• Tidak ada hasil yang ditemukan

MITOS IDENTIFIKASI GENDER DALAM IKLAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MITOS IDENTIFIKASI GENDER DALAM IKLAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MITOS IDENTIFIKASI GENDER DALAM IKLAN Analisis Mitologi Roland Barthes terhadap TVC Traveloka.com

Versi “Cari Tiket Pesawat” dan “Cari Hotel”1

Inamul Haqqi Hasan

Abstract

Traveloka.com, an online travel ticket booking service based in Jakarta, has launched its television commercials (TVC) in two versions, “Cari Tiket Pesawat” (a man looking for a flight ticket) and “Cari Hotel” (a woman looking for a hotel voucher). The separation of the versions into a man’s story and woman’s story with their own “identities” is an interesting topic to be analyzed with gender perspective. Roland Barthes’ two-order-of-signification method (or mythologies) can be used to show how the myths of gender identification (identity determining) constructed the TVCs by analyzing their connotations. The myths of gender identification constructed the Traveloka.com’s TVCs by the concept of role distribution, the stereotype of strong-man and weak-woman, subordination, and objectification of woman.

Keywords: television commercial, gender, myth

PENDAHULUAN

Dalam konsep segmentasi dan positioning konvensional yang selama ini banyak dipakai oleh para praktisi periklanan, memanfaatkan identifikasi (penetapan identitas) berbasis jenis kelamin menjadi salah satu ramuan yang dipercaya ampuh. Pembedaan sifat, watak, sikap, peran, hingga kebiasaan-kebiasaan kecil antara laki-laki dan perempuan dikemas sedemikian rupa dengan harapan pesan iklan dapat tersampaikan secara efektif. Maka tidak mengherankan jika representasi figur laki-laki dan, khususnya, perempuan dalam berbagai iklan tampak identik.

1 Tulisan ini dimuat dalam Jurnal Kreativisual: Jurnal Disain Komunikasi Visual DKV

(2)

Tanpa kajian kritis mengenai identifikasi tersebut, ia akan dianggap sebagai sesuatu yang alamiah dan tidak perlu dipertanyakan karena memang sudah seharusnya (taken for granted). Padahal jika ditinjau secara biologis, perbedaan jenis kelamin (sex) laki-laki dan perempuan hanyalah terletak pada organ reproduksi, kemudian ciri sekunder seperti payudara pada perempuan dan jakun pada laki-laki, serta hormon dan komposisi kimiawi dalam tubuh. Artinya, konsep atau imaji kita tentang perbedaan karakter maupun peran laki-laki dan perempuan sesungguhnya bukanlah alamiah. Itulah yang disebut dengan gender, suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2007: 8).

Identifikasi gender pada akhirnya merupakan stereotip (pelabelan) yang terus hidup dalam budaya, sistem, atau ideologi patriarki. Sylvia Walby (2014: 28) mendefinisikan patriarki sebagai sebuah sistem struktur sosial dan praktik-praktik di mana laki-laki mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi perempuan. Walby menekankan istilah “struktur sosial” untuk menolak determinisme biologis sebagaimana masih sering terjadi kerancuan antara sex dan gender.

Kerancuan antara yang alamiah dan yang kultural tentang identifikasi gender di atas dapat kita sebut sebagai “mitos”, yaitu unsur penting yang dapat mengubah sesuatu yang kultural atau historis menjadi alamiah dan mudah dimengerti (Hoed, 2011: 68). Mitos di Indonesia seringkali diidentikkan dengan hal-hal gaib dan keramat yang hanya hidup dalam budaya tradisional. Namun, dalam pengertiannya yang mutakhir, mitos juga hidup dalam peradaban modern maupun posmodern. Mitos bagi Barthes (2006: 295) adalah sebuah mode pertandaan (a mode of signification) yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian selanjutnya.

(3)

pesawat dan hotel secara online tersebut didirikan oleh Ferry Unardi, seorang mantan software engineer Microsoft, yang di-launching pada Oktober 2012 (http://swa.co.id/entrepreneur/ferry-unardi-mengibarkan-traveloka-dari-titik-nol). Awalnya perusahaan tersebut hanya mengandalkan media sosial untuk promosi, akan tetapi di akhir 2014 mereka memperluas strategi medianya dengan meluncurkan iklan televisi dalam dua versi sebagaimana disebut di atas.

Pemilihan TVC Traveloka.com sebagai objek kajian ini didasari tiga alasan. Pertama, kebaruan. TVC ini dirilis pada bulan Oktober 2014, sehingga diharapkan dapat mewakili kecenderungan narasi dan sinematik TVC saat ini.

Kedua, adanya dua versi iklan yang merupakan bentuk segregasi (pemisahan)

antara “cerita laki-laki” dan “cerita perempuan,” sehingga tepat untuk dikaji dengan perspektif gender. Ketiga, berdasarkan produk yang ditawarkan, TVC ini menyasar segmentasi kelas menengah perkotaan, sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana mitos gender bekerja pada kalangan yang dianggap rasional tersebut.

Sebagai pisau analisis, akan digunakan metode pertandaan dua lapis (two

order of signification), atau mitologi, yang diperkenalkan oleh Roland Barthes.

Pada akhirnya, kajian ini hendak menjawab suatu rumusan masalah yaitu bagaimana mitos identifikasi gender membentuk penokohan laki-laki dan perempuan dalam TVC Traveloka.com?

MITOLOGI ROLAND BARTHES

Roland Barthes (1915-1980) adalah salah satu tokoh semiotika yang juga dikenal sebagai kritikus kebudayaan kontemporer. Ia adalah seorang Saussurean (penerus tradisi semiologi Ferdinand de Saussure), sehingga untuk pembahasan teori mitologi Barthes perlu dilandasi dengan teori semiologi Saussure.

Ferdinand de Saussure (1857-1913) merupakan seorang ahli linguistik yang berasal dari Genewa, Swiss. Ia mengembangkan konsep linguistik sinkronik, yaitu memandang bahasa sebagai suatu sistem yang eksis pada satu titik tertentu. Konsep linguistik sinkronik Saussure adalah dikotomi yang terdiri dari langue dan

(4)

24). Dikotomi penanda dan petanda inilah yang menjadi konsep dasar Saussure dalam kajian tanda. Saussure memandang bahasa sebagai suatu sistem tanda, yaitu suatu keterjalinan tanda-tanda menurut suatu aturan tertentu yang memungkinkan bahasa menjalankan fungsi hakikinya sebagai sarana representasi dan komunikasi (Widada, 2009: 17).

Tanda (sign) terhimpun dari penanda (Inggris: signifier, Prancis:

signifiant) dan petanda (Inggris: signified, Prancis: signifie). Penanda merupakan

citra akustik (acoustic image), yaitu aspek material tanda yang bersifat sensoris atau dapat diindrai. Sedangkan petanda adalah aspek mental dari tanda-tanda, yang juga sering disebut dengan konsep, yaitu konsep-konsep ideasional yang berada dalam benak (Budiman, 2011: 30).

Roland Barthes mengembangkan semiologi Saussure di atas menjadi konsep E-R-C, yang dipinjamnya dari teori Louis Hjelmslev (seorang Saussurean sebelum Barthes), dan sistem pertandaan berlapis. E adalah expression yang sepadan dengan penanda, C adalah content yang sepadan dengan petanda, dan R adalah relation yaitu relasi antara E dan C. Dalam konsepsi Saussure, sistem pertandaan terjadi jika ada elemen E dan C serta ada R antara E dan C tersebut, disingkat ERC (Budiman, 2011: 39). Oleh Barthes, pertandaan tersebut disebut dengan denotasi. Selanjutnya, sistem denotasi itu hanya akan menjadi elemen E dalam sistem pertandaan lain yang lebih luas, yaitu sistem konotasi. Pada akhirnya muncul dua pertandaan yang bersebelahan tapi tidak bersatu, atau dengan kata lain, berlapis (Barthes, 2012: 91).

Gambar 1. Bagan Sistem Pertandaan Berlapis

(5)

memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang telah memiliki suatu dominasi (Wibowo, 2013: 22). Semantara bagi Van Zoest, mitos adalah suatu wahana di mana suatu ideologi berwujud. Sejalan dengan Barthes, ia menyebutkan untuk menemukan ideologi dalam suatu teks adalah dengan meneliti konotasi-konotasi di dalamnya (ibid, 22).

PEMBAHASAN

Analisis TVC Traveloka.com berdurasi 30 detik ini akan dilakukan dengan mendeskripsikan denotasi dan konotasi masing-masing versi, kemudian akan dikomparasikan untuk mengkaji mitos atau ideologi gender dalam konotasi tersebut.

(6)

Gambar 2. Screen capture TVC versi “Cari Tiket Pesawat”

Denotasi: Seorang laki-laki, berbadan gemuk, sedang berada di ruangan kantor hendak membeli tiket pesawat secara online. Ia membuka situs agen-ticket.com di komputer kerjanya dan memesan tiket pesawat Jakarta-Bali seharga Rp 199.900. Tiba-tiba, ia mendengar suara seorang laki-laki entah dari mana berbunyi “cek, cek, satu, cek” dilanjutkan dengan keluarnya empat tangan dari layar monitor diiringi suara beberapa orang mengatakan “duit bagasi” berulang-ulang. Tangan-tangan tersebut mengambil uang dari saku si laki-laki dan ia pun berusaha mencegah/melawan dengan tangannya.

(7)

biaya transaksi. Dilengkapi dengan narasi yang mengatakan “Yang gini nggak kejadian kalau pesen tiket pesawat di Traveloka.com, karena harga tiket yang Anda bayarkan tanpa ada tambahan harga ini itu.” Laki-laki tersebut kemudian digambarkan melakukan transaksi di Traveloka.com (secara virtual) dan akhirnya ia bisa berwisata di pantai ditemani dua orang perempuan.

Konotasi. Dalam sebuah TVC, walaupun hanya berdurasi 30 detik, banyak sekali konotasi yang dapat kita tangkap. Agar tidak terlalu melebar, penulis mengacu pada struktur tiga babak yaitu fokus mengkaji konotasi-konotasi dalam konstruksi pengenalan tokoh, permasalahan, dan penyelesaian.

Pertama, pengenalan tokoh. Si laki-laki adalah seseorang yang dapat kita

tangkap sebagai karyawan kantor [expression/E: baju dan setting ruang], berusia 30-an tahun [E: wajah dan badan], dengan tumpukan pekerjaan [E: banyaknya kertas dan folder di belakangnya] yang membuatnya harus kerja lembur [E:

setting cahaya remang=malam hari]. Dari sini kita dapatkan premis mengapa ia

memesan tiket pesawat, yaitu untuk berlibur atau refreshing dari penatnya pekerjaan kantor.

Kedua, permasalahan. Si laki-laki merasa senang [E: tersenyum] saat

mendapatkan tiket pesawat Jakarta-Bali seharga Rp 199.900, akan tetapi ternyata harga tersebut belum termasuk biaya-biaya lain yang membuat harga yang harus dibayarkan mencapai dua kali lipat. Jasa agen tiket online kompetitor Traveloka.com [E: situs agen-ticket.com] yang seolah memberikan harga murah ternyata justru merugikan karena nantinya akan menguras uang konsumennya dengan berbagai hidden fee [E: tangan-tangan dari monitor yang mengambil uang].

Ketiga, penyelesaian. Si laki-laki akhirnya melakukan pembelian tiket

pesawat melalui Traveloka.com dan ia pun merasa bahagia [E: ekspresi wajah dan

gesture] karena dapat berwisata [E: penggunaan baju pantai] dengan biaya yang

(8)
(9)

Gambar 3. Screen capture TVC versi “Cari Hotel”

Denotasi: Seorang perempuan berada di ruang makan sedang menelepon seseorang sambil menangis dan bercerita, “aku diduain lagi.” Ia kemudian mengambil komputer tablet yang berada di dekatnya, membuka situs agen-hotel.com, dan mengklik sebuah banner bertuliskan PAKET LIBURAN Rp 399.900. Setelah meletakkan komputer tabletnya, ia kembali menempelkan telepon genggamnya ke telinga dan melanjutkan pembicaraan dengan bertanya, “gimana dong?”

Tiba-tiba, keluar sebuah tangan dari layar komputer tablet menuju dompet yang terletak di dekatnya dan membuka dompet tersebut. Kemudian bertambah menjadi tiga tangan yang mengambil uang tunai dan kartu kredit dari dalam dompet. Mengetahui hal itu, si perempuan berteriak setengah menangis dengan bunyi “aaa… aaa…” sambil memukul-mukulkan kedua tangannya ke meja.

(10)

pesen voucher hotel di Traveloka.com, karena harga voucher yang Anda bayarkan

tanpa ada tambahan harga ini itu.” Perempuan tersebut kemudian digambarkan melakukan transaksi di Traveloka.com (secara virtual) lalu menyobek sebuah foto seorang perempuan bersama seorang laki-laki dan melemparkannya. Sebagai penutup, ia berada di dekat kaca besar di sebuah ruangan, melihat ke luar tampak seorang laki-laki berdiri di balkon, lalu si perempuan membalikkan badan sambil menarik gorden menutupi dirinya. Bersamaan dengan itu terdengan suara si perempuan berbunyi “aaa…”

Konotasi. Pertama, seorang perempuan berusia sekitar 25-an tahun [E: wajah], kelas menengah [E: menu sarapan, komputer tablet, kartu kredit]. Pada pagi hari [E: menu sarapan, lampu masih menyala, cahaya dari jendela], menelepon sahabatnya untuk curhat masalah kekasihnya yang selingkuh dengan perempuan lain untuk yang kesekian kalinya [E: “aku diduain lagi,” umumnya cerita masalah percintaan adalah dengan sahabat]. Jadi, premis awalnya adalah ia mem-booking hotel untuk berwisata sebagai usaha “move on” atau melupakan (mantan) kekasih dan perbuatannya yang menyakiti hati si perempuan.

Kedua, perempuan merasa sedikit terhibur [E: berhenti menangis sejenak

dan sedikit tersenyum] saat mendapati tawaran paket liburan menginap di Villa Ella seharga Rp 399.900 dan ia pun memesannya. Namun, ternyata harga tersebut belum termasuk biaya-biaya lain yang membuat harga yang harus dibayarkan mencapai Rp 700.000. Jasa agen hotel online kompetitor Traveloka.com [E: situs agen-hotel.com] yang seolah memberikan harga murah ternyata justru merugikan karena nantinya akan ada tagihan-tagihan tambahan [E: tangan-tangan dari layar yang mengambil uang] yang jumlahnya tidak sedikit. Hal itu membuat si perempuan bertambah sedih bercampur jengkel [E: suara “aaa…,” eskpresi wajah, dan tangan memukul-mukul meja].

Ketiga, perempuan akhirnya melakukan booking Villa Ella Ubud melalui

(11)

dengan ekspresi bahagia]. Bahkan, di villa tempat ia menginap, ia melihat dan saling tatap dengan seorang laki-laki yang juga sendiri. Hal itu membuatnya senang sekaligus malu-malu dan canggung [E: membalikkan badan, agak menutup gorden, tersenyum lebar, suara “aaa…”].

Mitos Identifikasi Gender dalam TVC Traveloka.com

Jika kita kaji TVC di atas menggunakan perspektif periklanan, dapat kita ketahui bahwa segementasinya adalah mereka yang terbiasa memesan tiket pesawat atau reservasi kamar hotel secara online. Sedangkan tujuan komunikasinya adalah menyampaikan bahwa kelebihan Traveloka.com terletak pada harga yang ditawarkan di awal adalah harga final, tidak ada tambahan biaya lain-lain di waktu selanjutnya. Tujuan komunikasi tersebut dipertajam dengan

positioning yang mengajak audiens membandingkan dengan kompetitornya,

bahwa para kompetitor mungkin menawarkan harga lebih murah, akan tetapi nantinya konsumen akan diminta membayar tambahan biaya lain-lain yang jumlahnya tidak sedikit. Pada akhirnya konsep tersebut dieksekusi dengan strategi kreatif narasi dan sinematik sebagaimana yang sering kita saksikan di layar televisi. Namun, penelitian ini bukan hendak membaca inti iklan, justru elemen-elemen detail iklan, baik unsur naratif maupun sinematik, yang dikonstruksikan oleh kretaor yang menjadi fokus kajian.

Pertama-tama, penulis akan memasukkan poin-poin dalam pembacaan denotatif dan konotatif dari kedua versi iklan di atas dalam sebuah tabel sebagai berikut:

Versi “Cari Tiket Pesawat” (Laki-laki)

Versi “Cari Hotel” (Perempuan) Identitas tokoh Usia 30-an tahun

Karyawan kantor

Usia 25-an tahun Profesi tidak diketahui Masalah tokoh Penat karena pekerjaan Kekasihnya selingkuh Usaha penyelesaian Berwisata Berwisata

(12)

mengambil uang Respon (denotatif) Melawan dengan tangan Menangis

Solusi Memesan via Traveloka.com Memesan via Traveloka.com

Hasil Bahagia, lepas dari pekerjaan kantor

Bahagia, dapat melupakan mantan

kekasihnya

Tambahan hasil Ditemani dua orang

perempuan Bertemu seorang laki-laki

Respon Menikmati Malu-malu

Dari tabel perbandingan di atas, dapat kita tangkap bahwa penokohan si laki-laki dan si perempuan dikonstruksikan sedemikian rupa sehingga membentuk oposisi berbasis gender. Pertama, mengenai pekerjaan tokoh. Si laki-laki secara jelas digambarkan sebagai perkerja sedangkan si perempuan di rumah, meskipun juga tidak dapat disimpulkan bahwa ia tidak bekerja. Di sini terdapat mitos pembagian peran bahwa laki-laki berada di ranah publik sedangkan perempuan di ranah domestik. Mitos ini adalah bentuk ideologi patriarki tradisional yang sebenarnya telah banyak ditinggalkan di era sekarang, tentu masih banyak juga yang mempertahankan.

Kedua, tentang masalah yang dihadapi. Masalah si laki-laki datang dari

dunia kerjanya sedangkan si perempuan dari laki-laki (kekasihnya). Konstruksi mitos yang bekerja adalah soal independensi laki-laki dan dependensi perempuan dalam relasi gender. Dalam masyarakat yang patriarkis, perempuan dianggap sebagai subordinat laki-laki, meminjam istilah Simone de Beauvoir, perempuan adalah the second sex.

Ketiga, bentuk perlawanan. Si laki-laki berusaha melawan tangan-tangan

(13)

yang paling umum: laki-laki kuat perempuan lemah, laki-laki aktif perempuan pasif. Keempat, si laki-laki menikmati ditemani dua perempuan dan si perempuan malu-malu sekadar bertatapan dengan seorang laki-laki. Kita dapat melihat bagaimana perempuan terobjektifikasi sebagai hiburan untuk laki-laki dan sekaligus tersubordinasi menjadi “penunggu” dalam relasi percintaan lawan jenis.

PENUTUP

Dari pembahasan di atas, dapat kita cermati bahwa oposisi antara laki-laki dan perempuan dalam TVC ini adalah sebuah oposisi biner atau oposisi yang hierarkis, di mana salah satu pihak (laki-laki) lebih superior dibanding pihak lain (perempuan). Superioritas laki-laki sebagai mitos identifikasi gender bekerja dalam konstruksi narasi dan sinematik TVC Traveloka.com versi “Cari Tiket Pesawat” dan versi “Cari Hotel” melalui konsep pembagian peran, stereotip kekuatan laki-laki dan kelemahan perempuan, serta subordinasi dan objektifikasi perempuan.

Dalam konsepsi Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Prancis, konstruksi di atas sejatinya adalah sebuah dominasi yang halus (eufemisme) yang disebutnya sebagai “kekerasan simbolik.” Kekerasan simbolik adalah suatu bentuk kekerasan yang halus dan tak tampak (the gentle, invisible form of violence) yang dibaliknya menyembunyikan praktik dominasi (Fashri, 2014: 143). Karena eufemisasi atau penghalusan itu, korban kekerasan simbolik seringkali tidak menyadari dan menerimanya begitu saja. Bourdieu juga menegaskan bahwa bahasa, termasuk bahasa verbal dan visual dalam iklan, tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi tetapi juga instrumen kekuasaan (ibid, 145).

Pada akhirnya, menjadi pilihan bagi insan kreatif di dunia periklanan apakah ingin mewujudkan peradaban yang lebih adil gender, ataukah ingin tetap melanggengkan mitos-mitos gender dan terus melakukan kekerasan simbolik.

(14)

Barthes, Roland. 2006. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa: Semiotika atau

Sosiologi Tanda, Simbol, dan Representasi (diterjemahkan dari

Mythologies dan The Eiffel Tower and Other Mythologies oleh Ikramullah

Mahyuddin). Yogyakarta: Penerbit Jalasutra.

Barthes, Roland. 2012. Elemen-elemen Semiologi (diterjemahkan dari Elements of

Semiology oleh Kahfie Nazaruddin). Yogyakarta: Penerbit Jalasutra.

Budiman, Kris. 2011. Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas. Yogyakarta: Penerbit Jalasutra.

Fakih, Mansour. 2007. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press.

Fashri, Fauzi. 2014. Pierre Bourdieu: Menyingkap Kuasa Simbol. Yogyakarta: Penerbit Jalasutra.

Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.

Majalah SWA Online. Ferry Unardi, Mengibarkan Traveloka dari Titik Nol. http://swa.co.id/entrepreneur/ferry-unardi-mengibarkan-traveloka-dari-titik-nol diakses pada 30 Maret 2015.

Walby, Sylvia. 2014. Teorisasi Patriarki (diterjemahkan dari Theorizing

Patriarchy oleh Mustika K. Prasela). Yogyakarta: Penerbit Jalasutra.

Wibowo, Indiwan Setyo Wahyu. 2013. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis

bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana

Media.

Widada, Rh. 2009. Saussure untuk Sastra: Sebuah Metode Kritik Sastra

Struktural. Yogyakarta: Jalasutra.

Video TVC dapat dilihat di saluran Traveloka di Youtube dengan alamat: 1. Versi “Cari Hotel” https://www.youtube.com/watch?v=jNXwDKohzfM 2. Versi “Cari Tiket Pesawat”

Gambar

Gambar 1. Bagan Sistem Pertandaan Berlapis
Gambar 2. Screen capture TVC versi “Cari Tiket Pesawat”
Gambar 3. Screen capture TVC versi “Cari Hotel”

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan Penggunaan Peraturan Bupati Untuk Mengatur Harga Tanah Dalam Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengajar guru dalam pembelajaran IPS dan Bahasa Indonesia siswa kelas V SDN 1 Bandungrejo Demak dan

Pemalsuan terhadap surat-surat seperti itu dapat dilakukan baik oleh pejabat tersebut maupun orang lain selain pejabat (palsu asalnya surat), maupun oleh

Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap peritiwa politik diantaranya penelitian mengenai kaitan reaksi pasar

Puji syukur dan ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang berjudul

Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik suatu ksimpulan bahwa seseorang guru pendidikan jasmani merupakan ujung tombak dari keberhasilan proses belajar mengajar pendidikan jasmani

Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua murid Xin You, Great Wall, Blessing Education Center, dan Huang Laoshi dan pemilik dari para pesaing (yaitu Great Wall,

Berdasarkan data hasil uji coba lapangan, kemudian modul matematika diskrit berbantuan software wxMaxima ( prototipe III) direvisi menjadi prototipe IV (prototipe final)