• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI KPBS PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI KPBS PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI KPBS

PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI KPBS

PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

SKRIPSI

MAWAR KHARISMA WARDHANI H34060169

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

i

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI KPBS

PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

(2)

ii RINGKASAN

MAWAR KHARISMA WARDHANI. Optimalisasi Produksi Susu Pasteurisasi di KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI).

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya penerapan sistem produksi berdasarkan pesanan (job order) dalam menjalankan usaha pengembangan pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan. Sistem

job order membawa dampak positif juga negatif bagi produksi susu pasteurisasi di

KPBS Pangalengan. Dengan sistem job order, kuantitas permintaan pasar lebih terjamin sehingga KPBS dapat meminimalisir kerugian akibat tidak terjualnya produk yang dihasilkan. Namun, adanya sistem job order membuat keputusan produksi bergantung pada jumlah pesanan yang belum tentu sesuai dengan kapasitas mesin, tenaga kerja, ketersediaan bahan baku utama yaitu susu segar serta ketersediaan bahan tambahan yang dimiliki KPBS Pangalengan.

Adanya sistem job order dalam memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan, akan mempengaruhi pengalokasian sumberdaya seperti susu segar, mesin, tenaga kerja, serta bahan baku tambahan, yang pada gilirannya akan berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh KPBS Pangalengan. Oleh karena itu, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu: (1) Menganalisis alokasi pengunaan sumberdaya (khususnya bahan baku susu segar) untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan; (2) Menganalisis faktor yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi; (3) Menganalisis dampak sistem job order terhadap keuntungan KPBS Pangalengan.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa daerah Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi susu di Indonesia. MT KPBS dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu unit usaha pengolahan susu yang merupakan koperasi primer susu teladan tingkat nasional dan mempelopori produksi susu pasteurisasi prepack dan

cup. Pengumpulan data ini dilakukan mulai bulan Februari-Maret 2010.

Berdasarkan hasil analisis Linear Programming (LP) diketahui bahwa selama periode amatan KPBS Pangalengan masih belum mampu memanfaatkan seluruh bahan baku susu segar yang disediakan untuk produk susu pasteurisasi. Rataan persentase susu segar yang diproduksi hanya sebesar 54.8 persen. Peningkatan pemanfaatan susu segar hingga sepuluh persen dari total penerimaan susu segar di MT dapat meningkatkan keuntungan KPBS sebesar 78.62 persen. Hasil keluaran model juga menunjukan, pada kondisi aktual sumberdaya yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi adalah mesin packaging, job order cup strawberry, serta job order cup cokelat. Sementara sumberdaya lainnya seperti kemasan prepack, kemasan cup strawberry, kemasan cup cokelat, penutup kemasan cup strawberry, penutup kemasan cup cokelat, dan tenaga kerja langsung (TKL) pada kondisi aktual justru mengalami kelebihan dengan persentase kelebihan persediaan rata-rata sebesar 10.74 persen.

Sistem job order juga berdampak negatif pada keuntungan KPBS Pangalengan karena menyebabkan KPBS Pangalengan kehilangan keuntungan

(3)

iii potensial sebesar empat persen dari total keuntungan pada kondisi aktual. Dampak negatif dari sistem job order ini dapat dihilangkan dengan cara meningkatkan kapasitas jam kerja TKL minimal sebesar 12 persen, dan ketersediaan mesin

packaging minimal sebesar 11 persen. Pada kondisi tersebut KPBS memiliki

peluang untuk meningkatkan keuntungan sebesar 10.57 persen dari keuntungan pada kondisi aktual

Agar persentase peningkatan keuntungan dari realokasi sumberdaya pada kedua skenario dapat dicapai, KPBS Pangalengan perlu melakukan pengkajian ulang terkait dengan sistem pemasaran produknya. Sehingga produksi susu pasteurisasi tidak hanya bergantung pada permintaan distributor dari sistem job

order.

(4)

iv

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI KPBS

PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

MAWAR KHARISMA WARDHANI H34060169

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(5)

v Judul Skripsi : Optimalisasi Produksi Susu Pasteurisasi di KPBS

Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat. Nama : Mawar Kharisma Wardhani

NIM : H34060169

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. NIP. 19580908 198403 1 002

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

vi PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Optimalisasi Produksi Susu Pasteurisasi di KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2010

Mawar Kharisma Wardhani H34060169

(7)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Juni 1988. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Nandang Ruhimat dan Ibunda Imas Rokayah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pangalengan VIII pada tahun 2000, dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri 1 Pangalengan. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan di SMU Negeri 1 Pangalengan pada tahun 2006.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006, kemudian pada tahun 2007, penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai mayor serta Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai minor.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Paduan Suara Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Agriaswara sebagai Sekretaris Divisi Kesekretariatan periode 2008-2009, serta beberapa kepanitian yang bersifat sementara. Penulis tercatat sebagai penerima dana hibah PKM bidang Kewirausahaan pada tahun 2008. Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Ekonomi Umum periode 2008-2009. Selama menyelesaikan kuliah penulis juga tercatat sebagai penerima Beasiswa dari Tanoto Foundation untuk tahun 2008-2010.

(8)

viii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Optimalisasi Produksi Susu Pasteurisasi di KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat.”

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alokasi pengunaan sumberdaya (khususnya bahan baku susu segar) untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan, menganalisis faktor yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi, serta menganalisis dampak sistem job order terhadap keuntungan KPBS Pangalengan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2010

(9)

ix UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Eva Yolynda Aviny, SP. MM selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Lusi Fausiah, MEc yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis atas bantuan yang diberikan selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi.

5. Orangtua, kakak, serta keluarga tercinta untuk setiap do’a, dukungan, cinta kasih, perhatian serta semangat yang selalu diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik

6. Tanoto Foundation atas bantuan beasiswa serta dorongan untuk selalu memberikan prestasi terbaik selama masa kuliah.

7. Pihak KPBS Pangalengan atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.

8. Petani Peternak Sapi Anggota KPBS Pangalengan atas informasi serta pengalaman luar biasa yang diberikan.

9. Firza Maudi atas kesediannya sebagai pembahas dalam seminar dan saran maupun masukan yang diberikan untuk perbaikan skripsi.

10. Sandi Rengga Firmansyah, Chika, Presti, Egha, Mila, Nidha, Yadoy, Dhea, Mah Atie dan keluarga atas dukungan, semangat, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi.

(10)

x 11. Teman-teman AGB 43, teman satu bimbingan Evi, Firza, dan Sarwanto serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat dituliskan satu persatu.

Bogor, Juli 2010

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 6 1.3. Tujuan ... 7 1.4. Manfaat ... 7 1.5. Ruang Lingkup ... 8 II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Peran Koperasi dalam Perkembangan Agribisnis Persusuan ... 9

2.2. Sistem Pemasaran Produk di Koperasi ... 12

2.3. Penelitian Optimalisasi Produksi ... 13

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 16

3.1.1 Teori Produksi ... 16

3.1.2 Kombinasi Optimum ... 17

3.1.3 Teori Optimalisasi Produksi ... 19

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

IV METODE PENELITIAN ... 25

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 25

4.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 26

4.3.1 Konstruksi Model Linear Programming ... 26

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 30

5.1. Sejarah dan Perkembangan KPBS Pangalengan ... 30

5.2. Visi, Misi, dan Tujuan KPBS Pangalengan ... 32

5.3. Lokasi dan Tata Letak Kantor dan Pabrik Milk Treatment (MT) KPBS Pangalengan ... 33

5.4. Wilayah Kerja KPBS Pangalengan ... 34

5.5. Unit Usaha KPBS Pangalengan ... 34

5.6. Organisasi KPBS Pangalengan ... 40

5.6.1 Rapat Anggota ... 41

5.6.2 Penggurus KPBS Pangalengan ... 41

5.6.3 Pengawas KPBS Pangalengan ... 42

5.6.4 Manajemen KPBS Pangalengan ... 43

5.6.4.1 Manager dan Kepala Bagian ... 43

5.6.4.2 Koordinator Tempat Pengumpulan Koperasi (TPK) ... 44

(12)

xii

5.7. Keanggotaan KPBS Pangalengan ... 44

5.7.1 Prosedur Menjadi Anggota ... 45

5.7.2 Kewajiban dan Hak Anggota KPBS Pangalengan ... 46

5.7.3 Perkembangan Anggota KPBS Pangalengan Selama Lima Tahun Terakhir ... 48

5.8. Milk Treatment (MT) KPBS Pangalengan ... 49

5.8.1 Profil dan Sejarah Singkat MT KPBS Pangalengan ... 49

5.8.2 Struktur Operasional dan Ketenagakerjaan di MT KPBS Pangalengan ... 50

5.8.3 Peralatan Produksi di MT KPBS Pangalengan ... 51

5.8.3.1 Peralatan Pengolahan Susu ... 51

5.8.3.2 Sarana Penunjang Produksi ... 55

5.9. Proses Pengolahan Susu ... 57

5.9.1 Proses di Tingkat Peternak ... 57

5.9.2 Proses di Tingkat TPK ... 58

5.9.3 Proses Pengangkutan Susu dari TPK ke MT ... 59

5.9.4 Proses di Laboratorium ... 59

5.9.5 Pengolahan Susu Pasteurisasi di MT ... 60

5.9.5.1 Susu Pasteurisasi Prepack ... 61

5.9.5.2 Susu Pasteurisasi Cup ... 63

5.10. Pemasaran Susu di KPBS ... 65

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

6.1. Menentukan Fungsi Tujuan ... 67

6.2. Menentukan Fungsi Kendala ... 70

6.2.1 Kendala Ketersediaan Bahan Baku Susu Segar ... 70

6.2.2 Kendala Ketersediaan Bahan Tambahan ... 72

6.2.2.1 Kendala Ketersediaan Kemasan Prepack ... 72

6.2.2.2 Kendala Ketersediaan Kemasan Cup ... 74

6.2.2.3 Kendala Ketersediaan Penutup Kemasan Cup ... 76

6.2.3 Kendala Ketersediaan Tenaga Kerja Langsung (TKL) ... 78

6.2.4 Kendala Ketersediaan Mesin Packaging ... 83

6.2.5 Kendala Job Order ... 88

6.3. Keluaran Model Linear Programming ... 89

6.3.1 Pengunaan Sumberdaya ... 90

6.3.1.1 Penggunaan Bahan Baku Susu Segar . 91 6.3.1.2 Penggunaan Bahan Tambahan ... 93

6.3.1.3 Penggunaan Tenaga Kerja Langsung ... 99

(13)

xiii 6.3.2 Pengaruh Sistem Job Order Terhadap

Keuntungan KPBS Pangalengan ... 102

6.3.2.1 Pengaruh Sistem Job Order Prepack . 102 6.3.2.2 Pengaruh Sistem Job Order Cup ... 104

6.3.3 Analisis Sensitivitas ... 106

6.3.3.1 Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan ... 106

6.3.3.2 Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala (RHS) ... 107

6.3.4 Analisis Pasca Optimal ... 120

6.3.4.1 Skenario I : Menghilangkan Dampak Negatif Job Order ... 121

6.3.4.2 Skenario II : Peningkatan Pemanfaatan Susu Segar ... 125

6.3.4.3 Skenario III : Pengaruh Peningkatan Harga Beli Susu Segar Terhadap Keuntungan KPBS Pangalengan ... 132

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 134

7.1. Kesimpulan ... 134

7.2. Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 136

(14)

xiv DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Populasi Sapi, Produksi Susu Segar, dan Produktivitas

Sapi di Indonesia (2004-2009) ... 3 2. Perkembangan Jumlah Anggota serta Ternak Milik Anggota

KPBS Pangalengan (2005-2009) ... 48 3. Perbandingan Standar Kualitas Susu di MT

KPBS Pangalengan dengan SNI ... 60 4. Perkembangan Nilai Keuntungan Penjualan Susu Pasteurisasi

Berdasarkan Jenis di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan .. 68 5. Kebutuhan Susu Segar Berdasarkan Jenis Susu Pasteurisasi,

serta Ketersediaan Susu Segar di KPBS Pangalengan

Selama 12 bulan ... 71 6. Produksi Susu Pasteurisasi Prepack, Penggunaan, Ketersediaan,

serta Nilai Koefisien Kemasan Prepack di KPBS Pangalengan

Selama 12 bulan ... 73 7. Penggunaan, serta Ketersediaan Kemasan Cup Strawberry,

dan Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan

Selama 12 bulan ... 75 8. Penggunaan, serta Ketersediaan Penutup Kemasan Cup

Strawberry, ... dan Penutup Kemasan Cup Cokelat di KPBS

Pangalengan Selama 12 bulan ... 77 9. Ketersediaan, serta Nilai Koefisien TKL untuk Produksi

Susu Pasteurisasi Prepack di KPBS Pangalengan

Selama 12 bulan ... 79 10. Ketersediaan, serta Nilai Koefisien TKL untuk Produksi

Susu Pasteurisasi Cup Strawberry, dan Cup Cokelat

di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan ... 80 11. Jumlah Ketersediaan Jam Kerja TKL untuk Produksi Susu

Pasteurisasi Prepack, Cup Strawberry, dan Cup Cokelat

di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan ... 81 12. Perbandingan Ketersediaan Jam Kerja TKL Berdasarkan

Perhitungan dengan Ketersediaan pada Formulasi Kendala

di KPBS Pangalengan ... 82 13. Ketersediaan, serta Nilai Koefisien Mesin Packaging

untuk Produksi Susu Pasteurisasi Prepack di KPBS

(15)

xv 14. Ketersediaan, serta Nilai Koefisien Mesin Packaging untuk

Produksi Susu Pasteurisasi Cup Strawberry, dan Cup Cokelat

di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan ... 85 15. Jumlah Ketersediaan Jam Kerja Mesin Packaging untuk

Produksi Susu Pasteurisasi Prepack, Cup Strawberry, dan

Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan ... 86 16. Perbandingan Ketersediaan Jam Kerja Mesin Packaging

Berdasarkan Perhitungan dengan Ketersediaan pada Formulasi Kendala di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan ... 87 17. Jumlah Permintaan Distributor Terhadap Susu Pasteurisasi

Prepack, Cup Strawberry, dan Cup Cokelat Melalui Sistem

Job Order di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan ... 88 18. Pemanfaatan Susu Segar Menjadi Susu Pasteurisasi di KPBS

Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual ... 92 19. Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Kemasan Prepack

di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model

Mendekati Aktual ... 94

20. Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Kemasan Cup Strawberry di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model

Mendekati Aktual ... 95

21. Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model

Mendekati Aktual ... 96

22. Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Penutup Kemasan

Cup Strawberry di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model

Mendekati Aktual ... 97

23. Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Penutup Kemasan

Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model

Mendekati Aktual ... 98

24. Hasil Analisis Penggunaan Jam Kerja TKL di KPBS

Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual ... 99

25. Hasil Analisis Harga Bayangan Jam Kerja Mesin Packaging di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model

Mendekati Aktual ... 101

26. Hasil Analisis Harga Bayangan Job Order Prepack di KPBS

(16)

xvi 27. Hasil Analisis Harga Bayangan Job Order Cup Strawberry

dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi

Model Mendekati Aktual ... 104

28. Perbandingan Keuntungan KPBS Pangalengan Pada Model

dengan Kendala Job Order dan Tanpa Kendala Job Order .... 106

29. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Baku Susu Segar di KPBS Pangalengan Pada Kondisi

Model Mendekati Aktual ... 109

30. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Tambahan Kemasan Prepack di KPBS Pangalengan Pada

Kondisi Model Mendekati Aktual ... 110

31. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Tambahan Kemasan Cup Strawberry dan Kemasan

Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi

Model Mendekati Aktual ... 112

32. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Tambahan Penutup Kemasan Cup Strawberry dan Penutup Kemasan Cup Cokelat ... di KPBS Pangalengan Pada Kondisi

Model Mendekati Aktual ... 113

33. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL di KPBS Pangalengan Pada Kondisi

Model Mendekati Aktual ... 115

34. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging di KPBS Pangalengan Pada

Kondisi Model Mendekati Aktual ... 117

35. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Batas Produksi Kendala

Job Order Prepack di KPBS Pangalengan Pada Kondisi

Model Mendekati Aktual ... 118

36. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Batas Produksi Kendala

Job Order Cup Strawberry dan Job Order Cup Cokelat

di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model

Mendekati Aktual ... 120

37. Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kendala Jam

(17)

xvii 38. Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging Pada

Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kendala

Jam Kerja Mesin Packaging Pada Model Skenario I ... 123

39. Ketersediaan Kendala Kemasan Prepack Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kemasan

Prepack Pada Model Skenario II ... 126

40. Ketersediaan Kendala Kemasan Cup Strawberry Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kemasan

Cup Strawberry Pada Model Skenario II ... 127

41. Ketersediaan Kendala Kemasan Cup Cokelat Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kemasan

Cup Cokelat Pada Model Skenario II ... 128

42. Ketersediaan Kendala Penutup Kemasan Cup Strawberry dan Penutup Kemasan Cup Cokelat Pada Model Awal dan

Perhitungan Perubahan Ketersediaan Penutup Kemasan

Cup Strawberry dan Penutup Kemasan

Cup Cokelat Pada Model Skenario II ... 129

43. Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Jam Kerja

TKL Pada Model Skenario II ... 130

44. Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan

Jam Kerja Mesin Packaging Pada Model Skenario II ... 131

45. Perbandingan Nilai Keuntungan Pada Kondisi Awal Dengan Nilai Keuntungan Pada Saat Harga Beli Susu

(18)

xviii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Proses Produksi ... 16 2. Kurva Kemungkinan Produksi ... 17 3. Diagram Alur Pemikiran Operasional ... 24 4. Pengelompokan Unit-Unit Usaha di KPBS Pangalengan

ke dalam Sistem Agribisnis dan Agroindustri ... 40 5. Diagram Alir Susu Pasteurisasi Prepack di KPBS

Pangalengan ... 63 6. Diagram Alir Susu Pasteurisasi Cup Strawberry dan Cup

Cokelat di KPBS Pangalengan ... 64 7. Rantai Tataniaga Susu di KPBS Pangalengan ... 65

(19)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Denah Pabrik MT KPBS Pangalengan ... 140

2. Peta Wilayah Kerja KPBS Pangalengan ... 142

3. Struktur Organisasi KPBS Pangalengan ... 143

4. Struktur Operasional MT KPBS Pangalengan ... 144

5. Peralatan Produksi Susu Pasteurisasi di MT KPBS Pangalengan ... 145

6. Sarana Penunjang Produksi Susu Pasteurisasi di MT KPBS Pangalengan ... 147

7. Perhitungan Keuntungan Susu Pasteurisasi Prepack ... 148

8. Perhitungan Keuntungan Susu Pasteurisasi Cup Strawberry 149

9. Perhitungan Keuntungan Susu Pasteurisasi Cup Cokelat .... 150

10. Perbandingan Kombinasi Produksi Susu Pasteurisasi Pada Kondisi Aktual dengan Kombinasi Produksi Pada Model Mendekati Aktual ... 151

11. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual ... 152

12. Hasil Olahan Model Skenario I ... 153

(20)

1 BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan salah satu komponen yang penting untuk dikembangkan. Sebagian besar hasil peternakan merupakan sumber pangan dan protein yang sangat penting bagi masyarakat. Menurut Daryanto (2007) pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan rata-rata pendapatan penduduk, dan penciptaan lapangan pekerjaan.

Salah satu komponen dari subsektor peternakan yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah agribisnis persusuan. Kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan agribisnis persusuan. Susu merupakan salah satu komoditas peternakan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Susu mengandung nilai gizi pangan cukup tinggi karena banyak kebutuhan tubuh terkandung di dalamnya. Susu mempunyai keistimewaan dalam mengimbangi kekurangan zat gizi pangan lain. Selain itu, susu mudah dicerna dan diserap oleh tubuh (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, 2004).

Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan jumlah yang menurut data statistik 2009 sekitar 231 juta jiwa1. Perubahan pola hidup, serta semakin berkembangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi bahan makanan yang tidak hanya mengenyangkan akan tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan, menjadikan Indonesia sebagai pasar yang besar dan potensial untuk berbagai jenis komoditas yang menonjolkan manfaat bagi tubuh dan kesehatan seperti susu. Menurut Sulaeman (2003) permintaan terhadap produk

1

----.2009. Jumlah Penduduk Indonesia 2009. http://www.Jurnalnet.com [Januari, 2010]

(21)

2 peternakan termasuk susu, memiliki sifat normal atau mewah sehingga akan meningkat cepat atau bahkan lebih cepat dari laju peningkatan pendapatan konsumen.

Peluang pasar yang begitu besar bagi agribisnis persusuan sejauh ini nampaknya belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para peternak sapi perah di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari adanya ketidakseimbangan antara konsumsi nasional dan produksi susu nasional. Sebagian besar susu yang tersedia dan beredar di pasaran merupakan produk impor. Menurut Rusdiana (2009) kontribusi produk susu nasional masih sangat kecil, itu pun harus melalui “perjuangan” dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) untuk meningkatkan quota dan harga beli susu segar produksi dalam negeri. Saat ini produksi susu dalam negeri baru bisa memasok tidak lebih dari 30 persen permintaan nasional, sisanya 70 persen berasal dari impor (Daryanto, 2007).

Pada periode tahun 2007 jumlah produksi susu segar nasional adalah 567,683 ton/tahun. Padahal tingkat konsumsi susu (baik segar maupun olahan) pada tahun yang sama adalah 7,12 kg per tahun (Ditjennak, 2009). Dengan perhitungan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 224,196 juta (BPS, 2009), maka dapat diperkirakan permintaan susu pada tahun tersebut kurang lebih sebesar 1.596.275,52 ton/tahun, jauh di atas produksi susu segar nasional. Perkembangan produksi susu segar nasional dipengaruhi oleh jumlah populasi sapi perah di Indonesia. Jumlah populasi sapi, produksi, serta produktivitas sapi di Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 dilihat pada Tabel 1.

(22)

3 Tabel 1. Jumlah Populasi Sapi, Produksi Susu Segar, dan Produktivitas Sapi di

Indonesia (2004 – 2009) Tahun Populasi Sapi (ekor) Produksi Susu Segar (ton) Produktivitas (ton/ekor) 2004 364,062 549,945 1.51 2005 361,351 535,962 1.48 2006 369,008 616,549 1.67 2007 374,067 567,683 1.52 2008 457,577 646,953 1.41 2009* 486,994 679,331 1.39 Rata-Rata 402,176 599,403 1.50

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2009, diolah Keterangan : * Data merupakan angka sementara

Dari Tabel 1 dapat dilihat dari tahun ke tahun pengembangan jumlah populasi sapi perah Indonesia relatif lambat. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab lambatnya perkembangan produksi susu nasional. Selain karena jumlah populasi sapi perah yang masih sedikit, dengan rataan populasi selama enam tahun terakhir sebanyak 402,176 ekor. Rendahnya produksi susu nasional juga disebabkan oleh rendahnya produktivitas sapi di Indonesia. Dari Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa rataan produktivitas sapi Indonesia dalam kurun waktu enam tahun terakhir sebesar 1,50 ton/tahun. Padahal, sapi jenis Friesian Holstein yang terkenal dengan produksi susunya dapat berproduksi lebih dari 6,350 ton/tahun, hingga 25 ton/tahun (Bappenas, 2008). Dengan tingkat produktivitas sapi saat ini maka untuk memenuhi konsumsi nasional Indonesia membutuhkan paling tidak tambahan 920,099 ekor sapi perah.

Produksi susu ditentukan oleh skala usaha sapi perah dan kegiatan proses produksinya. Pada umumnya skala usaha peternakan sapi perah di Indonesia merupakan usaha peternakan rakyat (skala kecil) yang memiliki sapi perah kurang dari lima ekor, atau memiliki rata-rata tiga ekor sapi perah betina sehingga pengusahaanya kurang efisien. Usaha ternak sapi perah di Indonesia kebanyakan masih bersifat tradisional, oleh peternak kecil, dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Daryanto (2007) mengemukakan bahwa skala ekonomis

(23)

4 pengusahaan sapi perah baru bisa dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor sapi per peternak.

Skala usaha yang kecil ini berpengaruh terhadap lemahnya bargaining

power peternak terutama ketika berhadapan dengan pasar. Kepemilikan sapi yang

sedikit menyebabkan susu yang dapat diproduksi perharinya pun jumlahnya terbatas. Hal ini jelas menjadi kendala bagi peternakan sapi di Indonesia jika ingin mendapatkan harga jual susu yang lebih tinggi serta penjualan yang kontinu dengan cara memasok susunya ke industri pengolahan susu (IPS). Menjual susu segar ke IPS memang lebih menguntungkan dibandingkan dengan menjualnya langsung ke pasar akan tetapi jarang sekali ada IPS yang bersedia menerima penjualan susu segar langsung dari petani peternak kecil. IPS pada umumnya membutuhkan susu dalam jumlah yang besar, kontinu, dan dengan kualitas tertentu yang memenuhi standar IPS. Dengan kondisi seperti saat ini, akan sangat sulit bagi peternak sapi di Indonesia untuk dapat memenuhi permintaan IPS tersebut. Oleh karena itulah perlu suatu lembaga yang mampu melakukan

collective action dengan menampung, dan memberikan perlakuan agar susu segar

dari para peternak memenuhi standar kualitas IPS, atau bahkan menjadi IPS dengan menampung susu dari peternak dan melakukan kegiatan produksi sendiri.

Instruksi Presiden nomor 2 tahun 1982 menyebutkan bahwa “produksi susu dalam negeri ditingkatkan melalui usaha modernisasi peternakan sapi perah rakyat yang dibina dalam wadah koperasi.” Selain memudahkan pembinaan peternakan oleh pemerintah, koperasi juga menjadi lembaga yang penting bagi peternak sebagai alat untuk membangun kekuatan ekonominya sekaligus lembaga yang paling dekat dengan peternak. Koperasi merupakan lembaga yang tepat untuk menjembatani antara peternak sapi dengan IPS. Ada beberapa manfaat yang diperoleh peternak dengan bergabung dalam koperasi antara lain: kemudahan pelayanan kesehatan ternak; reproduksi modern; permodalan; kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan ternak dan peternak; kemudahan memasarkan susu; akses informasi dalam hal teknis, pasar, maupun teknologi.

Dilihat dari perkembangan serta kontribusinya terhadap pendapatan negara, koperasi susu merupakan satu-satunya bentuk koperasi yang dapat dikatakan paling maju di Indonesia. Salah satu koperasi persusuan yang cukup

(24)

5 terkenal karena merupakan koperasi primer yang menjadi motor penggerak koperasi sekunder persusuan nasional (GKSI) adalah Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan (Baga, 2009).

KPBS Pangalengan memiliki dua alternatif dalam mengalokasikan susu segar yang diterima dari anggotanya. Alternatif pertama adalah menjual ke IPS dalam bentuk susu dingin, alternatif kedua adalah mengolah susu yang diterima dari anggota menjadi produk akhir seperti susu pasteurisasi. Dua alternatif ini membawa konsekuensi tersendiri bagi kegiatan usaha KPBS. Menjual susu ke IPS memang menguntungkan jika dilihat dari jaminan permintaan pasar. IPS biasanya secara kontinu membeli susu segar dari koperasi yang menjadi mitranya, selama susu yang disetor koperasi memenuhi standar kualitas yang ditetapkan IPS. Akan tetapi, pada posisi ini koperasi memiliki bargaining power yang lemah karena susu segar merupakan bahan baku bagi IPS yang cenderung dibeli dengan harga yang relatif murah. Koperasi bersaing dengan produk susu dari negara lain yang harganya relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga jual susu dari koperasi, dengan kualitas yang biasanya lebih baik dari susu yang dijual koperasi. Dampak negatif lain yang ditimbulkan dari alternatif pertama adalah jatuhnya nilai tambah produk akhir susu ke IPS. Dengan melakukan pengolahan susu segar yang dijual koperasi, IPS memiliki peluang untuk memperoleh laba besar atas pemberiaan nilai tambah pada susu segar. Melakukan pengolahan sendiri terhadap susu segar yang diterima dari anggota sehingga menjadi produk akhir dalam bentuk susu pasteurisasi merupakan alternatif yang dapat ditempuh KPBS Pangalengan untuk meningkatkan harga beli susu dari peternak, dan mengurangi ketergantungan pada Industri Pengolahan Susu (IPS).

Meningkatkan harga beli susu ditingkat konsumen akhir dengan cara memberikan nilai tambah lewat serangkaian kegiatan pengolahan memiliki dampak positif bagi KPBS. Pengolahan dapat mengalihkan nilai tambah produk akhir dari IPS ke KPBS, serta memperpendek rantai pemasaran susu. Sehingga, seyogyanya KPBS mampu membayar susu yang disetor oleh para peternak anggotanya dengan harga yang lebih tinggi. Seperti halnya alternatif pertama, mengolah susu segar menjadi produk akhir berupa susu pasteurisasi juga memiliki kendala berupa pemasaran produk akhir. Kendala pasar menyebabkan

(25)

6 pengalokasian susu segar untuk alternatif pertama tidak dapat optimal dan sesuai dengan keinginan koperasi. Agar usaha pengolahan susu yang dilakukan KPBS dapat berlanjut, diperlukan suatu kemampuan produksi dan pemasaran yang efisien agar produk akhir yang dihasilkan KPBS Pangalengan mampu bersaing dengan produk sejenis yang bisa jadi di produksi oleh IPS. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji kinerja pengolahan susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan sebagai alternatif dalam mengolah susu segar dari anggotanya.

1.2. Perumusan Masalah

Pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi merupakan upaya KPBS Pangalengan dalam meningkatkan penerimaan melalui peningkatan harga jual susu di tingkat konsumen, dengan cara memberikan nilai tambah pada susu segar yang diterima dari anggotanya. Pengolahan susu pasteurisasi dapat memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan KPBS. Selain dapat meningkatkan penerimaan, pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi juga dapat mengurangi ketergantungan koperasi terhadap Industri Pengolahan Susu (IPS), serta meningkatkan kesempatan kerja.

Dalam menjalankan usaha pengembangan pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi KPBS Pangalengan menerapkan sistem produksi berdasarkan pesanan atau yang mereka sebut dengan istilah job order. Melalui sistem job

order jumlah produksi serta kombinasi produk susu pasteurisasi tergantung dari

jumlah pesanan (order). Sistem job order membawa dampak positif juga negatif bagi produksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan. Dengan sistem job order, kuantitas permintaan pasar lebih terjamin sehingga KPBS dapat meminimalisir kerugian akibat tidak terjualnya produk yang dihasilkan. Namun, adanya sistem

job order membuat keputusan produksi bergantung pada jumlah pesanan yang

belum tentu sesuai dengan kapasitas mesin, tenaga kerja, ketersediaan bahan baku utama yaitu susu segar serta ketersediaan bahan baku lainnya.

Adanya sistem job order dalam memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan akan mempengaruhi pengalokasian sumberdaya seperti susu segar, mesin, tenaga kerja, serta bahan baku tambahan yang pada gilirannya akan

(26)

7 berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh KPBS Pangalengan. Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini adalah:

1) Bagaimana alokasi pengunaan sumberdaya (khususnya bahan baku susu segar) untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan?

2) Apa yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi?

3) Bagaimana dampak sistem job order terhadap keuntungan dari penjualan susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan?

4) Apa yang harus dilakukan KPBS Pangalengan untuk meningkatkan pemanfaatan susu segar, serta menghilangkan dampak negatif sistem job

order?

1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) Menganalisis alokasi pengunaan sumberdaya (khususnya bahan baku susu segar) untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan.

2) Menganalisis faktor yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi.

3) Menganalisis dampak sistem job order terhadap keuntungan KPBS Pangalengan.

1.4. Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dijadikan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengembangan susu terutama susu pasteurisasi. Secara rinci penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Manajemen KPBS Pangalengan dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai acuan menentukan perencanaan produksi susu pasteurisasi yang optimal 2. Bagi Mahasiswa penelitian ini dapat menjadi ajang penerapan ilmu produksi

(27)

8 3. Kalangan akademis dan umum dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai referensi tambahan terhadap aplikasi metode optimalisasi produksi maupun penelitian lanjutan terkait dengan susu pasteurisasi.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini meliputi produksi susu pasteurisasi berbentuk prepack dan

cupyang dihasilkan sebuah koperasi susu di Indonesia yaitu KPBS Pangalengan.

Meskipun KPBS Pangalengan merupakan sebuah lembaga berbentuk koperasi namun, pada penelitian ini yang akan dikaji hanyalah salah satu unit produksinya saja. Sehingga, KPBS Pangalengan dipandang sebagai sebuah perusahaan yang menghasilkan susu olahan berupa susu pasteurisasi. Penelitian ini akan berfokus pada produksi susu pasteurisasi dalam bentuk prepack 500 ml dan cup rasa strawberry dan cokelat berukuran 160 ml saja.

(28)

9 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Koperasi Dalam Perkembangan Agribisnis Persusuan

Koperasi memiliki peran penting bagi perkembangan agribisnis persusuan di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia. Di Uruguay dan India koperasi susu telah berkembang sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan hampir 90 persen dari total produksi susu nasionalnya. Di Australia dan Selandia Baru, koperasi susu bahkan mampu menghasilkan tiga perempat produk susu yang dikonsumsi dunia. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Daryanto (2007) dan Rizki (2009). Di Indonesia koperasi juga memegang peranan penting dalam perkembangan agribisnis persusuan. Dilihat dari perkembangan serta kontribusinya terhadap pendapatan negara, koperasi susu merupakan satu-satunya bentuk koperasi yang dapat dikatakan paling maju di Indonesia. Kebanyakan koperasi besar di Indonesia merupakan koperasi persusuan seperti GKSI, KPSBU, KPBS yang beberapa kali membuktikan kinerja serta perannya dengan menjadi koperasi teladan tingkat Nasional.

Data dari Dewan Persusuan Nasional (2008) menunjukan bahwa tidak kurang dari 90 ribu peternak yang memelihara sekitar 300 ribu ekor sapi perah dengan rata-rata produksi 1300 ton susu segar bergabung dalam wadah Koperasi. Koperasi merupakan wadah yang digunakan oleh para peternak untuk meningkatkan kesejahteraannya. Ada beberapa manfaat yang diperoleh peternak dengan bergabung dalam koperasi seperti kemudahan dalam hal pengadaan pelayanan kesehatan ternak, reproduksi modern, permodalan, kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan ternak juga peternak, kemudahan memasarkan susu, akses informasi dalam hal teknis, pasar maupun teknologi seperti yang dikemukakan oleh Sulaeman (2003).

Koperasi mempunyai peran yang cukup strategis untuk menopang perkembangan persusuan di Indonesia. Salah satu peran koperasi dalam mengembangkan agribisnis persusuan adalah dengan melakukan pengolahan. Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh baik oleh koperasi maupun oleh peternak dengan melakukan pengolahan. Selain meningkatkan penerimaan, pengolahan juga dapat meningkatkan bargaining power koperasi ketika berhadapan dengan pasar, serta mengurangi ketergantungan koperasi terhadap IPS. Syaiful (2010)

(29)

10 dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pengolahan susu segar yang dilakukan koperasi memiliki dua kelebihan. Pertama dapat memberikan diversifikasi usaha bagi koperasi sehingga dapat melatih kemandirian dan entrepreneur, kedua meningkatkan jangkauan distribusi susu segar di pasar output kepada masyarakat untuk dapat dikonsumsi dengan biaya yang lebih murah dan menyehatkan.

Di Indonesia pengolahan susu segar menjadi produk akhir di koperasi salah-satunya terbatas menjadi susu pasteurisasi. Asari et all (2002) menyatakan bahwa mengolah susu segar yang diterima dari anggotanya menjadi susu pasteurisasi merupakan bentuk diversifikasi usaha yang paling banyak dilakukan oleh koperasi peternakan di Indonesia. GKSI (2009) mencatat lebih dari 50 persen koperasi susu di Indonesia memproduksi susu pasteurisasi sebagai alternatif produknya. Alasan koperasi memproduksi susu pasterisasi sebagai alternatif peningkatan nilai tambah terhadap susu segar yang diterima dari anggotanya seperti yang dikemukakan oleh Asari et all (2002) antara lain disebabkan karena: Pertama teknologi yang digunakan dalam proses produksi susu pasteurisasi relatif sederhana. Menurut Ulum dan Danasaputra (2004) Ada dua metoda yang umumnya digunakan pada proses pasteurisasi susu. Pertama adalah metode LTLT (Low Temperature Long Time), dan yang kedua adalah metoda HTST (High Temperature Short Time). Kedua metode membutuhkan alat serta prosedur yang sederhana. Pada dasarnya pasteurisasi susu dilakukan dengan pemanasan susu sampai suhu tertentu kemudian dilanjutkan dengan pendinginan susu dengan cepat agar mikroba yang masih hidup tidak tumbuh kembali.

Asari et all (2002) juga mengemukakan alasan kedua koperasi memilih susu pasteurisasi sebagai alternatif produk olahan susu segar yang diterima dari anggotanya adalah karena harga jual susu pasteurisasi lebih terjangkau konsumen, dibandingkan dengan produk olahan susu lainnya seperti susu UHT, yougurt, mantega , dan keju. Proses serta peralatan produksi yang sederhana menyebabkan biaya untuk melakukan proses pengolahan susu pasteurisasi pun relatif lebih rendah dibandingkan dengan proses pengolahan susu menjadi produk akhir lain seperti UHT, mentega, atau keju. Biaya yang rendah akan berdampak pada lebih rendahnya penetapan harga susu pasteurisasi dibandingkan produk olahan lainnya.

(30)

11 Menurut Halim (2009) salah-satu strategi yang dapat diterapkan koperasi untuk meningkatkan daya saing produknya adalah menetapkan harga yang lebih rendah dibandingkan harga produk sejenis yang dihasilkan pesaing. Karena pada umumnya koperasi memiliki keterbatasan dalam hal pemasaran produk maka sangatlah rasional jika susu pasteurisasi dipilih sebagai salah-satu alternatif pengolahan susu segar di koperasi.

Masih menurut Asari et all (2002), alasan terakhir yang menyebabkan kebanyakan koperasi memilih memproduksi susu pasteurisasi sebagai alternatif pengolahan susu segar adalah karena IPS tidak lagi dapat memberikan keuntungan yang layak bagi peternak dan koperasi. Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, Penandatanganan Letter of Intend (LOI) dengan IMF sebagai upaya memperbaiki kondisi ekonomi akibat krisis ekonomi pada tahun 1997 mengakibatkan posisi peternak lokal menjadi semakin lemah. Boediyana (2008) menyebutkan salah salah butir dari 50 butir LOI tersebut adalah ketentuan bahwa “Pemerintah Indonesia harus membatalkan semua ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap peternakan sapi perah rakyat yang tertuang dalam SKB Tiga Menteri serta Inpres No. 4 tahun 1985” yang mengatur mekanisme BUSEP (Bukti Serap Susu Dalam Negeri). Implikasi dari penghapusan peraturan yang mengatur mekanisme BUSEP tersebut adalah status IPS tidak lagi wajib menyerap susu segar dalam negeri seperti ketentuan yang ada sebelumnya. Dapat dikatakan sejak awal 1998 inilah posisi tawar peternak terhadap IPS menjadi sangat lemah. IPS mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang dibutuhkan yaitu susu segar, dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini menyebabkan relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak dalam negeri. Untuk mengurangi besarnya ketergantungan koperasi terhadap IPS, serta meningkatkan harga beli susu bagi peternak maka koperasi perlu melakukan pengolahan sendiri, dan salah satu alternatif produk yang dapat dihasilkan dari proses pengolahan susu di koperasi adalah susu pasteurisasi.

Uraian di atas menunjukan bahwa pengolahan susu segar dapat dilakukan di koperasi sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan dan kesejahteraan anggota. Salah-satu alternatif produk olahan susu yang dapat dihasilkan oleh koperasi adalah susu pasteurisasi. Selain membawa dampak positif bagi koperasi

(31)

12 dan peternak anggotanya, pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi juga dapat berdampak pada perkembangan agribisnis persusuan di Indonesia. Proses yang mudah, harga jual yang relatif lebih rendah, serta kandungan gizi yang setara dengan susu segar, membuat susu pasteurisasi mampu diperjualbelikan antar wilayah sehingga lebih jauhnya akan berdampak pada peningkatan daya saing susu olahan nasional.

2.2. Sistem Pemasaran Produk di Koperasi

Pengembangan industri pengolahan yang dilakukan oleh koperasi umumnya menerapkan sistem kontrak dalam memasarkan produknya. Penerapan sistem kontrak cenderung merugikan, karena dengan diberlakukannya sistem kontrak koperasi kehilangan keleluasaannya dalam berproduksi. Pada sistem kontrak keputusan produksi bergantung pada pesanan yang belum tentu sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki koperasi.

Kendati sistem kontrak dalam memasarkan produk cenderung merugikan, sistem kontrak tetap dipilih oleh kebanyakan koperasi di Indonesia karena umumnya koperasi belum menguasai pasar. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Capah(2008), Haris (2008), dan Halim (2009), yang menyatakan bahwa koperasi pada umumnya menerapkan sistem kontrak dalam memasarkan produk dengan tujuan untuk menjamin kontinuitas permintaan pasar akan produk yang mereka produksi, sehingga meminimalisir kerugian tidak terjualnya produk yang dihasilkan. Hasil penelitian dari Capah (2008) dan Haris (2008) menunjukkan bahwa dengan penerapan sistem kontrak koperasi berproduksi di bawah kapasitas yang dimilikinya serta tidak dapat memaksimalkan pengunaan bahan baku utama karena jumlah produksi ditentukan oleh pesanan dalam kontrak.

Dampak negatif dari penerapan sistem kontrak terhadap produksi serta alokasi sumberdaya yang dimiliki koperasi diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ridyawati (2007). Ridyawati membuktikan bahwa koperasi yang tidak melakukan kontrak dalam memasarkan produknya dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dengan lebih baik, karena keputusan produksi tidak ditentukan oleh pesanan dalam kontrak.

(32)

13 Dengan sistem kontrak dalam memasarkan produknya diduga KPBS Pangalengan juga mengalami kerugian seperti yang dialami oleh koperasi-koperasi pada penelitian terdahulu. Meskipun sistem kontrak merugikan koperasi-koperasi, namun baik KPBS maupun koperasi lainnya tetap memilih untuk menerapkan sistem kontrak dalam memasarkan produknya. Hal ini diduga karena umumnya koperasi tidak memiliki tenaga pemasar yang memadai. Kebanyakan koperasi terutama koperasi yang memiliki tidak lebih dari tiga unit usaha, hanya memiliki satu orang manajer umum yang mengurusi semua unit usaha yang dijalankan koperasi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Himpuni (2009) di KUD Sumber Alam Bogor, Panjaitan (2009) di KUD Mandiri Cipanas, Fadhli (2009) di Koperasi Pegawai Republik Indonesia IPB, Halim (2009) di Koperasi Susu Sintari, serta Sulistyo (2010) di Koperasi Perikanan Mina Usaha. Hasil penelitian Himpuni (2009) bahkan menunjukan bahwa di Koperasi tempat penelitiannya hanya terdapat satu manager lulusan SMA yang mengurusi tiga unit usaha koperasi dan membawahi 21 karyawan yang rata-rata merupakan lulusan SMP. Belum tersedianya tenaga pemasar yang memadai inilah yang diduga membuat kebanyakan koperasi memilih untuk menyalurkannya produk yang dihasilkannya ke pasar yang sudah jelas keberadaannya seperti IPS atau distributor dengan sistem kontrak.

2.3. Penelitian Optimalisasi Produksi

Penelitian terkait dengan optimaliasi produksi baik dengan menggunakan

linier programming (LP) maupun metode lainnya seperi fungsi produksi, dan

ekonometrika secara umum bertujuan untuk mencari kombinasi produksi yang dapat menghasilkan tingkat keuntungan yang maksimum dengan tingkat input tertentu yang dimiliki oleh perusahaan. Haerani (2004) mengunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk melihat efisiensi budidaya ikan nila gift yang dapat memaksimumkan penerimaan sesuai dengan input yang tertentu jumlahnya. Gaffar (2007) dalam tesisnya mengunakan model surplus produksi (EMSY atau Effort MSY) untuk menentukan hasil tangkapan ikan yang maksimum tanpa mempengaruhi ketersediaan ikan di laut dalam jangka panjang. Baik LP maupun metode lainnya sama baiknya, dan dapat digunakan untuk menentukan

(33)

14 kombinasi output optimum yang dapat memaksimumkan keuntungan dengan input yang tertentu jumlahnya. Pada penelitian ini tinjauan pustaka terkait optimalisasi produksi akan lebih mendalami penelitian terdahulu yang mengunakan metode LP. Penelitian terdahulu yang mengunakan LP antara lain Shanntiany (2004), Wiliyandi (2006), Ridyawati (2007), Pratama (2008), Elizabeth (2009), Halim (2009), Nasrun (2009), Harahap (2009), Lestari (2009), serta Yusup (2009).

Ridyawati (2007) dan Halim (2009) melakukan penelitian pada komoditas serupa dengan penelitian ini yaitu susu olahan. Yang menjadi variebel keputusan adalah kombinasi susu olahan yang dapat memaksimumkan pendapatan. Dalam penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan optimalisasi produksi dengan menggunakan LP, variabel yang digunakan sebagai kendala pada umumnya adalah bahan baku utama, bahan baku penolong, jam kerja mesin, dan jam kerja langsung. Selain kendala-kendala umum yang telah disebutkan sebelumnya Wiliyandi (2006), dan Halim (2009) memasukan kendala pemintaan pasar sehingga terdapat batasan kuantitas yang akan masuk ke pasar. Ridyawati (2007) juga memasukan kendala lainnya yaitu batasan minimum pengiriman susu ke IPS. Pratama (2008), Elizabeth (2009), serta Yusup (2009) memasukan dimensi waktu terhadap analisis optimalisasi produksi yang mereka lakukan. Pratama (2008) melihat pengaruh waktu tanam adenium yang dibagi menjadi dua semester. Elizabeth (2009) membagi waktu menjadi triwulan untuk melihat pengaruh adanya perbedaan musim terhadap produksi getah karet di Perkebunan Widudaren, sementara Yusup (2009) melihat dimensi waktu dalam bulan untuk melihat pengaruh perbedaan bulan terhadap permintaan kain tenun sutera. Dengan memasukan dimensi waktu Pratama(2008), Elizabeth (2009), serta Yusup (2009) mampu menjelaskan perubahan keputusan produksi dari waktu ke waktu. Dalam penelitiannya Shanntiany (2004) juga memasukan pengaruh variabel waktu produksi dengan membandingkan musim tanam pada komoditi teh yang ia amati. Namun, data-data produksi yang terbatas menyebabkan penelitiannya belum dapat mengambarkan dengan jelas pengaruh perbedaan musim terhadap optimalisasi produksi teh.

(34)

15 Dari hasil penelitian terdahulu mengenai optimalisasi, diketahui bahwa LP merupakan alat analisis kuantitatif yang cukup baik untuk membantu penyusunan perencanaan keputusan yang optimal dalam berproduksi. Penelitian ini juga menggunakan analisis optimalisasi untuk mengetahui pengalokasian sumberdaya yang ada untuk memperoleh tingkat produksi yang optimal, serta sesuai dengan kapasitas dan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki KPBS Pangalengan. Penelitian ini juga memasukan pengaruh variabel waktu terhadap analisis optimalisasi produksi susu pasteurisasi prepack dan cup di KPBS Pangalengan.

(35)

16 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi

Produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasi masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa barang atau jasa. Menurut Nicholson (1991) produksi adalah proses kombinasi dan koordinasi material serta input yaitu faktor produksi, sumberdaya, dan jasa produksi untuk membuat suatu output (barang atau jasa). Proses transformasi (pengubahan) input menjadi suatu output (skema proses produksi) dapat dilihat pada Gambar 1.

Output berupa produk maupun jasa merupakan hasil pengkombinasian antara faktor-faktor produksi atau input. Hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan yang biasanya berupa output dengan variabel yang menjelaskan yang biasanya berupa input disebut fungsi produksi (Soekartawi, 1990). Masih menurut Soekartawi (1990) dalam fungsi produksi biasanya jumlah output yang dihasilkan dalam proses produksi tergantung pada input yang digunakan berupa jumlah bahan baku, tenaga kerja, mesin, modal, dan manajemen. Nicholson (1991) memformulasikan hubungan antara masukan (input) dengan keluaran (output) berupa barang dan jasa ke dalam fungsi produksi yang berbentuk: q = f (K, L, M,….), dimana q menunjukkan jumlah output yang dihasilkan dalam periode

Masukan SDM SDModal SDA Mesin Teknologi

Proses transformasi atau konversi

Keluaran Barang

Jasa

Umpan balik informasi

Gambar 1. Skema Proses Produksi

(36)

17 tertentu, sedangkan K, L, M mewakili input yang berturut-turut melambangkan input berupa modal, tenaga kerja, dan bahan baku.

3.1.2. Kombinasi Optimum

Pada penelitian ini penentuan kombinasi produksi optimum untuk memperoleh penerimaan maksimum dapat dijelaskan melalui Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) seperti terlihat pada Gambar 2.

KKP merupakan suatu kurva yang menggambarkan semua kombinasi output yang dapat diproduksi dengan menggunakan sumberdaya yang sudah tertentu jumlahnya. KKP disebut juga isoresource curve karena setiap titik-titik pada kurva tersebut menggambarkan kombinasi output yang dapat dihasilkan dengan menggunakan sejumlah input yang sama (Lipsey, 1995). Sedangkan garis

isorevenue adalah garis yang menunjukkan kombinasi produk yang dapat dijual

perusahaan yang akan memberikan penerimaan yang sama. Garis isorevenue TR3 P2 TR2 P2 Q1d B C A Isorevenue 1 Isorevenue 3 Isorevenue 2 KKP Q1b Q1 0 Е TR1 P2 Q1a Q1c Q2 Q2b Q2a Q2d Q2c

Gambar 2. Kurva Kemungkinan Produksi Sumber: Diacu dari Lipsey (1995)

(37)

18 diturunkan dari rumus penerimaan total (TR1 = P1Q1+P2Q2), atau secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

Dimana P1 melambangkan harga jual dari Q1, dan P2 melambangkan harga jual untuk Q2. Sementara Q1 melambangkan jumlah produk pertama yang dijual perusahaan, dan Q2 melambangkan jumlah produk kedua yang dijual perusahaan.

Pada harga P1 dan P2 akan diperoleh kombinasi produk optimum di titik E (titik yang menunjukkan persinggungan antara KKP dengan garis isorevenue 1), dimana diperoleh kombinasi produk sebesar Q1b dan Q2b. Kombinasi produk selain pada titik E akan membuat perusahaan memperoleh penerimaan yang lebih kecil dari pada penerimaan yang seharusnya bisa diterima perusahaan dengan tingkat harga yang sama. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya kontrak seperti yang dialami KPBS Pangalengan.

Adanya sistem produksi berdasarkan pesanan (job order) membuat KPBS tidak leluasa dalam menentukan pilihan kombinasi produksi. Jumlah dari tiap produk ditentukan oleh distributor melalui sistem job order yang belum tentu sesuai dengan kapasitas sumberdaya yang dimiliki KPBS Pangalengan. Kondisi ini misalkan digambarkan pada titik A, pada titik A perusahaan memproduksi produk Q1 sebesar Q1a (lebih rendah dari produksi pada titik optimum) dan Q2 sebesar Q2a (lebih tinggi dari produksi pada titik optimum). Kombinasi produk pada titik A menyebabkan pada tingkat harga yang sama perusahaan mendapatkan penerimaan yang lebih rendah dari penerimaan pada kondisi kombinasi produk optimum, yaitu sebesar TR2/P2.

Penerimaan yang dapat diperoleh perusahaan dapat lebih rendah lagi jika perusahaan berproduksi dengan tidak memaksimalkan sumberdaya yang dimilikinya misalkan di titik C. Titik C sering juga disebut pilihan yang tidak efisien karena pada titik ini perusahaan berproduksi di bawah kapasitas produksinya (under capacity). Penerimaan perusahaan pada kondisi ini sebesar TR3/P2 jauh lebih kecil dari penerimaan optimal di TR1/P2.

Adanya sistem produksi berdasarkan pesanan (job order) di KPBS Pangalengan diduga membuat KPBS Pangalengan berproduksi dengan

Q2 = TR - P1 Q1 P2 P2

(38)

19 menghasilkan kombinasi produk seperti pada titik A atau bahkan pada titik C. Berdasarkan teori yang ada, penelitian ini akan mencoba melihat seberapa besar kerugian yang dialami KPBS Pangalengan serta pengalokasian sumberdaya ketika KPBS Pangalengan berproduksi dengan menghasilkan kombinasi produk diluar titik optimal karena adanya sistem job order.

3.1.3. Teori Optimalisasi Produksi

Optimalisasi merupakan pendekatan normatif dengan mengidentifikasi penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum suatu fungsi tujuan (Nasendi, 1985). Secara umum pengertian optimalisasi adalah pencapaian suatu keadaan yang terbaik. Apabila dikaitkan dengan produksi, maka pengertian optimalisasi produksi berarti pencapaian suatu keadaan terbaik dalam kegiatan produksi. Menurut Soekartawi (1998), optimalisasi produksi adalah pengunaan faktor-faktor produksi yang terbatas seefisien mungkin. Faktor-faktor produksi tersebut dapat berupa modal, tenaga kerja, sumberdaya alam (bahan baku, dan bahan pembantu), mesin, teknologi dan informasi.

Nicholson (1991) mengemukakan bahwa persoalan optimalisasi dibagi menjadi dua yaitu tanpa kendala dan dengan kendala. Pada optimalisasi tanpa kendala, faktor-faktor yang menjadi kendala atau keterbatasan pada fungsi tujuan diabaikan sehingga dalam menentukan nilai maksimum atau minimum tidak terdapat batasan terhadap pilihan alternatif yang tersedia. Sementara pada optimalisasi dengan kendala faktor-faktor yang menjadi kendala pada fungsi tujuan diperhatikan. Kendala tersebut menentukan nilai maksimum dan minimum dari fungsi tujuan. Optimalisasi dengan kendala pada dasarnya merupakan persoalan dalam menentukan nilai variabel suatu fungsi menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada. Keterbatasan itu biasanya meliputi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, seperti bahan baku, modal, tenaga kerja dan mesin yang merupakan input serta ruang dan waktu (Supranto, 1998).

Penelitan ini adalah penelitian optimalisasi dengan kendala dimana model disusun sedemikian rupa sehingga dapat mengambarkan kondisi yang mendekati

(39)

20 aktual. Penentuan kendala dalam model dilakukan dengan memasukan sumberdaya yang memang ketersediaannya menjadi pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. Salah satu teknik optimalisasi yang dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah optimalisasi berkendala adalah dengan mengunakan teknik linear programming (LP). Metode LP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah optimalisasi berkendala di mana semua fungsi baik fungsi tujuan atau kendala merupakan fungsi linear. Pada umumnya program linier yang dirancang digunakan panduan untuk mengalokasikan sumberdaya yang terbatas diantara berbagai alternatif penggunaan sumber daya sehingga dapat dicapai tujuan yang telah ditetapkan secara optimal (Siswanto, 2006). Selanjutnya lebih jauh lagi, Supranto (1998) menjelaskan bahwa agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik LP harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Harus dapat dirumuskan secara matematis

2. Harus jelas fungsi objektif yang linear yang harus dibuat optimum

3. Pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang tidak linear.

Menurut Siswanto (2006) LP adalah salah satu teknik operation research yang paling banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di dunia. Pada umumnya metoda programasi matematis dirancang untuk mengalokasikan berbagai sumberdaya yang terbatas di antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya - sumberdaya tersebut agar berbagai tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai atau dioptimalkan. Siswanto (2006) menyatakan bahwa ada tiga unsur utama dalam model LP yaitu variabel keputusan, fungsi tujuan, serta fungsi kendala.

1. Variabel Keputusan.

Variabel keputusan tergantung pada tujuan dari perusahaan. Umumnya ada dua variabel keputusan yang dapat dipilih perusahaan dalam model LP yaitu maksimisasi atau minimisasi. Namun pada dasarnya dalam merumuskan model, perusahaan hanya dapat mengunakan satu variabel keputusan saja. 2. Fungsi tujuan.

(40)

21 fungsi matematika linear.

3. Kendala

Kendala dapat diumpamakan sebagai pembatas terhadap keputusan yang mungkin dibuat. Sama halnya dengan fungsi tujuan. Fungsi kendala juga harus dirumuskan ke dalam fungsi matematik linear. Ada tiga macam bentuk kendala dalam pemrograman linear, yaitu: Jumlah maksimum ketersediaan sumberdaya yang dilambangkan dengan tanda lebih kecil sama dengan (≤); jumlah minimum sumberdaya yang harus tersedia (syarat minimum ketersediaan sumberdaya) yang dilambangkan dengan tanda lebih besar sama dengan (≥); serta jumlah yang tepat atau keharusan keberadaan sumberdaya yang dilambangkan dengan notasi sama dengan (=)

Secara umum model LP yang memaksimisasi keuntungan adalah sebagai berikut: Maksimisasi       dengan batasan:  .  ;  ,   Keterangan: Z = fungsi tujuan

Ci = koefisien peubah pengambil keputusan ke-i dalam fungsi tujuan xi = tingkat kegiatan ke-i

ai = koefisien pengambilan keputusan ke-i

bi = kapasitas sumberdaya i yang tersedia untuk dialokasikan ke setiap unit kegiatan

Setelah permasalahan dirumuskan ke dalam model LP, selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil olahan Model LP yaitu analisis primal untuk melihat pilihan produksi, dan analisis dual untuk melihat pengunaan sumberdaya. Sebelum melakukan analisis terhadap hasil keluaran model LP ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan. Asumsi-asumsi tersebut antara lain:

(41)

22 1. Fungsi produksi bersifat linear, tidak ada input yang dapat saling

mensubstitusi dan bersifat constant return to scale. (Nasendi, 1985)

2. Deterministik. Artinya setiap aktivitas atau parameter adalah tetap, dan dapat diketahui secara pasti (Doll dan Orazem, 1984).

3. Divisibility. Artinya peubah-peubah pengambil keputusan jika diperlukan

dapat dibagi kedalam pecahan-pecahan, yaitu bahwa nilai-nilai tidak perlu integer (hanya 0 dan 1 atau bilangan bulat), tetapi boleh non-integer (Doll dan Orazem, 1984; Nasendi dan Anwar, 1985).

4. Proporsionalitas. Artinya jika peubah pengambil keputusan berubah, maka dampak perubahannya akan menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan dan juga pada kendalanya (Taha, 1993).

5. Additivity. Artinya nilai parameter suatu kriteria optimalisasi (koefisien

peubah pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan) merupakan jumlah dari nilai individu dalam model program linear tersebut (Taha, 1993).

Konsekuensi dari adanya asumsi dalam model LP adalah adanya batasan dalam menginterpretasi solusi, sehingga hasil analisis LP tidak selamanya sama dengan kondisi real yang dihadapi pengambil keputusan.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

KPBS Pangalengan memiliki dua alternatif dalam mengalokasikan susu segar yang diterima dari para anggotanya. Alternatif pertama adalah menampung kemudian menyalurkannya ke IPS dalam bentuk susu dingin. Alternatif kedua adalah mengolahnya menjadi produk olah akhir berupa susu pasteurisasi. Dalam menjalankan usaha pengembangan pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi KPBS Pangalengan menerapkan sistem produksi berdasarkan pesanan atau yang mereka sebut dengan istilah job order. Melalui sistem job order jumlah produksi susu pasteurisasi tergantung dari jumlah pesanan (order) yang belum tentu sesuai dengan kapasitas mesin, tenaga kerja, ketersediaan bahan baku utama yaitu susu segar serta ketersediaan bahan baku lainnya.

Sistem job order diduga membuat KPBS Pangalengan mengalami kerugian karena penentuan kombinasi produksi ditentukan oleh distributor yang melakukan pemesanan tanpa melihat ketersediaan sumberdaya serta kapasitas

(42)

23 yang dimiliki KPBS Pangalengan. Dengan memformulasikan model untuk mengambarkan kombinasi produksi dan alokasi sumberdaya pada kondisi aktual dengan mengunakan model LP, dapat diketahui alokasi pemanfaatan sumberdaya (terutama susu segar) untuk memproduksi susu pasteurisasi pada kondisi model aktual, sumberdaya yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi, serta dampak dari penerapan sistem job order terhadap keuntungan KPBS Pangalengan. Di samping itu dapat diketahui juga potensi profit yang bisa diraih KPBS Pangalengan jika mampu menjual produk sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki KPBS Pangalengan.

Hasil optimalisasi dengan menggunakan metode LP selanjutnya dibandingkan dengan kondisi aktual yang terjadi di perusahaan, sehingga dapat dilakukan evaluasi terhadap pengalokasian sumberdaya serta faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan belum mencapai hasil optimal. Hasil model LP dapat digunakan untuk menjawab penyelesaian atas permasalahan dalam mengoptimalkan alokasi sumberdaya untuk meningkatkan keuntungan pada periode waktu tertentu. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada alur pemikiran yang terdapat pada Gambar 3.

(43)

24 Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional.

Gambar 3. Diagram Alur Pemikiran Operasional

Tujuan KPBS Pangalengan Maksimisasi Keuntungan

Menjual Susu Segar ke IPS

Diolah Menjadi Susu Pasteurisasi

Ketersediaan Susu Segar

Kapasitas mesin packaging

• Kapasitas TKL

• Ketersediaan Sumberdaya (Kemasan

Prepack, Kemasan Cup Strawberry,

Kemasan Cup Cokelat, dan Penutup Kemasan Cup Strawberry dan Penutup Kemasan Cup Cokelat)

Kontrak Pemesanan

(Job order)

Hilangnya Keuntungan Potensial

Optimalisasi Produksi dan Alokasi Sumberdaya

Realokasi Sumberdaya

Peningkatan Profit

Gambar

Gambar 2.  Kurva Kemungkinan Produksi          Sumber: Diacu dari Lipsey  ( 1995)
Gambar 3.   Diagram Alur Pemikiran Operasional
Gambar 4.  Pengelompokan Unit-Unit Usaha di KPBS Pangalengan ke dalam  Sistem Agribisnis & Agroindustri
Tabel  2.  Perkembangan  Jumlah  Anggota  serta  Ternak  Milik  Anggota  KPBS  Pangalengan 2005 – 2009  Keterangan  Tahun  2005   (orang)  2006  (orang)  2007  (orang)  2008  (orang)  2009  (orang)  Anggota Aktif   4,588  4,710  4,838  5,285  5,568  Tidak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedang m ult im eter adalah alat yang dapat digunakan untuk m engukur kuat arus, beda potensial, dan ham batan pada suatu penghantar at au rangkaian list rik.. Apabila m ult im et

Pertama, masyarakat sipil bisa terlibat dalam pengiriman informasi tambahan yang akan digunakan oleh Komite untuk memeriksa laporan dari negara peserta KHA.. Cara kedua

[r]

Lambung kapal adalah untuk menyediakan daya apung ( bouyancy ) yang mencegah kapal tenggelam dan menyediakan displacement. Bentuk lambung kapal juga akan

Hasil penelitian pengembangan menunjukkan bahwa (1) setelah melalui uji validasi dan uji coba kelompok kecil, perangkat pembelajaran yang dikembangkan sangat valid

Setelah diketahui luas lahan pertanian (sawah) Kota Padang yang telah terkonversi menjadi lahan non pertanian dari tahun 2003 – 2012, maka dilakukan perhitungan

Dinas Pendapatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang pemungutan Pajak, Retribusi dan Pendapatan Daerah lainnya yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas

Proses penelitian ini dilakukan dalam waktu tiga bulan dengan melakukan empat kali pertemuan dengan Abah Olot, proses ini dilakukan untuk mendapatkan sebanyak mungkin data-data