DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN
Wahdini Ramli, Darlina, Siti Hardianti Retno Ambar Wati, Amrullah, Risnawati Ticia.
PENDIDIKAN FISIKA UNM 2014
Abstrak
Telah dilakukan eksperimen Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian dengan tujuan dapat memahami konsep dasar pengukuran serta mengaplikasikannya pada kegiatan praktikum, mengetahui NST alat yang digunakan dalam pengukuran panjang, massa, waktu dan suhu. Alat dan bahan yang digunakan adalah mistar, jangka sorong, mikrometer sekrup, neraca Ohauss 2610 gram, 311 gram, 310 gram , termometer, stopwatch. Obyek yang diukur adalah balok kubus, bola kecil (kelereng), dan air.. Untuk prosedur kerjanya yaitu menentukan NST masing-masing alat, kemudian mengukur panjang, lebar, dan tinggi dari balok kubus, diameter bola kecil, massa balok kubus dan kelereng, dan perubahan suhu tiap selang waktu pada air yang dipanaskan. Dari data-data yang diperoleh digunakan untuk pengukuran volume dan massa jenis. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa masing-masing alat ukur memberikan data yang berbeda untuk tiap obyeknya. Dari analisis yang kami lakukan, pada pengukuran volume dan massa jenis hasil pengukuran volume diperoleh 9.605 kg/m3 dan hasil pengukuran massa jenis diperoleh dengan rumus 2.333,6 kg/m3 ketidakpastiannya diperoleh dengan menggunakan rambat ralat. Dari keseluruhan praktikum, menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori. Sehingga hasil diskusi yang kami lakukan menyimpulkan bahwa alat ukur panjang yang paling tinggi ketelitiannya adalah mikrometer sekrup dan alat ukur massa yang paling tinggi ketelitiannya adalah Neraca Ohauss 310 gram.
Kata kunci: angka berarti, deviasi maksimum, ketidakpastian relatif, massa jenis, rambat ralat.
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa kita harus menggunakan alat ukur yang berbeda-beda dalam pengukuran besaran pada obyek yang sama?
2. Bagaimana cara mengatasi ketidakpastian dalam pengukuran, baik ketidakpastian bersistem maupun ketidakpastian rambang (acak)?
3. Bagaimana cara menentukan hasil pengukuran yang diperoleh dengan melalui suatu perhitungan?
4. Bagaimana cara menentukan jumlah angka berarti yang harus digunakan dalam melaporkan hasil suatu pengukuran?
TUJUAN
1. Mahasiswa mampu menggunakan alat-alat ukur dasar.
2. Mahasiswa mampu menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang.
3. Mahasiswa mampu mengerti atau memahami penggunaan angka berarti. METODOLOGI EKSPERIMEN
Teori Singkat
A. Standar dan Satuan
Fisika adalah ilmu percobaan. Percobaan memerlukan pengukuran, dan biasanya menggunakan bilangan untuk menyatakan hasil pengukuran. Setiap bilangan yang kita gunakan untuk mendeskripsikan suatu fenomena secara kuantitatif disebut besaran fisika. Beberapa besaran fisika begitu mendasar sehingga kita dapat mendefiniskannya hanya dengan mendeskripsikan cara mengukurnya. Definisi seperti itu disebut definisi operasional. Dalam kasus yang lain, kita dapat mendefiniskan suatu besaran fisika dengan mendeskripsikan bagaimana cara menghitungnya dari besaran lain yang dapat kita ukur. [ CITATION You02 \l 1033 ]
Ketika kita mengukur suatu besaran, kita selalu membandingkannya terhadap suatu acuan standar. Standar tersebut didefinisikan sebagai satuan (unit) besaran. Untuk mendapatkan pengukuran yang handal, kita memerlukan satuan pengukuran yang tidak berubah dan dapat diduplikasi oleh pengamat di berbagai lokasi. Sistem satuan yang digunakan para ilmuwan dan insinyur di seluruh dunia disebut “sistem metrik”, tetapi sejak 1960 disebut sebagai Sistem Internasional atau SI [ CITATION Sup07 \l 1033 ].
B. Besaran Pokok dan Besaran Turunan
Besaran pokok Satuan SI Singkatan
Panjang Meter (m)
Massa Kilogram (kg)
Waktu Sekon (s)
Suhu Kelvin (K)
Kuat arus listrik Ampere (A)
Intensitas cahaya Candela (cd)
Jumlah zat Mol (mol)
Besaran turunan adalah besaran yang dapat diturunkan dari besaran pokok. Satuan besaran turunan disebut satuan turunan dan diperoleh dengan mengabungkan beberapa satuan besaran pokok. Berikut merupakan beberapa contoh besaran turunan beserta satuannya. [ CITATION Nur09 \l 1033 ]
Nama Besaran Turunan
Lambang Besaran Turunan
Satuan Turunan
Luas A m2
Kecepatan v ms-1
Percepatan a ms-2
Gaya F kg ms-2
Tekanan P kg m-1s-2
Usaha W kg m2s-2
C. Arti Pengukuran dan Alat Ukur Dasar
membandingkanya dengan standar acuan tertentu yang disebut satuan. [ CITATION Sup07 \l 1033 ]
Beberapa alat ukur dasar yang sering digunakan di dalam praktikum adalah jangka sorong, mikrometer sekrup, barometer, neraca teknis, penggaris, busur derajat, dan beberapa alat ukur besaran listrik. Masing-masing alat ukur memiliki cara untuk mengoperasikannya dan cara untuk membaca hasil yang terukur.[ CITATION Nur09 \l 1033 ]
D. Parameter Alat Ukur
1. Akurasi adalah derajat kedekatan nilai variabel yang diukur terhadap nilai sebenarnya. Jika suatu besaran diukur beberapa kali (pengukuran berulang) dan menghasilkan harga-harga yang menyebar di sekitar harga yang sebenarnya atau harga rata-ratanya mendekati harga yang sebenarnya.[ CITATION Her14 \l 1033 ]
2. Presisi adalah derajat untuk membedakan satu pengukuran dengan yang lainnya atau kedekatan kesamaan pengukuran berulang. Suatu pengukuran dseut presisi jika harga pengukuran yang diperoleh dari data yang satu dan yang lainnya tidak jauh beda.[ CITATION Her14 \l 1033 ]
3. Sensitivitas adalah ratio dari sinyal output atau tanggapan alat ukur terhadap variabel yang diukur.[ CITATION Sup07 \l 1033 ]
E. Angka Berarti
Dalam menghitung jumlah angka berati, kita mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:[ CITATION Sup07 \l 1033 ]
1. Semua angka yang bukan nol adalah angka berarti. Hasil pengukuran 435,5 cm mengandung 4 angka berarti.
2. Angka nol yang terletak di antara angka bukan nol termasuk angka berarti. Contoh: 12,99 cm mengandung 4 angka berarti.
4. Angka nol di sebelah kiri angka bukan nol, tetapi tidak didahului angka bukan nol, tidak termasuk angka berarti. Contoh: 0,0045 kg mengandung 2 angka berarti.
F. Ketidakpastian pengukuran
Pengukuran selalu disertai dengan ketidakpastian atau kesalahan yang berupa:
1. Ketidakpastian bersistem akan menyebabkan hasil yang diperoleh menyimpang dari hasil sebenarnya yang bersumber dari alat. Sumber ketidakpastian bersistem ini antara lain:[ CITATION Her14 \l 1033 ]
a. Kesalahan kalibrasi, cara memberi skala nilai pada waktu pembuatan alat ukur yang tidak tepat sehingga setiap kali alat tersebut digunakan, ketidakpastian selalu muncul dalam pengukuran. Untuk mengatasinya, maka harus membandingkan alat tersebut dengan alat lain yang standar. b. Kesalahan titik nol, yaitu kesalahan ketika titik nol skala
tidak berhimpit dengan titik nol jarum penunjuk alat ukur. Kesalahan ini dapat dikoreksi dengan memutar tombol pengatur kedudukan jarum agar tepat pada posisi nol. Jika tidak, kita harus mencatat kedudukan awal jarum penunjuk dan memperlakukan kedudukan awal ini sebagai titik nol. c. Kelelahan komponen alat, misalnya pegas yang telah lama
dipakai sehingga tidak elastis lagi. Kesalahan ini dapat diperbaiki dengan cara mengkalibrasi ulang.
d. Gesekan, akibat gesekan yang terjadi pada bagian alat-alat yang bergerak.
e. Kesalahan paralaks, kesalahan baca yang terjadi karena tidak tepat mengarahkan pandangan mata terhadapa obyek yang diamati.
2. Ketidakpastian rambang (acak)
Kesalahan ini bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan atau diatasi berupa perubahan yang berlangsung sangat cepat sehingga pengontrolan dan pengaturan di luar kemampuan. Sumber-sumber ketidakpastian ini antara lain:[ CITATION Her14 \l 1033 ]
a. Gerak acak (gerak Brown molekul udara). Udara selalu bergerak acak yang pada saat tertentu mengalami fluktuasi, artinya gerakan molekul udara dalam arah tertentu menjadi sangat besar atau sangat kecil. Hal ini menunjukkan jarum penunjukkan skala alat ukur yang sangat halus menjadi terganggu akibat tumbukan antar molekul udara.
b. Fluktuasi tegangan listrik, berupa tegangan PLN, baterai, atau aki yang selalu mengalami perubahan yang cepat terhadap waktu yang mengganggu pembacaan besaran listrik.
c. Landasan yang bergetar, alat yang sangat peka seperti seismograf dapat terganggu akibat adanya landasan yang bergerak sehingga mempengaruhi hasil pengukuran.
d. Bising (noise) yaitu gangguan pada alat elektronik akibat fluktuasi tegangan pada komponen alat yang bersangkutan. e. Radiasi latar sinar kosmis, yang dari luar angkasa
menyebabkan gangguan pada alat pencacah karena akan terhitung pada waktu kita mengukur dengan pencacah elektronik.
G. Analisis ketidakpastian pengukuran 1. Pengukuran tunggal
Δx=1
2NST Alat
Dimana Δx adalah ketidakpastian pengukuran tunggal. Angka dua mempunyai arti satu skala pada alat ukur masih dapat dibagi 2 bagian secara jelas oleh mata. Hasil pengukuran dilaporkan sebagai berikut: [ CITATION Her14 \l 1033 ]
X=(x ± Δx)[X] Dimana:
X = simbol besaran yang diukur
(x ± Δx) = hasil pengukuran beserta ketidakpastiannya [X] = satuan besaran x (dalam satuan SI)
2. Pengukuran berulang
Pengukuran berulang merupakan pengukuran yang dilakukan pada obyek yang sama dan dengan alat yang sama dengan berulang kali nilai rata-rata pengukuran dilaporkan sebagai {´x } sedangkan deviasi (penyimpangan) terbesar atau deviasi rata-rata dilaporkan sebagai Δx . Deviasi (δ) adalah selisih antara tiap hasil pengukuran dari nilai rata-ratanya. Untuk pengukuran yang kurang dari 50, maka deviasi maksimum yang digunakan. Sedangkan pengukuran lebih dari 50 data, maka deviasi rata-rata yang digunakan.[ CITATION Her14 \l 1033 ]
{´x }= ´x , rata-rata pengukuran Δx = δ maksimum
= δ rata-rata Dengan:
´
x=x1+x2+x3
3 dan,
Cara menentukan banyaknya angka yang boleh disertakan pada pengukuran berulang adalah dengan mencari ketidakpastian relatif pengukuran berulang tersebut. Ketidakpastian relatif dapat ditentukan dengan membagi ketidakpastian pengukuran dengan nilai rata-rata pengukuran. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut. [ CITATION Nur09 \l 1033 ]
KR=Δx x x100
Setelah mengetahui ketidakpastian relatifnya, Anda dapat menggunakan aturan yang telah disepakati para ilmuwan untuk mencari banyaknya angka yang boleh disertakan dalam laporan hasil pengukuran berulang. Aturan banyaknya angka yang dapat dilaporkan dalam pengukuran berulang adalah sebagai berikut.[ CITATION Nur09 \l 1033 ]
a. Ketidakpastian relatif 10% berhak atas dua angka b. Ketidakpastian relatif 1% berhak atas tiga angka c. Ketidakpastian relatif 0,1% berhak atas empat angka Alat dan Bahan
A. Alat
1. Penggaris/Mistar 2. Jangka Sorong 3. Mikrometer sekrup 4. Stopwatch
5. Termometer 6. Balok besi
11. Gelas Ukur
12. Kaki Tiga dan kasa 13. Pembakar bunsen 14. Lapisan asbes B. Bahan
Air secukupnya
Identifikasi Variabel
Kegiatan 1: Pengukuran panjang A. Variabel manipulasi
Alat ukur panjang {mistar (mm), jangka sorong (mm), dan mikrometer sekrup (mm)}
B. Variabel respon
Nilai penunjukkan skala {Panjang, simbol P (mm); Lebar, simbol L (mm); Tinggi, simbol T (mm); diameter bola, simbol D (mm)}.
C. Variabel kontrol
Balok kubus dan bola kecil (kelereng) Kegiatan 2: Pengukuran massa
A. Variabel manipulasi
Alat ukur yang digunakan {neraca Ohauss 2610 gram (g), neraca Ohauss 311 gram (g), dan neraca Ohauss 310 gram(g) }
B. Variabel respon
Nilai penunjukkan skala lengan 1 (g), lengan 2 (g), lengan 3 (g), lengan 4 (g), dan skala putar (g)/massa
C. Varibel kontrol
Kegiatan 3: Pengukuran waktu dan suhu A. Variabel manipulasi:
Waktu (s) B. Variabel respon:
Temperatur (˚C) C. Variabel kontrol
Termometer (˚C) dan Stopwatch (s)
Definisi Operasional Variabel
Kegiatan 1: Pengukuran panjang A. Variabel manipulasi
1. Mistar adalah alat ukur panjang yang dimulai dari titik nol dengan mata yang harus tegak lurus dengan hasil akhir pengukuran.
2. Jangka sorong adalah alat ukur yang digunakan dalam menentukan panjang, lebar, dan tinggi balok kubus serta diameter bola kecil (kelereng) yang dimulai dari titik nol skala utama hingga titik nol skala nonius, ditambah dengan jumlah skala nonius yang tepat berimpit dengan skala utama .
3. Mikrometer sekrup adalah alat ukur panjang, ketebalan, maupun diameter benda yang digunakan pada balok kubus dan bola kecil (kelereng) yang dimulai dari titik nol skala utama hingga ujung yang bersinggungan dengan skala putar, ditambah dengan jumlah skala nonius yang tepat berimpit dengan garis skala skala utama.
B. Variabel respon
1. Panjang didapatkan dengan mengukur sisi terpanjang dari balok kubus menggunakan alat ukur mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup yang dimulai dari angka nol skala alat ukur hingga ujung panjang balok kubus.
sekrup yang dimulai dari angka nol skala alat ukur hingga ujung lebar balok kubus.
3. Tinggi didapatkan dengan mengukur tebal atau sisi di belakang panjang dan lebar balok kubus menggunakan alat ukur mistar, jangka sorong, mikrometer sekrup yang dimulai dari angka nol skala alat ukur hingga ujung tinggi balok kubus.
4. Diameter didapatkan dengan mengukur jumlah jari-jari lingkaran maupun kedua ujung kanan dan kiri bola kecil (kelereng) menggunakan alat ukur mistar, jangka sorong, mikrometer sekrup yang dimulai dari angka nol skala alat ukur, dari ujung kiri bola hingga ujung kanan bola.
C. Variabel kontrol
1. Balok kubus adalah obyek yang diukur panjang, lebar, dan tingginya yang berbentuk kubus menggunakan alat ukur mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup.
2. Bola kecil (kelereng) adalah obyek yang diukurdiameternya menggunakan alat ukur mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Kegiatan 2: Pengukuran massa
A. Variabel manipulasi
1. Neraca Ohauss 2610 gram adalah alat ukur massa balok kubus dan bola kecil (kelereng) yang memiliki 3 lengan dengan batas ukur yang berbeda-beda yang letak lengan 1 berada di tengah antara lengan 2 dan 3 dan memiliki massa beban gantung sebesar 1000 gram dan ada juga yang 500 gram. Namun, beban gantung tidak digunakan dalam praktikum karena massa balok kubus dan bola kecil (kelereng) tidak sampai 500 gram maupun 1000 gram.
3. Neraca Ohauss 310 gram alat ukur massa balok kubus dan bola kecil (kelereng) yang diukur dengan menjumlahkan penunjukkan skala kedua lengannya ditambah dengan penunjukkan skala putar ditambah dengan skala nonius yang letaknya mendatar.
B. Variabel respon
Massa didapatkan dengan berdasarkan penunjukkan skala menggunakan alat ukur neraca Ohauss 2610 gram, neraca ohauss 311 gram, neraca Ohauss 310 gram terhadap terhadap balok kubus dan bola kecil (kelereng).
C. Variabel kontrol
1. Balok kubus adalah obyek yang diukur massanya yang berbentuk kubus menggunakan alat ukur neraca Ohauss 2610 gram, neraca Ohauss 311 gram, dan neraca Ohauss 310 gram.
2. Bola kecil (kelereng) adalah obyek yang diukur massanya berbentuk bola menggunakan alat ukur neraca Ohauss 2610 gram, neraca Ohauss 311 gram, dan neraca Ohauss 310 gram.
Kegiatan 3: Pengukuran waktu dan suhu A. Variabel manipulasi
Waktu didapatkan dari penunjukkan skala stopwatch tiap selang 1 menit hingga total waktu 6 menit terhadap pemanasan air yang diukur dari detik nol hingga 360 detik..
B. Variabel respon
Temperatur didapatkan dari suhu air mula-mula yaitu kenaikan 2 skala dari termometer yaitu 35˚C yang dihitung dari kenaikan air raksa termometer tiap selang 1 menit hingga 6 menit pada pemanasan air.
C. Variabel kontrol
hingga 35˚C sebagai acuan suhu mula-mula air hingga selang waktu 6 menit.
2. Stopwatch adalah alat ukur untuk menetukan selang waktu yang diberikan pada pemanasan air hingga mengalami perubahan suhu hingga waktu 6 menit.
Prosedur Kerja
Kegiatan 1: Pengukuran Panjang
1. Mengambil mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup dan menentukan masing-masing nilai skala terkecilnya (NST).
2. Mengukur masing-masing sebanyak 3 kali untuk panjang, lebar, dan tinggi balok berbentuk kubus yang disediakan dengan menggunakan ketiga alat ukur tersebut. Kemudian mencatat hasil pengukuran pada tabel hasil pengamatan dengan disertai ketidakpastiannya
3. Mengukur masing-masing sebanyak 3 kali untuk diameter bola keil (diukur di tempat yang berbeda) yang disediakan dengan menggunakan ketiga alata ukur tersebut. Kemudian mencatat hasil pengukuran pada tabel hasil pengamatan dengan disertai ketidakpastiannya.
Kegiatan 2: Pengukuran Massa
1. Mengambil neraca Ohauss 2610 gram, neraca Ohauss 311 gram, dan neraca Ohauss 310 gram dan menentukan masing-masing nilai skala terkecilnya (NST).
2. Mengukur massa balok kubus dan bola kecil (kelereng) yang digunakan dalam pengukuran panjang sebanyak 3 kali secara berulang.
3. Mencatat pengukuran yang dilengkapi dengan ketidakpastian pengukuran.
Kegiatan 3: Pengukuran suhu dan waktu
2. Menentukan nilai skala terkecil (NST) termometer dan stopwatch dan mencatatnya.
3. Mengisi gelas ukur dengan air hingga ½ bagian dan diletakkan di atas kaki tiga tanpa ada pembakar.
4. Mengukur temperatur air sebagai temperatur mula-mula (T0).
5. Menyalakan bunsen pembakar dan menungg beberapa saat hingga nyalanya terlihat normal.
6. Meletakkan bunsen pembakar tadi tepat di bawah gelas kimia bersamaan dengan menjalankan alat pegukur waktu (stopwatch).
7. Mencatat perubahan temperatur yang teraca pada termometer tiap selang waktu 1 menit sampai diperoleh 10 menit.
HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS DATA
Hasil Pengamatan
Kegiatan 1: Pengukuran Panjang
Tabel hasil pengukuran panjang adalah sebagai berikut. No Benda
yang diukur
Besaran yang diukur
Hasil Pengukuran (mm)
Mistar Jangka Sorong Mikrometer Sekrup
1 Balok Panjang ¿18,5±0,5∨¿ ¿18,95±0,05∨¿ ¿19,390±0,005∨¿
¿19,0±0,5∨¿ ¿17,50±0,05∨¿ ¿18,895±0,005∨¿ ¿18,0±0,5∨¿ ¿19,00±0,05∨¿ ¿19,400±0,005∨¿ Lebar ¿18,0±0,5∨¿ ¿19,20±0,05∨¿ ¿18,380±0,005∨¿
¿18,0±0,5∨¿ ¿17,00±0,05∨¿ ¿17,930±0,005∨¿ ¿18,0±0,5∨¿ ¿16,50±0,05∨¿ ¿18,895±0,005∨¿ Tinggi ¿18,5±0,5∨¿ ¿19,10±0,05∨¿ ¿19,450±0,005∨¿
¿19,0±0,5∨¿ ¿18,00±0,05∨¿ ¿19,545±0,005∨¿ ¿19,0±0,5∨¿ ¿18,50±0,05∨¿ ¿19,265±0,005∨¿ 2 Bola kecil
(kelereng)
Diameter ¿17,0±0,5∨¿ ¿17,25±0,05∨¿ ¿16,340±0,005∨¿
¿16,0±0,5∨¿ ¿16,00±0,05∨¿ ¿16,215±0,005∨¿
¿16,0±0,5∨¿ ¿16,25±0,05∨¿ ¿16,225±0,005∨¿
Tabel hasil pengukuran massa dengan menggunakan Neraca Ohauss 2610 gram
Tabel hasil pengukuran massa dengan menggunakan Neraca Ohauss 311 gram adalah sebagai berikut,
Lengan 4 Massa benda Balok
Kegiatan 3: Pengukuran suhu dan waktu
Tabel hasil pengukuran waktu dengan menggunakan Termometer dan Stopwatch adalah sebagai berikut.
No. Waktu (s) Temperatur (˚C) Perubahan Temperatur (˚C) 1 |60,0±0,1| |37,0±0,05| |2,00±0,05| 2 |120±0,1| |39,5±0,05| |4,50±0,05| 3 |180±0,1| |41,5±0,05| |6,50±0,05| 4 |240±0,1| |43,5±0,05| |8,50±0,05| 5 |300±0,1| |45,0±0,05| |10,0±0,05| 6 |360±0,1| |47,0±0,05| |12,0±0,05|
ANALISIS DATA
Kegiatan 1: Pengukuran Panjang A. Balok Kubus
1. Mistar
NST= batas ukur jumlah skala NST= 1cm
10skala=0,1cm=1mm a. Panjang
HP=(PS × NST) P1
HP=(18,5×1mm)
HP=18,5mm P2
HP=(19,5×1mm)
HP=19,5mm P3
HP=(18,0×1mm)
´
P=P1+P2+P3 3 ´
P=
(
18,5+19,0+18,03
)
´
P=
(
55,5 3)
mm´
P=18,5 mm
P=18,5 mm 2) Ketidakpastian
δ1=
|
P1− ´P|
, δ2=|
P2− ´P|
, δ3=|
P3− ´P|
δ1=|18,5−18,5|mm=0,00mm δ2=
|
19,0−18,5|
mm=0,50mm δ3=|18,0−18,5| mm = 0,50 mm δmax=0,50mm∆ P=0,50mm
3) Kesalahan relatif KR=ΔP
P x100 KR=0,50
18,5x100=2,7=3AB 4) Pelaporan fisika
P=|P ± ΔP|mm
P=|18,5±0,5|mm
b. Lebar L1
HP=(18,5×1mm)
HP=18,0mm
L2
HP=(18,0×1mm)
HP=18,0mm
L3
HP=18,0mm 1) Hasil pengukuran
´
L=L1+L2+L3 3 ´
L=
(
18,0+18,0+18,03
)
´ L=
(
543
)
mmL=18,0 mm L=18,0 mm 2) Ketidakpastian
δ1=
|
L1− ´L|
, δ2=|
L2− ´L|
, δ3=|
L3−L|
δ1=
|
18,0−18,0|
mm=0,00mm δ2=|18,0−18,0|mm=0,00mm δ3=|
18,0−18,0|
mm = 0,00 mmδmax=0,00mm , maka kembali pada �L alat = ∆ L=1
n× NST mistar= 1
2×1mm=0,5mm 3) Kesalahan relatif
KR=ΔL L x100 KR= 0,5
18,00x100=2,8=3AB 4) Hasil pengukuran dilaporkan
L=|L ± ΔL|mm
L=|18,0±0,5|mm
c. Tinggi T1
HP=(18,5×1mm)
T2
HP=(19,0×1mm)
HP=19,0mm
T3
HP=(19,0×1mm)
HP=19,0mm
1) Hasil pengukuran ´
T=T1+T2+T3 3 ´
T=
(
18,5+19,0+19,03
)
´
T=
(
56,5 3)
mm T=18,83 mmT=18,83 mm 2) Ketidakpastian
δ1=
|
T1− ´T|
, δ2=|
T2− ´T|
, δ3=|
T3−T|
δ1=|18,5−18,83|mm=0,33mm δ2=
|
19,0−18,83|
mm=0,17mm δ3=|19,0−18,83| mm = 0,17 mm δmax=0,33mm3) Kesalahan relatif KR=ΔT
T x100 KR= 0,33
18,83x100=1,8=3AB
4) Pelaporan fisika
T=|T ± ΔT|satuan
20SN=39SU
20SN=39× NST
20SN=39×1mm SN= 39mm
20skala
SN=1,95mm/skala
Nilai skala pada skala utama yang paling dekat dengan 1,95 mm adalah 2 mm. selisih antara kedua nilai skala ini merupakan NST dari jangka sorong.
NST=2mm−1,95mm=0,05mm a. Panjang
HP=(PSU × NSU)+(PSN × NST)
P1
HP=(18×1mm)+(19×0,05mm)
HP=(18mm)+(0,95mm)
HP=18,95mm P2
HP=(17×1mm)+(10×0,05mm)
HP=(17mm)+(0,50mm)
HP=17,50mm
P3
HP=(19×1mm)+(0×0,05mm)
HP=(19mm)+(0mm)
HP=19,00mm
1) Hasil pengukuran ´
P=
(
18,95+17,50+19,00´
P=
(
55,45 3)
mm ´P=18,48mm
P=18,48mm
2) Ketidakpastian
δ1=
|
18,95−18,48|
mm=0,00mmδ2=|19,00−18,48|mm=0,50mm δ3=
|
18,00−18,48|
mm = 0,50 mmδmax=0,50mm
∆ P=0,50mm 3) Kesalahan relatif
KR=0,50
18,5x100=2,7=3AB 4) Pelaporan fisika
P=|18,5±0,5|mm
b. Lebar L1
HP=(19×1mm)+(4×0,05mm)
HP=(19mm)+(0,20mm)
HP=19,20mm L2
HP=(18×1mm)+(0×0,05mm)
HP=(18mm)+(0mm)
HP=18,00mm
P3
HP=(18×1mm)+(10×0,05mm)
HP=(18mm)+(0,50mm)
HP=18,50mm 1) Hasil pengukuran
´
L=
(
19,20+18,00+18,50´
L=
(
55,7 3)
mm´
L=18, 57 mm
L=18, 57 mm 2) Ketidakpastian
δ1=
|
19,20−18,57|
mm=0,63mm δ2=|18,00−18,57|mm=0,57mm δ3=|
18,50−18,57|
mm = 0,07 mmδmax=0,63mm
Kesalahan relatif KR= 0,63
18,57x100=3,39=3AB 3) Pelaporan fisika
L=|18,6±0,6|mm c. Tinggi
T1
HP=(19×1mm)+(2×0,05mm)
HP=(19mm)+(0,10mm)
HP=19,10mm
T2
HP=(18×1mm)+(0×0,05mm)
HP=(18mm)+(0mm)
HP=18,00mm T3
HP=(18×1mm)+(0×0,05mm)
HP=(18mm)+(0mm)
HP=18,00mm
´
T=
(
19,10+18,00+18,003
)
´
T=
(
55,1 3)
mm´
T=18,37 mm
T=18,37 mm 2) Ketidakpastian
δ1=
|
19,10−18,37|
mm=0,73mm δ2=|18,00−18,37|mm=0,37mm δ3=|
18,00−18,37|
mm = 0,37 mmδmax=0,73mm
3) Kesalahan relatif KR= 0,73
18,37x100=3,97=3AB 4) Pelaporan fisika
T=|18,4±0,7|mm 3. Mikrometer sekrup
NSM= 1mm
2skala=0,5mm NST= 0,5mm
50skala=0,01mm
HP=(PSM × NSM)+(PSP× NST)
P1
HP=(38×0,5mm)+(39×0,01mm)
HP=(19mm)+(0,39mm)
HP=19,39mm P2
HP=(37×0,5mm)+(39,5×0,01mm)
HP=(18,5mm)+(0,395mm)
HP=18,895mm
HP=(38×0,5mm)+(40×0,01mm)
HP=(19mm)+(0,400mm)
HP=19,400mm a. Panjang
1) Hasil pengukuran ´
P=
(
19,390+18,895+19,4003
)
´
P=
(
57,685 3)
mm´
P=19,228mm
P=19,228mm 2) Ketidakpastian
δ1=|19,390−19,228|mm=0,162mm δ2=
|
18,895−19,228|
mm=0,333mm δ3=|19,400−19,228| mm = 0,172 mm δmax=0,333mm∆ P=0,333mm
3) Kesalahan relatif KR= 0,333
19,228x100=1,73=3AB 4) Pelaporan fisika
P=|19,2±0,3|mm b. Lebar
1) Hasil pengukuran ´
L=
(
18,380+17,930+18,8953
)
´
L=
(
55,205 3)
mm ´L=18,40 2 mm L=18,402 mm
δ1=
|
18,380−18,402|
mm=0,022mm δ2=|17,930−18,402|mm=0,472mm δ3=|
18,895−18,402|
mm = 0,493 mmδmax=0,493mm
3) Kesalahan relatif KR= 0,493
18,402x100=2,68=3AB 4) Pelaporan fisika
L=|18,0±0,5|mm c. Tinggi
1) Hasil pengukuran ´
T=
(
19,450+19,545+19,2653
)
´
T=
(
58,260 3)
mmT=19,420 mm T=19,420 mm 2) Ketidakpastian
δ1=|19,450−19,420|mm=0,030mm δ2=
|
19,545−19,420|
mm=0,125mm δ3=|19,265−19,420| mm = 0,155 mm δmax=0,155mm3) Kesalahan relatif KR= 0,155
19,420x100=0,798=4AB 4) Pelaporan fisika
B. Bola Kecil (kelereng) 1. Mistar
D1
HP=(17×1mm)
HP=17,0mm
D2
HP=(16×1mm)
HP=16,0mm
D3
HP=(16×1mm)
HP=16,0mm
a. Hasil pengukuran ´
D=D1+D2+D3 3 ´
D=
(
17,0+16,0+16,03
)
mm´
D=
(
49,0 3)
mm ´D=16,33mm
D=16,33mm
b. Ketidakpastian
δ1=
|
D1− ´D|
, δ2=|
D2− ´D|
, δ3=|
D3− ´D|
δ1=
|
17,0−16,33|
mm=¿ 0,67 mm δ2=|16,0−16,33|mm=¿ 0,33 mm δ3=|
16,0−16,33|
mm=0,33 mmδmax=0,67 mm ∆ D=0,67mm c. Kesalahan relatif
KR=ΔD D x100 KR= 0,67
d. Pelaporan fisika D=|D ± ΔD|mm
D=|16,3±0,7|mm
2. Jangka Sorong P1
HP=(17×1mm)+(5×0,05mm)
HP=(17mm)+(0,25mm)
HP=17,25mm P2
HP=(16×1mm)+(0×0,05mm)
HP=(16mm)+(0mm)
HP=16,0mm
P3
HP=(16×1mm)+(5×0,05mm)
HP=(16mm)+(0,25mm)
HP=16,25mm a. Hasil pengukuran
´
D=
(
17,25+16,00+16,253
)
mm´
D=
(
49,50 3)
mm ´D=16,50 mm D=16,50 mm b. Ketidakpastian
δ1=|17,25−16,50|mm=0,75mm δ2=
|
16,00−16,50|
mm=0,50mmδ3=|16,25−16,50|mm=0,25mm δmax=0,75mm
c. Kesalahan relatif KR=0,75
16,5x100=4,5=3AB d. Pelaporan fisika
D=|16,5±0,8|mm 3. Mikrometer sekrup
P1
HP=(32×0,5mm)+(34×0,01mm)
HP=(16mm)+(0,340mm)
HP=16,340mm
P2
HP=(32×0,5mm)+(21,5×0,01mm)
HP=(16mm)+(0,215mm)
HP=16,215mm P3
HP=(32×0,5mm)+(22,5×0,01mm)
HP=(16mm)+(0,225mm)
HP=16,225mm
a. Hasil pengukuran ´
D=
(
16,340+16,215+16,2253
)
mm´
D=
(
48,780 3)
mm ´D=16,260mm
D=16,260mm
b. Ketidakpastian
δ1=|16,340−16,260|mm=0,080mm δ2=
|
16,215−16,260|
mm=0,045mmδ3=|16,225−16,260|mm=0,0 35 mm δmax=0,045 mm
c. Kesalahan relatif KR= 0,080
16,260x100=0,492=4AB d. Pelaporan fisika
D=|16,26±0,08|mm
∆ V=
|
0,500 18,480+0,630 18,570+
0,730
18,370|6.304,09mm3 ∆ V=|0,0271+0,0339+0,0397| 6.304,09mm3
∆ V=0,1007×6.304,09mm3
∆ V=634,822mm3
2) Kesalahan relatif KR=634,822
6.304,09×100=10=2AB 3) Pelaporan fisika
V=|6,3±0,6|×103mm3 c. Mikrometer sekrup
1) Hasil pengukuran P = 19,228 mm3
L = 18,402 mm3
T = 19,420 mm3
�P= 0,333 mm3
�L= 0,493 mm3
�T= 0,155 mm3
V= (19,228 x 18,402 x 19,420) mm3
V= 6.871,4496 mm3
2) Ketidakpastian ∆ V=
|
0,33319,228+ 0,493 18,402+
0,155
19,420|6.871,4496mm3
∆ V=|0,0173+0,02679+0,00798| 6.871,4496mm3
∆ V=|0,05207| 6.871,4496mm3 ∆ V=357,796mm3
3) Kesalahan relatif KR= 357,796
6.871,4496×100=5,2=2AB 4) Pelaporan fisika
2. Bola kecil (kelereng)
16,33mm
|
2.281,033mm3
3) Kesalahan relatif KR= 280,764mm
3
2.281,033mm3x100=12,3=2AB 4) Pelaporan fisika
V=
|
2,3×103±2,8×102|
mm3b. Jangka Sorong
1) Hasil perhitungan V=1
6× 22
7 ×(16,50mm)
3
V=1 6×
22
7 ×4.492,13mm
3
V=2.353, 02mm3
2) Ketidakpastian ∆ V=
|
3×0,75mm16,50mm
|
2.353,020mm3
∆ V=320,866mm3
3) Kesalahan relatif KR= 320,866mm
3
2.353,020mm3x100=13,63=2AB HP = V=|2,4±0,3|×103mm3
c. Mikrometer Sekrup 1) Hasil perhitungan
V=1 6×
22
7 ×(16,26mm)
3
V=1 6×
22
7 ×4.298,942mm
3
V=2251,827mm3
∆ V=
|
3×0,080mm16,260mm
|
2.251,827mm3
∆ V=33,237mm3 5) Kesalahan relatif
KR= 33,237mm
3
2.251,827mm3x100=1,47=4AB
6) Pelaporan fisika
V=|2,252±0,033|×103mm3
Kegiatan 2: Pengukuran Massa A. Neraca Ohauss 2610
NST lengan= batas ukur jumlah skala NST lengan1=500gram
5skala =100gram/skala NST lengan2=100gram
10skala =10gram/skala NST lengan3= 1gram
10skala=0,1gram/skala Massa beban gantung= 1000 gram x 2 = 2000 g
1. Balok kubus
m=
(
pl1× NST)
+(
pl2× NST)
+(
pl3× NST)
+bgm1=(0×100g)+(6×10g)+(23,5×0,1g)+0g m1=(0g)+(60g)+(2,35g)+0g
m1=62,35g
m2=(0×100g)+(6×10g)+(23×0,1g)+0g m2=(0g)+(60g)+(2,30g)+0g
m2=62,30g
m3=(0×100g)+(6×10g)+(24,5×0,1g)+0g m3=(0g)+(60g)+(2,45g)+0g
a. Hasil pengukuran ´
m=m1+m2+m3 3 ´
m=62,35g+62,30g+62,45g 3
´
m=187,1g 3 ´
m=62,37g
b. Ketidakpastian
δ1=
|
m1− ´m|
, δ2=|
m2− ´m|
, δ3=|
m3− ´m|
δ1=|
62,35−62,37|
g=0,02gδ2=|62,30−62,37|g=0,07g δ3=
|
62,45−62,37|
g=0,08 gδmax=0,08g
∆ m=0,08g c. Kesalahan relatif
KR=Δm m x100 KR= 0,08g
62,37g x100=0,128=4AB d. Pelaporan fisika
m=|m± Δm|g
m=|62,37±0,08|g 2. Bola kecil (kelereng)
m1=(0×100g)+(0×10g)+(54,0×0,1g)+0g m1=(0g)+(0g)+(5,40g)+0g
m1=5,40g
m2=(0g)+(0g)+(5,45g)+0g m2=5,45g
m3=(0×100g)+(0×10g)+(54,5×0,1g)+0g m3=(0g)+(0g)+(5,45g)+0g
m3=5,45g
a. Hasil pengukuran ´
m=5,40g+5,45g+5,45g 3
´
m=16,3g 3 ´
m=5,43g
b. Ketidakpastian
δ1=|5,40−5,43|g=0,03g δ2=
|
5,45−5,43|
g=0,02g δ3=|5,45−5,43|g=0,02 g δmax=0,03g∆ m=0,03g
c. Kesalahan relatif KR=0,03g
5,43gx100=0,55=3AB d. Pelaporan fisika
m=|5,43±0,03|g B. Neraca Ohauss 311 gram
NST= batas ukur jumlah skala
Hasil pengukuran menggunakan rumus Rumus massa rata-rata
NST lengan1=200gram
2skala =100gram/skala NST lengan2=100gram
NST lengan3=10gram
10skala=1gram/skala NST lengan4=0,1gram
10skala=0,01gram/skala 1. Balok kubus
m=
(
pl1× NST)
+(
pl2× NST)
+(
pl3× NST)
+(
pl4× NST)
m1=(0×100g)+(6×10g)+(2×1g)+(35,5×0,01g) m1=(0g)+(60g)+(2g)+ (0,355g)m1=62,355g
m2=(0×100g)+(6×10g)+(2×1g)+(35,9×0,01g)
m2=(0g)+(60g)+(2g)+ (0,359g)
m2=62,359g
m3=(0×100g)+(6×10g)+(2×1g)+(37,5×0,01g) m3=(0g)+(60g)+(2g)+ (0,375g)
m3=62,375g
a. Hasil pengukuran ´
m=m1+m2+m3 3 ´
m=62,355g+62,359g+62,375g 3
´
m=187,089g 3 ´
m=62,363g b. Ketidakpastian
δ1=|62,355−62,363|g=0,008g δ2=
|
62,359−62,363|
g=0,004gδ3=|62,375−62,363|g=0,012 g δmax=0,012g
∆ m=0,012g
c. Ketidakpastian KR= 0,012g
d. Pelaporan fisika m=|62,36±0,01|g 2. Bola kecil ( kelereng)
m1=(0×100g)+(0×10g)+(5×1g)+(92,5×0,01g) m1=(0g)+(0g)+(5g)+(0,925g)
m1=5,925g
m2=(0×100g)+(0×10g)+(5×1g)+(93,5×0,01g)
m2=(0g)+(0g)+(5g)+(0,935g) m2=5,935g
m3=(0×100g)+(0×10g)+(5×1g)+(94,0×0,01g) m3=(0g)+(0g)+(5g)+(0,940g)
m3=5,940g
a. Hasil pengukuran ´
m=5,925g+5,935g+5,940g 3
´
m=17,80g 3 ´
m=5,930g b. Ketidakpastian
δ1=|5,925−5,930|g=0,005g δ2=
|
5,935−5,930|
g=0,015g δ3=|5,940−5,930|g=0,0 10 g δmax=0,015g∆ m=0,015g
c. Ketidakpastian KR=0,015g
5,930g x100=0,252=4AB d. Hasil pengamatan dilaporkan
a. Balok kubus
m=
(
pl1× NST)
+(
pl2× NST)
+(SP × NST)+ (SN × NST) m1=(0×100g)+(6×10g)+(22×0,1g)+(9×0,01g) m1=(0g)+(60g)+(2,2g)+ (0,09g)m1=62,29g
m2=(0×100g)+(6×10g)+(22×0,1g)+(6×0,01g) m2=(0g)+(60g)+(2,2g)+(0,06g)
m2=62,26g
m3=(0×100g)+(6×10g)+(22×0,1g)
+(7×0,01g)
m3=(0g)+(60g)+(2,2g)+(0,07g) m3=62,27g
1) Hasil pengukuran ´
m=m1+m2+m3 3 ´
m=62,29g+62,26g+62,27g 3
´
m=186,82g 3
´
m=62,27g
2) Ketidakpastian
δ1=
|
62,29−62,27|
g=0,02g δ2=|62,26−62,27|g=0,01g δ3=|
62,27−62,27|
g=0,0 0 g δmax=0,02g∆ m=0,02g 3) Ketidakpastian
KR= 0,02g
m=|62,27±0,03|g b. Bola kecil ( kelereng)
m1=(0×100g)+(0×10g)+(53×0,1g)+(9×0,01g) m1=(0g)+(0g)+(5,3g)+(0,09g)
m1=5,39g
m2=(0×100g)+(0×10g)+(53×0,1g)+(4×0,01g)
m2=(0g)+(0g)+(5,3g)+(0,04g)
m2=5,34g
m3=(0×100g)+(0×10g)+(53×0,1g)+(3×0,01g) m3=(0g)+(0g)+(5,3g)+(0,03g)
m3=5,33g
1) Hasil pengukuran ´
m=5,39g+5,34g+5,33g 3
´
m=16,06g 3 ´
m=5,35g
2) Ketidakpastian
δ1=|5,39−5,35|g=0,04g δ2=
|
5,34−5,35|
g=0,01gδ3=|5,33−5,35|g=0,0 2 g δmax=0,04g
∆ m=0,04g
3) Kesalahan relatif KR=0,04g
5,35g x100=0,747=3AB 4) Pelaporan fisika
∆ ρ=
|
0,02x103) Kesalahan relatif 2. Bola kecil (kelereng)
b. Jangka sorong 3) Kesalahan relatif
∆ v=18,69mm3× 1m3
3) Kesalahan relatif KR= 37,52kg/m
3
2.377,78kg/m3x100=1,6=3AB 4) Pelaporan fisika
ρ=
|
24±0,4×101|
×102kg/m3Kegiatan 3: Pengukuran waktu dan suhu ∆ ∆T=1 A. Untuk waktu 60 sekon:
1. Hasil pengukuran ∆ T=T1−T0
∆ T=37° C –35℃
∆ T=0,2℃
∆ T=|∆ T ± ∆ ∆ T|
∆ T=|2,0±0,5|℃
B. Untuk waktu 120 sekon: 1. Hasil pengukuran
∆ T=T1−T0
∆ T=39,5°C –35℃
∆ T=4,5℃
2. Pelaporan fisika
∆ T=|∆ T ± ∆ ∆ T| ∆ T=|4,5±0,5|℃
C. Untuk waktu 180 sekon: 1. Hasil pengukuran
∆ T=T3−T0
∆ T=41,5° C –35℃
∆ T=6,5℃
2. Pelaporan fisika
∆ T=|∆ T ± ∆ ∆ T|
∆ T=|6,5±0,5|℃
D. Untuk waktu 240 sekon: 1. Hasil pengukuran
∆ T=T3−T0
∆ T=43,5° C –35℃
∆ T=8,5℃
2. Pelaporan fisika
∆ T=|∆ T ± ∆ ∆ T| ∆ T=|8,5±0,5|℃
E. Untuk waktu 300 sekon: 1. Hasil pengukuran
∆ T=45° C –35℃
∆ T=10℃
2. Pelaporan fisika
∆ T=|∆ T ± ∆ ∆ T|
∆ T=|10±0,5|℃
F. Untuk waktu 360 sekon: 1. Hasil pengukuran
∆ T=T3−T0
∆ T=47° C –35℃
∆ T=12℃
2. Pelaporan fisika
∆ T=|∆ T ± ∆ ∆ T| ∆ T=|12±0,5|℃
PEMBAHASAN
Kegiatan 1: Pengukuran Panjang
alat ukur yang lainnya sehingga disimpulkan NST mikrometer sekrup yang memiliki ketelitian yang paling tinggi dari ketiga alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi balok kubus, serta diameter bola kecil (kelereng).
Setelah memperoleh 3 data masing-masing praktikan berupa panjang, lebar, tinggi, dan diameter, kemudian dicari rata-rata nilainya beserta ketidakpastiannya untuk menetukan besar kesalahan relatif dan penggunaan angka berarti pada pelaporan hasil pengukuran. Sehingga pelaporan fisika untuk mistar adalah P=|18,5±0,5|mm , L=|18,0±0,5|mm , T=|18,8±0,3|mm , dan
D=|16,3±0,7|mm . Untuk jangka sorong adalah P=|18,5±0,5|mm , L=|18,6±0,6|mm , T=|18,4±0,7|mm , dan D=|16,5±0,8|mm . Untuk mikrometer sekrup adalah P=|19,2±0,3|mm , L=|18,0±0,5|mm ,
T=|19,42±0,16|mm , dan D=|16,26±0,08|mm
Data rata-rata panjang, lebar, dan tinggi digunakan untuk mencari volume dari balok kubus dengan rumus V= P x L x T dan analisis ketidakpastian dari
rumus volume balok diperoleh ∆ V=
|
∆ P P +∆ L L +
∆T
T
|
V . Sehingga diperoleh pelaporan fisika untuk volume balok dengan menggunakan alat ukur mistar adalahV=|6,2±0,5|×103
mm3 , untuk alat ukur jangka sorong adalah V=|6,3±0,6|×103mm3 , dan untuk alat ukur mikrometer sekrup adalah V=|6,9±0,4|×103mm3 .
Sedangkan data rata-rata diameter digunakan untuk mencari volume bola kecil (kelereng) dengan rumus volume bola berdasarkan data diameter adalah
V=1 6π D
3
dan analisis ketidakpastian dari rumus volume bola diperoleh
∆ V=
|
3∆ Duntuk alat ukur jangka sorong adalah V=|2,4±0,3|×103mm3 , dan untuk alat
ukur mikrometer sekrup adalah V=|2,252±0,033|×103mm3 . Kegiatan 2: Pengukuran Massa
Pada kegiatan pengukuran massa, kami menentukan NST masing-masing alat yang digunakan untuk menghitung massa balok kubus dan bola kecil (kelereng), yaitu Neraca Ohauss 2610 gram, 311 gram, dan 310 gram dengan mengambil nilai terkecil dari NST masing-masing lengan maupun skala putar alat. Dari hasil perhitungan diperoleh NST Neraca Ohauss 2610 gram adalah 0,1 gram, Neraca Ohauss 311 gram adalah 0,01 gram, dan Neraca Ohauss 310 gram adalah 0,01 gram. Berdasarkan pengukuran berulang yang dilakukan, nilai kesalahan relatif juga menjadi faktor ketelitian alat. Terlihat dari kesalahan relatif yang dimiliki Neraca Ohauss 2610 gram untuk balok kubus adalah 0,128% dan untuk bola kecil (kelereng) adalah 0,55%. Dari Neraca Ohauss 311 gram untuk balok kubus adalah 0,02% dan untuk bola kecil (kelereng) adalah 0,252%. dan Neraca Ohauss 310 gram untuk balok kubus adalah 0,032% dan untuk bola kecil (kelereng) adalah 0,747%. Sehingga disimpulkan bahwa alat ukur massa yang paling tinggi ketelitiannya adalah Neraca Ohauss 311 karena memiliki kesalahan relatif yang paling kecil ini. Meskipun neraca Ohauss 310 gram dan 311 gram memiliki NST yang sama yaitu 0,01 gram. Namun, ketidakpastian mutlak alatnya berbeda karena pada neraca Ohauss 311 gram masih dapat dibagi dua dengan jelas oleh mata NST nya sedangkan pada neraca Ohauss 310 gram tidak dapat lagi dibagi karena telah memberikan nilai yang pasti.
(kelereng) adalah m=|5,930±0,015|g . Dengan menggunakan Neraca Ohauss 310 gram untuk balok kubus adalah m=|62,27±0,03|g dan untuk bola kecil (kelereng) adalah m=|5,35±0,04|g .
Hasil dari rata-rata massa kemudian digunakan untuk mencari massa jenis balok kubus dan bola kecil (kelereng). Dengan data volume yang digunakan diambil dari hasil pengukuran dengan mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Sedangkan rata-rata massa yang digunakan hanya pada hasil pengukuran Neraca Ohauss 310 gram karena dianggap memberikan data yang lebih tepat tanpa prakira pembagian skala dengan mata. Dengan menggunakan rumus massa jenis ρ=m
V beserta ketidakpastian pengukuran yang diperoleh dari analisis
rambat ralat massa jenis adalah ∆ ρ=
|
∆ m m +∆ V
V
|
ρ . Sehingga diperoleh pelaporan fisika bola kubus dengan mistar adalah ρ=|9,9±0,7|×103kg/m3 , dengan jangka sorong adalah ρ=|9,8±1,0|×103kg/m3 , dengan mikrometer sekrup adalah ρ=|9,1±0,5|×103kg/m3 . Sedangkan pada bola kecil (kelereng)
dengan mistar adalah ρ=|23±0,4|×102kg/m3 , dengan jangka sorong adalah ρ=|2,3±0,1|×103kg/m3 , dengan mikrometer sekrup adalah
ρ=
|
24±0,4×101|
×102kg/m3 .
Jenis bahan dari bola kubus dan bola kecil (kelereng) ditentukan berdasarkan tabel massa jenis yang ada untuk menentukan jenis obyek pengukuran tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan massa jenis yang kami lakukan, diperoleh data rata massa jenis balok kubus yaitu 9.605 kg/m3 yang
mendekati nilai massa jenis bismuth yang memiliki massa jenis 9.787 kg/m3.
Sedangkan hasil perhitungan massa jenis bola kecil (kelereng) yaitu 2.333,6 kg/m3
mendekati nilai massa jenis yang dimiliki kaca jendela yaitu 2.579 kg/m3.
Pada kegiatan 3, terlebih dahulu kami menentukan NST masing-masing alat ukur waktu yaitu stopwatch dan alat ukur suhu yaitu termometer Celsius. Sehingga diperoleh NST stopwatch adalah 0,1 sekon dan termometer adalah 10C.
Kemudian kami mengukur perubahan temperatur yang dialami oleh air yang dipanaskan dengan menggunakan pembakar bunsen dan kelengkapannya tiap selang waktu 1 menit dalam 6 menit yaitu 60 s, 120 s, 180 s, 240 s, 300 s, dan 360 s. Dengan temperatur mula-mula ditentukan 350C dari ±330C setelah air
dipanaskan sehingga skala pada termometer naik sebanyak 2 skala. Perubahan suhu diukur tiap 1 menit dengan salah satu praktikan yang membaca waktu dengan stopwatch, satu praktikan membaca penunjukkan skala termometer, dan satunya lagi mencatat hasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan. Lalu kita menetukan perubahan suhu dengan menentukan selisih suhu pada menit tertentu terhadap suhu mula-mula yang telah ditentukan. Untuk waktu pertama t1 = 60 s
perubahan suhu adalah ¿|2,0±0,5|℃ , t2 = 120 s perubahan suhu adalah ∆ T=|4,5±0,5|℃ , t3 = 180 s perubahan suhu adalah ∆ T=|6,5±0,5|℃ , t4
= 240 s perubahan suhu adalah ∆ T=|8,5±0,5|℃ , t5 = 300 s perubahan suhu
adalah ∆ T=|10±0,5|℃ , dan t6 = 360 s perubahan suhu adalah
∆ T=|12±0,5|℃ .
SIMPULAN DAN DISKUSI
maupun berulang memiliki ketidakpastian. Untuk pengukuran tunggal, ketidakpastian ditentukan dengan menggunakan rumus ∆ x=1
n× NSTalat .
Sedangkan untuk pengukuran berulang ditentukan dengan menentukan nilai deviasi yang diperoleh dari pengurangan hasil pengukuran dengan rata-rata hasil pengukuran. Untuk pengukuran yang kurang dari 50 kali maka deviasi yang diambil adalah deviasi maksimum, sedangkan pengukuran yang lebih dari 50 kali maka yang digunakan adalah rata-rata deviasi. Dalam menentukan ketidakpastian untuk hasil perhitungan digunakan rumus rambat ralat berdasakan rumus perhitungan yang digunankan.
Dari penentuan ketidakpastian digunakan untuk mendapatkan kesalahan relatif yang menentukan penggunaan angka berarti pada pelaporan fisika. Adapaun angka berarti sekitar 0,1% = 4 AB, 1% = 3 AB, dan 10% = 2 AB.
Simpulan berdasarkan rumusan masalah yang diajukan adalah,
1. Untuk membandingkan hasil pengukuran dengan ketelitian alat ukur yang berbeda. Dan dapat menentukan manakah alat ukur yang memberikan hasil pengukuran yang paling teliti dan akurat.
2. Cara mengatasi ketidakpastian dalam pengukuran, baik ketidakpastian bersistem maupun ketidakpastian rambang (acak) yaitu,
a) Memilih instrumen tepat untuk pemakaian tertentu.
b) Menggunakan faktor-faktor koreksi setelah mengetahui banyaknya kesalahan.
c) Mengkalibrasi instrumen tersebut terhadap instrumen standar. d) Menambah jumlah pembacaan alat percobaan yang dilakukan.
e) Mengggunakan cara-cara yang statistik untuk mendapatkan hasil yang akur alat.
3. Cara menentukan hasil pengukuran yang diperoleh dengan melalui suatu perhitungan yaitu dengan membandingkan hasil perhitungan dengan besaran yang standar (hasil pengukuran) dan ketidakpastian pengukurannya ditentukan dengan menganalisis rambat ralatnya.
4. Cara menentukan jumlah angka berarti dalam melaporkan hasil suatu pengukuran adalah dengan mencari ketidakpastian/kesalahan relatifnya dengan rumus KR=∆ X
X ×100 atau dengan rumus AB=1−log ∆ X
X . 5. Berdasarkan hasil perhitungan massa jenis yang kami lakukan, diperoleh data rata massa jenis balok kubus yaitu 9.605 kg/m3 yang mendekati nilai
massa jenis bismuth yang memiliki massa jenis 9.787 kg/m3. Sedangkan
hasil perhitungan massa jenis bola kecil (kelereng) yaitu 2.333,6 kg/m3
mendekati nilai massa jenis yang dimiliki kaca jendela yaitu 2.579 kg/m3.
Sehingga bola kubus terbuat dari bismuth dan kelereng terbuat dari kaca jendela.
Diskusi yang kami lakukan berupa saran untuk asisten, dosen, dan laboratorium , 1. Saran bagi asisten
Kepada asisten kami menyarankan agar lebih memperhatikan keadaan praktikan. Asisten hendaknya tahu dengan jelas apa yang harus dilakukan praktikan di dalam praktikum seperti penyediaan alat dan bahan maupun cara penggunaan alat ukur yang benar sehingga tidak menyebabkan adanya kesalahan pada data yang diperoleh oleh praktikan yang menyebabkan berhasil atau tidaknya suatu praktikum.
2. Saran bagi dosen
Kepada dosen hendaknya membimbing lebih baik kepada para asisten akan bagaimana cara membimbing praktikannya dalam melakukan suatu praktikum sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
3. Saran bagi laboratorium
atau kelengkapan yang ada di dalam laboratorium karena masih banyak dari alat tersebut yang sudah rusak yaitu memiliki kesalahan bersistem bahkan tak dapat/layak untuk digunakan lagi.
DAFTAR RUJUKAN
Herman dan asisten. 2014. PENUNTUN PRAKTIKUM FISIKA DASAR. Makassar : Laboratorium Fisika Dasar, 2014.
Nurrachmandani, Setya. 2009. FISIKA 1 Untuk SMA/MA Kelas X. Jakara : BSE, 2009.
Supiyanto. 2007. FISIKA SMA Jilid 1 untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga, 2007.