• Tidak ada hasil yang ditemukan

Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Embriologi hidung

Embriologi hidung

Perkem

Perkembangan rongga bangan rongga hidung secara hidung secara embriembriologi yang ologi yang mendasmendasari ari pembentpembentukan ukan anatomanatomii si

sinonnonasasal al dadapat pat didibabagi gi memenjnjadi adi dua dua prprososeses. . PerPertatamama, , emembrbrioional nal babagigian an kekepalpalaa  berkembang

 berkembang membentuk membentuk dua dua bagian bagian rongga rongga hidung hidung yang yang berbeda berbeda ; ; kedua kedua adalah adalah bagianbagian din

dindinding g latlateral eral hidhidung ung yanyang g kemkemudiudian an berberinvinvagiaginasnasi i menmenjadjadi i komkomplepleks ks padpadat, at, yangyang dikenal dengan konka (

dikenal dengan konka (turbinateturbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai sinus.

sinus. Sej

Sejak ak kehkehamiamilan lan berberusiusia a empempat at hinhingga gga deldelapaapan n minminggu ggu , , perperkemkembangbangan an embembririonalonal anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang ter

terpispisah ah yaiyaitu tu daedaerah rah frofrontontonasnasal al dan dan bagbagian ian perpertautautan tan proprosessesus us makmaksilsilariaris. s. DaeDaerahrah fro

frontontonasnasal al nannantintinya ya akaakan n berberkemkembang bang hinhingga gga ke ke otaotak k bagibagian an depdepan, an, menmendukdukungung  pembentukan

 pembentukan olfaktori. olfaktori. Bagian Bagian medial medial dan dan lateral lateral akhirnya akhirnya akan akan menjadi menjadi nares nares (lubang(lubang hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan  perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari

 perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.daerah maksilaris.

Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai terebentuk, Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai terebentuk, yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana. Usia yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana. Usia kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan bersatu membentuk tiga buah kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan bersatu membentuk tiga buah konka (

konka (turbinateturbinate). Ketika kehamilan berusia sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus). Ketika kehamilan berusia sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus maksilaris yang diawali oleh invaginasi meatus media.

maksilaris yang diawali oleh invaginasi meatus media.

Dan pada saat yang bersamaan terbentuknya prosesus unsinatus dan bula ethmoidalis Dan pada saat yang bersamaan terbentuknya prosesus unsinatus dan bula ethmoidalis yang membentuk suatu daerah yang lebar disebut hiatus emilunaris. Pada usia kehamilan yang membentuk suatu daerah yang lebar disebut hiatus emilunaris. Pada usia kehamilan empat belas minggu ditandai dengan pembentukan sel etmoidalis anterior yang berasal empat belas minggu ditandai dengan pembentukan sel etmoidalis anterior yang berasal dari invaginasi bagian atap meatus media dan sel ethmoidalis posterior yang berasal dari dari invaginasi bagian atap meatus media dan sel ethmoidalis posterior yang berasal dari  bagian dasar meatus superior.

(2)

Dan akhirnya pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu , dinding lateral hidung Dan akhirnya pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu , dinding lateral hidung terbentuk dengan baik dan sudah tampak jelas proporsi konka. Seluruh daerah sinus terbentuk dengan baik dan sudah tampak jelas proporsi konka. Seluruh daerah sinus  paranasal

 paranasal muncul muncul dengan dengan tingkatan tingkatan yang yang berbeda berbeda sejak sejak anak anak baru baru lahir,lahir,  perkembangannya melalui tahapan yang spesifik. Yang pertama berkembang adalah sinus  perkembangannya melalui tahapan yang spesifik. Yang pertama berkembang adalah sinus

etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris, sfenoid , dan sinus frontal. etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris, sfenoid , dan sinus frontal.

Anatomi hidung luar

Anatomi hidung luar

Hidung terdir

Hidung terdiri i atas hidung luar dan atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjoluar menonjoll  pada

 pada garis garis tengah tengah di di antara antara pipi pipi dan dan bibir bibir atas atas ; ; struktur hstruktur hidung idung luar luar dibedakan dibedakan atas atas tigatiga  bagian : yang

 bagian : yang paling atas : kubah paling atas : kubah tulang yang tak dapat tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapatdigerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian- bagiannya

 bagiannya dari dari atas atas ke ke bawah bawah : : 1) 1) pangkal pangkal hidung hidung (bridge), (bridge), 2) 2) batang batang hidung hidung (dorsum(dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip),

nasi), 3) puncak hidung (hip),

ala nasi,5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh ala nasi,5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3)  prosesus

 prosesus nasalis nasalis os os frontal frontal ; ; sedangkan sedangkan kerangka kerangka tulang tulang rawan rawan terdiri terdiri dari dari beberapabeberapa  pasang

 pasang tulang tulang rawan rawan yang yang terletak terletak di di bagian bagian bawah bawah hidung, hidung, yaitu yaitu 1) 1) sepasang sepasang kartilagokartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan

(3)

Dan akhirnya pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu , dinding lateral hidung Dan akhirnya pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu , dinding lateral hidung terbentuk dengan baik dan sudah tampak jelas proporsi konka. Seluruh daerah sinus terbentuk dengan baik dan sudah tampak jelas proporsi konka. Seluruh daerah sinus  paranasal

 paranasal muncul muncul dengan dengan tingkatan tingkatan yang yang berbeda berbeda sejak sejak anak anak baru baru lahir,lahir,  perkembangannya melalui tahapan yang spesifik. Yang pertama berkembang adalah sinus  perkembangannya melalui tahapan yang spesifik. Yang pertama berkembang adalah sinus

etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris, sfenoid , dan sinus frontal. etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris, sfenoid , dan sinus frontal.

Anatomi hidung luar

Anatomi hidung luar

Hidung terdir

Hidung terdiri i atas hidung luar dan atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjoluar menonjoll  pada

 pada garis garis tengah tengah di di antara antara pipi pipi dan dan bibir bibir atas atas ; ; struktur hstruktur hidung idung luar luar dibedakan dibedakan atas atas tigatiga  bagian : yang

 bagian : yang paling atas : kubah paling atas : kubah tulang yang tak dapat tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapatdigerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian- bagiannya

 bagiannya dari dari atas atas ke ke bawah bawah : : 1) 1) pangkal pangkal hidung hidung (bridge), (bridge), 2) 2) batang batang hidung hidung (dorsum(dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip),

nasi), 3) puncak hidung (hip),

ala nasi,5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh ala nasi,5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3)  prosesus

 prosesus nasalis nasalis os os frontal frontal ; ; sedangkan sedangkan kerangka kerangka tulang tulang rawan rawan terdiri terdiri dari dari beberapabeberapa  pasang

 pasang tulang tulang rawan rawan yang yang terletak terletak di di bagian bagian bawah bawah hidung, hidung, yaitu yaitu 1) 1) sepasang sepasang kartilagokartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan

(4)

Anatomi hidung dalam

Anatomi hidung dalam

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka

dan konka inferinferior. Celah antara ior. Celah antara konka inferiokonka inferior r dengan dasar hidung dengan dasar hidung dinamdinamakan meatusakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.

sebelah atas konka media disebut meatus superior.

Septum nasi Septum nasi

Sept

Septum um memmembagi kavum bagi kavum nasnasi i menmenjadjadi i dua dua ruaruang ng kankanan an dan dan kirkiri. i. BagBagian ian posposterterior ior  dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista sfenoid.

(5)

Kavum nasi Kavum nasi

Kavum nasi terdiri dari: Kavum nasi terdiri dari:

Dasar hidung Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os  palatum.

(6)

Atap hidung Atap hidung

Ata

Atap p hidhidung ung terterdirdiri i dardari i karkartitilaglago o latlateraeralis lis supsuperierior or dan dan infinferierior, or, os os nasnasal, al, proprosessesusus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior. .

septum nasi dan permukaan kranial konka superior. .

Dinding Lateral Dinding Lateral

Din

Dindinding g latlateraeral l dibdibententuk uk oleoleh h perpermukmukaan aan daldalam am proprosessesus us frofrontantalilis s os os makmaksilsila, a, osos lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan

konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.lamina pterigoideus medial.

Konka Konka

Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media dan inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior. inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior. Kada

Kadang-ng-kadkadang ang diddidapaapatkatkan n konkonka ka keekeempampat t (ko(konka nka supsupremrema) a) yanyang g terterataatas. s. KonKonkaka sup

supremrema, a, konkonka ka supsuperierior, or, dan dan konkkonka a medmedia ia berberasaasal l dardari i masmassa sa latlateraeralis lis os os etmetmoidoid,, sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum.

(7)

Meatus superior

Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.

Meatus media

Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal

(8)

sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum.

Meatus Inferior

Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior  nostril.

(9)

Nares

 Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring,  berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan d an kiri septum. Tiap nares posterior bagian  bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer,  bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus.

Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla.

(10)

SINUS PARANASAL

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang  berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya  berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh  pseudostratified columnar epithelium yang  berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya  berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet

Kompleks ostiomeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina

(11)

 papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.

Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang keluar  dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus dan konka media

Vaskularisasi hidung

Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan  posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis

(12)

interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang –  cabang a.fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina,a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut  pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis(pendarahan hidung) terutama pada anak.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya . Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang  berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup,

sehingga merupakanfaktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intracranial.

(13)

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan  persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut  parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.

 Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

(14)

HISTOLOGI HIDUNG

Rongga Hidung

Vestibulum

O Merupakan bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung.

O Disekitar permukaan dalam nares terdapat banyak kelenjar sebasea dan kelenjar  keringat, serta vibrisea (rambut yg pendek dan tebal)

Fungsi vibrisea menahan dan menyaring partikel2 besar dari udara fosa nasalis (cavum nasi)

O Didalam otak terdapat 2 bilik kavernosa yang dipisahkan olehseptum nasi.

O di bagian lateral keluar 3 tonjolan yang dikeal dengan konka superior, media,

inferior.

O Konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus.

O Konka media dan konka inferior di lapisi oleh epitel respirasi. Mukosa pernafasan hidung

O Epitel organ pernafasan berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, tergantung  pada tekanan dan kecepatan udara, suhu, dan derajat kelembapan udara. Biasanya  berupa epitel thoraks, bersilia, bertingkat palsu. (pseudo-stratified)

O Pada ujung anterior konka dan septum  dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa silia.

O Sepanjang arus inspirasiepitel menjadi thoraks dgn silia pendek.

O Pada sel2 meatus media dan inferior yang berperan dalam proses ekspirasi memiliki silia panjang dan tersusun rapi.

Lapisan mukosa olfaktorius

O Epitel olfaktorius daerah khusus membran mukosa konka superior yang terletak di atap rongga hidung. Luasnya sekitar 10 cm2 dengan tebal sampai 100

epitel ini merupakan epitel bertingkat silindris .

O Sel penyokong memiliki apeks silindris yg lbh besar dan basis yg lebih sempit. pada permukaan bebasnya terdapat mikrofili yang terbenam dalam selapis

(15)

cairan. Mengandung pigmen kuning muda yang menimbulkan warna mukosa olfaktorius.

O Sel-sel basal kecil, bentuknya bulat atau kerucutdan membentuk  suatu lapisan pada basis epitel.

O Diantara sel2 basal dan sel penyokong terdapatsel-sel olfaktorius merupakan neuron bipolar. Intinya terletak di bawah inti sel penyokong. Dendritnya memiliki daerah yang meninggi dan melebar, tempat 6-8 silia berasal.

O Akson aferen dr neuron bipolar sel2 olfaktorius bergabung dalam berkas kecil yang mengarah ke susunan saraf pusat di lobus olfaktorius otak.

Silia

O Merupakan struktur kecil mirip rambut. O Panjang : 5-7 mikron

O Letak : pada lamina akhir sel-sel permukaan epitelium O Jumlah : sekitar 250 per sel pada saluran pernafasan atas.

O Terbentuk dari 2 mikrotubulus sentral tunggal. Yang di kelilingi oleh 9 pasang mikrotubulus.

O Semua mikrotubulus ini terbungkus oleh 3 lapisan yang tipis dan rapuh. Sinus paranasal

O Merupakan rongga tertutup dalam tulang frontal, maxilla, ethmoid dan sfenoid. O Sinus2 ini dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung

sel goblet.

O Sinus paranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang2 kecil. Mukus yang dihasilkan dalam rongga2 ini terdorong ke dalam hidung akibat aktivitas dari epitel bersilia.

(16)

Fisiologi organ penghidu

• indera penghidu merupakan indera khusus yg paling kurang dimengerti, karena

organnya kurang berkembang pada manusia, dibandingkan hewan membran olfaktorius

• terletak di langit2 rongga hidung, • mengandung tiga jenis sel :

• reseptor olfaktorius -> terdiri dari bbrp kepala mnggembung berisi bbrp

silia sbg tempat pengikatan molekul odoriferosa

• sel penunjang -> sekresi mukus u/ melapisi saluran hidung • sel basal -> prekursor u/ regenerasi sel olfaktoriyg baru/ 2 bulan

• syarat bahan agar dapat dibaui : • mudah menguap

(17)

• mudah larut air -> larut dalam lapisan mukus yg melapisi mukosa

olfaktorius

(18)
(19)

RHINITIS ALERGI

DEFINISI

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

ETIOLOGI

Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran  penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi.

Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi.

Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara  pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk 

sari, dan lain-lain.

GEJALA

(20)

PATOFISIOLOGI

 Sensitisasi

Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks molekul MHC (Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan  berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan lainnya.

IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut.

 Reaksi Alergi Fase Cepat

Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin, tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin. Mediator-mediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema,  berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.

(21)

 Reaksi Alergi Fase Lambat

Reaksi alergi fase cepat terjadi setelah 4 – 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel postkapiler  yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM) dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit,  basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi

teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung. Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung.

KLASIFIKASI

Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat  berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi:

• Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. • Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu d an/atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

• Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,

 bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

• Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.

(22)

dan lakrimasi mendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan  petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada an ak.

2. Pemeriksaan Fisik 

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu  bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang  pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering

digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute).

Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang  berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai  pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang  pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test).

Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada dua macam tes kulit yaitu tes kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores (scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan  pengenceran ganda (Skin Endpoint Titration – SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan memberikan alergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula

(23)

dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT).

PENATALAKSANAAN

Terapi rinitis alergi umumnya berdasarkan tahap-tahap reaksi alergi, yaitu:

• Tahap terjadinya kontak antara alergen dengan kulit atau mukosa hidung. Tahapan ini

diterapi dengan penghindaran terhadap alergen penyebab.

• Tahap penetrasi alergen ke dalam jaringan subkutan/submukosa menuju IgE pada

 permukaan sel mast atau basofil. Tahapan ini diterapi secara kompetitif dengan imunoterapi.

• Tahapan ikatan Ag-IgE di permukaan mastosit/basofil, sebagai akibat lebih lanjut

reaksi Ag-IgE dimana dilepaskan histamin sebagai mediator. Tahapan ini dinetralisir  dengan obat – obatan antihistamin yang secara kompetitif memperebutkan reseptor  H1 dengan histamin.

• Tahap manifestasi klinis dalam organ target, dimana ditandai dengan timbulnya

gejala. Tahapan ini dapat diterapi dengan obat-obatan dekongestan sistematik atau lokal.

Secara garis besar penatalaksanaan rinitis terdiri dari 3 cara, yaitu:

Menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi, dan imunoterapi, sedangkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti sinusitis dan polip hidung.

Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Pencegahan primer untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap

(24)

alergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan dengan penghindaran terhadap  pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit.

3. Pencegahan tersier untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit

alergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan.

RINITIS AKUT

Rinitis dapat didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh beberapa proses patologis yang berbeda. Rinitis ditandai dengan adanya hidung tersumbat, rinorea, bersin, gatal hidung, post nasal drip (PND), ataupun kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Rinitis dibagi menjadi dua, rinitis alergi dan non alergi. Yang paling sering terjadi adalah rinitis alergi. Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi yang diperantarai IgE pada mukosa hidung. Berdasarkan perjalanan  penyakitnya, rinitis non-alergi dapat dibagi menjadirinitis akut dan rinitis kronis.

• Rinitis Akut

Rinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Selain itu, rinitis akut dapat juga timbul sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau trauma. Penyakit ini seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Yang termasuk ke dalam rinitis akut diantaranya adalah rinitis simpleks, rinitis influenza dan rinitis bakteri akut supuratif. Sinonim Rinitis akut adalah  Acute  Nasal Catarrh;  Acute Coryza; Cold in the Head . Acute viral nasopharyngitis, atau  Acute Coryza, biasanya dikenal sebagai common cold , adalah sangat tinggi  penularannya, penyakit infeksi virus dari sistem pernapasan atas, terutama semata disebabkan oleh picornav Rinitis akut merupakan infeksi saluran napas atas terutama hidung, umumnya disebabkan oleh virus. Sebagian besar yang mencakup virus, meliputi rhinovirus,  Respiratory syncytial viruses (RSV), virus  parainfluenza, virus influenza, dan adenovirusirus atau coronavirus.

(25)

Infeksi saluran pernapasan atas adalah penyakit infeksi paling umum org dewasa yang mempunyai 2 – 4 kali terinfeksi pernapasan tiap tahun. Anak-anak mungkin punya 6 – 10 c.colds dalam 1 tahun (dan sampai 12 kali c.colds dalam 1 tahun untuk anak-anak  sekolah). Anak anak lebih mudah menjadi transmisi infeksi.

• Rinitis Simpleks

Rinitis simpleks disebut juga pilek, selesma, common cold, dan coryza. Penyakit ini merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada manusia. Sangat menular, gejala muncul jika kekebalan tubuh rendah

Etiologi

Penyebab rinitis simpleks ialah beberapa jenis virus, yang diklasifikasikan berdasarkan komposisi biokimia virus : rhinovirus, bisa juga myxovirus, coxsackie virus, ECHO virus Virus RNA termasuk kelompok seperti rinovirus, ekhovirus, virus influenza,  parainfluenza, dan campak. virus DNA termasuk kelompok adenovirus dan herpes virus.

Gejala klinis

Gejala : panas, gatal dan kering pada hidung, bersin berulang, hidung tersumbat, ingus encer, hidung merah dan bengkak, jika disertai infeksi bakteri ingus mukopurulen

(26)
(27)

Cara Penularan

1. Diduga melalui kontak langsung atau melalui droplet, yang lebih penting lagi  penularan tidak langsung dapat terjadi melalui tangan dan barang-barang yang  baru saja terkontaminasi oleh kotoran hidung dan mulut dari orang yang

terinfeksi.

2.  Rhinovirus, RSV dan kemungkinan virus-virus lainnya ditularkan melalui tangan yang terkontaminasi dan membawa virus ini ke membran mukosa mata dan hidung

Komplikasi

Komplikasinya yaitu dapat mengantarkan ke opportunistic coinfections atau  superinfections seperti bronkitis akut, bronkiolitis, croup, pneumonia, sinusitis, dan otitis media. Orang-orang dengan penyakit paru-paru kronik seperti asma dan COPD adalah lebih rentan terjadi. C. Colds mungkin menyebabkan eksaserbasi akut dari asma, emfisema atau bronkitis kronik 

Terapi

1. Terapi terbaik pada rinitis virus tanpa komplikasi adalah istirahat, obat-obatan simtomatis seperti analgetika, antipiretik dan dekongestan. Selama fase infeksi  bakteri sekunder, dapat diberikan antibiotika.

2. Dekongestan oral mengurangi sekret hidung yang banyak, membuat pasien merasa lebih nyaman, namun tidak menyembuhkan.

3. Tetes hidung efedrin 1 % sangat menolong, bila hidung tersumbat.

4. analgetik-antipiretik dapat meringankan gejala, dimana antipiretik terpilih adalah asetaminofen.

(28)

Rinitis Influenza

Etiologi

Rinitis influenza disebabkan oleh virus A, B dan C dari golongan ortomiksovirus.

Gambaran Klinik 

Gejala yang sering timbul ialah sekret hidung berair, dan hidung tersumbat. Lebih sering terjadi infeksi bakteri sekunder dan nekrosis epitel bersilia dibandingkan common cold.

Terapi

Terapi rinitis influenza tidak ada yang spesifik, sama dengan rinitis simpleks, terapi terbaik adalah istirahat, analgetika, antipiretik dan dekongestan, serta antibiotika bila terdapat infeksi sekunder.

(29)

Rinitis Bakteri Akut Supuratif 

Etiologi

Penyebab rinitis bakteri akut supuratif adalah  Pneumococcus, Staphylococcus, dan Streptococcus.

Gambaran Klinik 

Rinitis bakteri akut supuratif merupakan infeksi bakteri sekunder pada rinitis virus. Pada orang dewasa seringkali disertai sinusitis bakterialis, dan pada anak sering disertai adenoiditis. Namun pada anak kecil dapat terjadi rinitis bakterialis primer yang gejalanya mirip common cold .

Terapi

Terapi yang tepat adalah antibiotika, obat cuci hidung, dekongestan dan analgesik.

Perbedaan selesma dengan influenza

Antara commond cold atau selesma dan flu itu mirip sekali, yaitu bahwa mereka mempengaruhi saluran pernafasan dan memiliki gejala yang mirip, yaitu tenggorokan sakit, hidung tersumbat,rhinorrhea,dll. Tetapi, secara umum, gejala selesma jauh lebih ringan daripada gejala flu. Gejala flu (influenza) bisa meliputi demam tinggi, menggigil,  badan pegal-pegal, dan kelelahan. Selesma dan flu disebabkan oleh virus yang berbeda.

Jika selesma disebabkan oleh virus selesma (cold virus atau rhinovirus). Iinfluenza disebabkan oleh virus Haemophylus influenzae yang memiliki berbagai type, yaitu type A, B, dan C

Commond cold / Selesma:

1. Demam: jarang 2. Sakit kepala : jarang 3. Nyeri dan pegal : ringan

(30)

Flu / Influenza:

1. Demam : tiba-tiba, seringkali demam tinggi, berakhir dalam 3-4 hari 2. Sakit kepala : sering

3. Nyeri dan pegal : biasa terjadi, dan sering sangat sakit 4. Lemah : sedang sampai berat, bisa sampai satu bulan 5. Terbaring di tempat tidur : sering, bisa sampai 5-10 hari 6. Pilek : kadang-kadang

7. Bersin-bersin : kadang-kadang 8. Tenggorokan sakit : kadang-kadang 9. Batuk : Biasa, bisa menjadi parah

10. Komplikasi yang bisa terjadi : pneumonia, gagal ginjal, gagal hati, dapat mengancam jiwa.

PERBEDAAN RHINITIS ALERGI DENGAN INFLUENZA

 Rhinitis Alergi

1. Sesudah kontak dengan hal-hal pencetus alergi langsung timbul gejala 2. Memiliki gejala hidung yang berlendir encer tanpa disertai demam

3. Serangan yang terjadi dapat dalam kurun waktu selama masih ada kontak dengan  penyebab dan belum diobati

 Influenza

1. Sesudah masuknya virus influenza selama 1 – 3 hari baru gejala timbul 2. Lendir dari encer / cair, mengental kekuningan dan disertai dengan demam 3. Serangan 5 – 6 hari tergantung daya tahan tubuh dan efektifitas pengobatan Diagnosis Rhinitis Akut

Dari anamnesis dapat ditemukan :

1. Rasa panas, kering, dan gatal di hidung atau nasofaring 2. Sneezing (bersin)

3.  Rhinorrhea (hidung beringus) 4. Hidung tersumbat

(31)

6. Adanya demam dan nyeri kepala ringan

7. Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada hari-hari pertama menunjukkan mukosa hidung yang hiperemis tetapi tidak terlalu membengkak. Pada jam-jam pertama mukosa menjadi kering dan kadang-kadang seperti mengkilat. Kemudian mukosa menjadi edem dan mengeluarkan ingus yang encer atau mukoid. Pada keadaan ini mukosa pucat, sembab dan basah menyerupai keadaan alergi. Dianggap alergi bila  pada pewarnaan sekret hidung ditemukan banyak eosinofil.

Rinitis Akut

Rintis Akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Penyakit ini sering ditemukan, dan merupakan manifestasi dari rinitis simpleks (common cold), influensa, beberapa penyakit eksantem (seperti morbilli, varisela, pertusis), dan beberapa penyakit infeksi spesifik. Juga penyakit ini dapat timbul sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau trauma.

RINITIS SIMPLEKS (PILEK, SELESMA, COMMON COLD, CORYZA)

Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.

Etiologi

Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah Rhinovirus. Virus-virus lainnya adalah MyxoVirus-virus, Virus-virus Coxsackle dan Virus-virus ECHO. Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dan lain-lain)

Gejala

Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung

(32)

Terapi

Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis simpleks. Di samping istirahat diberikan obat-obatan simtomatis, seperti analgetik, antipretik dan obat dekongestan. Antibiotik hanya diberikan bila terdapat komplikasi.

Rinitis Kronis

Yang termasuk dalam rinitis kronis adalah rinitis hipertrofi,rinitis, sika (sicca) dan rintis spesifik. Meskipun penyebabnya bukan radang, kadang-kadang rinitis alergi, rinitis vasomotor dan rinitis medikamentosa dimasukkan juga dalam rinitis kronis.

Rinitis Hipertrofi

Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.

Gejala

Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan sering ada keluhan nyeri kepala. Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi. Akibatnya saluran udara sangat sempit. Sekret mukopurulen yang banyak   biasanya ditemukan di antara konka inferior dan septum, dan di dasar rongga hidung.

Terapi

Harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rinitis hipertrofi dan kemudian memberikan pengobatan yang sesuai. Untuk mengurangi sumbatan hidung akibat konka hipertrofi dapat dilakukan kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti atau asam triklor asetat) atau elektrokauter. Bila tak menolong, dilakukan luksasi konka atau bila  perlu dilakukan konkotomi.

Rhinitis jamur

Definisi : Terjadi bersamaan dengan sinusitis Sifat

Invasif dan non infasif  Hasil pemeriksaan

a. Ada sekret mukopurulen , ulkus  b. Perforasi septum

(33)

Penatalaksanaan :

1. Invasif : anti jamur oral dan topikal,cuci hidung dan pembersikan hidung 2. Debridement

3. Rekonsrtuksi

4. Non Invasif : mengangkat seluruh gumpalan jamur 

Rhinitis Sifilis

Etiologi

Kuman treponema pallidum Tahapan

1. Primer sekunder : gejala sama dengan rinitis yang lainnya namun ada bercak, dan  bintik di mukosa

2. Tersier : gummaperforasi septum Hasil pemeriksaan

1. Sekret mukopurulen berbau dan krusta 2. Perforasi septum atau hidung

Penatalaksanaan

(34)

Sinusitis

sinus

Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah.

Sinus dilapisi oleh epitel respirasi yang sangat tipis dan sedikit mengandung sel goblet(penghasil mukus)

FUNGSI SINUS PARANASAL

 Mengatur kondisi udara

 Penahan suhu

 Membantu keseimbangan kepala

 Membantu resonansi suara

 Peredam perubahan tekanan udara

 Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL

1. Inspeksi 2. Palpasi

3. Rinoskopi anterior  4. Rinoskopi posterior 

(35)

5. Transiluminasi

6. Pemeriksaan radiologik  7. Sinuskopi

SINUSITIS

Definisi:Inflamasi mukosa sinus paranasal

ETIOLOGI

1. VIRUS

PADA INFEKSI SALURAN NAPAS ATAS 2. BAKTERI

- STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE - HAEMOPHILLUS INFLUENZAE - STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Klasifikasi berdasarkan waktu : 1. Sinusitis Akut 2. Sinusitis Subakut 3. Sinusitis Kronik  MANIFESTASI KLINIS Subjektif  1. Sinusitis Akut

Demam, malaise, nyeri kepala, wajah bengkak, terasa penuh, nyeri pipi tumpul dan menusuk, gigi terasa nyeri

2. Sinusitis Subakut

Gejala = akut, tanda radang (-) 3. Sinusitis Kronis:

Gejala Mayor 

(36)

• Demam • Halitosis • Keletihan •  Nyeri gigi • Batuk 

•  Nyeri telinga/ terasa penuh, tertekan

Berdasarkan kriteria International on Sinus Disease tahun 1993 OBJEKTIF

1.Sinusitis Akut

- Rinosk. Ant Pus dalam hidung

- Rinosk. Post Sekret mukopurulen dalam nasofaring - Sinus maksilaris terasa nyeri pada palpasi dan perkusi 2. Sinusitis Subakut

- Sama dengan sinusitis akut 3. Sinusitis Kronik 

- Pada pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut - Tidak terdapat pembengkakan wajah

(37)

Diagnosa Sinusitis : 2 gejala mayor, atau

1 gejala mayor + 2 gejala minor 

(38)
(39)
(40)

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Transiluminasi 2. Evaluasi radiologis •  Plain radiograph • CT Scan pilihan • MRI 3. Sinus puncture 4. USG 5. Nasal smear  PENATALAKSANAAN Sinusitis Akut

Antibiotik spektrum luas Dekongestan

Analgetik & kompres hangat pada wajah

Bila antibiotik gagal irigasi antrum segera ( dapat dilakukan dengan 2 cara) Sinusitis Subakut

Medikamentosa = akut Tindakan : - Diatermi

- Pungsi dan irigasi - Antrostomi

(41)

Sinusitis Kronis

Cari faktor predisposisi dan penyebab terapi disesuaikan Medikamentosaantibiotik dan dekongestan

Pembedahan Caldwell-Luc procedure, FESS Terapi

 antiobiotika : amoxicillin, cefaclor, azithromycin, dan cotrimoxazole

(42)

FESS

Caldwell Luc procedure

KOMPLIKASI

Komplikasi Sinusitis :

• Osteomyelitis dan abses subpperiosteal • Kelainan orbita

• Kelainan intrakranial • Kelainan paru

• Komplikasi Caldwell-luc procedure • Fistel oroantral

(43)

• Trauma akar gigi

INTERPRETASI KASUS

KU : Hidung tersumbatdicurigai adanya sekret di dalam hidung atau massa. KT : Hidung terasa gatal disertai bersin-bersin pada pagi hari

RPS : Pasien mengira hal tersebut merupakan pilek biasa, tapi ternyata pileknya tidak  sembuh-sembuh. Ibunya mengatakan bahwa anaknya juga sering mengalami sulit tidur karena sulit bernapas, dan tak jarang mulutnya menganga karena kesulitan bernapas.

RPD : Tidak memiliki penyakit asma dan alergi terhadap udara dingin RPK : Ibu pasien juga memiliki riwayat penyakit yang sama.

Hipotesis

Rhinitis Alergi : dijadikan hipotesis karena dari keluhan utama yang menyatakan bahwa adanya hidung tersumbat, hidung terasa gatal dan bersin-bersin di pagi hari serta adanya riwayat alergi terhadap udara dingin memperkuat pengambilan hipotesis.

Common Cold : dijadikan hipotesis karena hidung pasien tersumbat dan pasien mengalami pilek tetapi pileknya tidak sembuh – sembuh.

Pemeriksaan Fisik 

(44)

Tidak terjadi pembesasaran kelenjar getah bening di daerah leher berarti tidak  terdapat infeksi di daerah leher.

Thorax : denyut jantung regular, tidak ada bising jantung

Pulmo : suara dasar vesikuler, retraksi intercostae (-), wheezing (-)

Kesulitan bernapas bukan berasal dari gangguan pada organ respirasinya, kesulitan bernapas karena adanya sumbatan pada hidungnya.

Abdomen : Inspeksi : datar 

Auskultasi : bunyi usus normal

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada

Tidak ada infeksi sistemik.

Ekstremitas : Dapat bergerak bebas, tidak ada radang, udem (-), cyanosis (-)

Tidak ada infeksi sistemik 

Status Lokalis :

Telinga Kanan dan Kiri

Inspeksi : bentuk normal, serumen (-)

Palpasi : Nyeri Tragus (-), nyeri tekan mastoid Otoskopi : Membran timpani utuh, refleks cahaya (+)

Tidak ada kelainan pada organ pendengaran, tidak ada gangguan pada

pendengaran dan tidak ada otitis media akut maupun otitis media supuratif kronik.

Hidung Rhinoskopi anterior   Nasal dekstra et Sinistra :

Deviasi septum nasi (-), discharge (+) encer dan jernih, concha inferior dan media

hipertrofi (+), kongesti konka, membran mukosa: udem, basah dan kebiruan (boggy and  bluish)

Tidak terdapat sinusisitis karena tidak ada deviasi septum, discharge encer dan  jernih merupakan ciri khas dari rhinitis alergi, concha inferior dan media

hipertropi karena adanya reaksi inflamasi, kongesti konka terdapat akumulasi sekret, membran mukosa : udem, basah dan kebiruan menandakan adanya rekasi inflamasi.

(45)

Inspeksi : kotor (-) jika terdapat tenggorok yang kotor dicurigai tonsilitis diphteriae

Mukosa faring : hiperemi (-), granulasi (-), eksudat putih (-) tidak terdapat reaksi infkamasi dan tidak ada post nasal drip

Gigi: Lubang (-)pasien memiliki oral hygiene yang baik dan tidak ada faktor predisposisi untuk sinusitis dentogen dan karena kebiasaan pasien yang sering menganga karena tidak bisa bernapas ditakutkan adanya facies adenoid atau gangguan pertumbuhan gigi geligi.

Uvula : udem (-), hiperemis (-)tidak terdapat infeksi

Tonsil dextra et sinistra : udem (-), hiperemis (-), permukaan licin , tidak ada reaksi inflamasi maupun infeksi.

Laboratorium :

Eosinofil 5 %  ada reaksi alergi

Basofil 0 % Batang 5% Segmen 5% Limfosit 30% Monosit 5%  Diagnosis : Rhinitis Allergica

(46)

Patogenesis dan Patofisiologi

Histamin

Kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami

hipersekresi dan  permeabilitas kapiler  meningkat Rangsangan pada mukosa hidung terjadi pengeluaran ICAM 1 Vasodilatasi Sinusoid Merangsang reseptor 

H1 pada ujung saraf  vidianus

(47)

Penatalakssanaan :

Farmakologi

Penatalaksanaan Rhinitis Alergi ANTI HISTAMIN

Histamin merupakan zat yang diproduksi oleh tubuh yang keluar sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu, misalkan pada reaksi alergi terhadap rangsangan benda asing.

Fungsi histamin

dilatasi kapiler 

meningkatkan permeabilitas dan menimbulkan penurunan tekanan darahkontraksi jaringan polos termasuk otot polos bronkial paru

induksi peningkatan sekresi gastrik akselerasi frekuensi jantung.

Histamin juga bertanggungjawab atas triple response dan tersangkut sebagai

mediator hipersensitivitas segera. Antihistamin

Antihistamin adalah kelompok obat yang mencegah kerja histamin dalam tubuh.Terbagi 2 golongan:

1. AntiHistamin Penghambat reseptor H1

untuk pengobatan edema, eritema, pruritus 2. AntiHistamin Penghambat reseptor H2

untuk mengambat sekresi asam lambung akibat histamin Antagonis Reseptor H1

Farmakodinamik:

(48)

Tidak ada efek berarti pada system kardiovaskular Farmakokinetik 

Setelah pemberian oral atau parenteral diabsorpsi dengan baik 

Efek timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal 1-2 jamTempat utama biotransformasi ialah hati, tetapi dapat juga p ada paru-paru

dan ginjal

Diekskresi melalui urin

Indikasi

Berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah

atau mengobati mabuk perjalanan

Penyakit alergi: berguna untuk mengobati urtikaria akut; dpt menghilangkan

 bersin, rinore, dan gatal pada mata, hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal  hay fever ; efektif terhadap alergi debu.

Mabuk perjalanan: mencegah dan mengobati mabuk perjalanan udara, laut dan

darat. Obat yang digunakan: prometazin, difenhidramin, siklizin dan meklizin. Diberikan setengah jam sebelum berangkat

Kegunaan lain: efektif untuk ⅔ kasus vertigo,mual dan muntah. Dpt digunakan

untuk mengurangi rigiditas dan tremor pada pasien parkinson Efek samping

Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek sampingYang paling sering: sedasi

Efek samping lain: mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala. Rasa

 berat dan lemah pada tangan Intoksikasi

Kejang, halusinasi, midriasis, depresi

Pengobatan:

Pengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif 

Perhatian

Supir atau pekerja yang memerlukan kewaspadaan yang menggunakan AH1 harus diperingatkan tentang kemungkinan timbulnya kantuk 

Antagonis reseptor H2 (AH2)

(49)

Simetidin dan ranitidin

Mengambat sekresi asam lambungAbsorpsi diperlambat oleh makanan

Diberikan bersama atau segera setelah makanAbsorpsi pada menit 60-90

Indikasi: mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhanEfek samping rendah

 Nizatidin

Potensi nizatidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih sama

dengan ranitidin

Bioavailabilitas oral lebih dari 90%

Tidak dipengaruhi makanan atau antikolinergik 

Kadar puncak dalam serum tercapai setelah 1 jam setelah pemberian oralEkskresi: urin

Indikasi: pengobatan gangguan asam lambungEfek samping jarang terjadi

DEKONGESTAN Definisi

Dekongestan merupakan agen simpatomimetik yang bertindak pada reseptor

dalam mukosa nasal menyebabkan pengecilan pembuluh darah (vasokonstriksi) Selain itu, juga dpt mengurangi edema mukosa hidung dan melegakan pernafasan

Dekongestan apabila dikombinasikan dengan antihistamin sangat efektif 

(50)

Dekongestan Sistemik 

Dekongestan sistemik antara lain spt efedrin, fenilpropanolamin dan

pseudoefedrin

Dekongestan sistemik diberi secara oral. Biasanya tidak begitu efektif  dibanding dengan dekongestan topikal tapi mempunyai efek samping iritasi. Masa terapinya juga lebih lama.

Efedrin, fenilpropanolamin dan pseudoefedrin dpt menyebabkan tekanan

darah tinggi terutama efedrin dan fenilpropanolamin bila melebihi dosis terapeutik sebanyak 2-3 kali normalnya.

Obat ini secara primer dapat mengurangi sumbatan hidung dan efek 

minimal dalam mengatasi rinore, namun tidak mempunyai efek terhadap bersin, gatal di hidung maupun di mata.

(51)

Jenis obat dewasa Anak anak 

Pseudoefedrin 60 mg tiap 4-6  jam

6-12 thn : 30 mg tiap 4-6 jam 2-5 thn : 15 mg tiap 4-6 jam

Efedrin sulfat 25-50 mg tiap 4-6 jam

2-3 mg/kg sehari

(dlm dosis trbagi tiap 4 jam)

Fenilpropanolamin 25 mg tiap 4  jam 6-12 thn : 12,5 mg tiap 4 jam 2-5 thn : 6,25 mg tiap 4 jam Dekongestan Nasal Indikasi: • Rhinitis AlergiRhinitis Vasomotor 

ISPA dengan Rhinitis Akut

Farmakodinamik 

Vasokonstriksi dlm mukosa hidung mll reseptor α1 shg mengurangi volume

mukosa atau penyumbatan hidung

Vasokonstriksi arteriol oleh α2-agonis membuat kerusakan struktural pd

mukosa hidung shg menimbulkan hilangnya efektivitas, rebound hiperemia & memperburuk gejala pd pemberian kronik / bila obat dihentikan

(52)

Efek farmakodinamik sama dg epinefrin tp efedrin bukan katekolamin shg efektif 

 pd pemberian oral, masa kerjanya lbh panjang, efek sentralnya lbh kuat tp memerlukan dosis yg > epinefrin

Farmakodinamik 

Efedrin bekerja pd reseptor α, β1, β2

Efek perifer mll kerja langsung & mll p’lepasan NE endogen

Efek  kardiovaskular : ↑TD, takikardia, aliran darah ginjal & viseral berkurang

sdgkn aliran darah koroner, otak & otot rangka ↑

 bronkorelaksasi

 mata : midriasis tp refleks cahaya, daya akomodasi & tekanan intraokular tdk berubah

Dekongestan Topikal

Indikasi :

Rinitis akut karena tempat kerjanya lebih selektif 

Bila berlebihan digunakan m/ penyumbatan hidung berlebihan( rebound 

congestion)

Dekongestan topikal dalam bentuk sediaan inhalan, tetesan

Tdk ada penyerapan sistemik 

Agen ini sangat efektif melegakan hidung yang tersumbat.

Dekongestan topikal lebih digunakan utk rinitis akut karena tmpt kerjanya

lebih selektif 

Tdk boleh > 3-5 hari berturut-turut, krn bisa menyebabkan rhinitis

medicamentosa

Selain itu, scr topikal dapat menyebabkan iritasi

Dekongestan Oral

Rebound congestion jauh lebih kecil kemungkinannya tp risiko lbh besar 

menimbulkan efek samping sisitemik  Efek Samping

Dekongestan oral --> SSP (gelisah, insomnia, sangat peka rangsang, dan

(53)

Pengaruhnya thd kardiovaskular palpitasi, takikardi, peningkatan

tekanan darah

Kombinasi

Antihistamin+Dekongestan

Saat ini kombinasi antihistamin dgn dekongestan bnyk digunakan.

Sbg cth adlh kombinasi pseudoefedrin 120 mg dan loratadin 5 mg.

kombinasi obat ini dpt mengatasi semua gejala rhinitis alergi tmsk sumbatan

hidung yg tdk dpt diatasi bila hanya menggunakan antihistamin saja

Obat rinore bersin gatal Hidung tersumbat Gejala mata AH 1oral ++ +++ ++ + + dekongestan topical - - - +++ -Sodium kromoglikat + + + + + Ipatropium  bromide +++ - - - -kortikosteroid nasal +++ +++ +++ +++ ++

(54)

Perbedaan

Rhinitis

Alergi

dengan

Influenza

Rhinitis Alergi Influenza

Onset Sesudah kontak dengan pencetus alergilangsung timbul gejala

Sesudah masuknya virus influenza selama 1-3 hari baru gejala timbul Gejala Memiliki gejala hidung yang berlendir 

encer tanpa disertai demam

Lendir dari encer/cair mengental dan kekuningan dan disertai demam

Lama serangan

Serangan yang terjadi dapat dalam kurun waktu selama masih ada kontak  dengan penyebab dan belum diobati

Serangan 5-6 hari tergantung daya tahan tubuh dan efektivitas pengobatan

Referensi

Dokumen terkait

Pa ra Pihak berkeinginan agar, kecuali diputuskan lain secara bersama, para pemangku kepentingan yang te r kait (sektor publik dan/atau sektor swasta yang be r

Jika ada lebih dari 1 tag, misalkan Tag A dan Tag B, maka Anda dapat memilih opsi Mencakup Semua untuk menampilkan semua data yang memiliki Tag A dan Tag B; atau memilih opsi

PEDOMAN PELAY MAN PELAYANAN KESEHATA ANAN KESEHATAN N MATERNAL MATERNAL DAN DAN NEON NEONAT ATAL AL RUMAH SAKIT UMUM YARSI PONTIANAK. RUMAH SAKIT UMUM

Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Ketua STIKes Ngudia Husada Madura bertanggungjawab kepada Badan Penyelenggara/Yayasan Ngudia Husada

Serdana, Firman Isma, 2015, Human Computer Interface Berbasis Elektromiografi Sebagai Alat Penunjang Operasional Komputer, Skripsi ini dibawah bimbingan Dr..

berlaku pada masalah yang tidak bisa dilihat oleh kaum.. laki-laki, misalkan masalah persusuan, haidh, nifas,

Permasalahnya pada aplikasi yang lama pelaporan pajak masih dilakukan secara manual, sehingga penulis ingin membuat pelaporan yang cepat dan efisein. Yaitu dengan mengambil data