius: Yogyakarta, 1991), 20
12
22
Posisi ini pula makna etika sama dengan moral. Pengertian moral sebagai
sistem nilai dapat pula dilihat dalam definisi Prof. Dr. Frans Magnis Suseno yakni
sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi etika merupakan ilmu atau refleksi
sistematik mengenai pendapat-pendapat, norma-norma istilah dan istilah moral.
Keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang
bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan
kehidupannya, yakni bagaimana mereka membawa diri, sikap-sikap, dan
tindakan-tindakan yang harus dikembangkan agar hidupnya berhasil.13 Maksutnya
etika adalah ilmu yang memberi arah dan pijakan pada tindakan manusia. Etika
merupakan pemikiran bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Pengertian
etika yang di buatnya lebih menitik beratkan bahwa etika bisa membantu manusia
untuk bertanggung jawab atas kehidupannya.14
Etika mengkritik kritis terhadap moralitas, maksutnya etika tidak
bermaksut membuat orang bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja. Etika
menghimbau orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas, tetapi bukan karena
tindakan yang diperintahkan oleh moralitas (oleh nenek moyang, orangtua, guru),
melainkan karena menurut orang itu baik. Ia sendiri sadar secara kritis dan
rasional bahwa ia memang sudah sepantasnya bertindak seperti itu atau kalau ia
akhirnya bertindak tidak sebagaimana yang diperintahkan oleh moralitas, orang
itu tidak bertindak sesuai dengan moralitas bukan karena ikut-ikutan atau sekedar
mau lain, melainkan karena ia punya alasan rasional untuk itu. Ia bertindak
13
Franz M Suseno, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 6
14
23
berdasarkan pertimbangan bahwa hal itu bertentangan dengan moralitas adalah
baik baginya dan bagi masyarakat karena alasan-alasan yang rasional.15
Etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara
otonom16 dan bukan secara heteronom.17 Etika membantu manusia untuk
bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap
tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia
mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan-alasan dan
pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu atau begini.18
2. Cara Berpakaian
Pakaian adalah barang tertentu untuk menutupi anggota tubuh seseorang
dari sengatan matahari dan dinginnya malam dengan memakai baju, celana dll.
Definisi pakaian secara singkat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
barang apa yang dipakai (baju, celana, dll.).19 Pakaian terbuat dari bahan tekstil
dan serat yang digunakan sebagai penutup tubuh. Pakaian adalah sejarah jutaan
tahun, pakaian adalah perlepasan dari materi, dan umur pakaian mungkin memang
telah sejalan dengan usia manusia dimuka bumi ini. Pakaian adalah kebutuhan
pokok manusia selain makanan dan tempat berteduh/tempat tinggal (rumah).
Pakaian adalah kebutuhan primer manusia. Manusia membutuhkan pakaian untuk
15
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, (Kanisius: Yogyakarta, 1991), 21
16
Otonomi adalah sikap moral manusia dalam bertindak berdasarkan kesadarannya bahwa tindakan yang diambilnya itu baik. Suatu tindakan dinilai bermoral kalau sejalan atau didasarkan pada kesadaran pribadi.
17
Heteromi adalah sikap manusia dalam bertindak dengan hanya sekedar mengikuti aturan moral. Suatu tindakan dianggap baik hanya karena sesuai dengan aturan, disertai perasaan takut atau bersalah. Pertanggung jawaban hanya bisa diberikan kalau manusia bertindak secara heteronom.
18
Ibid., 22
19
24
melindungi dan menutup dirinya. Namun seiring dengan perkembangan
kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai simbol status, jabatan,
ataupun kedudukan seseorang yang memakainya. Perkembangan dan jenis-jenis
pakaian tergantung pada adat-istiadat, kebiasaan, dan budaya yang memiliki ciri
khas masing-masing. Pakaian juga meningkatkan keamanan selama kegiatan
berbahaya seperti hiking dan memasak, dengan memberikan penghalang antara
kulit dan lingkungan. Pakaian juga memberikan penghalang higienis, menjaga
toksin dari badan dan membatasi penularan kuman.20Pakaian merupakan alat
penting di dalam kehidupan seseorang individu. Cara seseorang itu berpakaian
terutamanya wanita adalah penting agar ia dilihat oleh masyarakat sebagai
seorang yang mempunyai kepribadian yang baik. Cara berpakaian dapat
membedakan status sosial dalam masyarakat. Status atau kedudukan dapat
memberikan pengaruh, kehormatan, kewajiban pada seseorang.21
Pakaian adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia. Semenjak abad-abad terdahulu manusia sudah mengenal pakaian
sebagai penutup tubuh. Pakaian adalah sesuatu yang harus bagi laki-lakidan
perempuan. Sebab pakaian merupakan penutup yang melindungi sesuatu yang
dapat menyebabkan malu apabila terlihat oleh orang lain.22
Manusia sudah lama mengenal konsep pakaian sebagai antisipasi terhadap
perubahan cuaca dan ganasnya alam. Dimana semenjak intelektualitas mengalami
20
http://id.wikipedia.org/wiki/Pakaian, diakses pada 13-04-2015 19.54wib.
21
Bagja Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat (Bandung: PT Setia Purna inves, 2007), 24.
22
25
evolusi, manusia dalam sejarahnya mulai mempercayakan insting bertahan dalam
melihat tubuhnya, untuk mencapai aspek ketahanan dalam hidup. Pakaian
kemudian memang sebagai representasi fisik, dari perlindungan terhadap cuaca
dalam melindungi organ-organ tubuh dan tubuh biologis manusia itu sendiri.
Manusia butuh perlindungan dan pertahanan dalam diri sendiri, sebuah cikal bakal
antroposentris, dimana manusia memandang diri lebih unggul dari alamnya, dan
berlaku seolah-olah penguasa jagat raya. Manusia telah menciptakan evolusi dan
pemahaman tentang pakaian sesuai dengan pentas sejarah dimasanya. Setiap Abad
dan masa, serta menciptakan definisi tersendiri tentang apa itu pakaian bagi setiap
bangsa-bangsa di dunia ini. Bisa jadi, pakaian memang makhluk 'hidup'
tersendiri.23
Pakaian mencerminkan sifat dasar manusia yang mempunyai rasa malu
sehingga manusia beruaha untuk menutupi badanya dengan pakaian. Jika dahulu
manusia mengenakan pakaian hanya untuk melindungi tubuh,kini manusia tidak
hanya memandang pakaian sebagai pelindung tubuh, tapi juga melihatnya dari
segi estetika dimana pakaian berfungsi untuk membuat penampilan semakin
menarik.24
Pakaian berperan besar dalam enentukan citra seseorang. Lebih dari itu,
Pakaian berkaitan bukan saja dengan etika dan estetika, tetapi juga dengan kondisi
sosial ekonomi dan budaya, bahkan iklim. Pakaian adalah cermin dari identitas,
23
Wahyudi Pratama, Busana, kostum, pakaian, baju , kaos, celana bla bla bla, http://first-things-first.blogspot.com/2005/09/busana-kostum-pakaian-baju-kaos-celana.html diakses pada 23-06-2015 22.35wib
24
26
status, hierarki, gender, memiliki nilai simbolik, dan merikapan ekspresi cara
hidup tertentu. Pakaian juga mencerminkan sejarah, hubungan kekuasaan, serta
perbedaan dalam pandangan sosial, politik dan religius. Dengan kata lain, pakaian
adalah kulit sosial dan kebudayaan kita. Pakaian dapat dilihat sebagai
perpanjangan tubuh, namun sebenarnya bukan bagian dari tubuh. Pakaian tidak
saja dapat menghubungkan tubuh dengan dunia luar, tetapi memisahkan
keduanya.25
Pakaian adalah salah salah satu ciri peradaban manusia sebagai mahluk
terhormat dalam kehidupan, berbeda dengan mahluk lain seperti hewan, bagi
hewan pakaian tidaklah masalah (berpengaruh) dalam kehidupannya.26 Orang
yang memakai pakaian baik itu pakaian daerah ataupun pakaian yang modern
terlihat lebih menarik dan terlihat lebihindah, dengan berpakaian orang akan lebih
mudah berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Menurut Abul A’La Maududi (1985) pakaian bukanlah sekedar suatu alat
bagi menutup sebagian anggota badan dari ancaman udara, berperanan lebih
daripada itu, mempunyai sejarah yang mendalam dalam jiwa suatu bangsa,
peradaban, kemajuan hidup, tradisinya dan lain-lain yang termasuk ke dalam
semua aspek sosial. Pakaian merupakan salah satu keperluan asas manusia selain
daripada makanan dan tempat kediaman. Hieraki Maslow mengatakan, pakaian
merupakan salah satu elemen penting di dalam keperluan fisiologi manusia. Ia
melindungi tubuh badan daripada hujan, panas dan daripada gangguan fizikal
25
Henk Schulte Nordholt, Outward Apperances, terj M. Imam Aziz, (LkiS: Yogyakarta, 1997), v
26
27
(Horn & Gurel, 1981). Bagi orang Islam, pakaian mereka perlu menutup aurat.
Bagi penganut agama lain, mereka mempunyai ketetapan pakaian mengikut
agama masing-masing (Warmke et.al. 1977).27
Menurut Rohani Marude (1989) memakai pakaian yang up to date
memberikan keyakinan yang lebih kepada sipemakainya. Oleh itu seseorang itu
haruslah pandai memilih pakaian yang baik. Untuk kelihatan lebih fresh dan
menarik pilihlah baju yang sesuai dengan bentuk badan, warna kulit, keadaan dan
umur. Pernyataan ini dikatakan oleh Noor Aini (1988) yang mengatakan bahawa
walau bagaimana sekali pun anda anggap diri anda sebagai seorang yang
berpengalaman dalamhal mode, seorang yang terpelajar atau pun anda seorang
yang sama sekali tidak hiraukan tentang pakaian, kita tidak boleh mengenepikan
“peraturan-peraturan pakaian” yang tertentu dan harus diterima oleh orang-orang
yang tertentu dari masa ke masa.28
Secara sederhana pakaian adalah sesuatu yang digunakan untuk penutup
tubuh baik dari bahan kapas/kain, kulit, daun maupun rumput. Pakaian adalah
penutup tubuh (aurat), yang dengan penutup tersebut masih memungkinkan
oranglain untuk bisa mengenali/mengetahui satu sama lainnya. Dengan busananya
tidak menutup orang lain untuk bisa melihat sesamanya. Bukan menyembunyikan
seseorang dari pandangan orang lain sehingga tidak bisa dikenali siapa yang ada
dibalik pakaian itu. Pakaian itu bagaimanapun kadar dan jenisnya, bahkan biarpun
menutup seluruh badan seseorang hingga wajahnya, maka ia tidak menghalangi
27
Noor Hanim Abdul Aziz, Persepsi Pelajar siswi mengenai amalan berpakaian yang sesuai di UTM, (Tesis Fakultas Pendidikan: Malaysia, 2004), 1-2
28
yang memakainya untuk melihat manusia yang ada di sekelilingnya, dan juga
tidak menghalangi orang lain untuk mengenali diri orang tersebut.29
Berpakaian adalah untuk kenyamanan dan bukan untuk dipertontonkan
dan kesederhaaan adalah yang paling sesuai. Pakaian untuk menghadiri kuliah
misalnya hendaklah disesuaikan dengan kuliah yang dihadiri. Pemilihan jenis
pakaian juga penting di mana tidak semua mode itu sesuai dengan kita dan tidak
juga dalam berbagai keadaan. Seharusnya sesuaikan pakaian dengan aktiviti yang
dijalankan supaya nyaman dan menghindari dari perhatian khusus.30
Busana atau pakaian yang pantas di pakai dan sesuai dengan kondisi, akan
memudahkan seseorang dalam pergaulan sehari–hari. Hal ini akan membuatnya
tidak canggung dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dapat
menimbulkan rasa percaya diri. Pada umumnya setiap orang memerlukan busana
untuk berbagai macam kesempatan antara lain:busana rumah, busana kerja,
busana olah raga, busana rekreasi, busana pesta, busana berkabung.31 Etika
berpakaian sendiri dalam bersosialisasi dengan segala lapisan harus
mengedepankan etika tersebut bila ingin dihargai. Tampilan berbusana adalah
tampilan kualitas budaya kepribadian dan norma manusia. Sehingga etika itu
tergantung juga pada faktor kondisi budaya, adat, agama, dan lingkungan.
Terkadang etika tersebut tidak bersifat keseluruhan bila dalam kondisi yang
berbeda.
29
Abdul Halim Mahmud Abu Syuqqah, Busana dan Perhiasan Wanita Menurut Al-Qur’an dan Hadist, (terj.) Mudzakir Abdussalam, (Bandung: Mizan, 1998) hlm. 16.
30 Ibid., 4
31
29
Etika Berpakaian dan berbusana dalam bersosialisasi dengan segala
lapisan kita harus mengedepankan etika tersebut bila ingin dihargai. Tampilan
berbusana adalah tampilan kualitas budaya, kepribadian dan moral manusia. Etika
dan etiket dalam berbusana tergantung juga pada faktor kondisi budaya, adat,
agama, sosial ekonomi, waktu dan lingkungan. Kadangkala etika tersebut tidak
bersifat universal bila dalam kondisi yang berbeda. Misalnya, bila menghadiri
perkawinan di suku pedalaman papua, di desa Jawa, di perumahan kota dan hotel
berbintang lima sangat berbeda. Kadangkala tidak memakai baju, memakai
sandal, memakai kaos, tidak berjas adalah normal dalam tempat tertentu tetapi
kadang tidak beretika ditempat tertentu.Dewi Apriliati Rokhim, Etika Dalam
Berbusana,
Tetapi sebenarnya ada aturan atau tips umum yang dapat digunakan dalam
semua keadaan di antaranya adalah :
1. Ditempat umum sebaiknya berpakaian sopan, tidak mengumbar anggota
tubuh tertentu yang terlarang.
2. Berpakaian bersih, rapi dan tidak berbau.
3. Berpakaian harus disesuaian kondisi, baju renang tidak boleh ditempat
umum. Demikian pula baju kaos sebaiknya tidak dipakai dalam suasana
formal seperti seklah, kantor, seminar, pertemuan bisnis resmi, seminar,
perkawaninan dan sebagainya.
4. Celana jeans sebaiknya dipakai hanya dalam keadaan non formal, dalam
keadaan semi formal sebaiknya dikombinasi dengan jas atau blazer. Dalam
30
5. Pemilihan asesoris seperti topi, gelang, kalung, kacamata juga sangat
penting untuk disesuaikan dengan kondisi dan suasana.
6. Suasana formal seperti perkawinan, pemakaman, pelantikan jabatan, gelar,
harus memakai baju formal.
7. Pemilihan warna dan model sepatu, baju dan topi juga harus disesuaikan
dengan situasi dan waktu. Warna gelap, warna cerah dan warna lembut
dijadikan dasar pemilihan busana menyesuaikan kondisi. Demikian juga
model baju formal, semi formal dan non formal.
8. Pemilihan jenis baju saat hendak bertemu dengan orangtua, atasan atau
orang yang dihormati.
9. Tidak mengganggu orang lain, Pakailah baju-baju yang biasa-biasa saja
tidak mengganggu akivitas maupun kenyamanan orang lain. Misalnya
menggunakan gaun wanita dengan ekor puluhan meter sangattidak pantas
jika kitagunakan di tempat seperti di bus umum.
10.Tidak Melanggar Hukum Negara dan Hukum Agama, Sebelum memakai
pakaian ada baiknya diingat- ingat dulu hukum di dalam maupun diluar
negeri. Hindari memakai pakaian yang bertentangan dengan adat istiadat,
hukum budayayang berlaku di tempat tersebut.32
Etika berpakaian memang diperlukan, karena dengan demikian pemakai
dan penikmat pakaian akan mengetahui mana yang layak (baik) danmana yang
tidak untuk dipakai. Hal tersebut berimplikasi bahwa etika yang dipahami adalah
sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral, dimana kesusilaan
32
31
merupakan keseluruhan aturan, kaidah atau hukum yang mengambil bentuk amar
maupun larangan, baik tertulis maupun tidak tertulis.33 Etika Berpakaian yaitu
mencari gaya pribadi bukan hal yang mudah untuk setiap orang. Namun begitu
jika menemukannya, baru menyadari bahwa lewat pakaian, seseorang bisa
mengekspresikan diri dan menunjukan diri apa yang di pakainya. Tanpa sadar
banyak hal diluar sana yang bias memepengaruhi cara kita berpakaian dan
bergaya. Percaya atau tidak , gaya personal seseorang dapat mengubah perspektif
seseorang. Manusia membutuhkan pakaian (sandang) untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok dasar sehari-hari di samping kebutuhan akan tempat tinggal (papan)
dan makanan (pangan). Pakaian dapat memberikan keindahan, proteksi dari
penyakit, kenyamanan, dan lain sebagainya. Tanpa pakaian dapat mengakibatkan
seseorang dikatakan gila. Oleh karena itu, dalam berpakaian seharusnya kita
memerhatikan etika dalam berpakaian.
33
BAB III
ETIKA BERPAKAIAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
A. Asal Usul Pakaian
Terkait dengan etika berpakaian, di sini akan dijelaskan tentang asal usul
pakaian meliputi sub fokus: a. Masa Lalu dan 2. Masa Kini.
1. Masa lalu
Pakaian wanita pada masa Nabi Saw adalah pakaian yang umum
dikenakan dan digunakan pada masa tersebut; artinya kaum perempuan menutupi
badan mereka dan membungkus kepalanya dengan kerudung. Akan tetapi
sebagian telinga, leher dan bagian dadanya kelihatan kemudian turun ayat yang
memerintahkan Rasulullah Saw untuk menutup yang sebagian itu sehingga
keindahan mereka tidak nampak dan terlihat.
Sejarah mengatakan, hijab bermakna pakaian wanita, sebelum kedatangan
Islam dan agama-agama lainnya terdapat dalam berbagai ragam bentuk dan Islam
membatasi ruang lingkupnya.1
Hijab secara leksikal bermakna tirai, pembatas dan sesuatu yang menjadi
penghalang antara dua hal. Akan tetapi sebagaimana yang disebutkan para
penafsir dan periset, redaksi hijab bermakna pakaian wanita, adalah sebuah
terminologi yang kebanyakan dijumpai pada masa belakangan. Artinya bahwa
hijab merupakan sebuah terminologi baru. Apa yang digunakan oleh orang-orang
1
33
terdahulu khususnya di kalangan fuqaha, adalah terminologi "satr" yang bermakna
pakaian.2
Keharusan dan kewajiban menutup aurat bagi kaum perempuan di
hadapan kaum pria asing (non-mahram) merupakan salah satu masalah penting
dalam Islam. Dalam al-Qur'an disebutkan bahwa hijab dimaksudkan untuk
kesempurnaan, kemajuan perempuan dan juga untuk menciptakan suasana yang
sehat dalam lingkungan keluarga dan masyarakat karena itu hijab wajib bagi
kaum perempuan. Menurut catatan sejarah, hijab yang bermakna pakaian wanita,
sebelum Islam di dunia dan pada agama-agama lainnya digunakan dalam ragam
bentuk. Dan hal ini bukan merupakan hukum ta'sisi; artinya Islam tidak
menciptakan hijab ini, melainkan menerimanya. Sebagaimana hal tersebut dapat
disimpulkan pada masa Rasulullah Saw, Islam memperluas batasannya dan
mengokohkannya. Di Iran, masa sebelum kedatangan Islam, juga di kalangan
kaum Yahudi, di India, terdapat penerapan hijab-hijab secara ketat. Pada masa
Iran kuno, bahkan ayah-ayah dan saudara-saudara (sendiri) adalah non-mahram
bagi wanita yang bersuami.3
Karena itu, menurut catatan sejarah disebutkan bahwa para wanita pada
masa Rasulullah Saw mengenakan hijab, akan tetapi bukan hijab sempurna. Para
wanita Arab biasanya memakai busana-busana sehingga bagian depan baju
(kerah), lingkaran leher, dada terlihat.
Kerudung yang dikenakan adalah untuk menutup kepala, bagian-bagian
bawahnya diturunkan hingga menujulur ke bagian belakang punggung, wajar
2
Ibid., 14
3
34
kalau kedua telinga, bagian depan dada, dan leher terlihat oleh orang-orang.4 Jadi,
hijab kaum perempuan pada masa Rasulullah Saw bentuknya seluruh badan
mereka tertutup, demikian juga kerudung yang mereka gunakan untuk menutup
kepala, akan tetapi sebagian dari bagian dada, lehernya, dan tempat-tempat yang
menawarkan keindahan dan mempesona syahwat kaum pria terbuka.
2. Masa Kini
Di zaman sekarang, banyak sekali wanita yang tidak takut dosa. Walaupun
ia berlaber “muslimah”. Mereka dengan rela dan bangga menampakkan aurat di
jalan-jalan, mall, lembaga pendidikan, dan tempat lainnya. Mereka telah terkena
racun dan tipu daya peradaban barat yang semu dan fatamnorgana. Peradaban
barat memacu para wanitanya untuk membuka aurat. Karenanya terbalalaklah
pandangan para lelakinya. Fitnah pandangan kemudian berlanjut kepada fitnah
perzinahan. Hal ini pula yang ditiru oleh banyak wanita berlabel “muslimah” di
negeri ini. Ironisnya, semakin banyak pandangan lelaku tertuju padanya maka
wanita itu akan semakin bangga. Padahal semakin banyak lelaki yang
memandangi auratnya, maka semakin banyak pula dosa yang mengalir
kepadanya. Ada pula sebagian muslimah yang membuka auratnya karena tuntutan
pekerjaan. Jika tidak membuka aurat maka perusahaan tidak mau menerimanya.
Kantor-kantor perusahaan pun banyak yang menerapkan aturan kepada karyawati
untuk memakai pakaian seksi. Tidak boleh berpakaian sopan seperti memakai rok
4
35
panjang. Terlebih lagi berbusana muslimah sangat dilarang keras. Sehingga di hati
muslimah terjadi pertentangan antara tuntutan agama dan tuntutan pekerjaan.5
Sesungguhnya syariat jilbab merupakan syariat Islam yang mulia. Tidak
satu agama pun yang memuat perintah penutup aurat atau berjilbab seperti yang
ada pada Islam. Perintah jilbab adalah perintah yang secara khusus ditujukan
untuk memuliakan para muslimah. Dengannya, kehormatan seorang muslimah
akan terjaga dengan baik dari segala bentuk bahaya.P5F 6
P
Sebagaimana dijelaskan
dalam Al-Qur’an surat Al Ahzab ayat 59, Allah Ta’ala berfirman:
Artinya: “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Perintah untuk berjilbab yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah kemuliaan.
Al-Qur’an adalah kitab yang mulia, maka perintah jilbab sebagai salah satu
kandungannya juga mulia. Ancaman terhadap pelanggaran tidak berjilbab
menunjukkan bahwa jilbab adalah kemuliaan sehingga Allah harus memaksa
wanita-wanita muslimah untuk berjilbab. Jumlah wanita yang berjilbab
dibandingkan dengan yang membuka aurat adalah tanda kemuliaan yang lainnya.
5
Anton Ramdan, The Miracle of Jilbab: Hikmah Cantik dan Sehat Secara Ilmiah Dibalik Syari’at
Jilbab, (Anton Ramdan: Indonesia, 2014), 13
6
36
Karena alaminya kemuliaan hanya dimiliki oleh sedikit orang. Lebih mulia dan
lebih mahal mana antara emas dan berlian. Bukankah orang yang menggunakan
perhiasan berlian lebih sedikit daripada orang yang berhias dengan emas. Berlian
pun dihargai mahal karena kemuliaannya. Ketabahan untuk tetap komitmen dalam
berjilbab adalah kemuliaan meski berhadapan dengan berbagai cibiran menusuk
hati. Jilbab mampu merubah yang buruk menjadi baik adalah bentuk kemuliaan.
Jilbab menutupi keburukan dan menampilkan dengan kesan yang lebih baik itu
pun sebuah kemuliaan. Manahan diri untuk tidak menampakkan kemolekan tubuh
dengan jilbab adalah kemuliaan.dibalik perintah jilbab ada hikmah secara ilmiah
yang memelihara kecantikan dan kesehatan muslimah. Hikmah itu menambah
kemuliaan jilbab dan rasa malu bila auratnya terlihat orang lain merupakan
kemuliaan yang tinggi. Terlebih banyak wanita zaman sekarang yang telah
kehilangan rasa malu. Sehingga mereka memamerkan auratnya di depan umum
dengan rasa bangga. Padahal malu adalah bagian dari iman.7
Jilbab melindungi muslimah dari godaan atau gangguan lelaki jahat, lelaki
yang berpenyakit hati. Itu adalah kemuliaan. Kemuliaan itu sesuai dengan awal
tujuan perintahnya. Kebencian syaitan terhadap muslimah yang berjilbab adalah
suatu kemuliaan. Bukankah yang dilakukan syaitan terhadap Adam dan Hawa
adalah menampakkan aurat mereka dengan memakan buah khuldi. Tertutupnya
aurat dengan jilbab sehingga tidak membuat para lelaki yang memandangnya turut
berdosa juga sebuah kemuliaan. Jika aurat tubuh wanita terbuka, maka akan
membuat banyak lelaki berdosa karena memandang. In termasuk dalam perbuatan
7
37
zina yaitu zina mata.P7F 8
P
Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw. Abu
Hurairah dari Rasulullah saw, beliau bersabda:
ﺭﻅﻧ ﻣ ﻧﺯ ﻥ ﻧْ ْ ﺣﻣ ﺫ ﺭْﺩﻣ ﻧﺯ ْﻥﻣ ﺑ ﺻﻧ ﺩﺁ ﻥْﺑ ﺗﻛ
ﻧﺯ ﻝ ْﺟﺭ ﺵْﻁﺑْ ﻧﺯ ﺩ ْ ﻛْ ﻧﺯ ﻥ ﺳ ﻣﺗْﺳ ﻣ ﻧﺯ ﻥ ﻧﺫﻷْ
ﺑﺫﻛ ﺝ ْﺭ ْ ﺫ ﺩﺻ ﻧﻣﺗ ْ ْ ْ ﻁﺧْ
“Sesungguhnya manusia itu telah ditentukan nasib perzinaannya yang tidak mustahil dan pasti akan dijalaninya. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berbicara, zida kedua tangan adalah menyentuh, zina kedua kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan semua itu akan ditindak lanjuti atau ditolak oleh kemaluan.” (HR. Muslim: 2657).
Jika ditelaah lebih lanjut, kewajiban berbusana muslimah ini bukan hanya
berfungsi sebagai penutup aurat, tapi juga melindungi kulit dan tubuh dari kondisi
alam terutama sinar matahari. Dengan busana muslimah, kulit tidak terkena
terpaan langsung sinar matahari yang berarti juga mengurangi dampak kanker
kulit. Busana muslimah dapat digunakan siapa pun, kapan pun, dan di mana pun,
baik bagi muslimah yang tinggal di negara tropis, subtropis, dan negara dengan
empat musim. Saat musim panas misalnya, busana muslimah akan melindungi
kulit sengatan matahari, sedangkan pada musim dingin, bisa berfungsi
menghangatkan tubuh.P8F 9
Secara sosial. Busana muslimah juga menhindari kita dari fitnah dan
melindungi dari kejahilan orang lain. Bagaimanapun juga dengan mengenakan
8
Ibid., 24 9
38
busana muslimah, orang akan segan dan lebih menghormati pemakai. Lebih dari
itu, busana muslimah menjadi identitas dan pembeda perempuan Islam dengan
perempuan lainnya.10
B. Cara Berpakaian
Terkait etika berpakaian, di sini akan dijelaskan tentang cara berpakaian
meliputi sub fokus: a. Berpakaian Menutup Aurat, b. Berpakaian yang Dilarang
Islam, dan c. Syarat Berpakaian Muslimah
1. Berpakaian Menutup Aurat
Agama Islam adalah cahaya yang menerangi setiap sudut kegelapan pada
ranah kehidupan. Agama yang senantiasa menjamin keselamatan dan kebahagiaan
dunia dan akhirat. Agama sempurna yang mempunyai sendi sentral dalam
mengarahkan, membimbing, dan memberi petunjuk ke jalan yang benar.11
Pada dasarnya, ajaran Islam adalah ajaran yang sangat mudah untuk
dipelajari dan di amalkan oleh siapa pun. Secara garis besar, ajaran Islam dapat
diklasifikasikan menjadi dua: ajaran yang bersifat praktis dan ajaran yang bersifat
teoritis. Ajaran Islam praktis adalah ajaran Islam yang mendapatkan porsi lebih
dari dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, ajaran yang dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan ajaran Islam
teoritis adalah ajaran Islam yang berbentuk khazanah intelektual keislaman secara
umum yang meliputi berbagai disiplin ilmu.12
10
Indriya Rusmana Dani, 3 Jam Pintar Membuat Abaya, (Qultum Media: Jakarta, 2009), 3 11
Tim Darul Ilmi, Buku Panduan Lengkap Agama Islam, (Jakarta: QultumMedia, 2010), v
39
Islam mengatur semua hal, bahkan hal kecil sekalipun, apalagi soal harkat
dan martabat perempuan. Dalam Islam, perempuan sangat di muliakan. Sebelum
datangnya Islam, perempuan diperlakukan semena-mena. Pada masa jahiliyah,
bayi perempuan dikubur hidup-hidup karena di pandang bahwa perempuan hanya
akan menyusahkan.13
Islam merupakan agama yang sangat bijaksana, sehingga Islam tidak
pernah membiarkan setiap keutamaan dan kebaikkan berlalu begitu saja tanpa
perintah melaksanakannya. Begitu pula dengan sikap keburukan atau kehinaan
juga tidak akan berlalu tanpa perintah untuk melarangnya. Dalam hal berpakaian
misalnya, Islam dikenal sebagai agama yang sangat menjunjung tinggi dan
menghormati nilai-nilai keindahan, kebersihan, dan kerapihan. Bahkan Islam
selalu mendorong pengikutnya untuk selalu berhias serta mempercantik diri
secara lazim dan wajar dalam rangka beribadah dan mencari ridha Allah.P13F 14
P
Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-A’raf [7]: 31
Artinya:“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”P14F
15
13
Nur Fitri Fatimah, Perempuan Bekerja Boleh Saja, Asal...,
http://muslimah.or.id/keluarga/perempuan-bekerja-boleh-saja-asal.html, diakses pada 10-06-2015 20:17wib
14
Muhammad Walid dkk, Etika Berpakaian bagi Perempuan, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), 7
15
40
Pakaian bahasa Arabnya Albisah yang merupakan bentuk jamak dari kata
libas, yaitu sesuatu yang digunakan manusia untuk menutupi dan melindungi
seluruh atau sebagian tubuhnya dari panas dan dingin, seperti kemeja, sarung, dan
serban. Pakaian juga didefinisikan sebagai setiap sesuatu yang menutupi tubuh.
Pakaian dipahami sebagai “alat” untuk melindungi tubuh atau “fasilitas“
untuk memperinda penampilan. Tetapi selalin untuk memenuhi dua fungsi
tersebut, pakaian pun dapat berfungsi sebagai “alat” komunikasi yang non-verbal,
karena pakaian mengandung simbol-simbol yang memiliki beragam makna.16
Berpakaian mempunyai makna menggunakan pakaian.17 Gaya berpakaian
merupakan bagian dari cara membawa diri dalam lingkungan. Berpakaian di
haruskan memakai pakaian sesuai kondisi seperti halnya kita mau beribadah
hendaknya kita memakai pakaian yang menunjukkan ke takwaan bukan malah
memakai pakaian seperti compang camping.18
Pakaian mempunyai arti yang tertentu. Sebab itu pakaian harus berukuran
sedemikian rupa, sehingga dalam sikap dan gerak gerik tidak menimbulkan
godaan bagi orang lain. Dengan pakaian yang sesuai norma susila, orang tidak
hanya harus menjaga moral masyarakat (orang lain) melainkan juga untuk
16
Dena Alfiana, Akhlak Berpakaian, diakses http://dena-alfiana.blogspot.com/2012/12/pengertian-pakaian.html 29-06-2015 21.54wib
17
Fera Paujiyanti, Kamus Lengkap Tata Bahasa Indonesia: Buku Penting Untuk Semua Orang Indonesia, (Lembar Pustaka Indonesia: Jakarta, 2014), 116
18
41
menjaga diri. Dengan pakaian begitu manusia meluhurkan sesama dan diri sendiri,
manusia menyempurnakan bangsa manusia.P18F 19
Sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan pakaian yang baik dan
pakaian itu memiliki banyak fungsi. Dapat ditemukan fungsi pakaian dalam
al-Qur’an sebagaimana dalam dijelaskan dalam Q.S. al-A’raf [7]: 26