• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA. Antonius, Bungaran Struktur Sosial dan Struktur Politik Batak Toba Hingga Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR PUSTAKA. Antonius, Bungaran Struktur Sosial dan Struktur Politik Batak Toba Hingga Jakarta: Yayasan Obor Indonesia."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Antonius, Bungaran. 2006. Struktur Sosial dan Struktur Politik Batak Toba

Hingga 1945. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Binford, L. 1968 Post-Pleistocene Adaptations. Dalam New Perspective in

Archaelogy. ed. L.R. Binford dan S.R. Binford. Chicago: Aldine

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

--- 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif; Aktualisasi Metodologis ke Arah

Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Denzim, N.K. 1970. The Research Act In Sosiology: A Theoretical Introduction

To Sociological Methods. London: Butterworths.

Depdikbud.1978. Adat dan Upacara Pernikahan Daerah Sumatera Utara.

Jakarta: Balai Pustaka.

Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Devito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books.

---, W.H. 1957. Cultural Anthropologi and Linguistic. Dalam Roger

M.Kessing. Jurnal Teori-teori Budaya. 52: 5.

Geertz, C. 1962 The Growth of Culture and Evolution of Mind. Dalam Theories

of the Mind, ed. J. Scher, 713^0. Glencoe, III: Free Press.

Goodenough, W.H. 1964. Commenton Cultural Evolution. Dalam Roger

M.Kessing. Jurnal Teori-teori Budaya. 52: 6.

Gultom, Ibrahim, 2010. Agama Malim di Tanah Batak. Jakarta 13220: PT. Bumi

Aksara.

Harris, M.1964. The Nature of Cultural Things. New York: Random Home Use.

…. 1968. The Rise of Cultural Theory. New York: Crowel.

Hubermas, A. Michael & Miles, B. Mattew. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku

(2)

Hoetomo. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar

Jalaludin Rahmat.1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda

Karya.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi.

Bandung: Widya Padjadjaran.

Liliweri, Alo. 2004. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka

Remaja.

Littlejohn, Stephen W. Tt. The Teories of Human Communication. Terj. Mhs.

Pasca Sarjana. 1996. Bandung: Universitas Padjadjaran.

Malau, Gens G. 1994. Dolok Pusuk Buhit (Menulis Aksara Batak). Jakarta: Balai

Pustaka.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung :

PT. Remaja Rosdakarya.

Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV. Yogyakarta:

Rake Sarasin.

Mulyana, Deddy & Rahmad, Jalaluddin. 2009. Komunikasi Antarbudaya:

Panduan Praktis dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Naipospos, Raja Ungkap Malim. 2005. Pustaha Poda Hangoluan. Laguboti:

Hutatinggi.

Panggabean, H.P. 2007. Pembinaan Nilai-Nilai Adat Budaya Batak Dalihan Na

Tolu. Jakarta: Dian Utama.

Pasaribu, Jhon B. 1995. Adat dan Budaya Batak Pengantar Bagi Generasi Muda.

Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Pasaribu, Jhon B. 2002. Pengaruh Injil dalam Adat Batak. Jakarta: Papas Sinar

Sinanti.

(3)

Peursen, C.A. 1988. Strategi Kebudayaan. Yokyakarta: Kanisius.

Poedjawijatna, I.R. 1987. Manusia dan Alamnya. Jakarta: Bina Aksara.

Purwasito, Andrik. 2003. Komunikasi Multikultural. Surakarta: Muhammadiyah

University Press.

Schneider, D. 1972 What is Kinship All About? Dalam Kinship Studies in the

Morgan Memorial Year. ed. P. Reinig, 32-63. Washington, D.C:

Anthropol. Soc. Washington.

Sianipar. 2010. Horas Tondi Madingin Pir Tondi Matogu. Jakarta.

Sihabudin, Ahmad. 2011. Komunikasi Antarbudaya Suatu Perspektif

Multidimensi. Bumi Aksara: Jakarta.

Siahaan, N. 1964. Sejarah Kebudayaan Batak. Medan:Napitupulu & Sons.

Siahaan, Mangaraja Asal. 2004. Adat dohot Umpama. Pematang siantar: Tulus

Jaya.

Sihombing, TM. 1989. Jambar Hata: Dongan Tu Ulaon Adat. Jakarta: Tulus

Jaya.

Simorangkir, O.P. 2007. Berhala, Adat Istiadat dan Agama (Kajian Batak

Kristen). Jakarta: Lobu Harambir.

Sinaga, Richard. 2000. Kamus Batak Toba. Jakarta: Dian Utama.

Sipahutar. 2008. Ruhut Parsaoran Ni Punguan. Duren Sawit: Jakarta Timur.

Sochib, M. 1998. Pola Asuh Orang Tua dalam Mendisiplinkan Anak. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta.

Tampubolon, Raja Patik. 2002. Pustaha Tumbaga Holing Adat Batak-Patik

Uhum. Jakarta: Dian Utama.

West, Richard dan Lyhn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis

dan Aplikasi. Salemba: Humanika.

Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus, Design, dan Metode. Terj. M. Djauzi

Mudzakir. Ed. Revisi. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada.

(4)

Tesis

P. Jhonson .1993 Tesis. Penggunaan Umpasa Saat Pemberian Ulos pada

Upacara Adat Batak Toba . Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sibarani, Tomson. 2008. Tesis. Tindak Tutur dalam Upacara Perkawinan

Masyarakat Batak Toba. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Purba, Asriaty R. 2007. Tesis. Tema Umpasa Masyarakat Simalungun: Suatu

Kajian Lingustik Fungsional Sistemik. Medan: Universitas Sumatera

Utara.

Suryani, Ita. 2012. Tesis. Makna Tradisi Palang Pintu sebagai Identitas Budaya

Betawi (Studi Kasus Pernikahan Budaya Masyarakat Betawi di Wilayah

Ulujami dan Tangerang). Jakarta: Universitas Mercu Buana.

Jurnal

Sukarno. 2008. Jurnal. “The Study On Interpersonal Meanings In Javanese

Wedding Pranatacara Genre”. Jakarta: Humaniora.

Keesing, Roger M. 1971. New Perspectives in Cultural Anthropology. New York:

Holt, Rinehart & Winston.

Wiranto . Metode Triangulasi dalam Penelitian Ilmu Komunikasi. Dalam “Jurnal

Ilmiah Ilmu Komunikasi. FIKOM UPDN” Vol. V. No.17, April 2006.

(5)

Lampiran\

Pedoman Wawancara

A. Identifikasi diri

1. Nama Informan

2. Pelaksanaan pernikahan secara agama dan secara adat Batak Toba

B. Ada berapa macam pernikahan secara adat Batak Toba yang anda ketahui?

C. Di zaman sekarang apakah pernikahan secara adat Batak itu masih sesuatu yang wajib

menurut anda? Dan bagaimana pandangan anda mengenai pernikahan secara adat Batak

Toba?

D. Ada berapa macam prosesi yang dapat dipilih apabila pemuda/ pemudi dari suku Batak Toba

akan melaksanakan pernikahan secara adat Batak Toba dengan calon pasangan dari luar suku

Batak?

E. Tahapan dalam pernikahan secara adat Batak Toba yang anda ketahui

1. Sebelum pernikahan

2. Saat Pernikahan

3. Sesudah pernikahan

F. Simbol-simbol yang digunakan kepada pasangan pengantin dalam pernikahan secara adat

Batak Toba & maknanya ?

1. Boras sipir ni tondi

2. Ikan Mas

3. Jumlah Ikan

4. Warna Ikan emas

5. Mandar hela

6. Ulos hela

G. Apakah ada perbedaan pelaksanaan pernikahan secara adat Batak Toba berdasarkan agama

yang dianut?

H. Umpasa apa yang digunakan dalam pernikahan secara adat Batak Toba & maknanya:

1. Hula-hula

2. Dongan Sabutuha

3. Boru

I.

Seni tari apa yang digunakan pada pernikahan secara adat Batak Toba?

J. Perbedaan pelaksanaan Pernikahan secara adat Batak Toba

1. Wilayah Jabodetabek

2. Tanah Batak?

(6)

Transkrip Wawancara 15 Juni 2013

Keluarga Agustinus Siagian dengan ibu Dorma Sipahutar beserta sepasang anak mereka; Henok dan Melati. (foto diambil ketika peneliti melakukan wawancara)

Pak Agustinus lahir 5 Mei 1974 dan istri 3 Juni 1974. Penganut agama : Kristen Protestan yang berprofesi sebagai karyawan swasta. Menikah secara agama Kristen, 6 Oktober 2002 yang dilanjutkan dengan pernikahan secara adat 23 Desember 2009 ketika ‘ Henok Siagian’ anak pertama mereka (posisi diapit oleh kedua orangtuannya) telah bersekolah di SD. Berikut adalah hasil petikan wawancara dengan pasangan keluarga tersebut:

Ada berapa macam pernikahan secara adat Batak Toba yang anda ketahui?

Ada 2, yaitu menikah dengan adat lengkap dan menikah hanya dengan agama dan adat kecil.

Di zaman sekarang apakah pernikahan secara adat Batak itu masih sesuatu yang wajib menurut anda? Dan bagaimana pandangan anda mengenai pernikahan secara adat Batak Toba ?

Pernikahan secara adat Batak Toba bagus, baik dan unik oleh karena itu merupakan suatu tradisi perlu dilestarikan karena itu mencerminkan keanekaragaman tradisi. Disamping itu, pada pernikahan secara adat Batak Toba terasa kental sekali persaudaraan itu. Semua unsur mendapat bagian dan porsi masing-masing. Misalnya saja “namboru” yang harus di kasih parorot. Tulang yang harus diberi upah Tulang dan lain sebagainya.

Wajib, walau menurut saya pribadi terkadang ada yang “agak” berlebihan, misalnya dalam hal pembagian “jambar” atau yang disebut “juhut mangan”, terkadang hanya karena kurang tepat penyampaiannya maka tidak jarang menimbulkan kesalah fahaman, yang bisa berakibat ke kurangnya keharmonisan diantara orang-orang yang masih punya tali persaudaraan (tapi di hari belakangan ini hal seperti itu memang sudah mulai jarang terjadi).

Mengapa pernikahan secara adat Batak itu masih merupakan sesuatu yang wajib dilakukan ?

Dilestarikan “harus” karena dibalik beberapa sisi yang mungkin untuk keadaan saat ini dianggap kurang “efisien” yaitu misalnya tadi tentang “pembagian jambar atau juhut mangan yang hanya

(7)

terdiri dari beberapa iris daging atau ikan namun harus tepat sasarannya masing-masing” sebenarnya kalau ditelaah lebih jauh ada nilai-nilai luruhurnya juga.

Ada berapa macam prosesi yang dapat dipilih apabila pemuda/ pemudi dari suku Batak Toba akan melaksanakan pernikahan secara adat Batak Toba dengan calon pasangan dari luar suku Batak?

Yah, harus diangkat anak dulu, sebab hanya dengan demikian baru masing-masing pihak yang akan melaksanakan pesta adat memiliki Dalihan na Tolu.

Bagaimana tahapan-tahapan dalam upacara pernikahan adat Batak Toba yang anda ketahui?

1. Sebelum pernikahan

Karena kebetulan suami saya berasal dari suku di luar Batak Toba maka terlebih dahulu dilaksanakan acara “mangain”. Marga diambil dari marga amang boru yang kedua. Sebenarnya tandinya saya lebih suka mengambil marga amang boru yang pertama (yang paling tua). Hanya saja keluarga amang boru yang pertama kelihatannya kurang begitu respek maka akhirnya kami ke keluarga amang boru yang kedua dan menerima dengan tangan terbuka. Maka jadilah Agustinus Siagian.

Dan acara selanjutnya adalah: a) Marhusip

Pihak laki-laki “siagian” pergi ketempat perempuan “sipahutar” untuk menanyakan berapa tuhornya, untuk kemudian dirundingkan secara bersama. Karena kebetulan juga kami melaksanakan acara adat setelah menikah secara agama beberapa tahun sebelumnya, maka mengenai tuhor lebih “lunak” dan tidak begitu dipermasalahkan. Bahkan keluarga Sipahutar hanya bertanya: berapalah yang kalian sanggup, biar disini kita sesuaikan, dan kyrang lebihnya nanti akan kita “selesaikan”.

b) Maniti Ari

Yaitu: merencanakan dan menghitung hari-hari yang paling baik digunakan untuk acara pesta dimaksud. Agar acara berjalan dengan lancar, dan pasangan pengantin yang akan terbentuk hidup dengan tentram dan nyaman serta penuh berkelimpahan. Walau hari-hari belakangan ini kegiatan itu tidak “sejelimet” penghitungan hari di jaman dahulu. Karena umumnya sekarang orang Batak Toba sudah memiliki agama dan modern, sehingga memandang bahwa semua hari-hari itu adalah baik dan merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa.

2. Saat Pernikahan

a) Pemberian Boras si Pir Nitondi

Maksudnya agar pasangan penganten umurnya panjang. b) Pemberian ikan mas diletakkan di piring besar

Untuk mendoakan agar pihak yang baru saja menikah sama seperti ikan mas itu selalu bersama-sama dan seia- sekata(sahata saoloan)

c) Ulos tanda Hela

Jenisnya (ragi Hotang), tujuannya supaya kalau ada pesta maka ulos dan sarung yang diberikan oleh mertuanya itu selalu dipakai.

Ulos harus ragi hotang; karena itu memang sudah tradisi. Dan bagi adat Batak, memang ulos itu merupakan ulos yang“marsittuhu” atau “ulos kepala” yaitu ulos yang dipakai sampai mati atau ulos namarhadohoan.

3. Sesudah pernikahan

Acara sesudah pernikahan juga tidak terlalu banyak yang saya lihat. Hanya berupa nasihat dan petuah-petuah yang dilaksanakan dalam melaksanakan biduk kehidupan berumah tangga.

Menurut anda, apa makna pemberian “boras sipir ni tondi” pada pernikahan secara adat Batak Toba? Mengandung doa untuk mengusir roh-roh jahat yang ada disekitar tempat pelaksanaan pesta.

Mengapa Ikan Mas yang dipilih oleh keluarga pengantin wanita sebagai simbolisasi ucapan selamat kepada pasangan pengantin baru?

Karena memang dari dahulu, ikan mas yang kuning itu sisiknya seperti (menyerupai) mas jadi supaya pernikahan yang baru terbentuk itu seperti emas murni.

(8)

Sepengetahuan anda, apakah ada aturan khusus ketika menyampaikan ikan mas kepada pasangan pengantin?

Ada, jumlah ikan itu harus ganjil.

Bagaimana dengan jumlah ikan mas yang diberikan kepada pasangan pengantin, apakah ada ketentuan khusus?

Harus ganjil. Karena tidak berat sebelah dan agar ada yang berfungsi sebagai penengah.

Untuk pilihan ikan yang digunakan, kenapa selalu ikan yang berwarna kuning yang diberikan dan tidak pernah warna lain? Apa maknanya?

Khan ikan emas itu warnanya kuning seperti emas.

Mengapa ikan mas disebut sebagai symbol keturunan dan kesuburan ?

Karena kalau ikan mas itu cepat berkembang biak dan mereka terbiasa bertahan hidup dalam

berbagai situasi.

Bagaimana tentang pemberian mandar hela apakah ada makna dibalik simbolisasi tersebut? Kalau ada apa maknanya?

Ada, untuk mengajarkan laki-laki (hela) kalau kepesta pihak perempuan harus mandar hela, sebagai tanda bahwa dia adalah parhobas.

Bagaimana tentang ulos hela, apakah ada pilihan khusus?

Ragi Hotang

Apa makna pemberian ulos hela pada pernikahan adat Batak Toba?

Agar pasangan yang baru terbentuk selalu hidup dalam kebersamaan dan kehangatan.

Umpasa apa yang digunakan dalam pernikahan secara adat Batak Toba & maknanya:

1. Hula-hula;

Bintang na rumiris tu Obbun na sumorop Anak na pe ris boru pe torop.

2. Dongan Sabutuha;

Sahat-sahat ni solu, sahat ma tuboteean Leleng hita mangolu, sai sahat ma tu panggabean 3. Boru;

Ada tapi lupa

Menurut anda apakah makna Umpasa yang digunakan ?

1. Hula-hula;

Supaya pasangan yang baru menikah memiliki keturunan anak laki-laki dan perempuan. 2. Dongan Sabutuha;

Harapan agar panjang umur dan penuh dengan keberkatan. 3. Boru;sama

Seni tari apa yang digunakan pada pernikahan secara adat Batak Toba?

(9)

Apakah anda pernah mengikuti proses pernikahan adat Batak Toba di daerah lain?

Pernah tapi tidak utuh (tidak mulai dari awal).

Apakah terdapat perbedaan dengan proses pernikahan adat Batak Toba di wilayah Jakarta?

Tidak terlalu, walau mungkin ada sedikit-sedikit.

Untuk generasi selanjutnya apakah prosesi pernikahan secara adat Batak Toba perlu dilaksanakan?

Ya. Tergantung kepada anaknya selama itu tidak menyalahi aturan dan tidak menduakan agama. Kalau kami sih selama masih pada acuan yang benar merasa memang ini perlu dilaksanakan dan diteruskan.

(10)

Transkrip Wawancara

05 Juli 2013

Pak Romual Parulian Siboro dengan Ibu Valerina Trimaslyna Sembiring beralamat di Tanah Baru Beiji Jl. Kecapi No. 13 Depok Lahir tanggal 13 Agustus 1948 dan Istri 17 Mei 1952 penganut agama Katolik. Menikah secara Agama Katolik 28 Juli 1975 dan adat Batak Toba, 5 Juli 1991. Berikut adalah hasil wawancara tentang pendapat mereka tentang adat Batak Toba:

Berapa macam pernikahan secara adat Batak Toba yang anda ketahui?

Ada 2 yaitu; mangalua dan pesta unjuk

Di zaman sekarang apakah pernikahan secara adat Batak itu masih sesuatu yang wajib menurut anda? Dan bagaimana pandangan anda mengenai pernikahan secara adat Batak Toba ?

Wajib tentunya.

Mengapa anda memandang demikian?

Sebagai orang Batak, hal itu merupakan suatu yang wajib dilaksanakan. Asal jangan sampai dipaksakan, sebab sebagai orang Batak wajib untuk melestarikan budaya Batak Toba.

Ada berapa macam prosesi yang dapat dipilih apabila pemuda/ pemudi dari suku Batak Toba akan melaksanakan pernikahan secara adat Batak Toba dengan calon pasangan dari luar suku Batak?

Yang biasa kami lihat sech : mangain saja.

Bagaimana tahapan dalam pernikahan secara adat Batak Toba yang anda ketahui ? 1. Sebelum pernikahan

Marhori- hori dinding

Marhusip Martonggo Raja

2. Saat Pernikahan

Pemberkatan di gereja.

Karena kebetulan waktu itu yang kami laksanakan hanya acara pernikahan, sedangkan acara adat kami laksanakan beberapa tahun kemudian, ketika keadaan ekonomi kami sudah lebih baik.

1. Sesudah pernikahan

Ketika kita melaksanakan pesta adat, kebetulan kita telah melaksanakan pesta pernikahan secara agama beberapa tahun sebelumnya, jadi acara sesudah pesta adat tidak ada yang begitu berhubungan dengan adat menurut saya ketika itu. Lebih hanya kepada nasihat dan petuah-petuah dalam menjalani kehidupan ke depan.

Simbol-simbol yang digunakan kepada pasangan pengantin dalam pernikahan secara adat Batak Toba & maknanya ?

1. Boras si pir ni tondi

Maknanya: Sebagai adat dan tradisi Batak Toba. Namun dalam hal ini hanya orang tua kandung dari kedua pengantin dan tulangnya yang membuat boras si pir ni tondi. Itu maknanya, karena pada dasarnya orang batak dan orang Indonesia secara umum hidup dengan memakan beras sebagai makanan pokoknya.

2. Ikan mas

(11)

Itu memang sudah tradisi secara turun temurun, jadi persisnya kami kurang begitu paham tentang itu.

Sepengetahuan anda, apakah ada aturan khusus ketika menyampaikan ikan mas kepada pasangan pengantin?

Tentunya ada. Yaitu ketika marsibuha-buhai. Harus ganjil jumlahnya.

Untuk pilihan ikan yang digunakan, kenapa selalu ikan yang berwarna kuning yang diberikan dan tidak pernah warna lain? Apa maknanya?

Ya. Ada juga yang bilang kalau ikan yang harus diberikan harus berwarna merah, pada hal yang sesungguhnya harus berwarna kuning dan bukan merah. Harus ikan warna kuning sebab, warna kuning melambangkan sesuatu barang yang berharga dan bernilai jual tinggi.

Mengapa ikan mas disebut sebagai symbol keturunan dan kesuburan ?

Sebab ikan mas disebut sebagai ikan “saur” yaitu ikan simundur-mundur. Yang mengandung makna semoga saur matua (panjang umur) dohot udur marianakkon dohot udur marboru.

Bagaimana tentang pemberian mandar hela apakah ada makna dibalik simbolisasi tersebut? Kalau ada apa maknanya?

Agar pasangan yang baru menikah rajin-rajin ke pesta adat.

Bagaimana tentang ulos hela, apakah ada pilihan khusus?

Ada pastinya.

Apa makna pemberian ulos hela pada pernikahan adat Batak Toba?

Simbol ulos maksudnya bila kedinginan ada ulos sebagai penghangat badan, bersama-sama dengan (pengantin wanita dan laki-laki)

Apakah ada perbedaan pelaksanaan pernikahan secara adat Batak Toba berdasarkan agama yang dianut?

Tidak pada prinsipnya sama saja

Umpasa apa yang digunakan dalam pernikahan secara adat Batak Toba & maknanya:

4. Hula-hula;

Andor haluppang togu-togu ni horbo Andor hatiti togu-togu ni lombu.

Saurma matua mahamu, manogu-nogu pahoppu

5. Dongan Sabutuha; Sahat-sahat ni solu,

Sahat ma tubottean ni tiga ras

Nungga sahat ulaonnta on sahat tupanggabean Saut ma hita horas-horas.

6. Boru;

Balittang ma pagabe tumandahon sitadoan Arimu gabe ala denggan marsipaolo-oloan.

Menurut anda apakah makna Umpasa yang digunakan ?

4. Hula-hula;

Sebagai pasu-pasu supaya panjang umur sampai beranak cucu. 5. Dongan Sabutuha;

Panjang umur, sehat-sehat dan “sir-sir maranak, jala sir-sir marboru” (memiliki anak laki-laki dan anak perempuan)

(12)

Agar pasangan yang baru melaksanakan pernikahan selalu seia-sekata dalam menjalani biduk kehidupan berumah tangga.

Seni tari apa yang digunakan pada pernikahan secara adat Batak Toba?

Tor-tor

Apakah anda pernah mengikuti proses pernikahan adat Batak Toba di daerah lain?

Pernah

Apakah terdapat perbedaan dengan proses pernikahan adat Batak Toba di wilayah Jakarta?

Ada, tapi tidak terlalu banyak.

Untuk generasi selanjutnya apakah prosesi pernikahan secara adat Batak Toba perlu dilaksanakan?

(13)

Transkrip Wawancara

21 Juli 2013

Penulis berfose dengan ibu Tri Mujiantini Sianipar (ny.Murdin Lubis) setelah selesai wawancara ketika menghadiri perta pernikahan salah seorang kerabat keluarga tersebut.

Keluarga ini beralamat di Pondok Ungu Permai Blok C. 21 No. 4 Bekasi Utara. Suamilahir pada 1960 dan istri1961. Menganut agama (Suami) : Kristen dan (Istri) : Islam Menikah Secara Agama Islam: 9

September 1990, Adat Batak : 24 September 1998. Hasil wawancara dengan keluarga ini termuat pada narasi berikut:

Ada berapa macam pernikahan secara adat Batak Toba yang anda ketahui?

Ada 2 yaitu: menikah secara adat lengkap dan menikah dengan adat kecil.

Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terhadap pernikahan secara adat Batak Toba?

Menurut pandangan kami adat Batak Toba itu adalah sesuatu yang indah dan kaya akan nilai seni.

Menurut anda, apakah pernikahan secara adat Batak Toba ini memang sesuatu yang wajib dilaksanakan?

Ya. Pastinya wajib dilaksanakan.

Mengapa anda memandang demikian?

Ya. Karena memang ada semacam “aturan” yang mengikat dan yang mengharuskan demikian.

Ada berapa macam prosesi yang dapat dipilih apabila pemuda/ pemudi dari suku Batak Toba akan melaksanakan pernikahan secara adat Batak Toba dengan calon pasangan dari luar suku Batak?

Mungkin tepatnya bukan untuk muda/ mudi ya tapi, bagi yang sudah menikah atau yang akan menikah namun mereka ingin dinikahkan secara adat Batak yang lengkap.Ya, setahu kami hanya satu (1) yaitu mangain.

Bagaimana tahapan-tahapan dalam upacara pernikahan adat Batak Toba yang anda ketahui?

Ya. Kalau yang kami ketahui itu ada banyak. Namun dulu kami tidak melakukan itu, mungkin karena kami melangsungkan pernikahan bukan dilingkungan keluarga suami. Nah kalau yang saya lihat umumnya tahapannya adalah:

1. Sebelum pernikahan

a) Marhusip. Boleh dikatakan ya : pihak laki-laki melamar pada pihak wanita. b) Martonggo Raja. Menyampaikan keinginan mengadakan acara pernikahan

(14)

2. Saat Pernikahan

a) Pemberkatan secara keagamaan.

b) Pelaksanaan secara adat yang biasanya diadakan di luar tempat ibadah. Nah ini ada dua macam yaitu ada adat na gok ada adat kecil.

3. Sesudah pernikahan

Nah, kalau yang kami laksanakan adalah: 1) Sebelum Pesta Adat

a) Mangaing

Acara ini dilaksanakan sebelum mengadakan acara pesta pernikahan secara adat Batak Toba. Nah untuk istri saya itu Boru Sianipar diambil dari marga Oppung Boru saya (suami). Sebab keluarga Bapak suami saya (ditambahkan sang istri) hubungannya memang dekat dengan keluarga Sianipar. Mungkin hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa mulai dari masih muda dan belum menikah suami saya sangat dekat dengan keluarga Oppung boru dan bahkan sampai menikah. Ibu mertua saya (boru Silaen) juga menganjurkan hal yang sama, agar saya jadi boru Sianipar saja. Hal itu juga telah melalui pertimbangan-pertimbangan yang matang dan penuh serta pertimbangan psikologis. Sedangkan bagi saya pribadi (ditambahkan oleh istri) hal itu cukup memudahkan saya dalam bersosialisasi, karena jauh-jauh hari sebelum “diaing/ diangkat boru atau diparboruhon” oleh marga Sianipar, saya telah familiar dengan mereka beserta lingkungannya karena telah terbiasa dibawa oleh suami ke lingkungan tersebut.

Bagaimanakah detail mangain yang telah anda lakukan?

1) Yang berkepentingan secara resmi meminta untuk diain kepada keluarga yang terdekat dengan ‘calon mempelainya’ dengan ketentuan bila akan manampe marga maka yang akan dijadikan orang tua ‘angkat’ adalah salah satu keluarga Amang boru dari calon mempelai wanita. Dan bila akan marboruhon maka yang akan dijadikan orang tua ‘angkat’ adalah keluarga Tulang dari calon mempelai laki-laki. Pada umumnya apabila dilakukan dengan pendekatan persuasive maka keluarga-keluarga yang akan ‘mengangkat’ dan dijadikan orang tua angkat akan setuju untuk mangain anak yang sesungguhnya secara umur sudah dewasa tersebut.

2) Ketika keluarga yang akan mangain telah setuju, maka keluarga yang akan mangain tersebut akan mengundang Dalihan na Tolunya beserta dongan sahuta, bere, pariban dengan jumlah kurang lebih 10 s.d. 15 kepala keluarga.

3) Yang dipersiapkan adalah pinahan lengkap dengan namargoar kurang lebih 15 kg dan makanan secukupnya, kemudian mangupa dan memberi ulos parompa pada anak / boru yang diain. 4) Hula-hula orang yang akan mangain anak akan membawa dekke tudu-tudu 3 (tiga) ekor, ulos

parompa, boras di tandok. Kemudian melaksanakan acara mangain setelah parsinabung menjelaskan tujuan acara yang akan dilaksanakan.

Selanjutnya adalah melaksanakan prosesi sama dengan yang lainnya, yaitu: b) Martonggo Raja

Berkumpul bersama “raja-raja” adat dari pihak Lubis dan Sianipar untuk membicarakan tentang rencana pelaksanaan pesta secara adat. Baik itu tentang waktu, tempat dan berapa ulos yang akan diberi oleh pihak keluarga istri serta berapa Tuhor yang harus dibayar oleh keluarga suami.

2) Pada Saat Pesta Adat

a) Karena secara agama kita telah diresmikan sebelumnya, maka tidak ada lagi acara pernikahan secara keagamaan tapi langsung pada pelaksanaan pesta.

b) Pemberian “boras si pir ni tondi”

c) Pemberian Ikan Mas kepada pasangan yang mengadakan pesta. d) Pemberian Ulos Hela dan mandar hela.

Menurut anda, apa makna pemberian “boras sipir ni tondi” pada pernikahan secara adat Batak Toba?

Kalau menurut saya, beras khan sumber kemakmuran jadi mungkin biar keluarga yang baru terbentuk hidup dalam kemakmuran berlimpah sandang, pangan dan papan selamanya.

Mengapa Ikan Mas yang dipilih oleh keluarga pengantin wanita sebagai simbolisasi ucapan selamat kepada pasangan pengantin baru?

(15)

Sepengetahuan anda, apakah ada aturan khusus ketika menyampaikan ikan mas kepada pasangan pengantin?

Pastinya ada.

Bagaimana dengan jumlah ikan mas yang diberikan kepada pasangan pengantin, apakah ada ketentuan khusus?

Iya. Itu harus ganjil dan memang ketentuannya harus begitu.

Untuk pilihan ikan yang digunakan, kenapa selalu ikan yang berwarna kuning yang diberikan dan tidak pernah warna lain?

Saya fikir, memang sudah begitu ketentuannya.

Mengapa ikan mas disebut sebagai symbol keturunan dan kesuburan ?

Karena ikan mas itu kalau beranak tidak pernah satu-satu, tapi sekaligus sekali banyak, dan kalau berjalan itu selalu beriringan.

Bagaimana tentang pemberian mandar hela apakah ada makna dibalik simbolisasi tersebut? Kalau ada apa maknanya?

Biar rajin ke adat, terutama di keluarga Istri.

Bagaimana tentang ulos hela, apakah ada pilihan khusus?

Ada

Apa makna pemberian ulos hela pada pernikahan adat Batak Toba?

Biar selalu bersama-sama.

Apakah ada perbedaan pelaksanaan pernikahan secara adat Batak Toba berdasarkan agama yang dianut?

Tidak ada, paling hanya pada konsumsi utama atau lauk makan aja. Yaitu kita menggunakan sapi, tapi yang beragama apapun asal mampu, sepertinya juga sudah umum menggunakan sapi.

Apakah pada saat upacara pernikahan itu pihak Hula-hula, Dongan Sabutuha, dan Boru menggunakan

umpasa?

Ya, sepertinya iya.

Umpasa apa saja yang digunakan ?

Kurang paham

Seni tari apa yang digunakan pada pernikahan secara adat Batak Toba?

Tor-tor modern

Apakah anda pernah mengikuti proses pernikahan adat Batak Toba di daerah lain?

Pernah. Ya di Kampung.

Apakah terdapat perbedaan dengan proses pernikahan adat Batak Toba di wilayah Jakarta?

Wah, waktu itu yang saya ikuti dikampung. Disana acaranya jauh lebih lama daripada di Jakarta. Semua orang sepertinya ingin bicara, padahal menurut saya yang dibicarakan itu ke itu aja (jawab si Istri). Suami menimpali: bukan begitu; pada adat Batak memang semua orang diharapkan memberi sumbang saran untuk satu permasalahan karena orang Batak itu adalah warga yang benar-benar demokratis dalam arti yang sesungguhnya.

Untuk generasi selanjutnya apakah prosesi pernikahan secara adat Batak Toba perlu dilaksanakan?

(16)

Transkrip Wawancara

28 Juli 2013

Pak Maruhum Sirait (sebelah kiri) saat mengikuti pesta di keluarga mertua (ibu Doris Baringbing) beberapa saat lalu. Beralamat di Jln.KH Muchtar Tabrani Gg. Perwira Mandiri RT.01 RW. 06 No.26 Kel.Perwira Kaliabang Nangka Kec.Bekasi Utara. Lahir, 21 November 1978 dan istri 13 April 1979. Penganut agama Parmalim. Menikah secara agama Malim, 30 September 2002, dan secara adat Batak Toba: 30 Oktober 2008. Berikut adalah petikan wawancara dengan keluarga pak Sirait:

Ada berapa macam pernikahan secara adat Batak Toba yang anda ketahui?

Sebenarnya hanya ada satu yang disebut secara adat, yaitu menikah dengan tatanan Dalihan na Tolu.

Di zaman sekarang apakah pernikahan secara adat Batak itu masih sesuatu yang wajib menurut anda? Dan bagaimana pandangan anda mengenai pernikahan secara adat Batak Toba ?

Adat Batak itu sesuatu yang indah dan baik. Nah tentang itu, dalam agama yang saya anut (Malim) ada satu konsep dan ajaran yang dengan tegas mengatakan “Adat do habonoron, Habonoron do adat” yang arti harfiahnya kira-kira: antara adat dan agama adalah dua hal yang harus sama-sama dijaga dan dilaksanakan. Sebab dapat dikatakan menurut malim bahwa, adat adalah hubungan yang bersifat horizontal yaitu hubungan antara manusia dan manusia, dan agama sifatnya vertikal yang maknanya adalah hubungan antara manusia dengan yang maha kuasa. Seperti umpasa yang berbunyi: Si jugug ma simarata, molo dung hundul amanta Raja, naung disi do Tuhanta Debata. Nah itu maknanya dalam agama Malim dan pandangan saya dapat dikatakan bahwa, jika kita sudah melaksanakan suatu kewajiban dan syah secara agama, maka kita juga harus melaksanakannya secara adat dan mengumpulkan “Raja-raja” untuk memberikan restu dan berkat karena “Raja-raja” adalah penghubung kita kepada Tuhan, jadi lewat adat diharapkan, berkat dari Tuhan akan mengalir kepada kita karena kita telah didoakan dan dimintakan berkat oleh “Raja-raja”.

Menurut anda, apakah pernikahan secara adat Batak Toba ini memang sesuatu yang wajib dilaksanakan?

Adat Batak merupakan sesuatu yang wajib dilaksanakan namun tidak harus dipaksakan. Dan sebenarnya adat Batak itu relative. Itu tergantung pada kemampuan dan keikhlasan orang yang

(17)

akan melaksanakan acara adat dimaksud. Dalam hal ini juga layak tidaknya seseorang melaksanakan adat dan jenis adat seperti apa yang pantas diadakan oleh seseorang/ suatu keluarga, itu bukan sepenuhnya di tangan orang yang akan melaksanakan acara adat. Saya jelaskan disini, bahwa orang Batak itu memiliki adat dan cara pandang yang sangat unik tentang sebutan Raja atau Raja-raja. Untuk orang Batak, semua orang/ marga adalah Raja, penyebutan-penyebutan itu tergantung posisi atau yang oleh orang Batak disebut“parhundulan” atau kedudukan seseorang terhadap orang lain dalam suatu acara adat yang sedang diikuti/ diadakan. Nah kesimpulan akhirnya itu di tangan Raja-raja yang telah disebutkan tadi.

Ada berapa macam prosesi yang dapat dipilih apabila pemuda/ pemudi dari suku Batak Toba akan melaksanakan pernikahan secara adat Batak Toba dengan calon pasangan dari luar suku Batak?

Ya yang dari luar suku Batak, harus diangkat anak oleh orang Batak Toba dulu.

Tahapan dalam pernikahan secara adat Batak Toba yang anda ketahui.

Sebenarnya sebelum membahas acara tahapan-tahapan upacara pernikahan dengan adat Batak

Toba, kita harus tahu dahulu rencana adat yang mana yang akan digelar. Adat pernikahan atau pesta adat pernikahan? Nah kalau adat pernikahan berarti kita kembali kepada keputusan Raja-raja berdasarkan pertimbangan terhadap permintaan orang yang akan melaksanakan adat.

“Napuran/ debban” atau sirih yang sudah dilengkapi dengan “hapur” (kapur pelengkap makan sirih) saja kalau diberikan kepada Raja-raja. Ketika Raja-raja mengatakan itu sudah resmi adatnya maka itu sudah dianggap resmi mangadati. Hanya saja untuk sekarang-sekarang ini, orang sudah jarang melaksanakan hal yang seperti itu, karena terkadang masalah gengsi, melihat orang lain dan seterusnya. Jadi sebenarnya sungguh tidak ada alasan orang Batak untuk tidak melaksanakan adat.

Masalah pernikahan secara adat Batak dengan pesta. Juga ada 2 (dua) yaitu: 1. Mangalua

2. Adat na Gok

Nah ketika kami menikah dulu (30 September 2002) kami mangalua. Yang kami lakukan adalah kami pergi berdua (saya dan “calon” istri saya ketika itu) dari kota Medan tanpa sepengetahuan orang tua atau keluarga istri saya. Awalnya memang kami minta ijin baik-baik, namun karena satu dan lain hal maka kami ambil jalan yang menurut kami paling aman ketika itu, yaitu “mangalua”. Kalau dirinci mengapa kami mengambil langkah itu adalah disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1.Agama atau keyakinan kami yang berbeda. Istri saya dan orang tuannya ketika itu beragama Kristen dan saya beserta keluarga saya menganut agama Malim. Juga bagi sebagian orang Batak menjadi Malim atau berhubungan dengan keluarga Parmalim ketika itu adalah sesuatu “penistaan” dan memalukan. Hal itu bisa terjadi mungkin karena kesalahan persepsi yang secara berkelanjutan atau turun temurun dari nenek moyang yang kurang tepat terhadap Parmalim atau agama Malim. Nah ketika itu, keluarga istri saya adalah orang yang sangat tidak memberi respon kalau harus mempunyai hubungan dengan Parmalim apalagi kalau harus menikahkan salah satu anak gadisnya dengan jemaat Malim.

2.Juga secara financial kami juga ketika itu kami sangat tidak mampu. Karena kami berdua sudah saling mencintai maka kami “menerabas” semua penghalang itu. Jadi kami berangkat ke kampung ibu saya, kemudian sesampai di rumah, ibu saya langsung “manjomput parbue ke kepala calon menantunya atau wanita yang saya bawa dan akan saya jadikan istri saya”. Nah, itu juga adalah suatu hukum yang berlaku dalam adat Batak Toba. Bila datang bersama-sama sepasang muda-mudi menemui orang tua, maka langkah pertama yang dilakukan oleh orang tua pihak laki-laki adalah ”manjopput parbue ke kepala calon pasangan tersebut”. Secara hukum adat Batak Toba itu setengahnya sudah syah menjadi anggota keluarga pemilik rumah secara khusus dan menjadi warga kampung dimaksud secara umum. Nah setelah dijomput parbue, kita menyerahkan kepada Raja di huta (Raja di kampung).

Secara adat Batak pula, jika kita sudah menyerahkan permasalahan kita pada Raja-raja atau disebut “dipa Raja”maka tanggungjawab melindungi calon mempelai wanita berarti pula sudah berada di tangan Raja-raja dan semua warga kampung.

Satu sampai dua minggu setelah “dijomput parbue” dan diserahkan pada Raja-raja kami menikah secara agama Malim. Setelah menikah secara ugamo Malim kami adakan acara sederhana dan jamuan makan ala kadarnya. Selesai acara jamuan kecil-kecilan, keluarga kedua dan ketiga dari pihak laki-laki mengantarkan “ihur ni pinahan” (ekor sampai pantat babi) pada keluarga mempelai wanita.

(18)

Ketika keluarga laki-laki mengantarkan “ihur ni pinahan” pada keluarga mempelai wanita, kira-kira maksudnya apa pak?

Lapatanna “paboa na tinangko” atau arti harfiahnya memberitahukan bahwa telah “dicuri” anak gadis dari keluarga yang kerumahnya diantarkan “ihur ni pinahan”. Itu juga menyampaikan suatu symbol bahwa anak gadisnya sudah menikah, dan sebagai pemberitahuan dari keluarga pihak laki-laki kalau anak gadis itu sudah diterima dengan layak sebagai menantu. Kenapa “ihur ni pinahan”? Karena yang diambil adalah anak gadis, yang kelak akan melahirkan generasi-generasi baru bagi keluarganya nah generasi atau keturunan bukankah keluarnya dari bagian “bawah”. Disamping itu juga, bahagian belakang atau bawah merupakan bahagian letaknya kesuburan, jadi diharapkan mempelai wanita akan melahirkan generasi-generasi baru.

Kembali ke kasus tadi, sebelum diantar “ihur ni pinahan” (ekor sampai pantat babi) kepada keluarga pengantin wanita tentu juga dibicarakan dahulu strateginya agar makanan itu tidak ditolak dan maksud pihak laki-laki agar keluarga wanita memberi “restu” untuk acara yang telah terlaksana (1) ditelusuri siapakah keluarga wanita dan asal usulnya, (2) apakah dari keluarga dekat si wanita kira-kira akan menerima “ihur ni pinahan” (ekor sampai pantat babi) ini? Karena kalau keluarga kandung tidak mungkin menerima, sebab mereka tentu masih sangat emosi dan juga dari awal sudah menolak (3) Kalau saudara dekat juga tidak menerima maka “ihur ni pinahan” kemungkinan akan diantar kepada keluarga jauh pihak perempuan namun yang keberadaannya masih diakui dan dihormati oleh orang tua pengantin wanita. (4) Jika hal itu juga tidak memungkinan maka yang dicari adalah “marga na marhahamarangi” misalnya istri saya adalah boru “Baringbing” disisi lain umumnya orang Batak secara umum faham bahwa; Marga Silaen dan marga Tampubolon satu rumpun dengan Baringbing. Jadi kita boleh memilih kira-kira mana yang lebih kondusif pada kita dan rencana kita. Hal ini sesuai dengan umpasa Batak toba yang bunyinya “Dakkana do rattingna” Hahana do angina. Yang artinya satu keluarga yang memiliki kakak dan adik, fungsinya dalam adat adalah sama.

Keluarga yang telah menerima “ihur ni pinahan” itu juga harus mengundang beberapa keluarga yang juga serumpun dan berdekatan dengannya agar ada saksi pemberian “ihur ni pinahan” tersebut dan secara adat diakui. Keluarga yang kepandanya diberi “ihur ni pinahan” bertanggungjawab memberi tahukannya pada keluarga “inti” (ayah dan ibunya) pengantin wanita.

Ketika semua sudah lebih baik, yaitu hubungan keluarga inti istri saya dan keluarga saya, juga keadaan ekonomi kami sudah jauh lebih baik maka dengan “restu” kedua belah pihak keluarga dan restu Raja-raja kami mengadakan pesta adat atau “mangadati” pada tanggal 30 Agustus 2008.

Sejatinya urut-urutan dalam pernikahan adat Batak Toba yang lazim dilakukan apabila upacara pemberkatan pernikahan secara agama dilakukan berdekatan dengan pemberkatan secara adat Batak adalah sebagai berikut:

1. Sebelum pernikahan

a) Marhori-hori ding-ding

Dilakukan oleh 1 s.d. 2 orang dari pihak lak-laki (biasanya adalah perwakilan yang terdiri dari “boru” keluarga paranak) pergi menemui keluarga perempuan untuk klarifikasi tentang “berita” yang disampaikan oleh anak laki-lakinya. Yah semacam verifikasi datalah, tentang adanya hubungan istimewa diantara anak-anak kedua belah pihak. Setelah selesai acara “mengecek” kebenaran adanya hubungan istimewa tersebut maka “boru” yang telah di utus keluarga laki-laki tadi melapor pada “hula-hulanya” atau orang tua pihak laki-laki tentang hasil pertemuan dengan orangtua calon mempelai wanita. Pada kesempatan itu, belum ada jenis makanan khusus yang harus dibawa oleh utusan “boru” pihak laki-laki. Juga keluarga yang ditemui “keluarga calon mempelai wanita” tidak punya kewajiban untuk menyediakan makanan khusus sebagai hidangan pada pertemuan dimaksud.

b) Marhusip

Jarak waktu antara marhori-hori ding-ding itu relative, (umumnya 2 (dua) minggu sampai 1 (satu) bulan. Acara marhori-hori dingding dilakukan di rumah calon pengantin wanita. Pada acara ini; berangkat; paranak/ orang tua kandung calon pengantin laki-laki, pihak boru, Raja ni dongan sahuta (semua itu berangkat dari keluarga laki-laki) berangkat untuk marhusip ke rumah orang tua wanita dengan membawa lauk pauk, nasi dan diikuti calon pengantin laki-laki .Lauk-pauk yang dibawa oleh pihak laki-laki untuk yang beragama Kristen dan Parmalim adalah lauk pauk berupa daging babi lengkap dengan “namargoar” (daging yang dipotong dengan menggunakan aturan-aturan khusus yang sudah baku pada

(19)

adat Batak Toba) untuk diberikan pada keluarga calon mempelai wanita beserta pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

Hal-hal yang dibicarakan saat marhusip ;

i. Tawar menawar “tuhor/ mahar” yang harus diberikan oleh keluarga calon pengantin laki-laki kepada keluarga perempuan.

ii. Bila sudah terdapat kesepakatan tentang jumlah dimaksud, maka langkah selanjutnya adalah tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam proses pembayaran mahar dimaksud. iii. Manjujur ari/ menentukan hari, tanggal, bulan dan tahun pelaksanaan pernikahan.

iv. Menentukan status pesta (dialap jual/ ditaruhon jual)

v. Tempat pelaksanaan pesta (pihak laki-laki atau perempuan yang akan berperan sebagai tuan rumah) karena hal itu akan menentukan langkah-langkah dalam prosesi adat selanjutnya)

vi. Jenis konsumsi yang akan digunakan sebagai lauk-pauk utama (hidangan) pada pesta pernikahan; sigagat duhut atau namarmiak-miak (sapi atau babi) dalam hal ini agama dan kepercayaan akan sangat mempengaruhi jenis konsumsi yang akan digunakan, juga dengan penggunaan “namargoar” (potongan-potongan khusus dari lauk pauk yang digunakan, dan masing-masing sudah memiliki ketentuan akan diberikan pada siapa dll.

vii. Jumlah ulos yang akan disediakan oleh parboru untuk diberikan kepada keluarga paranak. Jumlah ulos biasanya harus ganjil, dan umumnya segala sesuatu yang menyangkut adat dalam masyarakat Batak Toba harus ganjil.

c) Marria Raja.

Acara ini dilaksanakan secara terpisah antara pihak calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan. Artinya calon pengantin laki-laki bersama keluarga dekatnya mengadakan acara marria Raja, demikian juga calon mempelai wanita melakukan acara marria Raja di lingkungannya dengan keluarga “itinya” untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan pesta adat pernikahan yang akan digelar.

Pokok-pokok pembicaraan pada acara marria Raja:

i. Siapa yang akan menjadi “parsinabung/ protokol pada acara adat yang akan diadakan. Tentang siapa yang akan jadi parsinabung tentu punya aturan yang jelas dengan adanya umpasa;

“Tinallik sibuk-sibuk, tarida ma holi-holi

Molo hahana parsinabung, anggina ma panobbosi

Yang kira-kira maknanya; Kalau yang mengadakan pesta adalah adiknya, maka sang kakaklah yang jadi parsinabung

Juga berlaku ketentuan yang sama untuk yang sifatnya timbal balik, artinya; seseorang yang mengadakan pesta, tidak bisa menjadi “parsinabung” dalam pestanya sendiri, demikian juga dengan saudaranya kandung, jadi harus haha angginya dst.

ii. Mengatur personal yang akan terlibat dalam pesta. Misalnya saja yang akan mengurusi konsumsi, kelengkapan, keamanan, dst.

2. Saat Pernikahan

Saat pernikahan disini kita ambil konteks 1 (satu) hari pelaksanaan pesta bagi adat BatakToba dimulai dari kegiatan di pagi-pagi sekali, dengan uraian peristiwa sebagai berikut;

i. Marsibuha-buhai

Makna harfiahnya adalah memberi makan tamu, dalam hal ini dilaksanakan di rumah pelaksana pesta. Misalnya saja, kalau pesta pelaksanaannya di rumah wanita maka marsibuha-buhai juga dilaksanakan di rumah perempuan dan sebaliknya. Pada acara ini juga dilakukan; “marsileanan bunga” yaitu; pemberian bunga tangan dari calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin wanita, dan wanita memberikan bunga kantong jas kepada pengantin laki-laki.

ii. Pensyahan pernikahan secara agama. Atau oleh orang Batak Toba disebut dengan “pemberkatan nikah”.

iii. Pencacatan pernikahan secara sipil. iv. Manjopput parbue

Mengandung makna “mamasu-masu”/ secara adat. Acara ini dilakukan, setelah selesai pengantin laki-laki dan pengantin wanita selesai menerima tamu maka orang tua pengantin laki-laki dan orang tua pengantin wanita mengambil beras dari piring yang telah disediakan dan para orang tua meletakkannya di atas kepala masing-masing dan mengulanginya sebanyak 3 (tiga) kali untuk kemudian secara bergantian meletakkannya masing-masing di kepala pengantin juga sebanyak 3 (tiga) kali, kemudian mengarahkan

(20)

dengan cara menghamburkan kearah hadirin sebanyak 3 (tiga) kali juga. Hal itu dilakukan setelah selesai manjopput parbue ke atas kepala sepasang pengantin tersebut.

Untuk adat Batak Toba ada suatu aturan yang jelas dan berlaku secara umum bahwa, hanya orang yang sudah pernah “dijopput parbue” yang boleh manjomput parbue. Dan hanya orang yang sudah menikah secara adat “mangadati” yang boleh menikahkan orang lain (termasuk anak kandungnya sendiri) secara adat pula.

Dijopput secara berulang-ulang sebanyak 3(tiga) kali, itu menyimbolkan “Dalihan Na Tolu/ Tungku perapian yang tiga” yang berarti pula 3 (tiga) penyangga pokok dalam kehidupan yang harus saling bekerja sama dalam tatanan kekerabatan (hula-hula, dongan tubu, boru)

Angka 3 (tiga) pada adat Batak Toba menandakan bahwa pada adat Batak Toba, secara umum segala yang berhubungan dengan adat harus ganjil. Yang mencakup; jumlah ulos yang diberikan kepada keluarga mempelai laki-laki oleh keluarga mempelai wanita, jumlah ikan mas yang harus diberikan pada pasangan pegantin baru, dan jumlah manjopput parbue “boras si pir ni tondi” ke atas kepala sendiri dan ke atas kepala orang lain.

v. Mangan di Alaman

Acara makan bersama bisa dilakukan dengan 2 (dua) macam cara yaitu; a) dengan duduk bersama di kursi dan masing-masing menghadap meja yang telah disediakan oleh pemilik pesta, yaitu pihak keluarga mempelai laki-laki atau mempelai wanita, seperti yang telah disepakati ketika marhusip.

b)duduk bersila dengan alas tikar yang telah disiapkan oleh pemilik pesta dengan menggunakan tenda/ terpal atau sejenisnya.

vi. Marbagi Jambar

Disela-sela acara “mangan di alaman” /makan bersama di halaman maka parsinabung dari masing-masing pihak (keluarga pengantin laki-laki dan parsinabung/ protokol dari pihak pengantin wanita) akan memanggil pihak-pihak yang berhak atas “jambar” (daging yang dipotong secara khusus) pada bagian-bagian tertentu dan untuk pihak-pihak tertentu. Pada adat Batak Toba, pembagian jambar bukan didasarkan atas personal/ pribadi-pribadi, namun didasarkan atas posisi pada “pesta unjuk”/ acara yang tengah dilakukan atau berlangsung.

Disamping itu juga ada pembagian “jambar” dekke/ ikan mas yang dibawa oleh tulang, dll yang disebut dengan dekke siuk dan pinggan panganan yang mengandung makna; ikan mas dari hula-hula yang bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat kepada pihak-pihak yang telah ditentukan dan juga telah memiliki aturan yang baku. Saat pembagian “jambar” juga ada acara menyampaikan umpasa dari paranak misalnya:

Lomak ma ninna silinjuang, lomak an … Nungga bosur hita marloppan na tabo Sai tu gabena ma hita na mamboan

Yang artinya; rimbun pohon silinjuang (pohon yang umumnya di tanam di pematang sawah),lebih rimbun …

Kita sudah sama-sama menikmati hidangan yang lezat, semogalah

Pihak-pihak yang telah membawa dan menyajikannya semakin dapat berkat yang berlimpah.

Parsinabung dari pihak parboru akan membalasnya dengan pertanyaan, tentang apa kira-kira tujuan dari hidangan yang telah disajikan; “Mauliate ma raja nami, namanukkun ma hami,

alana nungga dipaboa hamu hagabeon dohot parhorasan do hapena, di son pe asa dipaboa hamuma sa sittong na,…

Kemudian setelah acara berpantun selesai maka dipaparkan kembali hasil yang telah disepakati ketika “marhusip” utamanya tentang jumlah tuhor

vii. Permisi sama tulang

Pengantin laki-laki dan pengantin wanita sama-sama permisi dan minta ijin sama tulang masing-masing untuk diperkenankan menikah dengan lelaki/ wanita pilihannya. Tulang/ saudara laki-laki ibu dari masing-masing pihak atau yang juga disebut hula-hula dari masing-masing keluarga yang mengadakan pesta.

viii. Tit-tin marakkup

Merupakan prosesi lanjutan dari acara minta ijin dengan tulang masing-masing. Pengantin laki-laki dan pengantin wanita beserta orang tua masing-masing menemui tulang/ paman pengantin laki-laki. Orang tua pengantin wanita dengan membawa sebahagian tuhor/ mahar dan memberikannya kepada tulang laki-laki, sebagai symbol dan bukti bahwa sejak saat itu mereka adalah saudara karena pernikahan itu, hal itu terlihat

(21)

dari kenyataan bahwa mereka saling berbagi “tuhor/mahar” yang artinya juga bahwa tulang pengantin laki-laki posisinya sama dengan “parboru/ orang tua pengantin laki dan tulang pengantin laki-laki tersebut juga berarti adalah orang tua pengantin wanita. Dan boru yang dinikahkan dengan “bere“/ keponakannya tersebut adalah juga borunya. Tentang jumlah yang diberikan tidak ada ketentuan yang baku. Disisi lain, keluarga laki-laki juga memberikan sejumlah uang kepada tulangnya bersamaan dengan tit-tin marakkup yang diberikan oleh keluarga parboru.

ix. Keluarga parboru memberi ulos kepada “suhini appang na opat” atau kepada 4 (empat) unsur yang terdiri dari: (1) ulos passamot, yaitu ulos yang diberikan kepada orang tua pengantin laki-laki (2) ulos hela, yaitu ulos yang diberikan kepada pengantin. (3)ulos pamarai, yaitu ulos yang diberikan kepada saudara kandung dari orang tua pengantin laki-laki atau bapak uda/ bapak tua atau adik/ abang “hasuhuton/ orang yang memiliki pesta. (4)ulos sihutti appang (ulos parorot) diberikan kepada “namboru/ saudara perempuan ayah pengantin laki-laki.

x. Tulang memberi ulos kepada pengantin dan undangan pihak “parboru” juga memberi ulos sebagai ucapan selamat atas pernikahan yang terlaksana.

xi. Manggohi

Dongan sahuta/ warga sekampung pemilik pesta pada adat Batak Toba juga dianggap sebagai bagian dari warganya yang punya pesta. Oleh karena itu, mereka sebagai tuan rumah wajib mengucapkan terima kasih kepada, tamu, undangan atau hadirin yang telah ,menghadiri dan mengikuti pesta yang telah terlaksana dengan baik. Untuk keadaan itu mereka punya kewajiban untuk mengucapkan terima kasih, sebelum nantinya hasuhuton (pemilik pesta juga mengucapkan terima kasih).

xii. Mangampu

Hasuhuton/ pemilik pesta secara sepintas mengadakan “flash back” terhadap berlangsungnya pesta, sebelum pelaksanaan (ketika perencanaan), saat pelaksanaan dan sampai berakhir pelaksanaan. Setelah selesai flash back, kemudian diakhiri dengan mengucapkan terima kasih kepada dongan sahuta/ warga sekampung dan segenap hadirin atas terlaksananya pesta adat pernikahan dimaksud.

3. Sesudah pernikahan

i. Tingkir tangga

Sejatinya hal ini dilakukan setelah pasangan pengantin resmi menikahn antara 1 s.d.3 bulan. Namun masih merupakan bagian dari rangkaian pernikahan secara adat yang digelar beberapa saat yang lalu.

Acara tingkir tangga dilakukan oleh orang tua pengantin wanita, dengan cara; pergi berkunjung ke kampung anaknya yang baru dinikahkan. Tujuannya melihat kehidupan anak gadisnya yang telah menikah di kampung orang tua laki-laki (mertuanya).

Secara tersirat sebenarnya, orang tua wanita berkeinginan melihat apakah anak gadisnya yang baru menikah sehat atau tidak di lingkungan yang baru, dan layak atau tidak kehidupannya di rumah mertuanya.

Di acara maningkir tangga orang tua pengantin wanita datang dengan membawa “Dekke” / ikan mas, yang nantinya akan dijadikan kosumsi setelah sampai dilokasi (di rumah pasangan muda yang telah terbentuk.

ii. Paulak Une

Keluarga pengantin wanita ketika manikkir tangga datang ke rumah paranak dengan membawa “Dekke”/ ikan mas, maka keluarga pengantin laki-laki mempersiapkan daging babi lengkap dengan “namargoar” untuk menyambut keluarga pengantin wanita tersebut. Sebagai balasan atas jamuan ikan mas “dekke mas” yang dibawa oleh keluarga pengantin wanita, maka keluarga pengantin laki-laki menyiapkan daging dimaksud.

Menurut anda, apa makna pemberian “boras sipir ni tondi” pada pernikahan secara adat Batak Toba?

Boras/ beras itu melambangkan kehidupan. Untuk sampai menjadi beras, tentu itu butuh proses yang panjang. Mulai dari proses mencangkul, menabur, merawat dan menjaganya untuk kemudian padi sampai pada akhirnya jadi beras. Itu menyampaikan suatu makna harfiah bahwa segala sesuatu memiliki proses. Yang didalamnya terkandung suatu makna, supaya pasangan pengantin yang baru membentuk rumah tangga yang baru memiliki kehidupan yang kuat dan selalu hidup berkelimpahan, demikian juga dengan orang tua maupun hadirin semua agar hidup dengan berkelimpahan.

(22)

Mengapa Ikan Mas yang dipilih oleh keluarga pengantin wanita sebagai simbolisasi ucapan selamat kepada pasangan pengantin baru?

Sudah menjadi suatu pemahaman bagi masyarakat Batak Toba bahwa, ikan mas itu, adalah sejenis ikan yang mudah berkembang biak dan dalam pemeliharaannya tidak sulit.

Sepengetahuan anda, apakah ada aturan khusus ketika menyampaikan ikan mas kepada pasangan pengantin?

Kalau masalah itu tidak terlalu, hanya saja biasanya dipilih dari ikan mas yang paling besar, paling sempurna dan yang tentu saja yang paling bagus diantara ikan yang ada.

Bagaimana dengan jumlah ikan mas yang diberikan kepada pasangan pengantin, apakah ada ketentuan khusus?

Ikan mas yang diberikan sama dengan ikan mas yang dibawa oleh masing-masing hula-hula yaitu jumlahnya harus ganjil, nah untuk pengantin pilihannya biasanya 1 (satu) atau 3 (tiga), namun yang umum belakangan ini adalah 1 (satu).

Untuk pilihan ikan yang digunakan, kenapa selalu ikan yang berwarna kuning yang diberikan dan tidak pernah warna lain?

Untuk pilihan ikan, mungkin tidak terlalu.

Apa maknanya?

Barang kali biar kelihatan lebih bagus dan lebih menarik saja.

Mengapa ikan mas disebut sebagai symbol keturunan dan kesuburan ?

Ketika menyampaikan ikan mas itu juga disampaikan oleh hula-hula atau tulang dengan sebutan “Di son huboan hami do dekke si mudur-udur, mangudurhon anak ma on jala mangudurhon boru di hamuna. Yang artinya semoga keluarga yang baru terbentuk kiranya memiliki keturunan yang banyak, baik laki-laki maupun perempuan seperti halnya ikan mas yang memiliki keturunan yang banyak.

Bagaimana tentang pemberian mandar hela apakah ada makna dibalik simbolisasi tersebut? Kalau ada apa maknanya?

Tentunya ada, maknanya supaya “hela”/menantu laki-laki, selalu rajin pergi ke adat. Karena kalau di pesta hula-hulanya dia akan menjadi parhobas atau orang yang melayani, dan mandar hela hendaknya dipakai sebagai orang yang mengerti adat.

Bagaimana tentang ulos hela, apakah ada pilihan khusus?

Untuk ulos hela, biasanya dipilih ulos ragi hotang atau yang disebut “paramaan ni ulos” atau ulos yang paling tinggi tingkatannya yang boleh diberikan kepada orang yag masih muda.

Apa makna pemberian ulos hela pada pernikahan adat Batak Toba?

Waktu menyampaikan ulos hela orang tua pengantin wanita berkata “Dison huleon hami do ulos si ganjang rambu, mangulosi badan maon, jala mangulosi tondi muna”. Yang artinya, bahwa orang tua pengantin wanita membawa ulos yang memiliki rumbai yang panjang, yang tujuanya untuk memberi perlindungan bagi jiwa dan raga. Dan juga panjangnya rumbai ulos mengisyaratkan harapan agar keluarga pengantin memiliki usia yang panjang, demikian juga dengan umur mereka masing-masing.

Apakah ada perbedaan pelaksanaan pernikahan secara adat Batak Toba berdasarkan agama yang dianut?

Tidak ada, kecuali masalah konsumsi atau juhut.

Seni tari apa yang digunakan pada pernikahan secara adat Batak Toba?

Tor-tor modern.

Apakah anda pernah mengikuti proses pernikahan adat Batak Toba di daerah lain?

(23)

Apakah terdapat perbedaan dengan proses pernikahan adat Batak Toba di wilayah Jakarta?

Secara umum, urutannya tidak ada yang beda. Hanya tentang tata cara pelaksanaan memiliki sedikit perbedaan.

Untuk generasi selanjutnya apakah prosesi pernikahan secara adat Batak Toba perlu dilaksanakan?

Harus dan perlu. Karena itu merupakan salah satu cara untuk menghormati leluhur. Juga sangat banyak sisi dari adat Batak Toba yang mengandung falsafah kehidupan juga yang masih relefan hingga saat ini.

Nah, sekaranglah peranan orang tua agar generasi muda lebih tertarik terhadap adat Batak Toba utamanya di kota-kota besar seperti Jakarta adalah:

i. Kita mulai dari keluarga kecil kita, masing-masing orang tua memberi ajaran-ajaran yang baik dari adat Batak Toba terhadap anak-anak, jadi mereka melihat betapa indahnya kehidupan dalam adat Batak Toba beserta falsapah yang terkandung di dalamnya.

ii. Dituntut peranan orang tua yang lebih serius dalam mengajari dan membina makna dan kelebihan menjadi orang Batak Toba yang sesungguhnya. Masalahnya adalah kurangnya pembelajaran dari orang tua akan falsafah kehidupan yang banyak terkandung dalam adat Batak Toba.

iii. Agar para orang tua sedapat mungkin membiasakan membawa anak-anaknya ke perkumpulan-perkumpulan orang Batak. Misalnya dari hal-hal yang kecil yaitu; membiasakan bersosialisasi dengan keluarga, dibawa ke arisan, atau ke pesta adat.

iv. Tanamkan holong/ kasih. Seperti yang telah disampaikan di atas, agar kiranya membiasakan diri saling memberi dan melihat kehidupan yang kurang beruntung di sekitar kita, nah bila kita bisa dan mampu, kita wajib untuk menopang dan menolongnya.

Ibu Doris Baringbing (duduk paling depan) bersama penulis beberapa saat setelah selesai diwawancara.

Transkrip Wawancara

2 Agustus 2005

(24)

Marchi Gulo & Ika Sari Siburian di gedung pertemuan Mayora 2 pada prosesi ‘marsileanan bunga sebelum

prosesi pernikahan secara. Agama dan adat Batak pada 6 April 2013

Ada berapa macam pernikahan secara adat Batak Toba yang anda ketahui?

Yang kami tahu sech ada 2 yaitu; menikah baik-baik dan kawin lari

Di zaman sekarang apakah pernikahan secara adat Batak itu masih sesuatu yang wajib menurut anda? Dan bagaimana pandangan anda mengenai pernikahan secara adat Batak Toba ?

Tentu wajib dilaksanakan bagi keturunan Batak Toba.

Kami fikir hal itu merupakan sesuatu yang unik karena itu secara langsung dan tidak langsung menunjukkan citra diri kita sebagai orang batak dan juga menunjukkan identitas.

Ada berapa macam prosesi yang dapat dipilih apabila pemuda/ pemudi dari suku Batak Toba akan melaksanakan pernikahan secara adat Batak Toba dengan calon pasangan dari luar suku Batak?

Ada 2 yaitu mangain atau tidak (mangulahon)

Tahapan dalam pernikahan secara adat Batak Toba yang anda ketahui 1. Sebelum pernikahan

Pernikahan yang saya lakukan (Ibu I br. Siburian dengan Pak M. Gulo pada tanggal 4 bulan April 2013 di Gedung Mayora II Jakarta Barat. Ika Siburian yang gadis Batak Toba kelahiran Jakarta akan melangsungkan pernikahan secara adat Batak Toba dengan Marchi Gulo pria kelahiran Jakarta yang berasal dari pulau Nias. Marchi dan Ika Siburian sama-sama memiliki keinginan yang kuat untuk melaksanakan pernikahan secara adat Batak Toba, karena mereka memiliki ‘impian’ untuk acara tersebut. Namun Marchi yang sudah memiliki marga ‘Gulo’ dari sukunya tidak ingin memiliki ‘marga’ baru, maka orang tua calon mempelai wanita menyampaikan keadaan tersebut kepada ‘Raja adat’ dan DNT. Diambillah satu jalan tengah, Marchi tidak diberi marga yang baru dari suku Batak Toba tapi pestanya ‘diulahon’ oleh amang boru pengantin wanita yaitu ‘marga Purba’ yang nyata-nyata memiliki DNT. Hal ini dilakukan karena tentunya orang tua Marchi tidak mengerti akan DNT dan tata adat Batak Toba lainnya yang boleh dikatakan hampir 100 % pelaksanaannya dengan menggunakan komunikasi Bahasa Batak Toba. Jadi dalam hal ini orang tua Marchi dituntun dan dibantu oleh ‘marga Purba’ berikut DNTnya.

(25)

a. Marhori-hori dinding

Rapat intern marga untuk menentukan pelaksanaan pestanya seperti apa di masing-masing pihak.

b. Marhusip (bisik-bisik) sudah mendekati final dan sudah merupakan penggambilan keputusan. c. Martonggo raja

2. Saat Pernikahan

a. Marsibuha-buhai (menjemput pengantin wanita dari rumah menuju ke tempat ibadah) b. Pemberkatan

c. Acara adat

3. Sesudah pernikahan

a. Paulak Une b. Manikkir Tangga

Simbol-simbol yang digunakan kepada pasangan pengantin dalam pernikahan secara adat Batak Toba & maknanya ?

7. Boras sipir ni tondi

Sejumput kecil beras diletakkan di atas kepala oleh orang tua pengantin.

Maknanya : karena beras adalah sumber kemakmuran, maka diharap rejeki akan selalu menyertai pasangan pengantin.

8. Ikan Mas

Disuguhkan kepada pasangan pengantin untuk dijadikan konsumsi makan.

Maknanya: Karena ikan mas itu pada umumnya cepat berkembang biak. Dan memunculkan generasi-generasi yang baru atau keturunan. Jadi diharapkan keluarga yang baru terbentuk juga memiliki keturunan yang banyak

.

9. Jumlah Ikan

Yang diberikan kepada kami 1 ekor

Maknanya: barangkali agar kita menyatu dalam arti yang sesungguhnya.

10. Warna Ikan emas

Kuning

Maknanya:Karena kuning menurut pemahaman Batak Toba melambangkan emas yaitu keindahan, kekayaan serta kemakmuran/ hagabeon.

11. Mandar hela

Ada pastinya, yaitu sarung yang diberikan oleh keluarga perempuan kepada pengantin laki-laki.

Apakah ada ketentuan dalam pemilihan warna dan corak mandar hela?

Pemilihan warna ada, yaitu: umumnya berwarna gelap tapi bukan warna hitam. Dan tentang corak ketentuannya harus kotak-kotak atau garis-garis.

Makna mandar hela: kalau ada acara diparboru maka “hela” harus marhobas.

12. Ulos hela

Ada yaitu Ragi Hotang.

Apakah suatu keharusan untuk menggunakan ulos ragi hotang sebagai ulos hela?

Ya. Karena sepengetahuan kami, ragi hotang adalah ulos yang paling tinggi tingkatannya dalam adat Batak Toba dan tentunya keluarga pihak perempuan harus memberikan yang terbaik bagi anggota keluarganya yang baru “hela” agar kelihatan kebahagiannya memperoleh “hela yang baru” dan tentu lebih elegan. Dan klasifikasi, kualitas dan harga dari ragi hotang itu sendiri beraneka ragam. Nah dalam hal ini sedangkan klasifikasi ragi hotang yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan dan kerelaan keluarga mempelai wanita yang juga dipengaruhi oleh seberapa besar mahar atau tuhor yang diberikan oleh keluarga pengantin laki-laki kepada keluarga wanita.

(26)

Apa makna pemberian ulos hela pada pernikahan adat Batak Toba?

Supaya keluarga yang baru terbentuk diberkati berlimpah dan rajin juga ke acara-acara pesta adat Batak tentunya.

Umpasa apa yang digunakan dalam pernikahan secara adat Batak Toba & maknanya:

-maknanya; semacam doa dan harapan akan segala kebaikan bagi pasangan pengantin

Seni tari apa yang digunakan pada pernikahan secara adat Batak Toba?

Tor-tor

Apakah anda pernah mengikuti proses pernikahan adat Batak Toba di daerah lain

Pernah

Apakah terdapat perbedaan dengan proses pernikahan adat Batak Toba di wilayah Jakarta?

Kami fikir ada, hanya saja tidak terlalu banyak, mungkin yang jelas nyata kelihatan adalah dalam hal penggunaan waktu. Di wilayah Jakarta sepertinya lebih ringkas dan simpel.

Dalam proses pernikahan adat Batak Toba ini, apakah anda menemui kendala dalam mengikuti prosesinya?

Tentunya tidak

Mengapa hal tersebut terjadi?

Karena toh ada raja adat dari masing-masing pihak serta orang tua yang membimbing. Jadi dalam hal ini, kita sebagai pengantin hanya tinggal mengikuti aturan atau protokoler yang telah disiapkan sedemikian rupa dari jauh-jauh hari sebelumnya.

Untuk generasi selanjutnya apakah prosesi pernikahan secara adat Batak Toba perlu dilaksanakan?

Sangat perlu. Karena adat itu merupakan suatu kebanggaan bagi orang Batak untuk menunjukkan eksistensinya sebagai keturunan Batak Toba.

Transkrip Wawancara

15 September 2013

Referensi

Dokumen terkait

 Memainkan peranan sebagai papan hitam.  Menjadi alat yang boleh mengawal disiplin murid semasa pengajaran dan pembelajaran dijalankan.  Boleh mengurangkan kebosanan murid

Bimtek Bagi Jurnalis dan Guru Geografi Untuk Meningkatkan Pemahaman Mengenai Fenomena Cuaca dan Iklim Indonesia, serta Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat. Di Kantor

[r]

Kelompok Kerja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun Anggaran

Permeabilitas pada sumur X dilakukan dengan 3 metode yaitu metode Hydraulic Flow Unit, Timur dan Tixier.Metode yang pertama digunakan adalah metode Hydraulic Flow Unit.Pada

What we introduce in the unity of the garden is not only emotional or mental aspects but also is a base affected by them but created an experience, the one in

Tidak diketahui pasti kapan tradisi Rebo Wekasan diselenggarakan oleh masyarakat desa Jepang, Mejobo, Kudus. Menurut penuturan Mastur, Ketua Takmir masjid Wali

Desain pendidikan karakter berbasis nilai- nilai ihsan merupakan pola tindakan konsepsional berupa proses menentukan kondisi belajar dan proses pembelajaran untuk membentuk