BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan bisnis yang terjadi dalam suatu perusahaan,
maka perusahaan perlu untuk memperoleh sejumlah dana dari berbagai pihak untuk
pembiayaan investasi atau operasional perusahaan. Dalam rangka memperoleh dana
tersebut, maka perusahaan perlu mengeluarkan sejumlah biaya yang akan
mempermudah perolehan dana tersebut yang disebut dengan biaya ekuitas (cost of equity).
Biaya ekuitas mengacu pada tingkat pengembalian yang merupakan hak
investor atas investasinya di perusahaan tertentu. Salah satu cara untuk dapat
mengamati atau mengetahui secara langsung tingkat return yang diharapkan
investor adalah melalui biaya ekuitas. Brigham dan Houston (2011) menjelaskan
bahwa biaya ekuitas mencerminkan tingkat pengembalian yang diminta investor
atau suatu efek bagi perusahaan, sehingga dapat diartikan bahwa biaya ekuitas suatu
perusahaan adalah bagian yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memberi
kepuasan pada para investornya pada tingkat risiko tertentu. Namun, di sisi lain,
tingginya biaya ekuitas menjadi salah satu penghambat perkembangan perusahaan,
karena semakin tinggi biaya ekuitas maka semakin sedikit laba hasil usaha yang
dapat ditahan untuk menambah ekuitas perusahaan.
Informasi laba merupakan unsur utama yang digunakan dalam laporan
memiliki nilai prediktif (FASB, 1980) dalam Boediono (2005). Tujuan utama dari
pelaporan laba adalah memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang
berkepentingan dalam laporan keuangan (Hendriksen dan Breda, 2000). Oleh
karena itu, informasi laba banyak digunakan sebagai tolak ukur untuk mengevaluasi
kinerja perusahaan (Dechow, 1995).
Suatu informasi mengenai laba dikatakan berkualitas apabila dapat
mempengaruhi keputusan para pengambilan keputusan, baik keputusan investasi
maupun divestasi. Di antara kriteria utama kualitas laba atau laporan keuangan
adalah relevan dan reliabel. Dikatakan relevan apabila informasi laporan keuangan
yang disediakan dapat mempengaruhi keputusan dan dikatakan reliabel apabila
informasi tersebut dapat dipercaya yang ditunjukkan dengan bergantungnya
pengambil keputusan pada informasi laporan keuangan tersebut.
Laba yang berkualitas akan mempengaruhi keputusan para pemegang saham
untuk dapat memberikan sejumlah dana yang akan digunakan dalam pembiayaan
investasi atau operasional. Akibat dari hal tersebut, perusahaan dapat
meminimalkan biaya ekuitas, sehingga laba yang berkualitas akan menurunkan
biaya ekuitas.
Asbaugh et al. (2004) menyimpulkan bahwa kualitas informasi dari laporan
keuangan juga mempengaruhi biaya ekuitas. Kualitas laba seharusnya mampu
menjadi indikator dalam memprediksi arus kas masa depan. Namun, komponen
akrual di dalam laba dapat menjadi sumber ketidakpastian yang dapat mengurangi
kemampuan laba dalam memproyeksikan arus kas masa depan. Dengan
(2008) menyatakan bahwa perusahaan di Amerika Serikat dengan kualitas akrual
lebih buruk ternyata menurunkan kualitas laba dan pengungkapan sukarela terhadap
biaya ekuitas. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas laba yang buruk meningkatkan
biaya ekuitas. Sebaliknya, kualitas laba yang baik akan menurunkan biaya ekuitas.
Namun, adanya kepentingan yang berbeda antara pihak manajemen dengan
pemilik seringkali menyebabkan informasi laba yang bias. Pihak manajemen
sebagai pengelola perusahaan berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi
perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi, informasi yang disampaikan kadang tidak
sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Pemikiran bahwa pihak
manajemen dapat melakukan tindakan yang hanya memberikan keuntungan bagi
dirinya sendiri didasarkan pada suatu asumsi yang menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai perilaku yang mementingkan diri sendiri. Hal tersebut mengakibatkan
terjadinya konflik dalam pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan,
konflik yang terjadi akibat kepemilikan ini disebut dengan konflik keagenan.
Akibat dari adanya permasalahan tersebut, corporate governance dibentuk
untuk mengatasi masalah keagenan. Corporate governance meliputi sebuah
gambaran yang luas dari mekanisme yang diharapkan dapat mengurangi
permasalahan agen dengan meningkatkan pengawasan manajemen tindakan,
membatasi perilaku oportunistik manajer, dan mengurangi risiko informasi yang
akan ditanggung investor.
Babatunde dan Olaniran (2009) menyatakan bahwa mekanisme corporate
governance dapat dibagi menjadi dua, yakni mekanisme internal dan mekanisme
komisaris (board of directors). Untuk membantu tugas dan tanggung jawabnya, dewan komisaris dibantu oleh komite audit. Sedangkan mekanisme eksternal dari corporate governance adalah kualitas audit (ukuran dan tenur kantor akuntan publik).
Fungsi utama dewan komisaris menurut Indonesian Code For Corporate
Governance (FCGI) adalah memberikan supervise kepada direksi dalam
menjalankan tugasnya dan berkewajiban memberikan pendapat serta saran apabila
diminta direksi. Selain itu, ada pula tugas komite audit yang berhubungan dengan
kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat membantu dewan
komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan
oleh manajemen. Komite audit merupakan salah satu komite yang dibentuk oleh
dewan komisaris dan bertanggungjawab kepada dewan komisaris dengan tugas dan
tanggung jawab utama untuk memastikan prinsip-prinsip good corporate
governance (GCG) di suatu perusahaan, di mana independensi, transparansi,
akuntabilitas dan tanggung jawab, serta sikap adil menjadi prinsip dan landasan
organisasi perusahaan.
Tenur kantor akuntan publik (KAP) merupakan masa penugasan auditor
eksternal. Jiang et al. (2008) menyatakan bahwa semakin panjang tenur KAP akan
membuat independensi KAP menurun sehingga KAP tidak mampu mendeteksi
kecurangan pelaporan keuangan. Tenur yang jangka waktunya semakin panjang
akan menyebabkan adanya overfamiliarity dengan klien. Namun, Johnson et al.
(2002) menyatakan bahwa tenur KAP yang semakin panjang dapat meningkatkan
menyeluruh pengetahuan auditor mengenai perusahaan sehingga dapat menekan
manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Ukuran KAP sebagai sebuah hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
kualitas audit. Besarnya ukuran KAP berkaitan dengan kompetensi yang berkualitas
yang menjadi salah satu acuan dalam menilai kualitas laporan keuangan. Becker et
al. (1998) dan Francis et al. (1999) menjelaskan bahwa KAP yang termasuk Big
Four mampu membatasi tindakan manajemen laba karena memiliki kompetensi dan
independensi yang lebih dibandingkan dengan non Big Four.
Melalui penjelasan tersebut, maka keberadaan corporate governance dapat
mempengaruhi kualitas laba. Dengan adanya corporate governance dalam
perusahaan, maka akan mempengaruhi kualitas dari proses pelaporan keuangan.
Laporan keuangan perusahaan bermanfaat sebagai sumber informasi dalam
mengukur nilai perusahaan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.
Corporate governance pada dasarnya menyangkut tentang perilaku para eksekutif
manajemen perusahaan untuk melindungi kepentingan pemilik perusahaan atau
pemegang saham (Lestari, 2014).
Penerapan good corporate governance dapat menurunkan biaya ekuitas.
Penerapan good corporate governance dapat mengurangi konflik yang terjadi
antara pihak manajemen (agen) dan pemilik (prinsipal) sehingga akan
meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan. Peningkatan kepercayaan
terhadap perusahaan akan membuat investor semakin yakin terhadap prospek
perusahaan. Investor akan memberikan dana yang dibutuhkan perusahaan dengan
perusahaan akan mengurangi kebutuhan dana dari pihak eksternal, sehingga hal ini
akan menurunkan biaya ekuitas.
Siregar dan Susanto (2012) menyatakan bahwa efektivitas dewan komisaris
sebagai salah satu bagian dari mekanisme internal corporate governance tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Hal ini menjelaskan bahwa
pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris cenderung belum begitu efektif.
Efektivitas komite audit cenderung memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap kualitas laba. Artinya, semakin tinggi efektivitas komite audit maka
semakin tinggi kualitas laba. Tenur KAP dan KAP Big Four tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Hal ini menjelaskan bahwa tenur KAP
dan KAP Big Four mungkin bukanlah proksi yang tepat untuk mengukur kualitas
audit di negara yang memiliki risiko litigasi yang cukup rendah seperti di Indonesia.
Berkaitan dengan biaya ekuitas, Siregar dan Susanto (2012) menyatakan
bahwa kualitas laba cenderung berpengaruh positif signifikan terhadap biaya
ekuitas. Efektivitas dewan komisaris memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap
biaya ekuitas. Hal ini menjelaskan kecenderungan bahwa investor melihat fungsi
pengawasan yang dilakukan dewan komisaris masih kurang efektif sehingga belum
mampu menurunkan risiko asimetri informasi antara pihak manajemen dan investor.
Efektivitas komite audit cenderung berpengaruh positif dan signifikan terhadap
biaya ekuitas. Hal ini menjelaskan bahwa investor belum memperhatikan efektivitas
komite audit yang diungkapkan dalam laporan tahunan dan masih menganggap
bahwa keberadaan komite audit dalam memberikan pengawasan masih kurang
menambah biaya bagi perusahaan. Kualitas audit menggunakan ukuran KAP tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas dan tenur KAP terbukti
berpengaruh positif terhadap biaya ekuitas dengan signifikansi marjinal ketika
kualitas laba diproksikan dengan earnings variability dan common factor.
Selain itu, Sumito (2013) menyatakan bahwa dewan komisaris tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Hal ini menjelaskan bahwa
keberadaaan dewan komisaris tidak begitu membantu dalam memonitor manajemen
perusahaan yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan finansial atau akses
terhadap informasi yang relevan untuk memperbaiki laba perusahaan. Efektivitas
komite audit memiliki pengaruh negatif terhadap kualitas laba. Hal ini menjelaskan
bahwa terdapat kemungkinan bahwa keberadaan komite audit yang tinggi bukan
merupakan jaminan bahwa laba perusahaan akan semakin baik, sehingga pasar
menganggap keberadaan komite audit bukanlah faktor yang mereka pertimbangkan.
Berkaitan dengan biaya ekuitas, Sumito (2013) menyatakan bahwa kualitas
laba berpengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya ekuitas. Hal ini menjelaskan
bahwa rendahnya kualitas laba mendorong investor untuk mengeluarkan biaya yang
lebih dalam mengawasi tindakan dari manajemen. Efektivitas dewan komisaris
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap biaya ekuitas. Keberadaan dewan
komisaris masih dianggap hanya sebatas pada ketaatan terhadap peraturan pasar
modal dan belum sepenuhnya digunakan sebagai fungsi pengawasan. Efektivitas
komite audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya ekuitas. Dengan
keuangan akan meningkatkan pengawasan yang lebih efektif sehingga risiko
informasi yang dimiliki investor akan berkurang.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Siregar dan Susanto
(2012) yang meneliti tentang pengaruh corporate governance terhadap kualitas laba
dan dampaknya terhadap biaya ekuitas. Siregar dan Susanto (2012) menggunakan
data perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2009. Perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah data yang digunakan peneliti
merupakan data perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka peneliti tertarik untuk
mengambil judul: “PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
KUALITAS LABA DAN DAMPAKNYA TERHADAP BIAYA EKUITAS”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari penjelasan latar belakang di atas, penulis merumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh dari adanya penerapan corporate governance
terhadap kualitas laba?
2. Apakah terdapat pengaruh dari adanya penerapan corporate governance
terhadap biaya ekuitas?
3. Apakah terdapat pengaruh dari kualitas laba terhadap biaya ekuitas?
4. Apakah kualitas laba memediasi hubungan antara corporate governance
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji pengaruh dari penerapan corporate governance terhadap
kualitas laba perusahaan
2. Untuk menguji pengaruh dari penerapan corporate governance terhadap biaya
ekuitas
3. Untuk menguji pengaruh dari kualitas laba terhadap biaya ekuitas perusahaan
4. Untuk menguji mediasi kualitas laba antara corporate governance terhadap
biaya ekuitas
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Investor
Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemegang saham dalam
menganalisis dan menetapkan pilihan investasi yang tepat, sehingga dapat
memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko yang ditanggung atas
investasinya.
2. Bagi Perusahaan
Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada perusahaan bahwa corporate
ekuitas perusahaan sehingga meningkatkan motivasi bagi perusahaan untuk
menerapkan good corporate governance.
3. Bagi Regulator
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan yang terkait dengan pentingnya penerapan good corporate
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Review Penelitian Terdahulu
Penelitian Xie et al. (2003) menemukan bahwa jumlah rapat dewan
komisaris dan komite audit memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
akrual diskresioner. Komposisi dewan komisaris dan komite audit akan berpengaruh
terhadap tindakan manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Frekuensi rapat
dewan komisaris dan komite audit dapat menurunkan tingkat akrual diskresioner.
Kemampuan dewan komisaris dan komite audit merupakan faktor penting yang
dapat menghambat manajer untuk terlibat dengan manajemen laba.
Berkaitan dengan biaya ekuitas, penelitian Ashbaugh et al. (2004) yang
menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit independen yang
lebih banyak mempunyai biaya ekuitas yang rendah. Demikian juga dengan
proporsi komite audit yang memiliki perusahaan di bidang keuangan dan akuntansi
berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas. Penelitian ini menggunakan data yang
diperoleh dari Investor Responsibility Research Center (IRRC) dan data dari
Corporate Library dari tahun 1995-2002.
Penelitian Khurana dan Roman (2004) menemukan bahwa kualitas audit
menggunakan ukuran KAP Big Four dapat memberikan assurance yang lebih tinggi
atas keandalan laporan keuangan sehingga perusahaan yang diaudit oleh KAP Big
Four memiliki biaya ekuitas yang rendah dibandingkan dengan yang diaudit oleh
Penelitian Vafeas (2005) mengatakan bahwa peranan dewan komisaris juga
diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen
laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan. Penelitian ini
menggunakan 252 data perusahaan di Amerika Serikat (1994-2000). Penelitian ini
menyimpulkan bahwa komite audit yang dibentuk dalam perusahaan sebagai
sebuah komite khusus diharapkan dapat memaksimalkan fungsi pengawasan yang
sebelumnya dilakukan oleh dewan komisaris.
Penelitian Suaryana (2007) menemukan bahwa perusahaan dengan
keberadaan komite audit memiliki earnings response coefficient (ERC) yang besar
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki komite audit. Penelitian ini
menggunakan ERC dalam mengukur kualitas laba. Sampel dalam penelitian ini
terdiri dari 97 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Data
yang diperoleh menggunakan purposive sampling method. ERC diestimasi
berdasarkan metode pooled-cross sectional coefficient dan metode firm specific
coefficient dalam periode 2001–2002.
Penelitian Byun et al. (2008) menemukan bahwa praktek corporate
governance berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas yang diestimasikan. Di
antara beberapa keunggulan dari corporate governance, dampak yang paling
signifikan terjadi adalah perlindungan hak pemegang saham yang dapat
menurunkan biaya ekuitas. Penelitian ini menggunakan data unik yang mengatur
tingkat praktek corporate governance yang disediakan oleh Korean Corporate
Penelitian Fernando et al. (2008) menemukan bahwa ukuran auditor,
spesialisasi industri, dan tenur berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas.
Penelitian ini berfokus pada dua karakteristik auditor dan dua karakteristik
hubungan antara klien-auditor. Karakteristik auditor yang dimaksud yaitu ukuran
KAP dan auditor spesialisasi industri. Sedangkan karakteristik hubungan antara
klien-auditor yang dimaksud yaitu opini auditor dan tenur KAP.
Penelitian Farida (2012) menemukan bahwa keberadaan dewan komisaris
berdampak signifikan dan bersifat positif terhadap discretionary accruals.
Penelitian ini menggunakan data perusahaan manufaktur yang listing di BEI (2007–
2009) sebagai objek penelitian. Dengan menggunakan purposive sampling
technique, penelitian ini memperoleh 118 perusahaan di mana menggunakan
program SPSS dalam analisis regresi berganda.
Penelitian Putra et al. (2012) menjelaskan bahwa tenur berdampak positif
dan signifikan terhadap kualitas audit serta berdampak secara tidak langsung
terhadap kualitas laba melalui kualitas audit. Penelitian ini memperhatikan
pengaruh langsung dan tidak langsung melalui kualitas audit terhadap kualitas laba.
Tenur dinilai berdasarkan jumlah tahun KAP mengaudit suatu perusahaan, di mana
kualitas audit diukur dengan menggunakan current accruals dan kualitas laba
diukur dengan manajemen laba. Penelitian ini menggunakan data perusahaan
manufaktur 2006–2010 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Penelitian Shalicha (2012) menemukan bahwa tenur audit tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap kualitas laba, sementara reputasi KAP dan komite
menggunakan data dari 51 perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia (BEI) dari tahun 2008-2010. Data mengenai informasi akuntansi
diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Sementara data mengenai informasi
tentang nama KAP diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD) dan
komite audit diperoleh dari laporan tahunan perusahaan. Data kemudian dianalisis
menggunakan analisis regresi linear berganda.
Penelitian Siregar dan Susanto (2012) menemukan bahwa efektivitas dewan
komisaris dan ukuran KAP tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas
laba dan terhadap biaya ekuitas. Efektivitas komite audit berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kualitas laba. Efektivitas komite audit dan tenur KAP
berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya ekuitas. Dengan tambahan,
kualitas akrual, earnings variability dan common factor sebagai proksi kualitas laba
berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas. Penelitian ini menggunakan data
perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2009.
Penelitian Sumito (2013) menyimpulkan bahwa efektivitas dewan komisaris
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas, tetapi efektivitas komite
audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya ekuitas. Penelitian ini juga
menyimpulkan bahwa kualitas laba tidak memediasi hubungan antara efektivitas
dewan komisaris terhadap biaya ekuitas, tetapi kualitas laba memediasi hubungan
antara efektivitas komite audit terhadap biaya ekuitas. Kualitas laba dalam
penelitian ini diukur dengan kualitas akrual diskresioner dengan model Francis et
al. (2005). Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 40 perusahaan dari sektor
Berikut adalah ringkasan penelitian terdahulu yang digunakan dalam
penelitian ini:
Tabel 2.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Penulis (Tahun) Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
Anglo-Size, and Cost of
10 Shalicha (2012) Pengaruh Tenur,
2.2.1. Teori Keagenan
Teori keagenan (agency theory) merupakan teori yang menjelaskan bahwa
hubungan agensi timbul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan
orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling,
1976). Prinsipal atau pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan perusahaan
terhadap pihak manajemen. Manajer sebagai pihak yang diberi wewenang atas
kegiatan perusahaan dan berkewajiban menyediakan laporan keuangan akan
cenderung untuk melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya dan
mengorbankan kepentingan pemegang saham.
Sebagai pengelola perusahaan, manajer akan lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan pemilik (pemegang
saham). Prinsipal mengharuskan manajer agar dapat memberikan sinyal berkaitan
dengan kondisi perusahaan, namun terkadang sinyal yang diberikan kepada
prinsipal tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya, sehingga hal ini
memacu terjadinya konflik keagenan. Dalam kondisi yang demikian ini dikenal
sebagai asimetri informasi (information asymmetric).
Elsenhardt (1989), menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna
menjelaskan tentang teori agensi, yaitu:
a. Asumsi tentang manusia: menekankan bahwa daya tarik terbatas mengenai
persepsi masa mendatang, dan manusia selalu menghindari risiko.
b. Asumsi keorganisasian: menekankan adanya konflik antar anggota organisasi,
c. Asumsi informasi: menekankan bahwa informasi sebagai barang komoditi yang
dapat diperjualbelikan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diuraikan bahwa masing-masing
individu hanya termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan
konflik kepentingan antara pemilik dengan manajemen. Pihak pemilik merasa
termotivasi mengadakan kontrak untuk memperkaya dirinya dengan profitabilitas
yang selalu meningkat. Di sisi lain, pihak manajer termotivasi untuk
memaksimalkan pemenuhan jasmaninya, antara lain dalam hal memperoleh
investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi.
Akibat dari adanya perbedaan kepentingan mengakibatkan adanya
perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen disebut agency problem. Salah
satu penyebab permasalahan agen adalah asimetri informasi. Asimetri informasi
adalah ketidaksesuaian informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen, ketika
prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja manajemen
ataupun sebaliknya, agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kapabilitas
diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan (Murni, 2003).
Menurut Jensen dan Meckling (1976), adanya masalah keagenan dapat
menimbulkan biaya agensi yang terdiri dari:
a. The monitoring expenditure by the principle, merupakan biaya pengawasan
yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dari agen dalam
b. The bounding expenditure by the agent (bounding cost), merupakan biaya yang
dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak bertindak yang
merugikan prinsipal.
c. The residual loss, merupakan penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen
karena adanya hubungan agensi.
2.2.2. Corporate Governance
Corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee
pada tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report. Menurut
Cadbury Committee (1992), corporate governance merupakan suatu sistem yang
berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya dan stakeholders
pada umumnya.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2001),
corporate governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat didefinisikan bahwa corporate
governance merupakan suatu sistem yang dibangun untuk mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan sehungga tercipta tata hubungan yang baik, adil, dan
perusahaan. Pihak-pihak yang terkait yang dimaksud terdiri dari pihak internal yang
bertugas mengelola perusahaan dan pihak eksternal yang meliputi pemegang saham,
kreditur, dan lain-lain.
Menurut FCGI (2001), terdapat 4 manfaat dari penerapan corporate
governance, yaitu: (1) meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta
lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders, (2) mempermudah
diperolehnya dana dan pembiayaan yang lebih murah dari investor maupun kreditur
(menurunkan biaya ekuitas), (3) mengembalikan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia, dan (4) pemegang saham akan merasa puas
dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan
dividen. Oleh sebab itu, perlu disadari bahwa penerapan good corporate
governance merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi agar perusahaan dapat
mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan berkesinambungan.
2.2.2.1.Dewan Komisaris
Keberadaan dewan komisaris sangat diperlukan dalam mendorong
diterapkannya prinsip dan praktek tata kelola perusahaan yang baik. Fungsi utama
dewan komisaris menurut Indonesian Code for Corporate Governance adalah
memberikan supervise kepada direksi dalam menjalankan tugasnya. Dewan
komisaris juga berkewajiban memberikan pendapat dan saran apabila diminta
Dalam menjalankan tugasnya, para anggota dewan komisaris wajib bersikap
independen. Komisi Nasional Kebijakan Governance - KNKG (2006) menyatakan
bahwa komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi
dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya, dan pemegang saham
mayoritas, serta bebas dari hubungan bisnis dan/atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau semata-mata demi
kepentingan perusahaan. Anggota komisaris independen tidak terkait dengan
kegiatan operasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan diharapkan harus
memiliki keahlian dalam bidang akuntansi atau keuangan.
Di Indonesia, regulator telah menekankan pentingnya pengawasan yang
dilakukan oleh komisaris independen dalam mewujudkan praktek GCG. Peraturan
BEJ No. 1A Tahun 2001 tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas
di Bursa mewajibkan seluruh perusahaan yang tercatat di BEI untuk mewakilkan
dewan komisaris independen dengan jumlah komisaris independen minimum 30%
dari seluruh jumlah anggota dewan komisaris. Adapun tugas dari komisaris
independen menurut KNKG (2006), antara lain:
1. Menjamin transparansi dan keterbukaan laporan keuangan perusahaan.
2. Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas dan pemangku
kepentingan lainnya.
3. Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan secara
wajar dan adil.
4. Kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku.
2.2.2.2.Komite Audit
Komite audit merupakan elemen kunci di dalam struktur corporate
governance yang membantu mengendalikan dan memonitor manajemen.
Komite audit merupakan salah satu komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris dengan tugas dan
tanggung jawab utama untuk memastikan prinsip-prinsip good corporate
governance di suatu perusahaan, dimana independensi, transparansi,
akuntabilitas dan tanggungjawab, serta sikap adil menjadi prinsip dan landasan
organisasi perusahaan. Investor sebagai pihak luar perusahaan tidak dapat
mengamati secara langsung kualitas sistem informasi perusahaan sehingga
persepsi mengenai kinerja komite audit akan mempengaruhi penilaian investor
terhadap kualitas laba perusahaan.
Komite audit memiliki peran penting dalam tugas membantu dewan
komisaris untuk melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal
tersebut terutama berkaitan dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan
akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan,
dengan tujuan melindungi kepentingan pemegang saham.
Komite audit memberikan kontribusi bagi pengembangan rencana
strategis perusahaan dengan memberikan masukan dan rekomendasi kepada dewan
berkaitan dengan masalah keuangan atau operasional. Oleh karena itu, komite
audit yang efektif akan fokus pada peningkatan kinerja dan daya saing perusahaan,
fokus pada optimalisasi kekayaan pemegang saham sehingga dapat mencegah
maksimalisasi kepentingan pribadi oleh manajemen.
Dalam rangka pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik, Bursa Efek
Indonesia (BEI) mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang pembentukan
komite audit. Peraturan mewajibkan perusahaan yang terdaftar di BEI memiliki
komite audit. Komite audit harus beranggotakan 30% anggota independen,
memiliki keahlian dalam bidang akuntansi.
2.2.2.3.Tenur KAP
Menurut Carey dan Simnett (2006) mendefinisikan tenur auditor sebagai
lamanya auditor melakukan audit pada perusahaan klien. Tenur merupakan lamanya
hubungan auditor dan klien yang diukur dengan jumlah tahun. Indikator tenur
menurut Geigher dan Raghunandan (2002) meliputi (1) lamanya bekerja, dan (2)
frekuensi pekerjaan pemeriksaan yang telah dilakukan.
Masa penugasan auditor terhadap klien dapat mempengaruhi kualitas
laporan keuangan. Semakin panjang masa penugasan auditor akan membuat
independensi KAP menurun dan menyebabkan KAP tidak mampu mendeteksi
kecurangan pelaporan keuangan. Tenur yang panjang juga menyebabkan adanya
kedekatan antara auditor dank lien sehingga independensi KAP menurun.
Di sisi lain, Giri (2010) menyatakan bahwa tenur audit yang singkat
meningkatkan kos audit bagi klien, menurunkan kualitas audit dan hanya sedikit
memiliki pengetahuan khusus mengenai klien yang diperlukan untuk melakukan
audit yang berkualitas tinggi.
2.2.2.4.KAP Big Four
KAP Big Four merupakan sekelompok firma internasional yang
memberikan jasa keuangan profesional kepada perusahaan yang menangani
mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup.
KAP Big Four terdiri dari empat firma, yaitu: (1) Deloitte Touche Tohmatsu, (2) Pricewaterhouse Coopers, (3) Ernst & Young, dan (4) KPMG.
Ukuran KAP berpengaruh terhadap kualitas pelaporan keuangan perusahaan
melalui kualitas audit. Besarnya ukuran KAP berkaitan dengan kompetensi yang
dimiliki dalam menilai kualitas laporan keuangan. Becker et al. (1998) dan Francis
et al. (1999) menemukan bahwa KAP yang termasuk Big Four mampu membatasi
tindakan manajemen laba karena memiliki kompetensi dan independensi yang lebih
dibandingkan dengan non Big Four. Teoh dan Wong (1993) menemukan bahwa
perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four memiliki earnings response coefficient
yang lebih tinggi dibandingkan yang diaudit oleh non Big Four.
2.2.3. Kualitas Laba
Informasi laba merupakan unsur utama yang digunakan dalam laporan
keuangan dan dapat sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena
memiliki nilai prediktif (FASB, 1980) dalam Boediono (2005). Tujuan utama dari
berkepentingan dalam laporan keuangan (Hendriksen dan Breda, 2000). Oleh
karena itu, informasi laba banyak digunakan sebagai tolak ukur untuk mengevaluasi
kinerja perusahaan (Dechow, 1995).
Suatu informasi mengenai laba dikatakan berkualitas apabila dapat
mempengaruhi keputusan para pengambil keputusan, baik keputusan investasi
maupun divestasi. Di antara kriteria utama kualitas laba atau laporan keuangan
adalah relevan (dapat mempengaruhi keputusan) dan reliabel (dapat dipercaya).
Laba yang berkualitas akan mempengaruhi keputusan para pemegang saham untuk
dapat memberikan sejumlah dana yang akan digunakan dalam pembiayaan investasi
atau operasional, sehingga dapat meminimalkan biaya ekuitas.
Dalam aspek netralitas, konsep asimetri informasi tidak terlepas dari kualitas
laba yang dilaporkan. Berdasarkan teori keagenan, manajemen sebagai pengelola
perusahaan memiliki akses yang lebih luas terhadap informasi internal dan prospek
perusahaan dibandingkan pemegang saham dan kreditur. Kondisi demikian
merupakan contoh konkrit dari asimetri informasi, yaitu suatu kondisi yang
mencerminkan ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen
sebagai penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan stakeholders
lainnya sebagai pengguna informasi. Oleh karena itu, manajer berkewajiban untuk
memberikan sinyal atau indikator kepada pemegang saham mengenai kondisi
perusahaan. Sinyal atau indikator kepada pemegang saham mengenai kondisi
perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan
2.2.4. Biaya Ekuitas
Biaya ekuitas adalah suatu rate tertentu yang harus dicapai oleh perusahaan
untuk dapat memenuhi imbalan yang diharapkan (expected return) oleh para
pemegang saham biasa (common stockholders) atas dana yang telah ditanamkan
pada perusahaan tersebut sesuai dengan risiko yang akan diterimanya. Brigham dan
Houston (2011) menjelaskan bahwa biaya ekuitas mencerminkan tingkat
pengembalian yang diminta investor atau suatu efek bagi perusahaan, sehingga
dapat diartikan bahwa biaya ekuitas suatu perusahaan adalah bagian yang harus
dikeluarkan perusahaan untuk memberikan kepuasan pada para investornya pada
tingkat risiko tertentu.
Biaya ekuitas sulit diukur karena tidak ada cara untuk mengamati atau
mengetahui secara langsung tingkat return yang diharapkan oleh investor. Biaya
ekuitas dapat diukur dengan menggunakan beberapa pendekatan, di antaranya
Dividend Growth Model dan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Apabila
menggunakan Dividend Growth Model sebagai proksi dari biaya ekuitas, maka
penelitian hanya akan menggunakan perusahaan-perusahaan yang membagikan
dividen setiap tahun sehingga membatasi jumlah sampel yang dapat diteliti. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini, pendekatan CAPM akan digunakan dalam
mengukur biaya ekuitas.
CAPM merupakan sebuah model keseimbangan antara risiko dan expected
return suatu sekuritas atau portofolio. Model tersebut digunakan untuk menentukan
investor yang rasional hanyalah systematic risk karena risiko tersebut tidak dapat
dihilangkan dengan melakukan diversifikasi.
Biaya ekuitas dalam CAPM dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut ini:
COE = Rf + β (Rm – Rf) Di mana:
COE = cost of equity atau expected return dari sebuah sekuritas
Rf = tingkat pengembalian dari sekuritas bebas risiko
β = sensitivitas dari sebuah sekuritas terhadap perubahan nilai pasar
Rm = tingkat pengembalian dari portofolio pasar
2.3. Kerangka Pikir
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh corporate governance
terhadap kualitas laba dan dampaknya terhadap biaya ekuitas. Dalam penelitian ini,
komponen corporate governance yang digunakan adalah efektivitas dewan
komisaris, komite audit, ukuran KAP Big Four, dan tenur KAP.
Hubungan agensi timbul ketika satu orang atau lebih (principal)
mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen
dan Meckling, 1976). Namun, seringkali individu hanya termotivasi oleh
kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara
pemilik dengan manajemen.
Keberadaan konflik kepentingan (conflict of interest) dalam suatu
perusahaan akan menyebabkan adanya permasalahan keagenan di mana agen
Permasalahan ini disebabkan oleh adanya asimetri informasi antara pihak
manajemen dan pemegang saham.
Manajer sebagai pengelola perusahaan mengetahui lebih banyak informasi
internal dan prospek perusahaan dibandingkan dengan prinsipal. Adanya
kepentingan individu dari manajer akan menyebabkan terjadinya asimetri informasi
yang meliputi tindakan manajemen laba yang mengarah pada penurunan kualitas
laporan keuangan.
Corporate governance merupakan sebuah mekanisme yang dapat mengatasi
permasalahan keagenan serta mampu meningkatkan kualitas pelaporan keuangan.
Keberadaan dewan komisaris dan komite audit akan meningkatkan pengawasan
terhadap kebijakan yang diambil oleh manajemen yang salah satunya adalah
kebijakan akrual yang digunakan dalam proses penyusunan laporan keuangan.
Sedangkan dengan tenur KAP dan keberadaan KAP Big Four dapat meningkatkan
kredibilitas dari laporan keuangan sehingga akan meningkatkan kepercayaan
pemegang saham terhadap prospek perusahaan.
Selain dari meningkatkan kualitas laba, keberadaan corporate governance
dapat mengurangi konflik yang terjadi antara manajer dan pemegang saham.
Corporate governance diyakini dapat memberikan pengawasan yang independen
terhadap proses pengambilan keputusan manajemen dan menjaga tindakan
oportunistik manajemen. Berkurangnya perilaku oportunistik manajemen akan
mengarah pada agency cost dan biaya ekuitas yang rendah.
Menurut Asbaugh et al. (2004), tanpa pemantauan yang efektif dan
dengan meningkatkan biaya ekuitas perusahaan. Dalam kondisi ini, corporate
governance merupakan mekanisme yang digunakan untuk mengurangi agency
problem dengan meningkatkan pemantauan terhadap tindakan manajemen dan
mengurangi risiko informasi yang ditanggung oleh pemegang saham. Guedhami
dan Mishra (2006) menyatakan bahwa perusahaan dengan kualitas corporate
governance yang baik memiliki biaya ekuitas yang rendah.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Biaya Ekuitas
2.4. Hipotesis
2.4.1. Pengaruh Mekanisme Pengawasan GCG terhadap Kualitas Laba
Hubungan agensi dalam perusahaan terjadi ketika pemilik (prinsipal)
mempekerjakan manajer (agen) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada manajer. Namun, KAP Big Four
Tenur KAP Komite Audit Dewan Komisaris
adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemilik menyebabkan terjadinya
asimetri informasi yang mengarah pada penurunan kualitas dari proses pelaporan
keuangan. Corporate governance sebagai sebuah mekanisme yang dibentuk dapat
mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Penerapan corporate governance yang
baik akan meningkatkan kualitas dari proses pelaporan keuangan.
Babatunde dan Olaniran (2009) menyatakan bahwa mekanisme corporate
governance dapat dibagi menjadi dua, yakni mekanisme internal dan mekanisme
eksternal. Komponen mekanisme internal corporate governance meliputi
keberadaan dewan komisaris dan komite audit. Sedangkan komponen mekanisme
eksternal corporate governance meliputi tenur KAP dan KAP Big Four yang
menentukan dari sisi kualitas audit perusahaan.
a. Dewan komisaris terhadap kualitas laba
Salah satu komponen internal dari mekanisme corporate governance yaitu
keberadaan dewan komisaris. Kualitas laba dipengaruhi oleh adanya pengawasan
dari dewan komisaris terhadap apa yang dilakukan oleh pihak eksekutif atau direksi.
Fungsi utama dewan komisaris adalah memberikan supervisi kepada direksi dalam
menjalankan tugasnya dan berkewajiban memberikan pendapat serta saran apabila
diminta direksi.
Farida (2012) menemukan bahwa keberadaan dewan komisaris berdampak
signifikan dan bersifat positif terhadap discretionary accruals. Namun, Siregar dan
Susanto (2012) dan Sumito (2013) menemukan bahwa efektivitas dewan komisaris
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas laba. Hal ini disebabkan
Keberadaan dewan komisaris mempengaruhi kualitas dari proses pelaporan
keuangan serta sangat diperlukan dalam mendorong diterapkannya prinsip
corporate governance yang baik pada perusahaan. Dengan adanya pengawasan
yang baik dari dewan komisaris, maka hasil laporan keuangan yang dihasilkan
perusahaan akan lebih berkualitas, sehingga dapat dipergunakan oleh pihak yang
berkepentingan dalam pengambilan keputusan bisnis.
H1a : Efektivitas dewan komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba
b. Komite audit terhadap kualitas laba
Komite audit sebagai komponen corporate governance sangat berpengaruh
terhadap kualitas laporan keuangan. Keberadaan komite audit diharapkan dapat
membantu dewan komisaris dalam pengawasan proses pelaporan keuangan oleh
manajemen. Investor sebagai pihak luar perusahaan tidak dapat mengamati secara
langsung kualitas sistem informasi perusahaan (Teoh dan Wong dalam Suaryana,
2005) sehingga persepsi mengenai kinerja komite audit akan mempengaruhi
penilaian investor terhadap kualitas laba perusahaan.
Penelitian yang lebih spesifik mengenai efektivitas komite audit juga telah
dilakukan banyak peneliti. Vafeas (2005) menyatakan bahwa efektivitas komite
audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Jumlah komite audit yang
berkompeten di bidang akuntansi berpengaruh positif terhadap kualitas laba (Qin,
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas akrual, sehingga berpengaruh
negatif terhadap kualitas laba.
Efektivitas komite audit berpengaruh terhadap kualitas laba. Komite audit
yang memiliki keahlian mengenai keuangan dan akuntansi berhubungan dengan
kualitas laporan keuangan yang lebih baik. Dengan keahlian tersebut, komite audit
dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dalam melakukan monitoring terhadap
proses pelaporan keuangan.
H1b : Efektivitas komite audit berpengaruh terhadap kualitas laba.
c. Tenur KAP terhadap Kualitas Laba
Jiang et al. (2008) menyimpulkan bahwa semakin panjang tenur KAP akan
membuat independensi KAP menurun sehingga tidak mampu mendeteksi
kecurangan pelaporan keuangan. Tenur yang panjang akan menurunkan kualitas
dari proses pelaporan keuangan akibat ketidakmampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan. Namun, Putra et al. (2012) menyimpulkan bahwa tenur KAP
berdampak positif dan signifikan terhadap kualitas audit, di mana tenur dapat
mempengaruhi secara tidak langsung melalui kualitas audit terhadap kualitas laba.
Di sisi lain, Siregar dan Susanto (2012) menyimpulkan bahwa tenur KAP tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Hal ini disebabkan karena
tenur bukan merupakan proksi yang tepat untuk mengukur kualitas audit di negara
Tenur merupakan masa penugasan oleh auditor eksternal. Tenur dapat
mempengaruhi kualitas dari proses pelaporan keuangan melalui kualitas audit.
Kualitas audit yang baik merupakan salah satu pendukung penerapan corporate
governance yang baik di mana audit merupakan kendali bagi manajer dalam
menyusun laporan keuangan yang wajar sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku.
H1c : Tenur KAP memiliki pengaruh terhadap kualitas laba
d. KAP Big Four terhadap Kualitas Laba
KAP Big Four merupakan salah satu faktor penentu kualitas dari proses
pelaporan keuangan. Siregar dan Susanto (2012) menyatakan bahwa KAP yang
termasuk Big Four tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Hal
ini disebabkan karena Big Four bukanlah proksi yang tepat untuk mengukur
kualitas laba di negara yang memiliki risiko litigasi yang rendah seperti di
Indonesia.
Ukuran KAP yang besar menjelaskan kemampuan auditor untuk bersikap
independen, kompeten, dan objektif terhadap kliennya. Hal ini akan meningkatkan
kualitas dari proses pelaporan keuangan.
H1d : Audit yang dilakukan KAP Big Four berpengaruh terhadap kualitas laba.
2.4.2. Pengaruh Mekanisme Pengawasan GCG terhadap Biaya Ekuitas
Munculnya konflik kepentingan antara manajer dan pemilik mengakibatkan
terjadinya agency problem yang berdampak pada risiko agensi. Investor yang
ekuitas. Pelaporan keuangan yang dapat diandalkan serta penerapan praktek
corporate governance diyakini dapat mengurangi risiko agensi.
Penerapan good corporate governance dapat mengurangi konflik yang
terjadi antara pihak manajemen (agen) dan pemilik (prinsipal) sehingga akan
meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan. Peningkatan kepercayaan
terhadap perusahaan akan membuat investor semakin yakin terhadap prospek
perusahaan. Investor akan memberikan dana yang dibutuhkan perusahaan dengan
mudah. Ketika dana yang dibutuhkan perusahaan sudah mencukupi, maka
perusahaan akan mengurangi kebutuhan dana dari pihak eksternal, sehingga hal ini
akan menurunkan biaya ekuitas.
a. Dewan Komisaris terhadap Biaya Ekuitas
Byun et al. (2008) menyimpulkan bahwa efektivitas dewan komisaris dapat
menurunkan biaya ekuitas. Namun, Siregar dan Susanto (2012) dan Sumito (2013)
menyatakan bahwa efektivitas dewan komisaris tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap biaya ekuitas. Hal ini disebabkan karena investor melihat bahwa fungsi
pengawasan dari dewan komisaris masih kurang efektif sehingga belum mampu
untuk menurunkan risiko asimetri informasi.
Dewan komisaris dapat mempengaruhi biaya ekuitas. Dewan komisaris
berperan memberikan pengawasan independen terhadap manajemen dan meminta
pertanggungjawaban manajemen kepada pemegang saham. Hal ini akan
memberikan perlindungan terhadap hak pemegang saham yang dapat menurunkan
monitor manajemen ketika terdapat dasar yang kuat akan independensi dewan
komisaris.
H2a : Efektivitas dewan komisaris berpengaruh terhadap biaya ekuitas
b. Komite Audit terhadap Biaya Ekuitas
Asbaugh et al. (2004) dan Sumito (2013) menyatakan bahwa efektivitas
komite audit dan proporsi komite audit yang memiliki perusahaan di bidang
keuangan dan akuntansi berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas. Namun,
Siregar dan Susanto (2012) menyimpulkan bahwa efektivitas komite audit
berpengaruh positif terhadap biaya ekuitas. Hal ini disebabkan karena investor
belum memperhatikan efektivitas komite audit yang diungkapkan dalam laporan
tahunan dan menganggap bahwa pengawasan komite audit masih kurang efektif
yang dianggap hanya sebatas pada ketaatan terhadap peraturan pasar modal
sehingga menambah biaya bagi perusahaan.
Dengan adanya komite audit yang memiliki pemahaman atas proses
penyusunan laporan keuangan akan melakukan pengawasan yang lebih efektif atas
proses penyusunan laporan keuangan sehingga risiko informasi yang dimiliki
investor akan berkurang.
H2b : Efektivitas komite audit berpengaruh terhadap biaya ekuitas
c. Tenur KAP terhadap Biaya Ekuitas
Fernando et al. (2008) menemukan bahwa tenur KAP berdampak negatif
terhadap biaya ekuitas. Hal ini disebabkan karena tingkat pemahaman auditor
terhadap risiko bisnis klien meningkat seiring dengan panjangnya tenur sehingga
Susanto (2012) menyatakan bahwa tenur KAP berpengaruh positif terhadap biaya
ekuitas.
Tenur yang semakin panjang akan meningkatkan risiko premium ekuitas.
Hal ini disebabkan oleh penurunan independensi auditor sehingga keandalan
laporan keuangan menurun yang mengakibatkan risiko informasi yang ditanggung
investor semakin tinggi. Oleh karena itu, tenur KAP dapat mempengaruhi biaya
ekuitas.
H2c : Tenur KAP berpengaruh terhadap biaya ekuitas
d. KAP Big Four terhadap Biaya Ekuitas
Khurana dan Raman (2004) menemukan bahwa kualitas audit
menggunakan ukuran KAP Big Four mampu memberikan assurance yang
lebih tinggi atas keandalan laporan keuangan sehingga perusahaan yang
diaudit oleh KAP Big Four memiliki biaya ekuitas lebih rendah dibandingkan
diaudit oleh non-Big Four. Namun, Siregar dan Susanto (2012) menyatakan bahwa
ukuran KAP Big Four tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas.
Hal ini dikarenakan karena investor belum melihat pengaruh ukuran KAP Big Four
terhadap risiko informasi yang merupakan penentu required rate of return.
Keberadaan KAP Big Four dalam mengaudit laporan keuangan akan mampu
membatasi tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen. Hal ini
disebabkan oleh independensi dan keahlian yang dimiliki oleh KAP Big Four lebih
memadai dibandingkan non Big Four. Oleh karena itu, audit yang dilakukan KAP
Big Four dapat mempengaruhi biaya ekuitas.
2.4.3. Pengaruh Kualitas Laba terhadap Biaya Ekuitas
Francis et al. (2005) menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan di
Amerika Serikat dengan kualitas laba yang lebih buruk ternyata memiliki biaya
ekuitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki kualitas
laba yang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas laba yang baik
mempunyai peran menurunkan biaya ekuitas. Namun, Siregar dan Susanto (2012)
menyimpulkan bahwa kualitas laba cenderung berpengaruh positif dan signifikan
terhadap biaya ekuitas.
Dalam analisis investasi, biaya ekuitas digunakan untuk menentukan nilai
sekarang aliran kas di masa akan datang. Biaya ekuitas yang semakin rendah
menghasilkan nilai sekarang aliran kas di masa akan datang semakin tinggi, dan
sebaliknya. Dalam penentuan nilai saham, semakin rendah biaya ekuitas semakin
tinggi nilai saham. Sebaliknya, semakin tinggi biaya ekuitas semakin rendah harga
saham.
H3 : Kualitas laba berpengaruh terhadap biaya ekuitas
2.4.4. Kualitas Laba sebagai Variabel Intervening
Francis et al. (2008) menyatakan bahwa kualitas laba merupakan salah satu
risiko asimetri informasi sehingga investor atau pemegang saham akan menuntut
required rate of return yang lebih tinggi ketika perusahaan memiliki kualitas laba
yang buruk. Mekanisme corporate governance diyakini dapat mengurangi risiko
komisaris dan komite audit serta kualitas audit yang dihasilkan tenur KAP dan KAP
Big Four. Dengan demikian, semakin efektif dewan komisaris dan komite audit
dalam memberikan pengawasan proses pelaporan keuangan maka kualitas laba
perusahaan akan semakin baik dan semakin rendah risiko asimetri informasi
sehingga investor mengharapkan required rate of return yang lebih rendah dan
biaya ekuitas perusahaan akan menjadi rendah.
Berkaitan dengan kualitas audit, tenur yang semakin panjang akan membuat
independensi KAP menurun sehingga KAP tidak mampu mendeteksi kecurangan
yang menurunkan kualitas dari laporan keuangan. Akibat dair penurunan kualitas
laporan keuangan akan meningkatkan risiko informasi yang berdampak pada
peningkatan biaya ekuitas. Sedangkan audit yang dilakukan oleh KAP Big Four
mampu membatasi tindakan manajemen laba dibandingkan dengan non Big Four.
Akibat pembatasan tindakan manajemen laba tersebut akan memberikan assurance
yang lebih tinggi atas keandalan laporan keuangan yang berdampak pada biaya
ekuitas yang lebih rendah.
H4a : Kualitas laba memediasi hubungan antara efektivitas dewan komisaris
terhadap biaya ekuitas
H4b : Kualitas laba memediasi hubungan antara efektivitas komite audit
terhadap biaya ekuitas
H4c : Kualitas laba memediasi hubungan antara tenur KAP terhadap biaya
ekuitas
H4d : Kualitas laba memediasi hubungan antara KAP Big Four terhadap biaya
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini merupakan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dasar pertimbangan pemilihan perusahaan
manufaktur adalah untuk menghindari perbedaan karakteristik antara perusahaan
manufaktur dengan jenis perusahaan lain. Selain itu, jumlah populasi perusahaan
manufaktur relatif besar, sehingga diharapkan dengan menggunakan perusahaan
manufaktur dapat diperoleh jumlah sampel yang mencukupi.
Sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada
tahun 2012-2014. Teknik pemilihan sampel menggunakan metode purposive
random sampling, metode pemilihan sampel dengan kriteria tertentu. Kriteria
tersebut adalah:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode 2012-2014.
2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan tahunan dengan
memuat seluruh data dan informasi yang dibutuhkan dalam pengukuran
variabel dan analisis data.
3. Laporan keuangan perusahaan disajikan dalam mata uang rupiah sehingga
dapat dibandingkan antara periode dan antar perusahaan. 4. Perusahaan yang tidak memiliki nilai ekuitas negatif.
5. Perusahaan yang memiliki saham aktif yang diperdagangkan dengan 75 kali
frekuensi transaksi selama tiga bulan berturut-turut kriteria ini didasarkan
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data dokumenter,
yaitu perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan dalam periode
2012-2014. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang dikumpulkan melalui website BEI yaitu www.idx.co.id. 3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu melalui studi kepustakaan dan
studi dokumentasi. Studi kepustakaan adalah pengumpulan data dari beberapa
literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Studi pustaka meliputi
pengumpulan jurnal dan artikel ilmiah. Studi dokumentasi merupakan pengumpulan
data sekunder yang berkaitan dengan penelitian. Dokumentasi pada penelitian ini
meliputi pengumpulan laporan keuangan berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3.4. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran 3.4.1. Biaya Ekuitas
Biaya ekuitas adalah suatu rate tertentu yang perlu diperoleh oleh
perusahaan dalam rangka pemenuhan imbalan yang diharapkan kepada para
pemegang saham biasa atas dana yang ditanamkan pada perusahaan tersebut sesuai
dengan risiko yang diterimanya. Biaya ekuitas yang digunakan dalam penelitian ini
diukur dengan menggunakan Capital Asset Pricing Modal (CAPM). Perhitungan
biaya ekuitas dengan menggunakan CAPM dapat dirumuskan sebagai berikut:
COE = Rf + β (Rm – Rf)
COE = cost of equity atau expected return dari sebuah sekuritas
β = sensitivitas dari sebuah sekuritas terhadap perubahan nilai pasar
Rm = tingkat pengembalian dari portofolio pasar
3.4.2. Corporate Governance
Corporate governance merupakan suatu sistem yang berfungsi untuk
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar dapat mencapai keseimbangan
antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya dan stakeholders
pada umumnya. Mekanisme corporate governance yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri atas mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme
internal meliputi efektivitas dewan komisaris dan komite audit. Mekanisme
eksternal meliputi tenur KAP dan KAP Big Four.
a. Dewan Komisaris (DEKOM)
Dewan komisaris merupakan salah satu organ dalam perseroan yang
berfungsi memberikan supervisi kepada direksi dalam menjalankan tugasnya serta
memberikan pengawasan. Dewan komisaris juga berkewajiban untuk memberikan
pendapat dan saran apabila diminta oleh direksi. Dalam menjalankan tugasnya,
dewan komisaris wajib bersikap independen.
Efektivitas dewan komisaris diukur dengan menggunakan checklist yang
diadopsi dari penelitian Siregar dan Susanto (2012). Penilaian terhadap perusahaan
akan diberikan berdasarkan tingkat pengungkapan di dalam laporan keuangan
tanggung jawab serta jumlah rapat dewan komisaris. Penilaian skor dari yang
terbaik ke yang terburuk adalah:
Good : memenuhi kriteria dan diberi nilai 3
Fair : hanya memenuhi sebagian kriteria dan diberi nilai 2
Poor : tidak memenuhi kriteria atau tidak ada informasi dan diberi nilai 1
b. Komite Audit (KOMAUD)
Komite audit merupakan salah satu komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris yang berfungsi untuk mengendalikan dan memonitor manajemen. Komite
audit bertanggungjawab untuk memastikan prinsip-prinsip GCG telah diterapkan
dalam perusahaan.
Efektivitas komite audit diukur menggunakan checklist efektivitas komite
audit, berdasarkan pengungkapan di dalam laporan tahunan terkait laporan komite
audit, profil anggota komite audit, pernyataan tugas dan tanggung jawab serta
jumlah rapat komite audit. Penilaian skor komite audit sama dengan penilaian skor
efektivitas dewan komisaris.
c. Tenur KAP (AT)
Tenur KAP merupakan masa penugasan auditor dalam mengaudit
perusahaan. Tenur yang panjang menimbulkan adanya overfamiliarity dengan klien
(Mautz dan Sharaf, 1961). Jiang et al. (2008) menyatakan bahwa tenur yang
panjang akan menurunkan independensi KAP sehingga KAP tidak mampu
Pengukuran masa penugasan audit >3 tahun dan < 9 tahun dianggap cukup
untuk memperoleh pemahaman yang memadai terhadap klien dan industri klien,
namun tidak mengurangi independensi KAP. TENURE diberi angka 1 jika masa
penugasan KAP berada dalam interval 3 < x < 9 tahun yang menandakan kualitas
audit yang tinggi dan diberi 0 jika lainnya.
d. KAP Big Four (BIG4)
Keberadaan KAP Big Four berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki yang
menjadi salah satu acuan dalam menilai kualitas laporan keuangan. Becker et al.
(1998) dan Francis et al. (1999) menjelaskan bahwa KAP yang termasuk Big Four
mampu membatasi tindakan manajemen laba karena independensi dan kompetensi
yang lebih dibandingkan non Big Four. Kualitas audit yang diukur dengan variabel
dummy BIG4 diberi angka 1 jika perusahaan diaudit oleh KAP Big Four; dan 0 jika
sebaliknya.
3.4.3. Kualitas Laba
Informasi laba dikatakan berkualitas apabila mempengaruhi keputusan para
pengambil keputusan, baik keputusan divestasi maupun investasi. Kriteria utama
dari laba yang berkualitas adalah relevan dan reliabel. Dikatakan relevan apabila
informasi laporan keuangan dapat mempengaruhi keputusan dan dikatakan reliabel
apabila informasi laporan keuangan dapat dipercaya.
Kualitas laba yang diukur dengan kualitas akrual model Kothari et al.
(2005).
TAi,t = NIBEi,t – CFOi,t
Semua variabel utama dibagi dengan rata-rata total aset.
Keterangan:
TAi,t = Total akrual perusahaan i pada tahun t
∆REVi,t = Selisih pendapatan perusahaan i pada tahun t dengan tahun t-1
∆ARi,t = Selisih piutang perusahaan i tahun t dengan tahun t-1
PPEi,t = Gross property, plant, and equipment perusahaan i tahun t
ROAi,t = (NIBEi,t + Interest Exp. After Tax) / Total Aset
εi,t = Koefisien error yang akan digunakan sebagai nilai dari akrual
diskresioner
NIBEi,t = Laba bersih sebelum pos luar biasa perusahaan i tahun t
CFOi,t = Arus kas dari aktivitas operasi perusahaan pada tahun t
3.5. Metode Analisis 3.5.1. Model Penelitian
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode analisis jalur (path analysis). Analisis jalur merupakan
perluasan dari analisis regresi linear berganda yang digunakan untuk menaksir
teori. Koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi. Koefisien jalur dihitung
dengan membuat dua persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang
menunjukan hubungan yang dihipotesiskan. Metode ini memiliki kelebihan
dibandingkan dengan regresi linear karena selain menemukan pengaruh langsung,
model analisa jalur juga dapat menemukan pengaruh tidak langsung dalam
hubungan antarvariabel melalui variabel mediasi, sehingga dapat diperoleh hasil
analisa yang lebih akurat, tajam, dan detail.
3.5.1.1.Persamaan Struktural
Sesuai dengan kerangka pemikiran di atas maka terdapat dua persamaan
struktural yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan:
x2 = Komite Audit
Pada ketiga persamaan tersebut terdapat unexplained variance yang dimiliki
oleh ε. Simbol ε digunakan untuk mewakili variabel lain yang berpengaruh terhadap
Y1 dan Y2 tetapi variabel tersebut tidak dilibatkan dalam model penelitian. Dalam
mengidentifikasi besarnya nilai ε didapatkan dari (1 – adjusted R2).
3.5.1.2.Diagram Jalur
Menggambar diagram jalur lengkap dan menentukan sub-sub strukturnya.
Gambar 3.3.
Analisis Jalur Sub Struktur 2 (y2 = ρ5x1 + ρ6x2 + ρ7x3 + ρ8x4 + ρ9y1 + ε2)
3.5.2. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
menjadikan sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah untuk dipahami, yang
dilihat dari nilai rata-rata (mean), minimum, maksimum, dan standar deviasi.
Statistik deskriptif menyajikan ukuran-ukuran numeric yang sangat penting bagi
data sampel. Pengujian statistik deskriptif ini menggunakan software Statistical
Package for Sosial Science (SPSS) versi 22.
3.5.3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan dalam model regresi, menguji apakah model regresi variabel terkait
asumsi klasik dilakukan uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, uji normalitas,
dan uji auto korelasi.
3.5.3.1.Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji model regresi, variabel pengganggu
atau residual memiliki distribusi normal. Cara untuk mengetahui bahwa data
tersebut terdistribusi secara normal atau tidak yaitu dengan uji statistik
nonparametik Kolmogorov-Smirnov (K-S), dengan pengujian ini dapat diketahui
data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Apabila sesuai dengan kriteria:
Asym.sig (2-Tailed) > kriteria signifikansi (p-value) 0,05, maka data tersebut
berdistribusi normal.
3.5.3.2.Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model
regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen. Jika terjadi korelasi
maka dinamakan terdapat masalah multikolinearitas. Suatu model regresi yang baik
tidak seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen atau dengan
kata lain tidak terjadi multikolinearitas. Menurut Ghozali (2012), untuk mengetahui
ada tidaknya suatu masalah multikolinearitas dalam model regresi, peneliti dapat
menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance, seperti berikut:
a. Jika nilai Tolerance di bawah 0,1 dan nilai VIF di atas 10, maka model
regresi mengalami masalah multikolinearitas.
b. Jika nilai Tolerance di atas 0,1 dan nilai VIF di bawah 10, maka model