• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PENTING LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PENTING LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSU"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PENTING LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM MELINDUNGI KONSUMEN DI INDONESIA

Suwardi, S.H., M.H. suwardi.amri@gmail.com

STIH Muhammadiyah Kotabumi Lampung

Abstrak

Lembaga perlindungan Konsumen baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun yang dibentuk langsung oleh masyarakat tetap memiliki peranan penting dalam perlindungan konsumen terutama dalam memastikan bahwa hak-hak bagi konsumen dapat terpenuhi dengan baik, yakni Hak Atas Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan, hak untuk memilih, hak atas informasi, Hak Untuk Didengar Pendapat dan Keluhannya, Hak Untuk Mendapatkan Advokasi, Hak Untuk Mendapat Pendidikan, Hak Untuk Tidak Diperlakukan Secara Diskriminatif, Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi serta Hak Yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-undangan Lainnya.

(2)

1. PENDAHULUAN

Di Era globalisasi dan teknologi informasi secara langsung telah mengubah tatanan perekonomian dan komunikasi masyarakat secara menyeluruh. Arus barang/jasa serta informasi semakin bebas, bahkan informasi yang merugikan sulit dibendung.

Kebebasan arus barang/jasa dan informasi bisa menguntungkan

konsumen karena menambah banyaknya pilihan dan info di pasar. Namun, di sisi lain bisa memberi dampak negatif apabila konsumen tidak bisa mengendalikan diri.

Makin maraknya penyebaran hoaks (berita bohong) menambah kebingungan konsumen. Perkembangan teknologi informasi yang mentransformasi sistem perdagangan secara daring (online) atau dikenal e-dagang atau e commerce merupakan produk kebebasan yang juga mewarnai pasar saat ini. Namun, Undang-Undang yang mengaturnya belum siap. Sistem perdagangan global telanjur menyatu dengan kebebasan informasi, bisa jadi merugikan produsen ataupun konsumen.

Seiring perjalanan waktu serta persaingan ekonomi yang semakin meningkat yang dilakukan oleh manusia itu sendiri dalam melakukan hal yang kurang sportif menyebabkan banyak konsumen merasa dirugikan akibat produk yang dibuat oleh produsen semakin berkurang kualitasnya ataupun penipuan terhadap konsumen yang dilakukan oleh produsen. Maka melihat hal–hal tersebut dibuatlah badan perlindungan konsumen.

Persoalan konsumen ternyata tidak pernah berhenti dari waktu ke waktu, bahkan terasa semakin kompleks. Berbagai perubahan sosial, ekonomi, pengetahuan, teknologi, juga politik; jelas menimbulkan perubahan dalam pola, jenis, dan bobot permasalahan dan keluhan konsumen.

Semakin terbukanya pasar akibat dari proses mekanisme pasar yang berkembang adalah suatu hal yang tidak dapat dielakkan. Tidak jarang dalam transaksi ekonomi sering terjadi permasalahan yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen akibat barang atau jasa yang tidak memenuhi standar bahkan ada yang membahayakan bagi konsumen itu sendiri. Karenanya adanya jaminan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan atas barang dan jasa diperoleh di pasar menjadi sangat penting.

Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan. Namun di sisi lain, perlindungan tersebut harus juga melindungi eksistensi produsen yang sangat esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, diperlukan perundang-undangan yang dapat melindungi kedua belah pihak.

(3)

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.1 Pengertian konsumen sendiri adalah orang yang mengkonsumsi barang atau jasa yang tersedia dimasyarakat baik untuk digunakan sendiri ataupun orang lain dan tindak untuk diperdagangkan.

Adanya lembaga perlindungan konsumen sedikit banyak akan membantu untuk melindungi konsumen akhir atau pemakai serta untuk melindungi barang dan jasa baik swasta maupun instansi pemerintah dengan menjunjung tinggi asas keadilan bagi konsumen.

2. PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Lembaga Perlindungan Konsumen

Perkembangan hukum konsumen di dunia berawal dari adanya gerakan perlindungan konsumen pada abad ke-19, terutama ditandai dengan munculnya gerakan konsumen yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Gelombang pertama terjadi pada tahun 1891, yaitu ditandai dengan terbentuknya Liga Konsumen di New York dan yang pertama kali di dunia. Baru tahun 1898, di tingkat nasional AS terbentuk Liga Konsumen Nasional (The National Consumer’s League). Ada banyak hambatan yang dihadapi oleh organisasi ini, meski demikian, pada tahun 1906 lahirlah Undang-Undang tentang perlindungan konsumen, yaitu The Meat Inspection Act dan The Food and Drugs Act (pada tahun 1938, UU ini diamandemen menjadi The Food, Drug and Cosmetics Act karena adanya tragedi Elixir Sulfanilamide yang menewaskan 93 konsumen di AS tahun 1937).2

Hukum konsumen berkembang lagi pada tahun 1914, yang ditandai sebagai gelombang kedua dan terbentuk komisi yang bergerak dalam bidang perlindungan konsumen, yaitu Federal Trade Comission (FTC). Keberadaan program pendidikan konsumen mulai dirasakan perlu sekali untuk menumbuhkan kesadaran kritis bagi para konsumen. Maka pada dekade 1930-an mulai gencar dilakukan penulisan buku- buku tentang konsumen dan perlindungan konsumen, yang juga dilengkapi dengan riset-riset yang mendukungnya.

Gelombang ketiga terjadi pada dekade 1960-an, yang melahirkan era hukum perlindungan konsumen dengan lahirnya suatu cabang hukum baru, yaitu hukum konsumen (consumers law). Hal ini ditandai dengan pidato Presiden AS ketika itu, John F. Kennedy, di depan Konggres AS pada tanggal 15 Maret 1962 tentang “A Special Message for the Protection of Consumer Interest” atau yang lebih dikenal dengan istilah “Deklarasi Hak Konsumen” (Declaration of Consumer Right).

Jika diamati, sejarah gerakan perlindungan konsumen bermula dari kondisi di Amerika Serikat. Perlindungan hak-hak konsumen dapat berjalan seiring dengan perkembangan demokrasi yang terjadi dalam suatu negara. Negara demokrasi mengamanatkan bahwa hak-hak warga negara, termasuk hak-hak konsumen harus dihormati. Ada posisi yang berimbang antara produsen dan konsumen, karena keduanya mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum.

(4)

Beberapa negara mulai membentuk semacam Undang-Undang perlindungan konsumen, yaitu sebagai berikut:

a. Amerika Serikat: The Uniform Trade Practices and Consumer Protection Act (UTPCP) tahun 1967, yang kemudian diamandemen pada tahun 1969 dan 1970; Unfair Trade Practices and Consumer Protection (Lousiana) Law, tahun 1973.

b. Jepang: The Consumer Protection Fundamental Act (tahun 1968).

c. Inggris: The Consumer Protection Act, tahun 1970, yang diamandemen pada tahun 1971.

d. Kanada: The Consumer Protection Act dan The Consumer Protection Amandment Act (tahun 1971).

e. Singapura: The Consumer Protection (Trade Description and Safety Requirement Act), tahun 1975.

f. Finlandia: The Consumer Protection Act (tahun 1978). g. Irlandia: The Consumer Information Act (tahun 1978). h. Australia: The Consumer Affairs Act (tahun 1978). i. Thailand: The Consumer Act (tahun 1979).3

B. Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia

Masalah perlindungan konsumen di Indonesia baru mulai terjadi ada decade 1970-an. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulai Mei 1973. Ketika itu gagasan perlindungan konsumen disampaikan secara luas kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan advokasi konsumen, seperti pendidikan, pengujian, pengaduan dan publikasi media konsumen.

Terkait kelembagaan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengamanatkan tidak kurang dari tiga macam kelembagaan yang dapat berperan dalam perlindungan konsumen. Pertama, tentu saja organisasi konsumen, yang dalam UUPK disebut sebagai Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Kenapa perlu untuk disebutkan pertama? Karena jauh sebelum UUPK ini disahkan, organisasi konsumen sudah terbentuk terlebih dahulu.4

YLKI yang berlokasi di Jakarta, merupakan organisasi yang pertama, selanjutnya diikuti dengan organisasi konsumen lain di berbagai daerah, seperti: Yogyakarta, Medan, Makassar, Bandung, Surabaya dan kota lainnya. Tanpa bermaksud menyombongkan diri, YLKI merupakan penggagas dan membidani lahirnya UUPK. Tidak tanggung-tanggung, gagasan ini secara historis telah mulai disuarakan sejak 1975-an.

3 Ibid

(5)

Sebelum UUPK disahkan, paling tidak baru ada sekitar belasan organisasi konsumen di Indonesia. Namun setelah UUPK – yang mendorong dibentuknya LPKSM di daerah tingkat II (kabupaten/kota), saat ini sudah hampir 300-an LPKSM yang tercatat di Direktorat Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan RI. Tentu saja dari 300-an LPKSM ini masih perlu dilihat kembali berapa yang masih aktif dan berapa yang sudah “menghilang”.

Kedua, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Badan ini seharusnya menjadi institusi independen yang paling tinggi dan bergengsi dalam bidang perlindungan konsumen. Bertanggung jawab langsung pada Presiden, BPKN berperan dalam menentukan arah dan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia. Kenyataannya, belum cukup terlihat hasil nyata sepak terjangnya bagi perlindungan konsumen Indonesia. Hal ini disebabkan kewenangannya yang sebatas memberi saran dan pertimbangan pada pemerintah.

Dan, ketiga, adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Institusi ini juga didorong untuk dibentuk di daerah tingkat II (kabupaten/kota), sebagai alternatif tempat penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Badan ini seharusnya mempunyai kewenangan cukup untuk menghasilkan keputusan final bagi konsumen, dan pelaku usaha wajib melaksanakan putusan yang telah ditetapkan. Kenyataannya, BPSK ternyata tidak kuasa memaksa pelaku usaha yang bermasalah untuk datang memenuhi panggilan. Dan putusan BPSK pun tidak otomatis berkekuatan hukum tetap. Tetap saja harus disahkan terlebih dahulu oleh Pengadilan Negeri setempat.5

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai lembaga yang memperjuangkan hak-hak konsumen setelah kemerdekaan di Indonesia, memulai aksinya melalui advokasi konsumen. Lembaga ini secara popular sering dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia sejak tahun 1973 karena keberadaan YLKI membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen. Bahkan lembaga ini tidak sekadar melakukan penelitian atau pengujian, penerbitan, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.6

Namun jika dibandingkan dengan ketentuan PBB, gerakan di Indonesia melalui YLKI termasuk cukup responsif terhadap keadaan karena mampu mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Ecosoc) No. 2111 Tahun 1978 tentang Perlindungan Konsumen.7

C. Azas Perlindungan Konsumen

Pasal 2 UU No 8 Tahun 1999 merumuskan bahwa azas Perlindungan Konsumen adalah:

1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;

5 Ibid

6 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2013, hal. 37

(6)

2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil

3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelakuusaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual, 4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas

keamanan dankeselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barangdan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan; 5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati

hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Kesadaran konsumen akan hakhaknya masih rendah, hal ini dipengaruhi beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan yang belum memenuhi standar wajib karenanya belum dapat dianggap sebagai konsumen yang cerdas. Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pendidikan dan pembinaan konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak gampang menyadarkan pelaku usaha yang telah mendarah daging berpegang teguh dengan prinsipnya,” mengeluarkan barang atau modal minimal tetapi mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin. Konsisi ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen secara langsung maupun tidak langsung

D. Peran Penting Lembaga Perlindungan Konsumen Dalam Melindungi Konsumen Di Indonesia

Di dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Berangkat dari ketentuan Pasal ini, dapat diketahui bahwa Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) diadakan untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia. Istilah “mengembangkan” yang digunakan di dalam rumusan Pasal ini, menunjukkan bahwa BPKN dibentuk sebagai upaya untuk mengembangkan perlindungan konsumen yang sudah diatur dalam pasal yang lain, khususnya pengaturan tentang hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, pengaturan larangan-larangan bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya, pengaturan tanggung jawab pelaku usaha, dan pengaturan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.8

Meskipun namanya perlindungan konsumen, BPKN berperan juga melindungi produsen secara berimbang dengan konsumen. Kedudukan BPKN sangat strategis dalam mewujudkan perlindungan konsumen secara berkelanjutan.9

(7)

Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.10

Fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan tidak terbatas pada penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen.11

Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. BPKN mempunyai tugas:

1. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen;

2. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;

3. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;

4. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

5. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;

6. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau Pelaku Usaha; dan

7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.12

BPKN diharapkan menjadi mediator dalam penyelesaian kerugian yang dialami siapa pun. BPKN awalnya memang fokus di bidang ekonomi. Perannya sangat strategis dalam mewujudkan kesetaraan produsen dan konsumen dalam pembangunan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Juga sangat relevan dengan situasi saat ini, dalam mencari solusi makin maraknya hoaks sehingga pemerintah bisa fokus menjalankan tugas rutin lainnya. Pemberdayaan lembaga yang ada sesuai UU menjadi solusi terbaik daripada membentuk lembaga adhoc sebagai reaksi sesaat. Rencana Satuan Tugas Anti-Hoax belum tentu bisa menyelesaikan masalah secara berkelanjutan karena perlu disiapkan mekanisme hukumnya.

BPKN harus merekomendasikan dan mendorong komitmen kuat pemerintah (pusat maupun daerah) untuk menjadikan perlindungan konsumen serta kesetaraan produsen-konsumen jadi pilar utama pembangunan ekonomi; sinkronisasi antar-pemangku kepentingan; menjadikan BPKN pusat solusi atas pengaduan konsumen dan sekaligus pusat informasi dan acuan tentang perlindungan konsumen. Juga mendorong pengawasan dan penegakan hukum dalam rangka perlindungan konsumen sehingga memberi kepastian hukum dan usaha. Di beberapa negara, misalnya, pemerintahnya menyiapkan regulasi yang 9 http://nasional.kompas.com/read/2017/02/16/19080071/ urgensi.badan.perlindungan. konsumen, diakses pada 7 Nopember 2017

10 Pasal 33 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 11 Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, op.cit., hal. 201

(8)

memberikan sanksi bagi penyelenggara komunikasi jika ada hoaks yang disebar melalui jasanya.13

Disamping BPKN pemerintah juga mengakui adanya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Lembaga perlindungan yang dibentuk oleh masayarakat ini harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) tetap harus didaftarkan dan mendapat pengakuan dari pemerintah, dengan tugas-tugas yang masih harus diatur dengan Peraturan pemerintah.

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.14

Kehadiran LPKSM dalam suatu Negara sangat penting untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen.15 LPKSM sebagai arus bawah yang kuat dan tersosialisasi secara luas di masyarakat dan sekaligus secara refresentatif dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen. Arus bawah tersebut sebelum diundangkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen diperankan oleh Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI). Sebalikya, BPKN sebagai arus atas memiliki kekuasaan yang secara khusus diberikan undang-undang untuk mengurusi perlindungan konsumen.16

Tugas LPKSM meliputi kegiatan:

a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;

c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;

d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;

e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.17

Di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakatdikatakan bahwa dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, LPKSM dapat melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok.18

Dalam PP LPKSM tersebut Tidak dijelaskan secara rinci bagaimana bentuk advokasi yang dimaksud, apakah dalam bentuk memberikan jasa hukum sebagaimana halnya advokat di persidangan atau tidak. Namun jika diiakitkan

13http://nasional.kompas.com/read/2017/02/16/19080071/urgensi.badan.perlindungan.konsum en, diakses pada 7 Nopember 2017

14 Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 15 Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, op.cit., hal. 221

16 Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, Ibid

(9)

dengan UU Nomor 18 tahun 2003 tentang Adovakt, dinyatakan bahwa jasa hukum hanyalah diberikan oleh orang yang memang berprofesi sebagai advokat sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang berbunyi:

“Jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.”19

Akan tetapi, LPKSM ini diberikan hak oleh undang-undang untuk melakukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha. Sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c UU Perlindungan Konsumen. Bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

Peran Lembaga Perlindungan Konsumen Dalam hal ini, lembaga yang bergerak di bidang perlindungan konsumen menjadi sangat penting, dan peran-peran ini diakui oleh pemerintah. Lembaga perlindungan konsumen yang secara swadaya didirikan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

Lembaga perlindungan konsumen berperan untuk menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya, serta bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen, membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen, melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan tiga lembaga yakni Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).Perbedaan di antara ketiganya terletak pada beberapa hal, yakni BPKN dengan LPKSM sebenarnya sebuah lembaga yang sama namun inisiatif pembentukannya, LPKSM berasal dari arus bawah (buttomup) sedangkan BPKN inisiatif pembentukannya dari arus atas (top down). 20

Arus bawah yakni pembentukan lembaga yang diprakarsai dan lebih banyak dijalankan oleh rakyat biasa, bukan para pejabat atau petinggi negara. Sehingga pergerakan kegiatannya banyak yang berbentuk menghimpun data dan fakta untuk selanjutnya diajukan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. Sedangkan arus atas lebih banyak dimainkan oleh para pejabat atau pegawai resmi pemerintahan, selain didirikan oleh pemerintah melalui pejabat yang berwenang. Pergerakan kegiatannya banyak yang berupa penghasilan barang jadi semisal

19 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat

(10)

aturan-aturan atau keputusan-keputusan yang digulirkan kepada rakyat bawah. Atau lebih gamblangnya bisa kita pinjam istilah Santoso dengan menyebutnya lembaga plat merah dan lembaga plat hitam.21

Bila kita perhatikan kembali fungsi dan tugasnya, BPKN secara khusus sebagai pelindung konsumen masuk dalam bagian struktur kekuasaan yang menunjukan semakin besar pengaruh dan power yang dimiliki untuk melindungi konsumen. Dan dari arus bawah LPKSM sebagai lembaga konsumen yang tersosialisasi secara luas di masyarakat dan sekaligus secara representatif dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen.22

Sedangkan dengan BPSK selain sebagai “lembaga plat merah” lebih kepada fusngsinya untuk membantu konsumen dalam hal meyelesaikan sengketa yang sudah terjadi. BPSK ini lebih dikhususkan kepada gugatan secara perorangan, sedangkan gugatan secara kelompok (class action) dilakukan melalui peradilan umum.23

BPSK ialah pengadilan khusus konsumen (small claim court) yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan cepat, sederhana, dan mudah. Dengan demikian, BPSK hanya menerima perkara yang nilai kerugiannya kecil.24

Namun demikian Lembaga perlindungan Konsumen baik “lembaga plat merah” maupun yang dibentuk langsung oleh masyarakat tetap memiliki peranan penting dalam perlindungan konsumen terutama dalam memastikan bahwa hak-hak bagi konsumen dapat terpenuhi dengan baik. Adapun hak-hak-hak-hak tersebut adalah: 1) Hak Atas Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan

Bagi konsumen hak ini harus mencakup aspek kesehatan secara fisik, dan dari perspektif keyakinan/ajaran agama tertentu.

2) Hak Untuk Memilih

Merupakan kebebasan konsumen dalam memilih barang dan jasa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, barang yang beredar di pasar haruslah terdiri dari beberapa merek untuk suatu barang, agar konsumen dapat memilih. 3) Hak Atas Informasi

Bisa dipenuhi dengan cara antara lain, melalui diskripsi barang menyangkut harga dan kualitas atau kandungan barang dan tidak hanya terbatas informasi pada satu jenis produk, tetapi juga informasi beberapa merek untuk produk sejenis, dengan demikian konsumen bisa membandingkan antara satu merk dengan merk lain untuk produk sejenis.

4) Hak Untuk Didengar Pendapat dan Keluhannya

Ada dua instrumen dalam mengakomodir hak untuk didengar: Pertama, Pemerintah melalui aturan hukum tertentu dalam bentuk hearing secara terbuka dengan konsumen; Kedua, melalui pembentukan organisasi konsumen swasta dengan atau tanpa dukungan pemerintah. Hak untuk didengar menuntut adanya organisasi konsumen yang mewakili konsumen.

21 Ibid, hal 17 22 Ibid, hal 199

23 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. hal. 126

(11)

5) Hak Untuk Mendapatkan Advokasi

Dengan hak ini, konsumen mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam rangka mengamankan implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan menjamin keadilan sosial.

Hak ini dapat dipenuhi dengan cara :

1. Konsultasi hukum, diberikan pada konsumen menengah ke bawah. Bentuk kegiatan ini dapat dilakukan oleh organisasi konsumen dan atau instansi pemerintah yang mengurusi perlindungan konsumen;

2. Menggunakan mekanisme tuntutan hukum secara kolektif (class action); 3. Adanya keragaman akses bagi konsumen individu berupa tersedianya

lembaga penyelesaian sengketa konsumen, baik yang didirikan oleh pemerintah berupa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di setiap pemerintah kota / kabupaten.

6) Hak Untuk Mendapat Pendidikan

Definisi dasar hak ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya, dapat dilakukan baik melalui kurikulum dalam pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen. Pemenuhan hak untuk mendapat pendidikan juga menjadi kontribsi dan tanggung jawab pelaku usaha.

7) Hak Untuk Tidak Diperlakukan Secara Diskriminatif

Tindakan diskriminatif secara sederhana adalah adanya disparitas, adanya perlakukan yang berbeda untuk pengguna jasa/produk, dimana kepada konsumen dibebankan biaya yang sama. Oleh karena itu adanya pelaku usaha yang menyediakan beberapa sub kategori pelayanan dengan tarif yang berbeda-beda, susuai dengan tarif yang dibayar konsumen tidak dapat dikatakan diskriminatif.

8) Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi

Mendapatkan ganti rugi harus dipenuhi oleh pelaku usaha atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan si pelaku usaha tersebut.

Bentuk ganti rugi dapat berupa : 1. pengembalian uang;

2. penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya; 3) perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan (pasal 19 Ayat (2) UUPK).

9) Hak Yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-undangan Lainnya

Selain hak-hak yang ada dalam UU Perlindungan Konsumen, dalam UU lain juga diatur hak-hak konsumen, seperti UU Kesehatan. Oleh karena itu dimungkinkan adanya hak konsumen tambahan sesuai dengan tipikal sektor masing-masing.

3. Kesimpulan

(12)

bahwa hak-hak bagi konsumen dapat terpenuhi dengan baik, yakni Hak Atas Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan, hak untuk memilih, hak atas informasi, Hak Untuk Didengar Pendapat dan Keluhannya, Hak Untuk Mendapatkan Advokasi, Hak Untuk Mendapat Pendidikan, Hak Untuk Tidak Diperlakukan Secara Diskriminatif, Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi serta Hak Yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-undangan Lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2011 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

Buku

Adrian Sutedi, Tanggungjawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bandung 2008

Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, 2015

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

Erna Widjajati, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Wafi Media Tama, Tangerang Selatan, 2015

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2013

Lainnya

http://ylki.or.id/2016/12/pelembagaan-perlindungan-konsumen/ diakses pada 07 Nopember 2017

Referensi

Dokumen terkait

Farikhin Syahmari di Desa Gombong Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang (Studi Analisis Respon Jamaah Pengajian Rutin Sabtunan). Tujuan dari penelitian ini adalah

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Menyadari bahwa dalam memanfaatkan alternator mobil sebagai pembangkit listrik tenaga angin masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu demi kesempurnaan alat ini maka perlu

Tetapi batik pewarna alami kurang diminati oleh konsumen maka dari itu perlu dilakukan penelitian dengan pendekatan Quality Function Deployment dan Crosstab

[r]

Ide pokok yang terletak di bagian awal paragraf menyatakan yang bersifat umum, yang sudah tentu masih memerlukan penjelasan lebih lanjut, sedangkan ide pokok di bagian akhir

Sedangkan pada histologi ginjal tampak bahwa perlakuan porang yang berasal dari Sumber Baru dan Sumber Bendo menunjukkan adanya.. kerusakan sel hepar sekitar 25

Prinsip kerja dari metode ini adalah: pertama mengkonversi foto yang diambil dengan menggunakan kamera dari satuan meter (mengacu pada transek kuadrat dengan dengan luas (1x1) m 2