Pengaruh Program Pencegahan Jatuh Berupa Edukasi dan Latihan Kekuatan Otot Terhadap Faktor Risiko Jatuh Yang Dimiliki Oleh Lansia di
Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Ciparay Bandung Windy Asih1 & Roselina Tambunan1*
1Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung
Abstrak
Kejadian jatuh pada lansia bukanlah hal yang seharusnya terjadi dan sepatutnya harus dicegah. Dampak jatuh pada lansia tidak hanya pada aspek fisik tetapi juga psikologi dan materi. Kejadian jatuh pada lansia di institusi khusus seperti panti tidak hanya memberikan dampak negatif pada lansia tetapi juga bagi petugas dan pengelola panti. Penelitian ini secara jangka panjang bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk intervensi yang paling tepat; efektif dan efisien dalam menurunkan risiko jatuh pada lansia di komunitas. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi yaitu edukasi dan latihan kekuatan yang diberikan kepada lansia terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia. Desain penelitian ini adalah pre eksperimental design dengan pendekatan one group pre-test post-test tanpa kelompok pembanding. Penelitian dilakukan di BPSTW Ciparay yaitu salah satu Unit Teknis Dinas di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat yang melaksanakan fungsi dinas sosial di bidang Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia di BPSTW Ciparay. Lansia yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel sejumlah 65 orang (1 orang drop out), dikaji kapasitas mental-intelektual dan Timed Up and Go Test kemudian mendapatkan perlakuaan berupa program pencegahan jatuh (edukasi dan latihan kekuatan otot) selama 4 minggu dan kemudian diperiksa kembali menggunakan Timed Up and Go Test. Hasil uji menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan nilai p sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpha (0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh program pencegahan jatuh terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lansia secara umum dan khususnya bagi lansia serta pengelola BPSTW Ciparay dalam menurunkan risiko jatuh yang dimiliki sehingga lansia dapat mempertahankan kemandirian dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari dan mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pendahuluan
Jatuh pada lansia merupakan salah satu masalah kesehatan yang seringkali disepelekan oleh masyarakat luas. Hill, Schwarz dan Winbolt (2009, dalam Nay, R & Garratt 2009, hal. 190) menyatakan bahwa jatuh dapat menyebabkan berbagai bentuk cedera pada lansia seperti patah tulang, cedera kepala dan laserasi mayor terutama pada lansia yang berada di komunitas. Jatuh tidak hanya berdampak pada peningkatan masalah kesehatan atau komplikasi penyakit pada lansia tetapi juga berdampak pada aspek ekonomi dan kehidupan sosial lansia. Sebagai salah satu penyebab hospitalisasi pada lansia dan faktor primer penyebab kematian pada lansia berusia 65 tahun keatas (Davis 1995, dikutip dari Tideiksaar 2002,
hal. 3), jatuh seharusnya
diidentifikasi sebagai masalah kesehatan yang harus mendapatkan perhatian lebih dan ditanggulangi dengan sebaik mungkin.
Sebuah systematic review yang dilakukan oleh Rubenstein dan Josephson (2006) mengemukakan bahwa perubahan pada organ atau system tubuh pada lansia dapat menjadi ‘intrinsic factor’ terjadinya jatuh. Istilah lain yang dipakai oleh WHO (2007) untuk menggambarkan faktor penyebab jatuh yang berasal dari perubahan kondisi fisik lansia akibat proses penuaan ataupun
co-morbidity adalah ‘biological factor’.
Jatuh terjadi akibat adanya penyebab multifaktorial yang
mempengaruhi lansia. Selain faktor akibat proses penuaan terdapat juga faktor-faktor lain yang berasal dari lingkungan yang menjadi penyebab jatuh antara lain lantai yang basah, licin, adanya objek yang berserak dilantai dan membahayakan bagi lansia, penerangan yang kurang, anak tangga yang terlalu tinggi, tidak ada alat bantu berjalan ataupun safety
rail, lantai yang memiliki perbedaan
ketinggian dan hal-hal lain yang dapat meningkatkan risiko jatuh. WHO (2007) menyatakan bahwa kondisi sosial dan ekonomi seorang lansia juga merupakan salah satu faktor penyebab jatuh. Lansia dengan penghasilan rendah, pengetahuan yang kurang serta memiliki keterbatasan untuk mengakses pelayanan kesehatan memiliki risiko jatuh lebih tinggi dibanding lansia dengan kondisi sosial dan ekonomi lebih baik.
Jatuh dapat dicegah dengan melakukan identifikasi terhadap keberadaan faktor-faktor risiko jatuh baik internal maupun eksternal. Proses identifikasi dapat dilakukan menggunakan instrument pengkajian (screening tools) yang sudah baku antara lain Modified Falls-Efficacy
Scale (MFES), The Morse Falls
Scale Assessment, the Falls Risk for Older People in the Community (FROP-Com) tool, Get-Up and Go Test, dan the Short Falls Efficacy Scale International (Short FESI)
yang digunakan untuk
mengidentifikasi adanya gejala fear
of falling. Hasil pengkajian umumnya akan mengkategorikan
lansia berdasarkan level risiko jatuh yang dimilikinya. Berdasarkan level tersebut, intervensi pencegahan atau penanggulangan masalah jatuh dapat disusun dan diimplementasikan kepada lansia.
Terdapat beberapa program pencegahan jatuh yang terdiri dari berbagai macam intervensi baik yang sudah baku dan diterapkan di suatu negara maupun sifatnya lokal atau institusional. Australia sebagai contoh telah menerapkan beberapa program baik di level negara bagian maupun nasional. ‘Stay On Your Feet® program’ diterapkan di Negara bagian barat dan selatan Australia dan ‘Stepping On program’ diterapkan di negara bagian New South Wales. Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian lansia dalam menjalani keseharian hidup yang pada akhirnya dapat mengurangi risiko jatuh. (National Public Health Partnership 2005, hal. 7-9).
Suatu meta analysis terhadap hasil penelitian-penelitian mengenai intervensi pencegahan jatuh yang dilakukan oleh Sherington dkk
(2008) menyimpulkan bahwa
olahraga dapat menurunkan risiko jatuh sebesar 17%. Penelitian yang dilakukan oleh Chang dkk (2004) mengindikasikan bahwa pencegahan jatuh pada lansia yang bersifat multifaktorial memberikan hasil yang lebih efektif dan intervensi berupa olah raga sendiri mampu mengurangi insiden jatuh pada lansia. Asih (2011) melalui artikelnya dalam ‘Falls prevention
framework for older people in the community in Indonesia’
mengajukan beberapa intervensi yang dapat diterapkan bagi lansia yang berada di komunitas di Indonesia melalui kajian literature dan hasil penelitian sebelumnya di
negara berkembang seperti
Indonesia. Intervensi tersebut adalah peningkatan pengetahuan melalui edukasi dan latihan kekuatan otot dan keseimbangan melalui olah raga atau senam bagi lansia. Kedua intervensi tersebut juga dinyatakan sebagai intervensi yang disarankan untuk diterapkan pada tatanan pelayanan kesehatan sebagai
multifactorial interventions oleh
National Institute for Clinical Excellence (2004).
Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dan Pemeliharaan Taman Makam
Pahlawan (BPSTW) merupakan
salah satu Unit Teknis Dinas di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat yang melaksanakan fungsi dinas sosial di bidang Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Lanjut Usia Terlantar dan
Pemeliharaan Taman Makam
Pahlawan. Berdasarkan arsip BPSTW tahun 2013 didapatkan informasi bahwa terdapat 150 orang lansia yang mendapatkan pelayanan di BPSTW. Lansia-lansia tersebut memiliki status kesehatan yang berbeda. Status kesehatan ini juga
menjadi salah satu dasar
pengelompokkan tempat tinggal bagi lansia dimana lansia sehat atau mandiri ditempatkan di wisma.
Studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 5 orang lansia di BPSTW Ciparay pada bulan Agustus 2013 menghasilkan informasi bahwa 3 dari 5 lansia tersebut pernah mengalami jatuh sebelum dan selama tinggal di panti. Lansia yang pernah mengalami jatuh menyatakan bahwa adanya gangguan penglihatan, kelemahan otot kaki dan tersandung benda di lantai adalah penyebab dari jatuh yang mereka alami. Hasil
wawancara juga menunjukkan
adanya gejala fear of falling pada 2 dari 3 lansia yang pernah jatuh.
Berdasarkan observasi yang
dilakukan oleh peneliti terhadap kemampuan fungsional 2 orang lansia tanpa riwayat jatuh dapat disimpulkan bahwa meskipun lansia-lansia tersebut tidak pernah jatuh dan tidak memiliki gejala fear of falling mereka memiliki faktor risiko jatuh dalam diri mereka. Selain itu,
berdasarkan observasi yang
dilakukan dapat dinyatakan bahwa kondisi lingkungan BPSTW Ciparay belum bebas dari hazard penyebab jatuh pada lansia. Hal ini dapat terlihat di beberapa wisma yang masih belum memiliki rel untuk lansia berpegangan ketika berjalan
menuju kamar mandi, tempat tidur yang tidak memiliki palang, lantai yang licin serta jalan menuju ruang serba guna yang berlubang dan berbatu.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui
pengaruh program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay Bandung.
Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai maka jenis desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre eksperimental design dengan pendekatan one group
pre-test post-test dengan tidak menggunakan kelompok pembanding (kontrol). Pada penelitian ini akan diidentifikasi pengaruh program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot terhadap risiko jatuh pada lansia di BPSTW Ciparay. Adapun skema pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
Skema 1 Desain Penelitian
Hasil Penelitian
Kapasitas mental intelektual lansia di BPSTW Ciparay Bandung 1. Mini Mental State Exam (MMSE)
Tabel 1
Hasil Mini Mental State Exam (MMSE), r=65
MMSE f %
Normal 27 41.5
Kemungkinan mengalami gangguan kognitif 27 41.5 Klien mengalami gangguan Kognitif 11 16.9
Total 65 100,0
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 41,5% responden kemungkinan mengalami gangguan
kognitif dan 16,9% dari responden mengalami gangguan kognitif.
2. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Tabel 2
Hasil Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ), r=65
SPMSQ f %
Fungsi intelektual utuh 29 44.61
Fungsi intelektual kerusakan ringan 14 21.54 Fungsi intelektual kerusakan sedang 13 20.00 Fungsi intelektual kerusakan berat 9 13.85
Total 65 100,0
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 21.54% responden memiliki kerusakan ringan pada
fungsi intelektual, 20.00% responden memiliki kerusakan sedang dan 13.85 % mengalami kerusakan berat.
Pengolahan Data dan Analisa Data
Perbedaan sebelum dan sesudah pelaksanaan program
Penarikan Kesimpulan Penentuan responden sebagai sampel berdasarkan kriteria inklusi yang telah
ditetapkan (lansia merupakan lansia yang menetap di BPSTW Ciparay, bersedia menjadi partisipan, kooperatif dan komunikatif serta tidak memiliki kondisi kontraindikasi untuk mengikuti latihan kekuatan otot)
Pre-test Pengkajian faktor risiko jatuh
menggunakan Timed Up and Go Test Perlakuan Program Pencegahan Jatuh
(edukasi dan latihan)
Post-test
Pengkajian faktor risiko jatuh menggunakan
3. Risiko jatuh lansia di BPSTW Ciparay Bandung
a. Risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay sebelum dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot.
Tabel 3
Risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay sebelum dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot.
Timed up and go test f %
Normal 15 23.1
Mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan, dapat beraktifitas
keluar rumah sendiri 14 21.5
Gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu, tidak dapat
beraktifitas keluar rumah sendiri 36 55.4
Total 65 100,0
Dari tabel diatas diketahui
sebanyak 55.4% responden
mengalami gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu dan tidak dapat beraktifitas keluar rumah
sendiri sedangkan 21.5% lainnya memiliki mobilitas baik, mampu mobilisasi tanpa bantuan serta dapat beraktifitas keluar rumah sendiri.
b. Risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay setelah dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot.
Tabel 4
Risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay setelah dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot.
Timed up and go test f %
Normal 14 21.88
Mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan,
dapat beraktifitas keluar rumah sendiri 27 42.19 Gangguan mobilisasi, membutuhkan alat
bantu, tidak dapat beraktifitas keluar rumah sendiri
23 35.94
Total 64 100,0
Tabel diatas menunjukkan data hasil Timed Up and Go Test setelah dilaksanakan intervensi edukasi pencegahan resiko jatuh dan latihan kekuatan otot. Sebanyak
35.94% responden mengalami
gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu, tidak dapat beraktifitas
keluar rumah sendiri sedangkan 42.19 % mengalami mobilitas baik, mampu mobilisasi tanpa bantuan serta dapat beraktifitas keluar rumah sendiri. Satu orang responden tidak dapat diikutsertakan pada pengkajian post intervensi (drop out) karena mengalami stroke.
4. Pengaruh program pencegahan jatuh terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay
Tabel 5
Pengaruh program pencegahan jatuh terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay
(Waktu * Kelompok Crosstabulation)
Kelompok Total Pre-test Post-test Wa kt u Normal Count 15 14 29 % within Waktu 51.7 48.3 100.0 Mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan, dapat beraktifitas keluar rumah sendiri Count 14 27 41 % within Waktu 34.1 65.9 100.0 Gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu, tidak dapat beraktifitas keluar rumah sendiri Count 36 23 59 % within Waktu 61.0 39.0 100.0 Total Count 65 64 129 % within Waktu 50.4 49.6 100.0
Tabel diatas menunjukkan perubahan pada responden yang masuk dalam kategori normal dari 51,7% menjadi 48,3%, mobilitas baik meningkat dari 34,1% menjadi 65,9% dan kategori responden dengan gangguan mobilisasi turun sebanyak 22%; dari 61,0% menjadi 39%. Terjadinya pengurangan hasil post test dengan kategori Normal dapat disebabkan oleh adanya responden yang drop out pada pengambilan data post intervensi.
Hasil uji yang dilakukan menggunakan Wilcoxon Signed Rank
Test menunjukkan nilai p sebesar
0,000 lebih kecil dari nilai alpha (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan waktu reaksi
(timed up and go test) sebelum dan setelah intervensi.
Pembahasan
Responden pada penelitian ini melibatkan 65 responden sebelum dilaksanakan intervensi dan 64 responden setelah intervensi (1 orang
drop out). Sesudah dilaksanakan
intervensi program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot yang terdiri dari 28 responden laki-laki dan 37 responden perempuan. Lansia yang tidak ikutkan dalam penelitian ini adalah: 25 lansia yang tinggal di klinik karena mengalami sakit dan 60 lansia yang mengalami keterbatasan
motorik. Selanjutnya akan di bahas hasil penelitian.
1. Kapasitas mental - intelektual lansia di BPSTW Ciparay Bandung.
Pada penelitian dengan 65 responden lansia di BPSTW Ciparay Bandung sebelum melaksanakan perlakuan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay Bandung, terlebih dahulu dilaksanakan pengkajian (screening responden) yang bertujuan untuk menetapkan kelompok intervensi, hal
ini dipertimbangkan untuk
menyesuaikan perlakuan dengan kondisi lansia, baik kesehatan fisik dan kapasitas mental kognitif dari pada lansia sebagai responden.
Langkah pertama yang
dilaksanakan dalam penelitian ini adalah screening responden dengan menggunakan format Mini Mental
State Exam (MMSE). Tes ini
dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi kesehatan atau tenaga terlatih manapun yang telah menerima instruksi untuk penggunaannya. MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk
mendeteksi dan mengikuti
perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif. Hasilnya, MMSE menjadi suatu metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling
banyak di dunia dan telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah digunakan sebagai instrumen skrining kognitif primer pada beberapa studi epidemiologi skala besar demensia. Tes ini juga digunakan secara luas pada praktik klinis dan kecermelangannya sebagai instrumen skrining kognitif telah dibukt ikan dengan pencatuman
bersama dengan Diagnostic
Interview Schedule (DIS), dalam
studi National Institute of Mental Health ECA dan oleh daftarnya yang menyebutkan MMSE sebagai penilai
fungsi kognitif yang
direkomendasikan untuk kriteria diagnosis penyakit Alzheimer dikembangkan oleh konsorsium National Institute of Neurological and Communication Disorders and Stroke and the Alzheimer’s Disease and Related Disorders Association (McKhann dkk, 1984).
Kelemahan terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah batasannya atau ketidakmampuannya untuk menilai beberapa kemampuan kognitif yang terganggu. MMSE juga relatif tak sensitif terhadap penurunan kognitif yang sangat ringan (terutama pada individual dengan status pendidikan tinggi). Walaupun batasan batasan ini mengurangi manfaat MMSE, tes ini tetap menjadi instrumen yang sangat berharga untuk penilaian penurunan kognitif (Rush, 2000).
Hasil pemeriksaan MMSE yang dilakukan terhadap lansia di BPSTW
Ciparay menunjukkan bahwa
mempunyai kemungkinan mengalami gangguan kognitif dan 16,9% yang mengalami gangguan kognitif. Gangguan kognitif merupakan gangguan yang secara signifikan dapat menghambat fungsi
kognitif seseorang dalam
melaksanakan fungsi kehidupan sosialnya di tengah masyarakat. Pada lansia di BPSTW Ciparay tanda dan gejala gangguan kognitif yang dominan terlihat diantaranya adalah penurunan kemampuan mengingat (short term dan long term memory) dan penurunan koordinasi motorik. Hal ini terlihat sangat mempengaruhi kemampuan lansia dalam melakukan interaksi sosial dengan sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan dan pekerja sosial yang ada disekitar BPSTW Ciparay.
Pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan untuk melengkapi kajian terhadap kapasitas mental-intelektual lansia dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Short
Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ). SPMSQ
merupakan cara yang dipakai untuk
mendeteksi adanya gangguan
kognitif meliputi orientasi, memori jauh dan kemampuan matematis (Pfeiffer, 1975 dalam Lueckenotte,
2000). Pemeriksaan SPMSQ
merupakan pemeriksaan yang
umumnya direkomendasikan untuk mengukur status demensia lansia.
Hasil pemeriksaan SPMSQ pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 21.54% responden memiliki kerusakan ringan pada fungsi intelektualnya, 20.00%
memiliki kerusakan sedang dan 16.9 % mengalami fungsi intelektual dengan kerusakan berat. Kerusakan fungsi intelektual berat menunjukkan bahwa lansia memiliki tanda dan gejala demensia, akan tetapi tidak ada satupun responden dalam penelitian ini yang memiliki kondisi
intellectual impairment yang dibawa
sejak lahir. Tanda dan gejala adanya kerusakan pada fungsi intelektual yang terlihat pada responden dalam penelitian ini antara lain penurunan kemampuan memori jangka panjang dan jangka pendek. Hal ini juga mempertegas hasil MMSE yang didapat dimana diketahui bahwa hampir setengah dari responden dinyatakan mungkin mengalami gangguan kognitif dan sebagian kecil dari responden mengalami gangguan kognitif.
Penelitian Meta-analisis yang dilakukan oleh Muir dkk (2012) terhadap 27 penelitian terdahulu tentang gangguan fungsi kognitif dan kejadian jatuh menunjukkan adanya hubungan kerusakan fungsi kognitif dengan risiko jatuh pada lansia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan fungsi kognitif berhubungan dengan kejadian jatuh, cedera berat dan fraktur pada lansia yang berada di komunitas. Lebih lanjut, Muir dkk menyatakan bahwa gangguan fungsi kognitif yang ringan sekalipun dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia. Berdasarkan hal tersebut diatas dan berdasarkan hasil pengkajian kapasitas mental-intelektual yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini dapat
dinyatakan bahwa lansia di BPSTW Ciparay memiliki faktor risiko jatuh.
2. Risiko jatuh lansia di BPSTW Ciparay Bandung sebelum dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot
Data pada tabel 3 menyatakan bahwa sebanyak 55.4% responden mengalami gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu dan tidak dapat beraktifitas keluar rumah sendiri sedangkan hanya 21.5% yang memiliki mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan dan dapat beraktifitas keluar rumah sendiri. Gangguan mobilisasi yang umumnya terjadi pada responden adalah penurunan
kemampuan motorik. Lansia
mengalami kesulitan dalam menjaga
keseimbangan dan terlihat
mengalami penurunan kekuatan otot. Penurunan fungsi ini terjadi seiring dengan proses penuaan yang dialami oleh lansia.
Perubahan-perubahan pada fisik yang terjadi pada lansia dapat menjadi faktor penyebab terjadinya jatuh pada lansia. Sebuah systematic
review yang dilakukan oleh Rubenstein dan Josephson (2006) mengemukakan bahwa perubahan pada organ atau system tubuh pada lansia dapat menjadi ‘intrinsic
factor’ terjadinya jatuh. Istilah lain
yang dipakai oleh WHO (2007)
untuk menggambarkan faktor
penyebab jatuh yang berasal dari perubahan kondisi fisik lansia akibat proses penuaan ataupun co-morbidity adalah ‘biological factor’.
Faktor intrinsik ataupun faktor biologis yang dimiliki oleh lansia yang dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia di BPSTW Ciparay dalam penelitian ini diidentifikasi dengan pelaksanaan
Timed Up and Go Test. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan cara responden duduk dengan tegak menyandar pada kursi dan kedua kaki mengarah kedepan (kedua lengan boleh diletakan dibagian tangan kursi). Pemeriksa mengucapkan kata ‘Go’ dan pada saat yang bersamaan mulai menghitung waktu menggunakan
stop watch. Apabila lansia kelelahan,
lansia disarankan untuk berhenti (tidak duduk) dan apabila sudah merasa lebih baik dapat melanjutkan untuk berjalan. Tidak ada limit waktu maksimal bagi lansia untuk menyelesaikan test. Kemampuan lansia dalam berjalan (mobilisasi) tanpa bantuan dan atau keterbatasan menjadi salah satu variabel
penilaiannya. Selain itu,
ketergantungan lansia terhadap bantuan dalam melakukan aktifitas di luar rumah merupakan variabel yang juga menunjukkan bahwa lansia merupakan lansia yang berisiko jatuh.
3. Risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay setelah dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot.
Data pada tabel 4
menunjukan hasil pemeriksaan
Timed Up and Go Test yang
dilakukan pada responden setelah menerima perlakuan atau intervensi
berupa edukasi dan latihan kekuatan otot. Sebanyak 35.94% responden mengalami gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu, tidak dapat beraktifitas keluar rumah sendiri dan 42.19 % mengalami mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan dan dapat beraktifitas keluar rumah sendiri. Data tersebut diatas memberikan gambaran adanya peningkatan pada kemampuan mobilisasi lansia yang dampaknya berbanding terbalik dengan faktor risiko jatuh pada lansia.
Terdapat berbagai macam intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah jatuh pada lansia. Intervensi tersebut adalah olah raga (kekuatan otot, keseimbangan, kelenturan), modifikasi lingkungan,
medication management, koreksi
visus, pemberian vitamin D dan pendidikan kesehatan. Beberapa intervensi tersebut telah secara luas
diuji efektifitasnya dalam
mengurangi insiden jatuh atau menurunkan level risiko jatuh pada lansia (Asih, 2011). Beberapa intervensi pencegahan jatuh dapat dilaksanakan secara bersamaan dengan demikian disebut sebagai
intervensi multiple serta
multifactorial. Perbedaan kedua intervensi ini berada pada tahap pengkajian awal sebelum intervensi ditetapkan (ACSQHC, 2009) dimana dalam multifactorial interventions lansia akan mendapatkan intervensi pencegahan jatuh berdasarkan pada keberadaan faktor risiko yang dimiliki oleh lansia yang diketahui setelah pengkajian sedangkan dalam
multiple interventions pengkajian
awal (initial assessment) tidak dilakukan.
Intervensi dalam penelitian ini bersifat multiple interventions dimana peneliti menggabungkan dua intervensi yaitu edukasi dan olahraga berupa latihan kekuatan otot untuk menanggulangi risiko jatuh pada
lansia. Intervensi edukasi
disampaikan melalui beberapa sesi dan dalam bentuk seminar, diskusi dan tanya jawab yang dipimpin oleh pemateri dan didampingi oleh fasilitator. Informasi yang diberikan dimuat dalam booklet yang dibagikan kepada responden. Sebuah penelitian yang mengukur efektifitas intervensi berupa peningkatan pengetahuan mengenai jatuh pada lansia menyatakan bahwa insiden jatuh dapat dikurangi hingga 31%
(Clemson, 2004). Meskipun
penelitian ini tidak membandingkan angka insiden jatuh sebelum dan sesudah intervensi edukasi namun hasil penelitian menunjukkan penurunan jumlah persentase lansia yang memiliki gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu dan tidak dapat beraktifitas keluar rumah sendiri.
Intervensi selanjutnya berupa latihan kekuatan otot yang dilakukan
selama 4 minggu dengan
berpedoman pada Stay Safe Stay
Active Daily Exercise Program
(National Center for Injury Prevention and Control, 2008).
Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot serta keseimbangan sehingga dapat
memberikan motivasi bagi lansia untuk melakukan aktifitas sehari-hari dengan aman dan mandiri. Hasil
Timed Up and Go Test dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa latihan kekuatan otot telah
meningkatkan kemampuan
mobilisasi responden.
4. Pengaruh program pencegahan jatuh terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay
Tabel 5 menunjukkan adanya peningkatan nilai persentase lansia dengan mobilitas baik sebanyak 31,8% dimana sebelum intervensi diberikan nilainya adalah 34,1 % dan setelah intervensi diberikan nilainya menjadi 65,9%. Perubahan ini berpengaruh pada nilai persentase lansia dengan kategori mengalami gangguan mobilisasi dimana setelah intervensi dilakukan nilainya
menjadi 39,0%. Hasil uji
menggunakan Wilcoxon Signed Rank
Test menunjukkan nilai p sebesar
0,000 lebih kecil dari nilai alpha (0,05) sehingga Ho ditolak dan dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh program pencegahan jatuh terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay. Pengaruh program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot pada lansia di BPSTW Ciparay terlihat dari adanya perubahan kearah yang lebih baik dalam kemampuan lansia melakukan mobilisasi. Peningkatan kemampuan mobilisasi pada lansia pada akhirnya dapat menurunkan risiko jatuh dan sebaliknya akan meningkatkan
kemampuan serta kemauan lansia dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari dengan aman dan mandiri.
Simpulan
Dari penelitian yang sudah dilakukan dan sudah dipaparkan dalam bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kapasitas fungsi mental-intelektual lansia di BPSTW
Ciparay menunjukkan
keberadaan faktor risiko jatuh akibat penurunan fungsi kognitif.
2. Program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot pada lansia di BPSTW Ciparay berpengaruh pada kemampuan mobilisasi
lansia dimana terdapat
peningkatan nilai persentase lansia dengan mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan dan dapat melakukan aktifitas di luar rumah sendiri atau tanpa bantuan setelah dilakukan intervensi. 3. Penurunan fungsi kognitif pada
lansia tidak menjadi hambatan
yang signifikan dalam
pelaksanaan program
pencegahan jatuh di BPSTW Ciparay.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan hasil dan keterbatasan pada hasil penelitian ini dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi lansia, pemberi asuhan pada lansia maupun kelompok masyarakat dimana lansia berada, dapat menerapkan program pencegahan jatuh dengan multiple intervensions secara mandiri pada lansia
dengan memperhatikan
pengetahuan yang benar dan tepat mengenai jatuh dan pencegahannya sehingga bisa mendapatkan intervensi yang tepat sesuai kebutuhan lansia. 2. Bagi pengelola BPSTW Ciparay
Bandung, dapat melanjutkan
pelaksanaan Program
pencegahan jatuh yang sudah diterapkan dengan rutin dan meningkatkan upaya-upaya untuk mengurangi enviromental
hazards (penyebab jatuh akibat
lingkungan), memberikan
pengetahuan yang tepat dan benar mengenai penanggulangan jatuh bagi seluruh petugas atau pekerja yang berinteraksi dengan lansia.
3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan memasukkan beberapa variabel lain yang
belum termasuk dalam
penelitian ini.
Daftar Pustaka
Aminzadeh, F & Edwards, N 1998, ‘Exploring seniors’ view on the use of assistive devices in fall prevention’, Public Health
Nursing, vol. 15, no. 4, pp.
297-304.
Asih, W 2011, ‘Falls prevention framework for older people living in the community in Indonesia’, Proceeding 1st
International Nursing
Conference 2011: Nursing research innovation and international collaboration. ISSN : 2088-9763 hal 37-46. Australian Commission on Safety
and Quality in Health Care (ACSQHC) 2009, Preventing
falls and harm from falls in older people: Best practice guidelines for Australian community care 2009,
Commonwealth of Australia. Boyd, R and Stevenson, J 2009,
‘Falls and fear of falling:
Burden, beliefs and
behaviours’, Age and Ageing, vol. 38, pp. 423-428.
Chang, JT, Morton, SC, Rubenstein, L et al 2004, ‘Interventions for the prevention of falls in older adults: Systematic review and meta-analysis of randomized clinical trials’, BMJ, vol. 328, pp.676-682.
Clemson, L, Cumming, R, Kendig,
H, et al 2004, ‘The
effectiveness of a community-based program for reducing the incidence of falls in the elderly: A randomized trial’, JAGS, vol. 52, pp. 1487-1494.
Fajar, et al. (2009). Statistika Untuk
Praktisi Kesehatan.
Gillespie, L, Robertson, M,
Gillespie, W, et al
2009,’Intervention for
preventing falls in older people living in the community’, (Cochrane Review), pp. 1-254, diakses pada 30 Agustus 2013,
(online Wiley
InterScience/Cochrane
Database of Systematic Reviews).
Heryawan, A, 2009, Lansia Jawa
Barat Punya Peran Strategis,
diakses pada 6 Mei 2014, <http://www.ahmadheryawan.c om>.
Hill, K, Schwarz, J & Winbolt, M 2009, ‘Supporting independent function and preventing falls’, dalam Older People: Issues
and innovations in care, 3rd edn, R Nay dan Sally Garratt
(eds). New South Wales, Churchill Livingstone-Elsevier.
International Classification of Disease-10 2006, World Health Organization, diakses pada 8 September 2013, <http://apps.who.int/classificati ons/apps/icd/icd10online/>. Lueckenotte, A. G. (2000).
Gerontologic Nursing, 2nd ed.
New York: Mosby
McClure, RJ, Turner, C, Peel, N, et al 2008, ‘Population-based interventions for the prevention of fall-related injuries in older people’ (Cochrane Review), pp. 1-23 diakses pada 1
September 2013, (online Wiley InterScience/Cochrane
Database of Systematic Reviews).
McKhann,Guy,M.D and Marilyn Albert,Ph.D,Keep your Brain Young,(Jakarta:PT buku Kita,cet.1,2010)
Moylan, K and Binder, E 2007, ‘Falls in older adults: Risk assessment, management and prevention’, The American
Journal of Medicine, vol. 120,
no. 6, pp. 493-497.
Muir, SW, Gopaul, K, Odasso, MM 2012, ‘The role of cognitive impairment in fall risk among older adults: a systematic review and meta-analysis’, Age
and Ageing, vol 41, pp. 99–
308.
National Ageing Research Institute 2004, An Analysis of Research
on Preventing Falls and Falls Injury in Older People: Community, residential aged care and hospital settings (2004 Update), Australian Government, Department of Health and Ageing, Injury
Prevention Section,
Commonwealth Australia, Canberra.
National Center for Injury Prevention and Control 2008, Preventing
Falls: How to Develop Community-based Fall Prevention Programs for Older Adults. Centers for Disease
Control and Prevention, Atlanta.
National Institute for Clinical Excellence 2004, Clinical Guideline 21: Falls-The
assessment and prevention of falls in older people, National
Institute for Clinical Excellence, diakses pada 7 Agustus 2013,
<http://www.nice.org.uk/CG02 1NICEguideline>.
National Public Health Partnership (NPHP) 2005, The National
Falls Prevention for Older People Plan: 2004 Onwards,
Department of Health and Aging, Canberra.
Podsiadlo D, Richardson S, 1991, ‘The Time “Up & Go”: A Test of Basic Functional Mobility for Frail Elderly Persons’,
Journal of the American Geriatrics Society, vol. 39, no.
2, pp. 142-148
Registered Nurses Association of Ontario 2002, Prevention of Falls and Fall Injuries in the Older Adult, Registered Nurses Association of Ontario: Toronto, Canada.
Rubenstein, LZ, Josephson, KR 2006, ‘Falls and their prevention in elderly people: What does the evidence show?’, The Medical Clinics of
North America, pp. 807-824.
Rush, A.J.,et al., 2000. Handbook of Psychiatric
Measures.Washington, DC: American Psychiatric Association.
Sherrington, C, Whitney J, Lord, S et al 2008, ‘Effective exercise for the prevention of falls: A systematic review and meta-analysis’, JAGS, vol. 56, pp. 2234-2243.
Shumway - Cook A, Brauer S,
Woollacott M, 2000,
‘Predicting the Probability for Falls in Community-Dwelling Older Adults Using the Timed Up & Go Test’, Physical
Therapy, vol 80, no. 9, pp.
896-903.
Tideiksaar, R 2002 ‘Falls in older persons: prevention and management, 3rd edn’, Health Professions Press, Illinois. Touhy, T & Jett, K 2010, Ebersole &
Hess’ gerontological nursing & healthy aging, 3rd edn, St.
Louis, Mosby-Elsevier.
Undang-undang No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, diakses pada 10 April
2014, <
http://www.dpr.go.id/uu/uu199 8/UU_1998_13.pdf>.
World Health Organization 2007,
WHO Global Report on Falls Prevention in Older Age,
World Health Organization, France
Yardley, L, Beyer, N, Hauer, K et al 2007, ‘Recommendations for promoting the engagement of older people in activities to prevent falls’, Qual Saf Health
Care, vol 16, no. 3, pp.
230-234.
Yardley, L, Donovan-Hall, M, Francis, K et al 2006, ‘Older People‟s Views of Advice about Falls Prevention: a qualitative study’, Health Educ Res, vol 21, no 4, pp 508-517 .