• Tidak ada hasil yang ditemukan

186931101 Model Pembelajaran Morrison Ross and Kemp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "186931101 Model Pembelajaran Morrison Ross and Kemp"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN MORRISON

ROSS AND KEMP

A. DISAIN PEMBELAJARAN

Disain pembelajaran adalah suatu prosedur yang terdiri dari langkah-langkah, dimana langkah-langkah tersebut di dalamnya terdiri dari analisis, merancang, mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil belajar (Seels & Richey, AECT 1994). Hal tersebut juga dikemukakan oleh Morisson, Ross & Kemp (2007) yang mendefinisikan desain pembelajaran sebagai suatu proses desain yang sistematis untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien, serta membuat kegiatan pembelajaran lebih mudah, yang didasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai teori-teori pembelajaran, teknologi informasi, sistematika analisis, penelitian dalam bidang pendidikan, dan

metode-metode manajemen.

Tujuan sebuah desain pembelajaran adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu

persoalan yang dihadapi.

Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) terdapat empat komponen dasar dalam perencanaan desain pembelajaran. Keempat hal tersebut mewakili pertanyaanpertanyaan berikut: 1. Untuk siapa program ini dibuat dan dikembangkan? (karakteristik siswa atau peserta ajar)

2. Anda ingin siswa atau peserta ajar mempelajari apa? (tujuan)

3. Isi pembelajaran seperti apa yang paling baik untuk dipelajari? (strategi pembelajaran)

4. Bagaimanakah cara anda mengukur hasil pembelajaran yang telah dicapai? (prosedur evaluasi)

B. IDENTIFIKASI MASALAH

(2)

seperti apakah yang dapat memecahkan persoalan tadi, dan seorang desainer pembelajaran harus sudah dapat menentukan cara yang paling sesuai dan tepat. Untuk itu para desainer dapat menggunakan salah satu atau kombinasi dari ketiga bentuk pendekatan yang berbeda-beda berikut dalam mengidentifikasi

masalah, yaitu:

1. Analisis Kebutuhan

Dalam konteks pengembangan kurikulum, John McNeil (1985) mendefinisikan analisis kebutuhan sebagai suatu proses yang menentukan kebutuhan dalam pendidikan dan apa yang menjadi prioritasnya. Kebutuhan yang diartikan sebagai suatu kondisi dimana terdapat suatu kesenjangan antara apa yang diterima oleh siswa dengan apa yang diharapkan diterima oleh siswa. Pengertian tersebut sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Seels dan Glasgow (1990) yang menyatakan bahwa analisis kebutuhan adalah proses mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas dari kesenjangan tersebut untuk dipecahkan. Berdasarkan pengertian di atas disebutkan bahwa analisis kebutuhan adalah suatu proses artinya ada rangkaian kegiatan dalam pelaksanaannya. Proses yang diawali dengan perencanaan, mengumpulkan data, menganalisa, dan berakhir pada mempersiapkan laporan akhir. Secara lengkap kegiatan analisis kebutuhan digambarkan oleh Morisson, dkk

dalam Gambar 1.

Gambar 1. Proses analisis kebutuhan

Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) proses tersebut mempunyai empat fungsi, diantaranya adalah:

1. Proses untuk mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan tugastugas tertentu, yaitu masalah apa yang mempengaruhi performance.

2. Proses untuk mengidentifikasi kebutuhan yang bersifat kritis, termasuk kebutuhan yang mempengaruhi dari segi financial, keselamatan, atau mengganggu stabilitas lingkungan pendidikan.

3. Proses untuk menyusun prioritas guna menyeleksi suatu intervensi.

4. Proses yang menyediakan data dasar untuk menguji efektifitas suatu pembelajaran.

2. Analisis Tujuan

(3)

realistis, oleh sebab itu biasa digunakan pendekatan alternatif lainnya untuk mendefinisikan masalah, yaitu analisis tujuan. Mager (1984a) mendeskripsikan analisis tujuan sebagai suatu metode untuk mendefinisikan yang tidak terdefinisikan. Beberapa desainer menganggap analisis tujuan sebagai suatu bagian penting dalam proses analisis kebutuhan. Tidak seperti analisis kebutuhan yang dimulai dengan mengidentifikasi masalah, analisis tujuan dimulai dengan memberikan saran berupa suatu permasalahan.

Misalnya, seorang kepala sekolah memintamu untuk mengatur suatu pelatihan internet bagi guru di sekolahnya. Ketika anda tidak mengenal para guru, anda dapat menghadiri pertemuan fakultas keguruan misalnya dan mengadakan analisis tujuan untuk menentukan apa yang para guru inginkan dalam pelatihan itu.

Analisis tujuan juga dapat menggunakan data dari analisis kebutuhan untuk menyusun prioritas. Misalnya, analisis kebutuhan mengidentifikasi kebutuhan untuk melaksanakan pelatihan internet bagi para guru. Dari data tersebut, analisis tujuan akan menggunakan kebutuhan tersebut serta mewawancara kegiatan pelatihan itu untuk menentukan tujuan pengajaran.

Sejalan dengan Klein, dkk (1971) dan Mager (1984a), Morisson dkk (2007) memaparkan ada enam tahapan dalam analisis tujuan, diantaranya:

Identifikasi tujuan, dengan mengikutsertakan para ahli yang memahami permasalahan yang sedang dihadapi untuk menentukan satu atau dua tujuan yang berhubungan dengan kebutuhan tadi. Suatu tujuan yang mengarahkan kita pada permasalahan yang ada;

Menyusun hasil yang ingin dicapai, artinya membiarkan para ahli tadi untuk membuat sejumlah hasil yang ingin dicapai untuk setiap tujuan yang sudah dibuat. Hasil tersebut harus mengidentifikasikan sikap yang ditunjukkan siswa

Memperbaiki hasil, tahap ini adalah tahap utama penyeleksian, seperti sorot semua hasil yang ada dan hapus jika ada yang double, kombinasikan hasil yang serupa dan lain sebagainya untuk memperjelas pernyataan hasil akhirnya

Mengurutkan hasil, urut dan pilihlah hasil yang paling penting. Mengurutkannya itu bisa berdasarkan manfaatnya, hal-hal yang dapat menyebabkan masalah jika hal-hal tersebut diabaikan, atau criteria-kriteria yang relevan lainnya.

(4)

mengidentifikasikan kesenjangan antara hasil yang ingin dicapai dengan kenyataan yang ada.

Membuat final ranking, maksudnya mengurutkan kembali urutan hasil yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan seberapa penting hasil yang ingin dicapai itu dapat mendukung pengajaran, kemudian mempertimbangkan pula efek secara keseluruhan dari hasil tadi.

3. Analisis Performance

Mager (1984b) mendeskripsikan analisis performance sebagai suatu bantuan untuk mengidentifikasi masalah performance. Rosetti (1999) mendeskripsikan proses ini sebagai pencarian sumber masalah. Analisis ini membantu untuk memutuskan apakah hasil pelatihan itu benar-benar dialamatkan pada masalah agar diselenggarakannya pelatihan atau karena adanya intervensi lain yang lebih mengena.

Kebutuhan atau masalah individu ataupun suatu organisasi sering berubahubah, masalah hari ini belum tentu sama dengan masalah yang akan dihadapi satu atau enam bulan yang akan datang. Oleh sebab itu, analisis kebutuhan, analisis tujuan dan analisis performance sering dibatasi oleh waktu dan harus selalu diperbaharui.

Pertanyaan selanjutnya, kapan desainer pembelajaran melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada? Roseti (1999) mengidentifikasi ada 4 peluang untuk mengidentifikasi masalah yang muncul, diantaranya pada saat memperkenalkan atau menyambut suatu produk baru. Kesempatan kedua yaitu pada saat merespon permasalahan yang terjadi. Ketiga, pada saat menyadari adanya kebutuhan untuk mengembangkan kompetensi sumber daya manusia, sehingga mereka selalu dapat berkontribusi kepada pertumbuhan suatu organisasi. Dan yang keempat adalah pengembangan strategi, dimana suatu analisa dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk membuat keputusan dalam merencanakan suatu strategi.

C. MODEL PEMBELAJARAN MORRISON ROSS AND KEMP Model Kemp oleh Kemp, J.E, Morrison, G.R, dan Ross, S.M (1994 ), menurut Kemp rancangan pengembangan perangkat pembelajaran merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Rancangan pengembangan perangkat pembelajaran model ini terdiri dari sembilan komponen tahapan dan tidak mempunyai titik awal tertentu.

(5)

pengembangan dari komponen yang manapun dalam siklus yang berbentuk bulat telur tersebut. Namun karena kurikulum yang berlaku secara nasional berorientasi kepada tujuan pembelajaran (komptensi dasar dan tujuan pembelajaran khusus), maka proses pengembangan perangkat seyogyanya dimulai dari tujuan pembelajaran.

Kesembilan komponen tahapan model Kemp tersebut adalah Instructional Problems (masalah pengajaran), Learner Characteristics (karakteristik siswa), Task Analysis (analisis tugas), Instructional Objectives (tujuan pengajaran), Content Sequencing (urutan materi), Instructional Strategies (strategi pengajaran), Instructional Delivery (cara penyampaian pengajaran), Evalution Instrumens (instrumen evaluasi), dan Instructional Resources (sumber pengajaran).

Berdasarkan uraian dari ketiga model rancangan pengembangan perangkat pembelajaran di atas, pada dasarnya komponen-komponen dari ketiga model tersebut subtansinya sama, kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu tidak terlalu prinsip. Ketiga model itu bertujuan agar perangkat pembelajaran yang dikembangkan benar-benar handal dan berfungsi untuk

memperbaiki kualitas pembelajaran.

Secara umum rancangan pengembangan perangkat pembelajaran model Kemp, J.E, Morrison, G.R, dan Ross, S.M (1994: 9) digambarkan seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Perangkat Model Pembelajaran Morrison Ross and Kemp

Tahap-tahap dalam mengembangkan perangkat pembelajaran menurut model Kemp, (1994:9) dijelaskan sebagai berikut:

1. Instructional Problems (Masalah Pembelajaran).

(6)

2. Leaner Characteristics (Karakteristik Siswa).

Pada tahap ini dilakukan analisis karakteristik siswa yang akan menjadi tempat implementasi perangkat. Karakteristik yang dimaksud meliputi ciri, kemampuan, dan pengalaman baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Sumber untuk memperoleh karakteristik siswa antara lain guru, kepala sekolah atau dokumen yang relevan. Ciri pribadi misalnya umur, sikap,

dan ketekunan terhadap pelajaran.

3. Task Analysis (Analisis Tugas)

Analisis tugas merupakan perincian isi mata ajar dalam bentuk garis besar untuk menguasai isi bahan kajian atau mempelajari keterampilan yang mencakup keterampilan kognitif, keterampilan psikomotor, dan keterampilan sosial. Analisis tugas ini meliputi analisis struktur isi, analisis prosedural, analisis konsep, dan pemrosesan informasi. Analisis struktur isi dilakukan dengan mencermati kurikulum sedangkan analisis prosedural adalah analisis tugas yang dilakukan dengan mengidentifikasi tahap-tahap penyelesaian tugas sehingga diperoleh peta tugas.

Analisis konsep dilakukann dengan mengidenfikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan dan menyusunnya secara sistematis sesuai urutan penyajian dan merinci konsep-konsep yang relevan. Hasil analisis ini akan diperoleh peta konsep. Analisis pemrosesan informasi dilakukan untuk mengelompokkan tugas-tugas yang akan dilaksanakan oleh siswa selama pembelajaran berlangsung dengan mempertimbangkan alokasi waktu. Analisis pemrosesan informasi ini akan menghasilkan cakupan konsep atau tugas yang akan diajarkan dalam pembelajaran yang tertuang dalam satu rencana pembelajaran.

4. Instructional Objectives (Merumuskan Tujuan Pembelajaran)

Rumusan tujuan pembelajaran adalah tujuan pembelajaran khusus (indikator hasil belajar) yang diperoleh dari hasil analisis tujuan yang dilakukan pada tahap masalah pembelajaran.

5. Content Squencing (Urutan Materi Pembelajaran)

Pada tahap ini isi pokok bahasan yang akan diajarkan diurutkan terlebih dahulu. Menurut Posner dan Strike (Kemp, 1994: 104) ada lima aspek yang perlu diperhatikan dalam mengurutkan pokok bahasan yaitu pengetahuan prasyarat, familiaritas, kesukaran, minat, dan perkembangan siswa. Setelah isi pokok bahasan diurutkan, langkah selanjutnya adalah menentukan

strategi awal pembelajaran.

6. Instructional Strategies (Strategi Pembelajaran)

(7)

ditetapkan. Criteria umum untuk pemilihan strategi belajar-mengajar yagn sesuai dengan tujuan instruksional khusus tersebut adalah:

EfisiensiKeefektifanEkonomis

Kepraktisan, melalu suatu analisis alternative

7. Instructional Delivery (Cara Penyampaian Pembelajaran)

Metode penyampaian ditentukan berdasarkan tujuan dan lingkungan pembelajaran, yang dapat bersifat klasikal, kelompok,

atau individual.

8. Evaluation Instrumens (Instrumen Penilaian)

Instrumen penilaian (tes hasil belajar) disusun berdasarkan tujuan pembelajaran khusus yang telah dirumuskan. Kriteria penilaian yang dilakukan adalah penilaian acuan patokan sehingga tes hasil belajar yang dikembangkan harus dapat mengukur tingkat pencapaian tujuan pembelajaran khusus. Evaluasi ini sangat perlu untuk mengontrol dan mengaji keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu :

Siswa

Program instruksionalInstrumen evaluasi/tesMetode.

9. Instructional Resources (Sumber Pembelajaran)

Faktor-faktor yang diperhatikan dalam membuat media pembelajaran yang akan dipergunakan yaitu ketersediaan secara komersial, biaya pengadaan, waktu untuk menyediakannya dan

menyenangkan bagi siswa.

10. Revision (Revisi Perangkat)

Revisi perangkat pembelajaran dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Revisi perangkat dilakukan melalui tahap telaah oleh para pakar, hasil simulasi pembelajaran, hasil uji coba I maupun hasil uji coba II.

11. Formative Evaluation (Penilaian Formatif)

Penilaian formatif adalah penilaian yang dilakukan setiap selesai satu unit proses pembelajaran. Penilaian ini berguna untuk menemukan kelemahan dalam perencanaan pembelajaran sehingga berbagai kekurangan ini dapat dihindari sebelum

program dipakai secara luas.

12. Planning (Perencanaan) dan Project Management

(8)

Aspek teknis perencanaan sangat mempengaruhi keberhasilan rancangan pengembangan. Merencanakan pembelajaran merupakan suatu proses yang rumit sehingga menuntut pengembang perangkat untuk selalu memperhatikan tiap-tiap unsur dan secara terus menerus menilai kembali hubungan setiap bagian rencana itu dengan tata keseluruhannya, karena setiap unsur dapat mempengaruhi perkembangan unsur yang lain.

13. Summative Evaluation (Penilaian Sumatif)

Penilaian sumatif diarahkan pada pengukuran seberapa jauh hasil belajar utama dicapai pada akhir seluruh pembelajaran, dapat juga berupa kegiatan menindaklanjuti siswa setelah ia menyelesaikan suatu program pembelajaran untuk menentukan apakah dan bagaimana ia menggunakan dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipelajarinya dalam

program pembelajaran.

14. Support Services (Pelayanan Pendukung)

Pelayanan pendukung meliputi ketersediaan anggaran, fasilitas, bahan, perlengkapan, kemampuan staf, pengajar, perancang pembelajaran, pakar, dan lain sebagainya.

D. KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN PEMBELAJARAN DENGAN MODUL

Berdasarkan konsep pendidikan kesetaraan yang fleksibel terhadap waktu belajar dan tempat belajar. Dengan demikian, modul sangat tepat dan dapat memberikan keuntungan kepada warga belajar. Selain itu alasan yang paling mendasar adalah pengembangan ini menggunakan model Dick, Carey dan Carey. Dick dkk (2001) merekomendasikan bahwa pengembangan materi pembelajaran harus berupa bahan pembelajaran individu. Nasution (1997) mengemukakan beberapa keuntungan– keuntungan pembelajaran dengan modul sebagaimana berikut ini;

1. Memberikan umpan balik segera

Modul dapat memberikan umpan balik segera sehingga pebelajar mengetahui kekurangan mereka dan segera melakukan perbaikan sendiri. Walaupun individu berbeda kecepatan (slow dan advance) tetapi pebelajar memiliki kesempatan menyelesaikan pembelajaran dengan kemampuannya sendiri tentunya dengan kondisi yang tepat pula (Morrison, Ross, dan Kemp, 2001). Ditambahkan oleh Nasution (1997), Modul memberikan warga belajar waktu yang cukup untuk menguasai bahan.

2. Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas sehingga

terarah ke tujuan

(9)

kinerja warga belajar jelas dan terarah dalam mencapai tujuan pembelajaran. Bukan hanya tujuan saja (Morrison, Ross, dan Kemp, 2001) menyatakan tujuan dan sumber ditetapkan dengan extra hati-hati dan sesuai dengan karakteristik pebelajar.

3. Menerapkan pembelajaran yang sistematis

Pembelajaran yang sistematis dan teratur menumbuhkan motivasi. Pengembangan modul yang didesain menarik, mudah untuk dipelajari, dan dapat menjawab kebutuhan tentu akan menumbuhkan motivasi warga belajar. Morrison, Ross, dan Kemp (2001) menyatakan bahwa pembelajaran individu dapat menumbuhkan kebiasaan belajar, tanggungjawab bekerja dan

prilaku pribadi.

4. Modul bersifat fleksibel.

Modul fleksibel karena materi modul dapat dipelajari oleh warga belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda (Nasutin, 1997), sumber belajar pun dapat ditambahkan (Morrison, Ross, dan Kemp, 2001).

5. Kerja sama terjalin dan persaingan dapat diminimalisir

Kerja sama dapat terjalin karena dengan modul persaingan dapat diminimalisir dan setiap warga belajar berusaha mencapai yang terbaik serta kerjasama juga terjalin antara pebelajar dan pembelajar (Nasution, 1997). Selain itu, pengembang modul ini juga berkeyakinan bahwa melalui instruksi atau strategi belajar berpasangan (in pairs) dan berkelompok, kerja sama dapat

terjalin antar warga belajar.

6. Waktu untuk remedi cukup tersedia

Remedi dapat dilakukan karena modul memberikan kesempatan yang cukup. Berdasarkan evaluasi yang diberikan, warga belajar dapat menemukan sendiri kelemahannya. Perbaikan atau remedi dilakukan hanya terhadap kesalahan, sehingga remedi dapat

efektif dan efisien.

Selain pebelajar, pembelajar juga mendapatkan beberapa keuntungan dengan menggunakan modul, beberapa diantaranya

dikemukakan oleh Nasution (1997).

Keuntuangan modul menurut Morrison, Ross, dan Kemp (2001) adalah:

1. Rasa kepuasan karena setiap warga belajar dapat belajar sesuai dengan kapasitasnya dan terjamin

2. Bantuan lebih personal, (Morrison dkk, 2001) menyatakan pembelajar dapat memberikan perhatian secara individual dengan demikian perhatian dan bantuan akan lebih effektif;

3. Remedi dapat diberikan secukupnya

(10)

5. Bahan tidak mubasir karena modul dapat digunakan kapanpun dan setiap sekolah dapat saling berbagi menggunakan satu modul

6. Tugas profesi membaik, karena pembelajar dapat merefleksikan dan terangsang dengan munculnya beberapa pertanyaan; bagaimana warga belajar melakukan pembelajaran? dan bagaimana pembelajar memperbaiki proses? Pembelajaran modul dengan metode belajar individu tidak lepas dari kelemahan-kelemahan.

Kelemahan modul menurut Morrison, Ross, dan Kemp (2001) adalah:

1. Interaksi antara pembelajar dan pebelajar berkurang sehingga perlu jadwal tatap muka atau kegiatan kelompok

2. Pendekatan tunggal menyebabkan monoton dan membosankan karena itu perlu permasalahan yang menantang, terbuka dan bervariasi

3. Kemandirian yang bebas, menyebabkan pebelajar tidak disiplin dan menunda mengerjakan tugas karena itu perlu membangun kultur belajar dan batasan waktu;

4. Perencanaan harus matang, memerlukan kerja sama tim, memerlukan dukungan fasilitas, media, sumber dan lainnya

Gambar

Gambar
Gambar 2. Perangkat Model Pembelajaran Morrison Ross and

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu jika memungkinkan, guru juga harus aktif dan kreatif menciptakan atau mengembangkan pembelajaran yang berpatokan pada rambu- rambu yang ada, dengan tujuan agar

Maka, tujuan penelitian ini adalah untuk menciptakan suatu model pembelajaran penjaskes menggunakan media persawahan yang mana di dalamnya juga terdapat unsur- unsur gerak dasar

Menciptakan konflik konseptual atau disebut juga konflik kognitif dalam pikiran peserta didik adalah suatu tahap yang penting dalam pembelajaran, sebab hanya

Tuti Hayati, 2013 : 71) mengemukakan bahwa observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti dan sistematis terhadap

Model discovery juga efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, salah satunya dapat dilihat saat siswa mulai menciptakan suatu rancangan produk..

Berdasarkan tujuan, maka desain penelitian yang akan digunakan adalah Penelitian dan Pengembangan/ Reseach and Development (R&D) dengan menggunakan ADDIE Model. Proses

Selain itu juga siswa di sarannkan untuk saling bekerjasama dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada didalam maupun diluar kelas serta dapat menciptakan rasa

Model ini juga memberikan kemungkinan kepada para siswa untuk belajar secara sistematis, efektif, dan efisien dalam menghadapi berbagai materi ajar (Başar, M.,