• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. FUNGSI KOGNITIF II.1.1. Definisi - Hubungan Antara Tekanan Darah Sistolik, Tekanan Darah Diastolik, Tekanan Nadi Dan Tekanan Arteri Rata-Rata Dengan Fungsi Kognitif Pada Usia Lima Puluh Tahun Ke Atas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. FUNGSI KOGNITIF II.1.1. Definisi - Hubungan Antara Tekanan Darah Sistolik, Tekanan Darah Diastolik, Tekanan Nadi Dan Tekanan Arteri Rata-Rata Dengan Fungsi Kognitif Pada Usia Lima Puluh Tahun Ke Atas"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. FUNGSI KOGNITIF II.1.1. Definisi

Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar, seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi (Strub dkk., 2000)

II.1.2. Domain Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif terdiri dari: (Modul Neurobehaviour PERDOSSI, 2008)

a. Atensi

(2)

mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan fungsi eksekutif.

b. Bahasa

Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak dapat dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4 parameter yaitu :

1. Kelancaran

Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara secara spontan.

2. Pemahaman

Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan perintah tersebut.

3. Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang.

4. Penamaan

(3)

Gangguan bahasa sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Penting bagi klinikus untuk mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik antara sindrom afasia dengan lesi neuroanatomi.

c. Memori

Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyediaan informasi, proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam ketiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori. Fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara stimulus dengan recall, yaitu:

1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dengan recall hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention).

2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa menit, jam, bulan, bahkan tahun.

3. Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun bahkan seusia hidup.

Gangguan memori merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan pasien. Amnesia secara umum merupakan efek fungsi memori. Ketidakmampuan mempelajari materi baru setelah brain insult disebut amnesia anterograd. Amnesia retrograd merujuk

(4)

pasien demensia menunjukkan masalah memori pada awal perjalanan penyakitnya. Tidak semua gangguan memori merupakan gangguan organik. Pasien depresi dan ansietas sering mengalami kesulitan memori. Amnesia psikogenik jika amnesia hanya pada satu periode tertentu, dan pada pemeriksaan tidak dijumpai defek pada recent memory.

d. Visuospasial

Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal: lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.

e. Fungsi eksekutif

(5)

II.1.3. Anatomi Fungsi Kognitif

Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut sistem limbik. Sistem limbik terdiri dari amygdala, hipokampus, nucleus talamik anterior, girus subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus, formasio hipokampus dan korpus mamilare. Alveus, fimbria, forniks, traktus mammilotalmikus dan striae terminalis membentuk jaras-jaras penghubung sistem ini. (Waxman S.G; 2007)

Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi, fungsi neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini merupakan bagian dari sistem limbik:

1. Amygdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada hemisfer kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar.

2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang, pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran.

3. Girus parahipokampus, berperan dalam pembentukan memori spasial. 4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan

darah dan kognitif yaitu atensi.

(6)

6. Hipothalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui produksi dan pelepasan hormon, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido, dan siklus tidur/bangun, perubahan memori baru menjadi memori jangka panjang.

7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon membentuk dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat hantaran rangsang indra dari perifer ke koteks serebri. Dengan kata lain, thalamus merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif di otak/ sebagi stasiun relay ke korteks serebri.

8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan pembelajaran.

9. Girus dentatus, berperan dalam meori baru dan mengatur kebahagiaan.

10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan komponen asosiasi. (Markam S., 2003, Devisnsky O., D‘Esposito M., 2004)

Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi kognitif antara lain:

1. Lobus frontalis.

(7)

2. Lobus parietalis

Lobus ini berfungsi dalam membaca, persepsi, memori dan visuospasial. Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual, auditori, taktil) dari area sosiasi sekunder. Karena menerima input dari

berbagai modalitas sensori sering disebut korteks heteromodal dan mampu membentuk asosiasi sensorik (cross modal association). Sehingga manusia dapat menghubungkan input visual dan menggambarkan apa yang mereka lihat atau pegang.

3. Lobus temporalis

Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi, memori, kategorisasi benda-benda dan seleksi rangsangan auditorik dan visual.

4. Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial, memori dan bahasa. (Markam S., 2003)

II.1.4. Tes Untuk Menilai Fungsi Kognitif

(8)

tidak dapat dipisahkan dari MMSE karena CDT melengkapi domain kognitif yang tidak terdapat pada MMSE.

II.1.4.1 Mini Mental State Examination (MMSE)

Sebagai suatu pemeriksaan awal, MMSE adalah test yang paling banyak dipakai. Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai saat ini. Penilaian dengan nilai maksimal 30, cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognitif dalam kurun waktu tertentu. Pemeriksaan MMSE memiliki keunggulan karena waktunya cepat (5-10 menit) dan mudah dikerjakan serta dapat digunakan untuk memonitor perubahan dan perkembangan fungsi kognitif. Dalam pemeriksaan MMSE terdapat komponen orientasi, registrasi, atensi, kalkulasi, recall/ mengingat kembali, bahasa, dan visuokonstriksi. Sedangkan penilaiannya terdiri dari beberapa hal : penilaian orientasi (misal tahun berapa ?), memori segera dan tertunda dari 3 kata (misal apel, meja, koin), penamaan (misal pensil, televisi), pengulangan ungkapan (misal jika tidak, dan atau tetapi), kemampuan mengikuti perintah sederhana (misal ambil sebuah kertas dengan tangan kanan mu, lipat menjadi dua bagian dan letakkan di lantai),

menulis (misal tulis sebuah kalimat), fungsi visuospasial (menggambarkan kembali gambar segilima berpotongan) dan atensi

(9)

pada individu berpendidikan bila skor MMSE ≤ 27 dicurigai suatu gangguan fungsi kognitif. (Folstein MF. et al., 1975, Assosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).

Sebuah studi yang dilakukan pada 473 orang sehat yang berumur lebih dari 15 tahun dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang beragam di Medan didapatkan skor median MMSE berdasarkan usia dan lama pendidikan sebagai berikut:(Sjahrir dkk, 2001)

Tabel 1. Skor median MMSE

Median

Lama pendidikan:

0 - 6 tahun 24

7 - 9 tahun 26

10 - 12 tahun 26 > 12 tahun 28 Usia:

< 20 tahun 27 21 - 30 tahun 28 31 - 40 tahun 28 41 - 50 tahun 26 51 - 60 tahun 27 > 60 tahun 21

(10)

Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) ini awalnya dikembangkan untuk skrining demensia, namun sekarang digunakan secara luas untuk pengukuran fungsi kognitif secara umum. Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) kini adalah instrumen skrining yang paling luas digunakan untuk menilai status kognitif dan status mental pada usia lanjut. (Kochhann dkk, 2009)

Instrumen ini disebut ― mini ― karena hanya fokus pada aspek kognitif

dari fungsi mental dan tidak mencakup pertanyaan tentang mood, fenomena mental abnormal dan pola pikiran. Mini Mental State Examination (MMSE) ini direkomendasikan sebagai screnning untuk

penilaian kognitif global oleh American Academy of Neurology (AAN). (Kochhann dkk, 2010)

(11)
(12)
(13)

II.1.4.2. Clock Drawing Test (CDT)

Pemeriksaan CDT dapat digunakan untuk penilaian beberapa fungsi kognitif diantaranya visuokonstriksi, orientasi, konsep waktu, visuospasial, memori, komprehensi auditorik, dan yang paling penting untuk menilai fungsi eksekutif. Pemeriksaan CDT ini juga mempunyai unsur kemampuan motorik dimana subjek diminta menggambar jam dinding lengkap dengan angka-angkanya dan menggambarkan jarum jam yang menunjukkan pukul ― sebelas lewat sepuluh menit ―. Ada empat

komponen yang dinilai yaitu menggambar lingkaran tertutup (skor 1), meletakkan angka-angka dalam posisi yang benar (skor 1), ke-12 angka lengkap (skor 1), dan meletakkan jarum-jarum pada posisi yang tepat (skor 1). Seseorang dengan fungsi eksekutif yang normal mempunyai skor total 4 dan bila tidak normal skornya kurang dari 4. Skor yang kurang dari 4 perlu evaluasi fungsi kognitif lebih lanjut. (Britt- Marie S., Eva E., Sojka P., 2007)

Korelasi antara CDT dengan instrumen dengan instrumen skrining lainnya, termasuk ‗ gold standart MMSE, dilaporkan baik dalam beberapa

penelitian. (Pinto E. dkk, 2009)

(14)

II. 2 TEKANAN DARAH

II.2.1. Pengertian tekanan darah

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah. ( Ronny dkk, 2010 ).

II.2.2. Faktor-faktor yang Menentukan Tekanan Darah

Ada lima faktor yang menentukan tingginya tekanan darah, yaitu: curah jantung, tahanan pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah, dan kelenturan dinding arteri. Curah jantung dan tahanan pembuluh darah mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap tekanan darah. ( Adams, 2005 )

Agar kita mendapatkan tekanan darah maka harus ada curah jantung dan tahanan terhadap aliran darah sirkulasi sistemik. Tahanan ini disebut tahanan tepi.

Tekanan darah = Curah Jantung x Tahanan tepi

(15)

merupakan pembuluh darah yang jauh lebih kecil dari arteriol, tetapi meskipun setiap kapiler akan memberikan tahanan yang lebih besar dibanding sebuah arteriol, terdapat sejumlah besar kapiler yang tersusun paralel dan berasal dari satu arteriole. Akibatnya terdapat sejumlah lintasan alternatif bagi darah dalam perjalanannya dari arteriole ke vena, dan karena inilah maka jaringan kapiler ini tidak memberikan tahanan terhadap aliran darah seperti yang diberikan oleh arteriole ( Green, 2008 ).

II.2.3. Jenis- jenis Tekanan Darah

Terdapat tiga jenis tekanan darah, yaitu: a. Tekanan Darah Normal

Tekanan darah dikatakan normal apabila tekanan sistoliknya 120-140 mmHg manakala tekanan diastoliknya 80-90 mmHg menurut World Health Organization (WHO). Menurut National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI) dari National Institute of Health

(NIH), mendefinisikan tekanan darah normal adalah tekanan sistolik

kurang dari 120 mmHg dan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg.

b. Tekanan Darah Rendah ( Hipotensi )

(16)

c. Tekanan Darah Tinggi ( Hipertensi )

Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI, 2010) , hipertensi adalah suatu keadaan apabila tekanan darahnya melebihi normal, yaitu tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih tinggi manakala tekanan tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih tinggi.

Menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation and Treatment Of

High Blood Pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada

dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hiperetensi derajat 2.

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah

Kategori Sistolik Diastolik

Normal Prehipertensi Hipertensi stage 1 Hiperetensi stage 2

< 120 120-139 140-159 ≥ 160

< 80 80-89 90-99 ≥ 100

(17)

II.2.4. Tekanan Darah Sistolik

Tekanan darah sistolik adalah tekanan tertinggi yang terjadi selama ejeksi jantung dan merupakan denyut nadi Korotkov I yaitu suara denyut nadi mulai terdengar, tapi masih lemah dan akan mengeras setelah tekanan diturunkan 10- 5 mmHg. (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009; Adams, 2005)

Aliran keluar darah dari ventrikel terjadi sewaktu sistolik. Proses-proses berikut terjadi selama sistolik: (Guyton & Hall, 2010)

Pada awal sistolik terjadi kontraksi ventrikel, katup mitralis dan trikuspidalis A-V menutup. Otot ventrikel pada mulanya hanya sedikit memendek dan tekanan di ventrikel mulai meningkat secara tajam sewaktu miokardium menekan darah di dalam ventrikel. Tidak ada aliran darah keluar yang terjadi selama 0,2 sampai 0,3 detik pertama kontraksi ventrikel ( periode kontraksi isovolemik).

Ketika tekanan ventrikel kiri melebihi tekanan aorta sebesar sekitar 80 mmHg dan tekanan ventrikel kanan melebihi tekanan arteri pulmonalis sebesar sekitar 8 ``mmHg, katup aorta dan pulmonalis membuka. Terjadi aliran darah keluar dari ventrikel, dan ini dinamai periode ejeksi

(18)

Periode ini diikuti oleh ejeksi lambat. Selama periode ini, tekanan aorta mungkin sedikit lebih besar daripada tekanan ventrikel karena momentum darah yang meninggalkan ventrikel diubah menjadi tekanan di aorta, yang sedikit meningkatkan tekanannya.

Selama periode terakhir tekanan sistolik ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis. Dengan demikian, katup aorta dan pulmonalis menutup pada saat ini.

II.2.5. Tekanan Darah Diastolik

Tekanan darah diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi selama ejeksi jantung dan merupakan denyut nadi Korotkof V yaitu titik dimana suara denyut menghilang. (Perhimpunan Dokter

Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009; Adams, 2005)

Ventrikel terisi oleh darah sewaktu diastolik. Proses-proses berikut terjadi tepat sebelum dan selama diastolik: (Guyton & Hall, 2010 )

Sewaktu sistolik, katup A-V menutup, dan atrium terisi oleh darah.

(19)

lebih kecil daripada tekanan atrium, katup mitralis dan trikuspidalis membuka

Tekanan atrium yang lebih tinggi mendorong darah ke dalam ventrikel sewaktu diastolik

Periode pengisian cepat ventrikel terjadi selama sepertiga pertama diastolik dan menghasilkan pengisian terbanyak. Kontraksi atrium terjadi selama sepertiga terakhir diastolik dan berkontribusi sekitar 25 persen dari pengisian ventrikel.

II.2.6. Tekanan Nadi

Tekanan nadi adalah perbedaan atau selisih angka antara tekanan darah sistolik dan diastolik. (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009 )

Secara fisiologis, kedua tekanan tersebut meningkat sepanjang hidup karena peningkatan stroke volume dan / atau peripheral vascular resistance (PVR). Pada usia lanjut, tekanan

(20)

kardiovaskular, dan tingginya prevalensi dari isolated systolic hypertension disertai dengan tekanan nadi yang lebar tampaknya menjadi salah satu faktor yang paling penting. (

Tekanan nadi merupakan selisih antara tekanan darah sistolik dengan tekanan darah diastolik dimana peningkatan nilai tekanan darah diastolik sampai tekanan darah sistolik ditentukan oleh compliance aorta serta stroke volume ventrikel. Pendekatan secara sederhana dapat digambarkan mengenai compliance aorta yaitu : Compliance aorta = Stroke Volume (SV) / Tekanan nadi (PP). Suatu gambaran penting dari sistem arteri adalah bahwa compliance tergantung pada kondisi beban awal, sehingga menjadi

berkurang pada tekanan yang lebih tinggi. Tekanan nadi bergantung pada ejeksi ventrikel kiri dan sifat dari dinding arteri, yang akan menentukan compliance dan karakteristik transmisi dari sistem arteri.(Anthony M., dkk, 2001)

(21)

mengembang, peningkatan tekanan ditentukan oleh compliance aorta pada kisaran volume tertentu. Semakin banyak compliance aorta, semakin kecil perubahan tekanan selama ejeksi ventrikel ( tekanan nadi lebih kecil) (lihat gambar 1). (Richard E.K., 2011)

Gambar 1. Hubungan antara perubahan volume aorta dan tekanan nadi aorta memiliki compliance normal dan compliance yang rendah. Pada pemberian stroke volume ke aorta, tekanan nadi aorta ditingkatkan ketika compliance berkurang.

Sumber: Richard E.K. Cardiovascular Physiology Concepts.2nd edition ; 2011

Oleh karena itu, compliance aorta merupakan penentu utama bersama dengan stroke volume pada tekanan nadi. Sehingga dapat disimpulkan:

(22)

yang lebih kecil untuk memberikan stroke volume ke dalam aorta daripada aorta yang kaku.

Suatu stroke volume yang lebih besar menghasilkan tekanan nadi yang lebih besar pada setiap compliance yang diberikan.

Compliance aorta menurun sesuai dengan usia karena

perubahan struktural, sehingga usia berhubungan dengan peningkatan pada tekanan nadi.

Untuk stroke volume tertentu, compliance menentukan tekanan nadi.

Karena pembuluh darah menampilkan compliance yang dinamis, adanya peningkatan ejeksi ventrikel akan meningkatkan tekanan nadi dibandingkan dengan volume yang sama dikeluarkan dengan kecepatan yang lebih rendah.

(23)

mengenai hubungan antara tekanan nadi dan kardiovaskular terjadi oleh konsep secara dua arah yaitu suatu tekanan nadi yang tinggi adalah penyebab dan akibat dari atherosklerosis (Gambar 2). Jadi, jika terdapat penyumbatan pada pembuluh darah yang terdistribusi secara luas di seluruh sistem arteri, pada tahap presimptomatik, sumbatan pada pembuluh darah tersebut menyebabkan peningkatan arterial stiffness yang luas, ini bisa menyebabkan hubungan yang mendasar antara tekanan nadi dan peristiwa klinis di masa depan. (Anthony M., dkk, 2001)

Gambar 2. Skema diagram yang menggambarkan konsep bidirectionality hubungan antara tekanan nadi dan atherosklerosis. Tekanan nadi yang tinggi meningkatkan kerusakan pembuluh darah, yang menyebabkan atherosklerosis, dan menghasilkan arterial stiffness pembuluh darah dan meningkatkan wave reflection, sehingga lebih lanjut meningkatkan tekanan nadi.

(24)

Rentang normal pada tekanan nadi tidak diketahui. Dalam sebuah studi subjek hipertensi, orang-orang dengan tekanan nadi > 60 mmHg memilik massa ventrikel kiri yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan nadi < 60 mmHg. Peningkatan tekanan nadi sekitar 10 mmHg meningkatkan risiko gagal jantung sekitar 14%, penyakit arteri koroner sekitar 12%, dan semua penyebab kematian sekitar 6% pada populasi berusia lebih dari 65 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tekanan nadi setiap 10 mmHg meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung sekitar 26% pada usia 25-45 tahun, dan sekitar 10% di usia 46-77 tahun. Nilai tekanan nadi yang lebih dari 55-60 mmHg harus diwaspadai untuk kemungkinan peningkatan kekakuan arteri dan risiko atherosklerosis. ( Lokaj P. dkk, 2011).

II.2.7. Tekanan Arteri Rata-Rata

(25)

Tekanan arteri rata-rata merupakan gaya utama yang mendorong ke arah jaringan. Tekanan ini harus diukur secara ketat dengan dua alasan. Pertama, tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup; tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan menerima aliran yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-organ tersebut terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus. ( Sherwood, 2001 ).

(26)

adekuat, sehingga darah mengalir tidak saja ke jaringan yang mengalami vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang harus mendapatkan pasokan darah yang konstan. Dengan demikian variabel kardiovaskuler harus terus-menerus diubah untuk mempertahankan tekanan darah yang konstan walaupun kebutuhan jaringan akan darah berubah-ubah. ( Sherwood, 2001 )

II.3. Hubungan Tekanan Darah Sistolik Dengan Fungsi Kognitif

(27)

Hasil penelitian Insel dkk (2005) menunjukkan hubungan yang dinamis antara peningkatan tekanan darah sistolik dan penurunan kognitif pada individu dalam kelompok tekanan darah yang normal. Peningkatan tekanan darah sistolik tetap menjadi kontributor yang penting bahkan setelah variabel demografi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan ditambahkan. Konsisten dengan temuan ini, penelitian sebelumnya menggunakan rata-rata tekanan darah dari waktu ke waktu menemukan hubungan antara tekanan darah sistolik dan penurunan kognitif.

(28)

periventricular, hiperintens white matter dan penurunan kognitif. Terdapatnya hiperintens white matter pada orang dewasa tua yang bebas dari penyakit telah terbukti berhubungan dengan fungsi kognitif yang lebih buruk pada kerja yang melibatkan kecepatan dan proses mental yang kompleks. Penelitian terbaru pada sampel besar pada subjek yang lebih tua juga menemukan hubungan antara temuan MRI dan kognitif. Temuan ini menunjukkan bahwa perubahan morfologi otak dapat mendasari hubungan yang diamati sebelumnya antara tekanan darah sistolik dan fungsi kognitif. (Swan GE dkk, 1998 )

Tekanan darah sistolik pada usia pertengahan adalah prediktor yang signifikan dari penurunan fungsi kognitif dan pengukuran volume MRI untuk atrofi otak di akhir kehidupan. Karena penurunan fungsi neurobehavior berhubungan dengan penurunan volume otak dan

peningkatan volume WMHIs, dan menyimpulkan bahwa dampak jangka panjang dari peningkatan tekanan darah sistolik pada penurunan fungsi neurobehavior pada kehidupan akhir kemungkinan diperantarai melalui peningkatan tekanan darah sistolik yang kronis yang mempunyai efek negatif pada karakteristik struktural otak. Meskipun secara klinis signifikan WMHIs merupakan masalah yang masih diperdebatkan, bukti baru-baru

(29)

Pada penelitian Guo Z. dkk (1997) terdapat hubungan antara tekanan darah dan fungsi kognitif yang lebih kompleks pada usia lebih tua daripada kelompok usia lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik yang tidak diobati berhubungan dengan fungsi kognitif di atas usia 75 tahun. Data mereka mendukung pandangan bahwa tingkat tekanan darah tertentu terutama tekanan darah sistolik setidaknya kurang dari 130 mmHg, diperlukan untuk mempertahankan perfusi otak dan untuk menjaga fungsi kognitif terutama bagi mereka yang berusia 75 tahun atau lebih. Mereka juga menyarankan bahwa hipertensi berat yang tidak terkontrol dengan baik ( tekanan sistolik ≥ 180 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 95 mmHg ) masih ancaman bagi fungsi kognitif pada kelompok

usia ini.

(30)

Mereka menyimpulkan bahwa hipertensi berkontribusi terhadap gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut, ini dihubungkan melalui perubahan fungsional, atau dengan lesi otak pada pembuluh darah besar dan kecil.

Berbeda dengan penelitian kohort dari Kilander L. dkk (2000) mengatakan bahwa tekanan darah diastolik yang rendah pada usia 50 tahun berhubungan dengan lebih banyaknya gangguan kognitif pada 20 tahun kemudian terhadap penilaian perhatian, kelancaran berbahasa dan kecepatan psikomotor. Tekanan darah yang rendah atau faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tekanan darah yang rendah dapat bermanfaat dalam menjaga fungsi keutuhan subkortikal. Adanya hipotesis bahwa pengobatan anti hipertensi yang optimal dapat menjaga terhadap penurunan fungsi kognitif memerlukan investigasi yang lebih lanjut.

Tekanan darah diastolik menunjukkan hubungan yang U-shape signifikan pada fungsi kognitif, terutama bagi mereka yang berusia ≥ 50 tahun. Mereka menyimpulkan bahwa pada tekanan darah diastolik yang rendah dan tinggi dihubungkan dengan gangguan kognitif pada 20 tahun kemudian. (Taylor C. dkk 2013)

(31)

II.5. Hubungan Tekanan Nadi Dengan Fungsi Kognitif

Pada penelitian yang dilakukan Nation D.A dkk (2010), menunjukkan bahwa tekanan nadi merupakan penanda keutuhan pembuluh darah yang berhubungan dengan kerusakan pembuluh darah otak dan penurunan kognitif yang berhubungan dengan usia. Peningkatan tekanan nadi mungkin lebih penting pada penurunan kognitif yang berkaitan dengan usia. Peningkatan tekanan nadi juga merupakan penanda dari peningkatan arterial stiffness dan atherosclerosis yang terjadi dengan usia dan berhubungan dengan kardiovaskuler, sehingga tekanan nadi sebagai ukuran hemodinamik sangat penting untuk meneliti penurunan kognitif yang berhubungan dengan usia. Tekanan nadi menunjukkan hubungan yang kuat dengan fungsi bahasa daripada kemampuan kognitif lainnya.

(32)

cedera. Kedua, telah dihipotesiskan bahwa tekanan nadi dapat berpengaruh negatif pada penyakit mikrovaskular, makrovaskular, perfusi otak, dan keutuhan dari blood-brain barier. ( Waldstein SR dkk, 2008 )

Peningkatan tekanan nadi pada orang tua, yang merupakan hasil dari peningkatan tekanan sistolik dan penurunan tekanan diastolik, diyakini terutama menyebabkan meningkatnya arterial stiffness atau atherosclerosis yang luas. Oleh karena itu, peningkatan tekanan nadi,

dapat dikaitkan dengan demensia melalui perubahan patologis ini. Rendahnya tekanan nadi merupakan indikator penurunan ejeksi darah dan stroke volume, yang dapat dihubungkan dengan gangguan kognitif dan demensia melalui rendahnya aliran darah otak. Mereka menyimpulkan tekanan nadi yang lebih tinggi dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit Alzheimer dan demensia pada orang dewasa tua, disebabkan oleh arterial stifness dan atherosclerosis yang luas. Perfusi otak yang menurun berhubungan dengan penurunan tekanan nadi dapat menjelaskan hubungan antara tekanan nadi yang lebih rendah dengan peningkatan risiko terjadinya demensia ( Qiu C dkk, 2003 )

Tekanan nadi yang tinggi adalah penanda dari arterial stiffness dan arthrosclerosis yang luas. Sebaliknya, tekanan nadi yang lebih rendah

berhubungan dengan ejeksi darah dan tekanan perfusi otak yang lebih rendah dan mengakibatkan terganggunya fungsi kognitif, yang menunjukkan hubungan U-shape antara tekanan nadi dan fungsi kognitif.

(33)

II.6. Hubungan Tekanan Arteri Rata-Rata Dengan Fungsi Kognitif Menurut penelitian Taylor C dkk (2013) dari 484 peserta yang di follow-up, gangguan kognitif menunjukkan hubungan yang U-shape

signifikan pada tekanan arteri rata rata; terutama bagi mereka yang berusia ≥ 50 tahun, tetapi tidak ditemukan hubungan dengan tekanan

darah sistolik atau tekanan nadi. Mereka menyimpulkan bahwa pada tekanan darah diastolik dan tekanan arteri rata-rata yang rendah dan tinggi dihubungkan dengan gangguan kognitif pada 20 tahun kemudian.

Penemuan yang baru menunjukkan nilai bawah untuk batas

autoregulasi tekanan arteri rata-rata menjadi jauh lebih tinggi dari 60 mmHg yaitu batas bawah tekanan arteri rata-rata tidak kurang dari 70 mmHg. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa tekanan darah rendah yang kronis disertai dengan berkurang kemampuan kognitif, terutama yang melibatkan perhatian dan memori. Hal ini cukup beralasan bahwa sebagai konsekuensi dari situasi ini adalah berkurang pasokan metabolisme dari jaringan otak sehingga dapat terjadinya defisit kognitif dan defisit kognitif banyak memengaruhi setiap kehidupan orang dengan hipotensi. (Stefan D. dkk, 2007).

Menurut penelitian Penelope KE. dkk (2004) yang membagi nilai

arteri rata-rata menjadi 2 kelompok yaitu tekanan arteri rata-rata ≤ 110 mmHg dan tekanan arteri rata-rata >110 mmHg pada kelompok usia

(34)
(35)

II.7. Kerangka Teori fungs kognitif tetapi tidak pada tekanan darah diastolik. untuk penyakit Alzheimer dan demensia pada orang dewasa

me↓ ejeksi darah & tekanan perfusi otak yg lebih rendah kerusakan mikrovaskuler otak

dan pe↓ kognitif dan sebagai

Terdapat hbgan yang dinamis antara pe↑ tekanan darah sistolik dgn penurunan fgs kognitif dibandingkan individu dalam kelompok tekanan darah yan gnormal (Insel dkk.,2005)

hubungan U-shape signifikan dgn fgs kognitif; terutama bagi

mereka yang berusia ≥ 50

tahunTekanan arteri rata-rata yang me↓ dan me↑ tekanan arteri rata-rata yang

(36)

II.8. Kerangka Konsep

USIA

≥ 50 Tahun

FUNGSI

KOGNITIF

TEKANAN DARAH SISTOLIK

TEKANAN DARAH DIASTOLIK

TEKANAN NADI

Gambar

Tabel 1. Skor median MMSE
Tabel 2. Nilai MMSE Berdasarkan Usia dan Pendidikan
Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah
Gambar 1. Hubungan antara perubahan volume aorta dan tekanan aorta ditingkatkan ketika Sumber: Richard E.K
+2

Referensi

Dokumen terkait

IKA PUSPITA SARI (130304032), Dengan Judul Skripsi Analisis Kelayakan Finansial Ikan Koi (Cyprinus carpio) Di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.. Telah Dipertahankan di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas belajar siswa, dan hasil belajar PKn yang

Pada pertemuan pertama dilakukan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, setelah tes yang diberikan diketahui bahwa hasil nilai pretest siswa masih tergolong

Dan berdasarkan prosentasenya hanya 17,6% saja Kegiatan Pengajian Rutin pada Majelis Ta’lim Miftahul Huda d terhadap akhlak beragama Remaja usia 13-19 tahun di Desa

JADWAL SEMENTARA Perkiraan Tanggal Efektif 15 November 2010 Perkiraan Masa Penawaran 18-22 November 2010 Perkiraan Tanggal Penjatahan 24 November 2010 Perkiraan

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa peneliti panjatkankehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya,sehingga peneliti dapat

Hal ini dimaksudkan untuk menampung dinamika pemanfaatan ruang mikro dan sebagai dasar antara lain transfer of development rights (TDR) dan air right

return on asset Bank Sumsel Babel periode 2008-2015 adalah tinggi tapi jika dibandingkan dengan return on asset perbankan secara nasional adalah rendah, (2)inflasi