• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kantung Semar (Nepenthes) - Isolasi Dan Indentifikasi Bakteri Kitinolitik Dari Nepenthes Tobaica Dan Nepenthes Gracilis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kantung Semar (Nepenthes) - Isolasi Dan Indentifikasi Bakteri Kitinolitik Dari Nepenthes Tobaica Dan Nepenthes Gracilis"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kantung Semar (Nepenthes)

Kata Nephentes berasal dari bahasa Latin, yang berarti gelas anggur. Nama tersebut pertama kali digunakan oleh J.P. Bryne pada tahun 1689, ketika membuat deskripsi berbagai jenis tumbuhan yang berasal dari Srilangka. Kantung semar termasuk pada divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, subkelas Dilleniidae, ordo Nepenthales, famili Nepenthaceae dan genus Nephentes. Beberapa spesies Nephentes diantaranya: N. bicalcarata, N. ampullaria dan N. rafflesiana (Mansur, 2007).

Nepenthes adalah genus tunggal dalam Nepenthaceae dan terdiri dari 82 spesies yang terdistribusi di seluruh dunia. Indonesia memiliki keanekaragaman Nepenthes tertinggi di dunia, 53 spesies Nepenthes terdapat di Indonesia dan 31 dari 53 spesies tersebar di pulau Sumatera (Clarke, 2001). Kawasan Taman Wisata Alam Sicikeh-Cikeh Kabupaten Dairi, Sumatera Utara memiliki 7 spesies Nepenthes spp. diantaranya: N. reinwardtiana, N. tobaica, N. spectabilis, N.

rhombicaulis, N. rigidifolia, N. reinwardtiana x N. spectabilis dan N. tobaica x N. reinwardtiana (Dariana, 2009).

Kantung semar tumbuh di tanah yang miskin unsur hara, seperti di tanah kapur, tanah berpasir, tanah merah, dan tanah gambut. Pada umumnya, jenis tanah tersebut kekurangan unsur nitrogen dan fosfor. Kekurangan unsur hara menyebabkan tumbuhan tersebut mengubah ujung sulur daunnya menjadi kantung untuk menangkap serangga atau binatang kecil sebagai sumber nutrisinya. Sulur daunnya dapat mencapai permukaan tanah atau menggantung pada cabang-cabang ranting pohon yang berfungsi sebagai pipa penyalur nutrisi dan air (Mansur, 2007).

(2)

elektron menunjukkan adanya platelet lilin yang menonjol tegak lurus terhadap permukaan kantung. Pemeriksaan karakter fisikokimia menunjukkan lilin tersebut tersusun dari campuran polimer alifatik yang didominasi rantai aldehid yang sangat panjang (Riedel et al., 2003). Bagian dalam kantung terdapat kelenjar multiseluler dengan cairan viskoelastis untuk mempertahankan dan mendegradasi mangsa yang tertangkap terutama serangga (Gorb et al., 2004). Terdapat sekitar 6000 kelenjar pencernaan/cm2 di dalam kantung yang berperan dalam merangsang bahan kimia, sekresi enzim pencernaan, dan penyerapan nutrisi (Owen et al., 1999).

Karakter yang khas dari cairan kantung adalah aktivitas enzim yang berasal dari tumbuhan atau mikroba yang ada di dalam. Kepadatan bakteri dari cairan kantung sekitar 7 x 106-2,2 x 108 sel/ml dan terdapat aktivitas enzim yang

tinggi yaitu asam fosfatase, β-D-glukosidase, and β-D-glukosaminidase. Enzim

yang terikat pada bakteri dan partikel organik berkontribusi secara signifikan terhadap aktivitas total enzim (Takeuchi et al., 2011). Cairan kantung yang tertutup tumbuhan kantung semar memiliki pH dalam kisaran netral (pH 7-7,5) dan sedikit memiliki aktivitas proteolitik. Sementara itu, kondisi cairan menjadi lebih asam dan mengandung protease berupa pepsin pada kantung yang terbuka (Amagase, 1972). Di dalam cairan kantung ditemukan adanya aktivitas yang kuat

dari asam, alkali fosfat, fosfoamidase, esterase C4, dan esterase C8. Eksresi sebuah proton (ion H+) dari ion NH4+ akan menyebabkan pH cairan kantung menurun (Higashi et al., 1993).

(3)

2.2 Kitin

Kitin merupakan senyawa homopolisakarida tidak bercabang yang terdiri dari N-asetilglukosamin. Monomer-monomer dari N-asetilglukosamin dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosida. Kitin yang terdapat pada organisme tertentu umumnya berikatan dengan polimer lainnya seperti glukan dan protein. Kitin mengalami biodegradasi melalui mekanisme dengan melibatkan enzim kompleks (Patil et al., 2000).

Berdasarkan susunan N-asetilglukosamin, kitin dapat dibedakan menjadi α-kitin (antiparalel), β-kitin (paralel), dan γ-kitin (antiparalel-paralel). α-kitin memiliki susunan N-asetilglukosamin yang lebih rapat dan banyak ditemukan di alam, terdapat di kutikula anthropoda dan fungi. β-kitin memiliki susunan

N-asetilglukosamin yang rapat dan banyak ditemukan di atom. γ-kitin merupakan

gabungan dari α-kitin dan β-kitin dan banyak ditemukan pada kumbang Ptinus tectus dan Rhychaneus fagi (Svitil et al., 1997).

Kitin merupakan biopolimer yang paling banyak ditemukan di alam dan terdistribusi di lingkungan biosfer setelah selulosa. Senyawa ini terdapat pada eksoskeleton serangga, fungi, yeast, alga, serta golongan udang-udangan seperti kepiting, udang kecil, dan lobster (Bhattacharya et al., 2007). Pada hewan, kitin merupakan struktur rigid yang terdapat pada eksoskeleton. Hal ini disebabkan

pada rantai polimer N-asetilglukosamin terdapat ikatan hidrogen antar molekul membentuk mikrofibril yang menghasilkan struktur yang stabil dan rigid, tidak larut dalam air sehingga dapat mengkristal (Shaikh & Deshpande, 1993). Meskipun sumber kitin bermacam-macam, namun secara komersial kitin dieksplorasi dari cangkang udang-udangan (Arbia et al., 2013).

Kitinase merupakan enzim yang aktif mendegradasi polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Berdasarkan cara kerjanya dalam mendegradasi substrat, kitinase dikelompokkan menjadi dua yaitu: endokitinase dan eksokitinase. Endokitinase mendegradasi kitin secara acak dari bagian dalam menghasilkan kitooligomer. Sedangkan eksokitinase mendegradasi kitin secara berurutan dari ujung nonreduksi menghasilkan kitobiosa sebagai

produk akhir dan β-N-asetilheksosaminidase yang mendegradasi kitin secara

(4)

2000). Kemampuan kitinase, aktivitas pH, dan stabilitas yang luas dalam mendegradasi koloid kitin secara efisien membuat industri enzim menjadi signifikan untuk aplikasi bioteknologi, terutama dalam produksi kitobiosa dan N-asetil D-glukosamin (Anuradha & Revathi, 2013).

Enzim pendegradasi kitin semakin berkembang sejak diketahui bahwa enzim ini mampu mengubah limbah pengolahan udang menjadi produk yang memiliki nilai tambah yang besar seperti oligomer kitin dan kitosan yang memiliki aktivitas biologi (Chasanah et al., 2012). Enzim kitinase menarik untuk diisolasi karena memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai agen biokontrol melawan jamur dan nematoda yang menyebabkan penyakit tanaman, pendegradasi kitin dalam ekosistem (Cohen et al., 1998), produksi protein tunggal, biopestisida, pengestimasi biomassa jamur, pengendalian nyamuk, produksi kitooligosakarida, penentu morfogenenis jamur dan serangga (Patil et al., 2000), pembuatan krim antijamur, dan bioteknologi isolasi protoplas (Dahiya et al., 2006).

Peranan enzim kitinase yang sangat prospektif terhadap kehidupan masyarakat banyak mendorong ilmuwan dan peneliti melakukan eksplorasi mikroorganisme kitinolitik. Mikroorganisme kitinolitik merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi kitin dengan enzim kitinase.

Mikroorganisme ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti rizosfer, filosfer, tanah atau dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam atau limbah udang dan sebagainya (Chernin et al., 1997; Svitil el al., 1997; Gohel et al., 2006; Yogiara, 2004; Anindyaputri, 2010; Das et al., 2010; Herdyastuti et al., 2012; Anuradha & Revathi, 2013; Haggag & Hasan, 2013). Selain lingkungan mesofil, mikroorganisme kitinolitik juga telah berhasil diisolasi dari lingkungan termofilik seperti sumber air panas (Rochima, 2006; Ardani dkk., 2012; Hamid et al., 2013).

2.3 Bakteri Kitinolitik

(5)

industri (Patil et al., 2000; Dahiya et al., 2006; Shakhbazau & Kartel, 2008; Ramirez et al., 2010).

Jenis-jenis bakteri yang telah banyak dilaporkan mampu menghasilkan enzim kitinase adalah Bacillus cereus (Anindyaputri, 2010), B. thuringiensis, B. licheniformis (Kamil et al., 2007; Gomma, 2012), B. papandayan (Rochima, 2006), Lysinibacillus fusiformis (Singh et al., 2012), Pseudomonas fluorescens (Nandakumar et al., 2007), P. putida (Saranya & Thayumanavan, 2013), Serratia marcescens (Ningaraju, 2006), Paenibacillus elgii (Das et al., 2010), Vibrio harveyi (Svitil el al., 1997), V. aestuarianus, Flavobacterium odoratus, Shewenella putrefaciens, Exiguobacterium (Anuradha & Revathi, 2013), Pseudomonas sp., Pantoea dispersa, Enterobacter amnigenus (Gohel et al., 2006), E. agglomerans (Chernin et al., 1997), Streptomyces RKt5 (Yurnaliza dkk., 2011), dan Stenotrophomonas maltophilia (Zhang et al., 2001; Hamid et al., 2013). Selain bakteri, jamur juga telah dilaporkan dapat menghasilkan enzim kitinase diantaranya: Coniothyrium minitans (Haggag & Hasan, 2013), Aspergillus parasiticus (Herdyastuti et al., 2012), A. rugulosus (Wulandari, 2009),

A. terreus (Ghanem et al., 2010), Beauveria bassiana (Lawati, 2013), dan Moniliophthora perniciosa (Galante et al., 2012).

Bakteri Vibrio aestuarianus, Flavobacterium, Shewenella dan

Exiguobacterium yang diisolasi dari cangkang udang-udangan memiliki kemampuan kitinolitik (Anuradha & Revathi, 2013). Bakteri kitinolitik asal air panas dapat diaplikasikan sebagai pengendali hayati larva Aedes aegypti L. (Ardani dkk., 2012), Bacillus thuringiensis dan B. licheniformis yang diisolasi dari rizosfer memiliki aktivitas kitinase dan berpotensi meningkatkan perkecambahan benih kedelai yang terinfeksi berbagai jamur fitopatogenik (Gomma, 2012), Serratia marcescens MO-1 yang diisolasi dari Poecilimon tauricola memiliki aktivitas antijamur terhadap Alternaria citri, Fusarium oxysporum, Trichoderma harzianum, Aspergillus niger, dan Rhizopus oryzae (Okay et al., 2013).

(6)

menunjukkan Gram negatif, bentuk batang-kokoid, dapat menghasilkan asam dari manitol, sukrosa, sorbitol, inositol juga mampu mengoksidasi glukosa. Berdasarkan urutan nukleotida gen 16S rRNA, bakteri ini menunjukkan hubungan genetik 98% dengan Pseudomonas sp.

2.4 Polymerase Chain Reaction

Dari suatu campuran DNA yang kompleks, PCR memungkinkan peneliti untuk membuat sejumlah besar DNA dengan urutan basa tertentu dalam waktu yang singkat dan tanpa kloning. Prosedur ini menggunakan DNA polimerase yang tahan panas (thermostable) dan dua primer oligonukleotida sintetik. Urutan DNA gen yang akan diamplifikasi (diperbanyak) harus diketahui sebagian, agar primer yang membatasi ujung DNA target dapat disintesis. PCR memiliki berbagai aplikasi antara lain: mengamplifikasi DNA pada daerah tertentu sebagai strategi rekayasa genetik yang tidak tergantung pada enzim restriksi, memperbanyak DNA genom untuk keperluan diagnostik, memperbanyak DNA untuk sekuensing, menyisipkan/membuat mutasi (site directed mutagenesis), dan mengkuantifikasi jumlah mRNA awal (RT-PCR) yang dikombinasi dengan RT (Grompe et al., 1998).

Tiap putaran reaksi PCR terdiri atas tiga tahap yaitu: denaturasi template, penempelan primer, dan polimerisasi primer, yang masing-masing berlangsung pada suhu lebih kurang 95ºC, 50ºC, dan 70ºC. Pada tahap denaturasi, pasangan untai DNA template dipisahkan satu sama lain sehingga menjadi untai tunggal. Pada tahap selanjutnya, masing-masing untai tunggal akan ditempeli oleh primer. Jadi, ada dua buah primer yang masing-masing menempel pada untai tunggal DNA template. Biasanya, kedua untai primer tersebut dinamakan primer maju (forward primer) dan primer mundur (reverse primer). Setelah menempel pada untai DNA template, primer mengalami polimerisasi dan mensintesis DNA baru dari ujung 5' hingga ujung 3' (Sachse & Frey, 2010).

(7)

temperatur annealing, konsentrasi Mg 2+, konsentrasi template, dan bahan tambahan seperti bovine serum albumin, triton X-100, gen T4 protein 32, polietilenglikol 8000 dan gliserol (Marchesi et al., 1998).

Primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk proses eksistensi DNA. Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan urutan yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data urutan DNA atau protein bisa didapatkan dari database GenBank. Apabila urutan DNA maupun urutan protein yang dituju belum diketahui maka perancangan primer dapat didasarkan pada hasil analisis homologi dari urutan DNA atau protein yang telah diketahui mempunyai hubungan kekerabatan yang terdekat (Rychlik, 1995).

2.5 Gen 16S rRNA

Kesulitan dalam mengkultur mikroba yang berada di alam atau lingkungan, mendorong para ahli mikrobiologi untuk menggunakan gen 16S rRNA sebagai penanda filogenetik dalam memeriksa keanekaragaman dan mengelompokkan mikroba (Kim et al., 2011). Pada prokariotik terdapat tiga jenis

RNA ribosomal, yaitu 5S, 16S, dan 23S rRNA. Di antara ketiganya, 16S rRNA yang paling sering digunakan. Molekul 5S rRNA memiliki urutan basa terlalu pendek, sehingga tidak ideal dari segi analisis statistika, sementara molekul 23S rRNA memiliki struktur sekunder dan tersier yang cukup panjang sehingga menyulitkan analisis. Analisis gen penyandi 16S rRNA telah menjadi prosedur baku untuk menentukan hubungan filogenetik dan menganalisis suatu ekosistem (Raghava et al., 2000).

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan, rahmat serta hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi

Gambar 4.1 Kerangka kerja Gambaran kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pekerja yang terpapar bahan kimia lem pada home industry sepatu.

Dengan komposisi, 40 %, untuk SNMPTN, 30 % yang diterima melalui jalur SBMPTN dan 30 % yang diterima melalui jalur Seleksi Mandiri (SM). Jalur SNMPTN dilakukan dengan cara

Pengaruh Advertising dan Personal Selling Terhadap Keputusan Pengambilan KPR Syariah dengan Lokasi Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus pada PT. Bank Tabungan Negara

Laserasi serebri adalah kontusio serebral yang berat, dimana mengakibatkan gangguan kontinuitas jaringan otak yang kasat mata, dan dalam hal ini

apabila yang menghadiri adalah orang yang ditugaskan oleh direktur utama/pimpinan perusahaarlkepala cabang, petugas tersebut wajib menyerahkan surat tugas dari direktur

Bagi Mahasiswa yang sudah tercantum namanya, Silakan untuk mengikuti Bimbingan Bersama Sesuai Jadwal yang tertera2. Semua mahasiswa WAJIB HADIR di Bimbingan Bersama Sesuai Jadwal

[r]