• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA. Analisis Perilaku Konsumen Pria Dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Facial Wash MAKALAH NON SEMINAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA. Analisis Perilaku Konsumen Pria Dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Facial Wash MAKALAH NON SEMINAR"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis Perilaku Konsumen Pria Dalam Pengambilan Keputusan

Pembelian Produk Facial Wash

MAKALAH NON SEMINAR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial

MUCHAMMAD NURWIBOWO

1106009526

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI S1 REGULER

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

KEKHUSUSAN PERIKLANAN

DEPOK

DESEMBER 2014

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Abstrak

Nama : Muchammad Nurwibowo Program Studi : S1 Ilmu Komunikasi

Judul : ANALISIS PERILAKU KONSUMEN PRIA DALAM

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PRODUK FACIAL WASH

Berkembangnya pasar kosmetik pria menjadi salah satu kesempatan bagi brand facial wash untuk memperluas jangkauan targetnya. Produsen membuat produk facial wash untuk pria sebagai fenomena kebutuhan baru. Produsen yang bermain di kategori ini berlomba-lomba dan bersaing untuk menjadi pilihan utama konsumen. Tulisan ini hanya membahas secara umum untuk mengetahui dampak perilaku konsumen pria terhadap pengambilan keputusan pembelian produk facial wash.

(7)

Abstract

Name : Muchammad Nurwibowo Study Program : S1 Ilmu Komunikasi

Title : ANALISIS PERILAKU KONSUMEN PRIA DALAM

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PRODUK FACIAL WASH

The development of male cosmetics market to be one opportunity for brand facial wash is to extend their range of the target. Manufacturers make facial wash products for men as

a phenomenon of the

new requirements. Manufacturers playing in this category compete to be the first choice of consumers. This paper only discusses in general to determine the impact of consumer behavior of men towards the purchase decision making facial wash product.

(8)
(9)

BAB I PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, kecantikan dan penampilan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh setiap individu. Setiap individu memiliki kesadaran tinggi untuk merawat penampilan mereka. Dengan melihat peluang yang menggiurkan seperti ini, produsen-produsen produk kecantikan dan perawatan kulit mulai berlomba menawarkan berbagai macam produk ke konsumen. Salah satunya adalah produk facial wash.

Pada dasarnya, produk-produk facial wash digunakan hanya oleh wanita untuk tampil bersih dan menarik sebagai kebutuhannya yang harus terpenuhi. Seiring dengan perkembangan zaman, bukan hanya wanita saja yang dituntut untuk menjaga kebersihan wajah dan penampilannya, melainkan juga pria.

Secara global, beberapa fenomena yang ditemukan dalam kaitannya dengan produk perawatan khusus pria.Di Amerika pada tahun 2003, jumlah penjualan produk perawatan khusus pria mencapai $7.7 juta, meningkat dari nilai sebelumnya sebesar $3.3 juta pada tahun 1995. Di kawasan Asia Pasifik berdasarkan data Euromonitor (2008), rata-rata pertumbuhan pasar kosmetik di wilayah tersebut sebesar 6.78% untuk tahun 2000 hingga tahun 2005. Secara global berdasarkan data Euromonitor (2008), pasar produk kosmetik dan toiletries secara global mengalami pertumbuhan 6% pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2006.

Di dalam ruang lingkup nasional, fenomena yang terjuga juga mendukung pasar. Beberapa fenomena yang terlihat berkaitan dengan potensi pasar perawatan kulit pria dapat dilihat pada survei MarkPlus & Co. pada tahun 2003, bertajuk Future of Men, Study in Indonesia, memaparkan bahwa sudah umum bagi pria untuk melakukan facial, manicure atau pedicure bahkan beroperasi plastik untuk memperbaiki penampilan. Sebanyak 36.67% pria menghabiskan Rp 1,1 – 2 juta per bulan untuk membeli produk-produk perawatan, bahkan ada yang menghabiskan lebih dari Rp 5 juta (3,3%). Data tersebut didukung oleh pernyataan majalah Swa Sembada dalam edisi 18 – 31 Maret 2004, menyebutkan bahwa segmen metroseksual mulai muncul di Indonesia dan menjadi peluang bisnis yang sangat potensial. Dari hasil survei yang dilakukan, Swa Sembada menarik kesimpulan bahwa kaum pria Indonesia membutuhkan kosmetik untuk merawat wajah agar terlihat lebih menarik. Dari segi produsen, berdasarkan Koran Tempo edisi 25 Maret 2010, pasar produk perawatan pria di Indonesia pada segmen pembersih bertumbuh sekitar 32.9% pada tahun 2009 dan pada

(10)

segmen perawatan kulit pria bertumbuh sekitar 46.5% pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran pandangan mengenai perawatan kulit pria baik di internasional maupun di Indonesia.

Data-data pemasaran di atas didukung oleh fakta ilmiah dari dunia kedokteran kulit. Dari hasil riset Mustika Ratu (2009), kelembaban kulit pria berbeda dengan wanita. Oleh sebab itu, kebutuhan dan keinginan akan atribut-atribut produk facial wash untuk pria berbeda juga.

Data dan fakta yang berhubungan tersebut memiliki hubungan dengan peningkatan penggunaan produk perawatan kulit oleh pria secara global dan nasional. Menyadari peluang tersebut, perusahaan yang bergerak di industri facial wash wanita mulai memproduksi produk facial wash khusus untuk pria. Facial wash yang atribut-atributnya dibuat khusus untuk memenuhi kebutuhan pria merupakan salah satu strategi yang dibuat para produsen facial wash untuk memperluas segmen pasarnya, Tidak hanya dari golongan pria metroseksual, tetapi juga dari golongan pria secara umum seperti salah satunya, mahasiswa. Pergeseran dan perluasan segmentasi pengguna produk facial wash khusus pria ini adalah fenomena yang menarik untuk ditulis.

I. II Rumusan Masalah

Pada perkembangannya, bukan hanya pria metroseksual saja yang menggunakan produk kosmetik khusus pria, melainkan juga pria pada umumnya. Secara psikografis menurut Nielsen (2010), kaum pria terdiri atas segmen pria metroseksual (13%), pria rata-rata (29%), dan pria konservatif (58%). Perbandingan persentase segmen antara user dan non-user mengindikasikan bahwa keputusan penggunaan produk perawatan pria telah diterima oleh semua segmen psikografis.

Menurut data kuantitatif, total belanja produk perawatan pria meningkat menjadi 11,89 triliun (Nielsen, 2011). Angka yang cukup besar ini ternyata didominasi oleh cologne dan facial wash. Facial wash menjadi peringkat kedua dengan 17% dari total pengeluaran di bawah cologne yang menguasai 68% (Nielsen, 2011). Angka ini mengindikasikan kesempatan yang besar bagi merek-merek yang bermain di kategori facial wash pria.

Berbagai pilihan produk facial wash pria yang berasal dari merek produk kecantikan wanita muncul dengan memberikan variasi bagi penggunanya. Menurut Kotler dan Keller (2009:4), produk adalah segala sesuatu untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Kebutuhan baru yang dibentuk oleh industri kecantikan mendorong pria untuk mencari produk facial wash yang sesuai dengan dirinya. Pada tahap awal sebelum terjadinya

(11)

pembelian, mereka menilai sebuah produk dari beberapa aspek. Aspek merek, harga, kualitas, desain, kemasan, dan label mempengaruhi keputusan pembeliannya (Kotler dam Keller, 2009:10).

Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasi semua ini, yang menunjukkan identitas pembuat atau penjual produk atau jasa, Kotler dan Armstrong (2008:275).

Harga juga memiliki pengaruh yang besar terhadap pemilihan produk. Menurut Winardi dalam Mudmainah (2002:13), harga ialah jumlah uang yang menyatakan nilai tukar suatu kesatuan benda tertentu.

Menurut Heizer dan Render dalam Narjono (2012:7), kualitas adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi.

Menurut Kotler dan Keller (2009:10), desain (design) adalah totalitas fitur yang mempengaruhi tampilan, rasa dan fungsi produk berdasarkan kebutuhan pelanggan.

Menurut Tjiptono (2008:106), kemasan produk adalah proses yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah (container) atau pembungkus (wrapper) untuk suatu produk.

Menurut Kotler dan Armstrong (2008:276), label merupakan penanda sederhana hingga rangkaian huruf rumit yang ditempelkan pada produk.

Masalah yang terjadi pada penulisan ini adalah bagaimana faktor-faktor perilaku konsumen menyebabkan seseorang memilih suatu produk merek tertentu dibandingkan produk-produk merek lain. Penulis juga ingin melihat tujuan utama dari konsumen memilih suatu produk. Hal ini diindikasikan dari adanya dinamika keenam aspek sebagai nilai jual produk yang terus bersaing dan juga dipengaruhi perilaku konsumen itu sendiri yang berubah-ubah dan berbeda-beda. Pemain lama pada kategori sabun pembersih wajah seperti Biore, Vaseline, Nivea mulai harus bersaing dengan Loreal, Garnier, bahkan Ponds. Hal ini menunjukan persaingan pasar di kategori facial wash pria semakin ketat. Di sisi lain, konsumen diuntungkan karena mendapat berbagai variasi pilihan.

Penulisan ini dilakukan untuk mengetahui tujuan dan nilai jual apa yang menjadi kebutuhan utama kaum pria terhadap produk facial wash. Pengetahuan akan pengambilan keputusan kaum pria ini dapat digunakan sebagai dasar rujukan dalam menentukan manajemen iklan produk-produk facial wash khusus pria.

(12)

I.III Identifikasi Masalah

1. Bagaimana perilaku konsumen pria mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian produk facial wash?

2. Apa tujuan utama konsumen pria menggunakan produk facial wash?

3. Aspek apa yang dianggap paling efektif mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian produk facial wash?

I.IV Tujuan Penulisan

1. Untuk melihat bagaimana perilaku konsumen pria mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian produk facial wash.

2. Untuk tujuan utama konsumen pria menggunakan produk facial wash.

3. Untuk melihat aspek yang paling efektif mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian produk facial wash.

(13)

Bab II

Landasan Konseptual

II.I Konsep Perilaku Konsumen

Schiffman dan Kanuk (2010:23) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang ditampilkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Pengertian ini dikombinasikan dengan pengertian berikutnya yang menitikberatkan pada proses pengambilan keputusan. Menurut Mangkunegara (2002), perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan barang-barang ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan. Pada tulisan ini, perilaku konsumen hanya yang terjadi pada individu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

Menurut Kotler dan Armstrong (2008), pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik sosial, pribadi, dan psikologis. Biasanya pemasar tidak dapat mengendalikan faktor-faktor semacam itu, tetapi mereka harus memperhitungkannya, yaitu:

Faktor-faktor sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga, serta peran dan status sosial konsumen.

1). Kelompok

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok (group) kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dan tempat di mana seseorang menjadi anggotanya disebut kelompok keanggotaan. Sebaliknya, kelompok referensi bertindak sebagai titik perbandingan atau titik referensi langsung (berhadapan) atau tidak langsung dalam membentuk sikap atau perilaku seseorang.

2). Keluarga

Anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan telah diteliti secara ekstensif. Pemasar tertarik pada peran dan pengaruh suami, istri, serta anak-anak dalam pembelian barang dan jasa yang berbeda.

(14)

3). Peran dan status sosial konsumen

Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. Peran terdiri dari aktifitas yang diharapkan dilakukan seseorang menurut orang-orang yang ada di sekitarnya. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Orang seringkali memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat.

Faktor-faktor pribadi

Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia dan tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dalam konsep diri.

1). Usia dan tahap siklus hidup

Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering kali berhubungan dengan usia. Pembelian juga dibentuk oleh tahap siklus hidup kuluarga dan tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga ketika mereka menjadi matang dengan berjalannya waktu.

2). Pekerjaan

Menurut Kotler dan Keller (2009,197), pekerjaan dan keadaan ekonomi adalah pengaruh yang besar dalam perilaku konsumen. Keduanya dapat mempengaruhi konsumen terhadap jenis produk dan jasa yang dipilih.

3). Situasi ekonomi

Menurut Setiadi (2003), situasi ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan, dan hartanya (termasuk persentase yang mudah dijadikan uang), kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan tabungan.

4). Gaya hidup

Menurut Kotler dan Keller (2009, 200) sama halnya dengan Asch dan Wolfe (2001, 24), gaya hidup di sisi lain mengacu pada cara seseorang untuk hidup seperti yang dinyatakan dalam activities, interest, dan opinions yang objektif. Gaya hidup melibatkan pengukuran dimensi AIO utama pelanggan. Activities/kegiatan meliputi pekerjaan, hobi, belanja, olahraga, acara, sosial), interest/minat meliputi makanan, pakaian, keluarga, rekreasi, dan opinions/pendapat meliputi tentang diri mereka, masalah sosial, bisnis, produk. Gaya hidup menangkap sesuatu yang lebih

(15)

dari sekedar kelas sosial atau kepribadian seseorang. Gaya hidup menampilkan profil seluruh pola tindakan dan interaksi seseorang di dunia. Jika digunakan secara cermat, konsep gaya hidup dapat membantu pemasar memahami nilai konsumen yang berubah dan bagaimana gaya hidup mempengaruhi perilaku pembelian.

5). Kepribadian dan konsep diri

Kepribadian setiap orang jelas mempengaruhi tingkah laku pembelian. Kepribadian mengacu kepada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respon yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri. Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti sifat -sifat seperti percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, dan keagresifan. Kepribadian dapat bermanfaat untuk menganalisis tingkah laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu.

Faktor Psikologis Motivasi

Schiffman dan Kanuk (2010:106) mengartikan motivasi sebagai tenaga pendorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak. Tenaga pendorong tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Setiadi (2003:94) mendefinisikan motivasi konsumen adalah keadaan di dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan.

Persepsi Konsumen

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia (Schiffman dan Kanuk, 2010). Senada dengan hal itu, Atkinson dan Hilgard mengemukakan bahwa persepsi adalah proses di mana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek stimulus masuk ke dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson dan Hilgard, 1991: 209).

(16)

II.II Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen

Proses pengambilan keputusan pembelian konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2010) meliputi pencarian kebutuhan (need recognition), pencarian sebelum membeli (prepurchase search), dan evaluasi alternatif (evalution of alternatives) yang berhubungan dengan experience, dan bidang psikologis (motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan tingkah laku). Output dan hasil pengambilan keutusan meliputi perilaku pasca memutuskan (post decision behavior) yaitu pembelian (percobaan, mengulangi pembelian), dan evaluasi pasca pembelian (Schiffman dan Kanuk, 2010).

Peter dan Donnelly (2011) mengatakan tahapan yang dilalui oleh konsumen ketika melakukan pembelian adalah penganalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian. Jelaslah bahwa proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian. Untuk itu, perilaku konsumen dapat dipengaruhi dari tahap paling awal proses pengambilan keputusan pembelian.

Tahapan pengambilan keputusan pembelian, yaitu: a. Pengenalan Kebutuhan / masalah

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan yang nyata dengan keadaan yang diinginkan, kebutuhan ini dapat diaktifkan oleh stimuli atau ekstern.

b. Pencarian Informasi

Konsumen yang tergerak oleh stimuli akan berusaha mencari lebih banyak informasi. Biasanya jumlah pencarian yang dilakukan konsumen meningkat ketika konsumen bergerak dari situasi penyelesaian masalah terbatas ke penyelesaian ekstensif. Sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari empat kelompok yaitu:

1). Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan

2). Sumber komersial: iklan, tenaga penjual, pedagang perantara, pengemas pertunjukkan

3). Sumber umum: media massa, organisasi rating konsumen

(17)

c. Evaluasi Alternatif

Konsep dasar tertentu akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen. Kita melihat konsumen berusaha memuaskan kebutuhan. Konsumen tersebut mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Konsumen memandang rangkaian atribut produk sebagai nilai jual yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan tersebut.

d. Keputusan Pembelian

Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk presensi diantara merek-merek dalam kelompok pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk maksud pembelian untuk membeli merek yang paling disukai, yang kedua adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Konsumen membentuk suatu maksud pembelian atas dasar faktor-faktor seperti pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan.

Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari suatu keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dirasakan (perceived risk). Pembelian yang mahal melibatkan suatu pengambilan risiko, konsumen tidak dapat merasa pasti mengenai hasil dari pembelian. Besarnya risiko berbeda-beda menurut jumlah uang yang dikeluarkan, besar tidaknya kepastian atribut dan besarnya kepercayaan diri konsumen.

e. Perilaku Setelah Pembelian

Setelah membeli produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas dan terlibat dalam perilaku pasca pembelian yang harus diperhatikan oleh pemasar. Yang menentukan kepuasan atau ketidakpuasan pembeli terhadap suatu pembelian adalah terletak pada hubungan antara ekspektasi konsumen dan kinerja anggapan produk. Jika produk tidak memenuhi ekspektasi, konsumen kecewa; jika produk memenuhi ekspektasi, konsumen puas; jika produk melebihi ekspektasi, konsumen sangat puas. Semakin besar kesenjangan antara ekspektasi dan kinerja, semakin besar pula ketidakpuasan konsumen. hal ini menunjukkan bahwa penjual hanya boleh menjanjikan apa yang dapat diberikan mereknya sehingga pembeli terpuaskan (Kotler, 2008).

(18)

Bab III Pembahasan

Pada dasarnya, produk facial wash adalah produk kategori sabun yang dinyatakan mampu membersihkan wajah, mengontrol minyak wajah, melembutkan kulit wajah, dan mencegah jerawat (Ansari, 2009). Identifikasi fungsional ini disesuaikan dengan kebutuhan para penggunanya. Di Indonesia, diversifikasi fungsi produk facial wash adalah memutihkan kulit wajah karena atribut ini dibutuhkan oleh penggunanya.

Pemetaan produk-produk facial wash ini ditentukan oleh brand. Seperti menurut Kotler dan Armstrong (2008:275), merek mempengaruhi calon pembeli dalam menilai sebuah produk. Dalam kategori facial wash, ada 2 jenis turunan produk yang digunakan brand di pasar (Ansari, 2009). Pertama, brand yang hanya menangani produk facial wash secara khusus (Garnier, Biore). Kedua, brand yang merupakan turunan dari brand yang lebih besar yang menangani kategori produk lain (Ponds, Nivea, Vaseline, Loreal).

Kedua pembagian jenis produk ini mempengaruhi faktor persepsi konsumen terhadap brand. Persepsi terhadap kualitas produk facial wash yang ditangani brand yang memiliki jenis produk lain (sabun, shampoo, dll) akan terpengaruh oleh citra brand secara keseluruhan.

Aspek berikutnya yang memiliki pengaruh besar adalah harga. Harga sangat berhubungan dengan konsep perilaku konsumen pada faktor pribadi dan psikologis. Faktor pekerjaan, situasi ekonomi, dan gaya hidup, sangat menentukan apakah pembeli memilih produk facial wash berdasarkan harganya. Selain kemampuan pembelian, motivasi juga mempengaruhi pada skala prioritas mana produk facial wash ditempatkan.

Dari sisi motivasi, produk facial wash tidak memiliki nilai yang signifikan sehingga konsumen seringkali mencoba berbagai merek sampai menemukan yang paling pas (Kusumastuti, 2014). Namun, untuk jenis-jenis konsumen tertentu, level of involvement tinggi disebabkan kebutuhan kesehatan kulit dan penampilan (Kusumastuti, 2014).

Level of involvement yang tinggi menunjukkan kualitas produk memegang pengaruh yang besar terhadap pilihan konsumen. Kualitas produk facial wash sendiri tidak selamanya dilihat secara linear, tetapi berdasarkan kecocokan dengan kulit penggunanya sehingga tidak terjadi iritasi dan masalah yang tidak diharapkan (Kusumastuti, 2014).

Seperti definisinya, facial wash adalah kategori produk sabun krim cair yang berarti termasuk barang konsumtif. Oleh sebab itu, aspek desain dan kemasan menyatu menjadi desain kemasan untuk menunjang produk dari luar. Desain kemasan memberikan nilai visual

(19)

untuk meningkatkan atraktivitas sebelum konsumen mengetahui kualitas produk itu sendiri (Ansari, 2009).

Aspek terakhir yang mungkin tidak dianggap begitu penting adalah label. Namun menurut Holmes (2012), pada produk facial wash, label “for men” mengindikasikan bahwa produk tersebut memang diperentukan untuk mereka. Hal ini juga yang digunakan brand-brand untuk membentuk persepsi sebagai upaya memperluas pasar. Selain itu, label yang menunjukkan untuk jenis-jenis kulit tertentu mempengaruhi pemilihan produk (Holmes, 2012).

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh aspek demografis seperti usia dan kelas ekonomi. Menurut hasil penelitian Herdiyanti (2013), kebutuhan tertinggi facial wash terletak di usia 20-35 tahun. Kelas ekonomi berdampak pada bagaimana konsumen menilai seberapa penting produk facial wash baginya.

Pada penelitiannya, Herdiyanti (2013) juga menekankan pemilihan produk facial wash pada tujuan dan kecocokannya dengan citra merek. Sesuai hasil hipotesisnya, setiap merek produk memiliki citra identik yang bisa dinilai sebagai keunggulannya dari produk lain. Hasil penelitian Herdiyanti (2013) menunjukkan produk Clean & Clear identik dengan pencegah jerawat. Biore Men dan Vaseline Men memiliki asosiasi sebagai facial wash paling bersih. Nivea Men dan Ponds dipersepsikan sebagai produk yang memutihkan wajah. Sedangkan, Loreal Men dianggap sebagai produk premium yang memenuhi segala kebutuhan kulit wajah pria.

Pria yang dalam pemilihan produk dipengaruhi tujuannya melihat nilai jual dan keunggulan produk sebagai dasar pemilihannya (Roedel, 2006). Di sisi lain, wanita lebih mengedepankan merek produk facial wash dan kecocokannya (Kusumastuti, 2014). Pada penelitan Herdiyanti (2013), nilai jual dan kecocokan produk menempati peringkat pertama sebagai hal yang paling mempengaruhi pembelian. Harga dan referensi dari teman (word of mouth) menempati posisi kedua dan ketiga. Dengan mengetahui tujuan konsumen, brand dapat menyesuaikan positioning dengan kebutuhan konsumen.

Brand produsen facial wash diharapkan semakin cermat menyesuaikan dengan pertimbangan konsumen. Pada penelitian (Kusumastuti, 2014, p.91), perilaku konsumen memiliki implikasi pada strategi brand. Konsumen mengutamakan kualitas dan memiliki tingkat triability tinggi. Oleh sebab itu, produsen diharapkan menjaga kualitas produknya.

Perusahaan juga harus meningkatkan citra merek karena berdasarkan penelitian merek merupakan aspek yang dominan walaupun lebih berpengaruh di konsumen wanita (Kusumastuti, 2014). Di sisi lain, Sedikit konsumen yang melakukan pembelian akibat

(20)

terpengaruh iklan. Brand harus menyiapkan strategi promosi yang efektif lain di luar iklan. Tempat terjadinya pembelian produk facial wash yaitu di supermarket sehingga seharusnya perusahaan meningkatkan keberadaan produk dan tingkat distribusinya di supermarket (Kusumastuti, 2014).

Tahapan terakhir dari proses pengambilan keputusan adalah perilaku setelah pembelian. Perilaku setelah pembelian baik berupa pembelian kembali, advokasi dan sebaliknya. Hal ini terlihat kecil, tetapi dapat berdampak besar pada keseluruhan proses pengambilan keputusan jangka panjang.

Perilaku setelah pembelian sangat penting karena proses pengambilan keputusan tidak berhenti pada pembelian pertama saja. Berdasarkan penelitian (Herdiyanti, 2013), referensi dari orang lain memegang peran penting keputusan pembelian. Referensi teman, saudara, keluarga berkaitan dengan perilaku sosial konsumen yang memliki pengaruh besar. Referensi ini dapat berdampak pada pengambilan keputusan secara umum.

Berdasarkan tren pada pasar facial wash pria, banyak produk untuk pria dari berbagai brand memiliki arti bahwa konsumen memiliki banyak alternatif dalam pembeliannya (Panyachokchai, 2013). Konsumen dapat mengubah pilihannya dengan mudah jika mereka merasa kurang puas dengan brand tertentu. Oleh sebab itu, brand-brand yang bermain di pasar facial wash harus menjaga kepercayaan konsumen tetapnya dan memperkuat kredibilitasnya (Panyachokchai, 2013).

(21)

Bab IV Penutup IV.I Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Produk facial wash sudah menjadi kebutuhan pria secara umum. Namun,. pengaruh tingkat level of involvement yang rendah menyebabkan mereka memiliki triability tinggi. Oleh karena itu, konsumen pria mudah beralih antar brand

2. Tidak seperti wanita, tujuan pria menggunakan facial wash dapat terukur. Mereka menggunakannya dengan tujuan untuk kebersihan, membuat kulit lebih cerah, mengurangi jerawat, dan mengurangi kulit berminyak. Tujuan ini berhubungan langsung dengan atribut yang ditawarkan brand facial wash. 3. Pada kategori produk facial wash ini mendapat temuan bahwa mayoritas

konsumen pria melihat produk facial wash dari kualitas, harga, rekomendasi, dan merek (berdasarkan urutan). Aspek kualitas terkait dengan tujuan utama pria menggunakan suatu produk karena motivasi pria muncul berdasarkan tujuannya.

IV.II Saran

Adapun saran yang diajukan oleh penulis antara lain: (1) Saran bagi produsen. Pengaruh rasionalitas konsumen pria seharusnya dimanfaatkan brand untuk menyediakan produk dan pelayanan terbaik. Brand dapat mempelajari pengambilan keputusan konsumennya melalui faktor-faktor perilaku konsumen yang berdampak signifikan dalam menentukan pembeliannya. (2) Saran bagi penelitan selanjutnya. Analisis studi kasus pada brand tertentu akan lebih menarik dan memperlihatkan dampak perilaku konsumen terhadap pengambilan keputusan secara lebih empirik.

(22)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Aaker, D. A., McLoughlin, D. (2009). Strategic Market Management: Global Perspectives. Chichester: John Wiley & Sons.

Haizer, J., & Render, B. (2012). Operations Management Flexible Version. Orlando: Pearson.

Kotler, P., & Armstrong, G. M. (2008). Principles of Marketing. New York: Pearson/Prentice. Kotler, P., & Keller, K. (2009). Marketing Management. miami: Pearson.

Schiffman, L. G., Kanuk, L. L., & Wisenblit, J. (2010). Consumer Behaviour. New York: Prentice Hall.

Peter, J. P., & Jr, J. D. (2014). Management, A Preface to Marketing. London: McGraw-Hill/Irwin.

Skripsi, Tesis, Disertasi

Imama, R. (2013). Pengaruh Sosial dan Pribadi Terhadap Pengambilan Keputusan

Kosmetik Wardah di Kabupaten Jember. Jember: Fakultas Ekonomi Universitas

Jember.

Irawan, V. (2011). Pengembangan Model Perilaku Konsumen Pria Dalam Membeli Produk

Perawatan Kulit Di Indonesia. Jakarta: Ultima Management.

Kunto, Y. S. (2007). Analisis Pasar Pelanggan Produk Facial Wash di Kota Surabaya. Surabaya: Universitas Kristen Petra.

Kusumastuti, F. (2014). Studi Perilaku Pembelian Konsumen Pada Produk Face Wash. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.

Wardani, H. (2010). Analisis Ketidapuasan Konsumen, Kebutuhan Mencari Variasi Produk,

Harga Produk, dan Iklan Produk Pesaing Terhadap Keputusan Perpindahan Merek dari Sabun Pembersih Wajah Biore. Semarang: Universitas Diponegoro.

Jurnal

Blanchin, A. (2010). The Customer Behavior in The Men's Cosmetic Market. Hogskoland: Halmstad.

Cheng, F. S. (2010). Factors Affecting Consumption Behavior Of Metrosexual. International

Review of Business Research Papers, 12.

Conway, S. (2012). An Anatomy of Male Shopper. journal of consumer behavior, 5. Panyachokchai, K. (2013). A Study of Factors Affecting Brand Loyalty: A Case. Bangkok:

Assumption University.

Roedel, A. (2006). The Evolution of Masculinity: Marketing and The Appearance of Man. Chicago: DR Works Press.

Berita Online

Kaplan, M. (2011, December 9). Behavioral Differences Between Men and Women

Influence. Retrieved November 28, 2014, from

http://www.practicalecommerce.com/articles/3732-UnderstandingAffluent-Male-Online-Shopping-Behavior

Kaplan, M. (2012, September 13). Understanding Affluent Male Online Shopping Behavior. Retrieved November 28, 2014, from Pratical Ecommerce:

(23)

http://www.practicalecommerce.com/articles/3732-UnderstandingAffluent-Male-Online-Shopping-Behavior

Kumar, A. (2012, august 21). 10 companies doing online marketing right. Retrieved November 28, 2014, from Singlegrain: http://www.singlegrain.com/blog/10-companies-doingonline-marketing-right/

Start By Labeling It 'For Men' . (2012, April 26). Retrieved November 30, 2014, from The

Wall Street Journal:

http://online.wsj.com/articles/SB10001424052702304811304577365902173161004

Artikel dari Database

Simponi, R. R. (2011, December 18). Indonesian Household Increased Spending on Male

Grooming Products. Retrieved November 28, 2014, from id nielsen:

www.id-nielsen.com

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi minat beli konsumen, peneliti mengambil judul ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK

Dalam tahapan ini, pencarian informasi yang dilakukan oleh konsumen dapat dibagi kedalam dua level tingkat keterlibatan pencarian, yaitu level pertama adalah

Selama proses pengambilan keputusan pembelian konsumen, pentingnya reference group telah ditunjukkan dalam tahap awal yaitu ketika mencari informasi dan tahap berikutnya

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah suatu keputusan konsumen sebagai pemilikan tindakan dari dua atau lebih pilihan alernatif

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah suatu keputusan konsumen sebagai pemilikan tindakan dari dua atau lebih pilihan alernatif

pembelian berasal dari keluarga atau teman, (c) Evaluasi alternatif pada tahap ini sebagian besar konsumen tidak mengkonsumsi produk herbal lain sedangkan konsumen

5) Pemakai, orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa. Ada lima tahap yang harus dilalui konsumen dalam proses pembelian, sngenalan masalah, pencarian

“konsumen akan melalui lima tahap dalam pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, perilaku pasca pembelian Model Lima Tahap Proses Keputusan