• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan buruknya prognosis gagal ginjal kini merupakan masalah yang menjadi sorotan para praktisi kesehatan. Penyakit ginjal kronis (PGK) telah menjadi beban penyakit dunia (Hwang et al., 2010). Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah pasien, tingginya risiko progresi penyakit menjadi Penyakit Ginjal Tahap Akhir (End Stage Renal Disease/ESRD), dan buruknya morbiditas serta mortalitas akibat gagal ginjal. Insidensi penyakit ginjal kronis diperkirakan mencapai 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya dari tahun 1995-1999 di Amerika serikat (Suwitra, 2009). Berdasarkan survey populasi, minimal 6% populasi dewasa di Amerika Serikat mengalami PGK tahap 1 dan 4,5% populasi mengalami PGK tahap 3 dan 4 (Bargman, 2010).

Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya dan di negara berkembang lainnya, insidensi ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk

(2)

pertahun (Suwitra et al., 2009). Di India, dengan populasi lebih dari 1 milyar, peningkatan insidensi PGK menjadi masalah besar, baik dari segi pelayanan kesehatan, maupun beban ekonomi di masa mendatang (Singh et al., 2013).

Berdasarkan 4th Report of Indonesian Renal Registry (IRR), yang dilakukan oleh Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), penyebab PGK pada pasien hemodialisis baru dari tahun 2011 didapat sebagai berikut: Gromeluropati Primer/GNC 14%, Nefropati Diabetika 27%, Nefropali Lupus/SLE 1%, Penyakit Ginjal Hipertensi 34%, Ginjal Polikistik 1%, Nefropati Asam Urat 2%, Nefropati obstruksi 8%, Pielonefritis kronik/PNC 6% dan lain-lain 6% serta sebab tidak diketahui 1% (PERNEFRI, 2011).

Menurut Kidney Disease: Improving Global Outcome (KDIGO), penyakit ginjal kronis (PGK) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dengan Laju Fitrasi Gromerulus (LFG) <60mL/min/1,73m2 selama 3 bulan atau lebih dengan berbagai kausa yang mendasari (Levey et al., 2005).

Obstruksi ureter unilateral (unilateral ureteral obstruction/UUO) pada mencit merupakan model penyakit kronis progresif ginjal yang paling sering digunakan karena dapat menggambarkan perkembangan gangguan ginjal

(3)

secara klinis (Yang & Liu, 2002). Obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan stasis aliran urin dan peningkatan tekanan traktus urinari, gangguan ginjal dan fungsi saluran kemih, serta penyebab sering terjadinya gagal ginjal akut dan kronis (Seifter, 2010). Tingginya tekanan pelvis ginjal diteruskan duktus koligentes ke korteks sehingga terjadi atrofi ginjal (Alpers, 2009). Hilangnya massa ginjal (atrofi ginjal) dan peningkatan kerentanan infeksi lokal, serta pembentukan batu ginjal dapat terjadi pada obstruksi kronis (Seifter, 2010). Obstruksi juga memicu reaksi peradangan interstitium yang akhirnya menyebabkan fibrosis interstitium (Alpers, 2009).

Dalam beberapa tahun terakhir, diketahui peran vitamin D dalam tubuh tidak sekadar untuk menjaga keseimbangan metabolisme kalsium dan fosfat. Vitamin D aktif atau 1,25 dihydroxyvitamin D [1,25(OH)2D3] atau

kalsitriol memiliki peran yang lebih luas terkait keterlibatan sistem endokrin vitamin D dalam regulasi sistem imun, pertumbuhan selular, siklus, proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis sel (Borges et al., 2011; Clinton, 2013).

Vitamin D berperan pada dua jalur yang paling berpengaruh dalam patogenesis penyakit ginjal, yaitu

(4)

Renin-Angiotensin System (RAS) dan NF-κB (Li & Batuman, 2009; Li, 2010). RAS adalah suatu kaskade regulasi dengan Angiotensin (Ang) II sebagai efektor sentral (Li, 2010). Ang II disintesis melalui dua tahapan enzimatis: tahap pertama angiotensinogen dipecah menjadi Ang I oleh enzim renin, tahap kedua Ang I diubah menjadi Ang II oleh Angiotensin Converting Enzyme/ACE. Aksi Ang II beragam mulai dari aksi fisiologis hingga patologis, terutama pada sistem kardiovaskular dan ginjal (Rüster & Wolf, 2006). Sementara itu, NF-κB merupakan faktor transkripsi yang berperan penting dalam inflamasi akut dan kronis melalui regulasi ekspresi gen (Tian et al., 2007). NF-κB meregulasi gen yang terlibat dalam inflamasi, proliferasi, dan fibrogenesis, dan telah diketahui memiliki peran penting dalam penyakit ginjal (Sanz et al., 2010).

Beberapa literatur menyebutkan pengaruh vitamin D dan analognya terhadap progresi penyakit ginjal pada berbagai intervensi, seperti Unilateral Ureteral Obstruction/UUO, subtotal nefrektomi, 5/6 nefrektomi, dan nefropati diabetik (Kuhlmann et al., 2004; Makibayashi et al., 2001; Panichi et al., 2001; Schwarz et al., 1998). Pada mencit dengan 5/6 nefrektomi,

(5)

paricalcitol (analog vitamin D) menekan aktivasi RAS lokal dalam ginjal dan mengurangi kerusakan glomerular dan tubulointerstitial secara signifikan dan menurunkan tekanan darah dan proteinuria, menunjukkan pentingnya blokade RAS dalam prevensi penurunan fungsi ginjal (Freundlich et al., 2008).

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah cedera sel epitel tubulus pada model Unilateral Ureteral Obstruction/UUO pada mencit yang diberikan vitamin D lebih rendah dibandingkan mencit yang tidak diberikan vitamin D?

2. Apakah proliferasi sel epitel tubulus pada model Unilateral Ureteral Obstruction/UUO pada mencit yang diberikan vitamin D lebih rendah dibandingkan mencit yang tidak diberikan vitamin D?

3. Apakah terdapat korelasi antara skor cedera tubulus dengan proliferasi sel?

I.3 Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian mengenai vitamin D dan analognya telah dilakukan dengan metode studi

(6)

eksperimental (uji klinis). Aspek yang dilihat meliputi indeks glomerulosklerosis, ekskresi albumin, proliferasi sel mesangial, proteinuria dan lain-lain.

Studi Schwarz et al. (1998) mengkaji efek vitamin D terhadap glomerulosklerosis pada model mencit subtotal nefrektomi. Hasil studi tersebut adalah mencit dengan pemberian vitamin D menunjukkan indeks glomerulosklerosis lebih rendah, ekskresi albumin lebih rendah, jumlah sel positif pengecatan PCNA lebih sedikit, dan ekspresi TGF-β1 lebih rendah dibanding mencit yang diintervensi dengan etanol (Schwarz et al., 1998).

Studi Panichi et al. (2001) mengkaji efek vitamin D terhadap proliferasi sel mesangial pada model mencit nefritis. Hasil studi menunjukkan bahwa pemberian vitamin D mengurangi proteinuria secara signifikan, inhibisi ekskresi IL-6, mengurangi rerata diameter gromerular, menghambat akumulasi sel polimorfonuklear glomerular, mengurangi apoptosis sel dan proliferasi sel mesangial (Panichi et al., 2001).

Berbeda dengan dua studi sebelumnya, Makibayashi et al. (2001) menggunakan vitamin D analog untuk memperbaiki cedera glomerulus pada mencit dengan glomerulonefritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

(7)

vitamin D dan analognya (22-oxa-calcitriol) menurunkan albuminuria secara signifikan, menurunkan kadar serum urea (BUN), menekan proliferasi glomerular, menurunkan jumlah sel positif PCNA secara signifikan, menurunkan indeks glomerulosklerosis, menurunkan ekspresi protein glomerular (kolagen tipe I dan IV, α-SMA, dan TGF-β1) (Makibayashi et al., 2001).

Studi Kuhlmann et al. mengkaji efek vitamin D dalam menurunkan kehilangan dan hipertrofi podosit pada model mencit subtotal nefrektomi. Hasil penelitian menunjukkan terapi vitamin D menurunkan albuminuria secara signifikan, meningkatkan densitas kapiler glomerulus karena penurunan indeks glomerulosklerosis, mencegah hiperplasia sel mesangial dan sel endotel, mengurangi cedera podosit.

Beberapa studi lainnya mengkaji pemberian vitamin D atau analognya sebagai terapi tambahan dalam mengatasi kerusakan ginjal (Mizobuchi et al., 1806; Mustafar et al., 2014). Studi ini mengkaji pengaruh vitamin D terhadap cedera dan proliferasi sel epitel tubulus pada model mencit UUO. Perbedaan studi ini dengan studi yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain:

(8)

a. Model mencit yang digunakan, yaitu model mencit UUO.

b. Aspek kerusakan ginjal yang diobservasi dalam studi ini, yaitu cedera dan proliferasi sel epitel tubulus.

c. Intervensi yang diberikan, yaitu pemberian vitamin D tanpa analognya dan/atau obat lain.

I.4 Tujuan Penelitian

a. Mengkaji efek pemberian vitamin D dalam mengurangi cedera sel epitel tubulus.

b. Mengkaji efek pemberian vitamin D dalam mengurangi proliferasi sel epitel tubulus.

c. Mengetahui korelasi antara skor cedera tubulus dengan proliferasi sel.

I.5 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Umum

Meningkatkan efektivitas pengobatan kerusakan dan penyakit ginjal dengan penggunaan vitamin D sebagai agen renoprotektif.

b. Manfaat Khusus

Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit ginjal kronis, terutama dengan nefropati obstruksi sebagai

(9)

penyebabnya, serta mengetahui karakteristik cedera dan proliferasi sel epitel tubulus.

Manfaat dalam bidang kesehatan adalah mengetahui fungsi lain vitamin D sebagai penunjang terapi penyakit kronis dan autoimun.

Manfaat dalam bidang pendidikan adalah penelitian ini dapat memicu timbulnya penelitian-penelitian lain mengenai pengaruh vitamin D terhadap penanda kerusakan ginjal lainnya.

Manfaat bagi klinisi dan komunitas adalah menjelasakan patofisiologi nefropati obstruksi yang dapat menjadi penyebab penyakit ginjal kronis serta penggunaan vitamin D sebagai terapi penunjang penyakit ginjal kronis sehingga klinisi mampu mengobati pasiennya secara lebih baik dengan efek samping minimal.

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan protokol yang digunakan untuk membuat koneksi Packet-Switched dengan performa yang tinggi dan dapat digunakan di atas berbagai macam interface jaringan.. Untuk

Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.. Badan Permusyawaratan Desa

Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang

Sehubungan hal itu perlu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengkaji dosis substitusi azolla dalam pakan komersil sebagai pakan yang memberikan nilai tinggi

Pengaruh struktur Pengendalian Internal Dalam Meningkatkan Efesiensi Penyaluran Kredit Pada LEMBAGA PERKREDITAN DESA di Kabupaten BADUNGA.

Ada 11 partisipan (27,5%) yang mengetahui bahwa sopi adalah minuman beralkohol, 4 partisipan (10%) mengatakan sopi merupakan minuman beralkohol yang dijadikan

MITRA RETAIL HARAPAN INDAH BLOK P4 NO.06 KEL.. DELTA MANDIRI

Rumusan masalah dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: “Apakah dengan menggunakan metode bermain peran akan meningkatkan hasil belajar siswa padap mata pelajaran PKn