• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN LEPTOSPIRO SIS de

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN LEPTOSPIRO SIS de"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN

(LEPTOSPIROSIS)

Oleh:

 Bella Krisna Mareta (11141060)

 Desy Irawati (11141061)

 Diny Tri Yulia CS (11141064)

 Dita Deviyanti (11141065)

 Ineke Yulita (111410)

 Septania Kharisma P. (11141095)

SARJANA KEPERAWATAN REGULER

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayanhnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

Adapun makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit leptospirosis ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasa maupun segi lainnya . oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi para pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah

Akhir kata penyusun mengharapkan semoga dari makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan leptospirosis ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Jakarta September 2015

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan Penulisan...1

BAB II PEMBAHASAN LEPTOSPIROSIS...2

A. Pengertian...2

B. Etiologi...2

C. Distribusi Penyakit...3

D. Cara Penularan...3

E. Manifestasi Klinis...4

F. Patofisiologi...5

G. Komplikasi...8

H. Pemeriksaan Penunjang...8

I. Diagnosis Banding...9

J. Penatalaksanaan...9

K. Prognosis...9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...10

A. Pengkajian...10

B. Diagnosa Keperawatan...11

C. Rencana Keperawatan...11

BAB IV PENUTUP...15

A. Kesimpulan...15

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Leptospirosis merupakan penyakit demam akut dengan manisfestasi klinis bervariasi, disebabkan oleh leptosspira. Leptospirosis masih merupakan masalah kesehatan global terutama di negara tropis, termasuk indonesia. Leptospirosis termasuk emerging infectious disease, dan akhir-akhir ini sering terjadi outbreaks di Nicaraguan, Brazil, India, negara-negara Asia Tenggara, juga Amerika. Dinegara-negara maju seperti amerika pun masih juga dilaporkan adanya penyakit ini,yaitu 100-200 kasus setiap tahunnya dan 50% kasus berasal dari Hawai. Masalah yang berkembang sehubungan dengan penyakit ini adalah diagnosisnya sering terlambat serta progresivitas penyakit yang sebelumnya diketahui.

Beberapa faktor yang ikut menentukan progresivitas leptospirosis. Faktor eksternal antara lain virulensi leptospira,dan faktor internal adalah sistem imun individu serta lipopolisakarida, glikoprotein, lipoprotein, peptidoglikan, heart shock proteins, dan flagellin. Gen hemosilin SphH dari L. Interorgans strain HY-1, juga ikut berperan dalam pengendalian progresivitas leptospirosis. Leptospira yang mengalami lisis akibat aktivitas imunoglobin maupun komplemen dapat menginduksi sekresi enzim,toksin dan sitokin (IL-1,II-6,IL-8,TNFα) yang kemudian ikut menentukan derajat beratnya manisfestasi klinis (sachro,2002).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari leptospirosis? 2. Sebutkan etiologi dari leptospirosis?

3. Sebutkan pathogenesis dan patologi leptospirosis? 4. Bagaimana pemeriksaan penunjang leptospirosis?

5. Bagaimana prognosis, pencegahan serta pengobatan dari leptospirosis? 6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan leptospirosis?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Dengan dibuatnya makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami penyakit pada pasien dengan Leptospirosis.

2. Tujuan Khusus

(5)

3. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan lesptospirosis.

BAB II

PEMBAHASAN LEPTOSPIROSIS

A. Pengertian

- Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang di sebabkan oleh mikroorganisme, yaitu lestospira tanpa memandang bentuk spesifik serotipnya, penyakit ini dapat terjangkit pada laki-laki atau perempuan semua umur. Banyak ditemukan didaerah tropis, dan biasanya penyakit ini juga dikenal dengan berbagai nama seperti mudfever, slimefever, Swampfever, autumnal fever, filedfever, Infectiousjaundle, cane cutre fever dan lain-lain (Mansjoer dkk,2007).

- Leptospirosis adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia, termasuk

penyakit zoonosis yang paling sering di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena memang muncul karena banjir. Di beberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam canicola, penyakit swineherd, demam rawa atau demam lumpur (Judarwanto, 2009)

-

Menurut NSW Multicultural Health Communication Service (2003), Leptospirosis

adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena

.

D. Etiologi

Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral genus Leptospira family leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan anaerob. Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang pathogen dan L biflexa bersifat saprofitik (Judarwanto, 2009).

1. Patogen L Interrogans

Terdapat pada hewan dan manusia. Mempunyai sub group yang masing-masing terbagi lagi atas berbagai serotip yang banyak, diantaranya; L. javanica, L. cellodonie, L. australlis, L. Panama dan lain-lain.

2. Non Patogen L. Biflexa

(6)

Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia di antaranya tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Hewan peliharaan yang paling berisiko adalah kambing dan sapi. Resevoar utamanya di seluruh dunia adalah binatang pengerat dan tikus.

E. Distribusi Penyakit

Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik didaerah maupun perkotaan, didaerah tropis maupun subtropis. Penyakit ini terutama beresiko terhadap orang yang bekerja di luar ruangan bersama hewan, misalnya peternak, petani, penjahit, dokter hewan, dan personel militer. Selainitu, Leptospirosis juga beresiko terhadap individu yang terpapar air yang terkontaminasi .Di daerah endemis,puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir.

Iklim yang sesuai untuk perkembangan Leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah dan pH alkalis, kondisi ini banyak ditemukan di negara beriklim tropis. Oleh sebab itu, kasus Leptospirosis 1000 kali lebih banyak ditemukan di negara beriklim tropis dibandingkan dengan negara subtropis dengan risiko penyakit yang lebih berat. Angka kejadian Leptospirosis di negara tropis basah 5-20/100.000 penduduk per tahun. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Oraganization/WHO) mencatat, kasus Leptospirosis di daerah beriklim subtropis diperkirakan berjumlah 0.1-1 per 100.000 orang setiap tahun, sedangkan di daerah beriklim tropis kasus ini meningkat menjadi lebih dari 10 per 100.000 orang setiap tahun. Pada saat wabah, sebanyak lebih dari 100 orang dari kelompokberisikotinggi di antara 100.000 orang dapat terinfeksi.

Di Indonesia, Leptospirosis tersebar antara lain di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Angka kematian Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45 persen . Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen. Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3 persen - 54 persen tergantung sistem organ yang terinfeksi

.

F. Cara Penularan

(7)

Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease). Urin dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber

utama penularan, baikpada manusia maupun pada hewan . Kemampuan Leptospira

untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi salah satu factor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru. Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutama di daerah banjir . Gerakan bakteri memang tidak memengaruhi kemampuannya untuk memasuki jaringan tubuh namun mendukung proses invasi dan penyebaran di dalam aliran darah induk semang.

Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir. Keadaan banjir dapat menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genengan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembangbiak.

Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ketubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi menularkan kemanusia tidak sebesar tikus .

Bentuk penularan Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita kependerita dan tidak langsung melalui suatu media. Penularan langsung terjadi melalui kontak dengan selaput lender (mukosa) mata (konjungtiva), kontak luka di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairana bortus( gugur kandungan) Penularan dari manusia kemanusia jarang terjadi

.

G. Manifestasi Klinis

Pada Manusia

(8)

Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari .Infeksi Leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa .Infeksi L. interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan sampai berat.

penyakit leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemia dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik (Judarwanto, 2009).

1. Fase awal dikenal sebagai fase septisemik atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Fase awal sekitar 4-7 hari, ditandai gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya. Manifestasi klinisnya demam, menggigil, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, nyeri kepala frontal, fotofobia, gangguan mental, dan meningitis. Pemeriksaan fisik sering mendapatkan demam sekitar 400C disertai takikardi. Subconjunctival suffusion, injeksi faring, splenomegali, hepatomegali, ikterus ringan,mild jaundice, kelemahan otot, limfadenopati dan manifestasi kulit berbentuk makular, makulopapular, eritematus, urticari, atau rash juga didapatkan pada fase awal penyakit.

2. Fase kedua sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi antibody dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine, mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal. Gejala nonspesifik seperti demam dan nyeri otot mungkin lebih ringan dibandingkan fase awal selama 3 hari sampai beberapa minggu. Sekitar 77% penderita mengalami nyeri kepala terus menerus yang tidak responsif dengan analgesik. Gejala ini sering dikaitkan dengan gejala awal meningitis selain delirium. Pada fase yang lebih berat didapatkan gangguan mental berkepanjangan termasuk depresi, kecemasan, psikosis dan demensia.

H. Patofisiologi

(9)

dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit.

Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil; sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selluler. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia. Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid.

Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin. In vivo, toksin in mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus.

Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin.

Conjungtival suffusion khususnya perikorneal; terjadi karena dilatasi pembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikular. Keberadaan kuman leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan uveitis kronik berulang.

(10)
(11)

I. Komplikasi

Pada leptospira, komplikasi yang sering terjadi adalah iridosiklitis, gagal ginjal, miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif jarang ditemui dan bila terjadi selalu menyebabkan kematian.

J. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.

- Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urine

sejak awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah standar kriteria baku. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan beberapa bulan.

- Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi

diagnosis tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu setelah timbul gejala awal dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu. Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test (MAT).

- Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi

lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna.

- Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan hemoglobin

dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung trombosit untuk mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan kreatinin serum dapat meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial nefritis pada penyakit Weil. - Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati.

Peningkatan transaminase jarang dan kurang bermakna, biasanya <200 U/L. Waktu koagulasi akan meningkat pada disfungsi hati atau DIC. Serum creatine kinase (MM fraction) sering meningkat pada gangguan muskular.

- Analisis CSF bermanfaat hanya untuk eksklusi meningitis bakteri. Leptospires

dapat diisolasi secara rutin dari CSF, tetapi penemuan ini tidak mengubah tatalaksana penyakit.

- Pemeriksaan pencitraan foto polos paru dapat menunjukkan air space bilateral. Juga dapat menunjukkan kardiomegali dan edema paru pada miokarditis. Perdarahan alveolar dan patchy multiple infiltrate dapat ditemukan. Ultrasonografi traktus bilier dapat menunjukkan kolesistitis akalkulus.

(12)

K. Diagnosis Banding

1. Dengue Fever

2. Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome 3. Hepatitis

4. Malaria 5. Meningitis

6. Mononucleosis, influenza 7. Enteric fever

8. Rickettsial disease 9. Encephalitis

10. Primary HIV infection

L. Penatalaksanaan

Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, strptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama adalah penicillin G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam setelah pemeberian penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang menunjukkan adanya aktivitas antileptospira> obat ini efektif pada pemberian 1-3 hari namun kurang bermanfaat bila diberikan setelah fase imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis. Tindakan suporatif diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.

M. Prognosis

(13)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat kejadiannya sama.

2. Keluhan utama

Demam yang mendadak

Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan (frontal) mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung 1-3 hari.

3. Riwayat keperawatan

a. Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh

b. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD, penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin.

c. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani.

d. Pemeriksaan dan observasi

 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun Review of sistem :

1) Sistem pernafasan

Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada 2) Sistem cardiovaskuler

Perdarahan, anemia, demam, bradikardia. 3) Sistem persyrafan

Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata merah. fotofobia, injeksi konjunctiva, iridosiklitis

4) Sistem perkemihan

Oligoria, azometmia,perdarahan adernal 5) Sistem pencernaan

Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana 6) Sistem muskoloskletal

(14)

 Laboratorium

1) Leukositosis normal, sedikit menurun,

2) Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu 3) Proteinuria, leukositoria

4) Sedimen sel torak

5) BUN, ureum dan kreatinin meningkat

6) SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal 7) Bilirubin meninggi samapai 40 %

8) Trombositopenia 9) Hiporptrombinemia

10) Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3 11) Glukosa dalam CSS Normal atau menurun

B.

Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, proses penyakit 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis (proses penyakit)

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorbsi zat-zat bergizi karena faktor bilogis, proses penyakit.

C. Rencana Keperawatan

warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

NIC :

Fever treatment

§ Monitor suhu sesering mungkin § Monitor IWL

§ Monitor warna dan suhu kulit § Monitor tekanan darah, nadi dan

RR

§ Monitor penurunan tingkat kesadaran

§ Monitor WBC, Hb, dan Hct § Monitor intake dan output § Berikan anti piretik

§ Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam § Selimuti pasien

§ Lakukan tapid sponge § Berikan cairan intravena

§ Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

§ Tingkatkan sirkulasi udara § Berikan pengobatan untuk

(15)

Temperature regulation § Monitor suhu minimal tiap 2 jam § Rencanakan monitoring suhu

secara kontinyu

§ Monitor TD, nadi, dan RR § Monitor warna dan suhu kulit § Monitor tanda-tanda hipertermi

dan hipotermi

§ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

§ Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh § Ajarkan pada pasien cara

mencegah keletihan akibat panas § Diskusikan tentang pentingnya

pengaturan suhu dan

kemungkinan efek negatif dari kedinginan

§ Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan

§ Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan § Berikan anti piretik jika perlu

2 Nyeri akut

v Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

v Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri v Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

v Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang v Tanda vital dalam rentang

normal

NIC :

Pain Management

§ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi § Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan

§ Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien § Kaji kultur yang mempengaruhi

respon nyeri

§ Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

§ Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau

§ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

(16)

ruangan, pencahayaan dan kebisingan

§ Kurangi faktor presipitasi nyeri § Pilih dan lakukan penanganan

nyeri (farmakologi, non

farmakologi dan inter personal) § Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi § Ajarkan tentang teknik non

farmakologi

§ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

§ Evaluasi keefektifan kontrol nyeri § Tingkatkan istirahat

§ Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

§ Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration § Tentukan lokasi, karakteristik,

kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

§ Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

§ Cek riwayat alergi

§ Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu § Tentukan pilihan analgesik

tergantung tipe dan beratnya nyeri

§ Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal § Pilih rute pemberian secara IV, IM

untuk pengobatan nyeri secara teratur

§ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

§ Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat § Evaluasi efektivitas analgesik,

(17)

3 Ketidakseimbangan

v Nutritional Status : food and Fluid Intake

v Nutritional Status : nutrient Intake v Weight control

Kriteria Hasil :

v Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

v Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

v Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

NIC :

Nutrition Management § Kaji adanya alergi makanan § Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. § Anjurkan pasien untuk

meningkatkan intake Fe § Anjurkan pasien untuk

meningkatkan protein dan vitamin C

§ Berikan substansi gula § Yakinkan diet yang dimakan

mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

§ Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

§ Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

§ Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

§ Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

§ Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring § BB pasien dalam batas normal § Monitor adanya penurunan berat

badan

§ Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

§ Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan § Monitor lingkungan selama

makan

§ Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan § Monitor kulit kering dan

perubahan pigmentasi § Monitor turgor kulit

§ Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah § Monitor mual dan muntah § Monitor kadar albumin, total

(18)

§ Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva § Monitor kalori dan intake nuntrisi § Catat adanya edema, hiperemik,

hipertonik papila lidah dan cavitas oral.

§ Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia

maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.

 Hewan yang paling banyak mengandung bakteri leptospira ini (resevoir) adalah

hewan pengerat dan tikus

 Penyakit leptospirosis mungkin banyak terdapat di Indonesia terutama di musim

penghujan.

 Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi secara langsung ataupun tidak

langsung, sedangkan penularan dari manusia ke manusia sangat jarang.

 Pengobatan dengan antibiotik merupakan pilihan terbaik pada fase awal ataupun

fase lanjut (fase imunitas).

 Selain pengobatan antibiotik, perawatan pasien tidak kalah pentingnya untuk

menurunkan angka kematian.

 Angka kematian pada pasien leptospirosis menjadi tinggi terutama pada usia lanjut, pasien dengan ikterus yang parah, gagal ginjal akut, gagal pernafasan akut. B. Saran

 Pada orang berisiko tinggi terutama yang bepergian ke daerah berawa-rawa

(19)

 Masyarakat terutama di daerah persawahan, atau pada saat banjir mungkin ada baiknya diberi doxycycline untuk pencegahan.

 Para klinisi diharapkan memberikan perhatian pada leptospirosis ini terutama di daerah-daerah yang sering mengalami banjir.

 Penerangan tentang penyakit leptospirosis sehingga masyarakat dapat segera

(20)

DAFTAR PUSTAKA

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan-leptospirosis.html#.VfVq6tKsVAE

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi

Keperawatan. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Judarwanto, W. 2009. Cermin Dunia Kedokteran; Leptospirosis pada Manusia.

Jakarta: Allergy Behaviour Clinic, Picky Eaters Clinic Rumah Sakit Bunda

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)

Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

NSW Multicultural Health Communication Service. 2003. Leptospirosis.

Dimuat dalam

http://mhcs.health.nsw.gov.au

(Diakses 20 Februari 2012)

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

Jakarta: Prima Medika

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Sania dan Wahyuni (2016) menyatakan bahwa dana pihak ketiga berpengaruh signifikan terhadap jumlah penyaluran kredit perbankan.Kasmir

Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan tinggi di Indonesia merupakan warisan zaman kolonial yang kemudian dimodifikasi di bawah pengaruh sistem Amerika dan Eropa,

Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan adalah surat yang mengkonfirmasikan pelaksanaan perintah pembelian dan/atau penjualan kembali dan/atau Pengalihan Unit Penyertaan (jika

Untuk reaktor dengan ukuran kecil dan menengah, dan khususnya untuk reaktor kecil dan sangat kecil, pembagian panas proses yang dihasilkan oleh pembangkit akan lebih besar, dan

Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali yang berada dalam ketinggian 1.250 – 1.450 dari permukaan laut dengan suhu berkisar 18 – 20 derajat Celcius adalah salah satu

Diperoleh hasil bahwa persentase peserta didik yang tuntas adalah 100%. Hasil ini telah memenuhi target penelitian yaitu 70% peserta didik tuntas. Hal ini

NOTES TO THE CONSOLIDATED FINANCIAL STATEMENTS (Continued) For the Years Ended June 30, 2020 and December 31, 2019 (In Thousand of Rupiah, unless otherwise stated) Perusahaan untuk