• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STILISTIKA: MAJAS PERBANDINGAN DALAM NOVEL SYAIR PANJANG ACEH KARYA SUNARDIAN WIRODONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS STILISTIKA: MAJAS PERBANDINGAN DALAM NOVEL SYAIR PANJANG ACEH KARYA SUNARDIAN WIRODONO"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

42 *Staf Fungsional Balai Bahasa Banda Aceh

ANALISIS STILISTIKA: MAJAS PERBANDINGAN DALAM NOVEL

SYAIR PANJANG ACEH KARYA SUNARDIAN WIRODONO

Irawan Syahdi*

ABSTRACT

Figure of speech is often considered a synonym of style, but actually figure of speech isincluded in the style of language. Style of the language itself has a very broad scope. So it is clear that the figures of speech like simile, personification metaphors, etc., are not style, but one element of style. Syair Panjang Aceh is one of literary works which is rich with the elements of style. Here are shown only a few types of figurative language, particularly of which included in the comparative group (figure of speech ) used in Sunardian Wirodono’ novel ‘Syair Panjang Aceh’. The extent of plot and storyline of a literary work, especially in a novel affect the emergence of various figure of speeches. Comparative figure of sppech used here describe the comparison of situations, events and the overall condition either explicitly or implicitly as well as any changes that occur from every time and age that is contained in the plot and storyline. Keywords: Sylistic, Figures of Speech, Figurative Language

PENDAHULUAN

Bertolak dari semakin banyaknya karya-karya sastra yang dihasilkan oleh anak bangsa, dengan beragam jenisnya seperti; prosa dalam bentuk novel ataupun cerpen, puisi serta drama, maka semakin kaya pula cara atau gaya berbahasa yang ditemui dalam karya-karya sastra tersebut. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari cara pengarang berbahasa, lingkungan sosial, status, serta perkembangan zaman yang mempunyai peran besar dalam memengaruhi seorang pengarang dalam menghasilkan sebuah karya sastra. Karya sastra sendiri baik lisan maupun tulisan memang tidak bisa terlepas dari bahasa sebagai salah satu media pengekspresian karya yang bersangkutan. Sastra dan bahasa merupakan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1990: 218).

Hubungannya dengan analisis kajian stilistika, pada apresiasi sastra kajian ini digunakan untuk memudahkan menikmati, memahami, dan menghayati sistem tanda yang digunakan dalam karya sastra yang

berfungsi untuk mengetahui ungkapan ekspresif yang ingin diungkapkan oleh pengarang. Stilistika sendiri adalah ilmu gaya bahasa yang juga termasuk dalam cabang ilmu linguistik selain ilmu sastra.

Menurut Kridalaksana (1982: 157), menurutnya, stilistika adalah (1) ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipiliner antara linguistik dan kesusastraan (2) penerapan lingustik pada penelitian gaya bahasa.

Menurut Sudjiman (1993: 3) stilistika mengkaji cara sastrawan memanipulasi atau memanfaatkan unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek apa yang ditimbulkan oleh penggunanya. Stilistika meneiliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra.

Untuk mengkaji karya sastra dari sudut stilistika, ada dua kemungkinan dalam mendekatinya. Pertama, studi stilistika dilakukan dengan cara menganalisis sistem linguistik karya sastra dan dilanjutkan dengan menginterpretasi ciri-cirinya, dilihat dari tujuan estetis karya sastra sebagai makna yang penuh. Kedua, penelitian

(2)

43 stilistika ini dilakukan dengan mengamati

variasi dan distorsi terhadap pemakian bahasa yang normal dan menemukan tujuan estetisnya (Wellek dan Warren, 1990: 226). Dari kedua pendekatan tersebut terlihat perbedaan letak pijakannya. Namun, kedua pendekatan tersebut pada hakikatnya tidaklah saling bertentangan.

Secara umum, lingkup telaah stilistika mencangkup diksi atau pilihan kata (pilihan leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola rima, dan mantra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra (Sudjiman, 1993: 13).

Nurgiyantoro (1995: 297) menyatakan bahwa permajasan adalah teknik pengungkapan bahasa, penggaya bahasan yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukung, melainkan pada makna yang ditambah, makna yang tersirat. Jadi permajasan adalah gaya yang sengaja mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias. Majas adalah bahasa kiasan yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu.

METODE

Berdasarkan jenis dan ketersediaan data, maka metode penelitian yang dipandang paling sesuai untuk penelitian ini adalah metode deskriptif. Alasan yang dapat dikemukakan di sini adalah karena metode deskriptif bersifat menyelidiki, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menafsirkan data yang terkumpul. Seperti pendapat Gay (1987); bahwa penelitian deskriptif mencakup pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan subjek penelitian dan melaporkan temuan yang diperoleh berdasarkan apa adanya

Beranjak dari penjelasan di atas, maka metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu mendeskripsikan salah satu unsur pembentuk gaya bahasa, dalam hal ini unsur-unsur majas perbandingan yang

terkandung dalam novel ‘Syair Panjang Aceh’ untuk melihat sejauh mana unsur majas perbandingan tersebut dipergunakan dalam menggambarkan ide atau gagasan serta ekspresi perasaan pengarang terhadap situasi, kondisi serta pesan yang ingin disampaikan dalan novel tersebut secara menyeluruh.

Dalam tahap pengumpulan data sekurang-kurangnya ada tiga kegiatan yang harus dilakukan yaitu (1) mengumpulkan data yang ditandai dengan pencatatan, (2) pemilihan dan penilaian data dengan membuang yang dianggap tidak diperlukan, serta (3) penataan menurut tipe atau jenis data terhadap apa yang telah dicatat, dipilih, dan diseleksi.

Penelitian ini memanfaatkan studi kepustakaan. Dengan studi kepustakaan peneliti mencari atau mengumpulkan bahan-bahan dari buku yang berhubungan dengan masalah penelitian ini. Selain itu studi pustaka juga digunakan untuk memperoleh data sekunder dan aspek-aspek lain yang terdapat dalam karya sastra. Studi perpustakaan menunjang teknik pengumpulan data dengan mempelajari dokumen-dokumen atau catatan-catatan yang menunjang lainnya dan menggunakan pendekatan struktural. Analisis struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek suatu karya sastra yang secara bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw dalam Rozak Zaidan, 2002:22). Teknik ini digunakan sejak tahap persiapan dan sampai penelitian ini selesai.

Data dukung yang diambil dari berbagai sumber seperti melalui browsing internet juga dipergunakan untuk lebih memperjelas maksud dari analisa yang dibuat untuk tiap topik bahasannya sehingga ide-ide yang muncul dari peneliti akan semakin kuat dengan ide-ide pendukung tersebut.

(3)

44 LANDASAN TEORETIS

1. Stilistika

Berbagai pengertian stilistika telah dirumuskan oleh ahli sastra dan linguistik. Pengertian stilistika secara sederhana dan luas diurai di bawah ini.

Dalam Tifa Penyair dan Daerahnya, Jassin merumuskan bahwa ilmu bahasa yang menyelidiki gaya bahasa disebut stilistika atau ilmu gaya (1978:127).

Dalam beberapa kamus umum dan istilah pengertian stilistika itu sama atau hampir bersamaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:859), stilistika, ilmu tentang penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Dalam Kamus Dewan (1996:1305), Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Stilistik:

1) Kajian tentang penggunaan gaya bahasa secara berkesan dalam penulisan.

2) Berkaitan dengan stail atau gaya, terutama gaya bahasa penulisan. Dalam Kamus Istilah Sastra, Sudjiman (1990:79) menuliskan stilistika (Stylistics), ilmu yang menyelidiki penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Dalam Kamus Istilah Sastra, Zaidan dkk (1994:194) menuliskan stilistika ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam karya sastra. Dalam Leksikon Sastra, Yusuf (1995:277) menuliskan stilistika (Stylistics), ilmu yang menyelidiki bahasa yang digunakan dalam karya sastra, perpaduan ilmu linguistik dan sastra.

Dalam The Cambridge

Encyclopedia of Language, Crystal (1989:431) berpengertian bahwa stylistics is the study of sistematic variation in language use: in style characteristic individual or group. Also Stylolinguistics.

Dalam The Linguistics Encyclopedia, Kristen Malmkjaeer (1991:439) menuliskan bahwa stylistics is the studi of style in spoken an writen texts. By style is meant a consistein occurence in the texts of certain items and structural, or typres of items and structures, among those of fered by language whole.

Dalam A Hand Back of English Language Teaching; Term and Practice, Brian Seaton ( 1982:162) berpengertian bahwa stylistics, the study of literady discourse from the point of view of linguistics.

Sedangkan menurut Rene Wellek dan Austin Warren, Stilistika perhatian utamanya adalah kontras sistem bahasa pada zamannya (Wellek dan Warren : 1990 : 221)

Pada apresiasi sastra, analisis kajian stilistika digunakan untuk memudahkan menikmati,memahami,dan menghayati system tanda yang digunakan dalam karya sastra yang berfungsi untuk mengetahui ungkapan ekspresif yang ingin diungkapkan oleh pengarang.

2. Pengertian dan Fungsi Majas

Ratna (2009: 3) Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) secara umum adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Dalam hubungannya dengan kedua istilah di atas perlu disebutkan istilah lain yang seolah-olah kurang memperoleh perhatian tetapi sesungguhnya dalam proses analisis memegang peranan besar, yaitu majas. Majas diterjemahkan dari kata trope (Yunani), figure of speech (inggris), berarti persamaan atau kiasan. Jenis majas sangat banyak, tetapi pada umumnya dibedakan menjadi empat kelompok yaitu: majas penegasan, perbandingan, pertentangan, dan majas sindiran. Majas inilah yang paling banyak dikenal, baik dalam masyarakat pada umumnya maupun dalam bidang pendidikan, sejak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum dan Perguruan Tinggi. Dengan penjelasan di atas, maka majas pada dasarnya berfungsi sebagai penunjang gaya bahasa.

Dengan singkat, ruang lingkup gaya bahasa lebih luas, sebaliknya, majas lebih sempit, sehingga majas bersifat membantu gaya bahasa. Pada saat menganalisis sebuah karya sastra, tidak terhitung jenis gaya bahasa yang timbul yang harus dibicarakan,

(4)

45 seperti panjang pendeknya kalimat,

tingkatan bahasa tinggi dan rendah, penggunaan kata-kata serapan, penggunaan kosakata daerah, dan sebagainya. Gaya bahasa juga meliputi cara-cara penyusunan struktur intrinsik secara keseluruhan, seperti: plot, tokoh, kejadian, dan sudut pandang. Tidak ada suatu pemahaman apapun tanpa adanya cara-cara tertentu yang berbeda. Demikian juga tidak ada karya sastra tertentu tanpa gaya bahasa tertentu. Mulai dari pemahaman gaya yang paling sederhana seperti padanan kata dan lawan kata hingga puisi kongkret yang di dalamnya kata-kata harus diciptakan kembali sebab kata-kata yang sudah ada dianggap tidak mampu untuk mewakili makna, adalah gaya bahasa itu sendiri. Di dalam baya bahasa inilah dimasukkan penggunaan majas.

3. Jenis Majas

Majas adalah cara menampilkan diri dalam bahasa. Menurut Prof. Dr. H. G. Tarigan bahwa majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Unsur kebahasaan antara lain: pilihan kata, frase, klausa, dan kalimat. Menurut Gorys Keraf, sebuah majas dikatakan baik bila mengandung tiga dasar, yaitu: kejujuran, sopan santun, dan menarik.

Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam bahasa Indonesia, majas terdiri atas 4 jenis: 1. majas perbandingan, 2. majas sindiran, 3. majas penegasan dan 4. majas pertentangan

4. Majas Perbandingan

1. Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran/ perbandingan dengan alam secara utuh.

2. Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah

dikenal/majas dengan ungkapan, peribahasa, atau sampiran pantun. 3. Simile: Pengungkapan dengan

perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung/pembanding, seperti, laksana, umpama, layaknya, bagaikan, dll.

4. Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti

layaknya, bagaikan,

dll/membandingkan suatu benda dengan benda lainnya

5. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia. 6. Sinestesia: Metafora berupa

ungkapan yang berhubungan dengan suatu indra untuk dikenakan pada indra lain.

7. Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis/sebutan untuk menggantikan nama orang. 8. Aptronim: Pemberian nama yang

cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.

9. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut/menggunakan suatu nama tetapi yang dimaksud benda lain

10. Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.

11. Litotes: Ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri.

12. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.

13. Personifikasi: Pengungkapan dengan menyampaikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.

(5)

46 14. Dipersonifikasi: Pengungkapan

dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa. 15. Sinekdoke: sebagian untuk

keseluruhan dan sebaliknya

a. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.

b. Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.

16. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.

17. Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya/menonjolkan kekurangan tokoh.

18. Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata. 19. Parabel: Ungkapan pelajaran atau

nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.

20. Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.

21. Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.

22. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran/ perbandingan dengan alam secara utuh.

1. Pikiran Fikri melesat cepat. Sama cepatnya dengan pesawat terbang yang ditumpanginya

Dalam kalimat ini menggambarkan daya tangkap fikri yang cepat sekali dalam menanggapi serta menganalisa situasi yang sedang dihadapinya dan

hal apa yang akan dilakukan olehnya.

2. Soeharto tetap paling cerdik, dengan memberikan mereka mainan lain. Karier, intrik, korupsi, illegal logging, memeras rakyat kecil…’ Perbandingan ini menggunakan kata mainan kecil sebagai pengganti hal-hal yang dijelaskan oleh kalimat berikutnya, dimana semua hal tersebut dianggap kecil bagi penguasa pada zaman itu dibandingkan hal-hal yang dikuasai oleh beberapa oknum tertentu dalam mengambil keuntungan pribadi dan kelompok

3. Pemimpin, di manapun akan selalu menyelimuti dirinya dengan mitos-mitos, fantasi, dan legitimasi kesucian…’

Majas ini ingin menggambarkan bahwa setiap pemimpin berusaha selalu terlihat bersih dari segala perbuatan yang dianggap melanggar hukum dengan janji-janji muluk cenderung kebohongan besar yang kerap diumbar agar bisa tetap menduduki jabatan yang dimilikinya 4.Itulah buktinya betapa kita malas

mencari jalan keluar, dan lebih suka membobol tembok

Majas dalam kalimat ini menggambarkan tipikal masyarakat kita yang enggan berjuang dan bekerja keras dalam menyelesaikan masalah, mereka memilih jalan yang lebih halus dan manusiawi dan tidak melakukan jalan singkat berupa kekerasan untuk mencapai hasil yang dituju tanpa mempedulikan keadilan. 5.Aceh telah diselimuti oleh dua

kejadian besar antara tsunami dan perdamaian GAM dengan RI

Di sini digambarkan situasi aceh yang benar-benar terjepit dan yang benar-benar dalam keadaan yang sulit yaitu ditimpa bencana besar yang menelan banyak korban serta menyebabkan kerugian harta serta nyawa manusia, kemudian oleh perjanjian GAM dan RI yang belum

(6)

47 jekas arahnya kemana apakah akan

menyebabkan konflik yang berkepanjangan atau benar-benar masuk kedalam situasi aman dan kondusif

6.Dua peristiwa besar tersebut telah mengubah wajah Aceh dalam waktu sangat singkat

Wajah Aceh di sini bukanlah wajah sebenar wajah tetapi kondisi masyarakat, ekonomi, keamanan serta tata letak atau landskape daerah-daerah yang terkena bencana gempa dan tsunami

7.‘ketika ada kemacetan, itu tanda ekonomi mulai membaik,’ kata Kuntoro…

Hubungan kemacetan dengan ekonomi yang membaik di sini dianggap adalah bila terjadi kemacetan di jalan, itu berarti menandakan banyaknya orang ber- aktifitas. Hal tersebut menandakan perputaran ekonomi sedang berjalan mulai dari hal kecil sampai ke aktifitas bisnis.

b. Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal/majas dengan ungkapan, peribahasa, atau sampiran pantun.

1. ‘kau yakin dengan hal itu? Atau, dia mau mengadu domba kita?’

Ungkapan adu domba merupakan ungkapan yang sudah umum dan di kenal di masyarakat untuk menggambarkan situasi dimana ada dua belah pihak yang akan atau sedang dikondisikan agar terjadi konflik antara keduanya

c. Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan

dengan kata depan dan

penghubung/pembanding, seperti, laksana, umpama, layaknya, bagaikan, dll.

1. Singapura, bagai tumpukan sampah gemerlap

Di sini kota Singapura adalah kota dengan pembangunan yang pesat terutama pembangunan fisik seperti

gedung-gedung bertingkat dengan fungsinya masing-masing. Jalan ataupun sarana dan prasarana lainnya di malam hari semuanya akan memancarkan lampu-lampu yang beraneka warna dan terlihat gemerlap seperti emas yang bertumpuk

2. Langit bagai layar kusam yang menyelimuti bumi

Kalimat ini menggambarkan keadaan cuaca di Aceh yang pada saat itu tengah mendung hingga terlihat suram dan kusam hampir merata menutupi langit Aceh sehingga terlihat seperti hamparan layar raksasa yang menyelimuti bumi Nangroe Aceh Darussalam.

3. Dari dalam sosok tubuh itu, seolah gumpalan pita kaset yang berputar tak karuan

Majas ini menggambarkan suasana pikiran salah satu tokoh utama dalam novel ini yang sedang kacau dan ruwet sehingga dikiaskan seperti pita kaset yang kusut sehingga menimbulkan bunyi yang tak karuan 4. Dedaunan dan pepohonan seolah

menjadi tatanan grafis yang artistik, dengan garis-garis cahaya matahari pagi.

Di sini digambarkan suasana pagi hari di tengah hutan dimana daun-daun dan pepohonan secara alami membentuk keindahan dan elemen pemandangan yang indah dengan paduan sinar matahari pagi

5. Warna warni jagung itu seolah memberi harapan yang tidak akan pernah habis

Warna-warni tanaman jagung menggambarkan tanaman yang sedang tumbuh subur. Dengan hasil panen yang melimpah tentu saja merupakan cikal bakal pertanda tumbuhnya ekonomi yang membaik dan cerah sebagai harapan baru menuju kehidupan yang lebih layak dan sejahtera

6. Pintu rumoh Aceh ibarat hati orang Aceh, sulit untuk memasukinya,

(7)

48 namun begitu masuk akan diterima

dengan penuh lapang dada serta kehangatan

Karakter dan pribadi orang Aceh tergambar jelas dari bentuk rumah yang mereka bangun dengan bentuk panggung yang memberikan rasa aman serta arsitek ruang yang luas dan lapang yang memberikan rasa nyaman dan hangat bila kita sudah berada di dalamnya

7. Ibarat gerbong kereta api, Aceh berada paling belakang…

Dalam pemerataan pembangunan yang kerap dianggap tidak adil oleh sebagian wilayah Indonesia dimana daerah-daerah tertentu selalu tertinggal dalam pembangunan terutama pertumbuhan ekonomi rakyatnya. Bagi rakyat Aceh, diantara wilayah yang ada di Indonesia, Aceh lah yang terbelakang.

8. Bola matanya mencorong seperti mata kucing

Salah satu tokoh utama di novel syair Panjang Aceh ini Fikri memiliki sorotan mata yang jernih dan tajam bak mata seekor kucing

d. Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll/membandingkan suatu benda dengan benda lainnya

1. Aceh hanyalah sapi perah bagi Jakarta

Di sini dimaksudkan adalah bahwa Aceh seperti halnya sebagian wilayah lain di Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang besar tidak dapat menikmati hasil dari kekayaan tersebut dimana semua hasil bumi Aceh diambil dan di bawa ke Jakarta, Aceh hanyalah tempat pengolahannya saja sedangkan keuntungannya tidak.

2. Kita cacing yang melata kepanasan di aspal jalan

Kalimat ini menggambarkan keadaan serta kondisi masyarakat tidak

berdaya yang membutuhkan pertolongan dan berusaha serta berjuang untuk hidup di tengah kesulitan dan situasi yang tidak aman dan kacau.

e. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.

1. Setelah sampai di kaki gunung ia duduk di mulut sungai

f. Sinestesia: Metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan suatu indra untuk dikenakan pada indra lain.

1.Suara cek didong diam2 menyelinap di telinga

Suara orang yang menyanyikan didong dari kejauhan dan lamat-lamat terdengar oleh telinga

2.Suara itu terdengar semakin kencang. Seolah palu godam yang menggedor-gedor jantungnya.

Suara yang mengabarkan berita yang tidak menyenangkan yang terus terngiang di telinga hingga membuat hati manjadi sangat risau dan galau hingga mengganggu pikiran.

3.Suara mereka bagai tetes air hujan yang membilasi bumi gersang ini dengan ketulusan.

Tetes air hujan di sini adalah menggambarkan suara yang merdu dan lembut serta sejuk terasa di hati yang mendengarkannya.

4.Tapi, ia sama sekali kehilangan selera untuk mendengarkannya.

Kata selera lebih ditujukan untuk rasa bila kita ingin makan tetapi di

sini digunakan untuk

menggambarkan bahwa sama sekali tidak ada keiinginan bahkan tidak mau untuk mendengarkan akan apa yang ingin diutarakan.

5.Tetapi,tetap saja matanya dengan teliti menyapu setiap sudu.

Di sini menyapu buka arti sebenarnya membersihkan sesuatu tetapi melihat ke seluruh tempat atau sekeliling dengan benar-benar

(8)

49 hingga tidak satu pun luput dari

pandangan

6.Matanya lahap menikmati hamparan kesunyian di depannya

Di sini bukan benar-benar lahap memakan sesuatu tetapi lebih kepada menikmati sesuatu dengan pandangan mata.

g. Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.

1. Memangnya kami ini kambing congek….”

Kambimg congek adalah seseorang yang gampang dibodoh-bodohi tanpa bisa berbuat sesuatu. Suatu gambaran kondisi masyarakat Indonesia yang selalu dibodoh-bodohi oleh janji-janji muluk pemerintah.

2. Apakah karena ada selalu ada penumpang gelap dimanapun kejadiannya?

Penumpang gelap maksudnya adalah orang-orang yang selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan, memancing di air keruh demi keuntungan pribadi atau pun kelompok.

3. “apakah engkau akan mengikhlaskan hidup di antara para brutus dan birokrasi?

Brutus adalah salah satu tokoh kartun ‘popeye’ yang mempunyai sifat rakus dan mau menang sendiri serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Sedangkan birokrasi adalah tipe pemerintah Indonesia yang terlalu banyak hal-hal formal yang tidak perlu sehingga memperlambat bahkan cendrung mempersulit segala urusan terutama bila tidak adanya profit yang bisa diperoleh.

h. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.

1. Di tengah gemuruh mesin pesawat, masih saja terus terdengar suara rintihan penyair didong. Menjeritkan

isi hati. Perut. Dada dan seluruh isi jiwanya.

Menggambarkan kondisi kejiwaan seseorang yang benar-benar sudah muak serta menderita karena situasi tertentu

2. Wajah Santa Claus bertebaran dimana-mana

Maksudnya bukan berarti wajah Santa Claus bebar-benar banyak dan bisa ditemui dimana-mana, tetapi menggambarkan suasana hari natal dimana setiap orang yang beragama nasrani ataupun yang sekedar berpartisipasi dengan alasan dan kepentingan tertentu, berusaha menampilkan Santa Claus dalam beraneka bentuk dan cara.

3. Kemerdekaan. Betapa sakitnya kata-kata itu. Ia mampu menyihir siapa saja. Menggerakkan seluruh jiwa. Dan, menggetarkan napsu-napsu kita.

Bagi masyarakat yang belum merdeka atau tidak merasa merdeka di negara yang dikatakan sudah merdeka, kata tersebut sangat berarti dan mampu membangkitkan aksi dan reaksi bagi sapa saja yang mendengarkannya.

4. Perbuatan sadis dan biadab dari pengambil kebijakan sampai pelaksanaan di lapangan yang bermuka Tuhan tetapi berhati iblis.

Majas ini melambangkan oknum-oknum yang menamakan mereka sebagi pengambil kebijakan atau keputusan yang selalu berkata dan bersikap pahlawan bahkan seperti tuhan yang memberikan janji pasti akan setiap kebijakan yang mereka ambil dengan alasan demi untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. Tapi di sebalik itu kenyataannya tidaklah demikian, rakyat jadi korban untuk kepentingan dan keuntungan pribadi mereka

5. Kepemimpinan baru itu telah menyuntikkan darah segar bagi resistensi Aceh terhadap Belanda. Menggambarkan situasi politik di masa penjajahan Belanda khususnya

(9)

50 di bumi Aceh dimana terjadi

perubahan politik yang memberikan harapan baru akan kehidupan merdeka dalam menentukan nasib bangsa

i. Personifikasi: Pengungkapan dengan menyampaikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.

1.Gedung-gedung bertingkat berdandan menyambut kedatangan Yesus dan Tahun Baru

Di sini gedung-gedung dikiaskan sebagai wanita-wanita yang bersolek untuk menyambut hari besar agama Kristen, natal. Dalam hal ini semua gedung yang berpartisipasi merayakan natal dipasang hiasan-hiasan seperti lampion, lampu-lampu serta asesoris yang berhubungan dengan natal, layaknya seorang wanita

2.Sejarah kita tidak pernah memberi catatan yang rapi untuk dipelajari….sejarah tidak pernah me-lengkapi dirinya dengan jujur

Maksudnya bahwa banyak sekali sejarah Indonesia terutama pada masa orde baru yang dipalsukan atau diputar-balikkan demi kepentingan oknum atau golongan tertentu

3.Bisa jadi karena kota ini tidak pernah mau belajar

Yang belajar adalah masyarkat kotanya, Berdsarkan pengalaman yang telah mereka alami.

4.Maghrib baru saja turun di rawa-rawa Leungbata. Matahari seolah tenggelam dalam air rawa-rawa yang berwarna hitam.

Ini adalah gambaran suasana sore menjelang magrib yang terlihat di daerah Leungbata, Banda Aceh. 5.Matahari bagai bongkahan emas.

Perlahan beranjak ke peraduannya. Bersembunyi di balik samudera

Kalimat ini juga menggambarkan suasana dimana matahari akan segera tenggalam dilihat dari laut yang biasanya berwarna kekuning-kuningan seperti emas

6.Matahari siang mencorong dengan sombongnya

Kata sombong menggambarkan cuaca yang terik dan panas.

7.Matahari perlahan masuk ke peraduannya

Kalimat ini menggambarkan matahari akan segera tenggelam 8.Ombak di pantai Bireun menjilat-jilat

bibir pantai dengan penuh napsu. ini merupakan gambaran pantai di Bireun dengan ombaknya yang bergerak menuju pantai bergantian j. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.

1. Bahkan, pada bebatuan dan pepohonan, mereka seolah sama sekali enggan berbagi.

Ini menggambarkan Fikri salah satu tokoh utama bersama teman-teman nya dalam kondisi yang benar-benar waspada, tidak boleh ceroboh

2. Kawasan Pidie masih menyisahkan wajah Aceh yang belum banyak berubah

Wajah Aceh di sini adalah kondisi serta keadaan alam salah satu wilayah Aceh yang selamat dari gempa dan terjangan tsunami

k. Sinekdoke: sebagian untuk keseluruhan dan sebaliknya

a. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.

i. Sejarah kita tidak pernah memberi catatan yang rapi untuk dipelajari….sejarah tidak pernah melengkapi dirinya dengan jujur Yang dimaksud sejarah adalah pelakon atau orang-orang yang mengetahui sejarah yang tidak membeberkan sejarah dengan benar dan tuntas. Banyak yang masih ditutupi bahkan diubah demi kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan.

ii. Bisa jadi karena kota ini tidak pernah mau belajar

(10)

51 Kota yang dimaksud adalah

masyarakatnya yang tidak pernah mau belajar dari pengalaman yang ada.

b.Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.

i. Di tengah-tengah kehancuran Aceh yang memenuhi sarafnya, Guritno menemukan oase itu

Yang dimaksud oase adalah Dara Avita, seorang gadis yang dia kenal selama melakukan tugas kemanusiaan di Aceh yang memberikannya kebahagian yang pernah terenggut dari dirinya ii. Ia bukan manusia Aceh

Manusia yang dimaksudkan adalah suku atau orang yang berdarah Aceh sejati

l. Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.

1. Ibu kota Nangroe Aceh Darussalam, bukan cuma gelap karena mati listrik, tapi juga kekurangan makanan, air bersih, dan bahan bakar minyak.

Ibu kota Nangroe Aceh Darussalam adalah pengganti nama untuk kota Banda Aceh

2. Perjalanan rakyat Aceh dalam uapaya menjadikan Tanah Rencong itu membebaskan diri dari penjajah kape-kape Belanda

Tanah Rencong adalah pengganti nama untuk Aceh

3. Mereka tidak punya hak memerintah di tanah air, dan keduanya harus diusir dari bumi rencong

Begitu juga dengan bumi rencong adalah ungkapan untuk Aceh

m. Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.

1. Begitu ia mendengar bencana alam di negerinya, ia langsung cabut dan balik kembali ke Bandara Soekarno-Hatta.

Sebagai penghargaan atau mengenang presiden dan wakil

presiden pertama Indonesia Soekarno-Hatta.

SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan

Dari analisis salah satu unsur stilistika yang sering disebut bahasa figuratif atau kata majas, terhadap novel Syair Panjang Aceh, maka dapat disimpulkan bahwa majas perbandingan yang ditemukan dalam novel tersebut mungkin terpicu ataupun terpengaruh dengan jalan cerita yang notabene adalah sejarah Indonesia, khususnya sejarah rakyat Aceh dari sejak zaman kerajaan Samudera Pasai hingga zaman penjajahan Belanda serta Jepang. Kemudian menuju zaman kemerdekaan, pemberontakan-pemberontakan, masa orde baru, masa konflik, dan bencana nasional yang melanda bumi Aceh (gempa dan tsunami).

Dari jalannya sejarah hingga kondisi politik-ekonomi masyarakat yang terpapar dalam novel karya Sunardian Wirodono ini, didapatkan banyak majas perbandingan yang dipergunakan oleh penulis novel tersebut dalam menggambarkan perbandingan situasi, peristiwa dan kondisi masyarakat secara menyeluruh baik secara gamblang maupun implicit. Tidak terlepas juga dari perbandingan kondisi psikologis dari setiap karakter dalam menghadapi perubahan yang terjadi dari setiap masa dan zamannya. 2. Saran

Penulis sadar sepenuhnya bahwa penulis pasti banyak melakukan kesalahan serta kekhilapan dalam mengerjakan penelitian ini. Ada hal-hal yang pasti luput dari perhatian maupun amatan penulis dalam menganalisis unusur–unsur majas perbandingan yang terkandung dalam novel karya Sunardian Wirodono yang berjudul Syair panjang Aceh ini. Oleh sebab itu penulis menyarankan adanya analisis yang sama tentunya dengan versi atau komponen stilistika yang berbeda guna melengkapi penelitian yang sudah ada sebelumnya. Hal ini tentunya akan bermanfaat sekali dalam memperdalam pengetahuan di bidang stilistika, khususnya Majas. Banyak hal

(11)

52 yang bisa kita pahami di luar dari analisis

struktural itu sendiri, yaitu unsur budaya yang terkandung secara implisit dalam penggunaan bahasa figuratif yang beraneka ragam. Bahasa kiasan yang menggambarkan kondisi masyarakat pada zaman serta peristiwa tertentu seperti yang terdapat dalam novel Syair Panjang Aceh ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Agni, Binar. 2009. Sastra Indonesia

lengkap: Pantun, Puisi, Majas,

Peribahasa, Kata Mutiara. Jakarta Timur: Hi-Fest Publishing

Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika:

kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Purba, Antilan. 2009. Stilistika Sastra

Indonesia: Kaji Bahasa Karya Sastra. Medan: USU Press

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesussatraan. Jakarta:Gramedia Wirodono, Sunardian. 2009. Syair Panjang

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat pengaruh peningkatan kognitif maka digunakan instrumen tes berupa pretest dan posttest sedangkan untuk melihat kelayakan multimedia

Jadi keputusannya Ha diterima yang artinya bahwa ada perbedaan nilai rata-rata mahasiswa antara open book dan open rumus, dan nilai yang open rumus ternya lebih baik

Bertolak dari permasalahan tersebut tujuan penelitian ini secara umum adalah terbentuknya bahan ajar menulis makalah dan laporan penelitian pada Program Studi

Berdasarkan hasil analisis penelitian, pembahasan dan kesimpulan terdapat beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan di

Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Program Studi Agribisnis Fakultas Peternakan dan Pertanian UNDIP bekerjasama dengan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia

As part of the coursework, candidates should evaluate the limitations of their study, identifying aspects for further research and explaining how further research would advance

dar al-Quran maupun al-Hadits seperti diatas, dapat diambil pengertian bahwa Islam adalah agama yang sama sekali jauh dari budaya kekerasan. Dengan kata lain Islam

Dengan demikian, hipotesis alternatif diterima, secara bersama-sama antara Pengetahuan dan Pendapatan mempunyai hubungan yang positif dengan Perilaku Pedagang sayuran