• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDRI dan Daerah Militer Istimewa Sumater

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PDRI dan Daerah Militer Istimewa Sumater"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PDRI dan Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan

Oleh :

Arafah Pramasto,S.Pd.* & Noftarecha Putra,S.Pd.** 1. Lahirnya PDRI di Sumatera

Berdasarkan Keppres No. 28 Tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Presiden RI Ke-6, Bapak

Susilo Bambang Yudhoyono, tanggal 19 Desember diperingati sebagai “Hari Bela Negara.”

Keputusan itu dibuat sebagai pengingat momentum sejarah deklarasi Pemerintahan Darurat

Republik Indonesia (PDRI) oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, Sumatera Barat di

tanggal yang sama pada tahun 1948. Deklarasi itu dilakukan menyusul terjadinya Agresi Militer

II yang dilancarkan Belanda tepat pada tanggal 19 Desember 1948 pukul 06.00 pagi. Dengan

pasukan lintas udara, serangan langsung ditujukan ke ibukota Republik Indonesia yang saat itu

berada di Yogyakarta. Bandara Maguwo bisa dikuasai oleh Belanda, begitupun selanjutnya

seluruh wilayah ibukota.

Sidang kabinet dilangsungkan pada hari itu juga dan telah mengambil keputusan untuk

memberikan mandat melalui radiogram kepada Menteri Kemakmuran Mr. Sjafruddin

Prawiranegara yang kebetulan sedang berada di Sumatera agar membentuk PDRI. Jika Mr.

Sjafruddin tidak berhasil melaksanakan itu, kepada Mr.A.A. Maramis yang menjabat sebagai

Menteri Keuangan, L.N. Palar, dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di India diberi kuasa

membentuk PDRI di sana.[1] Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta memilih tetap di

dalam kota dan kemudian mengalami penawanan oleh pihak Belanda. Perintah yang berupa

mandat itu untungnya berhasil disampaikan melalui pemancar radio republik yang

disembunyikan di Delanggu (dekat Surakarta) kepada Mr. Sjafruddin yang sedang bertugas ke

Bukittinggi.

Harapan rakyat Indonesia saat itu bertumpu pada Mr. Sjafruddin, meski dengan segala

keterbatasan beliau berhasil membentuk struktur kepemimpinan PDRI. Mr. Teuku Moh.Hassan

(2)

ditunjuk sebagai Menteri Pengajaran,Pendidikan, dan Agama; Mr. Loekman Hakim diangkat

sebagai Menteri Keuangan dan Kehakiman; Mr.Sutan Rasjid dipilih sebagai Menteri

Perburuhan,Sosial, dan Pemuda; Ir.Indratjaja sebagai Menteri Perhubungan dan Kemakmuran;

serta Menteri Pekerjaan Umum dan Kesehatan dipegang oleh Ir.Sitompul.[2] Sedangkan posisi

Perdana Menteri dijabat sendiri oleh Mr.Sjafruddin.

2. Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan (DMISS)

Perkembangan politik secara nasional dirasakan pula dampaknya oleh wilayah-wilayah

lain. drg. M. Isa selaku Gubernur Sumatera Selatan yang berkedudukan di Muara Aman

(Kabupaten Lebong, Bengkulu) segera mengambil langkah antisipasi dengan melakukan rapat

bersama sejumlah pimpinan sipil dan militer pada tanggal 23 Desember 1948. Keputusan yang

diperoleh adalah membentuk “Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan” (DMISS) dan

mengangkat dr. A.K. Gani sebagai Gubernur Militer (Gubmil), Kolonel Maludin Simbolon

sebagai Wakil Gubmil, M.Ali Amin selaku Sekretaris Gubmil, serta Kepala Staf di bawah Letkol

Ibnu Sutowo. Reorganisasi strategis ini dilakukan untuk melancarkan jalur komando sipil-militer

melawan Belanda.

Inisiatif para pemimpin Sumatera Selatan sejalan dengan kebijakan PDRI karena dalam

rapat pimpinan PDRI tanggal 30 Desember 1948 di Koto Tinggi diputuskan untuk mengangkat

lima Gubmil wilayah Sumatera : Teuku Daud Buereuh membawahi Aceh,Langkat, dan Tanah

Karo; Dr.F.Lumban Tobing menguasai Sumatera Tengah dan Tapanuli; Mr.Sutan Moh.Rasyid

memimpin Sumatera Barat; R.M. Oetojo berwenang di Riau, dan dr. A.K. Gani mengkoordinir

Sumatera Selatan & Jambi. Peran dan fungsi Gubernur Militer diatur / dipertegas kemudian oleh

Pemerintah Darurat RI dengan keputusan tanggal 16 Mei 1949 No. 21/Pem/PDRI tentang segala

kekuasaan sipil dan militer yang dilakukan oleh Gubernur Militer.[3] Pengawasan terhadap

kinerja Gubernur Militer DMISS dilakukan oleh Gubernur M.Isa selaku Komisaris Pemerintah

berdasarkan SK.PDRI No.23/Pem/PDRI.

Salah satu titah yang sangat penting pernah dikeluarkan oleh DMISS adalah Order

(Perintah) No. 1/RO tertanggal 15 Januari 1949 yang ditujukan kepada seluruh rakyat di

Sumatera Selatan. Isi order itu adalah : 1) Belanda mulai melakukan kekuasaan militer dengan

(3)

mendengar bujukan Belanda sekedar uang dan pangkat, serta 4) Pertahankanlah tanah air kita di

kota-kota, puncak gunung, pantai-pantai dan seluruh dusun-dusun.[4] Meskipun Persetujuan

Roem-Royen pada 6 Mei 1949 di tingkat pusat telah memutuskan penarikan pasukan Belanda

serta kembalinya pemerintahan RI ke Yogyakarta [5], namun Belanda masih melakukan aksi

militer saat drg. M.Isa melakukan inspeksi ke Muara Tebo pada tanggal 27 Mei. DMISS beserta

tokoh dan jajarannya terus berjuang melawan Belanda hingga nanti PDRI di Sumatera

mengembalikan mandat kepada pemerintah pusat di Yogyakarta tanggal 13 Juli 1949.

Penghentian tembak-menembak antara Indonesia Belanda diumumkan secara resmi pada tanggal

3 Agustus 1949.

3. Penutup : Makna “Kekinian”

Nilai loyalitas dan totalitas dalam memegang amanah telah diajarkan oleh Mr.Sjafruddin

Prawiranegara, beliau tidak “memancing di air keruh” yang bisa saja membuatnya berniat atau

bahkan bertindak untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia saat para

pemimpin nasional telah tertangkap oleh Belanda di Yogyakarta. Jika saja kesetiaan Mr.

Sjafruddin itu dimaknai secara mendalam di masa kini, tentunya akan minim oknum pejabat

yang menyelewengkan wewenang menjadi kekuasaan sampai-sampai terjerat korupsi.

Tokoh-tokoh seperti drg. M. Isa, dr. A.K. Gani, Kol. Maludin Simbolon dan lainnya mengajarkan sikap

cepat tanggap atas kondisi genting, koordinasi yang harmonis antara pihak militer dan sipil

semakin memperkuat pertahanan kekuatan republik yang berada di luar kota Palembang dengan

didengungkannya “Perang Total” sebagaimana tergambar dalam Order (Perintah) No. 1/RO 15 Januari 1949. Apabila sikap cepat tanggap itu diteladani sekarang, niscaya salah satu dampaknya

adalah tidak ada bayi yang tengah sakit keras harus meregang nyawa akibat penelantaran oleh

oknum pelayan kesehatan publik seperti beberapa waktu lalu hanya karena alasan administrasi

ataupun pembayaran.

Catatan Kaki

[1] Tim, 30 Tahun Indonesia Merdeka : 1945-1949, Jakarta : Citra Lamtoro Gung Persada, 1986. H. 192

(4)

[3] Hanafiah, Djohan, Hari Jadi Provinsi Sumatera Selatan Suatu Tinjauan Sejarah, Palembang: Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, 2015. H. 18.

[4] Yusuf, Syafruddin, dkk., Sejarah dan Peranan SUBKOSS dalam Perjuangan Rakyat Sumbagsel, Palembang : DHD 45 Prov. Sumatera Selatan, 2003. H. 407.

(5)

Referensi

Dokumen terkait

372.000.000,- (Tiga ratus tujuh puluh dua juta rupiah) Tahun Anggaran 2016, maka bersama ini kami Sub Bagian Pengadaan I Bagian Layanan Pengadaan Sekretariat Daerah

[r]

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok kemudian,

Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi referensi bagi perusahaan, terutama perusahaan manufaktur, dalam usaha meningkatkan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan

Data Pelamar Pendaftaran Home Login Perusahaan include Logout extend Cari extend Verifikasi extend extend extend extend Berkas Hapus extend extend Cari Hapus extend extend Cari

Penelitian ini adalah penelitian sejarah yang bersifat deskriptif analitik dengan tujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan secara analisis serta menginterpretasikan

simple sentences, or complex sentences. While non-verbal responses refers to the questions given by the students in form of gesture or body language. It is a systematic

2.2.4 Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama.. Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam