• Tidak ada hasil yang ditemukan

HERMENEUTIKA HUKUM DALAM METODE PENELITIAN HUKUM LEGAL HERMENEUTIC IN LEGAL RESEARCH METHOD. Oleh: Mahfud *)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HERMENEUTIKA HUKUM DALAM METODE PENELITIAN HUKUM LEGAL HERMENEUTIC IN LEGAL RESEARCH METHOD. Oleh: Mahfud *)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HERMENEUTIKA HUKUM DALAM METODE PENELITIAN HUKUM

LEGAL HERMENEUTIC IN LEGAL RESEARCH METHOD

Oleh: Mahfud *) ABSTRACT

In philosophy perspective, hermeneutic is an philosophy branch exploring basic thing of understanding of something; that is aimed at are: texts (official documents), ancient literatures, norms, occasions, thoughts and divine as the objects of its interpretation. Thus, if the objects are legal texts, doctrines, principles, norms, the essence is legal hermeneutic. The relevance of the legal method is through legal hermeneutic based on research findings can be concluded: firstly, it can be understood as interpretation method or legal texts or the method of understanding on a normative document. Secondly, it is also having great impact or relevance with “legal findings’ theories”.

Keywords: Legal Hermeneutic, Legal Research Method

.

PENDAHULUAN

Jika kita sekarang kembali ke Teori Ilmu, maka akan tampak mencolok bahwa orang dalam hubungan ini sering menampilkan apa yang disebut lingkaran hermeneutikal. Dengan istilah yang dipinjam dari teori dalam Ilmu-ilmu Manusia (dan secara khusus teori tentang pemahaman atas ungkapan-ungkapan kultur, cultuuruitingen), orang memaksudkan bahwa hal memperoleh pemahaman atas kenyataan, sudah mengandaikan pengertian atas kenyataan ini. Hal tidak mengetahui, demikian sudah kita lihat, mengimplikasikan hal-mengetahui.

Pengetahuan terbentuk karena pengetahuan yang sudah orang miliki, dan yang dalam hal ada keraguan tentang hal tertentu maka hal tersebut akan dilepaskan orang ke dunia untuk memperoleh pengujian (sudah pada pembacaan sebuah roman pengertian atas jangkauan roman tersebut sudah mengandaikannya bermainnya harapan-harapan tentang jalan perkembangan lebih jauh dari tindakan, dan harapan-harapan tersebut dilengkapi dengan berpegangan pada teks). 1

Pada abad ke-18 dan 19, dunia mengalami kemajuan pesat dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Kelahiran negara modern sebagai suatu organisasi teritorial yang berdaulat di sini dikaitkan

*) Dr. Mahfud, S.H., M.H, adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

1

Vissert ‘t Hooft, Filsafat Ilmu Hukum, Diterjemahkan Oleh B. Arief Sidharta, Labotarium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2005, hlm 20.

(2)

kepada latar belakang perubahan sosial tersebut di atas akan lebih khusus lagi dalam bidang perekonomian. Perpaduan teknologi, industrialisasi dan kapitalisme bergerak sangat cepat, karena kehadiran negara yang menyediakan struktur yang tersentralisasi dan didukung oleh hukum modern. Melalui jargon atau kredo yang ampuh pada abad ke-19 yaitu "liberalisasi” hukum secara perlahan-lahan berubah semakin leberal. Negara modern positivisme dan liberalisme meski dapat dibedakan namun memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan.2

Terminologi kata hermeneutika sebenarnya sudah lama dikenal dalam perkembangan ilmu pengetahuan yaitu bermula dari dunia ilmu sastra, teologi, filsafat, politik, dan baru masuk dalam ranah ilmu hukum di sekitar abad ke-20, khususnya melalui kajian Filsafat Hukum. Sedangkan dalam perspektif filosofis, hermeneutika merupakan aliran filsafat yang mempelajari hakikat hal mengerti/memahami sesuatu: Sesuatu yang dimaksudkan di sini dapat berupa; teks (dokumen resmi negara), naskah-naskah kuno, lontar, norma, peristiwa, pemikiran dan wahyu atau kitab suci, yang kesemuanya ini merupakan objek penafsiran hermeneutika. Dengan demikian, jika objek penafsiran/kajian itu berupa teks hukum, doktrin hukum, asas hukum, atau norma hukum, maka esensinya ia adalah Hermeneutika Hukum.3

Tetapi, bagaimanakah pemahaman hermeneutika terhadap sebuah metode penelitian hukum dilaksanakan, sehingga mempunyai pengaruh praktis pada kehidupan, dengan tujuan untuk menjadi aplikasi yang benar dan bukan sebuah aplikasi arbiter terhadap hukum. Oleh karenanya, aplikasi mesti mendasarkan kepada sebuah penelitian dan penafsiran yang benar terhadap hukum.

Berdasarkan uraian diatas yang menjadi permasalah penting yang ingin di identifikasi sebagai berikut: Sejauhmanakah sebuah metode penelitian hukum dapat dilakukan melalui pendekatan aliran hermeneutika hukum ini ?

2 Anthon F. Susanto, Mengugat Fondasi Filsafat Ilmu Hukum Indonesia, Butir-butir Pemikiran Dalam Hukum,

Memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H, Rafika Aditama, Bandung, 2008, hlm 11.

3 Jazim Hamidi, Mengenal lebih Dekat Hermeneutika Hukum (Perspektif Filsafati dan Metode Interprestasi)

Butirh-butir Pemikiran Dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H, Rafika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 65.

(3)

PEMBAHASAN

1) Teori Hukum dan Lingkungan Zaman

Suatu teori hukum tidak terlepas dari lingkungan zaman dimana teori tersebut lahir karena dia harus menjawab permasalahan hukum yang dihadapi atau mempermasalahkan suatu pendapat/pikiran tentang hukum yang dominan pada saat itu. Hukum terikat pada waktu, tempat, dan kultur jika ingin memenuhi fungsinya. Hukum merupakan ungkapan dari suatu pola kultur tertentu, gambaran manusia dan masyarakat tertentu.

Untuk menjelaskan hal tersebut di atas, maka perlu kiranya kita melihat kembali pada arti pada fungsi dalam pengertian yang luas yang mencakup fungsi dari hukum itu sendiri. Atas dasar itu, fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat haruslah didekati secara yuridis-sosiologis-historis, sehingga dengan demikian hukum harus dipandang secara fungsional dalam interdependensinya dengan faktor-faktor lain dalam kehidupan masyarakat. Dalam interdependensi itu terdapat nilai-nilai dan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.4

Ketika suatu usaha dibuat untuk melakukan penelitian menyangkut hubungan dari bagian sistem hukum kepada keseluruhannya (sebagai contoh, masyarakat yang ada sistem hukumnya) analisis dapat berlangsung satu atau dua arah (bersifat bolak-balik). Itu dapat mengembangkan suatu analisis teoritis masyarakat tertentu yang terorganisir secara politis yang akhirnya menghubungkan hukum pada kebutuhan fungsional tertentu pada masyarakat tersebut. Jika tidak, kita dapat melihat secara detail tentang sistem hukum tertentu sebagai bagian dari sejarah hukum yang mencoba untuk melihat ke depan kemungkinan berkait dengan studi doktrin dan lembaga-lembaga hukum, pengertian yang mendalam menyangkut fungsi hukum di dalam masyarakat dan sifat alami yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Metode analisis fungsional menyiratkan kebutuhan yang berkesinambungan antara studi tentang hubungan fenomena sosial tertentu dengan pandangan

4

Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Hukum Di Indonesia, UI-Press, Jakarta, 1983, hlm 63.

(4)

secara keseluruhan dari cara mana pola berskala besar dari pengaturan sosial terintegrasi ke dalam kesatuan yang kompleks dalam suatu masyarakat.5

Kategorisasi teori-teori hukum sesuai dengan zamannya sehingga sulit untuk menyatakan bahwa suatu teori yang bersifat universal. Teori-teori yang lahir pada Abad ke-19 atau Abad ke-20 karena latar belakangnya berbeda memiliki pendekatan yang berbeda pula. Teori-teori yang lahir pada Abad ke-21 akan dipengaruhi oleh tantangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi di berbagai bidang akan sangat mewarnai teori-teori hukumnya.6

Oleh karena itu perlu kiranya kita memahami tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh hukum khususnya di lihat dari aspek filosofis berupa pencapaian tertinggi tentang hukum yaitu hakikat hukum, melalui landasan kasih sayang kemanusiaan, keadilan yang di pandu oleh arahan rahmat Tuhan. Untuk hal yang terakhir ini dapatlah disebutkan sebagai soal ke Tuhanan, dan dalam filsafat (filsafat hukum) dapat sekiranya dimasukan ke dalam kelompok “Nilai iman keagamaan (het

religieus waardevole)”. Masih sedikit sekali apabila kita berbicara konteks pembangunan hukum

dikaitkan dengan persoalan filsafat secara khusus nilai iman dan keagamaan. Padahal berbicara pembangunan hukum pada hakikatnya, aspek ini sengatlah penting dan mendasar (fundamental).7

Hermeneutik hukum ini adalah salah satunya yang mengalami perkembangan yang sangat pesat pemikirannya dalam abad 21 ini. Dalam Filsafat Hermeneutik, pada peristiwa memahami atau menginterpretasi sesuatu, subyek (interpretator) tidak dapat memulai upayanya dengan mendekati obyeknya pemahamannya sebagai tabula rasa, jadi tidak bertolak dan titik nol. Pra-pemahaman dan cakrawala pandang itu akan menentukan persepsi individual terhadap segala sesuatu yang tertangkap dan teregistrasi dalam wilayah pandang pengamatan individu yang bersangkutan. Dalam dinamika proses interpretasi, pra-pemahaman dan

5 HR. Otje Salman, Hukum Sebagai Mekanisme Intergratif, Tulisan Singkat Purnabakti Prof. Dr. Otje Salman S.,

S.H., Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Sabtu 17 Januari 2009, hlm 7.

6 Jan Gijssels dan Mark van Hoecke, Wat is rechtstheorie ?, 1982 (Apakah Teori Hukum itu?), diterjemahkan

oleh Arief Sidharta, Laboratorium Hukum-Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung, 2000, hlm 18.

7

Soejono Koesomo Sisworo, Beberapa Aspek Filsafat Hukum dalam Penegakan Hukum, Makalah yang disajikan dalam Diskusi Panel , FH UNDIP Semarang, Selasa, 20 Desember 1988, hlm 2.

(5)

cakrawala pandang dapat mengalami pergeseran, dalam arti meluas, melebar dan meningkat derajat kedalamannya.8

Oleh karena itu perlu adanya suatu metode yang terarah dan mendalam dalam melakukan suatu penelitian hukum. Dalam pengertian dan pembidangan kajian yang terurai seperti di atas, objek kajian hermeneutika hukum menjadi lebih jelas dan terukur. Jika disimpulkan maka objek kajian hermeneutika hukum itu berupa: teks hukum, ayat-ayat al-ahkam, doktrin hukum, asas hukum, prinsip-prinsip hukum, norma hukum (nasional dan internasional), maupun yurisprudensi putusan peradilan dan keputusan masyarakat hukum adat juga termasuk objek kajian Hermeneutika Hukum.

Dengan demikian secara metodelogi penelitian hukum, hermeneutika hukum ini secara filosofis mempunyai tugas ontologis, yaitu menggambarkan hubungan yang tidak dapat dihindari antara teks dan pernbaca, masa lalu dan sekarang, yang memungkinkan untuk memahami kejadian yang pertama kali (genuin). Terdapat juga dimensi demistifikasi terhadap hermeneutika hukum. Hukum intinya adalah aktivitas pembentukan aturan (rule-governed). Kadang-kadang dikatakan bahwa aturan formal dan doktrin hukum menyajikan kepastian dan stabilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat sipil. Hermeneutika mencari cara untuk menggantikan pandangan hukum formalistis ini, walaupun tidak secara total.

2) Pengertian Hermeneutika Hukum

Pengertian (begreep) tentang hermeneutika hukum, harus dilacak terlebih dahulu pada arti kata hermeneutika. Secara etimologis, kata “hermeneutic” atau “hermeneutika” merupakan padanan kata dari bahasa Inggris; hermeneutic (tanpa’s’) dan ‘hermeneutics’ (dengan Huruf’s’). Kata yang pertama dimaksudkan sebagai sebuah bentuk adjective (kata sifat) yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai ketafsiran,yakni menunjuk kepada ‘keadaan’ atau sifat yang

8 B. Arief Sidharta, Filsafat Ilmu Hukum, Hermeneutik : Landasan Kefilsafatan Keberadaan Ilmu Hukum dan

Praksis Hukum, Diktat kuliah Oleh B. Arief Sidharta, Labotarium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik

(6)

terdapat dalam satu penafsiran. Sementara kata kedua (hermeneutics) adalah sebuah kata benda

(noun). Kata ini mengandung tiga arti :9

a) Ilmu penafsiran.

b) Ilmu untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam kata-kata dan ungkapan penulis. c) Penafsiran yang secara khusus menunjuk kepada penafsiran atas teks atau kitab suci.

Kata Hermeneutics juga berasal dari turunan kata benda “hermeneia” (bahasa Yunani), yang secara harfiah dapat diartikan sebagai ‘penafsiran’ atau ‘interpretasi: Dalam kosa-kata kerja, ditemukan istilah “hermeneuo” dan/atau “hermeneuein: Hermeneuo artinya ‘mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata’; dan hermeneuein bermakna ‘mengartikan; ’menafsirkan’ atau ‘menerjemahkan’ dan juga'bertindak sebagai penafsir. Ketiga pengertian yang terakhir ini sebenarnya mau mengungkapkan bahwa hermeneutika merupakan usaha untuk beralih dari sesuatu yang relatif gelap ke sesuatu yang lebih terang.10

Pada mitologi Yunani kuno, kata hermeneutika merupakan derivasi dari kata Hermes, yaitu seorang dewa yang bertugas menyampaikan dan menjelaskan pesan (message) dari Sang Dewa kepada manusia. Menurut versi mitos yang lain, Hermes adalah seorang utusan yang memiliki tugas menafsirkan kehendak dewata (orakel) dengan bantuan kata-kata manusia. Pengertian dari mitologi ini kerap kali dapat menjelaskan pengertian hermeneutika teks-teks kitab suci, yaitu menafsirkan kehendakTuhan sebagaimana terkandung di dalam ayat-ayat kitab suci.11

Sedangkan dalam perspektif filosofis, hermeneutika merupakan aliran filsafat yang mempelajari hakikat hal mengerti/memahami ‘sesuatu’. Sesuatu yang dimaksudkan di sini dapat berupa; teks (dokumen resmi negara), naskah-naskah kuno, lontar, norma, peristiwa, pemikiran dan wahyu atau kitab suci, yang kesemuanya ini merupakan objek penafsiran hermeneutika. Dengan demikian, jika objek penafsiran/kajian itu berupa teks hukum, doktrin hukum, asas hukum, atau norma hukum, maka esensinya ia adalah Hermeneutika Hukum.

9 Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani, Penerbit Qalam,Yogyakarta, 2002, hlm, 20-21.

10 F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme don Modernitas (Diskursus Filosofis Tentang Metode Ilmiah don

Problem Modernitas), Kanisius, Yogyakarta, 2003, hlm, 37.

(7)

Secara empiris, Hermeneutika hukum menempatkan sejarawan hukum dan praktisi hukum (advokat) pada level yang sama. Persoalannya, bagaimana makna hukum dari sebuah peraturan/teks hukum bisa berbeda untuk keduanya. Dan ini merupakan tugas dari praktisi hukum yang mempunyai tugas praktis dalam kerangka memberikan hukuman, dan banyak pertimbangan politik hukum, sesuatu yang tidak dipertimbangkan oleh sejarawan hukum (dengan hukum yang sama di hadapannya).

3) Metode Penelitian Hukum Melalui Pendekatan Aliran Hermeneutika Hukum

Pada dasarnya, inti kegiatan intelektual dalam pengembanan Ilmu Hukum yang dimaksud dengan Ilmu Hukum di sini adalah ilmu normatif yang termasuk ke dalam kelompok Ilmu -ilmu Praktikal yang keseluruhan kegiatan ilmiahnya (menghimpun, memaparkan, mensistematisasi, menganalisis, menginterpretasi dan menilai hukum positif) pada analisis terakhir terarah untuk menawarkan alternatif penyelesaian terargumentasi yang paling akseptabel terhadap masalah hukum konkret (aktual maupun potensial) berdasarkan dan dalam kerangka tatanan hukum yang berlaku.

Ilmu Hukum ini disebut Dogmatika Hukum atau Ilmu Hukum Praktikal; ada juga yang menyebutnya Ilmu Hukum Positif atau Ilmu Hukum Dogmatik. Masalah hukum berintik an pertanyaan tentang apa hukumnya bagi situasi konkret terberi, artinya apa yang menjadi hak dan kewajiban orang dalam situasi kemasyarakatan konkret tertentu, dan berdasarkan itu apa yang seharusnya dilakukan orang, yang kepatuhannya tidak diserahkan sep enuhnya kepada kemauan bebas yang bersangkutan, melainkan dapat dipaksakan oleh otoritas publik (pemerintah dan aparatnya).

Seperti semua ilmu, juga produk kegiatan pengembanan Ilmu Hukum adalah proposisi -proposisi yang berfungsi sebagai hipotesis yang harus terbuka bagi pengkajian rasional. Proposisi ini, yang disebut proposisi-yuridik (proposisi-hukum), bermuatan (rancangan) putusan hukum bagi situasi kemasyarakatan konkret tertentu yang dapat dibayangkan mungkin terjadi dalam kenyataan. Putusan hukum tersebut menetapkan, berdasarkan kaidah hukum yang

(8)

tercantum dalam suatu aturan hukum, siapa berkewajiban apa terhadap siapa berkenaan dengan apa, atau, siapa berhak atas apa terhadap berkenaan dengan apa, dan berdasarkan itu siapa harus melakukan perbuatan apa.

Kemudian proposisi-proposisi hukum yang dihasilkannya ditata atau disistematisasi ke dalam suatu bangunan bersistem sehingga keseluruhan aturan-aturan hukum yang berlaku dalam masyarakat, yang jumlahnya tidak dapat dihitung, dapat secara rasional dipah ami sebagai sebuah sistem, yakni tata-hukum, yang sehubungan dengan fungsinya bersifat terbuka. Jadi, kegiatan pengembanan Ilmu Hukum itu berintikan kegiatan nendistilasi (mengekstraksi) kaidah hukum yang (secara implisit) tercantum dalam teks yuridik, yakni baik dalam aturan hukum tertulis (perundangundangan) maupun aturan hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan).

Mendistilasi kaidah hukum dari teks yuridis adalah hakikat kegiatan menginterpretasi teks yuridis, yakni tindakan menetapkan makna dan wilayah penerapan dari teks yuridis tersebut. Karena itu, berdasarkan hakikat kegiatan pengembanan Ilmu Hukum, dapat disimpulkan bahwa Filsafat Hermeneutik memberikan landasan kefilsafatan (ontologlkal dan epistemologikal) pada keberadaan Ilmu Hukum, atau filsafat ilmu dari Ilmu Hukum. Bahkan dapat dikatakan bahwa Ilmu Hukum adalah sebuah eksemplar Hermeneutik in optima forma, yang diaplikasikan pada aspek hukum kehidupan bermasyarakat Sebab, dalam mengimplimentasikan Ilmu Hukum untuk menyelesaikan suatu penelitian hukum, misalnya di penelitian kepustakaan, memerlukan penelitian yang berupa kegiatan interpretasi itu tidak hanya dilakukan terhadap teks yuridis, melainkan juga terhadap kenyataan yang menimbulkan masalah hukum yang bersangkutan (misalnya menetapkan fakta-fakta yang relevan dan makna yuridikalnya).

Pengembanan metode penelitian melalui Hermeneutik Ilmu Hukum berintikan kegiatan menginterpretasi teks yuridik untuk mendistilasi kaidah hukum yang terkandung dalam teks yuridis itu dan dengan itu menetapkan makna serta wilayah penerapannya. Antara ilmuwan hukum (interpretator) dan teks yuridik itu terdapat jarak waktu. Teks yuridik adalah produk pembentuk hukum untuk menetapkan perilaku apa yang seyogianya dilakukan atau tidak

(9)

dilakukan orang yang berada dalam situasi tertentu karena hal itu oleh pembentuk hukum dipandang merupakan tuntutan ketertiban berkeadilan.

Jadi, terbentuknya teks yuridis itu terjadi dalam kerangka cakrawala pandang pembentuk hukum berkenaan dengan kenyataan kemasyarakatan yang dipandang memerlukan pengaturan hukum dengan mengacu cita hukum yang dianut atau hidup dalam masyarakat. Dalam upaya mendistilasi kaidah hukum dari dalam teks yuridis dengan menginterpretasi teks tersebut, interpretator dari peneliti/ilmuwan tidak dapat lain kecuali dalam kerangka pra-pemahamanan dan cakrawala pandangnya dengan bertolak dari titik berdirinya sendiri, jadi terikat pada waktu yang di dalamnya interpretasi itu dilakukan.

Dengan demikian, pada tiap peristiwa interpretasi teks yuridik terjadi proses l ingkaran hermeneutik yang di dalamnya berlangsung pertemuan antara dua cakrawala pandang, yakni cakrawala dari interpretandum (teks yuridik) dan cakrawala dart interpretator peneliti. Perpaduan cakrawala tersebut dapat menghasilkan pemahaman baru pada inte rpretator tentang kaidah hukum yang terkandung dalam teks yuridis itu. Subyektivitas dari hasil interpretasi itu akan dapat dikurangi hingga ke tingkat paling minimal, karena pertama -tama kegiatan interpretasi itu harus selalu mengacu cita hukum (keadilan, kepastian hukum, prediktabilitas, kehasilgunaan), nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental dalam system hukum yang berlaku.

Secara umum objek kajian metode penelitian ilmu hukum melalui hermeneutika hukum ini sungguh sangat luas, tergantung dari sudut mana melihatnya. Pertama, objek kajian hermeneutika hukum itu dapat berupa teks, lontar, atau ayat/,wahyu Tuhan yang tertuang dalam kitab-kitab suci.

Kedua, objek kajian hermeneutika hukum dapat berupa teks hukum, naskah-naskah hukum klasik,

dokumen resmi negara, ayat-ayat al-ahkam atau konstitusi sebuah negara. Hal ini karena dokumen sejarah atau tatanan norma dalam kehidupan bernegara itu tidak semuanya bisa dipahami oleh rakyatnya.

Dalam hal ini, diperlukan suatu lembaga resmi untuk menafsirkannya. Lembaga resmi itu, bisa berupa sebuah lembaga negara, komisi negara, badan hukum, atau individu yang diberi wewenang

(10)

dan tugas untuk itu (peran interpretatif). Ketiga, objek kajian hermeneutika hukum dapat juga berupa peristiwa hukum atau pemikiran hukum. Sebab, peristiwa hukum maupun hasil pemikiran/doktrin hukum itu dalam pengertian hukum dapat dijadikan alat bukti atau pun sumber hukum, Sebagai contoh, doktrin tentang negara hukum rechts staat atau rule of law (hasil pemikiran/pendapat para ahli yang kompeten) itu merupakan sumber hukum materiil dalam pengertian hukum tata negara.

Dalam pengertian dan pembidangan kajian yang terurai seperti di atas, objek penelitian kajian hermeneutika hukum menjadi lebih jelas dan terukur. Jika disimpulkan maka objek kajian hermeneutika hukum itu berupa: teks hukum, ayat-ayat al-ahkam, doktrin hukum, asas hukum, prinsip-prinsip hukum, norma hukum (nasional dan internasional), maupun yurisprudensi putusan peradilan dan keputusan masyarakat hukum adat juga termasuk objek kajian Hermeneutika Hukum.

Relevansi dari kajian metode penelitian ilmu hukum melalui hermeneutika hukum itu dapat disimpulkan pada dua makna sekaligus: Pertama, hermeneutika hukum dapat dipahami sebagai “metode interpretasi atas teks-teks hukum” atau “metode memahami terhadap suatu naskah normative”. Di mana, interpretasi yang benar terhadap teks hukum itu harus selalu berhubungan dengan isi (kaidah hukumnya), baik yang tersurat maupun yang tersirat, atau antara bunyi hukum dan semangat hukum. Maka tidak berlebihan kalau para pakar metodologi penelitian ilmu sosial, hukum, dan filsafat beranggapan bahwa metode hermeneutika itu merupakan suatu alternatif yang tepat dan praktis untuk memahami naskah normatif. Kedua, hermeneutika hukum juga mempunyai pengaruh besar atau relevansi dengan “teori penemuan hukum”.

Hal ini ditampilkan dalam kerangka pemahaman “lingkaran spiral hermeneutika” (cyrcel

hermeneutics), yaitu berupa proses timbal-balik antara kaidah-kaidah dan fakta-fakta. Karena, dalil

hermeneutika menjelaskan bahwa orang harus mengkualifikasi fakta-fakta dalam cahaya kaidah-kaidah dan menginterpretasi kaidah-kaidah-kaidah-kaidah dalam cahaya fakta-fakta, termasuk dalam paradigma dari teori penemuan hukum modern dewasa ini. Di sinilah letak penting dan kebaruan dalam metode penelitian ilmu hukum dalam hermeneutika hukum ini, utamanya bagi para peneliti pada saat

(11)

melakukan. penelitian hukum oleh eneliti tidak semata-mata hanya penerapan peraturan-peraturan hukum terhadap peristiwa konkret, tetapi sekaligus penciptaan hukum dan pembentukan hukumnya.

KESIMPULAN

Dalam perspektif filosofis, hermeneutika merupakan aliran filsafat yang mempelajari hakikat hal mengerti/memahami sesuatu : Sesuatu yang dimaksudkan di sini dapat berupa; teks (dokumen resmi negara), naskah-naskah kuno, lontar, norma, peristiwa, pemikiran dan wahyu atau kitab suci, yang kesemuanya ini merupakan objek penafsiran hermeneutika, sehingga disimpulkan bahwa Filsafat Hermeneutik memberikan landasan kefilsafatan (ontologlkal dan epistemologikal) pada keberadaan Ilmu Hukum, atau filsafat ilmu dari Ilmu Hukum.

Disarankan kepada para peneliti atau ilmuwan hukum (interpretator) dan dalam menyimpulkan setiap teks yuridis dari penelitian terhadap produk pembentuk hukum haruslah mengkaji perilaku apa yang seyogianya dilakukan atau tidak dilakukan oleh peneliti yang berada dalam situasi tertentu karena hal itu oleh pembentuk hukum dipandang merupakan tuntutan ketertiban berkeadilan, dimana interpretasi yang benar terhadap teks hukum itu harus selalu berhubungan dengan isi (kaidah hukumnya), baik yang tersurat maupun yang tersirat, atau antara bunyi hukum dan semangat hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Anthon F. Susanto, 2008, “Mengugat Fondasi Filsafat Ilmu Hukum Indonesia”, Butir-butir

Pemikiran Dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H, Rafika

Aditama, Bandung.

Bernard Arief Sidharta, 2005, Filsafat Ilmu Hukum, Hermeneutik : Landasan Kefilsafatan

Keberadaan Ilmu Hukum dan Praksis Hukum, Diktat kuliah Oleh B. Arief Sidharta,

(12)

F. Budi Hardiman, 2003, Melampaui Positivisme don Modernitas (Diskursus Filosofis Tentang

Metode Ilmiah don Problem Modernitas), Kanisius, Yogyakarta.

Fakhruddin Faiz, 2002, Hermeneutika Qur’ani, Penerbit Qalam,Yogyakarta.

Gijssels Jan dan Mark van Hoecke, 2000, Wat is rechtstheorie ?, 1982 (Apakah Teori Hukum itu?), diterjemahkan oleh Arief Sidharta, Laboratorium Hukum-Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung.

Hooft Vissert ‘t, 2005, Filsafat Ilmu Hukum, Diterjemahkan Oleh B. Arief Sidharta, Labotarium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

HR. Otje Salman, 2009, Hukum Sebagai Mekanisme Intergratif, Tulisan Singkat Purnabakti Prof. Dr. Otje Salman S., S.H., Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Sabtu 17 Januari 2009.

Jazim Hamidi, 2008, “Mengenal lebih Dekat Hermeneutika Hukum (Perspektif Filsafati dan Metode Interprestasi)”, Butir-butir Pemikiran Dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun Prof.

Dr. B. Arief Sidharta, S.H, Rafika Aditama, Bandung.

Soerjono Soekanto, 1983, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang diatas, Diharapkan dengan adanya algoritma PROMETHEE II ini dapat membantu kepada pihak yang terkait dalam menentukan rekomendasi dosen

Pada hari pertama ditemukan bahwa sebagian guru-guru belum begitu paham cara mengembangkan model-model, pendekatan, dan metode-metode mengajar dalam RPP sesuai

Penggunaan ini: 1) setiap produk Perangkat Lunak dan/atau Perangkat Lunak Pihak Ketiga (sebagaimana yang dinyatakan dalam GTC) yang dilisensikan sesuai dengan Perjanjian yang

You're Reading a Preview Unlock full access with a free trial.. Download With

Skripsi yang berjudul ”Pengaruh Ekstrak Daun Nangka ( Artocarpus heterophyllus Lamk.) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Putih Jantan dengan Metode

BAHAN DAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh diferensiasi produk terhadap brand image pasta gigi Sensodyne pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan