• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

3 METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Petani hutan rakyat sebagai pemilik barang pribadi (private good) berupa hutan rakyat di dalam pengambilan keputusan pengelolaannya dipengaruhi suatu pendekatan asumsi. Pertama, bahwa siapapun dalam mengambil keputusan diasumsikan berfikiran rasional atau menggunakan logika konsekuensi (logic of consequentiality). Dia akan menyetujui terhadap sesuatu hal apabila mengandung konsekuensi manfaat bagi dirinya dan biasanya diukur berdasarkan materi, sehingga pendekatan ini disebut pendekatan pilihan rasional (rational choice). Kedua, bahwa siapapun yang dalam mengambil keputusan lebih mengutamakan logika kesesuaian (logic of appropriateness). Keputusan berdasarkan kepada manfaat, namun bukan manfaat berupa materi, bahkan di dalam hal tertentu ia dapat rugi secara materi tetapi merasa diuntungkan karena sesuai dengan kondisi yang dikehendaki, sehingga pendekatan ini disebut pendekatan normatif.

Kebijakan legalitas kayu di hutan rakyat merupakan salah satu wujud kebijakan publik di ranah milik pribadi. Berdasarkan fakta yang telah dikemukakan pada pendahuluan, bahwa kebijakan tersebut telah menimbulkan kesenjangan antara teks dan praktek sosialnya. Maka di dalam penelitian ini dilakukan analisis kebijakan legalitas kayu di hutan rakyat tidak hanya secara teknis saja tetapi juga lebih ke arah prosesnya dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Di dalam pemahaman proses pembuatan kebijakan tersebut digunakan pendekatan diskursus/narasi kebijakan, politik/kepentingan, dan aktor/jaringan (Kelley & Scoones 2000; Sutton 1999; IDS 2006). Maka kerangka pendekatan penelitian ini secara skematik disajikan dalam Gambar 1.

(2)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Illegal Loging Illegal Trade Private Property: 1. Access Right 2. Withdrawal Right 3. Exclusion Right 4. Alienation Right P.38/Menhut-II/2009 SVLK Implementasi P.38/Menhut-II/2009 REKOMENDASI

Rumusan Kebijakan Legilitas Kayu Di Hutan Rakyat POLICY PROCESS Discourse/ Narratives Actors/ Networks Politics/ Interests HUTAN RAKYAT

GAP

Analisis Tipologi Hutan Rakyat Tersertifikasi

Analisis Landasan Diskursif Penetapan Kebijakan

Analisis Ruang dan Masa Depan Kebijakan

(3)

Waktu dan Lokasi Penelitian

Sejak bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Oktober 2011 dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengikuti proses implementasi P.38/Menhut-II/2009. Penelitian utama mulai dilakukan pada bulan November 2011 sampai Desember 2012. Pengamatan implementasi kebijakan legalitas kayu dilakukan pada di hutan rakyat yang dilakukan di 3 lokasi, yaitu Unit Manajemen Community Logging Giri Mukti Wana Tirta (Comlog GMWT) Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung, Unit Manajemen Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Unit Manajemen Koperasi Serba Usaha Asosasi Pengrajin Industri Kecil (KSU APIK) Kabupaten Buleleng Provinsi Bali. Sedangkan sebagai pembanding sertifikasi mekanisme sukarela adalah Unit Manajemen Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) Kabupaten Kulonprogo Yogyakarta. Selanjutnya pengamatan pada penelitian utama dilakukan penggalian informasi yang lebih spesifik dan mendalam terkait hutan rakyat, dengan informan kunci di Kemenhut. Selain itu dilakukan pula terhadap pihak-pihak yang terlibat di dalam proses perumusan kebijakan legalitas kayu khususnya untuk hutan rakyat yang dianggap memiliki pengaruh dalam menentukan arah perubahan kebijakan tersebut. Pengamatan implementasi kebijakan SVLK di hutan rakyat dilakukan dengan cara wawancara mendalam pada petani hutan rakyat di seluruh lokasi penelitian. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2, 3, 4, dan 5.

Prosedur Data

Data yang akan dikumpulkan sesuai tujuan yang ingin dicapai meliputi: a) data faktor-faktor penentu tipologi kesesuaian sertifikasi di hutan rakyat, b) data isi teks peraturan perundangan yang mengatur standar verifikasi legalitas kayu, dan c) data pandangan pembuat maupun pengguna kebijakan legalitas kayu. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah responden, informan kunci dan objek pengamatan. Sumber data sekunder adalah dokumen peraturan perundangan, laporan dari

(4)

instansi terkait, pelaporan hasil penelitian, gambar, peta dan dokumen lainnya. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan informasi kepada pengumpul data, sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan informasi kepada pengumpul data, seperti halnya dokumen (Sugiyono 2010).

Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data sesuai dengan kebutuhan studi adalah teknik observasi, wawancara tidak terstruktur, dan studi dokumen. Karena menurut Sitorus (1998) dengan memadukan sedikitnya tiga metode, yaitu observasi (pengamatan), wawancara, dan analisis dokumen, maka satu dan lain metode akan saling menutupi kelemahan sehingga tangkapan atas realitas sosial menjadi lebih valid.

Teknik obervasi digunakan untuk mengetahui dan mempelajari secara langsung realitas sosial dan kondisi lingkungan. Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2010) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui oservasi. Teknik wawancara mendalam digunakan untuk mengetahui aspek-aspek kualitatif secara lebih mendalam dan menyeluruh melalui tanya jawab secara tatap muka antara peneliti dan tineliti. Bungin (2005) menyatakan bahwa wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan temu muka baik menggunakan atau tanpa pedoman wawancara. Wawancara mendalam dikatakan sebagai percakapan dua arah dalam suasana kesetaraan, akrab, dan informal. Sasaran wawancara mendalam (interview) ini adalah informan kunci (key informant) yang memiliki kompetensi sesuai kajian, dalam hal ini adalah aktor-aktor terkait dalam kebijakan verifikasi legalitas kayu rakyat. Studi dokumen digunakan untuk mengumpulkan data yang ada kaitannya dengan penelitian dari dokumen-dokumen yang tersedia di kantor-kantor atau instansi-instansi yang ada kaitannya dengan penelitian. Kegiatan ini dilakukan terhadap berbagai peraturan perundangan, laporan instansi terkait, maupun dokumen lain seperti hasil-hasil penelitian (studi ) yang terkait, serta data dan informasi dari

(5)

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Andolo, Baito, Lainea, Palangga Selatan, dan Palangga Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara

(6)

Gambar 4 Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Gerokgak, Banjar, Sukasada, Buleleng, Sawan, dan Kubutambahan Kabupaten Buleleng Provinsi Bali

Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Girimulyo, Kalibawang, Nanggulan, dan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo Provinsi DI Yogyakarta

(7)

sumber lainnya. Menurut Sugiyono (2010), dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu, dapat berbentuk tulisan, gambar atau karya monumental dari seseorang. Peraturan atau kebijakan dapat dikategorikan sebagai dokumen berbentuk tulisan.

Teknik penentuan informan kunci

Responden ditentukan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2010; Bungin 2005). Informan kunci (key informan) ditentukan dengan menggunakan teknik snowball sampling, di mana penentuan sampel informan kunci dimulai dari orang yang memiliki pemahaman yang memadai tentang masalah yang dikaji, selanjutnya satu orang tersebut diminta untuk memilih seseorang atau temannya untuk dijadikan informan kunci berikutnya.

Analisis tipologi hutan rakyat

Secara umum, perkembangan hutan rakyat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam sangat ditentukan oleh aspek biofisik dari suatu wilayah. Sedangkan faktor manusia sangat ditentukan oleh aktivitas manusia, dalam hal ini aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan. Pengamatan faktor-faktor dominan sertifikasi di hutan rakyat tersebut maka dibuat model tipologi hutan rakyat, dan selanjutnya dibangun pemodelan spasialnya. Kebijakan legalitas kayu yang diturunkan dalam bentuk instrumen sertifikasi, diharapkan dapat menciptakan nilai-nilai baru dari pengelolaan hutan maupun industri perkayuan di Indonesia. Penerapan sertifikasi tersebut perlu dianalisis terhadap kesesuaian dari hutan rakyat. Analisis diawali dengan indentifikasi faktor-faktor yang menentukan tipologi kesesuaian sertifikasi di hutan rakyat. Faktor-faktor tersebut disajikan pada tabel di bawah ini.

(8)

Tabel 1 Faktor dan su-faktor penentu tipologi hutan rakyat

FAKTOR SUB-FAKTOR VERIFIER KETERANGAN

Biofisik Kelerengan Lahan 0-8% Datar

8-15% Landai

15-25% Agak Curam

25-40% Curam

>40% Sangat Curam

Penggunaan Lahan Sawah Rendah

Pekarangan Sedang

Pertanian lahan kering Tinggi

Pembentukan Lokal Tidak terbentuk Harga Pasar berbeda pulau Kurang terbentuk

satu pulau Terbentuk

Sosial Ekonomi Pendapatan Pra KS Rendah

KS Tinggi

Kepadatan Penduduk >600 jw/km2 Sangat Rendah

401-600 jw/km2 Rendah

251-400 jw/km2 Cukup tinggi

51-250 jw/km2 Tinggi

1-50 jw/km2 Sangat Tinggi

Kelembagaan Kapasitas Organisasi Tidak berfungsi Lemah Berfungsi Kuat

Pola Pemanenan Tebang butuh Tegakan tinggal rendah

Tebang tunda Tegakan tinggal tinggi

Faktor-faktor dominan yang menentukan tipologi tersebut dianalisis melalui pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) (Saaty 1988). Pendekatan AHP ini berbasis pada expertises judgement, maka pemilihan informan ditujukan kepada informan yang benar-benar mengetahui permasalahan pengelolaan hutan rakyat tersertifikasi di lokasi tersebut. Informan diperoleh dengan teknik snow ball. Perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis proses AHP dalam penelitian ini adalah Expert Choice.

Proses AHP diawali dengan tahap: 1) melakukan penyusunan hirarki keputusan dengan melakukan dekomposisi permasalahan menjadi hirarki suatu elemen yang saling terkait; 2) melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk menghasilkan input data; 3) melakukan sintesis terhadap hasil evaluasi dan melakukan estimasi bobot relatif, dan 4) menentukan agregasi dari

(9)

bobot relatif dari suatu keputusan untuk mendapatkan suatu set proporsi dari suatu alternatif keputusan.

Prinsip penilaian dalam AHP adalah membandingkan secara berpasangan tingkat kepentingan faktor satu dengan faktor lainnya yang berada pada satu tingkat berdasarkan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut dapat berdasarkan pertimbangan literatur maupun fakta yang ditemui di lapangan. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, maka akan diperoleh total skor faktor penentu tipologi hutan rakyat tersertifikasi. Berikut ini adalah persamaannya:

) . ( 1

= = n i i i f w F Keterangan: F = skor total wi f = bobot sub-faktor

i = skor sub-faktor ke-i

Berdasarkan skor total dari seluruh lokasi penelitian, maka akan dibangun 3 kelas tipologi. Pembagian kelas berdasarkan prinsip bagi habis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kelas kesesuaian sertifikasi di hutan rakyat

Kelas Kriteria Interval

I Tidak sesuai 𝑋𝑋 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑠𝑠. 𝑑𝑑 �𝑋𝑋𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 +𝑋𝑋�𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 −𝑋𝑋 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀∑ 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑀𝑀𝑠𝑠 � II Kurang sesuai 𝑋𝑋𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑠𝑠. 𝑑𝑑 �𝑋𝑋𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 +𝑋𝑋�∑ 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑀𝑀𝑠𝑠 �𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 −𝑋𝑋𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 III Sesuai 𝑋𝑋𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑠𝑠. 𝑑𝑑 �𝑋𝑋𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 +𝑋𝑋�∑ 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑀𝑀𝑠𝑠 �𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 −𝑋𝑋𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀

Analisis landasan diskursif penetapan kebijakan legalitas kayu di hutan rakyat

Landasan diskursif penetapan kebijakan legalitas kayu di hutan rakyat berikut pengaruh-pengaruhnya diperoleh melalui analisis proses pembuatan kebijakan (IDS 2006). Analisis proses pembuatan kebijakan dengan pendekatan Institute of Development Studies (IDS) menjembatani antara teks sebagai legal formal dengan fakta sebagai interaksi sosialnya. Faktor-faktor yang

(10)

mempengaruhi kebijakan legalitas kayu di hutan rakyat akan diteliti berdasarkan narasi kebijakan, diskursus, aktor, jaringan, politik, dan kepentingan. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan ke dalam tiga tema yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu:

1. Narasi kebijakan dan diskursus

Narasi kebijakan merupakan gambaran sebuah cerita yang memiliki awal, tengah dan akhir dalam menguraikan peristiwa tertentu yang mempengaruhi perubahan-perubahan kebijakan. Sedangkan diskursus merupakan tatanan kerangka fikir yang mengkonstruksikan realita sosial dalam sebuah konteks tertentu, dapat berupa aliran pemikiran yang dominan maupun sebaliknya. Sebuah narasi dapat menjadi bagian dari diskursus jika menggambarkan cerita tertentu yang sejalan dengan nilai-nilai yang lebih luas dan prioritas. 2. Aktor dan jaringan

Jaringan, koalisi dan aliansi aktor-aktor (individu dan institusi) dengan visi yang sama, keyakinan serupa, kode etik dan kesamaan perilaku sangat penting dalam menyebarkan dan mempertahankan narasi melalui pembujukan publik dan pengaruh seperti jurnal, konferensi, pendidikan atau cara-cara informal. Proses negosiasi dan tawar-menawar di antara kelompok kepentingan yang saling berkompetisi berperan penting dalam pembuatan kebijakan.

3. Politik dan kepentingan

Proses kebijakan dipengaruhi oleh sejumlah kepentingan kelompok yang menggunakan kekuatan dan kewenangannya atas pembuatan kebijakan. Hal ini mempengaruhi setiap tahapan proses, dari pembentukan agenda, hingga identifikasi alternatif, pembobotan dan pemilihan opsi yang paling menguntungkan serta implementasinya. Kepentingan aktor dalam kebijakan berasal dari instansi pemerintah, organisasi donor dan independent expert. Di dalam mengoperasionalkan ketiga tema tersebut di atas, maka dilakukan analisis diskursus, analisis stakeholder, dan analisis asumsi. Analisis diskursus dilakukan terhadap diskursus sebagai teks (text), bingkai (frame), dan praktek sosial (social practices) (Arts & Buizer 2009).

(11)

Analisis diskursus sebagai bingkai dilakukan untuk mengungkap makna kata-kata dan teks. Penggunaan bahasa tidak lagi menjadi fokus perhatian, tetapi yang diutamakan adalah ‟bingkai makna‟ sebagai medium penggunaan bahasa. Kontroversi narasi kebijakan dilihat dari bingkai yang saling bertentangan. Menurut Eriyanto (2002), analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok) dibingkai oleh teks. Melalui analisis framing akan dapat diketahui siapa yang mengendalikan siapa, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan, siapa yang membentuk dan siapa dibentuk dan seterusnya. Berdasarkan pemahaman mengenai konsep pembingkaian di atas, kemudian dilakukan analisis isi (content analysis) yang diawali dengan pemilahan dengan menyeleksi teks yang masuk kategori unit penelitian ini. Setelah dilakukan pemilihan teks berupa berita dari media massa, artikel, peraturan, jurnal, laporan dan buku, kemudian dilakukan interpretasi dan pemberian makna. Analisis diskursus sebagai praktek sosial dilakukan untuk melihat hubungan diskursus dengan praktek. Bagaimana narasi kebijakan proses perumusan kebijakan legalitas kayu rakyat dibentuk, bagaimana pertentangan antar narasi kebijakan yang berkembang, apa penyelesaian dari pertentangan narasi kebijakan tersebut, siapa aktor yang memainkan peran dominan dan apa kepentingannya.

Analisis Pemangku Kepentingan. Proses pembuatan kebijakan tidak dapat

dihindari dari aktivitas politik. Berbagai pihak dapat mempengaruhi maupun dipengaruhi untuk mencapai tujuannya. Pihak-pihak tersebut lazim disebut sebagai pemangku kepentingan dan perlu difahami siapa yang dipengaruhi oleh keputusan dan tindakan apa yang mereka ambil, serta siapa yang memiliki kekuatan untuk hasil keputusan mereka (Freeman 2010; Mitchell et al. 1997).

Di dalam proses pembuatan kebijakan legalitas kayu di hutan rakyat terdapat aktor-aktor yang berperan dalam membuat kebijakan tersebut. Metode yang paling populer untuk menganalisis aktor yang terlibat adalah metode yang dikenal sebagai analisis pemangku kepentingan (Bryson 2004). Pengamatan partisipasi pemangku kepentingan di dalam proses pembuatan kebijakan legalitas kayu di hutan rakyat dilakukan dengan cara analisis pemangku kepentingan.

(12)

Analisis ini tujuan untuk memahami beragam kepentingan pemangku kepentingan (Friedman & Miles 2004). Analisis yang digunakan berupa modifikasi analisis pemangku kepentingan ODA (1995), Reitbergen et al. (1998), dan Mayer (2005), yaitu dengan tahapan sebagai berikut:

1. Menyusun tabel pemangku kepentingan, meliputi: a) mengidentifikasi dan membuat daftar pemangku kepentingan potensial; b) mengkategorisasinya ke dalam kelompok pemangku kepentingan kunci, pemangku kepentingan utama, pemangku kepentingan pendukung, c) mengidentifikasi kepentingan mereka (baik yang terang-terangan dan tersembunyi) terkaitan tujuan dan masalah yang sedang ditanganinya. perlu diperhatikan bahwa masing-masing pemangku kepentingan mungkin memiliki beberapa kepentingan. 2. Menilai kepentingan masing-masing pemangku kepentingan, yang

ditunjukkan oleh keterlibatan aktif pemangku kepentingan tersebut untuk mencapai keberhasilan proses pembuatan kebijakan legalitas kayu di hutan rakyat (Jika kepentingan positif dinilai tinggi, jika negatif dinilai rendah, atau tidak diketahui).

3. Menilai pengaruh yang lebih menunjukkan pada tingkat kekuasaan yang dimiliki pemangku kepentingan terhadap berjalannya proses pembuatan kebijakan legalitas kayu di hutan rakyat (semakin berwenang mengambil keputusan kebijakan bernilai tinggi, semakin jauh dari kewenangan bernilai rendah).

4. Mengindentifikasi asumsi yang mempengaruhi proses pembuatan kebijakan legalitas kayu di hutan rakyat.

5. Melakukan analisis kinerja 4Rs (rights, responsibilities, revenues, relationships). Analisis 4Rs tersebut dibagi ke dalam 2 komponen, yaitu analisis keseimbangan 3Rs (rights, responsibilities, revenues) diantara seluruh pemangku kepentingan, kemudian melakukan analisis hubungan (Relationships) antar pemangku kepentingan (R ke-4). Diawali dengan cara: a) Melakukan observasi pada lokasi penelitian untuk mengetahui latar

belakang daerah tersebut baik dari secara sosial, ekonomi, budaya, faktor-faktor sejarah, perbedaan geografis, konteks politik, hukum dan fiskal;

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian Illegal Loging Illegal Trade Private Property: 1
Gambar 2  Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung  Tengah Provinsi Lampung
Gambar 4  Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Gerokgak, Banjar, Sukasada,  Buleleng, Sawan, dan Kubutambahan Kabupaten Buleleng Provinsi  Bali
Tabel 1  Faktor dan su-faktor penentu tipologi hutan rakyat

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian dapat dike-tahui bahwa dari uji korelasi variabel produk dengan keputusan konsumen dalam pembelian sepeda motor Honda di dapat data sebagai berikut:

Fokus penelitian pada penelitian ini adalah memaparkan komunikasi interpersonal sebagai upaya pasangan suami istri yang menikah melalui proses ta’aruf untuk

Sehingga untuk tindakan perbaikan dan pencegahan yang dilakukan agar tidak terjadi kecelakaan kerja lagi maka pihak manajemen harus lebih meningkatkan toolbox meeting

Ami Maryami, M.Si Dorang Luhpuri, SIP, Ph.D Krisna Dewi Setianingsih, M.Si, Ph.D Meiti Subardhini, M.Si, Ph.D Krisna Dewi Setianingsih, M.Si, Ph.D Meiti Subardhini, M.Si, Ph.D Dra.

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi

Setelah mempelajari bab ini, Anda harus mampu menjelaskan limit fungsi di satu titik dan di tak hingga beserta teknis perhitungannya; menggunakan sifat limit fungsi untuk

H2c tempat bersih menarik pelancong asing N3 Menyayangi dan Menghargai Alam Sekitar H3a menjaga kemudahan di tempat pelancongan H3b tidak menconteng bangunan warisan negara

Dalam pemeriksaan Laboratorium klinik dan Rumah Sakit umumnya terdapat  pemeriksaan klinis analisis yang sudah menggunakan alat yang sudah berbasis autoanalyzer seperti