• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Interaksi sosial adalah sebagai atau merupakan dasar dari proses-proses sosial,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Interaksi sosial adalah sebagai atau merupakan dasar dari proses-proses sosial,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Interaksi sosial

Interaksi sosial adalah sebagai atau merupakan dasar dari proses-proses sosial, sebab tanpa adanya interaksi tidak mungkin kehidupan bersama akan terjalin. (Wiyarti, 2008; 95). Bentuk proses sosial adalah interaksi sosial karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial adalah merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan saling berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial. Walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang yang bersangkutan, yang disebabkan oleh minyak wangi, suara berjalan, dan sebagainya. Semuanya itu menimbulkan kesan di dalam pikiran seseorang, yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukan.

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya menyentuh. Jadi artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru

(2)

terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti terjadi hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, seperti misalnya cara berbicara dengan pihak lain tersebut. Komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran perilaku orang lain ( yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau orang-perseorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi pelbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Dengan komunikasi memungkinkan kerja sama antara orang perorangan atau antara kelompok-kelompok manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama. Akan tetapi, tidak selalu komunikasi menghasilkan kerjasama bahkan suatu pertikaian mungkin akan terjadi sebagai akibat salah paham atau karena masing-masing tidak mau mengalah. (Bagong, 2004;16)

2.2. Interaksi Simbolik

Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan interaksionisme simbolik. Diantara berbagai pendetan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksi simbolik. Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah kelihatan bahwa sasaran pendekaan

(3)

ini adalah interaksi sosial, kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi.

Menurut Leslie White, simbol merupakan suatu nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya. Menurut white makna atau nilai tersebut tidak berasal dari atau ditentukan oleh sifat-sifatyang secara instrinsik terdapat dalam bentuk fisiknya. Makna suatu simbol menurut White hanya dapat ditangkap melalui cara nonsensoris yaitu melalui cara simbolik.

Herbet Blumer, salah seorang penganut pemikiran mead, berusaha menjabarkan pemikiran Mead mengenai interaksionisme simbolik. Menurut Blumer pokok pikiran interaksionisme simbolik ada tiga, yang pertama ialah bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Blumer selanjutnya mengemukakan bahwa makna yang dipunyai sesuatu berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya. Pokok pikiran ketiga yang dikemukakan Blumer ialah bahwa makan diperlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya. Yang hendak ditekankan Blumer di sini adalah bahwa makna muncul dari interaksi tersebut tidak begitu saja diterima oleh seseorang melainkan ditafsirkan terlebih dahulu. ( Sunarto 2000 : 38)

2.3. Kerja sama (Kooperasi)

Kooperasi berasal dari dua kata latin, co yang berarti bersama-sama dan

operani yang berarti bekerja. Kooperasi merupakan perwujudan minat dan perhatian

orang untuk bekerja bersama-sama dalam suatu kesepahaman, sekalipun motifnya sering dan bisa tertuju kepada kepentingan diri sendiri. Bentuk-bentuk kerja sama

(4)

dapat kita jumpai dalam kelompok dan masyarakat manusia mana pun, baik pada kelompok-kelompok yang kecil maupun pada satuan-satuan kehidupan yang besar. Pada dasarnya, proses sosial yang namanya kooperasi ini selalu sudah diperkenalkan kepada setiap anak manusia sejak kecil, ketika dia masih hidup di dalam keluarga orang tuanya. Dalam keluarga-keluarga dan juga di dalam komunitas-komunitas tradisional yang kecil, bentuk-bentuk usaha kooperasi itu mungkin masih sederhana saja. Akan tetapi, di dalam masyarakat nasional atau kota yang serbakompleks, jalinan kooperasi itu tidak bisa lagi dibilang sederhana.

Di dalam kelompok-kelompok kecil seperti keluarga dan komunitas-komunitas tradisional. Proses sosial yang namanya kooperasi ini cenderung bersifat spontan. Inilah kooperasi yang terbentuk secara wajar di dalam kelompok-kelompok yang disebut kelompok primer. Di dalam kelompok-kelompok ini individu-individu cenderung membaurkan diri dengan sesamanya di dalam kelompok, dan masing-masing hendak berusaha menjadi bagian dari kelompoknya. Di dalam kelompok-kelompok primer yang kecil dan bersifat tatap muka seperti ini, orang perorangan cenderung lebih senang bekerja dalam tim selaku anggota tim dari pada bekerja sendiri sebagai perorangan.

Berbeda halnya dengan kooperasi yang terjadi di dalam kelompok-kelompok primer, kooperasi yang ada di dalam kelompok sekunder itu lebih bersifat direncanakan secara rasional dan sengaja daripada bersifat spontan atau berlandaskan emosi solidaritas. Kelompok-kelompok yang sedikit banyak bersifat terencana dan diatur dan pada umumnya tak bersifat tatap muka.

(5)

Dalam kenyataannya, realisasi kooperasi itu diusahakan melalui berbagai macam usaha. Setidak-tidaknya ada empat macam bentuk usaha kooperasi:

1. Tawar-menawar (bargaining) yang merupakan bagian dari proses pencapaian kesepakatan untuk pertukaran barang atau jasa.

2. Kooptasi (cooptation) yaitu usaha ke arah kerja sama yang dilakukan dengan jalan menyepakati pimpinan yang akan ditunjuk untuk mengendalikan jalannya organisasi atau kelompok.

3. Koalisi (coalition) yaitu usaha dua organisasi atau lebih yang sekalipun mempunyai struktur berbeda-beda hendak mengajar tujuan yang sama dengan cara kooperatif.

4. Patungan (joint-venture), yaitu usaha bersama untuk mengusahakan suatu kegiatan, demi keuntungan bersama yang akan dibagi nanti, secara proporsional dengan cara saling mengisi kekurangan masing-masing partner. (Bagong, 2004;59).

2.4. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia

(6)

tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut lakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing.

Dalam proses asimilasi, mereka mengindentifikasikan dirinya dengan kepntingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok. Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan-tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.

Proses-proses asimilasi akan timbul apabila :

1. Ada perbedaan kebudayaan antara kelompok-kelompok manusia yang hidup pada suatu waktu dan pada suatu tempat yang sama.

2. Para warga dari masing-masing kelompok yang berbeda-beda itu di dalam kenyataannya selalu bergaul secara intensif dalam jangka waktu yang cukup lama.

3. Demi pergaulan mereka yang berlangsung secara intensif itu, masing-masing pihak menyesuaikan kebudayaan mereka msing-masing sehingga terjadilah proses saling penyesuaian kebudayaan diantara kelompok-kelompok itu, Sementara itu, beberapa factor yang diketahui dapat mempermudah terjadinya asimilasi, antara lain:

(7)

1. Sikap dan kesediaan menenggang. Apabila toleransi dapat dihidupkan diantara kelompok-kelompok manusia yang berbeda budaya itu, maka proses asimilasi akan mudah dilangsungkan tanpa banyak hambatan yang berarti . 2. Sikap menghadapi orang asing berikut kebudayaannya. Sikap demikian ini

akan memudahkan pendekatan-pendekatan warga dari kelompok-kelompok yang saling berbeda itu.

3. Kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang. Kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang begini akan memberikan kemungkinan pada setiap pihak untuk mencapai kedudukan tertentu berkat kemampuannya. Hal yang demikian jelas akan menetralisir perbedaan-perbedaan kesempatan yang terjadi akibat kebudayaan yang berlainan dan berbeda-beda, yang oleh karena itu akan memudahkan asimilasi.

4. Sikap terbuka golongan penguasa. Sikap terbuka golongan penguasa akan meniadakan kemungkinan diskriminasi oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, dan tiadanya diskriminasi antar kelompok akan memudahkan asimilasi.

5. Kesamaan dalam berbagai unsur kebudayaan. Sekalipun kebudayaan masing-masing kelompok itu tidak sepenuhnya sama, namun sering kita saksikan bahwa dalam hal-hal atau unsur-unsur tertentu terdapat kesamaan. Kian banyak unsur-unsur kebudayaan kelompok-kelompok itu yang bersamaan

(8)

6. Perkawinan campuran. Misalnya antara warga kelompok mayoritas dan warga kelompok minoritas, atau antara anggota golongan penjajah dan golongan anggota terjjah sering pula merupakan langkah penting di dalam usaha-usaha penyelenggaraan asimilasi.

7. Musuh bersama dari luar. Ancaman musuh bersama dari luar sering pula diperkirakan akan memperkuat rasa persatuan di dalam masyarakat. Sadar akan adanya ancaman musuh bersama, golongan di dalam masyarakat sering melupakan perbedaan-perbedannya dan karenanya lalu mudah berasimilasi. Proses asimilasi tidaklah akan terjadi apabila antarkelompok tidak tumbuh sikap toleransi dan saling berempati. Faktor-faktor yang disebutkan di atas kiranya akan mendorong lahirnya kedua sikap yang diprasyaratkan itu. Selain faktor-faktor yang mempercepat asimilasi, ada pula beberapa faktor yang justru menghambat terjadinya asimilasi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:

1. Terisolasinya kebudayaan sesuai golongan tertentu di dalam masyarakat 2. Kurangnya pengetahuan suatu golongan tertentu mnegenai kebudayaan yang

dipunyai oleh golongan lain di dalam masyarakat.

3. Perasaan takut kepada kekuatan kebudayaan kelompok lain yang dirasakan oleh warga suatu kelompok tertentu.

(9)

4. Perasaan superior yang bercokol di hati para warga golongan pendukung kebudayaan tertentu yang mengakibatkan sikap meremehkan oleh mereka yang berperasaan superior ini terhadap kebudayaan kelompok lain

5. Perbedaan ciri badaniah antarkelompok, seperti misalnya warna kulit yang menandakan bahwa perbedaan antarkelompok yang ada itu tak hanya bersifat budayawi, tetapi juga rasial.

6. Perasaan in-group yang kuat, artinya bahwa para warga kelompok yang ada itu merasa sangat terikat kepada kelompok dan kebudayaannya masing-masing.

7. Gangguan-gangguan diskriminatif yang dilancarkan oleh golongan-golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas.

8. Perbedaan kepentingan dan pertentangan pribadi antara para warga kelompok yang akhirnya bisa membawa-bawa pertentangan antarkelompok.( Bagong, 2004;62)

2.5. Akulturasi

Telah kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk yang dinamis. Tidak jarang manusia melakukan perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam sejarah kebudayaan dunia, kita ketahui bahwa suku-suku bangsa di dunia sering kali melakukan perpindahan (migrasi) ini baik akibat adanya ancaman alam maupun karena kebutuhan untuk mencari bahan makanan. Nenek moyang bangsa Indonesia misalnya bermigrasi dari Yunan melalui Cina, Teluk Tonkin, Vietnam, Semenanjung

(10)

Malaya dan Indonesia. Perpindahan seperti ini menyebabkan terjadinya pertemuan antarkelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Akibatnya, individu dalam kelompok itu dihadapkan dengan unsur kebudayaan para pendatang tersebut. Interaksi antarindividu yang berbeda dengan kebudayaan ini menyebabkan masing-masinh individu mengalami proses sosial tertentu. Diantaranya adalah akulturasi.

Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Secara singkat, akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. (http://sansanice.blogspot.com/2010/08/akulturasi.html diakses pada tanggal 14 oktober 2010 pukul 13.20 wib)

Akulturasi merupakan perpaduan dua budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak

(11)

menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut. Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya. akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak menghilangkan kepribadian atau sifat kebudayaan aslinya (http://ulyniamy.wordpress.com/2010/05/21/akulturasi/ diakses pada tanggal 14 oktober 2010 pukul 13.10 wib)

2.6. Konflik

Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan lenyap dari sejarah. Selama kita masih hidup tidak akan mungkin kita menghapus konflik dari dunia ini. Baik konflik intrapersonal dan interpersonal dan juga konflik antar kelompok merupakan bagian konstitutif dari sejarah manusia. Berbagai macam hal seperti perbedaan selera, perbedaan pendapat dapat mengakibatkan konflik. Masalahnya adalah apabila konflik berlanjut hingga melahirkan kekerasaan.

Konflik sebagai proses ternyata dipraktikkan juga secara luas di dalam masyarakat. Berbeda hal dengan kompetisi yang selalu berlangsung di dalam suasana “damai”, konflik adalah suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan. Dalam bentuknya yang ekstrem, konflik itu dilangsungkan tidak hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dan eksistensi, akan tetapi juga bertujuan

(12)

sampai ke taraf pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya.

Banyak faktor telah menyebabkan terjadinya konflik-konflik . perbedaan pendirian dan keyakinan orang perorangan telah menyebabkan konflik-konflik antarindividu, dalam konflik-konflik seperti ini terjadilah bentrokan-bentrokan pendirian, dan masing-masing pihak pun berusaha membinasakan lawannya. Kecuali perbedaan pendirian, perbedaan kebudayaan pun menimbulkan konflik-konflik. Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan konflik antarindividu, akan tetapi malahan antarkelompok. Pola-pola kebudayaan yang berbeda akan menimbulkan pola-pola kepribadian dan poal-pola perilaku yang berbeda pula di kalangan khalayak kelompok yang luas, sehingga apabila terjadi konflik-konflik karena alas an ini, konflik tersebut akan bersifat konflik antark lompok. Kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda pun memudahkan terjadinya konflik. Mengajar tujuan kepentingan masing-masing yang berbeda-beda, kelompok-kelompokmakan bersaing akan berkonflik untuk memperbutkan kesempatan dan sarana.

Perbedaan pendirian, budaya, kepentingan , dan sebagainya tersebut sering terjadi pada situasi-situasi perubahan sosial. Dengan demikian, perubahan-perubahan sosial itu secara tidak langsung dapat dilihat sebagai penyebab juga terjadinya (peningkatan) konflik-konflik sosial. Perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat akan mengakibatkan berubahnya system nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dan perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat ini akan menyebabkan perbedaan-perbedaan pendirian dalam masyarakat.

(13)

Tak perlu diragukan lagi, proses sosial yang namanya konflik itu adalah suatu proses yang bersifat disosiatif. Namun demikian, sekalipun sering berlangsung dengan keras dan tajam, proses-proses konflik itu sering pula mempunyai akibat-akibat yang positif bagi masyarakat. Konflik-konflik yang berlangsung daalam diskusi, misalnya, jelas akan unggul,sedangkan pikiran-pikiran yang kurang terkaji secara benar akan tersisih. Positif tidaknya akibat konflik-konflik memang tergantung pula dari struktur sosial yang menjadi ajang berlangsungnya konflik.

Salah satu akibat positif yang lain dari suatu konflik itu adalah bertambahnya solidaritas intern dan rasa in-group suatu kelompok. Apabila terjadi pertentangan antara kelompok-kelompok, solidaritas antaranggota di dalam masing-masing kelompok itu akan meningkat sekali. Solidaritas di dalam suatu kelompok, yang pada situasi normal sulit dikembangkan, akan langsung meningkat pesat saat terjadinya konflik dengan pihak-pihak luar. Sejalan dengan peristiwa di atas, konflik-konflik antarkelompok pun memudahkan perubahan dan perubahan kepribadian individu. Apabila terjadi pertentangan antara dua kelompok yang berlainan, individu-individu akan mudah mengubah kepribadiannya untuk mengidentifikasikan dirnya secara penuh dengan kelompoknya. Tak terbantahkan, konflik juga menerbitkan akibat-akibatyang negatif. Dalam konflik-konflik fisik, seperti peperangan, korban-korban akan berjatuhan dan jumlah harta benda akan hancur-luluh.(Bagong, 2004; 69)

Beberapa titik tolak konflik: a. Konflik itu selalu ada

(14)

Manusia hidup selalu berkonflik. Konflik ada di alam dan hadir dalam kehidupan manusia.

b. Konflik menciptakan perubahan

Konflik merupakan salah satu cara bagaimana sebuah keluarga, komunitas, perusahaan, dan masyarakat berubah. Konflik juga mengubah pemahaman, mendorong kita untuk memobilisasi sumber daya dengan cara-cara yang baru. c. Konflik selalu mempunyai dua sisi

Secara inheren konflik membawa potensi resiko dan potensi manfaat. d. Konflik menciptakan energy

Energy dapat merusak dan juga bersifat kreatif. Konflik memiliki sifat mengikat dan membawa sifat memisahkan.

e. Konflik dapat menjadi produktif atau non-produktif

Konflik yang produktif mengacu pada permasalahannya, kepentingan/minat, prosedur dan nilai-nilai pemahamannya. Konflik yang paling non-produktif mengacu pada pembentukan prasangka terhadap lawan, komunikasi memburuk.

f. Konflik mengandung berbagai makna

Konflik adalah drama yang dapat dianalisis dengan memahami siapa, apa, dimana, kapan dan mengapa dari cerita-cerita tersebut. (Wijardo, 2002; 51)

Referensi

Dokumen terkait

komunikasi menggunakan media sosial instagram tidak hanya terjadi antara pemilik akun dengan pengguna lain, tetapi juga dapat mengarah pada interaksi antara pengguna

Dari uraian, maka penulis menyimpulkan bahwa hal-hal tersebut merupakan aspek-aspek yang menjadi dasar berlangsungnya proses interaksi sosial, karena interaksi

Menurut Soekanto (2003:60) Berbicara mengenai syarat-syarat terjadinya interaksi sosial, maka suatu interaksi sosial tidak akan dapat terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat

individu yang lain, karena itu interaksi terjadi dalam suatu kehidupan sosial.. Hubungan-hubungan sosial itu pada awalnya

Asimilasi sendiri akan terjadi apabila ada suatu pendekatan antara kedua pihak, interaksi sosial tersebut tidak mengalami hambatan atau

Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah

Menurut Sherif, yang dimaksud dengan kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dari atas dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi

Interaksi sosial yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi antara suami dengan istri pertama, bagaimana interaksi antara istri yang satu dengan istri