• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antithrombin - Pemeriksaan Antithrombin pada Intervensi Koroner Perkutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antithrombin - Pemeriksaan Antithrombin pada Intervensi Koroner Perkutan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Antithrombin

AT adalah molekul protein kecil yang menginaktifasi beberapa

sistem koagulasi. AT adalah glikoprotein dengan berat molekul 58 kDa

yang diproduksi oleh hati dan sel endotel, terdiri dari 432 asam amino,

berisi tiga ikatan disulfida. α-antithrombin adalah bentuk dominan dari

antithrombin ditemukan 90% dalam plasma darah. Sedangkan

β-antithrombin ditemukan kira-kira 10% dalam plasma darah. 3,5,6,14,15

Mekanismenya memblok pembekuan darah dengan menonaktifkan

protein "trombin". Oleh karena itu, disebut "anti-thrombin". Sementara

antithrombin III adalah nama asli yang diberikan untuk protein ini, nama

yang benar sekarang ini hanya antithrombin, dengan menghilangkan

angka "III". Nama-nama lain dan singkatan dari antithrombin ialah

antithrombin III, AT, AT III, dan heparin kofaktor I. 5

Beberapa perbedaan aktifitas AT pada plasma telah dilaporkan

pertama kali pada pertengahan abad 20, disebutkan klasifikasi dari AT I -

IV. AT I mengacu pada penyerapan trombin ke fibrin setelah trombin

mengaktifkan fibrinogen. AT II mengacu pada kofaktor dalam plasma,

yang bersama-sama dengan heparin mengganggu interaksi

(2)

menonaktifkan trombin. AT IV mengacu pada antithrombin yang diaktifkan

selama dan segera setelah pembekuan darah. Kemudian setelah

mempertunjukkan berbagai macam aktivitas AT ini, fungsi sebenarnya

adalah dari satu molekul AT III, yang namanya telah dipendekkan hanya

“antithrombin” ditetapkan pada “Meeting of the International Society on

Thrombosis and Haemostasis” tahun 1993. 5,14

2.1.1. Fisiologi dan Biokimia Antithrombin

AT adalah serin protease inhibitor, antikoagulan alami yang

menghambat thrombin (IIa), faktor Xa dan juga menghambat faktor IXa,

XIa, XIIa, kallikrein dan plasmin. Konsentrasi AT pada plasma normal

adalah 150 µg/ml dan waktu paruh plasma sekitar 2 - 3 hari. 4,5,16,17,18

Pengkodean gen AT terletak pada kromosom 1 (q23-25) dan

berbagai mutasi telah diidentifikasi pada individu dengan defisiensi AT dan

(3)

Gambar 2.1. Struktur Gen Antithrombin 5

(4)
(5)

2.1.2. Aktivitas Antithrombin

AT melindungi dari koagulasi darah yang terlalu banyak. Jika kadar

AT rendah, darah seseorang akan memiliki kecenderungan untuk

koagulasi lebih mudah. Jika kadar AT terlalu tinggi, seseorang dapat

secara teoritis memiliki kecenderungan pendarahan. Namun peningkatan

kadar AT tampaknya tidak menyebabkan perdarahan atau tidak memiliki

signifikansi klinis. 5,18,19

Aktivitas endogen AT sangat dipotensiasi oleh keberadaan

proteoglikan yang bersifat asam seperti heparin. Zat ini terikat dengan

tempat kationik spesifik pada AT dengan menginduksi perubahan bentuk

dan meningkatkan pengikatannya pada trombin disamping substrat

lainnya. 6,20

Ada juga beberapa kondisi dimana AT seseorang menurun, tetapi

kadarnya kembali normal setelah kondisi sembuh. Jika kadar AT diukur

pada saat terjadi koagulasi akut atau saat diberikan heparin, kadarnya

akan menurun untuk sementara. Namun kadar AT biasanya kembali

normal setelah pasien pulih (dalam beberapa hari - minggu) atau ketika

heparin dihentikan. Ini penting diketahui untuk menghindari diagnosis

yang salah "defisiensi AT " jika ditemukan kadar AT yang rendah. 21

(6)

2.1.3. Kompleks trombin-antithrombin (TAT) dan pengaruhnya terhadap pemeriksaan kadar aktivitas Antithrombin (AT)

Jika terjadi aktivasi koagulasi maka akan terbentuk trombin dari

protrombin dengan melepaskan fragmen protrombin 1 dan 2 (F 1.2).

Trombin akan diikat oleh antithrombin sehingga terbentuk kompleks

trombin-antithrombin (TAT). Trombin juga akan mengubah fibrinogen

menjadi fibrin monomer dengan melepaskan fibrinopeptida A dan B (FPA

dan FPB). Fibrin monomer akan mengalami polimerisasi membentuk fibrin

polimer yang selanjutnya oleh pengaruh F XIII akan terjadi ikatan silang

sehingga terbentuk croos-linked fibrin. Kemudian plasmin akan memecah

cross-linked fibrin menghasilkan D-dimer. Oleh karena itu parameter yang

dapat dipakai sebagai petanda aktivasi koagulasi adalah F1.2, TAT, fibrin

monomer, FPA dan D-dimer. 19

Selanjutnya untuk mencari faktor risiko trombus/fibrin formation

salah satu pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan

aktivitas AT. AT berperan penting dalam pengaturan dan pencegahan

pembentukan fibrin yang berlebihan dengan menghambat sirkulasi

trombin.

Pada kadar AT yang diperiksa secara imunologi (AT antigen)

kadarnya normal, bisa saja pada pemeriksaan aktivitas AT (AT fungsional)

menunjukkan aktivitas AT yang rendah. Maka yang terpenting untuk

(7)

2.1.4. Pengukuran Kadar Aktivitas Antithrombin

AT plasma dapat diukur baik secara imunologi (AT antigen) atau

fungsional (AT activity). Pada uji fungsional ditetapkan aktivitas AT

dengan metode Chromogenic menggunakan anti - Xa. 5,18,19,23,24

2.1.5. Defisiensi Antithrombin

Defisiensi AT dapat terjadi secara bawaan maupun didapat.

Defisiensi AT menyebabkan faktor koagulasi yang aktif tidak dinetralkan

sehingga kecenderungan trombosis meningkat. Defisiensi AT dapat

digolongkan atas 2 tipe yaitu tipe I dan Tipe II. Tipe I ditandai dengan

kadar AT yang rendah, sedang tipe II ditandai dengan kadar AT yang

normal tetapi aktivitasnya rendah. 5,6,17,19,23,25,26

Nilai normal AT fungsional / AT activity : 27

• Prematur infant : 26 – 61 %

• Full-term infant : 44 – 76 %

• After 6 month : 80 – 120 %

Defisiensi AT bawaan diturunkan secara autosomal dominan, pada

individu yang heterozigot kadarnya 25 – 50% dari orang normal. Frekuensi

defisiensi AT heterozigot pada pasien trombosis sekitar 2,5-4%,

sedangkan pada populasi sehat sekitar 0,05-1,0%. Resiko trombosis pada

individu dengan defisiensi AT heterozigot 5 kali lipat lebih tinggi dari pada

individu dengan AT normal. Pada umumnya, individu dengan defisiensi

(8)

muda kurang dari 40 tahun, sering kali tanpa faktor lingkungan sebagai

pencetus dan kadang-kadang di tempat yang tidak biasa seperti di sinus

serebri, vena abdomen atau vena dalam lengan. Individu ini juga

cenderung mengalami trombosis berulang dan sering mempunyai riwayat

trombosis dalam keluarga. 5,19,23,25

Defisiensi AT didapat dijumpai pada sirosis hati, sindroma nefrotik,

pemakaian pil kontrasepsi, setelah trombosis yang luas dan setelah

pengobatan dengan heparin dosis tinggi. AT disintesis dihati sehingga

pada sirosis hati produksinya menurun. Pada sindroma nefrotik terjadi

kehilangan AT melalui urin karena kebocoran membran glomeruli. Pada

pemakai pil kontrasepsi yang mengandung estrogen terjadi penurunan

aktivitas AT yang bersifat reversibel. Mekanisme terjadinya hal ini belum

diketahui dengan jelas. Setelah trombosis yang luas, AT banyak terpakai

untuk menetralkan faktor-faktor yang aktif, sehingga aktivitasnya

berkurang.Demikian pula setelah pengobatan dengan heparin dosis tinggi,

AT banyak terpakai karena heparin tidak dapat bekerja tanpa AT.

5,17,19,21,27

Obat –obat yang meningkatkan kadar AT : anabolic steroids, androgens,

oral kontrasepsi (yang mengandung progesteron) dan sodium warfarin.

Obat-obat yang menurunkan kadar AT : fibrinolitik, heparin, oral

(9)

2.2. Intervensi Koroner Perkutan (IKP)

IKP telah dikenalkan lebih dari 20 tahun yang lalu. IKP adalah suatu

teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan pembuluh darah

koroner yang menyempit dengan memakai kateter balon dan sering kali

dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan

penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi

normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari. Angka

keberhasilan dari arteri dilatasi dengan tindakan IKP > 90 % pada lesi

yang tunggal. 9,10

Pada pasien PJK stabil, tindakan IKP dilakukan hanya pada pasien

dengan adanya keluhan dan tanda-tanda iskemik akibat penyempitan

pembuluh darah koroner. Pada penelitian-penelitian awal dijumpai

manfaat yang lebih kecil terhadap survival pasien yang dilakukan IKP

tanpa stent dibandingkan dengan operasi pintas koroner. Tetapi dengan

adanya stent dan stent bersalut obat (DES-Drugs Eluting Stent) serta

tersedianya obat-obatan ajuvan maka tindakan IKP saat ini menghasilkan

manfaat yang lebih besar dibandingkan operasi pintas koroner. 7

Pada NSTEMI dan angina pektoris tak stabil (APTS) tindakan

intervensi koroner perkutan bertujuan mengurangi kejadian morbiditas dan

mortalitas koroner di belakang hari.7

IKP primer pada STEMI didefinisikan sebagai tindakan intervensi

(10)

setelah onset nyeri dada, tanpa sebelumnya diberi trombolitik atau terapi

lain untuk menghancurkan penyumbatan tersebut.7

Adapun prosedur melakukan tindakan IKP terdiri dari beberapa

langkah. Pertama melakukan akses perkutan. Dalam proses ini arteri

femoralis harus diidentifikasi lebih dahulu (atau yang lebih jarang bisa

menggunakan arteri radialis atau arteri brachialis pada lengan) dengan

menggunakan suatu alat yang disebut jarum pembuka. Setelah jarum

sudah masuk, sheath introducer diletakkan pada jalan pembuka untuk

mempertahankan arteri tetap terbuka dan mengontrol perdarahan. Melalui

sheath introducer ini, guiding catheter dimasukkan. Ujung guiding catheter

ditempatkan pada ujung arteri koroner. Dengan guiding catheter, penanda

radio opak diinjeksikan ke arteri koroner, hingga kondisi dan lokasi

kelainan dapat diketahui. Selama visualisasi sinar X, ahli jantung

memperkirakan ukuran arteri koroner dan memilih ukuran balon kateter

serta guide wire coronary yang sesuai. Guiding wire coronary adalah

sebuah selang yang sangat tipis dengan ujung radio opak yang fleksibel

yang kemudian dimasukkan melalui guiding cathether mencapai arteri

koroner. Dengan visualisasi langsung, ahli jantung memandu kabel

mencapai tempat terjadinya blokade. Ujung kabel kemudian dilewatkan

menembus blokade. Setelah kabel berhasil melewati stenosis, balon

kateter dilekatkan dibelakang kabel. Angioplasti kateter kemudian

didorong kedepan sampai balon berada di dalam blokade. Kemudian baru

(11)

dan menekan arteri sehingga mengembang. Jika stent ada pada balon,

maka stent diimplantkan atau ditinggalkan pada tubuh untuk mendukung

arteri dari dalam agar tetap mengembang.

Prosedur melakukan IKP ini dapat menyebabkan pengaruh

terhadap cederanya arteri akibat gesekan pada endothelium sewaktu

kateter diarahkan secara retrograd melalui pembuluh darah. Gesekan ini

mungkin dapat mencetuskan nidus terbentuknya trombus baru. Trombus

pada intrakoronaria merupakan salah satu kemungkinan yang dapat

timbul di belakang hari pasca prosedur IKP.10

Terjadinya trombus dapat melalui 3 tahap: (1) paparan sirkulasi

darah terhadap permukaan yang bersifat trombogenik seperti kerusakan

endothelium vaskular akibat ruptur plaque atherosklerotik; (2) terjadi

rangkaian peristiwa yang berhubungan dengan platelet lebih lanjut

meliputi adhesi, aktifasi dan agregasi bersama-sama dengan pengeluaran

substrat yang akan memacu timbulnya agregasi kembali; (3) terjadi

pemacuan mekanisme anti pembekuan. 28

Akibat gesekan IKP pada permukaan endothelium, maka

endothelium akan melepaskan dan mengaktifasi trombin yang terkandung

didalamnya. Aktifasi trombin merupakan resiko besar untuk terjadinya

komplikasi pembentukan trombus baru dan stenosis berulang setelah

tindakan IKP. Hal ini sering terjadi pada IKP yang dilakukan umumnya

pada pasien yang mengalami angina pektoris tidak stabil (unstable

(12)

Antikoagulan selama IKP dibutuhkan untuk meminimalisasi resiko

dari komplikasi trombosis setelah tindakan IKP. Antikoagulan yang secara

umum dikenal adalah Unfractionated heparin (UFH). UFH adalah indirect

antithrombotic activity, mempunyai fungsi sebagai kofaktor untuk AT,

meningkatkan aktivitas molekul 1000 kali lipat. Pemeriksaan AT dengan

darah vena dimulai sebelum dan sesudah tindakan IKP. Pemeriksaan

dilakukan dengan metode chromogenic menggunakan anti-Xa.

20,23,24,30,31,32,33,34,35

2.2.1. Stent Bersalut Obat (Drugs Eluting Stent-DES) 7

Stent bersalut obat (drugs eluting stent) merupakan salah satu hal

yang sangat penting dalam perkembangan kardiologi intervensi, karena

DES dapat mengurangi angka restenosis. Tetapi DES ini lebih mahal

daripada stent biasa sehingga penggunaannya di negara berkembang

masih terbatas. Saat ini harga DES empat kali lebih mahal dari stent

biasa.

Beragam cara pelepasan obat dari berbagai bahan (platform stent)

dengan atau tanpa polimer yang dikandungnya giat dipelajari saat ini.

Berbagai penelitian untuk menilai efek anti proliferasi dan anti inflamasi

dari sirolismus, paclitaxel tacrolimus, everolimus, ABT-578, biolismus, dan

obat-obat lain seperti dexamethasone, 17-betaestradiol, batimastat,

actinomycin D. methotrexat, angiopeptin, tyrosinkinase inhibitors,

(13)

obat-obat anti proliferasi di atas tidaklah sama menunjukkan efek dalam

mencegah restenosis.

2.2.2. Indikasi DES 7

Keadaan-keadaan di mana dijumpai peningkatan risiko terjadinya

restenosis sehingga dibutuhkan penggunaan DES, yakni:

- small vessel (pembuluh darah kecil)

- chronic total occlusions (oklusi total kronik)

- bifurcational (percabangan)

- ostial lesion (lesi pangkal)

- by pass stenosis (penyumbatan pembuluh by pass)

- insulin dependent diabetes melitus (DM tipe 1)

- multivessel disease (pembuluh darah banyak terlibat)

- unprotected left main stenosis (oklusi cabang utama kiri)

- instent restenosis (oklusi pada tempat stent)

2.2.3. Perbandingan IKP dan CABG 36

Data yang dikumpulkan selama arteriografi koroner membantu

dokter menentukan apakah pasien sebaiknya dipertimbangkan untuk IKP

atau CABG untuk meningkatkan aliran darah arteri.

IKP dapat memberikan hasil yang optimal pada pasien yang dipilih

dengan hati-hati. Dengan panduan X-ray, sebuah kawat dimasukkan dari

(14)

menyusuri kawat untuk mencapai segmen yang menyempit. Balon

kemudian dikembangkan untuk menekan arteri agar terbuka dan sebuah

stent penahan besi kemudian disisipkan.

Bedah CABG dilakukan untuk mengurangi angina pada pasien

yang telah gagal dengan terapi obat-obatan dan bukan kandidat yang baik

untuk IKP. Bedah CABG ideal untuk pasien-pasien dengan penyempitan

multipel pada cabang arteri koroner yang berbeda seperti sering terlihat

pada pasien dengan diabetes. Bedah CABG telah memperlihatkan

peningkatan harapan hidup jangka panjang pada pasien-pasien dengan

penyempitan signifikan arteri koroner utama kiri dan pada pasien-pasien

dengan penyempitan signifikan arteri multipel khususnya pada

pasien-pasien dengan penurunan fungsi pompa otot jantung.

Studi yang sedang berlangsung membandingkan hasil terapi IKP

versus bypass (CABG) pada pasien yang merupakan calon prosedur

keduanya. Kedua prosedur sangat efektif mengurangi gejala angina,

mencegah serangan jantung dan mengurangi kematian. Banyak penelitian

memperlihatkan manfaat yang sama atau sedikit menguntungkan CABG

(terutama pada diabetes berat) meskipun data penelitian terbaru

mengevaluasi dua prosedur menggunakan teknik terbaru (sebagai contoh

stent terbaru dan CABG tanpa pompa) masih sedang dikumpulkan.

Pilihan terbaik untuk pasien individu dibuat oleh kardiolog, ahli bedah dan

(15)

2.3. Obat Antitrombotik : Unfractionated Heparin (UFH) Group obat antitrombotik termasuk indirect thrombin inhibitor (UFH

atau low molecular-weight heparin / LMWH) dan direct thrombin inhibitor

(Hirudin, Bivalirudin, Dabigatran etexilate, Ximelagatran dan

Argatroban).37

Telah lebih dari 40 tahun UFH digunakan sebagai terapi standar

untuk pengobatan awal trombosis vena. Di samping itu terapi UFH juga

cukup efektif untuk mencegah dan mengobati emboli paru, sebagai terapi

awal unstable angina serta infark miokard akut. UFH juga digunakan untuk

mengobati penderita operasi jantung dengan cara by pass -CABG,

operasi pembuluh darah dan prosedur IKP. Pada umumnya UFH

diberikan untuk keadaan dimana tidak dapat diberikan antikoagulan oral.22

2.3.1. Metabolisme dan Mekanisme kerja UFH

UFH merupakan mukopolisakarida dengan panjang rantai

berbeda-beda sehingga berat molekulnya bervariasi antara 5000 sampai 30.000

dalton, dengan berat molekul rata-rata 15.000 dalton, yang kira-kira terdiri

dari 45-50 rantai polisakarida. UFH diisolasi dan dimurnikan dari paru sapi

atau mukosa usus babi. Aktifasi antikoagulan dan clearance UFH

tergantung juga dari panjang molekulnya. Makin besar berat molekulnya,

makin cepat dibersihkan dari sirkulasi. 19,20,22,35

UFH ditemukan pada tahun 1916 oleh Mc Lean. Penelitian

(16)

Brinkhous dan kawan-kawan menunjukkan bahwa efek antikoagulan UFH

membutuhkan kofaktor yang terdapat dalam plasma yang disebut AT,

sehingga AT disebut kofaktor UFH. Efek antikoagulan UFH menurun pada

kondisi defisiensi AT baik herediter maupun didapat. Bahkan pada kadar

AT yang sangat rendah dapat menyebabkan heparin resisten.19,20,32,33,34,38

UFH mempunyai waktu paruh 30 menit – 2 jam tergantung dosis

pemberian. Efek antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan

bolus IV dengan dosis terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah

suntikan subkutan. Sebagian UFH akan mengalami degradasi di hati oleh

heparinase dan sebagian lagi diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal.

UFH keluar melalui urin dalam waktu 5-9 jam setelah penyuntikan. Pasien

dengan kelainan hati atau ginjal lebih sensitif terhadap UFH karena waktu

paruh UFH menjadi lebih panjang. UFH juga diserap otot, lemak dan

limfe.22

UFH mempunyai berat molekul yang cukup besar sehingga tidak

bisa melewati membran, tidak bisa diserap usus dan tidak dapat melewati

plasenta. Dengan demikian UFH hanya dapat diberikan secara intra vena

atau subkutan. Pada pemberian UFH, hanya sepertiga dari dosis UFH

yang diberikan yang akan berikatan dengan AT. Trombin dan enzim

koagulasi lain mempunyai gugus aktif berupa serine protease. Gugus ini

akan diinaktifasi oleh arginine-reactive site pada AT. UFH akan berikatan

dengan gugus lisin pada AT. Akibat ikatan ini AT berubah dari inhibitor

(17)

kompleks AT-heparin juga menginaktifasi faktor koagulasi lain, yaitu faktor

Xa, IXa, XIa dan XIIa.19,35,36,37

2.3.2. Dosis dan lama pemberian UFH

Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk mendapatkan

cara pemberian, dosis optimal dan lamanya pemberian UFH yang efektif

untuk pengobatan dan pencegahan trombosis. 38

Studi terakhir mendapatkan bahwa lama pemberian UFH dapat

dikurangi dari 10 hari menjadi 5 hari, apabila pemberiannya

dikombinasikan dengan antikoagulan oral. 22,38

Dosis pemberian UFH diberikan dengan dosis inisial 5000 U bolus

IV, kemudian dilanjutkan dengan drip 1000 U/jam, dosis ini harus selalu di

evaluasi dan disesuaikan untuk mendapatkan nilai aPTT 1,5 – 2,5 kontrol

(46 -70 detik), aPTT ini diperiksa setiap 4–6 jam. 22,38

Alternatif lain pemberian UFH adalah diberikan 5000 unit secara

subkutan setiap 8-12 jam, dengan catatan besarnya dosis yang diberikan

harus disesuaikan dengan pemeriksaan aPTT, nilai aPTT tetap

dipertahankan 1,5-2,5 kontrol. 2,22,35

2.3.3. Komplikasi pemberian UFH

Respon antikoagulan dari UFH berbeda pada tiap-tiap individu

karena obat ini berikatan secara nonspesifik dengan plasma dan protein

sel. Efek samping meliputi perdarahan, trombositopenia dan osteoporosis.

(18)

sekitar 3-5%. Resiko perdarahan akan meningkat pada pasien dengan

faktor resiko, seperti : usia (wanita >60 tahun, pria >70 tahun), operasi

yang lama, peningkatan kreatinin serum, stroke perdarahan, penyakit

ulkus peptikum, hipertensi, riwayat kelainan perdarahan dan aPTT >2 kali

nilai normal. Trombositopenia pada pasien pasca bedah frekuensinya

mencapai 5% bahkan pada pasien bedah jantung sampai 50%,

sedangkan pada pasien non bedah frekuensinya sekitar 3,5%.

Pada pemberian UFH berkepanjangan dapat juga menyebabkan

osteoporosis. Radiografi membuktikan terdapat penurunan densitas tulang

kira-kira 15% pada wanita yang mendapat pengobatan jangka panjang

selama kehamilan dan 2% mengalami fraktur vertebra yang simptomatik.

Pada penelitian lain dilaporkan, bahwa pemakaian UFH selama 3 bulan

menyebabkan osteoporosis pada 2-3% pasien.19,20,22,39,40

(19)

2.4. Kerangka Konsep

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

IKP

(Intervensi Koroner Perkutan)

Pasien IKP Primer Pasien IKP Elektif

Pemeriksaan Antithrombin

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Gen Antithrombin 5
Gambar 2.2. Skema Sistem Hemostasis 4
Gambar 2.3.  Skema Heparin-AT pada sistem hemostasis Sumber :40  Johnson M

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan cara mendeteksi senyawa-senyawa volatil menggunakan Gas Chromatography/Mass Spectrometry GC/MS dan senyawa-senyawa non-volatil asam amino bebas

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah

turutan 10 nombor ordinal adalah: turutan 10 nombor ordinal adalah: • Pertama, kedua, ketiga, keempat, • Pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, kelima, keenam, ketujuh,

Mengangkat Tuan JOHN KOSASIH, selaku Direktur Perseroan, yang berlaku efektif pada tanggal yang ditentukan oleh Direksi Perseroan setelah Perseroan menerima

Dapat dilihat bahwa di setiap saat, grafik amplitudo sel[1,1] pada simulasi tanpa anomali (warna merah) selalu lebih tinggi daripada grafik simulasi dengan anomali.

Dengan ungkapan lain, pemahaman yang mendalam atas realita dan pertimbangan atas perubahan sosial, adalah penting untuk menghin- dari kekeliruan dalam berfatwa.. Pertimbangan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran di kelas eksperimen (mengunakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis pemahaman nilai-nilai sosial) lebih

Bapak Bupati Gabriel Asem senantiasa melakukan koordinasi dengan bawahannya, senantiasa menjelaskan visi misi yang hendak dicapai, serta dalam memimpin Kabupaten Tambrauw