• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I KERANGKA KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I KERANGKA KERJA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26 TAHUN 2015

TENTANG : PEDOMAN KOORDINASI KLASTER PENGUNGSIAN DAN PERLINDUNGAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA.

BAB I

KERANGKA KERJA

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana memberikan mandat kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mengerahkan sumber daya dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia. Untuk mensinergikan berbagai pemangku kepentingan penanggulangan bencana di Indonesia, pada tanggal 15 Januari 2014 BNPB bersama kementerian/lembaga terkait telah sepakat membentuk klaster penanggulangan bencana sebagai berikut:

1. klaster kesehatan dengan koordinator Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan-Kementerian Kesehatan dengan wakil koordinator Pusat Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian Republik Indonesia;

2. klaster pendidikan dengan koordinator Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan wakil Kementerian Agama;

3. klaster pencarian dan penyelamatan dengan koordinator Badan

Search and Rescue Nasional dengan wakil koordinator Tentara

Nasional Indonesia;

4. klaster logistik dan peralatan koordinator dengan koordinator Deputi Bidang Logistik dan Peralatan-BNPB dengan wakil koordinator Kementerian Sosial;

5. klaster pengungsian dan perlindungan koordinator Kementerian Sosial dengan wakil Kepolisian Republik Indonesia;

6. klaster sarana dan prasarana koordinator Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

7. klaster ekonomi koordinator Kementerian Pertanian Wakil Koordinator Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM); dan

(2)

- 2 -

8. klaster pemulihan dini dengan koordinator Kementerian Dalam Negeri.

BNPB sebagai koordinator antarklaster di tingkat nasional dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai koordinator klaster di tingkat daerah.

Klaster Pengungsian dan Perlindungan merupakan platform kerja sama dari berbagai kementerian/lembaga, lembaga usaha, dan masyarakat. Klaster Pengungsian dan Perlindungan dapat bermitra dengan klaster kemanusiaan internasional yang terdiri dari lembaga asing nonpemerintah, lembaga internasional, serta Gerakan Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Klaster Pengungsian dan Perlindungan fokus untuk memobilisasi sumber daya secara strategis dalam koordinasi kegiatan klaster maupun operasional dalam merespon keadaan darurat kemanusiaan. Pendekatan klaster diharapkan dapat berjalan pada tingkat nasional, provinsi, serta kabupaten/kota secara koheren dan efektif terkait pengungsian dan perlindungan. Klaster Pengungsian dan Perlindungan bekerja dengan semangat kemitraan yang partisipatif untuk koordinasi yang efektif, dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, baik perempuan, anak perempuan, laki, dan anak laki-laki melalui pertukaran pengalaman, penerapan standar dan adaptasi berdasarkan situasi lokal, serta menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas.

B. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan Klaster Pengungsian dan Perlindungan mencakup pra bencana, saat tanggap darurat bencana, dan pascabencana. Dalam melaksanakan kegiatannya, Klaster Pengungsian dan Perlindungan memperhatikan berbagai isu lintasklaster (cross cutting), diantaranya adalah:

(3)

- 3 -

1. keadilan gender;

2. orang dengan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno

Deficiency Syndrome;

3. perlindungan anak

4. dukungan kesehatan jiwa dan psikososial; 5. umur dan keragaman

6. lingkungan;

7. hukum dan keadilan; dan 8. kekerasan berbasis gender.

Secara detail dan terpisah dari pedoman ini, kelompok kerja yang dibentuk akan memiliki standar, opersional, dan prosedur tersendiri dengan memasukkan isu-isu lintasklaster tersebut. Pada fase tanggap darurat, Klaster Pengungsian dan Perlindungan akan menjadi bagian dari bidang operasi dalam struktur komando tanggap darurat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Secara umum kegiatan Klaster Pengungsian dan Perlindungan dalam semua fase penanggulangan bencana meliputi:

a. memastikan hubungan yang efektif dengan klaster-klaster lainnya; b. memastikan mekanisme koordinasi klaster yang disesuaikan dari

waktu ke waktu untuk mencerminkan kapasitas pelaku lokal dan keterlibatan mitra pembangunan;

c. memastikan keterlibatan pengungsi internal baik perempuan, anak perempuan, laki-laki, dan anak laki-laki dalam setiap tahap penanggulangan bencana termasuk komunikasi (beneficiary accountability);

d. melakukan advokasi dalam hal pemenuhan kebutuhan pengungsian dan perlindungan termasuk perlindungan terhadap kekerasan terhadap perempuan, kekerasan berbasis gender, penyandang disabilitas, dan kelompok minoritas;

e. memastikan berfungsinya manajemen informasi;

f. memastikan bahwa respon kemanusiaan membangun kapasitas lokal dan memprioritaskan penanganan kelompok rentan;

(4)

- 4 -

h. memastikan pemantauan dan evaluasi kegiatan klaster dengan merujuk pada Standar Nasional Indonesia Nomor 7937:2013 tentang Layanan Kemanusiaan dalam Bencana.

C. Tujuan

Klaster Pengungsian dan Perlindungan dibentuk untuk meningkatkan koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat; baik perempuan, anak perempuan, laki-laki, dan anak laki-laki, serta lembaga usaha dalam mobilisasi sumber daya untuk pemenuhan hak dan perlindungan bagi masyarakat terdampak bencana, secara menyeluruh dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan.

D. Aktivasi

Menyadari kebutuhan sinergi antarberbagai pemangku kepentingan baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat; baik perempuan, anak perempuan, laki-laki, dan anak laki-laki, serta lembaga usaha, maka Klaster Pengungsian dan Perlindungan dapat diaktifkan untuk keseluruhan tahapan dalam penanggulangan bencana, yaitu pada prabencana; saat bencana terjadi baik bencana skala kecil (tingkat kabupaten/kota), menengah (tingkat provinsi), maupun besar (tingkat nasional); serta pascabencana.

Bantuan dari komunitas internasional dapat berasal dari bantuan lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah yang telah berada di dalam negeri atau dikirimkan dari luar negeri. Untuk itu Pemerintah Indonesia melalui BNPB telah menetapkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 22 Tahun 2010 untuk mengatur bantuan dari komunitas internasional. Dalam hal bencana skala besar yang membutuhkan bantuan internasional, maka klaster kemanusiaan internasional akan diaktifkan pada saat adanya pernyataan resmi Pemerintah Indonesia untuk menerima tawaran bantuan kemanusiaan internasional.

(5)

- 5 -

E. Elemen Koordinasi

Klaster Pengungsian dan Perlindungan terbentuk dengan elemen koordinasi sebagai berikut:

1. Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan

Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan di tingkat nasional adalah Kementerian Sosial dan di tingkat provinsi/kabupaten/kota adalah dinas sosial yang bersama-sama anggota klaster bertanggung jawab untuk memastikan pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan standar pelayanan minimum dan prinsip kemanusiaan yang berlaku.

2. Tim Koordinasi

Tim Koordinasi dibentuk secara khusus bertugas untuk mendukung Klaster Pengungsian dan Perlindungan terutama pada saat bencana yang akan membutuhkan mobilisasi dan kapasitas koordinasi secara luas. Tim Koordinasi terdiri dari:

a. perwakilan kementerian/lembaga Pemerintah serta organisasi/lembaga/institusi nonpemerintah. Untuk organisasi/lembaga/institusi nonpemerintah, anggotanya adalah para wakil koordinator sub-klaster dan kelompok kerja (Diagram 1);

b. sekretaris/administrasi;

c. komunikasi dan informasi; dan d. logistik/keuangan.

Fungsi Tim Koordinasi adalah:

a. memberikan dukungan teknis koordinasi, sekretariat/administrasi, komunikasi dan informasi, serta logistik dan keuangan;

b. memfasilitasi koordinasi teknis antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan lembaga usaha; dan

c. memberikan saran strategis kepada Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan dalam hal koordinasi dan mobilisasi sumber daya klaster.

(6)

- 6 -

3. Koordinator Sub-Klaster

Untuk memfasilitasi koordinasi Klaster Pengungsian dan Perlindungan, maka dibentuk 2 (dua) sub-klaster utama dengan kelompok kerja secara khusus sesuai isu yang ditangani yaitu:

a. Sub-klaster Pengungsian yang terdiri dari:

1. kelompok kerja tempat penampungan (shelter);

2. kelompok kerja air, sanitasi dan promosi perilaku hidup bersih dan sehat (WASH), untuk penyediaan hal-hal terkait air, sanitasi, dan promosi perilaku hidup bersih dan sehat. Permasalahan air, sanitasi, dan promosi perilaku hidup bersih dan sehat secara fisik dilakukan melalui kerja bersama antara kelompok kerja ini dengan klaster sarana dan prasarana; sementara secara kualitas ditangani oleh klaster kesehatan;

3. kelompok kerja manajemen pengungsian; dan 4. kelompok kerja keamanan.

b. Sub-klaster Perlindungan yang terdiri dari: 1. kelompok kerja perlindungan anak; 2. kelompok kerja penyandang disabilitas;

3. kelompok kerja perlindungan lanjut usia (lansia);

4. kelompok kerja perlindungan kelompok minoritas termasuk orang dengan Human Immunodeficiency Virus/Acquired

Immuno Deficiency Syndrome, Korban Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA), dan minoritas seksual;

5. kelompok kerja pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis jender dan pemberdayaan perempuan; dan

6. kelompok kerja psikososial.

4. Koordinator Kelompok Kerja yang memfasilitasi koordinasi kelompok kerja di sub-klaster.

(7)

- 7 -

F. Peran Koordinator

Para koordinator berperan untuk:

1. membentuk dan memelihara mekanisme koordinasi klaster/sub klaster/kelompok kerja;

2. mengidentifikasi dan mengelola keanggotaan;

3. mengkoordinasikan kegiatan kunci terutama pengkajian (assessment), pemantauan dan evaluasi, serta pertemuan koordinasi; 4. memastikan bahwa anggota klaster menjalankan kegiatan sesuai

standar yang menjadi rujukan atau pedoman; dan

5. memastikan ketersediaan bantuan pengungsian dan perlindungan berdasarkan data terpilah berdasarkan jenis kelamin dan umur.

G. Struktur Koordinasi

Terdapat 2 (dua) sub-klaster yang difasilitasi para koordinator sub klaster: 1. sub klaster pengungsian; dan

2. sub klaster perlindungan.

Sesuai isu yang ditangani, maka dibentuk kelompok kerja di dalam sub-klaster yang difasilitasi oleh para koordinator kelompok kerja. Kelompok kerja terkait sub-klaster tersebut dapat dilihat pada stuktur koordinasi di bawah ini:

(8)

- 8 -

Diagram 1: Struktur Koordinasi

Klaster Pengungsian dan Perlindungan di Tingkat Nasional

Penanggung jawab: dan POLRI

Dukungan Psikososial Perlindungan Anak Perlindungan Penyandang

Disabilitas

Perlindungan Lanjut Usia Perlindungan Kelompok Minoritas (termasuk ODHA dan

Minoritas Seks)

Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Jender dan

Pemberdayaan Perempuan Air, Sanitasi, dan Hygine

(WASH)

Didukung Tim Koordinasi: Perwakilan kementerian/lembaga pemerintah serta organisasi/lembaga/institusi nonpemerintah Sekretaris/administrasi Komunikasi dan Informasi

Logistik /Keuangan Sub-Klaster Perlindungan Dewan Pengarah: DirjennAsops KAPOLRI Wakil Koordinator : Karo POLRI Sub-Klaster Pengungsian Manajemen Pengungsian Tempat Penampungan (Shelter)

Keamanan

Koordinator: Klaster Nasional PP (Dir. PSKBA & PSKBS)

(9)

- 9 -

Sedangkan untuk struktur koordinasi kerja Klaster Pengungsian dan Perlindungan di tingkat provinsi/kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

Diagram 2: Struktur Koordinasi Kelompok Kerja Klaster Pengungsian dan Perlindungan

Tingkat Provinsi/kabupaten/kota

Sub-Klaster

Pengungsian Perlindungan Sub-Klaster

Perlindungan Anak

Perlindungan Penyandang Disabilitas Perlindungan Lansia

Perlindungan Kelompok Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), Korban

NAPZA, dan minoritas seks Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Jender dan

Pemberdayaan Perempuan Dukungan Psikososial Penanggung jawab:

Dinas Sosial/Instansi Sosial dan POLDA

Koordinator: Dinas Sosial/Instansi Sosial

Dewan Pengarah: Ka.Dinas Sosial/Instansi

Sosial Karo Ops POLDA Wakil Koordinator: Kabag. Roops POLDA

Keamanan

Tempat Penampungan (Shelter)

Manajemen Pengungsian Air, Sanitasi, dan Hygine

(WASH)

Didukung Tim Koordinasi: Perwakilan kementerian/lembaga pemerintah serta organisasi/lembaga/institusi nonpemerintah Sekretaris/administrasi Komunikasi dan Informasi

(10)

- 10 -

H. Koordinasi Antar Klaster serta Koordinasi Klaster Pengungsian dan Perlindungan di tingkat nasional/provinsi/ kabupaten/kota

BNPB dan BPBD berfungsi sebagai koordinator antar klaster di tingkat nasional dan daerah. Koordinator (pemerintah) dan wakil koordinator (nonpemerintah) untuk setiap sub-klaster dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1: Koordinasi Klaster Pengungsian dan Perlindungan di tingkat Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota Sub-Klaster Kelompok Kerja Koordinator di tingkat nasional (Pemerintah) Ko-Koordinator Nasional (lembaga/ organisasi non-pemerintah) Di tingkat Provinsi/ Kabupaten/Kota - Koordinator (Pemerintah) Pengungsian Tempat Penampungan (Shelter)

Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA), Kementerian Sosial Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS), Kementerian Sosial IFRC/PMI UNICEF BPBD dan Dinas Sosial Manajemen Pengungsian Direktorat PSKBA, Kementerian Sosial Direktorat PSKBS, Kementerian Sosial IOM Dompet Dhuafa Air, Sanitasi dan Hygiene (WASH) Direktorat PSKBA, Kementerian Sosial Direktorat PSKBS, Kementerian Sosial UNICEF OXFAM MDMC Keamanan Kepolisian Republik Indonesia Kepolisian

Daerah

Perlindungan

Perlindungan Anak

Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, Kementerian Sosial

UNICEF Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Perlindungan Penyandang Disabilitas

Direktorat Orang dengan Kecacatan, Kementerian Sosial Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Handicap International Dinas Sosial Perlindungan Lansia Direktorat Kesejahteraan Lanjut Usia, Kementerian Sosial Yayasan Emong Lansia Dinas Sosial, Komisi Daerah Lanjut Usia Perlindungan Kelompok Minoritas, orang dengan Human Immunodeficienc

Direktorat Komunitas Adat Terpencil, KEMENSOS

Yakkum

Emergency Unit

Dinas Sosial

Direktorat Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif

Komisi

Penanggulangan Aids Nasional

(11)

- 11 - Sub-Klaster Kelompok Kerja Koordinator di tingkat nasional (Pemerintah) Ko-Koordinator Nasional (lembaga/ organisasi non-pemerintah) Di tingkat Provinsi/ Kabupaten/Kota - Koordinator (Pemerintah) y Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome, Korban NAPZA, dan minoritas seksual

(NAPZA), Kementerian Sosial (KPAN)

Keadilan dan kesetaraan gender serta perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

UNFPA Badan / Kantor

PP-PA Dukungan Psikososial Direktorat PSKBA, Kementerian Sosial Direktorat PSKBA Kementerian Sosial

PUSKRIS UI BPBD dan Dinas Sosial

Dalam kegiatannya, Klaster Pengungsian dan Perlindungan berkoordinasi dengan klaster nasional lainnya. Mekanisme koordinasi secara rinci dijelaskan dalam BAB III Prosedur Operasional Standar.

A. Rincian Kegiatan

1. Kegiatan-kegiatan prabencana meliputi:

a. memastikan koordinasi, kolaborasi, dan sinergi yang sesuai dengan semua mitra, melalui pembentukan/pemeliharaan mekanisme koordinasi sektoral yang tepat, termasuk kelompok kerja di tingkat nasional dan di tingkat lokal (provinsi, kabupaten/ kota, dan komunitas)1;

b. melakukan kegiatan kesiapan kedaruratan, termasuk perencanaan kontingensi yang memadai dan respon kedaruratan;

1

(12)

- 12 -

c. memastikan adanya komitmen dan tanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing anggota klaster; d. menerapkan standar dan melakukan adaptasi berdasarkan

situasi lokal;

e. memastikan bahwa anggota Klaster Pengungsian dan Perlindungan memahami pedoman kebijakan dan standar teknis yang berlaku serta komitmen Pemerintah dalam pelaksanaan kegiatan pengungsian dan perlindungan;

f. mendorong pembentukan Klaster Pengungsian dan Perlindungan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; dan

g. mengadakan pelatihan dan pengembangan kapasitas Pemerintah dan masyarakat sipil baik di tingkat nasional dan lokal.

2. Kegiatan-kegiatan pada saat tanggap darurat meliputi:

a. memastikan kaji cepat yang terkoordinasi dan analisis kebutuhan sektoral yang efektif dan koheren, yang melibatkan semua mitra yang relevan;

b. memastikan pengumpulan data terpilah berdasarkan jenis kelamin dan usia korban bencana2 dan melakukan analisa kebutuhan termasuk kebutuhan kelompok rentan;

c. memastikan adanya rekomendasi strategi respon bencana Klaster Pengungsian dan Perlindungan.

3. Kegiatan-kegiatan pada pascabencana (pemulihan awal, rekonstruksi, dan rehabilitasi) meliputi:

a. memastikan adanya data terpilah berdasarkan jenis kelamin dan usia;

b. memastikan tersusunnya strategi pemulihan;

c. menganalisa kesenjangan kebutuhan pascabencana serta mengoordinasikan upaya pemenuhannya dari berbagai pihak; dan

d. memastikan praktik baik terdokumentasikan sebagai bahan perbaikan dalam penanganan kedaruratan di masa yang akan datang.

(13)

- 13 -

4. Klaster Pengungsian dan Perlindungan memastikan pelaporan dan penyebaran informasi yang efektif berdasarkan data terpilah serta melakukan pemantauan dan evaluasi yang memadai untuk setiap fase kegiatan.

B. Manajemen Informasi

Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan (Direktorat PSKBA dan PSKBS) dengan dukungan Tim Koordinasi menangani manajemen informasi terkait dengan pengungsian dan perlindungan secara keseluruhan. Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan memberikan informasi kepada BNPB/BPBD sebagai Koordinator Antarklaster melalui komunikasi yang koheren yang melibatkan anggota klaster.

C. Mobilisasi Sumber Daya

Untuk memastikan ketersediaan sumber daya yang cepat untuk respon yang segera dan efisien, mobilisasi akan dilaksanakan dengan ketentuan: a. lembaga-lembaga dalam Klaster Pengungsian dan Perlindungan akan

membantu mobilisasi sumber daya dan respon yang efektif dalam berbagai tahapan, yaitu keadaan darurat, pemulihan dini, pemulihan dan rekonstruksi, sesuai dengan fokus kegiatannya;

b. pengerahan sumber daya yang tersedia termasuk dana darurat di setiap lembaga;

c. memanfaatkan dana on-call (dana siap pakai) yang disediakan oleh BNPB dengan mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. pooled fund (dana yang dikumpulkan) yang dikelola oleh

lembaga/institusi/organisasi sepertinya misalnya Indonesia Disaster

Fund (IDF) yang dikelola oleh Pemerintah Indonesia melalui BNPB

dan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Emergency Response Fund (ERF), dan Central Emergency Response Fund (CERF) yang dikelola oleh UN OCHA.

(14)

- 14 -

D. Keamanan

Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan berkoordinasi dengan BNPB, TNI, dan POLRI memastikan keamanan:

a. para staf kemanusiaan;

b. masyarakat terdampak bencana; dan c. peralatan dan fasilitas yang digunakan.

(15)

- 15 -

BAB II

MANAJEMEN DAN KOORDINASI

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menjadi koordinator pada tingkat nasional dengan tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian/lembaga dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan3, termasuk penanggulangan bencana. Dalam penerapan pendekatan klaster, BNPB berfungsi sebagai koordinator antarklaster di tingkat nasional. Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan merupakan penghubung utama antara BNPB, Kementerian Sosial, dan para koordinator sub-klaster serta koordinator kelompok kerja.

Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan mengawasi pelaksanaan Klaster Pengungsian dan Perlindungan secara menyeluruh di Indonesia. Sementara para ko-koordinator lembaga/organisasi nonpemerintah sebagai koordinator kelompok kerja melapor kepada koordinator sub-klaster mengenai isu-isu yang berkaitan dengan pendekatan klaster.

Tanggung jawab untuk keseluruhan koordinasi antarlembaga di dalam Klaster Pengungsian dan Perlindungan berada dibawah Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan. Para koordinator sub-klaster dan koordinator kelompok kerja akan memastikan koordinasi klaster di tingkat operasional. Apabila terjadi keadaan darurat, keselamatan personil, serta komunikasi dan pengelolaan informasi merupakan layanan-layanan kunci antarlembaga. Peran lembaga yang bertanggung jawab diidentifikasi dalam tabel berikut:

3

(16)

- 16 -

Table 3: Koordinasi tingkat nasional

Isu Pemegang

Tanggung Jawab Di tingkat

Nasional

Dukungan Teknis Pemegang Tanggung

Jawab di Tingkat Propinsi/Kabupaten/

Kota Koordinasi KEMENSOS BNPB/BPBD/Sekda, POLDA, Dinsos

Prov/Kab/Kota, POLRI/POLDA, Kemendagri, TNI/KODIM, Badan Pemberdayaan Perempuan dan, Perlindungan Anak di tingkat propinsi, Klaster Nasional terkait (terutama Kesehatan, Sarana dan Prasarana, Logistik, Pendidikan), Ko-koordinator dari lembaga non-pemerintah: IFRC/PMI, UNICEF, IOM, Dompet Dhuafa, Handicap International, Yayasan Emong Lansia, Yakkum Emerency Unit, KPAN, UNFPA, PUSKRIS UI Rencana Sumber Daya / Respon (termasuk akses ke daerah terpencil/terisolasi)

KEMENSOS BNPB/BPBD, POLDA, Kemendagri, TNI, POLRI, Klaster Nasional terkait (terutama Kesehatan, Sarana dan Prasarana, Logistik, Pendidikan),

Ko-koordinator dari lembaga

nonpemerintah: IFRC/PMI, UNICEF, IOM, Dompet Dhuafa, Handicap International, Yayasan Emong Lansia, Yakkum Emerency Unit, KPAN, UNFPA, PUSKRIS UI

Pengkajian dan Pemantauan

KEMENSOS BNPB/BPBD, Dinsos, POLDA,

Kemendagri, POLRI, Para Koordinator Sub-Klaster dan Koordinator Kelompok Kerja

Ko-koordinator dari lembaga nonpemerintah: IFRC/PMI, UNICEF, IOM, Dompet Dhuafa, Handicap International, Yayasan Emong Lansia, Yakkum Emerency Unit, KPAN, UNFPA, PUSKRIS UI

(17)

- 17 -

Isu Pemegang

Tanggung Jawab Di tingkat

Nasional

Dukungan Teknis Pemegang Tanggung

Jawab di Tingkat Propinsi/Kabupaten/

Kota Keamanan dan

komunikasi

POLRI BNPB/BPBD, Sekda, POLDA

KEMENSOS, POLRI & TNI, KEMENKOMINFO

Informasi dan advokasi

KEMENSOS BNPB/BPBD, Dinsos, Sekda, POLDA, POLRI

KEMENKOMINFO

Tabel 4: Koordinasi Operasional

TINGKAT OPERASIONAL Sub-Klaster dan Kelompok

Kerja Koordinator di tingkat pusat Koordinator di tingkat propinsi/ kabupaten/kota Ko-Koordinator dan Mitra

Pengungsian Direktorat PSKBA & PSKBS, KEMENSOS Direktorat Penanganan Pengungsi BNPB Tempat Penampungan (Shelter) Manajemen Pengungsian

Direktorat PSKBA & PSKBS, KEMENSOS Dirjen Pemberdayaan Sosial, KEMENSOS Direktorat penanganan pengungsi BNPB Dinsos BPBD/Sekda dengan dukungan lembaga lokal yang bekerja dalam penanggulangan bencana KEMENPU dan PR IFRC/PMI UNICEF IOM Dompet Dhuafa dan anggota klaster lainnya baik dari LSM, dunia usaha, lembaga PBB, dan masyarakat.

Keamanan POLRI POLDA POLRI, TNI,

KEMENSOS-TAGANA Perlindungan Direktorat PSKBA &

PSKBS, KEMENSOS Perlindungan Perempuan Direktorat Kesejahteraan Sosial Dinsos Badan UNICEF

(18)

- 18 -

TINGKAT OPERASIONAL Sub-Klaster dan Kelompok

Kerja Koordinator di tingkat pusat Koordinator di tingkat propinsi/ kabupaten/kota Ko-Koordinator dan Mitra

dan Anak Anak KEMENSOS Deputi Perlindungan Perempuan & Deputi Perlindungan Anak Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan dukungan lembaga lokal yang bekerja dalam penanggulangan bencana

lainnya baik dari pemerintah, LSM, dunia usaha, lembaga PBB, dan masyarakat. Perlindungan Penyandang Disabilitas Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan KEMENSOS Deputi Perlindungan Perempuan & Deputi Perlindungan Anak Dinas Sosial Dinas Kesehatan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan dukungan lembaga lokal yang bekerja dalam penanggulangan bencana Handicap International

dan anggota klaster lainnya baik dari pemerintah, LSM, dunia usaha, lembaga PBB, dan masyarakat. Perlindungan Lansia Direktorat Kesejahteraan Lanjut Usia KEMENSOS Deputi Perlindungan Perempuan Dinas Sosial Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan dukungan lembaga lokal yang bekerja Yayasan Emong Lansia

dan anggota klaster lainnya baik dari pemerintah, LSM, dunia usaha, lembaga PBB, dan masyarakat.

(19)

- 19 -

TINGKAT OPERASIONAL Sub-Klaster dan Kelompok

Kerja Koordinator di tingkat pusat Koordinator di tingkat propinsi/ kabupaten/kota Ko-Koordinator dan Mitra dalam penanggulangan bencana Perlindungan terhadap Kekerasan Berbasis Gender dan Pemberdayaan Perempuan Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial KEMENSOS Deputi Perlindungan Perempuan & Deputi Perlindungan Anak Kementerian

Perlindungan

Perempuan dan Anak

Dinas Sosial Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan dukungan lembaga lokal yang bekerja dalam penanggulangan bencana UNFPA

dan anggota klaster lainnya baik dari pemerintah, LSM, dunia usaha, lembaga PBB, dan masyarakat. Dukungan Psikososial Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA), KEMENSOS Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBA), KEMENSOS BPBD dan Dinas Sosial dengan dukungan lembaga lokal yang bekerja dalam penanggulangan bencana PUSKRIS UI

dan anggota klaster lainnya baik dari pemerintah, LSM, dunia usaha, lembaga PBB, dan masyarakat.

(20)

- 20 -

BAB III

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Standar Operasional Prosedur bertujuan untuk memastikan penanganan darurat bencana khususnya Klaster Pengungsian dan Perlindungan dilakukan secara tepat waktu, efektif, efisien, dan terkoordinasi. Standar Operasional Prosedur harus diikuti oleh seluruh lembaga yang berpartisipasi dalam Klaster Pengungsian dan Perlindungan.

Pusat Operasi Klaster Pengungsian dan Perlindungan ditingkat nasional dibentuk dan berlokasi di Kantor Kementerian Sosial, ditingkat provinsi dan kabupaten/kota berlokasi di Kantor Dinas Sosial setempat.

Tabel 4: Standar Operasional Prosedur Klaster Pengungsian dan Perlindungan

NO Aktivitas Koordinasi Aktivitas Informasi

dan Komunikasi Penanggung Jawab Waktu Mitra 1. Menghubungi mitra-mitra internal

untuk mengkonfirmasikan situasi krisis dan mengumpulkan informasi antara lain :

a. peristiwa: lokasi secara khusus (desa, kecamatan, kabupaten, propinsi), penyebab dan potensi dampak.

b. Dampak kemanusiaan: korban tewas, cedera, pengungsi internal, penduduk yang terkena dampak, identifikasi kelompok-kelompok yang secara khusus rentan, dengan menggunakan data yang terpilah untuk melihat jumlah

perempuan, anak-anak

perempuan, laki-laki dan anak-anak laki-laki yang mempunyai kemungkinan telah terkena dampak, infrastruktur yang rusak, dampak pada pemerintah dan layanan-layanan, hancurnya akses penduduk ke layanan-layanan dasar. Sedapat mungkin data dipilah berdasarkan jenis kelamin, usia dan penyakit menular penyintas.

c. Potensi dampak sekunder, seperti dampak lingkungan (misalnya: kebocoran gas atau minyak karena gempa bumi atau kontaminasi cairan selama banjir).

a. Memanfaatkan inventarisasi data dan peta yang ada b. Kontak dan milis c. Jadwal pertemuan d. Siapa Apa Dimana e. Peta (Informasi

geografi) f. Mempersiapkan

peta yang

menunjukkan lokasi dan jenis bencana g. Mengirimkan informasi sesegera mungkin kepda pihak-pihak terkait dalam struktur Klaster Pengungsian dan Perlindungan. h. Menyusun dan menyebarkan laporan situasi sesegera mungkin. i. Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan untuk menyetujui komunikasi public terkait situasi kemanusiaan Nasional: KEMENSOS Prop/Kab/ Kota: Dinsos Segera setelah menerima informasi terjadinya bencana Koordinator Sub-Klaster Pengungsian Koordinator Sub-Klaster Perlindungan Koordinator Kelompok Kerja BNPB, kementerian-kementerian lain yang terkait, LSM-LSM dan badan-badan PBB anggota Klaster Pengungsian dan Perlindungan Dan kementerian/ lembaga pendukung teknis

(21)

- 21 -

NO Aktivitas Koordinasi Aktivitas Informasi

dan Komunikasi

Penanggung Jawab

Waktu Mitra

d. Bantuan awal yang diberikan dan rencana-rencana Pemerintah Indonesia dan pihak-pihak lain. e. Posisi/rencana Pemerintah

Indonesia

f. Kesenjangan yang harus segera diisi

g. Masalah keamanan

h. Tantangan logistik, misalnya jalan yang diblokir, cuaca buruk, keterbatasan sarana dan prasarana transportasi, kekurangan bahan bakar

2. Menyelenggarakan satu pertemuan Klaster Pengungsian dan Perlindungan dengan segera dan memberikan informasi dan rekomendasi tentang: a. Penugasan personil untuk

pengkajian lapangan awal dan kontak langsung dengan pemerintah daerah. (Sedapat mungkin seimbang dari segi jender; apabila tidak memungkinkan, critical mass4

laki-laki dan perempuan.) b. Penugasan Tim Kaji Cepat c. Ketersediaan Pendanaan

d. Dana On-vall (yang disediakan oleh BNPB) a. Penugasan staf Pengelolaan Informasi b. Pengumpulan informasi mengenai wilayah-wilayah yang terkena dampak c. Pengalokasian sumber daya di wilayah terdampak d. Pembentukan Pusat Informasi Klaster Pengungsian dan Perlindungan untuk anggota klaster , klaster lain yang terkait, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan. Nasional/Prop/ Kab/kota: Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan dalam koordinasi dengan Koordinator Sub-Klaster dan Koordinator Kelompok Kerja Selama 2x24 jam pertama setelah bencana Koordinator Sub-Klaster Pengungsian Koordinator Sub-Klaster Perlindungan Koordinator Kelompok Kerja BNPB, kementerian-kementerian lain yang terkait, LSM-LSM dan badan-badan PBB anggota Klaster Pengungsian dan Perlindungan

3. Melaksanakan Pengkajian Kebutuhan Cepat Terkoordinasi:

a. Penyediaan format, mekanisme, metodologi dan analisa pengkajian b. Pembentukan tim pengkajian

terkoordinasi

c. Berkoordinasi dengan anggota klaster nasional lainnya.

a. Melakukan pengkajian terkoordinasi. b. Laporan Hasil Pengkajian diserahkan kepada Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan c. Diseminasi infomrasi Nasional/ Prop/Kab/ kota: Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan dalam koordinasi dengan Koordinator Sub-Klaster dan Koordinator Kelompok Kerja. 2 x 24 jam Pihak berwenang setempat. LSM-LSM dan badan-badan PBB

4. Mendirikan Pusat Operasi

a. Bergabung dengan Pos Komando Tanggap Darurat

Merancang pusat operasi untuk memungkinkan pertukaran informasi dan koordinasi dengan mudah

Nasional/Prop/ Kab/kota: Koordinator Klaster Selama respon keadaan darurat BNPB, BPBD, dan pemerintah daerah 4

Critical mass adalah jumlah laki-laki dan perempuan yang cukup banyak untuk bisa memberikan suara untuk membuat perbedaan dan mempengaruhi pengambilan keputusan.

(22)

- 22 -

NO Aktivitas Koordinasi Aktivitas Informasi

dan Komunikasi

Penanggung Jawab

Waktu Mitra

b. Melaporkan kedatangan Klaster Pengungsian dan Perlindungan kepada BNPB/BPBD dan

berkoordinasi dengan Pos Komando Tanggap Darurat nasional/daerah terjadinya bencana.

c. Operasi lapangan berjalan

Pengungsian dan Perlindungan dalam koordinasi dengan Koordinator Sub-Klaster dan Koordinator Kelompok Kerja.

5. Operasi Penanganan Darurat bencana berupa :

a. Melakukan aktivitas respon baik Sub-Klaster Pengungsian maupun Sub-Klaster Perlindungan

b. Mengkoordinasikan sumber daya dan aktivitas

c. Perencanaan pemulihan dini

d. Melaporkan perkembangan aktifitas dalam pelaksanaan tugas terkait pengungsian dan perlindungan dalam tanggap darurat secara periodic kepada Pos Bencana dan kepada pimpinan yang memberi tugas.

e. Strategi pengakhiran intervensi (Phase out strategy  diberikan kepada Dinas Sosial/pihak yang berwenang dalam tugas terkait pengungsian dan perlindungan.

a. Informasi terbaru 3W b. Evaluasi respons

keadaan darurat dan menyoroti kesenjangan-kesenjangan setelah respon keadaan darurat berakhir, untuk ditangani sebelum tahap pemulihan dimulai Nasional/Prop /Kab/kota: Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan dalam koordinasi dengan Koordinator Sub-Klaster dan Koordinator Kelompok Kerja. Selama respons keadaan darurat Berbagai pemangku kepentingan 6. Penghentian Intervensi/Terminasi

a. Menyusun laporan lengkap

pelaksanaan kegiatan di lapangan. b. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan

program untuk pengungsian dan perlindungan dalam tanggap darurat yang dilaksanakan oleh pihak-pihak

terkait (pemerintah atau

masyarakat).

c. Menyerahkan laporan perkembangan kegiatan, pencapaian hasil, monitoring dan evaluasi dan rekomendasi serah terima/tindak lanjut kepada Koordinator Klaster untuk diserahkan kepada Komandan Pos Komando Penanganan Darurat

Komunikasi yang jelas tentang strategi penghentian program/intervensi kepada klaster-klaster lainnya Nasional/Prop/ Kab/kota: Koordinator Klaster Pengungsian dan Perlindungan dalam koordinasi dengan Koordinator Sub-Klaster dan Koordinator Kelompok Kerja. Selama respon keadaan darurat BPBD, Dinas Sosial dan/atau lembaga lainnya di tempat terdampak bencana

(23)

- 23 -

BAB IV PENUTUP

Pedoman ini disusun untuk memfasilitasi pemangku kepentingan memahami secara garis besar mekanisme koordinasi dan Standar Operasional Prosedur Klaster Pengungsian dan Perlindungan. Diharapkan Klaster Pengungsian dan Perlindungan akan terus berkembang seiring kemajuan penanggulangan bencana di Indonesia.

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

Gambar

Diagram 1: Struktur Koordinasi
Diagram 2: Struktur Koordinasi Kelompok Kerja   Klaster Pengungsian dan Perlindungan
Tabel 1: Koordinasi Klaster Pengungsian dan Perlindungan di tingkat  Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota  Sub-Klaster  Kelompok  Kerja  Koordinator di tingkat  nasional (Pemerintah)   Ko-Koordinator  Nasional (lembaga/  organisasi  non-pemerintah)  Di tingkat
Table 3: Koordinasi tingkat nasional
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Pasal 41 UUPA hak pakai adalah: (1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau

dilakukan adalah mempertahankan kualitas produk benih, meningkatkan kerjasama dengan stake holder dan mempererat kemitraan untuk mempertahankan kontinuitas produksi dan dapat

Teknik pengemasan bunga potong Alpinia purpurata pada jenis bahan pengemas plastik adalah terbaik, dengan umur kesegaran lebih lama (7,77 hari) bunga mengalami susut bobot

Karakter morfologi ikan melem biru diataranya adalah memiliki bentuk tubuh compressed (torpedo), sirip ekor dengan bentuk bercagak dua (forked), letak mulut ikan

Mardalisa (NIM:10030191), Persepsi Masyarakat Terhadap Efektifitas Trans Padang Di Kota Padang, Skripsi, Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera

PEMERIKSAAN CALON JAMAAH HAJI a.. pasal 3 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan

Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonatus yan ter!adi pada "asa neonatal# intranatal dan postnatal.Inkfesi Neonatoru" atau Infeksi adalah infeksi

Hal ini terjadi karena dengan meningkatnya massa dan kerapatan udara yang masuk ke dalam silinder, semakin banyak oksigen yang dapat bereaksi dengan bahan bakar