• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEDIA DAN GLOBALISASI Kajian Video Dokum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MEDIA DAN GLOBALISASI Kajian Video Dokum"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Media dan Globalisasi

Latar Belakang

Tanpa ada keraguan, sekelompok polisi menghantamkan tongkat pemukul bertubi tubi ke tubuh seorang demonstran yang sudah tak berdaya meringkuk di atas lantai. Gerak kejar-kejaran terasa melalui shot video yang terus mengikuti laju lari pelakon diiringi atmosfir suara teriakan-teriakan menyajikan realitas yang telanjang. Bahkan audiens ‘diajak’ mencicipi rasa kekerasan melalui potongan video yang diambil dari sudut pandang seorang demonstran yang sedang tersudut di hadapan polisi yang beringas. Menonton beberapa bagian video berjudul 'Globalization and the Media'1 ini laksana menonton trilogi film laga 'Bourne Identity' dengan pengambilan kamera shaky-single shot yang menambah daya dorong munculnya sensasi bagi audiens untuk merasakan dirinya sebagai sasaran aksi kekerasan.

Video dokumenter ini merupakan salah satu bentuk upaya melawan kecenderungan isi-isi pemberitaan-pemberitaan media arus utama (mainstream) tentang gerakan demonstrasi anti-globalisasi di Genoa pertengahan 2001 silam. Pemberitaan-pemberitaan di media arus utama hanya mengulas kerusuhan di dalam unjuk rasa tersebut. Namun para penggerak anti-globalisasi sudah tidak percaya dengan ‘agenda’ media arus utama karena ada kepentingan korporasi besar di balik media-media tersebut. Di kolom yang dimuat di laman BBC, Bazargan dan Hayton menuliskan bahwa mata media dunia (media arus utama) tertuju kepada upaya protes dengan kekerasan di pertemuan G8 Genoa, tapi para demonstran anti-globalisasi telah mencerca media-media seperti BBC, CNN, dan koran-koran arus utama yang telah menjadi bagian dari korporasi media dengan agenda yang sudah dibentuk untuk melayani pemerintah dan pelaku-pelaku bisnis global.

(2)

memuatnya. O’Connor menambahkan, seperti ia tulis di laman ‘The Guardian’, untuk mengetahui cerita sebenarnya, kita harus menyimak hasil rekaman video para aktivis. Karena menurutnya wartawan-wartawan media arus utama tidak akan tajam menyuarakan apa yang disampaikan para aktivis, mereka adalah bagian dari masalah dari pada solusi.

Film ‘Globalization and the Media’ ini menjukkan salah satu karya jurnalistik yang digunakan para aktivis anti-globalisasi sebagai perlawanan atau setidaknya penyeimbang/alternatif dari produk-produk jurnalistik dari media arus utama terkait isu globalisasi. Lalu bagaimanakah para aktivis ini beranggapan bahwa media arus utama mendukung globalisasi? Bagaimana prinsip kerja dalam hal agenda jurnalisme serta ekonomi dari media arus utama sehingga bisa dituduh berpihak kepada kepentingan penguasa-penguasa ekonomi dan politik?

Globalisasi: Kajian Video Presentasi ‘The Media and Globalization’

Globalisasi adalah terminologi yang sudah sangat familiar bagi masyarakat saat ini. Globalisasi dianggap sebagai keniscayaan sehingga perkembangannya diyakini tidak bisa dibendung. Istilah globalisasi pertama kali digunakan di dalam kajian sosiologi oleh Roland Robertson, seorang guru besar sosiolog dari Universitas Pennsylvania, AS. Di dalam buku karyanya ‘Globalization: Social theory and Global Culture’ (1992) ia mendefinisikan globalisasi sebagai pemampatan dunia dan peningkatan kesadaran akan dunia sebagai satu kesatuan.

Robertson menganggap bahwa berdasarkan derajat kepadatan dan kompleksitas global saat ini (1990-an) dunia sudah memasuki fase ke lima yakni fase ketidakpastian (uncertainty phase)2. Ia menguraikan, fase ini bermula dari awal 1960-an dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 1990-an dengan berkembangnya dan semakin terbukanya negara-negara dunia ke tiga, berakhirnya perang dingin, pengejawantahan dari nilai-nilai ‘post-materialist’, dan semakin

(3)

tumbuh pesatnya institusi-institusi global. Masyarakat dunia pun menghadapi masalah keberagaman etnis dan budaya, dan pemahaman individual yang semakin komplek dengan pertimbangan adanya isu gender, etnis, dan ras serta hak-hak sipil. Fase ini juga berkaitan secara kepentingan dengan masyarakat madani dan kewarganegaraan secara global. Fase ini juga ditandai dengan konsolidasi sistem media global.

Munculnya Media Arus Utama

Seperti halnya globalisasi yang dipercaya sebagai sebuah keniscayaan, media juga merupakan sebuah keniscayaan bagi globalisasi. Perkembangan globalisasi bisa dikatakan selalu melibatkan media. Teori awal pemetaan media secara global yang dikenal sebagai Four Theories of the Press3 dari buku karya Fred S Siebert, Theodore

Peterson, dan Wilbur Schramm (1956), menjadi titik permulaan bagaimana media di seluruh dunia kemudian berkembang seiring dengan globalisasi.

Menyikapi perkembangan hingga era 1990-an empat teori pers ini kemudian perlu dilengkapi dengan satu teori lagi yakni teori pembangunan (developmental theory) atau teori Dunia ke-Tiga. Shirley Biagi di dalam bukunya Media impact: An introduction to mass media (1999) menjelaskan bahwa teori pers pembangunan mengacu kepada perkembangan kehidupan media di negara-negara Dunia ke-Tiga yang memberikan kesempatan kepada swasta untuk memiliki media meskipun pemerintah juga masih menguasai beberapa di antaranya. Media cenderung digunakan untuk mempromosikan tujuan-tujuan pembangunan sosial dan ekonomi pemerintah dengan menjunjung tinggi kepentingan nasional. Media pun menjadi sarana propaganda pemerintah dengan mengatasnamakan kemajuan ekonomi dan sosial.

Seiring perkembangan liberalisasi ekonomi, fungsi propaganda ini kemudian dimodifikasi dengan semakin eratnya hubungan antara penguasa pemerintahan dan penguasa perekonomian (pemilik modal). Pembangunan yang sedang gencar dilaksanakan di negara-negara di luar Eropa Barat dan Amerika Serikat cenderung berorientasi ke dunia Barat (westernisasi). Apalagi pembangunan dan pertumbuhan 3 Empat teori pers tersebut adalah teori libertarian, teori otoritarian, teori soviet, dan teori

(4)

ekonomi membutuhkan modal dan investasi yang bersumber dari pemodal-pemodal Barat. Hal ini membuat beberapa pihak secara kritis melakukan pemahaman ulang terhadap globalisasi karena tak lebih hanyalah menjadi upaya integrasi dan penyeragaman kehidupan sedunia (Budiman, 2002: hal. 34).

Media tidak lagi hanya tunduk kepada regulasi pemerintah (state regulation) dan sudah beralih kepada market regulation (Sudibyo, 2004: hal. 13). Market regulation mengarahkan perkembangan media bergerak menjadi industrialisasi media. Persaingan media-media di dalam memperebutkan pasar (pembaca, pemirsa, pendengar, dan pengiklan) membentuk peta industri media menjadi semakin terkonsentrasi secara kepemilikan (oligopoli).

Dennis McQuail (2010) di dalam bukunya ‘Mass Communication Theory’ menjelaskan bahwa konsentrasi industri media sebagai konsekuensi dari kompetisi pasar bebas mengarah dengan dua cara, yakni vertikal dan horisontal. Konsentrasi vertikal adalah penambahan kepemilikan media dari lini produksi hingga distribusi atau dari media yang bersifat lokal menjadi nasional hingga internasional (global). Sedangkan konsentrasi horisontal adalah penggabungan beberapa media nasional atau penambahan kepemilikan berbagai jenis media yang berbeda-beda. McQuail menyimpulkan bahwa pada kadar tertentu, konsentrasi media akan menguntungkan konsumen, namun konsentrasi media juga memiliki dampak yang tidak diharapkan yakni hilangnya keberagaman, tingginya harga, dan akses kepemilikan media yang terbatas (keseragaman kepemilikan). Dampak yang tidak diharapkan ini akan muncul jika kadar konsentrasi kepemilikan media sudah terlalu tinggi. McQuail memberikan catatan bahwa kadar konsentrasi media dianggap terlalu tinggi (excessive) jika hanya terdapat tiga atau empat perusahaan mengendalikan 50 persen pasar4. Konsentrasi kepemilikan (konglomerasi media) inilah yang memunculkan media-media arus utama (mainstream).

(5)

Manufacturing Consent: Media Arus Utama di Mata Noam Chomsky

Teman kami, seorang produser eksekutif acara berita di televisi swasta jaringan nasional (media arus utama), menyampaikan dengan penuh keyakinan di hadapan para wartawan dari Timor Leste bahwa di perusahaan media tempatnya bekerja tidak ada campur tangan pemilik media untuk menentukan apa saja yang boleh dan tidak boleh disampaikan di dalam materi berita yang disiarkan. Ia manjamin obyektifitasnya. Ia mengklaim memiliki kebebasan penuh di dalam melakukan agenda setting5. Benarkah demikian? Benarkah pemilik sejumlah media

(konglomerat media, media mogul) memberikan kebebasan kepada para awak medianya terkait kepentingannya di dalam agenda berita medianya?

Menelusuri pandangan kritis tetang sepak terjang media arus utama tak bisa lepas dari pemikiran-pemikiran Noam Chomsky. Di dalam sebuah wawancara yang bertajuk ‘Media and Globalization’ (1996), Chomsky berpandangan bahwa globalisasi menciptakan kemerosotan keragaman dan informasi karena semakin menjadi-jadinya orientasi media terhadap pengiklan. Ia menyebut globalisasi media sebagai perluasan dari transnasional-tirani korporasi. Ia menyitir banyak istilah yang ia asosiakan dengan globalisasi media, sebut saja: tirani (tyrannical), institusinstitusi totalitarian (totalitarian institusions), mega-korporasi, huge command economies, dijalankan dari atas (run from the top), relatif tidak bisa dimintai pertanggungjawaban (unaccountable), dan saling terkait satu sama lain dengan beragam cara. Kepentingan pertama mereka ada profit, namun lebih luas dari itu mereka mengkonstruksi audiens menjadi tipe yang mereka harapkan, yakni yang kecanduan akan gaya hidup dengan keinginan-keinginan artifisial. Audiens dibuat terserak, terpisahkan satu sama lain, dan terfragmentasi sehingga mereka tidak memasuki arena politik dan mengganggu kepentingan penguasa.

Di dalam tulisannya berjudul ‘What Makes Mainstream Media Mainstream’, yang dimuat di Z Magazine edisi Oktober 1997, Noam Chomsky menunjukkan tentang bagaimana cara mengetahui kepentingan perusahaan media; “jika anda ingin memahami media, atau institusi lain, mulailah dengan mempertanyakan tentang struktur di dalam perusahaan itu. Tanyakan juga tentang sudut pandang mereka di

(6)

dalam masyarakat yang lebih luas. Bagaimana mereka kaitannya dengan sistem kekuasaan dan otoritas? Jika anda beruntung, akan ada rekam jejak yang menyatakan apa mau (kepentingan) mereka.”

Chomsky secara kritis menggunakan istilah manufacturing consent untuk menjabarkan aktivitas media arus utama. Istilah ini sendiri, ia pungut dari pemikiran Walter Lippman, tokoh jurnalisme AS era 1920-an yang menyampaikan pemikiran yang dianggap progresif pada masanya. Lippman mengatakan bahwa terdapat seni baru dari metode demokrasi yang ia sebut pembentukan persetujuan (manufacturing of consent). Pembentukan persetuan ini adalah upaya memastikan bahwa pilihan dan sikap publik dibentuk dengan cara tertentu (dikondisikan) sebagaimana yang kita sampaikan kepada mereka. Istilah ini sebenarnya tak beda dengan propaganda, namun kata propaganda dicap negatif akibat digunakan oleh pemerintah fasis Jerman untuk memobilisasi massa.

Namun Chomsky bersikeras bahwa begitulah yang dilakukan media mainstream saat ini: propaganda. Fungsi-fungsi media dijalankan untuk menyebarluaskan atau melindungi kepentingan elite yang dominan secara politik maupun ekonomi yang nota bene adalah pemilik media media tersebut. Bersama Edward S Herman, Chomsky di dalam karya mereka 'Manufacturing Consent' (1988) menyatakan, model propaganda memfokuskan pada ketimpangan kekayaan dan kekuasaan dan efeknya yang bertingkat pada kepentingan dan pilihan media massa. Media seperti ini memiliki ciri-ciri utama sebagai filter materi pemberitaan mereka berupa; pertama, besar, kepemilikan yang terkonsentrasi, pemilik yang kaya raya, dan orientasi kepada profit; kedua, sumber utama pendapatan adalah dari pengiklan; ketiga, ketergantungan informasi yang datang dari pemerintah, dunia bisnis, dan 'ahli-ahli' yang didanai dan disetujui oleh dua pihak utama tersebut serta agen agen kekuasaan; keempat, ada pihak-pihak atau lembaga yang kritis sebagai alat (flak) untuk mendisiplinkan kerja media, dan; kelima, menggunakan antikomunisme sebagai anutan dan alat kontrol.

(7)

mampu meyakinkan diri mereka sendiri bahwa mereka memilih dan menginterpretasi berita dengan obyektif dan berdasarkan nilai nilai berita secara profesional.

Jadi berdasarkan pandangan Chomsky, seseorang bisa mendapatkan posisi penting di organisasi pemberitaan arus utama, katakanlah produser eksekutif, sehingga bisa mengklaim independensi, dikarenakan orang itu dari awal karirnya sudah mengikuti cara kerja yang dianggap benar berdasarkan filter-filter tersebut. Jika ia melenceng maka ia tidak akan meraih jabatan produser eksekutif, sebuah posisi mentereng di mana ia dianggap secara independen mampu menerjemahkan kepentingan elit. Di dalam tulisannya 'What Makes Mainstream Media Mainstream', Chomsky mengutip pernyataan dari almarhum wartawan senior dan kolumnis New York Times peraih penghargaan Pulitzer, Anthony Lewis; "tak ada orang yang pernah menyuruh saya untuk menulis apa yang saya tulis. Saya menulis apa saja yang saya suka. Urusan-urusan tentang tekanan dan batasan adalah tidak masuk akal sebab saya tak pernah di bawah tekanan apapun." Mirip apa yang disampaikan teman kami si produser eksekutif bukan?

Jalan Keluar: Media Alternatif dan Melek Media

Menghadapi keseragaman isi dan kepemilikan media arus utama, Chomsky menekankan agar publik harus mencari informasi penyeimbang dari media alternatif dan mereka harus memahami dan terlibat di dalam gerakan-gerakan komunitas (akar rumput) untuk mengubah kehidupan mereka sendiri. Secara sistematik publik atau pemilik suara-suara tidak yang tidak sepakat terhadap ide-ide arus utama juga harus diberdayakan agar bersikap kritis terhadap struktur dan isi media. Ashadi Siregar (2000), di dalam makalahnya, berargumen bahwa pers dan jurnalis (arus utama) dapat terjerumus menjadi bagian dari “kejahatan” kekuasaan dengan mengatasnamakan kebebasan pers.

(8)

pemahaman, kemampuan, dan sikap masyarakat menghadapi terpaan media arus utama. Ia juga mengharuskan adanya peningkatan ketrampilan masyarakat untuk memproduksi pesan yang bisa merefleksikan kepentingan mereka.

Video dokumenter ‘Globalization and The Media’ menjadi contoh media alternatif yang menunjukkan kekuatan untuk membuka mata publik tentang sisi kebenaran lain dari sebuah berita. Internet telah membuka wahana baru ‘perang’ antara media alternatif dengan media arus utama. Dengan internet, kekuatan media arus utama yang didukung globalisasi yang semula seolah tak tertandingi mendapatkan tantangan baru. Media alternatif telah menemukan jalannya. Namun, bagi para aktivis, jangan terburu buru euforia. Chomsky mensinyalir bahwa nasib internet bisa seperti radio. Pada mulanya media elektronik radio pada era 1920-an seolah menjadi kekuatan ranah publik baru, namun seiring berjalannya waktu, korporasi besar membentuknya menjadi tak lebih sebagai media arus utama. Bisa jadi, ke depan, hal yang sama juga terjadi pada internet.

Daftar Bacaan

Bazargan, Darius and Bill Hayton. 14 Juli 2001. Global protests breed new media: Genoa is bracing itself for violent protests. Artikel. BBC: http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/1438232.stm

Biagi, S., & C McKie. 1999. Media impact: An Introduction to Mass Media. Toronto: Nelson Canada.

Budiman, Hikmat. 2002. Lubang Hitam Kebudayaan. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius

Chomsky, Noam. Oktober 1997. What Makes Mainstream Media Mainstream. Artikel. Z Magazine: http://www.chomsky.info/articles/199710--.htm

Harro-Loit, Halliki. 2010. From Media Policy to Integrated Communications Policy. Artikel dalam Beata Klimkiewicz (Ed.). Media Freedom and Pluralism: Media Policy Challenges in the Enlarged Europe. Hungaria: Central European University Press.

Herman, Edward S and Noam Chomsky. 1988. Manufacturing Consent. New York: Pantheon Books.

(9)

O'Connor, Paul. 20 Agustus 2001. Good evening, here is the real news. Artikel. The Guardian:

http://www.theguardian.com/media/2001/aug/20/mondaymediasection.polit ics

Robertson, Roland. 1992. Globalization: Social Theory and Global Culture. London: Sage.

Robertson, Roland. 1990. Theory, Culture & Society. Artikel. London: Sage Sainathm P. July 1st, 1996. Media and Globalization: An Interview with Noam

Chomsky. Transkrip wawancara. Third World Network:

http://www.corpwatch.org/article.php?id=1809.

Siebert, Seaton, Theodore Peterson; & Wilbur Lang Schramm. 1956. Four Theories of the Press. Urbana, III. : University of Illinois

Siregar, Ashadi. Januari 2000. Pemberdayaan Masyarakat dalam Memantau dan Mengkritisi Media. Makalah disampaikan pada Forum Media Watch. Surabaya: Badan Informasi dan Komunikasi Nasional (BIKN).

(10)

UNIVERSITAS INDONESIA

MEDIA DAN GLOBALISASI

Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

Oleh:

Maybi Prabowo 1406518755

PASCASARJANA ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam perancangan ini adalah edukasi dan entertaiment, dimana perancangan dibuat dengan tujuan untuk menyampaikan sebuah informasi yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan susu skim dalam pengencer tris pada perlakuan P 2 berbeda sangat nyata (P <0,01) dalam mempertahankan kelangsungan hidup

Teknologi Informasi, Dan Pengendalian Intern Akuntansi Terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah: Studi Pada Pemerintah Kabupaten Kudus.. Fakultas

Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran karakteristik dan pengetahuan tentang metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) pada akseptor KB MKJP di Puskesmas

Hasil penelitian di daerah irigasi kalibawang diperoleh nilai efisiensi saluran primer sebesar 94% dan setelah menganalisis kebutuhan air tanaman sesuai

Pada perancangan Transfer Belt Conveyor diatas jenis material yang diangkut adalah batubara dengan kapasitas produksi 3000 tph, berat jenis material 0,85 T/m³, sudut

Menurut data FAOSTAT (2010) produksi kelapa Indonesia menduduki ranking pertama kemudian disusul Philipina, India, Srilanka, dan Brazil. Namun demikian produktifitas

Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis dan/atau pemeriksaan laporan dan informasi, PPATK dapat : meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak 'Pelapor;