PANDANGAN SANTRI MAHASISWA PADA KIAI POLITIK
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Luhur Al-Husna
Jemurwonosari Surabaya)
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Filsafat Politik Islam
Oleh:
Ziyadatul Husnah NIM: E04213116
PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
iii ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Pandangan Santri Mahasiswa pada Kiai Politik Studi Kasus Pondok Pesantren Luhur Al-Husna Jemurwonsari Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan yaitu, bagaimana eksistensi kiai politik dalam perspektif santri Mahasiswa Luhur Al-Husna Jemurwonosari Surabaya? Dan bagaimana pandangan santri mahasiswa pada kiai politik di pesantren Luhur Al-Husna Jemurwonosari Surabaya?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan eksistensi kiai politik perspektif santri Luhur Al-Husna dan pandangan santri mahasiswa pada kiai politik di pesantren Luhur Al-Husna Jemurwonosari Surabaya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif, penentuan informan dengan teknik purposive sampling, dengan intervie guide. Adapun teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis yang digunakan adalah model interaktif analisis, dengan pendekatan deskritif kualitatif.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini Pertama, eksistensi yang dimiliki oleh kiai Ali Maschan lebih memperlihatkan adanya tahapan estetis. Dimana terdapat unsur duniawi baik secara langsung atau tidak langsung masuk didalamnya, meskipun terdapat unsur akhirat yang ada dalam tujuan yang dimiliki oleh kiai Ali dalam dunia politik. Hal ini terlihat dengan adanya pergeseran strata sosial dan perekonomian kepemimpinan kiai, dimana terdapat perubahan ketika kiai tidak menjadi politisi. Kedua, santri mahasiswa Luhur Al-Husna memiliki pandangan tersendiri terhadap kiai Ali dalam keterlibatan di dunia politik, diantaranya: a). Pandangan santri yang pro mengenai keterlibatan kiai di dunia politik, dimana kiai dapat mengaplikasikan keilmuannya dan nilai-nilai islam di dunia politik. b). Pandangan santri yang kontra dengan adanya kiai masuk dalam dunia politik. Sehingga menjadikan kekecewaan bagi santri yang berada di pesantren. Hal ini disebabkan kepemimpinan kiai pada saat menjabat politisi lebih dominan memainkan peran yang ada di kursi politisi-nya. Selain itu, keistiqomaan kiai untuk mengajar dan mengelola pesantren kurang menjadi prioritas.
xi DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ... i
SAMPUL DALAM ... ii
ABSTRAK ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v
PENGESAHAN SKRIPSI ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian... 6
E. Penelitian Terdahulu ... 6
F. Definisi Konseptual ... 9
G. Metode Penelitian ... 13
H. Sistematika Penulisan ... 20
xii
A.Teori Eksistensi ... 22
BAB III : SETTING PENELITIAN ... 30
A. Pesantren Luhur Al-Husna ... 30
1. Profil Pesantren Luhur Al-Husna ... 30
2. Aktifitas Pendidikan Pesantren Luhur Al-Husna ... 32
3. Keadaan Sosial Pesantren Luhur Al-Husna ... 34
B. Manajemen Pengelolaan Pesantren Luhur Al-Husna .... 37
C. Pergeseran Kiai-Politik di Pesantren Luhur Al-Husna .. 41
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 44
A. Eksistensi Kiai Politik dalam Perspektif Santri Mahasiswa Luhur Al-Husna Jemurwonosari Surabaya... 44
B. Pandangan Santri Mahasiswa pada Kiai Politik di Pesantren Luhur Al-Husna Jemurwonsari Surabaya ... 54
BAB V : PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.1. Kegiatan Pesantren Luhur Al-Husna ... 32
Tabel 3.1.2. Jumlah Santri Periode 2009-2014 ... 34
Tabel 3.1.3. Jumlah Santri Periode 2015-2016 ... 35
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia kiai dan pesantren telah mendapat sorotan tersendiri dari berbagai
pihak, khususnya pada masyarakat Islam baik santri yang berada dipesantren
maupun masyarakat disekitarnya. Kiai juga memiliki kedudukan yang sangat
terhormat dan memiliki pengaruh yang besar dikalangan masyarakat. Kiai juga
termasuk salah satu golongan elit yang ada di dunia pesantren serta masyarakat
luar, selain itu memiliki pengetahuan luas dan mendalam mengenai ajaran islam.
Eksistensi yang dimiliki seorang kiai dalam kehidupannya yang memiliki
peran khususnya di pesantren telah dijadikan oleh berbagai pihak yang memiliki
kepentingan sebagai sumber legitimasi dari berbagai keagamaan. Selain itu kiai
dijadikan sebagai kelompok elit dalam struktur agama, sosial, ekonomi dan
politik. Dari sinilah dapat terlihat bagaimana peran-peran strategis yang dimiliki
oleh kiai, khususnya dalam aspek kehidupan sosial politik di Indonesia.
Oleh karena itu, perbincangan mengenai peran kiai yang tumbuh dan
berkembang pada masyarakat Indonesia, akan selalu melibatkan agama dan
politik. Selain itu kenyataan empirik juga mengilustrasikan perpaduan antara
agama dan politik, yang mana sudah terlihat peran yang dimainkan oleh kiai
2
Terkait dengan masuknya kiai di dalam dunia politik menimbulkan adanya
pendapat pro dan kontra di kalangan masyarakat, khususnya para santri yang ada
dalam naungan kiai tersebut. Dimana satu pihak berpendapat bahwa adanya
percaturan kiai dan politik dapat dengan mudah memperbaiki kehidupan
masyarakat sekaligus kondisi politik itu sendiri. Selain itu kiai dapat
memperjuangkan hak-hak masyarakat bawah. Tapi di pihak lain terdapat pendapat
bahwa kiai itu lebih baik duduk di pesantren dan mengenalkannya kepada santri
dan masyarakat setempat.
Namun demikian, Hiroko mengatakan bahwa kiai dalam partai politik
memiliki kontribusi pada perjalanan politik di sebuah negara. Lihat saja yang
terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir, para kiai yang masuk dalam politik
(praktis) sedikit banyak merubah wajah perpolitikan yang ada. Dia mencotohkan
adanya relasi politik dengan dakwah.1
Pondok pesantren merupakan tempat utama kiai untuk melakukan
komunikasi keagamaan. Sehingga kiai dan pesantren merupakan uang koin yang
tidak dapat dipisahkan. Hal ini akan menghubungkan kedudukan antara kiai dan
santri. Perilaku memilih yang dilakukan oleh santri pasti ada keterikatan pada kiai,
baik yang dilakukan santri tersebut sama atau berbeda dengan pernyataan yang
diberikan oleh kiai-nya, dapat juga terjadi pada ketidaksamaan afiliasi politik kiai
dengan santri. Hal tersebut juga terjadi dengan perubahan yang semakin modern,
dimana masih terdapat perilaku santri terhadap kiai-nya yang selalu menjadi
panutan dalam sektor agama, namun dalam perilaku politik terdapat perubahan.
1
3
Kiai politik di sini telah memiliki peran ganda, yakni selain memegang
aktif pemimpin agama, kiai juga memobilisasi kedudukannya untuk menjadi
anggota partai politik. Peran kiai seperti ini tidak mustahil bersinggungan dan
bahkan berbenturan dengan kehendak pemerintah, sebab selain terdapat kiai yang
membangun sikap adaptif dengan pemerintah, terdapat kiai yang konservatif
menjaga jarak dengan pemerintah.
Keterlibatan seorang kiai dalam politik berpengaruh dengan proses
pendewasaan politik, dimana terjadi ketidakseimbangan antara mengelola politik
dan pondok pesantren, hal inilah menimbulkan kekerasan didalamnya dan sulit
untuk dihindari. Selain itu keterlibatan kiai politik banyak menekankan pada
orientasi kekuasaan, yang mana kedudukan kiai sangat memiliki legitimasi yang
kuat. Sehingga akan menjadikan pandangan mengenai pilihan politik, dimana
orang diluar partai kiai dilihat sebagai entitas yang salah, kotor, dan musuh yang
mengancam.
Di Jawa Timur kiai yang masuk di ranah dunia politik sudah ada sejak
tahun 1950-an dan memiliki jumlah yang lumayan banyak, seperti: KH.
Abdurrohman Wahid (PKB) ,Said Aqil Siradj, KH. Bisri Syamsuri (PPP), KH.
Abdul Ghofur (P-Gerindra), dan juga kiai yang dalam pesantren Luhur Al-Husna
yakni KH. Ali Maschan Moesa.
Fenomena kiai politik yang terjadi di pesantren Luhur Al-Husna telah
memiliki partisipasi yang sangat tinggi dalam percaturan politik yang ada. Kiai
tersebut adalah KH. Ali Maschan Moesa yang menjadi kiai pondok pesantren
4
Katib Syuriah NU Sidoarjo (1989-1991). Ketua PWNU Jatim (1999-2008).
Koordinator FLA (Forum Lintas Agama dan Etnis) Jatim. Menjadi anggota
DPR-RI dari F-PKB periode 2009-2014, yang menaungi tugas di Komisi VIII dan
bertugas dalam bagian Agama, Sosial, Pemberdayaan Perempuan.2 Setelah itu
menjabat sebagai wakil ketua Rois Syuriah NU sampai sekarang.
Sebelum masuk dalam dunia politik KH. Ali Maschan merupakan orang
yang akademis dan juga aktif diberbagai organisasi sosial. Seperti IPNU, dan juga
organisasi yang berbasis Nahdlatul Ulama lainnya. Disinilah karir KH. Ali
Maschan dimulai dan masuk dalam ranah PWNU Jawa Timur. Kiai Ali berada
dalam dunia politik telah diawali dengan bidang-bidang yang sudah ditekuninya
ketika aktif di berbagai oraganisasi sosial tersebut. Kiai Ali berada dalam dunia
politik telah didorong oleh partai PKB, yang mana partai tersebut memiliki
ideologi yang sama dengan kehidupan kiai Ali yakni berbasis nilai-nilai NU.
Melalui dorongan tersebut kiai Ali pada tahun 2009-2014 menjadi DPR RI.
Mengenai hal tersebut terdapat perbedaan dengan peran yang dimiliki oleh kiai
tersendiri. Dimana terdapat peran ganda yang dimiliki oleh kiai Ali yakni selain
menjadi kiai yang menaungi pesantren juga kiai yang aktif dalam dunia politik
untuk menaungi negara.
Sehingga aktifitas yang dilakukan KH. Ali Maschan dalam dunia politik
telah menjadikan pergeseran dalam kehidupannya. Kiai yang seharusnya memiliki
basis peran di lingkungan pesantren telah berganti melakukan tugasnya di dunia
politik. Hal ini menjadikan ketidakseimbangan antara kepemimpinan yang
2
5
dilakukan dalam pesantren dan dunia politik, sehingga menyebabkan adanya
kecemburuan sosial bagi santri yang ada dalam pesantren tersebut.
Namun, keadaan telah berbeda ketika kiai Ali tidak lagi aktif di dunia
politik. Dimana kiai Ali Maschan ketika tidak lagi menjabat sebagai DPR RI dan
Dewan Kehormatan kehidupan kiai Ali kembali seperti dulu, yakni kiai aktif
untuk mengurus pesantren yang dinaunginya yakni pesantren Luhur Al-Husna.
Dan kegiatan yang dilakukan dalam kesehariannya sama seperti kiai pada
umumnya yakni mengontrol dan membimbing santri yang telah dinaunginya.
Meskipun kiai Ali tetap aktif di organisasi sosialnya dan menjadi wakil ketua Rois
Syuriah NU.
Berdasarkan uraian di atas dapat menjadikan pandangan sendiri oleh santri
yang telah bernaung di pesantern tersebut. Dimana peran ganda yang dimiliki oleh
kiai Ali Maschan akan menjadi interpretasi sendiri oleh santri yang telah
dinaunginya. Mengenai hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat
judul “Pandangan Santri Mahasiswa Pada Kiai Politik (Studi Kasus di Pondok
Pesantren Luhur Al-Husna Jemurwonosari Surabaya)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Eksistensi Kiai Politik dalam Perspektif Santri Mahasiswa Luhur
Al-Husna Jemurwonosari Surabaya?
2. Bagaimana Pandangan Santri Mahasiswa pada Kiai Politik di Pesantren Luhur
6
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan Eksistensi Kiai Politik dalam Perspektif Santri Mahasiswa
Luhur Al-Husna Jemurwonosari Surabaya.
2. Menganalisis Pandangan Santri Mahasiswa pada Kiai Politik di Pesantren
Luhur Al-Husna Jemurwonosari Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberi kontribusi dan menjadi
khazanah dalam ilmu pengetahuan dibidang politik. Hasil penelitian juga
diharapkan dapat menjadi literatur yang bermanfaat dalam kajian ilmu politik.
2. Manfaat praktis
kegunaan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi
konsideran bagi kiai maupun masyarakat terkait dengan konsenkuensi kiai
yang terlibat dalam politik.
E. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, menganggap penelitian terdahulu yang dianggap
relevan dan penting untuk dipelajari sebagai referensi dan memberikan
pengetahuan yang lebih mendalam lagi bagi peneliti. Penelitian terdahulu yang
dianggap relevan oleh peneliti atau telaah pustaka memuat hasil-hasil penelitian
sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, dengan maksud
untuk menghindari duplikasi. Disampin itu, untuk menunjukkan bahwa topik yang
diteliti belum pernah diteliti oleh peneliti lain dalam konteks yang sama serta
7
kata lain, telaah pustaka bertujuan untuk meletakkan posisi penelitian diantara
penelitian-penelitian yang telah ada.
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini diantaranya adalah :
1. Jurnal tentang ”kepercayaan politik mahasiswa santri terhadap kiai dalam
perspektif psikologi perkembangan”. Dalam jurnal ini menjelaskan tentang
memahami pemaknaan kepecayaan politik mahasiswa dan mengetahui
proses-proses psikologis yang mendasarinya dengan melihat pemaknaan hubungan
mahasiswa santri dengan kiai dalam sistem sosial yang ada di pesantren
sebagai basis hubungan politik yang terjadi di dalamnya. Penelitian ini
menggunakan sudut pandang psikologi perkembangan dengan pendekatan
fenomenologi atau disebut (phenomenological psychology). Dimana terdapat peran kiai dalam sistem sosial masyarakat Madura tidak hanya sebagai
pemimpin agama, namun juga menjadi pemimpin politik yakni yang notabene
menjadi Bupati. Sehingga Hubungan interpersonal yang dijalin mahasiwa
santri dengan kiai bersifat paternalistic. Kepercayaan politik dihasilkan dari
identifikasi mahasiswa santri terhadap kiai memiliki konsekuensi adanya
kategori kelompok dalam batas in group-out group yang berimplikasi pada inklusivisme yang ditandai dengan sikap mengunggulkan kelompok (ingroup favoritism).3
2. Mujiono”Keterlibatan kiai dan ustadz dalam politik praktis dan implikasinya
terhadap minat belajar santri di pondok pesantren Roudlotul Muhtadin
3
8
Lampung Batang”. Dalam penelitian ini terdapat pola keterlibatan kiai dalam
politik praktis yang terjadi di Pondok Pesantren Roudlotul Muhtadin dapat
dilihat dari keaktifan kiai tersebut dalam partai politik. Kedua kiai menjabat
sebagai pengurus partai politik, mereka juga tercatat sebagai juru kampanye,
pendukung calon legislatif, dan pendukung calon eksekutif. Sehingga dalam
fenomena terlibatnya kiai dalam politik mengakibatkan minat belajar para
santri di Pondok Pesantren Roudlotul Muhtadin mengalami beberapa
gangguan yang diakibatkan oleh kurangnya perhatian para pendidik terhadap
proses belajar mengajar. Para pendidik lebih sibuk dengan aktivitas politik
dibandingkan melaksanakan tugas utamanya yaitu mengajar. Mereka lebih
sering keluar untuk mengadakan koordinasi dengan rekan politiknya.
Akibatnya pembelajaran sering diliburkan. Santri merasa kecewa terhadap
proses pembelajaran yang kurang fokus dan terarah. Akibatnya banyak santri
yang kurang tertarik untuk belajar di pondok pesantren.4 Penelitian ini
dilakukan dengan sudut pandang mengetahui minat belajar santri ketika kiai
berada dalam percaturan politik dengan pendekatan fenomenologi.
Mengenai penelusuran yang ada, kini peneliti melakukan penelusuran
dengan fokus pandangan santri mahasiswa pada kiai politik di pesantren Luhur
Al-Husna, yakni dengan pendekatan deskriptif kualitatif dengan melihat
eksistensi kiai politik oleh santri. Sehingga reset ini layak untuk dilakukan.
4
9
F. Definisi Konseptual
Untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam memahami judul
dalam karya ilmiah ini dan untuk memperjelas interpretasi, pendapat atau
pandangan teoritis terhadap pokok bahasan proposal yang berjudul “ Pemaknaan
Santri pada Kiai Politik (Studi Kasus di Pondok Luhur Al-Husnah Jemurwonosari
Surabaya)” maka akan dijelaskan mengenai istilah-istilah yang terangkai pada
judul dan konteks pembahsannya.
1. Pandangan Santri Mahasiswa
Persepsi merupakan suatu proses yang dimiliki oleh setiap individu dan
dimulai dari penglihatan sehingga terbentuk suatu tanggapan dalam diri
individu tersebut, yakni melalui panca indra dengan kesadaran individu dalam
suatu lingkungan yang ada di sekitarnya. Pandangan dapat diperoleh melalui
kehidupan sosial. Pandangan sosial sendiri merupakan bentuk dari suatu
proses yang dimiliki oleh seorang individu dengan untuk mengetahui,
menginterpretasi dan mengevaluasi orang lain yang dipandangnya, baik
mengenai sifatnya, kualitasnya, maupun keadaannya yang ada dalam diri
seseorang. Sehingga terbentuk gambaran mengenai orang lain sebagai objek
pandangan individu tersebut. Selain itu santri adalah sekelompok orang yang
bertempat tinggal dalam pesantren untuk belajar ilmu agama, dan juga
mempelajari kitab-kitab kuning.
Pandangan santri mahasiswa sendiri yakni suatu sudut pandang yang
dimiliki oleh santri dalam melihat realitas sosial yang ada di sekitarnya, dalam
10
pada kiai politik yang dilakukan dalam penelitian ini berada dalam pesantren
Luhur Al-Husna yang didalamnya berbasis santri mahasiswa.
Untuk mengetahui pandangan santri mahasiswa sendiri dapat diperoleh
melalui beberapa faktor yakni:5
a. Faktor internal dimana individu dapat menaggapi dunia luarnya bersifat
selektif, yang berarti bahwa apa yang ada dari luar tidak semuanya begitu
saja diterima, tetapi individu mengadakan seleksi mana yang akan diterima
dan yang akan ditolaknya. Hal ini berkaitan erat dengan apa yang telah ada
dalam diri individu dalam menanggapi pengaruh dari luar tersebut. Hal ini
akan mentukan apakah sesuatu dari luar itu dapat diterima atau tidak,
karena faktor individu merupakan faktor penentu.
b. Faktor eksternal dimana terdapat keadaan yang ada diluar diri individu
yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Hal ini
dapat terjadi secara langsung yang artinya adanya hubungan secara
langsung antara individu dengan lainnya, dan juga dapat diperoleh secara
tidak langsung.
Adapun santri yang terlibat di dalamnya yakni santri mukim, yang
merupakan murid-murid berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam
kelompok pesantren.6 Santri yang ada dalam pesantren Luhur Al-Husna yakni
santri laki-laki dengan mayoritas mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.
Mengenai hal itu santri yang dijadikan sebagai objek penelitian yakni santri
5
Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Andi, 2004), 135.
6
11
ketika kiai Ali Maschan menjabat sebagai DPR RI dan santri ada dalam
pesantren ketika kiai Ali Maschan sudah tidak menjabat sebagai DPR RI.
Secara tidak langsung mengenai hal tersebut, santri telah mengetahui peran
yang dilakukan oleh Kiai di pesantren di dunia politik. Dimana kiai memiliki
kekuasaan ganda yakni selain menjadi kiai juga menjadi anggota DPR.
2. Kiai Politik
Kiai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Kiai
adalah pendiri dan pengembang suatu pesantren. Sehingga banyak orang
dalam suatu pesantren yang bergantung kepada kiai, sehingga kiai akan
menjadi penentu diterima atau ditolaknya suatu pendidikan ditengah-tengah
masyarakat. Kiai dalam bahasa Jawa adalah gelar yang diberikan oleh
masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang menjadi pemimpin di
sebuah pesantren dan mengajar kitab-kitab kepada para santrinya. Selain gelar
Kiai, ia juga sering disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan
Islamnya).7 Kiai telah dijadikan sebagai sumber mutlak kekuasaan dan
kewenangan (power and authority). Kiai merupakan kolompok elit dalam struktur sosial, politik dan ekonomi. Hal ini merupakan kekuatan penting bagi
masyarakat dalam kehidupan politik Indonesia.
Kiai juga ikut serta memperhatikan pendidikan di pesantren untuk
meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan di pondok
pesantren. Disinilah terdapat hubungan kekerabatan antara kiai dan santri dan
membuat lingkungan baru. Santri disini memiliki peran yang sangat penting,
7
12
santri dapat dikatakan sebagai asset terpenting dalam lingkungan pesantren.
Karena santri dapat menentukan eksistensi kehidupan dalam pondok
pesantren.
Politik sendiri merupakan suatu pengatur dan pemilihara urusan rakyat,
dan penyelenggara dari poliik sendiri adalah rakyat dan negara. Negara
menjadi institusi secara langsung melakukan pengaturan terhadap rakyat, dan
rakyat sendiri memiliki fungsi untuk mengontrol negara. Dalam suatu negara
politik telah mencangkup masalah kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan publik, dan alokasi atau distribusi.8
Jadi kiai politik sendiri merupakan mereka yang mempunyai perhatian
(concern) untuk mengembangkan NU (Nahdhatul Ulama) dan pada umumnya terlibat dalam politik praktis.9 Selain itu kiai politik adalah kiai yang banyak
terjun kedalam politik praktis meskipun dia menyempatkan diri dalam proses
pembelajaran di madrasah dan pesantren. Penelitian ini mengambil objek di
pesantren Luhur Al-Husna yakni KH. Ali Maschan Moesa. Kiai Ali Maschan
Moesa salah satu kiai yang pernah menjabat sebagai DPR-RI Fraksi PKB pada
periode 2009-2014.
3. Pesantren Luhur Al-Husna
Pesantren berasal dari kata santri, yang mana dengan awalan pe didepan
dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri, untuk melakukan
8
Mariam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2008), 14.
9
13
pembelajaran dalam keagamaan khusunya agama islam.10 Selain itu pesantren
dapat diartikan sebagai lembaga pendidikan yang bersifat traditional dalam
mempelajari agama islam serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kehidupan pesantren menyentuh aspek kesederhanaan dalam membangun
lingkungan pesantren, cara hidup dan kepatuhan santri terhadap kyai, serta
pelajaran-pelajaran mengenai kitab-kitab islam klasik.
Pesantren Luhur Al-Husna berkedudukan di Surabaya, tepatnya di Jl.
Jemurwonosari, Gg Masjid. No 42 Surabaya. Pesantren yang berada di
kecamatan Wonocolo ini memilliki Luas 1000 Meter Persegi. Didirikan oleh
seorang Kiai mantan Ketua PWNU Jawa Timur serta mantan DPR-RI
(F-PKB) yaitu KH. Ali Maschan Moesa. Beliau menjadi pengasuh sejak
berdirinya pesantren Luhur Al-husna Sampai sekarang. Selain itu, santri yang
berada dalam pesantren Luhur Al-Husna berasal dari berbagai kota, atau
disebut dengan santri mukim. Selain itu santri yang bertempat tinggal di
pesantren tersebut merupakan santri khusus laki-laki yang mayoritasnya
mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yakni data yang
digunakan merupakan data kualitatif (data yang tidak berupa angka-angka)
tetapi berupa gambaran dan kata-kata. Adapun secara terminologi pendekatan
10
14
kualitatif adalah metode yang berlandasan pada kondisi yang alamiah.11
Dimana hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data
yang ditemukan di lapangan. Seperti halnya untuk melihat
kenyataan-kenyataan yang objektif dalam penelitian di pondok pesantren Luhur
Al-Husna.
Metode kualitatif sangat penting dalam penelitian ini, peneliti memiliki
tujuan utama yakni untuk memecahkan masalah dalam pondok pesantren
Luhur Al-Husna. Sehingga langkah-langkah yang harus ditempuh oleh
peneliti harus relevan dengan masalah yang telah dirumuskan.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif analisis untuk
memenuhi tujuan dan kerangka logika, yang menjelaskan suatu fenomena atau
kenyataan sosial. Model penelitian kualitiatif dalam penelitian ini digunakan
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian.12 Seperti halnya perilaku, motivasi, tindakan secara holistik.
Penggunaan metode penelitian yakni dengan pendekatan sesuai dengan tujuan
pokok penelitian yakni untuk memperoleh pemahaman tentang pandangan
santri mahasiswa pada kiai politik di pondok pesantren Luhur Al-Husna.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena data-data yang
diperoleh adalah berupa pandangan atau pendapat dari para santri dalam
melihat fenomena kiai politik.
11
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2016), 9.
12
15
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Luhur Al-Husna Jl.
Jemurwonosari, Gg Masjid. No 42 Surabaya. Pemilihan lokasi ini didasarkan
karena terdapat tokoh agama yang memiliki percaturan dalam dunia politik.
Yakni kiai yang menjadi pengasuh di pondok pesantren Luhur Al-Husna, yang
mana kiai yang sebelumnya memiliki peran mengajar dan mengasuh santrinya
di pesantren dengan menjadikan NU sebagai pedomannya kini terdapat
pergeseran peran kiai dalam mengelola jabatannya menjadi anggota politik
yakni ketua anggota DPR-RI dari F-PKB, sehingga terlihat bahwa kiai
memiliki peran ganda. Selain itu, santri yang ada dalam pesantren Luhur
Al-Husna adalah mahasiswa, sehingga pandangan mengenai kiai politik dapat
diperoleh secara mendalam. Disitulah letak ketertarikan peneliti untuk
meneliti lebih dalam mengenai adanya keterkaitan kiai dalam dunia politik
dalam perspektif santri.
3. Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini menggunakan dua sumber, yakni data primer
dan data sekunder:
a. Data primer
Sumber primer merupakan sumber data utama dan kebutuhan
mendasar dari penelitian ini. Sumber data diperoleh dari hasil wawancara
dengan informan saat terjun langsung ke lapangan tempat penelitian.
Beberapa informan akan dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian, serta
16
beberapa santri mukim yang bertempat tinggal di pesantren Luhur
Al-Husna saat kiai Ali Maschan menjabat sebagai anggota DPR-RI pada
tahun 2009-2014, dan beberapa santri mukim yang tinggal di pesantren
setelah kiai Ali Maschan menjadi anggota politik yakni pada tahun
2015-2016.
b. Data sekunder
Yang kedua ini adalah sumber sekunder, dimana jenis sumber data
ini menggunakan literatur. Literatur yang digunakan adalah buku, jurnal
yang berkaitan dengan objek penelitian.
4. Informan Penelitian
Informan adalah orang yang bisa memberikan informasi tentang situasi
dan kondisi latar penelitian. Beberapa informan dipilih sesuai dengan tujuan
penelitian. Informan penelitian merupakan orang yang memberikan informasi,
sumber informasi, dan sumber data atau disebut juga yang diteliti, karena ia
bukan saja sebagai sumber data, namun juga sebagai penentu keberhasilan
dalam penelitian.
Adapun teknik dalam penentu infoman, peneliti menggunakan
purposive sampling, yakni teknik pangambilan sample atas pertimbangan tertentu (orang yang dipilih memiliki kreteria sebagai sample).13 Kriteria
informan dalam penelitian ini adalah lima santri mukim yang bertempat
tinggal di pesantren Luhur Al-Husna saat kiai Ali Maksum menjabat sebagai
anggota DPR-RI pada tahun 2009-2014, dan dua santri mukim yang tinggal di
13
17
pesantren setelah kiai Ali Maksum menjadi anggota politik yakni pada tahun
2015-2016. Selain itu, peneliti melibatkan KH. Ali Maschan Moesa secara
langsung untuk dijadikan sebagai pelurus dari pernyataan yang ada. Adapun
santri-santri tersebut adalah:
a. Santri pada saat kiai Ali Maschan menjabat sebagai anggota DPR RI
1. David Ruston Khusen
2. Ihya’ Ulumuddin
3. M. Fatih R. S.
4. Zainuddin
5. Abdullah Muhdi
b. Santri pada saat kiai Ali Maschan setelah menjabat sebagai DPR RI
1. Ahmad Faiq Hadi
2. Bima Aryo Bimantoro
5. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis penelitian serta sumber data yang digunakan,
maka teknik pengumpulan data dalam penelitian yakni:
a. Wawancara
Wawancara dalam metode kualitatif sangat penting untuk
dilakukan. Metode ini melakukan pertanyaan secara langsung. Teknik
dalam wawancara dalam penelitian kualitatif adalah wawancara
mendalam. Penulis melakukan pengumpulan data dengan wawancara
18
wawancara (interview guide) agar wawancara fokus pada masalah penelitian.14
b. Dokumentasi
Metode atau teknik pengumpulan data dan informasi melalui
pencarian dan penemuan bukti-bukti. Teknik ini dilaksanakan dengan
melakukan pencatatan terhadap berbagai dokumen-dokumen resmi
maupun arsip-arsip yang tersedia dengan tujuan mendapatkan bahan yang
menunjang secara teoritis terhadap topik penelitian. Pada intinya metode
ini digunakan untuk menelusuri data histori dan sosial. Sebagian besar
fakta data sosial tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi
tulisan seperti catatan harian, biografi, peratran.
6. Teknis Analisis Data
Analisis data digunakan untuk mengatur urutan data yang diperoleh,
dan mengorganisasikannya kedalam suatu pola. Kategori dan satu uraian
dasar. Proses analisis data dilakukan pada saat sebelum, selama dan sesudah
pengumpulan data, sehingga dapat memperoleh gambaran secara menyeluruh
dalam penelitian.
Teknis analisis data yang dilakukan yakni menggunakan model
interaktif analisis yang terdiri dari tiga kompenen analisa utama yang
membentuk suatu tahapan. Adapun tiga komponen analisis utama adalah:15
a. Reduksi data, merupakan proses sleksi, pemfokusan, dan penyederhanaan,
dan abstraksi data yang dilakukan secara terus menurus selama penelitian.
14
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2001), 64.
15
19
Dalam reduksi data penulis memusatkan tema dan membuat batas-batas
permasalahan. Proses ini terus berjalan sampai penelitian selesai.
b. Penyajian data, merupakan suatu rangkaian infomasi yang memungkinkan
kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat penyajian data,
peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk
mengerjakan sesuatu pada analisa atau tindakan lain berdasarkan
penelitian tersebut.
c. Penarikan kesimpulan, merupakan tahap pengambilan keputusan, dimana
peneliti dapat menarik kesimpulan terakhir berdasarkan data yang didapat.
7. Teknik Keabsahan Data
Data yang diperoleh dalam lapangan untuk menjamin keabsahan dalam
data penelitian kualitatif, terdapat beberapa ukuran atau kreteria utama untuk
menjamin kebenaran data yang diperoleh.
Teknik keabsahan data yang digunakan peneliti adalah dengan
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu.16 Sedangkan Patton
mendefinisikan triangulasi adalah sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Adapun triangulasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber yang
dicapai dengan cara membandingkan data hasil wawancara informan diatas
16
20
dengan data yang sudah ada sebelumnya.17 Peneliti juga menggunakan teknik
dimana peneliti mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber
(informan), hingga data tersebut bisa dinyatakan benar (valid) dan juga
melakukan observasi serta dokumentasi diberbagai sumber.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan jelas terhadap suatu
penelitian, maka hasil penelitian disusun sistematika sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Memuat Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Penelitian Terdahulu, Definisi Konseptual, Metode Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II: KAJIAN TEORI
Kajian teori ini yakni: Teori Eksistensi.
BAB III: SETTING PENELITIAN
Sebagai acuan kegiatan penelitian memuat: lokasi penelitian yang meliputi letak
geografis, aspek sosial budaya, dan aspek pendidikan. Serta memuat kondisi
umum objek penelitian.
BAB IV: PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
Memaparkan hasil penelitian dan pembahasannya yakni: Deskripsi Hasil
Penelitian, dan Analisis Data.
BAB V: PENUTUP
Memuat Kesimpulan dan Saran
17
21
DAFTAR PUSTAKA DAN
22 BAB II
KAJIAN TEORI
A. Teori Eksistensi Soren Kierkegaard
Eksistensialisme secara etimologi yakni berasal dari kata eksistensi, dari
bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan aktual. Adapun eksistensialisme sendiri adalah gerakan filsafat yang menentang
esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia.1 Eksistensialisme
merupakan paham yang sangat berpengaruh di abad modern, paham ini akan
menyadarkan pentingnya kesadaran diri. Dimana manusia disadarkan atas
keberadaannya di bumi ini. Pandangan yang menyatakan bahwa eksistensi
bukanlah objek dari berpikir abstrak atau pengalaman kognitif (akal pikiran),
tetapi merupakan eksistensi atau pengalaman langsung yang bersifat pribadi dan
dalam batin individu.
Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya:2
a. Motif pokok yakni cara manusia berada, hanya manusialah yang bereksistensi.
Dimana eksistensi adalah cara khas manusia berada, dan pusat perhatian ada
pada manusia, karena itu berisfat humanistic.
b. Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti
menciptakan dirinya secara aktif. Bereksistensi berarti berbuat, menjadi,
23
merencanakan. Setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang dari
keadaaannya.
c. Didalam filsafat eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka.
Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada
hakikatnya manusia terikat pada dunia sekitarnya, terlebih-lebih pada sesama
manusia.
d. Filsafat eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman konkret,
pengalaman eksistensial.
Soren Kierkegaard adalah seorang tokoh eksistensialisme yang pertama
kali memeperkenalkan istilah “eksistensi” pertama di abad ke-20, Kirkegaard
memiliki pandangan bahwa seluruh realitas eksistensi hanya dapat dialami secara
subjek oleh manusia, dan mengandaikan bahwa kebenaran adalah individu yan
bereksistensi. Kirkegaard juga memiliki pemikiran bahwa eksistensi manusia
bukanlah statis namun senantiasa menjadi. Artinya manusia selalu bergerak dari
kemungkinan untuk menjadi suatu kenyataan. Melalui proses tersebut manusia
memperoleh kebebasan untuk mengembangkan suatu keinginan yang manusia
miliki sendiri. Karena eksistensi manusia terjadi karena adanya kebebasan, dan
sebaliknya kebebasan muncul karena tindakan yang dilakukan manusia tersebut.
Menurut Kirkegaard eksistensi adalah suatu keputusan yang berani
diambil oleh manusia untuk menentukan hidupnya, dan menerima konsekuensi
yang telah manusia ambil. Jika manusia tidak berani untuk melakukannya maka
24
Tiap eksistensi memiliki cirinya yang khas. Kierkegaard telah
mengklasifikasikan menjadi 3 tahap. Yakni tahap estetis (the aesthetic stage), etis (the ethical stage), dan religious (the religious stage). Seperti dalam beberapa karyanya: The Diary af a Seducer, Either/Or, In Vino Veritas, Fear and Trrem-Beling, dan Guilty-Not Guilty, yang sebenarnya merupakan refleksi hidup pribadinya.3
A. Tahap Estetis (The Aesthetic Stage)
Tahap ini merupakan situasi keputusasaan sebagai situai batas dari eksistensi
yang merupakan ciri khas tahap tersebut. Adapun dalam tahap estetis yakni
terdapat:
a. Pengalaman emosi dan sensual memiliki ruang yang terbuka
Dalam pembahasan ini, Kierkegaard menerangkan adanya dua
kapasitas dalam hidup ini, yakni sebagai manusia sensual yang merujuk
pada inderawi dan makhluk rohani yang merujuk pada manusia yang sadar
secara rasio. Pada tahap ini cenderung pada wilyah inderawi. Jadi,
kesenangan yang akan dikejar berupa kesenangan inderawi yang hanya
didapat dalam kenikmatan segera. Sehingga akan berbahaya jika manusia
akan diperbudak oleh kesenangan nafsu, dimana kesenangan yang
diperoleh dengan cara instan. Terdapat perbuatan radikal dari tahap ini
adalah adanya kecenderungan untuk menolak moral universal. Hal ini
dilakukan karena kaidah moral dinilai dalam mengurangi untuk
memperoleh kenikmatan inderawi yang didapat. Sehingga dalam tahap ini
3F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, (Jakarta:
25
tidak ada pertimbangan baik dan buruk, yang ada adalah kepuasaan dan
frustasi, nikmat dan sakit, senang dan susah, ekstasi dan putus asa.4
Kierkegaard telah memaparkan bahwa manusia estetis memiliki jiwa
dan pola hidup berdasarkan keinginan-keinginan pribadinya, naluriah dan
perasaannya yang mana tidak mau dibatasi. Sehingga manusia estetis
memiliki sifat yang sangat egois dalam mementingkan dirinya sendiri.
Jadi dapat dikatakan bahwa manusia dalam tahap estetis pada dasarnya
tidak memiliki ketenangan. Hal ini dikarenakan manusia ketika sudah
memperoleh satu hasil yang di inginkannya ia akan berusaha mencapai
yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan inderawinya. Ia juga akan
mengalami kekurangan dan kekosongan dalam kehidupannya, sehingga
manusia yang seperti ini tidak dapat menemukan harapannya.
Adapun manusia dapat kleluar dari zona ini yakni dengan mencapai
tahap keputusasaan. Dimana Ketika manusia estetis mencari kepuasan
secara terus menerus dan tidak kunjung menemukannnya, maka diposisi
seperti itulah manusia dapat berputus asa (despair).
B. Tahap Etis (The Ethical Stage)
Tahap etis merupakan lanjutan dari tahap estetis, tahap ini lebih tinggi dari
tahap sebelumnya yang hanya berakhir dengan keputusasaan dan kekecewaan.
Melainkan tahap etis ini dianggap lebih menjanjikan untuk memperoleh
kehidupan yang menenangkan. Adapun keterangan lebih lanjut yakni:
4Hidya Tjaya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, (Jakarta: Gramedia,
26
a. Kaidah-kaidah moral menjadi hal yang dipertimbangkan
Dalam tahap etis, individu telah memperhatikan aturan-aturan
universal yang harus diperhatikan. Dimana individu telah sadar memiliki
kehidupan dengan orang lain dan memiliki sebuah aturan. Sehingga dalam
suatu kehidupan akan mempertimbangkan adanya nilai baik atau buruk.
Pada tahap inilah manusia tidak lagi membiarkan kehidupannya terlena
dalam kesenangan inderawi. Manusia secara sadar diri menerima dengan
kemauannya sendiri pada suatu aturan tertentu.
Bahkan pada tahap etis manusia melihat norma sebagai suatu hal yang
dibutuhkan dalam kehidupannya. Manusia telah berusaha untuk mencapai
asas-asas moral universal. Namun, manusia etis masih terkungkung dalam
dirinya sendiri, karena dia masih bersikap imanen, artinya mengandalkan kekuatan rasionya belaka.5 Dimana orang etis benar-benar menginginkan
adanya aturan karena aturan membimbing dan mengarahkannya, terutama
ketika hidup dalam kebersamaan. Sehingga dalam kondisi ini terdapat
kebebasan individu yang dipertanggungjawabkan. Adapun aturan dan
norma merupakan wujud kongkret untuk memberikan pencerahan dalam
suatu problematika. Sehingga Manusia akan menjadi saling menghargai
dan tidak arogan dengan manusia yang lain. Mereka pada akhirnya dapat
hidup dalam tatanan masyarakat yang baik.
27
C. Tahap Religious (The Religious Stage)
Eksistensi pada tahap religious merupakan tahapan yang paling tinggi
dalam pandangan Kerkegaard. Adapun keterangan selanjutnya dapat dilihat
dibawah ini:
a. Keputusasaan sebagai cara cepat menuju kepercayaan
Keputusasaan merupakan tahap menuju permulaan yang
sesungguhnya, dan bukan menjadi final dalam kehidupan. Sehingga
keputusasaan dijadikan sebagai tahap awal menuju eksistensi religious
yang sebenarnya. Dimana tahap ini tidak lagi menggeluti hal-hal yang
konkrit melainkan langsung menembus inti yang paling dalam dari
manusia,6 yaitu pengakuan individu akan Tuhan sebagai realitas yang
Absolut dan kesadarannya sebagai pendosa yang membutuhkan
pengampunan dari Tuhan.
Pada dasarnya keputusasaan telah dianggap sebagai sebuah
penderitaan yang mendalam dialami oleh individu. Hal ini dapat terjadi
jika keputusasaan dilakukan tanpa adanya kesadaran atau sadar namun
tidak memiliki respon yang positif atau kehendak dan aksi untuk
membenarkan, sehingga akan menyudutkan manusia pada jurang
kehancuran. Kesadaran untuk membenarkan yang dimaksud adalah
kemauan dari diri individu untuk sadar akan kekurangannya dan
menyerahkan diri pada tuhan. Dimana individu mengakui bahwa ada
realitas tuhan yang sebagai pedoman. Dengan demikian, individu jika
28
mengalami problematika dalam hidupnya tidak akan mudah tergoyah.
Adapun individu mengalami problem ia akan berpegang dengan tali yang
sangat kuat yakni dengan keyakinan. Adapun pada tahap ini individu
membuat komitmen personal dan melakukan apa yang disebutnya
“lompatan iman”. Lompatan ini bersifat non-rasional dan biasa kita sebut
pertobatan.7
Sehingga manusia dalam menyerahkan diri kepada tuhan tidak
memiliki syarat tertentu, melainkan dengan kesadaran menyadari realitas
yang ada. Manusia tidak merasa dalam keadaan terbelenggu. Tahap
religious merupakan hasil dari kristalisasi perjalan hidup, yang akan
melahirkan sikap bijaksana dalam individu. Seseorang yang mendapat
konklusi dari dalam dirinya atau secara bahasa lain pengalaman pribadi
akan lebih menyentuh pada ranah terdalam dalam diri manusia. Yang
mana dalam perjalannya terdapat penyerahan, sehingga untuk memperoleh
jalan terakhir untuk memperoleh ketenangan hidup hanyalah dengan
menyatu dengan tuhan.
Sehingga manusia dalam menyerahkan diri kepada tuhan dituntut
untuk menyerahkan diri secara terbuka tanpa ada rasa setengah hati.
Individu disini memiliki keyakinan bahwa tuhan dapat menghapus
penderitaan dan keputusasaan yang dialami manusia. Maka dari itu,
Kierkegaard memberi istilah pada situasi ini sebagai loncatan kepercayaan.
Kierkegaard disini menjelaskan bahwa satu-satunya jalan untuk sampai
29
pada tuhan yakni dengan kepercayaan atau iman. Sehingga manusia disini
tidak mempunyai suatu formula yang objektif dan rasional, melainkan
semua berjalan berdasarkan subjektifitas individu yang diperoleh hanya
30 BAB III
SETTING PENELITIAN
A. Pesantren Luhur Al-Husna
1. Profil pesantren Luhur Al-Husna
Pesantren luhur Al-Husna berkedudukan di Surabaya, Jl.
Jemurwnosari, Gg Masjid. No 42 Surabaya. Letak pesantren sendiri berada di
kecamatan Wonocolo dan memiliki luas 1000 Meter Persegi. Pesantren ini
didirikan oleh kiai yang bernama KH. Ali Maschan Moesa, beliau adalah
mantan ketua PWNU Jawa Timur dan mantan DPR-RI (F-PKB). Sejak
berdirinya pesantren ini yang menjadi pengasuh adalah KH. Ali Maschan
sampai sekarang. Selain itu nama dari pesantren ini diberikan langsung oleh
beliau selaku pengurus. Adapun tujuan dari pesantren Luhur Al-Husna sesuai
dengan maknanya adalah mengagungkan nama-nama tuhan untuk
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Pesantren Luhur Al-husna sendiri
memiliki azas Pancasila dan beraqidah Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang
berpegang teguh pada Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Al-Ijma’.
Pesantren sendiri merupakan salah satu jenis pendidikan islam yang
ada di Indonesaia dan bersifat traditional. Sehingga pesantren dijadikan
sebagai proses pengamalan sebagai pedoman hidup keseharian. Hal ini sudah
menjuru berbagai lapisan masyarakat muslim. Seiring dengan berkembangnya
31
konstribusi pesantren masih terus diharapkan, seperti peningkatan sumber
daya manusia. Salah satu untuk mempertahankan keberadaan pesantren
supaya tidak terjerumus dengan adanya perkembangnya zaman yakni dengan
memperbarui misi dan visi pesantren itu sendiri. Dalam suatu lembaga
terutama dalam lembaga di bidang pendidikan adanya visi dan misi
merupakan suatu kewajiban, dimana untuk dijadikan sebagai tujuan atau motif
tertentu. Berikut ini akan paparkan Visi dan Misi Pesantren Luhur Al-Husna
Surabaya.
Visi:
a. Mengkaji, menela’ah dan memahami lebih dalam khazanah ilmu agama
secara benar.
b. Melaksanakan Amanat Allah untuk menjadi hamba yang peka terhadap
lingkungannya, mampu mengingatkan kaumnya atas janji dan
ancaman Allah dan mengarahkan mereka ke jalan yang benar.
c. Ikut serta dalam ikhtiar membangun bangsa yang tangguh, berpendidikan
dan berakhlaq karimah.
Misi:
a. Seimbang antara Ruhani dan Jasmaninya.
b. Seimbang antara Ibadah dan Mu’amalahnya.
c. Seimbang antara Do’a dan Usahanya.
d. Seimbang antara Kecakapan dan Budi Pekertinya.
e. Seimbang antara Fikiran dan Perasaannya.
32
2. Aktifitas Pendidikan Pesantren Luhur Al-Husna
Pesantren Luhur Al-Husna dalam pendidikannya menggunakan
metode yang lazim digunakan oleh pesantren lainnya. Terdapat beberapa
kegiatan belajar mengajar dan juga kegiatan lainnya. Kegiatan yang ada dalam
pesantren Luhur Al-Husna setiap harinya yakni:
Tabel 3.1.1
Kegiatan Pesantren Luhur Al-Husna
KEGIATAN PESANTREN LUHUR AL-HUSNA
Waktu Kegiatan Pengampu
Subuh Jama’ah & mengaji kitab Kiai Ali maschan Magrib Jama’ah & mengaji Kiai Ali Maschan
Isya’ Jama’ah Kiai Ali Maschan
Mengaji kitab Asatidz
Sabtu Kliwon
Pagi Khatmil Qur’an
Malam Istighosah
Sumber: Diperoleh dari informan dan dikelola oleh peneliti
Metode dalam pesantren Luhur Al-Husna adalah metode salaf,
Pesantren ini mempertahankan pembelajarannya dengan kitab-kitab traditional
yang berbasis pelajaran-pelajaran agama Islam mulai dari Fiqih, Aqidah, Akhlaq, Dan Tasawuf, Tata Bahasa Arab (ilmu Nahwu dan ilmu Sharaf), Hadits, Tafsir, Ulumul Qur’an.
33
al-Asqalani, Ta'lim Muta'allim Mushanif karya Al 'alamah Syaikh Burhanuddin al-Zarnuji, Kitab Qowaidul karya Asy-Syeikh Yusuf bin Abdul Qodir Al-Barnawi, Kitab Taisirul Khallaq Fil Ilmi Akhlaq Karya Hafid Hasan Mas'udi, Kitab Al-Jurumiyah karya Syaikh Muhammad Bin Muhammad Bin Dawud Ash Shanhaji, Kitab Al Waroqot Karya Abu Al Ma'ali Abdul Malik Imam Al Haromain, Kitab Qowaidul Asasiyah Fii Ulumil Qur'an karya As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliky, Mauidhotul Mukminin karya Syeikh Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi.1
Model pengajaran di pesantren Luhur Al-Husna adalah pesantren salaf
yang meliputi sorogan dan weton. Sorogan adalah pengajian yang dilakukan karena adanya permintaan dari beberapa santri kepada kiainya untuk diajarkan
kitab-kitab tertentu. Sedangkan Weton adalah pengajian yang dilakkan karena adanya inisiatif dari kiai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu,
maupun kitabnya. Adapun istilah salaf sendiri bagi kalangan pesantren yakni
mengacu pada pengertian pesantren tradisional yang syarat dengan pandangan
dunia dan praktek islam sebagai warisan sejarah, khususnya dalam bidang
Syari’ah dan Tasawwuf.2
Metode salaf yang dimaksud didalamnya yakni
meliputi sistem sorogan atau disebut sistem individual, dan sistem bendongan
atau wetonan yang disebut kolektif.
Metode sistem pengajaran yang ada dalam pesantren Luhur Al-Husna
adalah sistem bendongan atau wetonan. Dalam sistem ini, beberapa murid
1 Jadwal pembelajaran diniyah Pesantren Luhur Al-Husna tahun ajaran 2015-2016 2 Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nur Cholis Madjid terhadap Pendidikan Islam
34
mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan
menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Kelompok kelas dari
sistem bendongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok siswa atau
santri yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.3
Sehingga materi-materi yang disampaikan para Asatidz telah diminati
oleh santri. Hal ini terlihat ketika proses belajar mengajar berlangsung, yang
mana para santri dan Asatidz melakukan tanyak jawab dengan aktif. Santri
yang mengikuti dalam pengajian juga sangat banyak, hal ini dapat dilihat
melalui absensi santri dalam melakukan kegiatan, terkecuali santri yang tidak
bisa mengikuti kegiatan dikarenakan santri ada kegiatan di kampus.4
3. Keadaan Sosial Pesantren Luhur Al-Husna
Pesantren Luhur Al-Husna dari tahun ke tahun telah memiliki
perkembangan, hal ini dapat dilihat dari jumlah santri yang semakin tahun
semakin banyak. Pesantren ini telah di huni oleh mayoritas santri yang
menjadi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Dimana pada periode
2009-2014 jumlah santri adalah 185, dan pada periode 2015-2016 jumlah santri
sebanyak 117. Adapun santri yang berada dalam pesantren ini adalah
semuanya laki-laki, dan berbasis mahasiswa.
Tabel 3.1.2
Jumlah Santri Periode 2009-2014
No Tahun Jumlah
1. 2009 25
35
2. 2010 30
3. 2011 36
4. 2012 29
5. 2013 30
6. 2014 35
Sumber: Diperoleh dari informan dan dikelola oleh peneliti
Tabel 3.1.3
Jumlah Santri Periode 2015-2016
No Tahun Jumlah
1. 2015 56
2. 2016 61
Sumber: Diperoleh dari informan dan dikelola oleh peneliti
Dari tabel di atas terlihat bahwa santri yang ada di pesantren Al-Husna
semakin berkembang. Selain itu, jumlah santri terdapat perbedaan ketika kiai
Ali Maschan menjadi politisi dan setelahnya. Dimana jumlah santri semakin
berkembang pesat saat kiai Ali tidak menjadi anggota DPR. Hal ini terjadi
karena santri masuk dalam pesantren luhur Al-Husna dengan melihat latar
belakang yang dimiliki oleh kiai Ali Maschan, yakni menilai tanggungjawab
atas peran yang dimiliki oleh seorang kiai. Hal ini dinyatakan oleh M. Fatih:
“Yang saya lihat santri dalam pesantren Al-Husna kebanyakan dari peran beliau miliki sebagai pengasuh, di banyak pesantren kehadiran tokoh memang sangat berpengaruh untuk mendatangkan santri dalam
pesantren. Karena kiai memiliki peran yang cukup signifikan.”5
5
36
Di pesantren Luhur Al-Husna keseluruhan santri memiliki berbagai
macam latar belakang keluarga, ras, bahasa dan suku yang berbeda. Adapun
suku-suku di dalamnya yakni suku jawa, Madura, banjar, aceh, sasak dan
makasar. Dari berbagai suku yang ada, santri yang berasal dari suku jawa dan
Madura adalah yang paling banyak mendiami pesantren ini.
Untuk mempererat hubungan dari berbagai macam santri bahasa
Indonesia adalah bahasa yang sering digunakan untuk dijadikan sebagai
komunikasi. Dan para santri akan menggunakan bahasanya sendiri ketika
melakukan komunikasi antar sesama. Hal ini dilakukan karena tidak semua
santri mengerti bahasa yang dimiliki antar santri.
Selain itu, organisasi sosial pesantren Luhur Al-Husna memiliki sistem
kekerabatan yang sama dengan sistem organisasi pesantren salaf lainnya. Dan
pesantren ini mengikuti alur organisasi pesantren pada umumnya. Pesantren
ini terdapat struktur organisasi yang melaksanakan tugas sesuai dengan
fungsinya masing-masing yang sudah di musyawarhakan terlebih dahulu oleh
pengasuh, dewan penasehat, dewan asatidz dan juga pengurus lainnya.
Agenda yang ada pada pesantren ini dijadikan sebagai wadah untuk
berkumpulnya para santri tanpa memandang perbedaan. Seperti kerja bhakti
bersih-bersih pondok, Rutinan Istighotsah, agenda peringatan Maulid Nabi
Muhammad, Tasyakuran, serta acara-acara hari besar Islam lainnya. Semua
37
B. Manajemen pengelolaan Pesantren Luhur Al-Husna
Manajemen merupakan suatu proses yang khas terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan. Aktivitas yang dilakukan
dalam suatu manajemen dilakukan sebagai usaha mengembangkan dan memimpin
suatu tim atau kerjasama atau kelompok dalam satu kesatuan dengan
menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga
manajemen sangat berkaitan dengan kepemimpinan, dimana kata manag memiliki beberapa arti seperti memimpin, menangani, mengatur, atau membimbing.
Kepemimpinan merupakan suatu aspek yang dinamis untuk mencapai suatu tujuan
yang ada.
Pondok pesantren Luhur Al-Husna memiliki cara pengelolaan sendiri
untuk mewujudkan visi misi yang ada dalam pesantren. Hal ini dilakukan dengan
cara pemenuhan fasilitas pendidikan yang dibentuk untuk komitmen nyata dalam
pengembangan dan oprasional pendidikan yang dilakukan oleh pesantren Luhur
Al-Husna Surabaya. Fasilitas pendidikan tersebut adalah semua fasilitas fisik yang
digunakan secara langsung dalam proses pembelajaran di pesantren tersebut.
Selain itu terdapat fasilitas pendukung dalam proses pembelajaran yang
ada di pesantren Luhur Al-Husna Surabaya, supaya keberadaan pesantren menjadi
dinamis. Serta memenuhi kebutuhan santri dalam mendukung kegiatan
pembelajrannya dalam pesantren. Dengan demikian santri tidak dirumitkan oleh
kebutuhan fasilitas yang mendukung kegiatan pembelajaran. Untuk mendukung
38
Adapun fasilitas tersebut yakni ruang kelas santri, kamar mandi sekaligus ada
toiletnya, Musholla, Aula area TPQ, dan kamar tidur santri.
Pengelolaan di pesantren Luhur Al-Husna telah dipegang atau dipemimpin
oleh KH. Ali Maschan Moesa selaku pengasuh pesantren tersebut. Namun,
terdapat beberapa pengasuh lainnya yang diserahkan kepada beberapa santri.
Adapun pengelolaan yang di bawa oleh para santri yakni mengenai ketua pondok,
sekretaris, bendahara, serta seksi-seksi lainnya mengenai kegiatan yang ada di
pesantren.
Tabel 3.2.1
Struktur Pengurus Pesantren Luhur Al-Husna
PENGASUH Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moesa, M. Si.
DEWAN PENASEHAT 1. Ahmad Syauqi, SH, M.Hum 2. Mudhofi Askan
WAKIL SEKERTARIS M. Hamdan Yuwafiq
BENDAHARA M. Wildan Al Ghifari
DEV. OLAHRAGA 1. M. Ikti Nurmadani (Koor) 2. Hikamu Maulana
3. M. Khoirurrifan Adi Mairizki 4. M. Rizqi Nursyifa’
5. Hilal Iqbaluddin
Sumber: diperoleh dari informan dan dikelola oleh peneliti
Pondok pesantren Luhur Al-Husna telah dikelola secara modern, sehingga
memiliki perbedaan dengan pesantren tradisional yang secara umum ada di
Indonesia. Pesantren Luhur Al-Husna telah membekali para santri yang berbasis
mahasiswa dengan ilmu agama, kerohanian/ mental spiritual, sehingga diharapkan
mahasiswa bisa menjadi santri yang memiliki nilai tambah yakni insan dengan
memiliki sifat Ulul Albab yang berakhlak mulia, berbuat adil, bijaksana, dan toleransi, serta terhindar dari sifat yang ekstrim dalam mengabdikan dirinya
kepada Agama, Masyarakat, Nusa dan Bangsa.
Manajemen pengelolaan dalam pesantren Luhur Al-Husna dijadikan
sebagai suatu kebutuhan untuk bertahan di tengah-tengah persaingan dan
globalisasi, serta sebagai landasan untuk mengembangkan pesantren dimasa
depan. Adapun manajemen pengelolaan memiliki peran penting dalam pesantren,
manajemen pengelolaan merupkan salah satu cara atau proses dalam aktivitas
yang ada dipesantren. Untuk memperlancar kegiatan di pesantren secara efektif
dan efesien.
Dalam pengelolaan pesantren Luhur Al-Husna terdapat perbedaan, dimana
40
dan sesudah masuk dalam dunia politik. Perbedaan yang terjadi yakni mengenai
pengelolaan kiai Ali Maschan di pesantren dan menjadi anggota politik. mengenai
hal tersebut menyebabkan kedudukan pesantren menjadi terbagi. Keadaan tersebut
berdampak pada kehidupan dalam pesantren. Sehingga santri kecewa dengan
kepemimpinan yang dilakukan kiai saat berada di ranah politik. Kiai pada saat
menjabat politisi lebih menggunggulkan peran yang ada di kursi politiknya yang
menjadi anggota DPR RI (F-PKB) periode 2009-2014, dan berada dalam bidang
komisi VIII yang menangani bidang agama, sosial, dan pemberdayaan
perempuan, dan sebagai Dewan Kehormatan. Selanjutnya kegiatan belajar
mengajar yang seharusnya dilakukan oleh kiai kini tergantikan oleh ustadz pilihan
kiai sendiri. Meskipun kiai telah memberikan wacana politik yang aktual pada
santri, serta memberi kebebasan kepada santri untuk masuk dalam ranah politik
atau sebaliknya. Peristiwa tersebut dapat menjadikan santri memiliki pandangan
tersendiri mengenai lingkungan yang ada.
Hal itu telah menjadikan aktifitas kiai dalam mengajar dan mengontrol
pesantren kurang diperhatikan, sehingga menjadikan santri merasa terganggu
dengan kegiatan yang dilakukan oleh kiai. Selain itu, menjadikan eksistensi kiai
sendiri di pesantren menjadi berkurang.
Namun, keadaan seperti itu berbanding terbalik ketika kiai Ali Maschan
tidak lagi masuk dalam ranah politik yakni pada tahun 2015 sampai sekarang. Kiai
Ali Maschan telah mengelola pesantren Luhur Al-Husna tanpa membagi
peranannya sebagai kiai. Dengan peristiwa tersebut dalam kehidupan pesantren
41
Proses belajar mengajar juga berjalan lancar, serta kegiatan dan pengawasan
dalam pesantren lebih banyak dipegang oleh kiai Ali Maschan sendiri.
C. Pergeseran Kiai-Politik di Pesantren Luhur Al-Husna
Kiai merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam kehidupan
pesantren. Kiai memiliki kepentingan dalam banyak hal baik dibidang agama,
sosial, ekonomi dan politik. Dalam pesantren Luhur Al-Husna terdapat kiai
sebagai elit sosio kultur dalam peranannya. Kiai dalam pesantren Luhur Al-Husna
menjadi sosok panutan yang kharismatik dan sangat di ta’dzimi oleh santrinya.
Mengenai peran yang dijalankan oleh kiai pesantren Luhur Al-Husna terdapat
pengaruh dalam pesantren tersendiri. Pengaruh tersebut mengakibatkan peran kiai
tidak hanya memimpin di pesantren, pengajar dan penceramah agama. Melainkan
kiai mempunyai banyak peran dalam masyarakat khususnya, dan dijadikan sosok
semakin kuat dan serta dianggap penting oleh masyarakat.
Pondok pesantren Luhur Al-Husna merupakan salah satu pesantren yang
memiliki kiai masuk dalam dunia politik yakni menjadi anggota DPR RI (F-PKB)
pada periode 2009-2014. Sebelum masuk dalam dunia politik kiai pesantren
Luhur Al-Husna sebenarnya sudah memiliki pemikiran yang akademis, hal ini kiai
peroleh ketika berada dalam bangku kuliah, yakni saat berada di sarjana duanya
kiai Ali memiliki konsentrasi dibidang ilmu sosiologi. Selain itu kiai Ali memiliki
aktifitas dalam bidang sosial masyarakat secara aktif seperti IPNU, PMII, dan
seterusnya, sehingga hal ini menjadikan alur lurus kiai dalam memperoleh jabatan
di PWNU Jatim pada periode 1999-2008. Proses di atas telah menjadikan kiai Ali
42
Kiai Ali Maschan masuk dalam dunia politik karena disebabkan oleh
beberapa peristiwa. Peristiwa tersebut yakni terdapat perselisihan di PKB selama
5 tahun sampai mengeluarkan muktamar III. Sehingga kiai Ali Machan masuk di
dalamnya untuk menjadi penengah atas perselisihan yang ada, hal ini disebabkan
adanya hubungan kekeluargaan antara aktor yang ada dalam PKB. Perpecahan
ketika itu mengenai pengangkatan ketua, yang didalamnya terdapat Muhaimin dan
Gus Dur. Sehingga kiai Ali Maschan dijadikan sebagai penengah antara koalisi
partai tersebut, dan kiai Ali Maschan aktif di partai PKB sampai konflik itu
selesai. Kemudian kiai Ali di dorong untuk masuk dalam anggota Dewan.
Pada dasarnya sebelum Kiai Ali Maschan menjadi anggotan DPR RI
(F-PKB) beliau telah mencalonkan diri sebagai wakil Gubernur di Jawa Timur
dengan bersanding Bapak Sunaryo pada tahun 2008. Namun cita-cita yang beliau
inginkan belum bisa terwujud karena suara dalam pemilu tidak mencukupi.
Sehingga pada tahun 2009 kiai Ali bergabung dengan partai PKB dan keluar dari
PWNU Jatim. Karena keterlibatan kiai Ali dalam dunia politik, kedudukan kiai
Ali di PWNU menjadi terasingkan. Mengenai keadaan tersebut kiai Ali bergabung
dengan partai PKB dan kiai Ali mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dengan
basis suara di kota Malang, kemenangan tersebut menjadikan beliau mendapatkan
kursi di DPR RI.
Kiai Ali Maschan ketika menjadi anggota DPR RI telah memegang tugas
di komisi VIII dengan bidang menaungi keagamaan seperti haji dalam
pengawasan fungsi itu ketika di lapangan, serta di bidang sosial bencana alam,
43
Dewan Kehormatan untuk mewakili partai PKB. Adapun tugas dalam Dewan
Kehormatan yakni untuk melakukan penyelidikan dan verivikasi terhadap kinerja
dewan yang kurang efektif. Penyelidikan disini dilakukan untuk mencari bukti
terhadap peristiwa dengan pelanggaran UU, kode etik, pada saat sebelum sesudah
dan berlangsungnya sidang. Selain itu verifikasi dilakukan dalam proses
pemeriksaan terhadap unsur administratif dan materi pengaduan.
Selesai masa jabatannya pada di kursi DPR RI tahun 2014, kiai Ali telah
mencalonkan kembali untuk meraih kursi di DPR RI, namun angan-angan yang
dimilikinya tidak tercapai. Setelah itu kiai Ali kembali lagi di percaturan PWNU
Jatim dan menjadi ketua Rois Surya NU dan melaksanakan tugasnya sebagai kiai