• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3 bulan (Shetty, 2012). Terjadinya perforasi membran timpani yang permanen mengakibatkan mukosa telinga tengah terpapar dengan dunia luar sehingga memungkinkan infeksi terus berulang. Bakteri penyebab infeksi tersering yang ditemukan pada biakan dari OMSK adalah Pseudomonas Aeruginosa dan yang lebih jarang antara lain: S.Aureus, Streptokokus, Klebsiela Pneumoniae dan Haemophilus Influenza (Slattery, 2003).

Otitis media supuratif kronis dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe aman (benigna) dan tipe bahaya (maligna) (Helmi, 2005). Menurut literatur lain OMSK dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu OMSK dengan kolesteatoma dan OMSK tanpa kolesteatoma dengan jenis penatalaksanaan yang berbeda sesuai dengan tipe OMSK masing-masing (Weber, 2006).

Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit yang sering ditemukan di seluruh dunia terutama di daerah berkembang dengan keadaan sosial-ekonomi yang rendah dengan prevalensi 0,5 sampai 30 % dari komunitas (Shretha, 2008). Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan

(2)

65-330 juta orang dengan otorrhoea, 60% diantaranya (39-200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan dan menyebabkan 28000 kematian (Helmi, 2005).

Secara umum prevalensi OMSK di Indonesia berkisar 3,9%, data hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1994-1996 yang dilaksanakan di 7 provinsi di Indonesia menyatakan penyebab terbanyak morbiditas telinga tengah adalah OMSK, terutama OMSK tipe jinak (3%) dari morbiditas telinga 18,5% (Kemenkes, 2006). Menurut catatan medik pasien di Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok RSUP DR Sardjito dalam kurun waktu 1998-1999 jumlah penderita pasien OMSK sebanyak 40 pasien dan 62,5% diantaranya menjalani mastoidektomi (Rianto, 2013).

Otitis media supuratif kronik menyebabkan kerusakan pada sebagian atau keseluruhan dari membran timpani dan berdampak pada gangguan pendengaran dengan penurunan maksimal 40 dB (Slattery, 2003). Pada perforasi membran timpani disertai kerusakan pada tulang-tulang pendengaran dapat berdampak pada penurunan pendengaran tipe tuli konduksi sebesar 60 sampai 70 dB (Shrestha, 2008; Ocalan, 2013). Infeksi yang terus menerus pada OMSK dan adanya kolesteatoma dapat memperberat gangguan pendengaran dan meningkatkan risiko komplikasi baik intratemporal dan intrakranial. Jenis ketulian yang diakibatkan OMSK berupa tuli konduktif dan tuli campuran dengan derajat ketulian bergantung pada keterlibatan tulang-tulang pendengaran (Slattery, 2003).

Otitis media supuratif kronik dapat dikelola dengan pengobatan medikamentosa dan pembedahan. Secara umum infeksi yang mengenai daerah atik

(3)

dan antrum, terdapat kolesteatoma, peradangan telinga tengah difus, osteitis, jaringan granulasi di kavum timpani dan rongga mastoid serta adanya tanda komplikasi baik intratemporal atau intrakranial sulit disembuhkan dengan pengobatan dan memerlukan tindakan pembedahan. Pada perforasi membran timpani sentral tanpa adanya otorrhoea, tujuan jangka panjang untuk penutupan membran timpani juga dapat dilakukan dengan pembedahan atau timpanoplasti (Helmi, 2005).

Timpanoplasti merupakan teknik pembedahan telinga tengah dengan tujuan eradikasi jaringan patologis dan infeksi pada telinga tengah serta merekonstruksi mekanisme pendengaran dengan atau tanpa graf dan rekonstruksi tulang-tulang pendengaran, teknik operasi ini dapat dikombinasi dengan mastoidektomi dinding utuh ataupun dinding runtuh dengan tujuan eradikasi penyakit pada daerah mastoid dan telinga tengah (Shetty, 2012).

Dua teknik pembedahan utama yang digunakan dalam pengobatan OMSK berdasarkan keadaan dinding posterosuperior liang telinga meliputi metode terbuka atau dinding runtuh (Canal Wall Down Mastoidectomy, CWDM) dan tertutup atau dinding utuh (Intact Canal Wall Mastoidectomy, ICWM) (Ocalan, 2013). Literatur lain menyebutkannya dengan timpanoplasti dinding utuh dan timpanoplasti dinding runtuh (Helmi, 2005). Termasuk dalam tindakan CWDM antara lain mastoidektomi radikal, modifikasi mastoidektomi radikal dan Bondy mastoidectomy. Yang termasuk dalam ICWM antara lain mastoidektomi sederhana dan mastoidektomi dengan timpanoplasti (Kveton, 2003). Pemilihan teknik operasi yang akan digunakan pada pasien dengan OMSK bervariasi pada setiap individu dan bergantung pada temuan

(4)

klinis dan patologis serta pertimbangan keuntungan dan kerugian pada setiap teknik operasi. Secara umum tujuan pembedahan ini adalah eradikasi infeksi dan jaringan patologis, mencegah rekurensi, mencegah komplikasi dan sebagai tambahan adalah mempertahankan atau memperbaiki fungsi pendengaran (Yoo et al, 2014).

Banyak faktor prognostik yang mempengaruhi pendengaran pasien dengan otitis media kronis antara lain otorrhoea, perforasi membran timpani, kolesteatoma, status tulang pendengaran, granulasi dan efusi pada cavum timpani, teknik operasi dan kemampuan operator (Chrobok et al, 2009). Keberhasilan teknik operasi yang disertai dengan rekonstruksi gendang telinga (timpanoplasti) dipengaruhi beberapa hal diantaranya fungsi tuba auditiva, mukosa telinga tengah, sisa gendang telinga serta keadaan tulang pendengaran (Kveton, 2003).

Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis dapat menyebabkan abses mastoid, paralisis saraf fasialis, ketulian, trombosis sinus lateralis, meningitis dan abses intrakranial. Dari semua komplikasi ini, tuli akibat otitis media supuratif kronis merupakan komplikasi yang paling sering, hal ini berarti individu yang menderita penyakit ini memerlukan pemeriksaan audiologi dan bantuan edukasi (Simon, 2009). Pemeriksaan audiometri nada murni merupakan penilaian status pendengaran yang masih relevan. Audiometri dapat digunakan untuk menilai ada tidaknya perbaikan pendengaran pasca dilakukan pembedahan pada telinga tengah dengan melakukan pengukuran baik hantaran udara dan hantaran tulang pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000, 8000 Hz, untuk kalkulasi nilai rata-rata ambang pendengaran dapat dilakukan

(5)

pengukuran pada frekuensi 500, 1000, 2000 Hz karena frekuensi ini mewakili percakapan sehari hari (Shetty, 2012; Ocalan, 2013).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan fakta-fakta tersebut diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Angka kejadian Otitis Media Supuratif Kronis di Indonesia masih cukup tinggi 2. Otitis Media Supuratif Kronis dapat mengakibatkan komplikasi tersering

berupa gangguan pendengaran (ketulian)

3. Terapi pembedahan merupakan modalitas utama pada OMSK tipe bahaya dan diperlukan ketepatan penilaian klinis dan pemilihan prosedur untuk mempertahankan pendengaran

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diajukan pertanyaan penelitian apakah terdapat perbedaan ambang pendengaran antara sebelum dan sesudah pembedahan telinga tengah dengan timpanoplasti dinding utuh dan timpanoplasti dinding runtuh pada pasien Otitits Media Supuratif Kronis di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta ?

(6)

D. Tujuan Penelitian

Untuk menentukan perbedaan ambang pendengaran antara sebelum dan sesudah pembedahan telinga tengah dengan timpanoplasti dinding utuh dan timpanoplasti dinding runtuh pada pasien Otitits Media Supuratif Kronis di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data gambaran ambang pendengaran sebelum dan sesudah pembedahan telinga tengah pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta.

2. Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai edukasi kepada pasien dengan Otitis Media Supuratif Kronis yang diindikasikan pembedahan telinga tengah di rumah sakit Dr. Sardjito.

3. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran manfaat pembedahan telinga tengah baik pada timpanoplasti didning utuh dan timpanoplasti dinding runtuh pada fungsi pendengaran pasien dengan Otitis Media Supuratif Kronis di rumah sakit Dr. Sardjito.

4. Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan pengembangan penelitian selanjutnya.

(7)

F. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai derajat ambang pendengaran sebelum dan sesudah pembedahan telinga tengah pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis di Indonesia masih belum banyak dilakukan, dalam hal ini di RSUP Dr. Sardjito belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Penelitian tentang derajat pendengaran pada OMSK

Penelitian(tahun) Rancangan Penelitian

Tujuan Sampel Hasil

Shrestha BL 2008 Kohort Prospektif Membandingkan derajat pendengaran sebelum dan sesudah mastoidektomi-timpanoplasti tipe III

41 pasien dengan rata-rata usia 21.03 tahun

Peningkatan ambang dengar yang signifikan secara statistik pasca mastoidektomi-timpanoplasti tipe III Chrobok 2009 Kohort Retrospektif Mengetahui faktor

prognosis pendengaran sebelum dan sesudah pembedahan telinga tengah 155 pasien OMSK dalam periode 1996 sd 2004 yang menjalani pembedahan di republik Ceko Pasien dengan kolesteatoma memiliki derajat pendengaran yang lebih buruk, sedangkan tulang pendengaran merupakan faktor prognostik yang paling baik pada hasil pendengaran post operasi Shetty 2012 Kohort Prospektif Mengetahui perbaikan

ambang pendengaran setelah timpanoplasti pada pasien OMSK

50 pasien OMSK (45 dengan tipe tubotimpanik dan 5 pasien tipe atiko-antral

Timpanoplasti

memberikan hasil yang signifikan dalam memperbaiki ambang dengar.

Ocalan 2013 Kohort Prospektif Mengetahui ambang dengar pada pasien OMSK pasca timpanoplasti tipe III dengan mastoidektomi dinding runtuh

46 pasien dengan OMSK yang menjalani operasi timpanoplasti tipe III dengan mastoidektomi dinding runtuh periode januari 2005 sd 2009

Pemeriksaan audiogram menunjukkan

peningkatan air bone gab <25 dB pada 48,5% kasus.

Abdullah 2013 Kohort Retrospektif Mengevaluasi outcome mastoidektomi dinding runtuh pada pasien OMSK dengan kolesteatoma dan mastoiditis.

63 pasien dengan OMSK yang menjalani modifikasi

matoidektomi radikl

33(53%) tidak ada perbaikan pada air bone gab, 16 (25%) mengalami perbaikan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Danau Limboto ini, adalah hal yang wajib bagi Pemerintah Daerah

Tabel 2 menunjukkan bahwa varietas Anjasmoro pertumbuhan lebih baik dibanding varietas Agromulyo, Burangrang dan Grobogan yang dicirikan oleh tinggi tanaman dan jumlah cabang..

Dari hasil uji menunjukan bawa F hitung &gt; F tabel (3,763&gt;2,37) dan nilai sig (0,004&lt;0,05), sehingga dapat disimbulkan bahwa nilai variabel Dewan Direksi, Komisaris

mengetahui keluhan apa saja yang diderita oleh pekerja dan faktor-faktor yang berpengaruh pada metode OWAS dengan merekam dan mengambil gambar postur kerja operator di

Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dengan melakukan observasi pada BiNus Career untuk mengetahui proses bisnis yang sedang berlangsung dibandingkan dengan teori

Sinkronisasi pertumbuhan ekonomi global ditunjang dengan usaha pemerintah membangun pondasi yang baik, maka tahun 2018 dapat menjadi momentum untuk ekonomi dan IHSG bergerak

Rata-rata nilai hasil belajar biologi ranah kognitif untuk metode pembelajaran Preview, Question, Read, Reflect, Recite, dan Review (PQ4R) lebih tinggi dibandingkan

Dedi Fardiaz Singapore, 1 Sept 2009 7 GOOD AGRICULTURAL PRACTICES GOOD FRESH HANDLING PRACTICES FRESH FOOD DIRECT RAW CONSUMPTION MATERIALS PROCESSED FOOD GOOD